//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: sisi yang ke3=keseimbangan.  (Read 10182 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Hadisantoso

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 310
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
sisi yang ke3=keseimbangan.
« on: 20 February 2013, 02:37:29 PM »
Dua sisi---dualitas---dua sudut pandang---dua pemahaman.

Sebuah contoh dari dunia bisnis.

Pemahaman(nasehat) A---bila ingin bisnis/karier anda sukses maka anda harus ulet,teliti,tegas,kreatif,kembangkan terus bisnis anda,jangan berhenti ditempat.bahkan ada pepatah—--saat bekerja(mencari rejeki) anggaplah hidup anda masih seribu tahun lagi.
Rupiah demi rupiah harus diperhitungkan dengan cermat,bila tabungan anda saat ini 5 juta usahakan bulan depan jadi 6 juta.

pemahaman(nasehat) B---manusia jangan terbelenggu dengan hal duniawi,bekerjalah/bisnislah sesuai kemampuan anda,jangan terlalu senang bila banyak rejeki,jangan disesali bila suatu saat merugi misalnya pelanggan tidak membayar hutang atau dagangan kena banjir dsb,biarlah semua itu mengalir secara alami,jangan diburu,uang bukan segalanya,uang tidak dibawa mati,dan yang lebih penting jangan melekat terhadap harta duniawi.

Sebuah contoh dari masalah prestasi belajar.

Seorang anak memiliki prestasi belajar di sekolah,mulai SD,SMP,SMA ,rangking nya selalu ada di posisi 5-10, sebuah prestasi yang lumayan baik,ayah ibunya memberikan nasehat yang berlawanan,

sang ayah---kenapa kamu cuma mampu maksimal rangking 5? harus lebih giat lagi , murid lain bisa rangking 1,2 kenapa kamu kalah?  Jangan hanya puas dengan rangking 5.targetkan tahun depan bisa lebih baik lagi.

sang ibu---prestasimu sudah cukup bagus,jaga diri(kesehatan) ya, belajar gak perlu sampai larut malam,kesehatan lebih penting dari sekedar rangking.

Sebuah contoh dari masalah keluarga.

Seorang ayah telah kehilangan salah satu anaknya,yang meninggal karena over dosis.

Dalam kesedihan karena kehilangan anak,dia mendapat nasehat dari 2 orang.

Teman A----ini suatu pelajaran yang sangat berharga,kamu harus instropeksi diri,apakah selama ini kamu ada salah dalam mendidik dan mengawasi perkembangan anak,bagaimana bisa kamu sebagai orang tua ,tidak mengetahui kalau anakmu sudah kecanduan obat. Suatu kesalahan yang harus dibayar mahal, maka sekarang harus kamu perhatikan betul2 anak2mu yang lain,jangan sampai terulang!!!

teman B----jangan terlalu bersedih,ini sudah buah karma dari anakmu. Semoga bla bla bla.

Demikianlah contoh2 dari dualitas atau dua sisi yang sering kita jumpai di sekeliling kita.

Mana yang benar ? Nasehat dari A atau B ?

Offline Hadisantoso

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 310
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #1 on: 20 February 2013, 02:38:46 PM »
Sisi ke 3.

mana yang benar antara dua sisi yang ada di post 1 ?

suatu saat saya menjatuhkan sebuah coin uang logam dilantai, ternyata coin tersebut menggelinding sampai jauh,dan berhenti setelah terhalang tembok.

Saya ambil coinnya,dan saya perhatikan coin tsb,
coin tersebut bisa menggelinding karena saat jatuh tepat di sisi sempit,tidak di sisi gambar garuda atau sisi tulisan 500.

ternyata -----kalimat dua sisi mata uang itu salah besar,karena coin ternyata ada sisi ke 3.
kenapa tidak disebut 3 sisi mata uang?----,karena sisi yang ke 3 itu sangat sempit.----tapi justru bisa membuat coin menggelinding bila dia(sisi ke 3) yang pegang kendali.

Dari pengertian dan rumus coin inilah,bisa menjawab post 1 yaitu dua sisi atau dualitas.

Bukan nasehat A atau B yang benar,tapi yang benar adalah ---keseimbangan dari sebuah kebutuhan.

Dengan adanya keseimbangan maka roda kehidupan akan bergelinding.

KESEIMBANGAN dari sebuah KEBUTUHAN.

Offline Hadisantoso

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 310
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #2 on: 20 February 2013, 02:46:21 PM »
keseimbangan-----jalan tengah.
bagaimana rinciannya,mari kita diskusikan.

Offline Forte

  • Sebelumnya FoxRockman
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 16.577
  • Reputasi: 458
  • Gender: Male
  • not mine - not me - not myself
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #3 on: 20 February 2013, 03:41:10 PM »
saya pikir topik ini akan merujuk ke sisi idealis vs sisi realistis.

Apakah sisi idealis bagus ? bagus.. apakah sisi realistis bagus ? bagus juga.. idealnya antara 2 sisi seimbang. Terlalu idealis hanya akan membawa kita ke penderitaan karena berusaha menggapai hal2 yang kadang kala bisa jadi mustahil.. Sedangkan terlalu realistis menjadikan kita menjadi malas berusaha dan menjadi orang rata-rata..

Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
6 kelompok 6 - Chachakka Sutta MN 148

Offline Hadisantoso

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 310
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #4 on: 20 February 2013, 04:43:49 PM »
ada cerita nyata yang saya alami sendiri.
tahun lalu anak sepupu saya yang masih kuliah(di surabaya) kena rampok subuh jam 4 pagi,mobil yang masih baru berapa bulan dibelikan ayahnya diambil paksa,lalu anak itu di tembak dan dibuang di pinggir jalan tol.
ternyata anak itu baru pulang dari dugem di sebuah tempat,dan memang sudah sering.
saat melayat itulah saya mendengar komentar dari tamu2 yang datang.
ada 3 pandangan yang berbeda.
A bilang itu sudah takdir.
b bilang itu adalah karma si anak.
C bilang itu kesalahan orang tua yang kurang perhatian terhadap kehidupan anaknya.

yang menarik komentar si C----
bila semua musibah selalu di limpahkan ke takdir atau karma,maka si orang tua tidak perlu lagi mendidik anak,tidak perlu lagi mengawasi anak,bahkan lepas tanggung jawab.

demikianlah pemahaman umat awam.
sebetulnya kejadian seperti ini salah siapa?

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #5 on: 21 February 2013, 05:56:25 AM »
demikianlah pemahaman umat awam.
sebetulnya kejadian seperti ini salah siapa?

salah diri sendiri
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #6 on: 21 February 2013, 07:49:29 AM »
Nasehat A: inilah buah karmamu, jangan bersedih, jangan disesali, wajar terjadi begitu... dstnya... nasehat ini lebih berfokus ke waktu lampau, untuk menerima dengan wajar hal2 yg terjadi.

Nasehat B: Berusahalah lebih keras, instropeksi diri, ulet tegas, teliti, hidup masih panjang...
nasehat ini berfokus ke masa depan, ke Usaha dan apa yg akan dilakukan.

Jadi, untuk berjalan kedepan, kita harus berusaha terus menerus, ulet dan tangguh (depan)
Sedangkan langkah yg telah kita lewati harus kita terima apapun hasilnya baik/buruk. (lampau)

Jangan kebalik:

Kita terus2 bersedih dan bermenung trus menyesali keadaan yg telah terjadi, (lampau)
sementara kita juga tidak berusaha dan malah melakukan hal2 yg membangun (depan)

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Hadisantoso

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 310
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #7 on: 21 February 2013, 09:30:25 AM »
salah diri sendiri
ini menjadi berita baik bagi umat awam.
bagi para orang tua----tidak perlu lagi ada tanggung jawab apapun terhadap perkembangan dan perjalanan hidup anak kandungnya,sehingga tidak perlu mendidik,mengawasi,termasuk memilihkan sekolah bahkan mungkin untuk membiayai segala keperluan hidup anaknya hanya ala kadarnya,atau suka2-----karena apapun yang orang tua lakukan tidak akan menghasilkan apapun ,tidak berpengaruh apapun terhadap masa depan anaknya-----menjadi pecandu,pemalas,bodoh atau sebaliknya jujur,rajin ,pandai,berpendidikan------semua menjadi pilihan dan urusan anaknya sendiri ,tanpa bisa dipengaruhi siapapun,termasuk guru sekolah dan guru agama.
bagi si anak-----tidak lagi perlu menanggapi ocehan apapun dari orang tua,----cukup jawab saja-----percuma ayah ibu menasehati saya,karena perjalanan hidup saya ada di tangan saya sendiri,bila sukses maka itu karena usaha saya sendiri, bila saya gagal dan jadi penjahat sekalipun itu karena salah saya sendiri.
dengan kata lain----bila saya jadi orang sukses itu bukan karena jasa orang tua,bila saya jadi pecandu atau penjahat,itu juga bukan karena kelalaian dan kesalahan orang tua.

selamat telah jadi orang merdeka.

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #8 on: 21 February 2013, 09:44:29 AM »
ini menjadi berita baik bagi umat awam.
bagi para orang tua----tidak perlu lagi ada tanggung jawab apapun terhadap perkembangan dan perjalanan hidup anak kandungnya,sehingga tidak perlu mendidik,mengawasi,termasuk memilihkan sekolah bahkan mungkin untuk membiayai segala keperluan hidup anaknya hanya ala kadarnya,atau suka2-----karena apapun yang orang tua lakukan tidak akan menghasilkan apapun ,tidak berpengaruh apapun terhadap masa depan anaknya-----menjadi pecandu,pemalas,bodoh atau sebaliknya jujur,rajin ,pandai,berpendidikan------semua menjadi pilihan dan urusan anaknya sendiri ,tanpa bisa dipengaruhi siapapun,termasuk guru sekolah dan guru agama.
bagi si anak-----tidak lagi perlu menanggapi ocehan apapun dari orang tua,----cukup jawab saja-----percuma ayah ibu menasehati saya,karena perjalanan hidup saya ada di tangan saya sendiri,bila sukses maka itu karena usaha saya sendiri, bila saya gagal dan jadi penjahat sekalipun itu karena salah saya sendiri.
dengan kata lain----bila saya jadi orang sukses itu bukan karena jasa orang tua,bila saya jadi pecandu atau penjahat,itu juga bukan karena kelalaian dan kesalahan orang tua.

selamat telah jadi orang merdeka.
nah itu akibatnya kalo memegang sebuah pandangan terlalu ekstrim om. :)
ternyata uang koin bukan hanya bisa dilihat dari 3 sisi, tapi bisa jadi 10 atau bahkan 100.
coba uangnya di miringkan 5 derajat, akan terlihat beda lagi, 5, 0001 derajat, dst. ;D
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #9 on: 21 February 2013, 10:02:05 AM »
Sisi ke 3.

mana yang benar antara dua sisi yang ada di post 1 ?

suatu saat saya menjatuhkan sebuah coin uang logam dilantai, ternyata coin tersebut menggelinding sampai jauh,dan berhenti setelah terhalang tembok.

