//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663187 times)

0 Members and 9 Guests are viewing this topic.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1995 on: 17 September 2010, 11:53:16 PM »
Trus kenapa Mahaguru cuman tertarik ama female? Koq ga tertarik ama male juga sekalian? >:D

Hmm... Kalau saya jawab terus terang, saya tidak enak kalau jawaban saya nanti akan menyinggung Padmakumara.

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1996 on: 18 September 2010, 12:37:54 AM »
Upaya Kausalya V: ShowHide


Demi seluruh mahluk ini,
Hati-Ku merasa sangat Kasihan.
Pada pertama kali Aku duduk diatas Tahta Kebijaksanaan,
Dengan memandang Pohon itu dan berjalan mengitari-Nya,
Selama 3 kali 7 hari,
Aku merenungkan masalah-masalah seperti ini;

'Kebijaksanaan yang telah Aku peroleh sangat begitu Menakjubkan dan begitu Agung.
Tetapi semua umat begitu rendah kemampuannya,
Terikat oleh nafsu dan terbutakan oleh ketidak tahuan.
Golongan mahluk-mahluk seperti ini,
Bagaimana mereka dapat diselamatkan ?'

Kemudian semua Raja Brahma
Dan Sang Sakra dari seluruh Para Dewa,
Keempat Mahluk Dewa yang menjaga dunia,
Juga Dewa Sang Maha Raja Agung Mahesvara dan Isvara,
Dan seluruh Mahluk-Mahluk Surga yang lain,
Beserta ratusan ribu laksa pengikut,
Dengan takzimnya menghormati dengan Tangan terkatub,
Dengan memohon-Ku agar memutar Roda Hukum Kesunyataan.

Kemudian Aku merenung dalam Diri-Ku Sendiri:
'Seandainya Aku hanya memuja Kendaraan Buddha saja,
Semua umat yang jatuh kedalam kesengsaraan,
Tidak akan mampu mempercayai Hukum Kesunyataan ini,
Dan dengan melanggar Hukum Kesunyataan lewat ketidak percayaan,
Akan terjatuh kedalam 3 jalan iblis.
Lebih baik Aku tidak mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan itu,
Tetapi masuk Nirvana saja dengan segera.

Namun ketika Aku ingat akan apa yang telah dilakukan oleh
Para Buddha Yang Terdahulu dengan Kekuasaan-Kekuasaan Mereka Yang Bijak,
Aku berpikir : Jalan yang telah Aku capai
Harus Aku khotbahkan sebagai Tiga Kendaraan.'
Sementara Aku sedang merenung demikian itu,
Seluruh Para Buddha di alam semesta bermunculan
Dan dengan Suara Yang Maha Mulia, Mereka menggembirakan Aku

'Bagus sekali ! Wahai Sang Sakyamuni Buddha !
Pemimpin Utama Tiada Tandingan !
Setelah mencapai Hukum Kesunyataan Yang Agung ini,
Engkau telah mengikuti Semua Para Buddha
Dalam mempergunakan Kekuatan-Kekuatan Yang Bijaksana.
Kamipun juga telah memperoleh,

Hukum Kesunyataan Yang Maha Menakjubkan dan Agung ini,
Tetapi demi beberapa golongan mahluk,
Kami membagi dan mengkhotbahkan-Nya dalam 3 Kendaraan.
Mereka yang berkebijaksanaan rendah, yang menyukai hukum-hukum hina,
Tidaklah percaya bahwa mereka dapat menjadi Para Buddha,
Oleh karenanya, dengan Cara-Cara Yang Arif,
Kami membagi dan mengkhotbahkan hasil-hasil yang wajar.
Meskipun Kami juga memaklumkan KeTiga Kendaraan,
Hal itu hanyalah untuk Ajaran Para Bodhisattva saja.'

Ketahuilah wahai Sariputra !
Demi mendengar Ajaran-Ajaran dari Para Singa Mulia itu,
Yang begitu Jelas dan Ghaib,
Aku menghormati Mereka, 'Terpujilah Para Buddha.'
Dan kembali merenungkan begini,
'Karena telah terjun kedalam dunia yang jahat dan menggelisahkan,
Aku, sesuai dengan Titah Para Buddha,
Akan melanjutkan-Nya juga dengan Patuh.'

Setelah selesai merenungkan hal ini,
Dengan segera Aku pergi ke Varanasi.
Alam Nirvana dari segala perwujudan,
Yang Tiada Dapat Diutarakan,
Aku, dengan kemampuan-Ku Yang Bijaksana,
Berkhotbah kepada Kelima Bhikku.
Inilah yang disebut Pemutaran Roda Dharma Yang Pertama.
Sesudah mana terdapatlah kabar tentang Nirvana
Dan juga tentang Nama-Nama Arahat yang terpisah,
Nama Dharma dan Nama Samgha.
Selama berkalpa-kalpa yang panjang
Aku telah memuja dan menunjukkan Hukum Nirvana
Untuk Penghentian Yang Abadi dari kesengsaraan para mahluk;
Oleh karena itu telah Aku sabdakan dengan tiada henti-hentinya.

