//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bolehkah umat non Buddhis memasuki vihara? - Mohon bantuan tanggapannya  (Read 42524 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
 [at] Johan3000:

Johan memasang gambar penganut agama Sikh. Dalam agama Sikh topi atau penutup kepala adalah bagian dari agamanya. Melepaskan topi bagi para penganut Sikh adalah suatu penghinaan. Setahu saya dalam agama Sikh ada kewajiban mengenakan topi, gelang, dan pedang kecil. Ini adalah bagian integral dari agama Sikh. Apabila ada orang Sikh yang ingin datang ke vihara DAN mendengarkan Dhamma apakah kita harus menyuruhnya melepaskan topi?

Salam hormat,

Tan

Offline Mr. pao

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 792
  • Reputasi: 29
  • KeperibadianMuYanGakuSuka
Ada baiknya saudara 4DMIN buka halaman baru khusus membahas materi yang ingin dibahas. coz pembahasan kita  udah OOT. Kasian ma TS tuh. Semoga 4DMIN berkenan.
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Offline 4DMYN

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 428
  • Reputasi: -4

gue sangat tidak peduli dengan reputasi, kalau mau kasih [BURUK] 100x juga saya gak bakal peduli.


Semoga 4DMIN tidak menderita atas reputasinya.


saya persilahkan teman islam itu untuk berehipashiko, btw kalau LSY pindah agama jadi islam, saya akan cari guru agama Buddha yang lain.


Jika ada aliran sesat mengajak2 teman TBSN untuk masuk ke alirannya, bagaimana 4DMIN harus bersikap?
saya akan buka pintu lebar-lebar untuk berdiskusi dengannya :) ehipashiko

Quote



pernah dengar nama Maha Boowa? beliau tuh mengaku mencapai arahat ketika dia masih hidup. bagaimana pendapat anda mengenai beliau?


Ada referensinyakah ?
ada referensi disini :
http://dhammacitta.org/perpustakaan/arahattamagga-arahattaphala/

Dhammadesana dari Than Acharn Maha Boowa kali ini sangat langka dan spesial.
Than Acharn Maha Boowa berkata bahwa beliau sudah menjadi arahat selama lebih dari 50 tahun ( 55 tahun) . Meskipun demikian beliau tidak pernah menyatakan secara terbuka di depan publik, hanya baru baru ini, sekitar 7 tahun yang lalu, beliau kemukakan didepan masyarakat Thai, bahwa dia telah lama mencapai tingkatan Arahat. Dalam kurun waktu 3 tahun, dalam pelbagai dhammadesana beliau menjelaskan lebih jauh tentang proses pencerahan beliau.

Quote



secara tersirat, saya merasa ada orang disini yang lebih suci, lebih pandai, dan lebih hebat karena memiliki guru lebih terkenal yang silsilahnya mentereng :)


Saya tidak merasa sini ada orang suci koq, jika 4DMIN merasakannya, itu hanya rasa kekaguman berlebihan 4DMIN pada orang tersebut dan itu juga dari efek kebesaran ajaran Sang Buddha, sehingga kebijakan umat Buddha melebihi kebijakan ajaran lainnya.
nocomment

Offline Mr. pao

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 792
  • Reputasi: 29
  • KeperibadianMuYanGakuSuka
to 4DMYN

Thanks tanggapannya. Pembahasan kita di thread ini cukup sampai disini.
Jika 4DMIN mau bahas lebih lanjut, silakan buka thread baru.

to : Tan
Silakan TS untuk lanjut membahas pembahasannya. Maaf udah banyak OOT.
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Quote
[at] Ryu:
Saya baca bahwa para hadirin mencuci kaki sebelum memasuki Dhammasala. Mungkin ini dapat dianggap sebagai aturan dalam memasuki vihara. Dalam artian memang ada aturan2 tertentu yang perlu dijalankan sebelum memasuki Dhammasala. Namun timbul pertanyaan lagi pada saya, apakah ini sebenarnya merupakan tradisi di zaman itu. Yakni apabila kita memasuki sesuatu tempat yang dianggap suci, maka kita wajib mencuci kaki. Mengingat jalan itu banyak jalan yang belum diaspal, sehingga debu mudah sekali menempel pada kaki saat kita berjalan. Sebagai tambahan, dalam tradisi Jawa juga ada kebiasaan melepas alas kaki saat memasuki rumah orang lain. Oleh karena itu, apakah kebiasaan ini adalah sekedar tradisi dan tidak masuk dalam Dhamma dan Vinaya?