Saya ambil coinnya,dan saya perhatikan coin tsb,
coin tersebut bisa menggelinding karena saat jatuh tepat di sisi sempit,tidak di sisi gambar garuda atau sisi tulisan 500.

ternyata -----kalimat dua sisi mata uang itu salah besar,karena coin ternyata ada sisi ke 3.
kenapa tidak disebut 3 sisi mata uang?----,karena sisi yang ke 3 itu sangat sempit.----tapi justru bisa membuat coin menggelinding bila dia(sisi ke 3) yang pegang kendali.

Dari pengertian dan rumus coin inilah,bisa menjawab post 1 yaitu dua sisi atau dualitas.

Bukan nasehat A atau B yang benar,tapi yang benar adalah ---keseimbangan dari sebuah kebutuhan.

Dengan adanya keseimbangan maka roda kehidupan akan bergelinding.

KESEIMBANGAN dari sebuah KEBUTUHAN.

coinnya bisa menggelinding soalnya kan cekung n melingkar x ya....?

ini menjadi berita baik bagi umat awam.
bagi para orang tua----tidak perlu lagi ada tanggung jawab apapun terhadap perkembangan dan perjalanan hidup anak kandungnya,sehingga tidak perlu mendidik,mengawasi,termasuk memilihkan sekolah bahkan mungkin untuk membiayai segala keperluan hidup anaknya hanya ala kadarnya,atau suka2-----karena apapun yang orang tua lakukan tidak akan menghasilkan apapun ,tidak berpengaruh apapun terhadap masa depan anaknya-----menjadi pecandu,pemalas,bodoh atau sebaliknya jujur,rajin ,pandai,berpendidikan------semua menjadi pilihan dan urusan anaknya sendiri ,tanpa bisa dipengaruhi siapapun,termasuk guru sekolah dan guru agama.
bagi si anak-----tidak lagi perlu menanggapi ocehan apapun dari orang tua,----cukup jawab saja-----percuma ayah ibu menasehati saya,karena perjalanan hidup saya ada di tangan saya sendiri,bila sukses maka itu karena usaha saya sendiri, bila saya gagal dan jadi penjahat sekalipun itu karena salah saya sendiri.
dengan kata lain----bila saya jadi orang sukses itu bukan karena jasa orang tua,bila saya jadi pecandu atau penjahat,itu juga bukan karena kelalaian dan kesalahan orang tua.

selamat telah jadi orang merdeka.

Gmn kalo orang tuanya sudah berusaha mendidik n mengawasi tapi anaknya memang ga patuh?

Offline Top1

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 429
  • Reputasi: 10
  • Hanya Sebuah Fenomena
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #10 on: 21 February 2013, 10:59:47 AM »
Sungguh merupakan kesalahan besar bagi para orangtua membiarkan anak-anaknya bermalas-malasan, tidak bersekolah, berkelahi, merokok, dan sebagainya, karena nantinya anak itu akan menjadi anak yang nakal dan hidupnya akan menderita. Karena itu, bagi para orangtua dalam mendidik anak-anaknya sangatlah penting. Janganlah kita sebagai orangtua dalam mendidik anak sepenuhnya diserahkan kepada seorang pembantu, tetapi kita pun sebagai orangtua seharusnya turut andil mendidik dan membimbing anak-anak kita, misalnya pada saat hari minggu, hari libur, atau pada saat waktu luang. Dengan demikian anak akan selalu mendapat perhatian dari orangtuanya. Kalau anak selalu diperhatikan, anak akan mempunyai rasa kasih sayang kepada orangtuanya. Dengan demikian anak-anaknya akan menjadi anak-anak yang baik.

Dalam hal ini, Sang Buddha pernah menerangkan di dalam Sigalovāda Sutta, Dīgha Nikāya tentang kewajiban orangtua terhadap anaknya. Ada lima cara, yaitu:

1. Mencegah anaknya berbuat jahat;

2. Menganjurkan anaknya berbuat baik;

3. Memberikan pendidikan yang sesuai untuk anak-anaknya;

4. Mencari pasangan yang sesuai untuk anak-anaknya;

5. Menyerahkan harta warisan kepada anak-anaknya.

Demikianlah lima hal yang harus diperhatikan bagi para orangtua dalam melaksanakan kewajibannya kepada anak-anaknya. Jadi, sebagai orangtua jika ingin mengharapkan anaknya menjadi anak yang baik, berguna dan bermanfaat, maka yang terpenting adalah perhatian, tanggung jawab, mendidik, serta membimbing langsung kepada anak-anaknya, janganlah menyerahkan sepenuhnya kepada pembantu, atau lupa akan kewajiban orangtua terhadap anak hanya karena kesibukan pekerjaan kantor, berdagang, dan sebagainya. Apabila kita sebagai orangtua dalam melaksanakan kewajiban sesuai dengan prinsip ajaran Sang Buddha di dalam Sigalovāda Sutta, maka nantinya anak-anak kita menjadi anak-anak yang baik bagi orangtuanya sendiri maupun bagi masyarakat, bangsa dan negara. Untuk itu, tingkatkanlah peran-serta orangtua dalam mendidik anak-anaknya sesuai dengan ajaran Sang Buddha, dan semoga apa yang dicita-citakan dapat tercapai.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #11 on: 21 February 2013, 11:42:53 AM »
coinnya bisa menggelinding soalnya kan cekung n melingkar x ya....?

Gmn kalo orang tuanya sudah berusaha mendidik n mengawasi tapi anaknya memang ga patuh?

Mungkin maksudnya bundar.

Sifat/tabiat seorang anak tidak hanya tergantung didikan orang tua, tapi juga dari lingkungan (tetangga, sekolah/kampus, teman sepermainan, dsb). Selain faktor luar (eksternal), faktor labil (emosional/mental) bawaan juga berperan. Misalnya seorang bayi rewel, ataupun anteng (patuh) tentu bukan karena diajari/dididik siapa-siapa, tapi karena faktor bawaan tersebut.