Ketahuilah wahai Sariputra !
Ketika Aku melihat Para Putera Buddha
Yang bertekad untuk mencari Jalan KeBuddhaan,
Selama ribuan dan laksaan koti yang tanpa hitungan,
Semuanya dengan hati takzim,
Mendekati Sang Buddha;
Mereka telah mendengar dari Para Buddha
Hukum Kesunyataan yang telah Mereka terangkan dengan Sempurna.

Kemudian Aku menyadari Pikiran ini:
'Alasan mengapa Sang Tathagata muncul ialah
Untuk mengkhotbahkan Kebijaksanaan Sang Buddha,
Sekaranglah saatnya.'

Ketahuilah wahai Sariputra !
Orang-orang yang bodoh, yang tolol,
Orang-orang yang terikat pada keduniawian dan kesombongan
Tidak akan dapat mempercayai Hukum Kesunyataan ini.

Tetapi sekarang Aku gembira dan tiada bimbang,
Di tengah-tengah Para Bodhisattva,
Dengan jujur menyingkirkan Kebijaksanaan
Dan hanya memaklumkan Jalan Agung.

Kalian Para Bodhisattva yang mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Semuanya telah tersingkirkan dari jaring-jaring keraguan,
Kalian Para Arahat yang berjumlah 1200
Semua-Nya akan menjadi Para Buddha.

Dengan cara yang sama bahwa Para Buddha yang silam, sekarang dan yang mendatang, mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan,
Begitu juga Aku sekarang,
Mengkhotbahkan Hukum yang tidak dapat dibagi-bagi.

Munculnya Para Buddha di dunia
Adalah berjauhan dan jarang terjadi
Ketika Mereka benar-benar turun di dunia,
Pun dengan kelangkaan Mereka mengkhtobahkan Hukum Kesunyataan ini.
Bahkan sampai berkalpa-kalpa yang tak terhitung banyaknya,
Jaranglah Hukum Kesunyataan ini dapat di dengar,
Dan Mereka yang mampu mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Orang-Orang seperti ini juga jarang.
Hal ini seperti Bunga Udumbara
Yang semua umat menyenangi dan menikmati,
Jarang terlihat oleh para dewa dan manusia,
Yang muncul sekali dalam waktu yang panjang.
Begitulah Dia yang setelah mendengar Hukum Kesunyataan ini.
Kemudian memuja-Nya dengan penuh kegembiraan,

Serta mengucapkan-Nya meskipun hanya sepatah kata saja,
Dia yang telah memuliakan
Semua Para Buddha di dalam KeTiga Dunia.
Orang seperti ini sangatlah jarang,
Lebih jarang dari Bunga Udumbara.
Bebaskanlah dirimu dari kebimbangan;

Akulah Raja Hukum Kesunyataan
Dan menyatakan pada seluruh Persidangan;
'Aku, hanya dengan Satu Kendaraan Agung,
Mengajar Para Bodhisattva,
Dan tidak memiliki Seorang Pengikut Sravakapun.'

Ketahuilah kalian semua, wahai Sariputra,
Para Sravaka dan Bodhisattva,
Bahwa Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini
Adalah misteri seluruh Buddha.
Karena dunia yang jahat dari kelima kebobrokan
Hanya menyukai ikatan-ikatan keduniawian,
Mahluk-mahluknya yang seperti ini
Tiada pernah mencari Jalan KeBuddaan.
Generasi-generasi jahat yang mendatang,
Yang mendengar Kendaraan Tunggal
Yang dikhotbahkan oleh Sang Buddha
Di dalam khayalan dan ketidak percayaan mereka,
Akan melanggar Hukum Kesunyataan itu dan terjatuh kedalam jalan-jalan jahat.
Tetapi terdapatlah Mahluk-Mahluk yang Rendah Hati dan Suci,
Yang mencurahkan Diri untuk mencari Jalan KeBuddhaan;

Bagi Mereka semua-Nya ini,
Kupuji dengan panjang lebar akan Jalan Kendaraan Tunggal.
Ketahuilah wahai Sariputra !
Hukum Kesunyataan dari Para Buddha adalah demikian:
Dengan laksaan koti dari Cara-Cara Yang Bijaksana
Mereka memaklumkan Hukum Kesunyataan ketika ada kesempatan.
Namun Mereka yang tidak ingin mempelajari-Nya
Semuanya tidak akan mampu menyelami-Nya.

Tetapi Engkau telah mengetahui
Jalan-Jalan Bijaksana yang sangat berguna dari
Para Buddha, Pemimpin-Pemimpin Dunia,
Tidak memiliki keragu-raguan yang lebih lanjut lagi,
Bergembiralah senangkanlah Hati-Mu,
Karena mengetahui bahwa Engkau akan menjadi Para Buddha."