seingat saya hal ini sedikit disinggung dalam vinaya dan atau komentar vinaya Theravada, bagian alas kaki.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
RAUNGAN SINGA SARIPUTTA
    16. Ketika Sariputta menghadap Sang Bhagava, dengan hormat Beliau lalu duduk di hadapan Sang Bhagava dan kemudian Beliau berkata kepada Sang Bhagava : "Keyakinan kami terhadap Sang Bhagava, sungguh tak ada bandingannya. Belum pernah kami menjumpai baik dulu maupun sekarang ini ada seorang brahmana atau orang lain yang lebih terpercaya dalam Penerangan Sempurna dibandingkan dengan Bhagava sendiri."

    "Sungguh mulia dan terpuji ucapanmu itu, Sariputta. Ucapanmu yang demikian lantang itu bagaikan raungan singa. Tetapi bagaimanakah hubungan ini, Sariputta? Apakah kamu mempunyai pengetahuan yang langsung tentang para Bhagava dan para Arahat di masa yang lampau, mengenai bagaimana moral (sila), dhamma, kebijaksanaan (panna) mereka, dan bagaimana membebaskan diri?"

    "Hal itu kami tidak ketahui, Bhante."

    "Sariputta, dalam hubungan ini, apakah kamu mempunyai pengetahuan langsung tentang semua Bhagava dan para Arahat, di masa yang akan datang mengenai bagaimana moral (sila), dhamma dan kebijaksanaan (panna) mereka, bagaimana mereka membebaskan diri?"

    "Hal itu kami tidak ketahui, Bhante."

    "Sariputta, bagaimanakah tentang diriku sendiri yang sekarang adalah seorang Arahat Samma Sambuddha, apakah kamu mempunyai pengetahuan langsung mengenai bagaimana aku melangsungkan hidupku, bagaimana aku membebaskan diriku?"

    "Hal itu tidak kami ketahui, Bhante."

    "Sariputta, maka jelaslah bahwa sesungguhnya kamu tidak memiliki pengetahuan langsung mengenai para Arahat Samma Sambuddha baik di waktu lampau, yang akan datang maupun di waktu sekarang ini. Lalu bagaimana kamu berani mengutarakan ucapan yang sedemikian mulia dan terpuji seperti ucapanmu yang demikian lantang bagaikan suara raungan singa mengatakan : "Keyakinan kami terhadap Sang Bhagava adalah tidak ada bandingannya, tak pernah kami menjumpai baik dahulu maupun sekarang ini, ada seorang brahmana atau orang lain yang lebih terpuji dalam kesempurnaan dibandingkan dengan yang mulia sendiri."

    17. "Bhante, kami sebenarnya tidak mempunyai pengetahuan langsung seperti itu, mengenai para Arahat Samma Sambuddha baik dari waktu yang lampau, yang akan datang maupun di masa sekarang. Akan tetapi meskipun demikian, kami sekarang menyadari akan sifat Dhamma yang penuh sifat keadilan itu. Sebagai suatu perumpamaan, ada sebuah benteng perbatasan di sebuah kerajaan yang dijaga dengan ketat sekali. Kubu-kubu dengan menaranya yang menjulang tinggi yang mempunyai hanya sebuah pintu gerbang saja. Di sana ada seorang penjaga pintu yang cerdas berpengalaman, bersifat sangat hati-hati dan waspada. Ia akan mengusir orang-orang asing, tetapi mengijinkan orang baik-baik yang dikenalnya untuk masuk. Pada suatu hari ketika ia memeriksa jalan yang mengelilingi seluruh perbentengan itu, ia tidak melihat adanya sebuah lubang atau celah-celah di dinding perbentengan, yang cukup dilalui oleh seekor kucing. Sehubungan dengan ini maka tiba-tiba ia berkesimpulan : "Mahluk hidup yang besar maupun kecil bentuknya akan masuk dan akan meninggalkan kota ini, mau tak mau harus berjalan melalui pintu ini."
Demikian saya telah menyatakan sesuai dengan dhamma.