 _/\_

Offline Hadisantoso

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 310
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #12 on: 21 February 2013, 12:42:47 PM »
Sungguh merupakan kesalahan besar bagi para orangtua membiarkan anak-anaknya bermalas-malasan, tidak bersekolah, berkelahi, merokok, dan sebagainya, karena nantinya anak itu akan menjadi anak yang nakal dan hidupnya akan menderita. Karena itu, bagi para orangtua dalam mendidik anak-anaknya sangatlah penting. Janganlah kita sebagai orangtua dalam mendidik anak sepenuhnya diserahkan kepada seorang pembantu, tetapi kita pun sebagai orangtua seharusnya turut andil mendidik dan membimbing anak-anak kita, misalnya pada saat hari minggu, hari libur, atau pada saat waktu luang. Dengan demikian anak akan selalu mendapat perhatian dari orangtuanya. Kalau anak selalu diperhatikan, anak akan mempunyai rasa kasih sayang kepada orangtuanya. Dengan demikian anak-anaknya akan menjadi anak-anak yang baik.

Dalam hal ini, Sang Buddha pernah menerangkan di dalam Sigalovāda Sutta, Dīgha Nikāya tentang kewajiban orangtua terhadap anaknya. Ada lima cara, yaitu:

1. Mencegah anaknya berbuat jahat;

2. Menganjurkan anaknya berbuat baik;

3. Memberikan pendidikan yang sesuai untuk anak-anaknya;

4. Mencari pasangan yang sesuai untuk anak-anaknya;

5. Menyerahkan harta warisan kepada anak-anaknya.

Demikianlah lima hal yang harus diperhatikan bagi para orangtua dalam melaksanakan kewajibannya kepada anak-anaknya. Jadi, sebagai orangtua jika ingin mengharapkan anaknya menjadi anak yang baik, berguna dan bermanfaat, maka yang terpenting adalah perhatian, tanggung jawab, mendidik, serta membimbing langsung kepada anak-anaknya, janganlah menyerahkan sepenuhnya kepada pembantu, atau lupa akan kewajiban orangtua terhadap anak hanya karena kesibukan pekerjaan kantor, berdagang, dan sebagainya. Apabila kita sebagai orangtua dalam melaksanakan kewajiban sesuai dengan prinsip ajaran Sang Buddha di dalam Sigalovāda Sutta, maka nantinya anak-anak kita menjadi anak-anak yang baik bagi orangtuanya sendiri maupun bagi masyarakat, bangsa dan negara. Untuk itu, tingkatkanlah peran-serta orangtua dalam mendidik anak-anaknya sesuai dengan ajaran Sang Buddha, dan semoga apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
berarti bila anak jadi nakal,pecandu atau sebagainya,pihak orang tua punya peran didalamnya.
ok kalau begitu para orang tua KEMBALI punya tanggung jawab.
dan si anak juga punya hak untuk mendapat perlindungan dan bimbingan orang tua.

Offline juanpedro

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 949
  • Reputasi: 48
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #13 on: 21 February 2013, 12:59:21 PM »
ini menjadi berita baik bagi umat awam.
bagi para orang tua----tidak perlu lagi ada tanggung jawab apapun terhadap perkembangan dan perjalanan hidup anak kandungnya,sehingga tidak perlu mendidik,mengawasi,termasuk memilihkan sekolah bahkan mungkin untuk membiayai segala keperluan hidup anaknya hanya ala kadarnya,atau suka2-----karena apapun yang orang tua lakukan tidak akan menghasilkan apapun ,tidak berpengaruh apapun terhadap masa depan anaknya-----menjadi pecandu,pemalas,bodoh atau sebaliknya jujur,rajin ,pandai,berpendidikan------semua menjadi pilihan dan urusan anaknya sendiri ,tanpa bisa dipengaruhi siapapun,termasuk guru sekolah dan guru agama.
bagi si anak-----tidak lagi perlu menanggapi ocehan apapun dari orang tua,----cukup jawab saja-----percuma ayah ibu menasehati saya,karena perjalanan hidup saya ada di tangan saya sendiri,bila sukses maka itu karena usaha saya sendiri, bila saya gagal dan jadi penjahat sekalipun itu karena salah saya sendiri.
dengan kata lain----bila saya jadi orang sukses itu bukan karena jasa orang tua,bila saya jadi pecandu atau penjahat,itu juga bukan karena kelalaian dan kesalahan orang tua.

selamat telah jadi orang merdeka.
kukira maksud Om adi adalah bagaimanapun orang tua, orang lain, lingkungan, dll (sisi eksternal) itu mengajarkan how to DOs and DONTs, namun tetap keputusan untuk melakukan perbuatan ada di tangan anak tersebut.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #14 on: 21 February 2013, 01:30:10 PM »
kukira maksud Om adi adalah bagaimanapun orang tua, orang lain, lingkungan, dll (sisi eksternal) itu mengajarkan how to DOs and DONTs, namun tetap keputusan untuk melakukan perbuatan ada di tangan anak tersebut.

Keputusan untuk melakukan sebuah perbuatan didasari oleh kemampuan berpikir (nalar), tingkat pendidikan (wawasan), serta kebiasaan (perilaku dan tabiat). Semua itu didapat dari hasil pergaulan, tempat belajar (bersekolah), serta bimbingan (larangan, teguran, ajaran) dari orang tua. Jadi, orang tua tetap berperan besar dalam menentukan akan jadi seperti apa anaknya kelak. Ada pepatah, "Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya", atau "Anak ibarat secarik kertas putih". Kedua pepatah ini menunjukkan bahwa orang tua dan anak ada keterkaitan. Bila anak melakukan kesalahan, tentu faktor didikan keluarga (orang tua khususnya) dan lingkungan eksternal lain (sekolah/kampus, tempat berkumpul/bermain) tetap berperan.