Demikianlah Sutta Bunga Teratai Dari Kegaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan, Tentang Upayakausalya, Bab 2.


Silakan dibaca 5 bagian Upaya Kausalya Sutra ini, terpaksa saya potong pendek-pendek saking panjangnya Sutra ini dengan perbandingan terbalik terhadap muatan dhamma yang terkandung di dalamnya.

Saya coba untuk menganalisanya. Thanks Sdr. Jerry.
Tapi ada tidak literatur yang bukan sutra, kamus misalnya atau para ahli yang membicarakan mengenai Upaya Kausalya?
Gimana pun para scholar atau meditator dari Mahayanis atau Tantrayanis mendefinisikan Upaya Kausalya pasti merujuk berdasarkan Upaya Kausalya Sutra di atas bukan? Jika YA, ya ini acuan langsungnya. ;D

My pleasure Om Kelana.
_/\_

Wah kalau scholarnya Mahayanis atau Tantrayanis jelas condong ke sana, maksud saya yang netral gitu, kemudian misalnya dibahas dari segi etimologinya untuk melihat arti sebenarnya.
BTW, saya sudah baca Upaya Kausalya Sutra yang diberikan Sdr. Jerry, kesimpulan sementara, Upaya Kausalya adalah usaha Buddha untuk mengajar dengan 3 jalan. Saya tidak merasa ada yang aneh-aneh seperti penggunaan amoral sebagai usahanya. Atau mungkin saya baru separuh membacanya. Saya justru melihat ada sedikit penggunaan amoral pada Saddharmapundarika Sutra yaitu "white lie" saat membahas perumpamaan rumah terbakar dan menyelamatkan anak orang kaya.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1997 on: 18 September 2010, 07:18:17 AM »
Dear all,

Upaya Kausalya Sutra yang dimaksud bukan hanya bab Upaya Kausalya dalam Saddharmapundarika Sutra seperti yang dikutip oleh sdr. Jerry, melainkan ada juga sutra khusus yang membicarakan/mempertanyakan tindak tanduk Bodhisattva Sakyamuni selama pengembaraannya dalam samsara:

Quote
This is well illustrated by another sutra entirely devoted to skill-in-means, with the shortened title of Upayakausalya Sutra. This sutra contains a series of questions and answers concerning legendary events in the life of Siddhartha, explaining that they were not what they appeared to be, but served the higher purpose of the Buddha’s teaching. For example, why did the Buddha, free of karmic hindrances and omniscient, once return empty-handed from his begging round? This was, it seems, out of his compassion for monks in the future who similarly will return occasionally empty-handed. Sometimes the person who composed the sutra seems to have been at a loss, or had to use some ingenuity, to explain a feature of the Buddha’s conduct. Why did the Buddha, when still a Bodhisattva just after his birth, walk seven steps?

"If it had been more beneficial to sentient beings to walk six steps than to walk seven steps, the Bodhisattva would have walked six steps. If it had been more beneficial to sentient beings to walk eight steps than to walk seven steps, the Bodhisattva would have walked eight steps. Since it was most beneficial to sentient beings to walk seven steps, he walked seven steps, not six or eight, with no one supporting him."(Chang 1983: 445)

The teaching of skill-in-means is of some importance when considering Mahayana ethics, since there is a tendency to subordinate all to the overriding concern of a truly compassionate motivation accompanied by wisdom. Thus it can be skill-in-means for a Bodhisattva to act in a way contrary to the ‘narrower’ moral or monastic code of others. The Upayakausalya Sutra recounts how the Buddha in a previous life as a celibate religious student had sexual  intercourse in order to save a poor girl who threatened to die for love of him (ibid.: 433). A story well known in Mahayana circles tells similarly how in a previous life, while still a Bodhisattva, the Buddha killed a man. This was the only way to prevent that man from killing 500 others and consequently falling to the lowest hell for a very long time. The Bodhisattva’s act was motivated by pure compassion; he realized he was acting against the moral code but he was realistically prepared to suffer in hell himself out of his concern for others. As a result, the sutra assures us, not only did the Bodhisattva progress spiritually and avoid hell, but the potential murderer was also reborn in a heavenly realm (ibid.: 456–7).