    "Oleh karena, para Arahat Samma Sambuddha dari waktu yang lampau, semua Bhagava telah meninggalkan kelima rintangan kekotoran batin dan memperoleh kesadaran. Mereka menunjukkan perhatian pada keempat Dasar Kesadaran dan mengembangkan ketujuh faktor Penerangan Sejati dengan seksama sehingga mencapai kesempurnaan sepenuhnya, dalam penerangan sejati yang tak ada bandingannya.

    "Demikian pula para Arahat Samma Sambuddha pada waktu yang akan datang, akan meninggalkan kelima rintangan kekotoran batin yang memperlemah pandangan terangnya, akan menunjukkan perhatian mereka pada keempat dasar Kesadaran dan akan mengembangkan ketujuh faktor penerangan sejati dengan seksama, dan dengan sepenuhnya akan menjadi sempurna dalam penerangan sejati yang tiada bandingannya.

    "Bhante sendiri, yang menjadi Arahat Samma Sambuddha, yang telah meninggalkan kelima rintangan kekotoran batin yang dapat memperlemah pandangan terang, yang telah mahir dalam keempat dasar kesadaran dan yang melaksanakan ketujuh faktor penerangan sejati dengan seksama dan menjadi sempurna sepenuhnya, dalam penerangan sejati yang tiada bandingnya."

    18. Begitu pula ketika Sang Bhagava berada di Pavarikambavana, Nalanda, Beliau sering memberi nasehat kepada para bhikkhu : "Ini adalah kebajikan (moral), ini adalah meditasi (samadhi), dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan bila meditasi dikembangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan bila kebijaksanaan (panna) dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indria (kamasava), nafsu untuk "menjadi" (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."

    19. Setelah Sang Bhagava tinggal di Nalanda, Beliau lalu bersabda kepada Ananda : "Ananda, marilah kita ke Pataligama."

    "Baiklah, Bhante," jawab Ananda. Demikianlah Sang Bhagava tinggal di Pataligama bersama sejumlah besar bhikkhu.

    20. Kemudian para umat beragama Pataligama berkunjung menghadap Sang Buddha : "Kami telah mendengar bahwa Bhante telah tiba di Pataligama."
Kemudian mereka mendekati Sang Bhagava sambil bersujud kepada Beliau dengan hikmad. Kemudian duduk pada salah satu sisi. Lalu mereka berkata kepada Sang Bhagava : "Bhante, dapatkah Bhante mengunjungi kami di ruangan dhammasala?" Sang Bhagava bersikap diam. Dengan sikap diam ini berarti Sang Bhagava menyetujui.

    21. Mengetahui bahwa Sang Bhagava telah setuju, para utusan dari Pataligama bangkit dari tempat mereka, memberi hormat dengan penuh hikmad dan mereka mengundurkan diri. Mereka mempersiapkan segala sesuatu di ruangan Dhammasala, menutupi seluruh lantainya, menyediakan tempat duduk, dan menempatkan sebuah lampu. Sesudah semuanya selesai dipersiapkan, mereka kembali menghadap Sang Bhagava, memberi hormat dengan penuh hikmad dan duduk pada salah satu sisi sambil berkata : "Bhante, ruangan dhammasala dengan lantainya telah ditutupi, dan tempat-tempat duduk telah disiapkan demikian pula sebuah lampu minyak telah disiapkan. Sekarang kami persilakan Bhante untuk menentukan waktu sebagaimana mestinya."

