Indriyasamvara Sila :
Kontrol terhadap panca indra
Sakka bertanya bagaimana para bhikkhu menjaga panca indranya? Ini berhubungan dengan penjagaan atas ke enam indra yakni, mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran. Dimana keberadaan indra menjadi salah satu sebab terjadinya proses melihat, mendengar, membau, merasa, kontak dan proses kesadaran.
Sang Buddha membagi obyek indra menjadi dua. Pertama obyek indra yang harus diterima. Kedua obyek indra yang harus disingkirkan. Seseorang harus menerima obyek indra yang bisa menumbuhkan karma baik serta menghindari obyek yang mendatangkan karma buruk.
Kita harus menghindari obyek-obyek yang membawa kenikmatan indra, kemarahan dan lain-lain. Jika tak bisa menghindar kita harus berhenti memikirkannya dan sesegera mungkin melakukan perenungan. Atau membuat catatan dalam batin dari proses melihat. Serta secepatnya menghentikan pikiran yang mondar-mandir dan kembali sadar. Inilah cara-cara menghindari obyek indra yang tak berfaedah.
Sama seperti itu kita harus tak memberi perhatian atas dhamma tak bermanfaat. Di sisi lain misalnya, kita harus mendengarkan pembabaran dhamma. Karena ini menumbuhsuburkan tumbuhnya karma-karma baik.
Bagaimana menyikapi obyek yang menghampiri kita? Apapun bentuk suara itu, jika berkonsentrasi saat suara datang, mencatatnya, kita bisa melihat bentuk ketidakkekalan, penderitaan dan ketanpaintiannya. Hal ini akan menambah pengetahuan batin kita.
Perlu diketahui “rasa” dari bebauan seringkali memicu tumbuhnya karma buruk. Demikian juga, “rasa” yang sama bisa memicu tumbuhnya karma baik. Contoh pemicu karma baik, misalnya, kita memcatat aroma bunga pada suatu waktu. Ketika melakukannya sungguh-sungguh, kita bisa melihat “peristiwa itu” memiliki tiga karakteristik yakni bersifat tidak kekal, penuh penderitaan dan tak ada inti yang kekal di dalamnya.
Rasa pun bisa kita lihat dengan cara sama. Sejujurnya kita tak bisa hidup tanpa makanan dan minuman. Tapi, kita bisa menghindari tumbuhnya karma buruk melalui makan dengan penuh kesadaran terutama saat menyantap makanan yang sangat lezat.
Kita harus tak menyantap makanan dan minuman yang mengandung racun. Kembali ke soal kekotoran batin. Kita menuai kekotoran batin jika kita tidak perduli atau merindukan kelezatan makanan tersebut. Inilah kontrol kita terhadap panca indra. Dimana cara ini tak mungkin dilakukan seseorang yang belum membangun kesadarannya dengan baik.
Karma tak bermanfaat bisa muncul dari kontak fisik. Meski mustahil meniadakan semua kontak fisik kita harus menghindari kontak seksual yang akan menimbulkan kenikmatan dan keterikatan.
Kita harus mengontrol panca indra. Sehingga kita bisa melindungi diri dan melupakan sensasi keenakkan dan ketidakenakkannya. Cara terbaik untuk melakukan kontrol adalah, seperti disebut sebelumnya, mencatat ketidakkekalan, dan lain-lain atas semua sensasi yang kita rasakan. Karma baik tumbuh melalui kesadaran melihat semua kesan yang timbul seperti termuat dalam Satipatthana Sutta.
Dalam sutta ini tertulis pikiran harus menghindar membedakan sosok laki-laki, perempuan, kawan, lawan, dan lain-lain. Karena pembedaan itu memicu munculnya nafsu-nafsu, kehendak jahat, dan lain-lain. Secepat pikiran tumbuh, ia harus disingkirkan melalui praktek sila, meditasi dengan objek perenungan terhadap keluhuran Sang Buddha serta melihat kemunculan dan kelenyapannya.
Banyak sutta membahas ajaran Sang Buddha tentang kontrol terhadap indra. Salah satunya berbunyi, “Jika bersua dengan seorang laki-laki atau perempuan, engkau tidak seharusnya berpikir bahwa ia laki-laki atau perempuan secara fisik. Disamping itu engkau harus menghindar mencatat matanya, alisnya dan bagian-bagian lain dari tubuhnya secara rinci. Bila hal ini tidak dilakukan akan dapat menimbulkan kekotoran batin”.
Laki-laki tidak seharusnya berpikir tentang jasmani perempuan sebagai suatu kesatuan. Hal yang sama harus dilakukan pula oleh perempuan. Mereka tak seharusnya berpikir tentang bagian-bagian tubuh lawan jenis seperti rambutnya, mulutnya, dadanya, dan lain-lain. Karena jenis pikiran ini dipenuhi nafsu.
Para yogi harus awas saat melihat atau mendengar serta menghindari berpikir tentang bentuk tubuh secara keseluruhan atau perbagian dari suatu mahluk hidup. Sang Buddha menjelaskan, hal-hal buruk bisa muncul bila seseorang kehilangan kontrol atas panca indranya.
Sang Buddha berkata, “Bagi seseorang yang tidak menjaga penglihatannya ia akan selamanya memiliki kehendak-kehendak buruk serta selalu mencari sesuatu yang dirindukannya”.
Dengan demikian kita harus berlatih mengontrol panca indra melalui cara yang tepat. Para yogi harus menghindar melihat obyek tak berfaedah baik itu objek menyenangkan atau tak menyenangkan. Jika sekali waktu tak mampu menghindar, ia harus tak menaruh perhatian pada bentuknya, warnanya, dan lain-lain atau tidak menaruh kesan apapun pada mereka. Ia berusaha menjaga dirinya tetap sadar ketika sedang melihat. Ia membuat pikirannya waspada melihat hukum ketidakkekalan, dan lain-lain.
Proses yang sama berlaku pada indra lainnya seperti saat mendengar, membau, menyentuh dan berpikir. Bila konsentrasi telah berkembang seorang yogi bisa memusatkan perhatian melihat semua fenomena batin dan jasmani. Ia juga bisa melihat berlangsungnya hukum ketidakkekalan, dan lain-lain.
Dengan demikian yogi ini meninggalkan sedikit ruang bagi berkembangnya kekotoran batin. Inilah cara terbaik untuk mengontrol panca indra. Melalui cara ini seorang yogi memperoleh “jalan” dan “buah”. Dalam Visudhi Magga ada kisah tentang Mahatissa Thera yang menggunakan metode ini sampai meraih kearahatan.