Sumber: Mahayana Buddhism, The Doctrinal Foundation

Jadi upaya kausalya yang bersifat melanggar aturan moralitas (sila) hanya dilakukan Bodhisattva berlandaskan kebijaksanaan (prajna) dan cinta kasih (karuna). Saya rasa orang biasa seperti kita tidak bisa mengklaim bahwa perbuatan buruk kita untuk menyelamatkan orang lain dilandasi dengan prajna dan karuna yang demikian; oleh sebab itu bukan upaya kausalya.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1998 on: 18 September 2010, 09:24:50 AM »
Dear all,

Upaya Kausalya Sutra yang dimaksud bukan hanya bab Upaya Kausalya dalam Saddharmapundarika Sutra seperti yang dikutip oleh sdr. Jerry, melainkan ada juga sutra khusus yang membicarakan/mempertanyakan tindak tanduk Bodhisattva Sakyamuni selama pengembaraannya dalam samsara:

Quote
This is well illustrated by another sutra entirely devoted to skill-in-means, with the shortened title of Upayakausalya Sutra. This sutra contains a series of questions and answers concerning legendary events in the life of Siddhartha, explaining that they were not what they appeared to be, but served the higher purpose of the Buddha’s teaching. For example, why did the Buddha, free of karmic hindrances and omniscient, once return empty-handed from his begging round? This was, it seems, out of his compassion for monks in the future who similarly will return occasionally empty-handed. Sometimes the person who composed the sutra seems to have been at a loss, or had to use some ingenuity, to explain a feature of the Buddha’s conduct. Why did the Buddha, when still a Bodhisattva just after his birth, walk seven steps?

"If it had been more beneficial to sentient beings to walk six steps than to walk seven steps, the Bodhisattva would have walked six steps. If it had been more beneficial to sentient beings to walk eight steps than to walk seven steps, the Bodhisattva would have walked eight steps. Since it was most beneficial to sentient beings to walk seven steps, he walked seven steps, not six or eight, with no one supporting him."(Chang 1983: 445)

The teaching of skill-in-means is of some importance when considering Mahayana ethics, since there is a tendency to subordinate all to the overriding concern of a truly compassionate motivation accompanied by wisdom. Thus it can be skill-in-means for a Bodhisattva to act in a way contrary to the ‘narrower’ moral or monastic code of others. The Upayakausalya Sutra recounts how the Buddha in a previous life as a celibate religious student had sexual  intercourse in order to save a poor girl who threatened to die for love of him (ibid.: 433). A story well known in Mahayana circles tells similarly how in a previous life, while still a Bodhisattva, the Buddha killed a man. This was the only way to prevent that man from killing 500 others and consequently falling to the lowest hell for a very long time. The Bodhisattva’s act was motivated by pure compassion; he realized he was acting against the moral code but he was realistically prepared to suffer in hell himself out of his concern for others. As a result, the sutra assures us, not only did the Bodhisattva progress spiritually and avoid hell, but the potential murderer was also reborn in a heavenly realm (ibid.: 456–7).

Sumber: Mahayana Buddhism, The Doctrinal Foundation

Jadi upaya kausalya yang bersifat melanggar aturan moralitas (sila) hanya dilakukan Bodhisattva berlandaskan kebijaksanaan (prajna) dan cinta kasih (karuna). Saya rasa orang biasa seperti kita tidak bisa mengklaim bahwa perbuatan buruk kita untuk menyelamatkan orang lain dilandasi dengan prajna dan karuna yang demikian; oleh sebab itu bukan upaya kausalya.

Info yang menarik, Sdr. Seniya. Thanks
Tapi sepertinya itu berkaitan dengan Bodhisatva bukan Buddha. Seorang Bodhisatva, seperti semua tradisi Buddhisme mengakui bahwa seorang bodhisatva adalah dalam taraf pelatihan, pengembangan paramita, dimana buah dari paramita belum terkumpul, jadi wajar saja ada kondisi yang membuat seorang bodhisatva melakukan hal tersebut karena tidak ada pilihan. Tapi seorang Buddha melakukan amoral??? saya masih ragu. Mungkin Sdr. Seniya atau rekan yang lain memiliki info seorang Buddha melakukan amoral dengan alasan upaya kausalya selain "white lie" dalam Saddharmapundarika Sutra?
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline padmakumara

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.317
  • Reputasi: 0
  • Gender: Female
  • mara devaputra
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1999 on: 18 September 2010, 10:06:15 AM »

1. jadi anda gk brani ngaku ya

    yauda de . saya gk biasa menghadapi penge*** yg gk gentle

Maaf, saya tidak akan terseret pada teknik pengalihan anda ini. Untuk kedua kalinya anda mengalihkan isu utama. Dan ini adalah pendapat pribadi anda, maaf saya tidak merima pendapat pribadi. Isu utamanya adalah percaya atau tidak Buddha masa lampau bukan percaya atau tidak sutra Mahayana.


Quote
2 . kalau semua orang sepertri anda

     maka mahayna adl ajran yg agak tahyul ?

        karna meragukan ?

Maaf, saya tidak menerima pendapat pribadi.
Anda tidak menyangkal argumen saya, berarti ada 2 kemungkinan : anda tidak tahu dan anda sependapat. Untuk ketiga kalinya anda menghindar.