    22. Sang Bhagava lalu mempersiapkan diri, sambil membawa patta dan jubah menuju ke ruangan sidang bersama-sama dengan para bhikkhu. Sesudah mencuci kakinya Sang Bhagava masuk ke ruang Dhammasala dan duduk dekat tiang di tengah-tengah menghadap ke timur. Para bhikkhu sesudah mencuci kaki, juga memasuki ruangan Dhammasala dan duduk dekat dinding sebelah barat, menghadap ke timur, sehingga dengan demikian Sang Bhagava berada di depan mereka. Dan utusan dari Pataligama sesudah mencuci kaki, mereka memasuki ruang Dhammasala lalu duduk dekat dinding sebelah timur menghadap ke barat, sehingga Sang Bhagava berhadapan dengan mereka.
Salam,

Ini ada pertanyaaan "Bolehkah umat non Buddhis memasuki vihara?" Bagaimana pendapat teman2 sekalian?
Memasuki vihara di sini dalam artian bukan untuk berpuja bakti, melainkan sekedar melihat2.
Persyaratan2 apakah yang harus dipatuhinya?
Haruskah ia turut melepas alas kaki jika memasuki vihara?

Mohon rujukannya berdasarkan Tipitaka/ Tripitaka. Mohon maaf tanggapannya jangan pendapat pribadi. Sudilah kiranya berdasarkan Tipitaka/ Tripitaka karena argumen nanti yang saya berikan harus kuat.

Salam hormat selalu, Namaste,

Tan

Jawabannya simple aja lah. Tentu boleh dong. Ngga dilarang penganut ajaran lain berkunjung ke vihara. Banyak referensi bisa dijadikan acuan. Beberapa sutta yang mendukung diperbolehkannya umat lain untuk berkunjung di vihara sudah dikatakan di atas. Ada cerita2 di mana penganut2 ajaran lain datang ke vihara untuk bertemu Sang Buddha dan Sang Buddha sendiri juga tidak menolaknya. Contoh sutta2 tersebut adalah:
1. Aggivacchagotta, Majjhimanikāya = pengembara Aggivaccha bertemu Sang BUddha di vihara Jetavana.
2. Mahāvacchasutta, Majjhimanikāya = pengembara Vacchagotta bertemu Sang Buddha di vihara Veluvana.
3. Dīghanakhasutta, Majjhimanikāya = pengembara Dighanakha bertemu Sang Buddha di vihara Gijjhakuta.
4. Samanamundikasutta, Majjhimanikāya = pengembara Uggahāmano bertemu Sang Buddha di vihara Jetavana.
5. Assalāyanasutta, Majjhimanikāya = para brahmana dikepalai oleh Assalāyana menemui Sang BUddhd di vihara Jetavana.

Dan masih banyak contoh lain. Bukan hanya para penganut ajaran lain menemui Sang Buddha, tidak jarang pula Sang Buddha menemui pertapaan para pertapa lain. Contoh, dalam Mahāsakuludayisutta, Sang Buddha diceritakan menemui para pengembara yang dipimpin Sakuludayi di pertapaannya. Udumbarikasutta, Dighānikāya juga menceritakan bagaimana Sang Buddha pergi ke pertapaan lain. Dlam sutta ini, sang BUddha menemui para pertapa dipimpin Nigrodha di pertapaanya. Jika Sang Buddha juga berkunjung ke tempat2 kediaman para pertapa lain, tentu tidak akan layak jika Sang Buddha melarang para penganut lain untuk berkunjung ke vihara.

Ketika penganut lain datang ke vihara, tentu akan lebih baik jika mereka juga harus bersikap sesuai dengan peraturan vihara. Ini adalah etika.

Mettacittena.