Jika si anak murni disalahkan, tentu ini tidak introspektif dan rehabilitatif sifatnya (menyalahkan satu pihak dan mengabaikan faktor penyebab lain-lain).

Dari segi agama Buddha (maaf jika OOT), semua makhluk itu juga tidak berinti tetap (anatta), dan semua perbuatan makhluk tersebut didorong dan dipicu oleh faktor-faktor (internal maupun eksternal). Jadi, menyalahkan satu pihak, sama dengan menganggap seolah-olah ada satu persona/individu yang tetap/hakiki (atta).

Semoga dipahami.

Salam.  _/\_

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #15 on: 21 February 2013, 02:06:07 PM »
Keputusan untuk melakukan sebuah perbuatan didasari oleh kemampuan berpikir (nalar), tingkat pendidikan (wawasan), serta kebiasaan (perilaku dan tabiat). Semua itu didapat dari hasil pergaulan, tempat belajar (bersekolah), serta bimbingan (larangan, teguran, ajaran) dari orang tua. Jadi, orang tua tetap berperan besar dalam menentukan akan jadi seperti apa anaknya kelak. Ada pepatah, "Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya", atau "Anak ibarat secarik kertas putih". Kedua pepatah ini menunjukkan bahwa orang tua dan anak ada keterkaitan. Bila anak melakukan kesalahan, tentu faktor didikan keluarga (orang tua khususnya) dan lingkungan eksternal lain (sekolah/kampus, tempat berkumpul/bermain) tetap berperan.

Jika si anak murni disalahkan, tentu ini tidak introspektif dan rehabilitatif sifatnya (menyalahkan satu pihak dan mengabaikan faktor penyebab lain-lain).

Dari segi agama Buddha (maaf jika OOT), semua makhluk itu juga tidak berinti tetap (anatta), dan semua perbuatan makhluk tersebut didorong dan dipicu oleh faktor-faktor (internal maupun eksternal). Jadi, menyalahkan satu pihak, sama dengan menganggap seolah-olah ada satu persona/individu yang tetap/hakiki (atta).

Semoga dipahami.

Salam.  _/\_

Jadi tidak ada yang salah ya?

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #16 on: 21 February 2013, 02:48:10 PM »
ada cerita nyata yang saya alami sendiri.
tahun lalu anak sepupu saya yang masih kuliah(di surabaya) kena rampok subuh jam 4 pagi,mobil yang masih baru berapa bulan dibelikan ayahnya diambil paksa,lalu anak itu di tembak dan dibuang di pinggir jalan tol.
ternyata anak itu baru pulang dari dugem di sebuah tempat,dan memang sudah sering.
saat melayat itulah saya mendengar komentar dari tamu2 yang datang.
ada 3 pandangan yang berbeda.
A bilang itu sudah takdir.
b bilang itu adalah karma si anak.
C bilang itu kesalahan orang tua yang kurang perhatian terhadap kehidupan anaknya.

yang menarik komentar si C----
bila semua musibah selalu di limpahkan ke takdir atau karma,maka si orang tua tidak perlu lagi mendidik anak,tidak perlu lagi mengawasi anak,bahkan lepas tanggung jawab.

demikianlah pemahaman umat awam.
sebetulnya kejadian seperti ini salah siapa?

Muncul bergantungan pada semua kondisi yang ada, tidak ada yang menjadi penyebab utama, karena tidak ada penyebab utama. Segala sesuatu muncul salin bergantungan pada semua kondisi

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #17 on: 21 February 2013, 02:55:11 PM »

Dari segi agama Buddha (maaf jika OOT), semua makhluk itu juga tidak berinti tetap (anatta), dan semua perbuatan makhluk tersebut didorong dan dipicu oleh faktor-faktor (internal maupun eksternal). Jadi, menyalahkan satu pihak, sama dengan menganggap seolah-olah ada satu persona/individu yang tetap/hakiki (atta).

Semoga dipahami.

Salam.  _/\_

Itulah gunanya damma yang menjadi suatu pengertian dan pemahaman bukan hanya menjadi pengetahuan.
Jika menyalahkan pada sesuatu personal,
Apa gunanya damma yg dipelajari. Ia hanya memperberat kepala. Pengetahuan damma hanya menambah kobodohan. Semakin berilmu semakin berat kepalamu seperti padi yang berisi, karena semakin banyak pengetahuan yang di timbun.

Semakin berat beban pengatahuan/kebodohan yang dibawa.


Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #18 on: 21 February 2013, 02:56:47 PM »
Jadi tidak ada yang salah ya?

Ya, seperti dituliskan rekan Djoe:
Muncul bergantungan pada semua kondisi yang ada, tidak ada yang menjadi penyebab utama, karena tidak ada penyebab utama. Segala sesuatu muncul salin bergantungan pada semua kondisi

Jika seseorang atau sebagian orang beranggapan bahwa si anak ini salah, keras kepala, suka membantah, dsb... orang tersebut hanya menilai secara sepihak dan mengabaikan faktor-faktor lain (konflik batin si anak, tabiat yang telah dipupuk sejak belia/dini, reaksi yang salah dari orang tua terhadap kenakalan masa kecil, lingkungan bergaul yang buruk, dsb). Maka itu secara sosial-intelektual, anak-anak bermasalah cenderung direhabilitasi psikis dan dibina agar menjadi baik, bukan disalahkan secara total dan sepihak.

Salam.  _/\_

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #19 on: 21 February 2013, 03:00:01 PM »
Itulah gunanya damma yang menjadi suatu pengertian dan pemahaman bukan hanya menjadi pengetahuan.
Jika menyalahkan pada sesuatu personal,
Apa gunanya damma yg dipelajari. Ia hanya memperberat kepala. Pengetahuan damma hanya menambah kobodohan. Semakin berilmu semakin berat kepalamu seperti padi yang berisi, karena semakin banyak pengetahuan yang di timbun.