Kembali ke pertanyaan
Kenapa tidak?
Dan kenapa kita harus percaya kalau memang meragukan?
( ini 2 petanyaan loh)

Quote
3 terlalu berbelit2

   jangan terobsesi dalam diskusi
 
   santai saja dengan bahasa ringan dan padat

Maaf, mengecewakan anda, saya adalah orang yang serius dalam berdiskusi. Anda bisa bermain-main dan mengalihkan isu di topik lain dengan rekan-rekan yang lain, tapi tidak dengan saya.

Tidak ada tanggapan penolakan dari anda mengenai ajaran semua Buddha adalah sama dan anda sudah mengatakan ya sama, berarti perkataan saya benar.


Quote
4 baguslah anda ngaku itu argumen pribadi

   gk berdasar
 
    kadang orang merasa benar di jalan kecongkakan
Maaf, ini pendapat pribadi anda, saya tidak menerima pendapat pribadi.
Tidak ada pengakuan dari saya. Semua tahu itu.
Tidak ada argumen anda mengenai cara pengkajian sutra, berarti mengisyaratkan anda tidak memiliki pengetahuan akan hal tersebut. Maaf, ternyata saya salah berbicara kepada orang yang tidak tepat mengenai pengkajian sutra.

Saya rasa cukup bagi saya untuk menanggapi anda (saya sudah memberikan anda kesempatan 3 kali), Sdr. Padmakumara, selain anda tidak serius dalam berdiskusi, mengalihkan isu, berargumen tanpa dasar, saya rasa anda bukan narasumber yang baik dan tepat untuk menjawab ajaran Mahayana. OMG! Saya lupa anda dari ZFZ bukan dari Mahayana bahkan bukan Buddhisme, pantas anda tidak bisa menjawab dengan baik mengenai Mahayana. Karena bukan narasumber yang baik dan tepat, maka semua ucapan anda saya pandang angin lalu. Silahkan anda berargumen sendiri, entah mau berargumen apapun silahkan, menjelek-jelekkan saya silahkan, toh tetap anda tidak bisa menjawab pertanyaan saya. ^-^

Demikian, selanjutnya no comment untuk anda.

hahahahahaha

karakter therajana keluar

egonya gede bener

ke atas mencapai gunung semeru

kebawah sampai neraka

apakah anda tau 4 jurus therajana

sekarang jadi 5 jurus

jurus kelima : pengekor

ikut2 an pake kata2 "itu hanya pendapat pribadi"

karna uda terjebak, lanngsung ikut kata2 orang lain

trus jurus ke 4 dipake ; ngeles

buktinya gk brani diskusi lagi

ahahaahaaahhaah

orang yg merasa pintar tapi melekat pada dhamma

lebih tepatnya mele3kat pada sutta



"Godaan sex merupakan bahaya terbesar dan merupakan penyebab banyak bencana.
Banyak hati yang hancur karena nafsu birahi."

Offline padmakumara

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.317
  • Reputasi: 0
  • Gender: Female
  • mara devaputra
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2000 on: 18 September 2010, 10:10:08 AM »
Di dalam Theravada, bila seseorang ingin menjadi Sammasambuddha; maka ia harus mengembangkan 10 Parami. 10 Parami tentunya lebih banyak daripada 6 Paramita, bukan?

saya lebih tegaskan lagi

jadi apakah bisa dibilang omong kosong kalo bicara berdasar pendapat sendiri ?

karna tak ada sutta

yg saya tekankan kata theravadanay

menurut saya pencerahan ada banyak jalan

Anda tahu arti Sutta tidak? Sutta adalah khotbah Sang Buddha. Inti khotbah Sang Buddha adalah mengenai "dukkha dan terhentinya dukkha". Untuk mencapai terhentinya dukkha, seseorang bisa memilih untuk menjadi Savaka Buddha, Pacceka Buddha, maupun Sammasambuddha.

Dan perlu diingat, apa yang tertulis di Tipitaka (Kanon Pali - Theravada) itu tidak hanya Sutta. Theravadin menggunakan referensi tidak sebatas Sutta, namun juga menggunakan Vinaya Pitaka, Abhidhamma Pitaka, Atthakatha, dan juga Tika. Jadi selama referensi yang saya gunakan berasal dari sumber-sumber ini; itu namanya valid.

Kalau pun Anda memang benar sudah lama mempelajari Theravada di sekolah dan di vihara, menurut saya dulu Anda pasti kurang belajar.

pertanggung jawabkan perkataan anda yg dibold

ayo mana sumbernya ?

jangan ngeles lagi de
kayak kelana

kelana itu emang persis kaya namanya

pikirannnya berkelana trus gk jelas'

omongannnya ngawur

kalo terjebak langsung kabur

anda juga mau begitu ?

akhir kata anak sd sampai kapanpun merasa dirinya benar ngomongin hal anak smp

akhirnya saya ngerti perumpamaan itu

mahayana ngerti theravada, tidak sebaliknya

tantrayana ngerti mahayana dan theravada, tapi tidak sebaliknya
"Godaan sex merupakan bahaya terbesar dan merupakan penyebab banyak bencana.
Banyak hati yang hancur karena nafsu birahi."