Saya rasa pembahasan dua sutta ini mesti kita tekankan, dari kesimpulan saya baca ini adalah jawaban yang sesuai dengan thread bro tan, kalo bisa kita bahas dari pembararan sutta yang ada sekarang , kita bahas dalam kehidupan sekarang atau saat ini, saya rasa untuk thread bahasan lain oot ngak sesuai topik yang didiskusikan, mari kita bahas dari
1. Aggivacchagotta, Majjhimanikāya = pengembara Aggivaccha bertemu Sang BUddha di vihara Jetavana.
2. Mahāvacchasutta, Majjhimanikāya = pengembara Vacchagotta bertemu Sang Buddha di vihara Veluvana.
3. Dīghanakhasutta, Majjhimanikāya = pengembara Dighanakha bertemu Sang Buddha di vihara Gijjhakuta.
4. Samanamundikasutta, Majjhimanikāya = pengembara Uggahāmano bertemu Sang Buddha di vihara Jetavana.
5. Assalāyanasutta, Majjhimanikāya = para brahmana dikepalai oleh Assalāyana menemui Sang BUddhd di vihara Jetavana.
dari saudara peacemind, apaka sutta ini bisa dipakai untuk kehidupan sekarang ini. Sebagai kita.

Umat Buddha seharusnya kita harus mengenal batasan yang baik dan tidak sesuai dengan ajaran guru kita.
Kita sekarang bahas adalah relevansinya sutta dengan kehidupan kita sekarang, bagaaimana orang yang non buddhis bisa memahami batasan batasan jika mereka ke tempat ibadah kita.

Mari ditekankan dari sutta pitaka dan sutra pitaka, dan relevansinya dikehidupan sekarang dalan toleransi kita terhadap umat beragama lain ketika datang ke vihara, atau forum seperti dc, atau lainnya.


Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
saya lihat cuman Bro Ryu dan bro peace mind yang sesesuai bahasnya sisanya masih melenceng atau tidak paham maksudnya. Acungan jempol untuk bro ryu sama peace mind. :jempol:

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
RAUNGAN SINGA SARIPUTTA
    16. Ketika Sariputta menghadap Sang Bhagava, dengan hormat Beliau lalu duduk di hadapan Sang Bhagava dan kemudian Beliau berkata kepada Sang Bhagava : "Keyakinan kami terhadap Sang Bhagava, sungguh tak ada bandingannya. Belum pernah kami menjumpai baik dulu maupun sekarang ini ada seorang brahmana atau orang lain yang lebih terpercaya dalam Penerangan Sempurna dibandingkan dengan Bhagava sendiri."

    "Sungguh mulia dan terpuji ucapanmu itu, Sariputta. Ucapanmu yang demikian lantang itu bagaikan raungan singa. Tetapi bagaimanakah hubungan ini, Sariputta? Apakah kamu mempunyai pengetahuan yang langsung tentang para Bhagava dan para Arahat di masa yang lampau, mengenai bagaimana moral (sila), dhamma, kebijaksanaan (panna) mereka, dan bagaimana membebaskan diri?"

    "Hal itu kami tidak ketahui, Bhante."

    "Sariputta, dalam hubungan ini, apakah kamu mempunyai pengetahuan langsung tentang semua Bhagava dan para Arahat, di masa yang akan datang mengenai bagaimana moral (sila), dhamma dan kebijaksanaan (panna) mereka, bagaimana mereka membebaskan diri?"

    "Hal itu kami tidak ketahui, Bhante."

    "Sariputta, bagaimanakah tentang diriku sendiri yang sekarang adalah seorang Arahat Samma Sambuddha, apakah kamu mempunyai pengetahuan langsung mengenai bagaimana aku melangsungkan hidupku, bagaimana aku membebaskan diriku?"

    "Hal itu tidak kami ketahui, Bhante."

    "Sariputta, maka jelaslah bahwa sesungguhnya kamu tidak memiliki pengetahuan langsung mengenai para Arahat Samma Sambuddha baik di waktu lampau, yang akan datang maupun di waktu sekarang ini. Lalu bagaimana kamu berani mengutarakan ucapan yang sedemikian mulia dan terpuji seperti ucapanmu yang demikian lantang bagaikan suara raungan singa mengatakan : "Keyakinan kami terhadap Sang Bhagava adalah tidak ada bandingannya, tak pernah kami menjumpai baik dahulu maupun sekarang ini, ada seorang brahmana atau orang lain yang lebih terpuji dalam kesempurnaan dibandingkan dengan yang mulia sendiri."