Semakin berat beban pengatahuan/kebodohan yang dibawa.

Ya, dan berteori dan berpraktek bisa beda.

Di forum dharma dan vihara cenderung lancar menyampaikan Tilakkhana (Tiga Corak kehidupan), tapi ketika memandang sesuatu cenderung atta/atman, bukan anatta/anatman. Hukum karma dan Paticcasamuppada juga, sering jadi teori daripada direalisasikan dalam pandangan sehari-hari.  _/\_

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #20 on: 21 February 2013, 03:02:10 PM »
Ya, dan berteori dan berpraktek bisa beda.

Di forum dharma dan vihara cenderung lancar menyampaikan Tilakkhana (Tiga Corak kehidupan), tapi ketika memandang sesuatu cenderung atta/atman, bukan anatta/anatman. Hukum karma dan Paticcasamuppada juga, sering jadi teori daripada direalisasikan dalam pandangan sehari-hari.  _/\_

Semua ini juga tergantung pada komitmen kita. Dan besar komitmen kita tergantung pada tujuan kita, kehidupan duniawi yang tenang atau pembebasan

Bagi sebagian umat Buddhist, adalah berkurangnya karma buruk dan mendapatkan rezeki.

Offline Hadisantoso

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 310
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #21 on: 21 February 2013, 03:33:34 PM »
ada cerita nyata yang saya alami sendiri.
tahun lalu anak sepupu saya yang masih kuliah(di surabaya) kena rampok subuh jam 4 pagi,mobil yang masih baru berapa bulan dibelikan ayahnya diambil paksa,lalu anak itu di tembak dan dibuang di pinggir jalan tol.
ternyata anak itu baru pulang dari dugem di sebuah tempat,dan memang sudah sering.
saat melayat itulah saya mendengar komentar dari tamu2 yang datang.
ada 3 pandangan yang berbeda.
A bilang itu sudah takdir.
b bilang itu adalah karma si anak.
C bilang itu kesalahan orang tua yang kurang perhatian terhadap kehidupan anaknya.

yang menarik komentar si C----
bila semua musibah selalu di limpahkan ke takdir atau karma,maka si orang tua tidak perlu lagi mendidik anak,tidak perlu lagi mengawasi anak,bahkan lepas tanggung jawab.

demikianlah pemahaman umat awam.
sebetulnya kejadian seperti ini salah siapa?
ada 3 pandangan yang berbeda.
A bilang itu sudah takdir.
b bilang itu adalah karma si anak.---memang karma dia hanya sampai disitu.
C bilang itu kesalahan orang tua yang kurang perhatian terhadap kehidupan anaknya.

Dari 3 pandangan diatas------

A menggunakan konsep takdir,pemahaman ini banyak celah.
Di satu sisi kematian si anak SUDAH ditakdirkan,namun di sisi lain dalam konsep takdir juga ada keharusan orang tua untuk mendidik anak.
Sehingga terjadilah benturan,misalnya-----
suatu saat orang tua yang sedang menasehati anaknya,agar menjauh dari kebiasaan buruk yang membahayakan kesehatan dan keselamatan,maka si anak bisa menjawab> tidak masalah ayah,kan sudah ada garis takdir dalam diri saya,bagaimanapun saya menghindari kalau sudah takdir mana bisa menghindar,sebaliknya bila saya belum takdirnya mati,maka tidak ada yang bisa membunuh saya,narkoba sekalipun.

B menggunakan konsep karma diri sendiri,
konsep ini bila tidak hati2 juga akan muncul celah.
Yang saya dengar saat melayat,orang itu begitu ceroboh dalam mengartikan karma,seolah olah terjemahan atau arti karma HAMPIR disamakan dengan takdir,---tidak ada yang bisa merubahnya.
dia telah mengesampingkan faktor external(lingkungan,orang tua,alam DLL) yang bisa mempengaruhi seorang anak untuk MELAKUKAN/MEMILIKI sebuah SEBAB.
seorang anak bisa memiliki sebuah tekad,sebuah pandangan,sebuah pengetahuan tentang efec narkoba pasti ada sebab,------dia telah dicuci otak oleh orang tua,teman ,guru----sehingga dia bisa menghindari narkoba atau prilaku buruk lainnya.
Masalahnya tinggal seberapa hebat deterjen dan seberapa kotor otak yang akan dicuci.
Makanya kadang bisa terjadi----5 bersaudara yang menerima cuci otak dari merk deterjen(orang tua atau guru) yang sama,hasilnya bisa berlainan.

C menggunakan konsep pendidikan umum,tanpa ada unsur spiritual,konsep ini akan mengalami kebuntuan bila si anak memiliki karma buruk yang kuat,sehingga di-didik bagaimanapun si anak tetap bejat,----tapi mungkin bisa mengurangi sedikit,bukan sama sekali sia sia .

Kembali ke kasus yang saya ceritakan,salah siapa?
Agak sulit menjawab dengan tepat kasus perkasus,karena kita tidak paham betul kronologi yang sebenarnya(detail),dan kita juga tidak tahu prilaku mereka sehari hari dari dulu sampai sekarang(keluarga mereka).
Tidak ada artinya dan bukan kapasitas kita untuk memberi vonis siapa yang salah,makna dari kasus ini hanya sebatas untuk menambah kewaspadaan diri kita masing2 dalam perjalanan hidup kita.

Perlindungan,pendidikan,pengawasan ,pembiayaan adalah sebuah kewajiban setiap orang tua terhadap anaknya,maka kelalaian atas sebuah kewajiban adalah sebuah kesalahan.
dan merupakan hak si anak untuk mendapatkan semua itu.

