petapa gadungan ?
kena deh saya.... (punya HP, pake komputer buat kerjakan paper, termasuk ol ke DC....)
Ada kisah tentang bhikkhu yang meninggalkan hutan untuk merawat orang tuanya yang tidak mampu, tapi saya lupa di sutta mana. Beberapa bhikkhu lain melaporkan hal ini pada Buddha karena dianggap melanggar vinaya, tetapi Buddha justru memuji bhikkhu yang merawat orang tuanya tersebut.
Ada lagi kisah sekeluarga yang menjadi anggota Sangha, lalu mereka walaupun telah menjadi bhikkhu dan bhikkhuni, selalu bersama-sama seperti waktu masih jadi perumahtangga dulu. Terhadap situasi ini, Buddha Gotama mencela sikap demikian dan menasihati mereka.
Saya tidak tahu yang mana "dekat dengan keluarga" yang dimaksud. Saya asumsi yang ke dua karena pikiran saya masih melekat pada diskusi akhir-akhir ini tentang seorang yang mengaku Buddha hidup tapi tinggal serumah dengan istri & anak.
Mengenai HP, Laptop, setahu saya adalah wajar bagi para petapa untuk menggunakannya, namun bukan menjadi milik pribadinya karena petapa seharusnya tidak punya kepemilikan. Jadi rekening pribadi juga otomatis tidak punya. Demikian juga kalau bawa mobil sendiri, saya rasa itu bukan cara hidup petapa.
Sis Pannadevi seorang Samaneri/Bhikkhuni?
Apa yang saya sampaikan hanya pendapat, tidak ada maksud menghakimi.
ok deh bro, saya menangkap maksud anda, maksudnya dg beliau masih ternoda pikirannya. yah jelas aja bro, wlu dia puluhan tahun meditasi, tapi pikirannya masih ternoda memang jangan harap mencapai kesucian Arahat. tapi beda lo bro, selaras dg pikiran yg masih mengingat keluarga, nikmatnya kehidupan berumah tangga, namun dia memiliki saddha yang amat teguh maka dia mencapai Saddhanusari, atau mata dhamma nya terbuka maka dia mencapai Dhammanussari, inipun telah mencapai kesucian lo bro, mereka selevel dg Sotapanna. tapi yg dibahas sang Buddha di sutta MN.71 adalah yg terbebaskan berarti ARAHAT.
mettacittena,
Betul, terbebaskan dalam artian "Arahat". Yang saya maksudkan adalah lepasnya seseorang dari belenggu kerumah-tanggaan itu, tidak tergantung apakah ia seorang perumah-tangga atau petapa. Keduanya bisa saja melakukannya.
[...]
Di dalam Tipitaka hanya ada satu preseden, yaitu Raja Suddhodana. Sementara yang lain semuanya adalah petapa.
Selain itu juga patut diperhatikan bahwa Raja Suddhodana memiliki kondisi yang amat sangat jarang yaitu ayah seorang calon Sammasambuddha, bahkan sakitnya beliau sendiri saya perkirakan adalah salah satu faktor penunjang beliau menjadi Arahat. Semua orang pasti sakit, namun kalau Raja Suddhodana sakit, yang mengunjungi bukan orang biasa, yaitu Sang Buddha sendiri yang memberikan kotbah Dhamma yang menunjang pencapaian sang raja menuju arahatta.
Seperti saya kutip sebelumnya, Santati parinibbana dalam jubah menteri, yang berarti ia bukan petapa.
Khema, Agga-savika Sangha Buddha Gotama, menembus Arahatta-phala sewaktu masih menjadi ratu.
Uggasena, menjadi Arahat ketika masih di atas galah (akrobat).
Jadi Suddhodana bukanlah satu-satunya contoh.