    17. "Bhante, kami sebenarnya tidak mempunyai pengetahuan langsung seperti itu, mengenai para Arahat Samma Sambuddha baik dari waktu yang lampau, yang akan datang maupun di masa sekarang. Akan tetapi meskipun demikian, kami sekarang menyadari akan sifat Dhamma yang penuh sifat keadilan itu. Sebagai suatu perumpamaan, ada sebuah benteng perbatasan di sebuah kerajaan yang dijaga dengan ketat sekali. Kubu-kubu dengan menaranya yang menjulang tinggi yang mempunyai hanya sebuah pintu gerbang saja. Di sana ada seorang penjaga pintu yang cerdas berpengalaman, bersifat sangat hati-hati dan waspada. Ia akan mengusir orang-orang asing, tetapi mengijinkan orang baik-baik yang dikenalnya untuk masuk. Pada suatu hari ketika ia memeriksa jalan yang mengelilingi seluruh perbentengan itu, ia tidak melihat adanya sebuah lubang atau celah-celah di dinding perbentengan, yang cukup dilalui oleh seekor kucing. Sehubungan dengan ini maka tiba-tiba ia berkesimpulan : "Mahluk hidup yang besar maupun kecil bentuknya akan masuk dan akan meninggalkan kota ini, mau tak mau harus berjalan melalui pintu ini."
Demikian saya telah menyatakan sesuai dengan dhamma.

    "Oleh karena, para Arahat Samma Sambuddha dari waktu yang lampau, semua Bhagava telah meninggalkan kelima rintangan kekotoran batin dan memperoleh kesadaran. Mereka menunjukkan perhatian pada keempat Dasar Kesadaran dan mengembangkan ketujuh faktor Penerangan Sejati dengan seksama sehingga mencapai kesempurnaan sepenuhnya, dalam penerangan sejati yang tak ada bandingannya.

    "Demikian pula para Arahat Samma Sambuddha pada waktu yang akan datang, akan meninggalkan kelima rintangan kekotoran batin yang memperlemah pandangan terangnya, akan menunjukkan perhatian mereka pada keempat dasar Kesadaran dan akan mengembangkan ketujuh faktor penerangan sejati dengan seksama, dan dengan sepenuhnya akan menjadi sempurna dalam penerangan sejati yang tiada bandingannya.

    "Bhante sendiri, yang menjadi Arahat Samma Sambuddha, yang telah meninggalkan kelima rintangan kekotoran batin yang dapat memperlemah pandangan terang, yang telah mahir dalam keempat dasar kesadaran dan yang melaksanakan ketujuh faktor penerangan sejati dengan seksama dan menjadi sempurna sepenuhnya, dalam penerangan sejati yang tiada bandingnya."

    18. Begitu pula ketika Sang Bhagava berada di Pavarikambavana, Nalanda, Beliau sering memberi nasehat kepada para bhikkhu : "Ini adalah kebajikan (moral), ini adalah meditasi (samadhi), dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan bila meditasi dikembangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan bila kebijaksanaan (panna) dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indria (kamasava), nafsu untuk "menjadi" (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."

    19. Setelah Sang Bhagava tinggal di Nalanda, Beliau lalu bersabda kepada Ananda : "Ananda, marilah kita ke Pataligama."

    "Baiklah, Bhante," jawab Ananda. Demikianlah Sang Bhagava tinggal di Pataligama bersama sejumlah besar bhikkhu.

    20. Kemudian para umat beragama Pataligama berkunjung menghadap Sang Buddha : "Kami telah mendengar bahwa Bhante telah tiba di Pataligama."
Kemudian mereka mendekati Sang Bhagava sambil bersujud kepada Beliau dengan hikmad. Kemudian duduk pada salah satu sisi. Lalu mereka berkata kepada Sang Bhagava : "Bhante, dapatkah Bhante mengunjungi kami di ruangan dhammasala?" Sang Bhagava bersikap diam. Dengan sikap diam ini berarti Sang Bhagava menyetujui.