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #22 on: 21 February 2013, 09:29:19 PM »
ini jelas jelas sigalavada sutta, seingat ku ada penjelasan pulang tidak pada waktu nya (pulang sangat malam) mengundang bahaya yang bisa mencelakakan diri kita.

Jadi bila pulang sangat malam sebaik ber grup (min 3 orang), orang kantor mengantar pulang atau ada orang tua ada yang antar jemput.

wa mengalami pulang malam dari warung internet dulu ketika masih belum punya samsung galaxy mini, hujan, angin malam, jalanan yang sepi sekali akhirnya wa pikir sudah terlalu kelamaan dan seperti ini tidak bagus dan tidak sesuai dengan sigalavada sutta.

« Last Edit: 21 February 2013, 09:35:11 PM by kullatiro »

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #23 on: 21 February 2013, 09:31:52 PM »
ada cerita nyata yang saya alami sendiri.
tahun lalu anak sepupu saya yang masih kuliah(di surabaya) kena rampok subuh jam 4 pagi,mobil yang masih baru berapa bulan dibelikan ayahnya diambil paksa,lalu anak itu di tembak dan dibuang di pinggir jalan tol.
ternyata anak itu baru pulang dari dugem di sebuah tempat,dan memang sudah sering.
saat melayat itulah saya mendengar komentar dari tamu2 yang datang.
ada 3 pandangan yang berbeda.
A bilang itu sudah takdir.
b bilang itu adalah karma si anak.
C bilang itu kesalahan orang tua yang kurang perhatian terhadap kehidupan anaknya.

yang menarik komentar si C----
bila semua musibah selalu di limpahkan ke takdir atau karma,maka si orang tua tidak perlu lagi mendidik anak,tidak perlu lagi mengawasi anak,bahkan lepas tanggung jawab.

demikianlah pemahaman umat awam.
sebetulnya kejadian seperti ini salah siapa?

Abc tidak ada yang salah berpendapat seperti itu, selama itu membawa kebaikan dan dapat menerima kondisi yang terjadi.
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #24 on: 21 February 2013, 09:50:33 PM »
ini jelas jelas sigalavada sutta, seingat ku ada penjelasan pulang tidak pada waktu nya (pulang sangat malam) mengundang bahaya yang bisa mencelakakan diri kita.

Jadi bila pulang sangat malam sebaik ber grup (min 3 orang), orang kantor mengantar pulang atau ada orang tua ada yang antar jemput.

wa mengalami pulang malam dari warung internet dulu ketika masih belum punya samsung galaxy mini, hujan, angin malam, jalanan yang sepi sekali akhirnya wa pikir sudah terlalu kelamaan dan seperti ini tidak bagus dan tidak sesuai dengan sigalavada sutta.
om kullatiro, apa hubungannya pulang malam dengan atau tanpa samsun* galaxy mini? ;D
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #25 on: 22 February 2013, 08:48:03 AM »
om kullatiro, apa hubungannya pulang malam dengan atau tanpa samsun* galaxy mini? ;D

Sudah punya samsung mini, sekarang gak perlu lagi ke warung internet.
Dimana mana bisa akses internet, dari kamar tidur sampai kamar mandi
 :))

Offline juanpedro

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 949
  • Reputasi: 48
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #26 on: 22 February 2013, 09:08:26 AM »
Keputusan untuk melakukan sebuah perbuatan didasari oleh kemampuan berpikir (nalar), tingkat pendidikan (wawasan), serta kebiasaan (perilaku dan tabiat). Semua itu didapat dari hasil pergaulan, tempat belajar (bersekolah), serta bimbingan (larangan, teguran, ajaran) dari orang tua. Jadi, orang tua tetap berperan besar dalam menentukan akan jadi seperti apa anaknya kelak. Ada pepatah, "Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya", atau "Anak ibarat secarik kertas putih". Kedua pepatah ini menunjukkan bahwa orang tua dan anak ada keterkaitan. Bila anak melakukan kesalahan, tentu faktor didikan keluarga (orang tua khususnya) dan lingkungan eksternal lain (sekolah/kampus, tempat berkumpul/bermain) tetap berperan.

Jika si anak murni disalahkan, tentu ini tidak introspektif dan rehabilitatif sifatnya (menyalahkan satu pihak dan mengabaikan faktor penyebab lain-lain).

Dari segi agama Buddha (maaf jika OOT), semua makhluk itu juga tidak berinti tetap (anatta), dan semua perbuatan makhluk tersebut didorong dan dipicu oleh faktor-faktor (internal maupun eksternal). Jadi, menyalahkan satu pihak, sama dengan menganggap seolah-olah ada satu persona/individu yang tetap/hakiki (atta).

Semoga dipahami.

Salam.  _/\_
analisis saya terhadap kasus ini berdasarkan data-data yang disampaikan TS ko. perkara faktor2 yang anda sebutkan saya anggap ceteris paribus karena ndak disinggung oleh TS :D

ada 3 pandangan yang berbeda.
A bilang itu sudah takdir.
b bilang itu adalah karma si anak.---memang karma dia hanya sampai disitu.
C bilang itu kesalahan orang tua yang kurang perhatian terhadap kehidupan anaknya.

Dari 3 pandangan diatas------

A menggunakan konsep takdir,pemahaman ini banyak celah.
Di satu sisi kematian si anak SUDAH ditakdirkan,namun di sisi lain dalam konsep takdir juga ada keharusan orang tua untuk mendidik anak.
Sehingga terjadilah benturan,misalnya-----
suatu saat orang tua yang sedang menasehati anaknya,agar menjauh dari kebiasaan buruk yang membahayakan kesehatan dan keselamatan,maka si anak bisa menjawab> tidak masalah ayah,kan sudah ada garis takdir dalam diri saya,bagaimanapun saya menghindari kalau sudah takdir mana bisa menghindar,sebaliknya bila saya belum takdirnya mati,maka tidak ada yang bisa membunuh saya,narkoba sekalipun.