Offline padmakumara

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.317
  • Reputasi: 0
  • Gender: Female
  • mara devaputra
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2001 on: 18 September 2010, 10:11:15 AM »
[at] Padmakumara

Untuk keempat kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

*Saya rasa Anda cukup jantan sebagai seorang pria. Kalau Anda tidak tahu, katakan tidak tahu. Tidak perlu sengaja melewatkan pertanyaan saya ini.

anda betul betul buta

sudah dijawab dibilang belum

pantas saja jawaban anda selama ini gk nyambung

"Godaan sex merupakan bahaya terbesar dan merupakan penyebab banyak bencana.
Banyak hati yang hancur karena nafsu birahi."

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2002 on: 18 September 2010, 10:29:09 AM »
[at] Padmakumara

Untuk keempat kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

*Saya rasa Anda cukup jantan sebagai seorang pria. Kalau Anda tidak tahu, katakan tidak tahu. Tidak perlu sengaja melewatkan pertanyaan saya ini.

anda betul betul buta

sudah dijawab dibilang belum

pantas saja jawaban anda selama ini gk nyambung

Anda hanya menjawab "ada banyak jalan menuju Pencerahan". Sedangkan yang saya tanyakan adalah: "Bagaimana proses dan tahap-tahap seseorang akhirnya mencapai Pencerahan?"

Mengerti maksud pertanyaan saya? Maksudnya adalah "apa saja yang terjadi pada fisik atau batin seseorang pada saat mencapai Pencerahan (menjadi Buddha)? Sebagai referensi, kalau di Theravada, dikatakan bahwa Siddhattha Gotama mencapai Pencerahan melalui tahapan:
  • mencabut 5 rintangan batin
  • memasuki jhana-jhana
  • mengarahkan pikiran ke pandangan terang
  • mengarahkan pikiran ke bentuk-bentuk iddhi
  • mengarahkan pikiran ke kemampuan dibbasota
  • mengarahkan pikiran ke kemampuan ceto-pariyanana
  • mengarahkan pikiran ke kemampuan pubbenivasanussatinana
  • mengarahkan pikiran ke pengetahuan tentang penghancuran asavakkhayanana
  • mengetahui sebagaimana "inilah Jalan yang menuju lenyapnya penderitaan"

--------------------------------------------------

Untuk kelima kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2003 on: 18 September 2010, 10:29:16 AM »
pertanggung jawabkan perkataan anda yg dibold

ayo mana sumbernya ?

jangan ngeles lagi de
kayak kelana

kelana itu emang persis kaya namanya

pikirannnya berkelana trus gk jelas'

omongannnya ngawur

kalo terjebak langsung kabur

anda juga mau begitu ?

akhir kata anak sd sampai kapanpun merasa dirinya benar ngomongin hal anak smp

akhirnya saya ngerti perumpamaan itu

mahayana ngerti theravada, tidak sebaliknya

tantrayana ngerti mahayana dan theravada, tapi tidak sebaliknya

*padmakumara mode on*

anda betul betul buta

sudah saya jelaskan bahwa sumbernya ada di Buddhavamsa.

pantas saja jawaban anda selama ini gak nyambung

*padmakumara mode off*

Offline padmakumara

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.317
  • Reputasi: 0
  • Gender: Female
  • mara devaputra
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2004 on: 18 September 2010, 01:26:49 PM »
[at] Padmakumara

Untuk keempat kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

*Saya rasa Anda cukup jantan sebagai seorang pria. Kalau Anda tidak tahu, katakan tidak tahu. Tidak perlu sengaja melewatkan pertanyaan saya ini.

anda betul betul buta

sudah dijawab dibilang belum

pantas saja jawaban anda selama ini gk nyambung

Anda hanya menjawab "ada banyak jalan menuju Pencerahan". Sedangkan yang saya tanyakan adalah: "Bagaimana proses dan tahap-tahap seseorang akhirnya mencapai Pencerahan?"

Mengerti maksud pertanyaan saya? Maksudnya adalah "apa saja yang terjadi pada fisik atau batin seseorang pada saat mencapai Pencerahan (menjadi Buddha)? Sebagai referensi, kalau di Theravada, dikatakan bahwa Siddhattha Gotama mencapai Pencerahan melalui tahapan:
  • mencabut 5 rintangan batin
  • memasuki jhana-jhana
  • mengarahkan pikiran ke pandangan terang
  • mengarahkan pikiran ke bentuk-bentuk iddhi
  • mengarahkan pikiran ke kemampuan dibbasota
  • mengarahkan pikiran ke kemampuan ceto-pariyanana
  • mengarahkan pikiran ke kemampuan pubbenivasanussatinana
  • mengarahkan pikiran ke pengetahuan tentang penghancuran asavakkhayanana
  • mengetahui sebagaimana "inilah Jalan yang menuju lenyapnya penderitaan"

--------------------------------------------------

Untuk kelima kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

saya sama sekali tidak tau karena belum merasakannya

menurut saya pencerahan itu tidak dapat dijelaskan
"Godaan sex merupakan bahaya terbesar dan merupakan penyebab banyak bencana.
Banyak hati yang hancur karena nafsu birahi."