    21. Mengetahui bahwa Sang Bhagava telah setuju, para utusan dari Pataligama bangkit dari tempat mereka, memberi hormat dengan penuh hikmad dan mereka mengundurkan diri. Mereka mempersiapkan segala sesuatu di ruangan Dhammasala, menutupi seluruh lantainya, menyediakan tempat duduk, dan menempatkan sebuah lampu. Sesudah semuanya selesai dipersiapkan, mereka kembali menghadap Sang Bhagava, memberi hormat dengan penuh hikmad dan duduk pada salah satu sisi sambil berkata : "Bhante, ruangan dhammasala dengan lantainya telah ditutupi, dan tempat-tempat duduk telah disiapkan demikian pula sebuah lampu minyak telah disiapkan. Sekarang kami persilakan Bhante untuk menentukan waktu sebagaimana mestinya."

    22. Sang Bhagava lalu mempersiapkan diri, sambil membawa patta dan jubah menuju ke ruangan sidang bersama-sama dengan para bhikkhu. Sesudah mencuci kakinya Sang Bhagava masuk ke ruang Dhammasala dan duduk dekat tiang di tengah-tengah menghadap ke timur. Para bhikkhu sesudah mencuci kaki, juga memasuki ruangan Dhammasala dan duduk dekat dinding sebelah barat, menghadap ke timur, sehingga dengan demikian Sang Bhagava berada di depan mereka. Dan utusan dari Pataligama sesudah mencuci kaki, mereka memasuki ruang Dhammasala lalu duduk dekat dinding sebelah timur menghadap ke barat, sehingga Sang Bhagava berhadapan dengan mereka.
Salam,

Ini ada pertanyaaan "Bolehkah umat non Buddhis memasuki vihara?" Bagaimana pendapat teman2 sekalian?
Memasuki vihara di sini dalam artian bukan untuk berpuja bakti, melainkan sekedar melihat2.
Persyaratan2 apakah yang harus dipatuhinya?
Haruskah ia turut melepas alas kaki jika memasuki vihara?

Mohon rujukannya berdasarkan Tipitaka/ Tripitaka. Mohon maaf tanggapannya jangan pendapat pribadi. Sudilah kiranya berdasarkan Tipitaka/ Tripitaka karena argumen nanti yang saya berikan harus kuat.

Salam hormat selalu, Namaste,

Tan

Jawabannya simple aja lah. Tentu boleh dong. Ngga dilarang penganut ajaran lain berkunjung ke vihara. Banyak referensi bisa dijadikan acuan. Beberapa sutta yang mendukung diperbolehkannya umat lain untuk berkunjung di vihara sudah dikatakan di atas. Ada cerita2 di mana penganut2 ajaran lain datang ke vihara untuk bertemu Sang Buddha dan Sang Buddha sendiri juga tidak menolaknya. Contoh sutta2 tersebut adalah:
1. Aggivacchagotta, Majjhimanikāya = pengembara Aggivaccha bertemu Sang BUddha di vihara Jetavana.
2. Mahāvacchasutta, Majjhimanikāya = pengembara Vacchagotta bertemu Sang Buddha di vihara Veluvana.
3. Dīghanakhasutta, Majjhimanikāya = pengembara Dighanakha bertemu Sang Buddha di vihara Gijjhakuta.
4. Samanamundikasutta, Majjhimanikāya = pengembara Uggahāmano bertemu Sang Buddha di vihara Jetavana.
5. Assalāyanasutta, Majjhimanikāya = para brahmana dikepalai oleh Assalāyana menemui Sang BUddhd di vihara Jetavana.

Dan masih banyak contoh lain. Bukan hanya para penganut ajaran lain menemui Sang Buddha, tidak jarang pula Sang Buddha menemui pertapaan para pertapa lain. Contoh, dalam Mahāsakuludayisutta, Sang Buddha diceritakan menemui para pengembara yang dipimpin Sakuludayi di pertapaannya. Udumbarikasutta, Dighānikāya juga menceritakan bagaimana Sang Buddha pergi ke pertapaan lain. Dlam sutta ini, sang BUddha menemui para pertapa dipimpin Nigrodha di pertapaanya. Jika Sang Buddha juga berkunjung ke tempat2 kediaman para pertapa lain, tentu tidak akan layak jika Sang Buddha melarang para penganut lain untuk berkunjung ke vihara.

Ketika penganut lain datang ke vihara, tentu akan lebih baik jika mereka juga harus bersikap sesuai dengan peraturan vihara. Ini adalah etika.

Mettacittena.

Saya rasa pembahasan dua sutta ini mesti kita tekankan, dari kesimpulan saya baca ini adalah jawaban yang sesuai dengan thread bro tan, kalo bisa kita bahas dari pembararan sutta yang ada sekarang , kita bahas dalam kehidupan sekarang atau saat ini, saya rasa untuk thread bahasan lain oot ngak sesuai topik yang didiskusikan, mari kita bahas dari
1. Aggivacchagotta, Majjhimanikāya = pengembara Aggivaccha bertemu Sang BUddha di vihara Jetavana.
2. Mahāvacchasutta, Majjhimanikāya = pengembara Vacchagotta bertemu Sang Buddha di vihara Veluvana.
3. Dīghanakhasutta, Majjhimanikāya = pengembara Dighanakha bertemu Sang Buddha di vihara Gijjhakuta.
4. Samanamundikasutta, Majjhimanikāya = pengembara Uggahāmano bertemu Sang Buddha di vihara Jetavana.
5. Assalāyanasutta, Majjhimanikāya = para brahmana dikepalai oleh Assalāyana menemui Sang BUddhd di vihara Jetavana.
dari saudara peacemind, apaka sutta ini bisa dipakai untuk kehidupan sekarang ini. Sebagai kita.

Umat Buddha seharusnya kita harus mengenal batasan yang baik dan tidak sesuai dengan ajaran guru kita.
Kita sekarang bahas adalah relevansinya sutta dengan kehidupan kita sekarang, bagaaimana orang yang non buddhis bisa memahami batasan batasan jika mereka ke tempat ibadah kita.

Mari ditekankan dari sutta pitaka dan sutra pitaka, dan relevansinya dikehidupan sekarang dalan toleransi kita terhadap umat beragama lain ketika datang ke vihara, atau forum seperti dc, atau lainnya.


untuk relevansinya adalah, sebaiknya seorang tamu menghormati aturan2 yang diberikan oleh tuan rumah, untuk toleransi seperti pihak tamu seharusnya tahu juga untuk menghormati aturan tuan rumah, seperti aturan baru untuk masuk ke candi borobudur, sekarang kalau tidak salah di haruskan memakai sarung.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Bolehkah umat non Buddhis memasuki vihara? - Mohon bantuan tanggapannya
« Reply #113 on: 18 November 2017, 02:15:53 PM »
Boleh, tetapi hargai tuan rumah, patuhi apa yang ada. Jaga kesopanan dan jangan buat suara bising. Mau ikut dengar khotbah juga boleh (kalau mau), tetapi duduknya kalau bisa di belakang (ingat jangan mengganggu atau diusir), kursi depan untuk Buddhisme.

Bahkan mereka yang berkeyakinan pada Buddha (sebelumnya non-Buddhis), mereka (mantan ajaran lain) mau duduk di tempat suci mereka, masih bisa, suka mereka (mis: Masjid, Gereja, Kuil, dll.) Jadi, bagaimana mungkin non-Buddhis, tidak boleh masuk Vihara, memangnya ada rahasia apa? Tidak ada. Oleh karena itu, silakan saja. Ingat! Patuhi peraturan yang ada karena Anda tamu.
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.