Offline padmakumara

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.317
  • Reputasi: 0
  • Gender: Female
  • mara devaputra
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2005 on: 18 September 2010, 01:27:58 PM »
pertanggung jawabkan perkataan anda yg dibold

ayo mana sumbernya ?

jangan ngeles lagi de
kayak kelana

kelana itu emang persis kaya namanya

pikirannnya berkelana trus gk jelas'

omongannnya ngawur

kalo terjebak langsung kabur

anda juga mau begitu ?

akhir kata anak sd sampai kapanpun merasa dirinya benar ngomongin hal anak smp

akhirnya saya ngerti perumpamaan itu

mahayana ngerti theravada, tidak sebaliknya

tantrayana ngerti mahayana dan theravada, tapi tidak sebaliknya

*padmakumara mode on*

anda betul betul buta

sudah saya jelaskan bahwa sumbernya ada di Buddhavamsa.

pantas saja jawaban anda selama ini gak nyambung

*padmakumara mode off*

enak aka tinggal ngomomng

baru kali ini ketemu member yg cuma kasitau judul tapi gk brani nunjukin

ayo tunjukin. bisa aja anda mau nipu
"Godaan sex merupakan bahaya terbesar dan merupakan penyebab banyak bencana.
Banyak hati yang hancur karena nafsu birahi."

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2006 on: 18 September 2010, 02:31:57 PM »
enak aka tinggal ngomomng

baru kali ini ketemu member yg cuma kasitau judul tapi gk brani nunjukin

ayo tunjukin. bisa aja anda mau nipu

Buddhavamsa saat ini hanya tersedia dalam Bahasa Pali dan Bahasa Inggris. Untuk memudahkan Anda membacanya dalam Bahasa Indonesia, saya sudah memberi Anda link RAPB dari kemarin. Sekali lagi, baca RAPB di sini => http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/.

Sepertinya Anda tidak tahu RAPB... Sedikit informasi untuk Anda, RAPB (Riwayat Agung Para Buddha) adalah sebuah kompilasi yang mengandung intisari Buddhavamsa plus komentar-komentar, yang merupakan salah satu hasil karya tim DhammaCitta Press; yang menerjemahkannya langsung dari tulisan Mingun Sayadaw. Mingun Sayadaw adalah salah seorang bhikkhu dari Myanmar yang memegang gelar tipitakadhara (orang yang menghapal seluruh isi Tipitaka) dan pernah mendapatkan penghargaan dari Guiness Book Records sebagai manusia dengan ingatan paling kuat.

Saya sudah menjawab dari kemarin. Anda saja yang tidak paham-paham... Umat Buddha hari gini tidak tahu kalau di Theravada ada jalan untuk menjadi Sammasambuddha? Kemana saja Anda, Bro?

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2007 on: 18 September 2010, 02:32:09 PM »
saya sama sekali tidak tau karena belum merasakannya

menurut saya pencerahan itu tidak dapat dijelaskan

Lalu Mahaguru Anda yang katanya sudah mencapai Pencerahan itu pun tidak bisa menjelaskan tahap-tahap menuju Pencerahan?

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2008 on: 18 September 2010, 03:19:48 PM »
pertanggung jawabkan perkataan anda yg dibold

ayo mana sumbernya ?

jangan ngeles lagi de
kayak kelana

kelana itu emang persis kaya namanya

pikirannnya berkelana trus gk jelas'

omongannnya ngawur

kalo terjebak langsung kabur

anda juga mau begitu ?

akhir kata anak sd sampai kapanpun merasa dirinya benar ngomongin hal anak smp

akhirnya saya ngerti perumpamaan itu

mahayana ngerti theravada, tidak sebaliknya

tantrayana ngerti mahayana dan theravada, tapi tidak sebaliknya

*padmakumara mode on*

anda betul betul buta

sudah saya jelaskan bahwa sumbernya ada di Buddhavamsa.

pantas saja jawaban anda selama ini gak nyambung

*padmakumara mode off*

Kikikikiki...........      ^-^
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2009 on: 18 September 2010, 03:20:21 PM »

Info yang menarik, Sdr. Seniya. Thanks
Tapi sepertinya itu berkaitan dengan Bodhisatva bukan Buddha. Seorang Bodhisatva, seperti semua tradisi Buddhisme mengakui bahwa seorang bodhisatva adalah dalam taraf pelatihan, pengembangan paramita, dimana buah dari paramita belum terkumpul, jadi wajar saja ada kondisi yang membuat seorang bodhisatva melakukan hal tersebut karena tidak ada pilihan. Tapi seorang Buddha melakukan amoral??? saya masih ragu. Mungkin Sdr. Seniya atau rekan yang lain memiliki info seorang Buddha melakukan amoral dengan alasan upaya kausalya selain "white lie" dalam Saddharmapundarika Sutra?

Ya, anda benar, itu tentang upaya kausalya seorang Bodhisattva untuk menolong orang lain. Sedangkan upaya kausalya yang dilakukan Sang Buddha dalam Saddharmapundarika Sutra hanya mengadaptasikan ajaran Beliau agar dapat dipelajari oleh semua orang dengan berbagai kecenderungan seperti yang dikutip sdr. Jerry sebelumnya. Seperti dikatakan dalam buku Mahayana Buddhism yang ditulis oleh Paul Williams, seorang peneliti Buddhisme Mahayana, tentang upaya kausalya dalam Saddharmapundarika Sutra ini:

Quote
In the sutra [Saddharmapundarika Sutra/Lotus Sutra] the Buddha, Sakyamuni Buddha, is at pains to make it quite clear to his audience that he, as a Buddha, is infinitely superior both cognitively and spiritually to those who have attained other religious goals, Buddhist and non-Buddhist:

"The Hero of the World is incalculable.
Among gods, worldlings,
And all varieties of living beings,
None can know the Buddha.
As to the Buddha’s strengths, . . . his sorts of fearlessness, . . .
His deliverances, . . . and his samadhis,
As well as the other dharmas of a Buddha,
None can fathom them."(Hurvitz 1976: 23)

Nevertheless he, the Buddha, has employed his skill-in-means and devices (upaya/upayakausalya) in order to adapt his teaching to the level of his hearers. This teaching of skill-in-means, or skilful means, is a key doctrine of the Mahayana, and one of the key teachings of the Lotus Sutra. It was undoubtedly one of the factors responsible for the success of the Lotus Sutra in East Asia. Among the principal problems which faced Buddhist missionaries during the early transmission of Buddhism to China, and thence, of course, to other countries in East Asia, was on the one hand the quantity of apparently contradictory teachings attributed to the Buddha, and on the other a pressing need to adapt the Buddhist message to suit cultures very different from those in India. Broadly speaking, in the Lotus Sutra the device of skill-in-means – the Buddha’s cleverness in applying appropriate strategems – is used to suggest that out of his infinite compassion the Buddha himself adapted his teaching to the level of his hearers. Where Buddhas are concerned, all is subordinate to their compassionate intentions that entail appropriate behaviour in that particular context. Hence, although the corpus of teachings attributed to the Buddha, if taken as a whole, embodies many contradictions, these contradictions are only apparent. Teachings are appropriate to the context in which they are given and thus their contradictions evaporate. The Buddha’s teachings are to be used like ladders, or, to apply an age-old Buddhist image, like a raft employed to cross a river. There is no point in carrying the raft once the journey has been completed and its function fulfilled. When used, such a teaching transcends itself.

The doctrine of skill-in-means prompted the Chinese Buddhist philosophical schools to produce schemata known as panjiao (p’an-chiao). Each school ranks the Buddha’s teaching in progression leading up to the highest teaching, the ‘most true’ teaching, embodied in the principal sutra of that school. Thus each school explains the purpose for teaching each doctrine, and the reason why only its own sutra embodies the final teaching – inasmuch as the final teaching can be captured directly or indirectly in words.

Moreover the doctrine of skill-in-means was taken to entail an apparently infinite flexibility in adapting the teaching of the Buddha to suit changing circumstances. The Buddha teaches out of his infinite compassion for sentient beings. All teachings are exactly appropriate to the level of those for whom they were intended. Any adaptation whatsoever, provided it is animated by the Buddha’s compassion and wisdom, and is suitable for the recipient, is a part of or relatively acceptable to Buddhism. The Buddha, or indeed in some contexts a Bodhisattva, is quite capable of teaching even non-Buddhist teachings if that is for the benefit of beings. In point of fact, the application of skill-in-means in Mahayana Buddhism comes to extend beyond simply adapting the doctrine to the level of the hearers to refer to any behaviour by the Buddha or Bodhisattvas which is perhaps not what one might expect, but which is done through the motivation of compassion, animated by wisdom, for the benefit of others.

Anda dapat membaca versi lengkap Saddharmapundarika Sutra dalam bahasa Indonesia di http://www.fodian.net/world/Indonesian/0262.htm dan membuktikan sendiri apakah ada di dalamnya upaya kausalya yang bersifat amoral selain white lie yang dilakukan Sang Buddha.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

 

anything