B menggunakan konsep karma diri sendiri,
konsep ini bila tidak hati2 juga akan muncul celah.
Yang saya dengar saat melayat,orang itu begitu ceroboh dalam mengartikan karma,seolah olah terjemahan atau arti karma HAMPIR disamakan dengan takdir,---tidak ada yang bisa merubahnya.
dia telah mengesampingkan faktor external(lingkungan,orang tua,alam DLL) yang bisa mempengaruhi seorang anak untuk MELAKUKAN/MEMILIKI sebuah SEBAB.
seorang anak bisa memiliki sebuah tekad,sebuah pandangan,sebuah pengetahuan tentang efec narkoba pasti ada sebab,------dia telah dicuci otak oleh orang tua,teman ,guru----sehingga dia bisa menghindari narkoba atau prilaku buruk lainnya.
Masalahnya tinggal seberapa hebat deterjen dan seberapa kotor otak yang akan dicuci.
Makanya kadang bisa terjadi----5 bersaudara yang menerima cuci otak dari merk deterjen(orang tua atau guru) yang sama,hasilnya bisa berlainan.

C menggunakan konsep pendidikan umum,tanpa ada unsur spiritual,konsep ini akan mengalami kebuntuan bila si anak memiliki karma buruk yang kuat,sehingga di-didik bagaimanapun si anak tetap bejat,----tapi mungkin bisa mengurangi sedikit,bukan sama sekali sia sia .

Kembali ke kasus yang saya ceritakan,salah siapa?
Agak sulit menjawab dengan tepat kasus perkasus,karena kita tidak paham betul kronologi yang sebenarnya(detail),dan kita juga tidak tahu prilaku mereka sehari hari dari dulu sampai sekarang(keluarga mereka).
Tidak ada artinya dan bukan kapasitas kita untuk memberi vonis siapa yang salah,makna dari kasus ini hanya sebatas untuk menambah kewaspadaan diri kita masing2 dalam perjalanan hidup kita.

Perlindungan,pendidikan,pengawasan ,pembiayaan adalah sebuah kewajiban setiap orang tua terhadap anaknya,maka kelalaian atas sebuah kewajiban adalah sebuah kesalahan.
dan merupakan hak si anak untuk mendapatkan semua itu.
dan ternyata bukan jawaban yang diinginkan.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #27 on: 22 February 2013, 04:26:38 PM »
analisis saya terhadap kasus ini berdasarkan data-data yang disampaikan TS ko. perkara faktor2 yang anda sebutkan saya anggap ceteris paribus karena ndak disinggung oleh TS :D

Tulisan Anda sebelumnya juga menerangkan sesuatu yang tidak dibahas oleh penulis (Adi Lim):

kukira maksud Om adi adalah bagaimanapun orang tua, orang lain, lingkungan, dll (sisi eksternal) itu mengajarkan how to DOs and DONTs, namun tetap keputusan untuk melakukan perbuatan ada di tangan anak tersebut.

 _/\_

Offline juanpedro

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 949
  • Reputasi: 48
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #28 on: 23 February 2013, 07:06:19 AM »
Tulisan Anda sebelumnya juga menerangkan sesuatu yang tidak dibahas oleh penulis (Adi Lim):

 _/\_
iya ya  :)) :)) :))

mungkin karena jawaban saya sama ma Om Adi jadi saya kira alasan Om Adi nggak jauh beda sama dengan alasan saya. tapi nunggu Om Adi explain aja deh. moga-moga sama :P 

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #29 on: 23 February 2013, 07:16:34 AM »
iya ya  :)) :)) :))

mungkin karena jawaban saya sama ma Om Adi jadi saya kira alasan Om Adi nggak jauh beda sama dengan alasan saya. tapi nunggu Om Adi explain aja deh. moga-moga sama :P

Dan jawaban saya dari segi psikologi-sosial dan agama Buddha. Mudah-mudahan sama juga (dengan pendapat ahli). ;D

_/\_

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #30 on: 23 February 2013, 07:51:30 AM »
Ya, dan berteori dan berpraktek bisa beda.

Di forum dharma dan vihara cenderung lancar menyampaikan Tilakkhana (Tiga Corak kehidupan), tapi ketika memandang sesuatu cenderung atta/atman, bukan anatta/anatman. Hukum karma dan Paticcasamuppada juga, sering jadi teori daripada direalisasikan dalam pandangan sehari-hari.  _/\_

Apakah seseorang yg memahami teori Dhamma dengan baik, harus sudah mampu melihat segala sesuatunya sebagai Anatta?

Jika begitu, hanya para Arahat dong yg boleh membahas, sharing dan mengajarkan Dhamma, krn kita semua (termasuk anda tentunya) masih belum terbebas dari pandangan atta.

Kita semua disini saling sharing, saling belajar, saling mengasah pemahaman, yang tentu saja dalam bentuk TEORI. Urusan praktik tentu di dunia nyata. Tapi di forum ini dan di ceramah2 Dhamma, tetap yg disampaikan , yg ditulis, adalah TEORI. Kita disini membahas TEORI, sedangkan PRAKTIK adalah urusan kita masing2, tanggung jawab kita masing2. Tidak perlu memusingkan praktik orang lain. 'Praktik' mutlak urusan masing2.


::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Hadisantoso

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 310
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #31 on: 23 February 2013, 09:20:52 AM »
Apakah seseorang yg memahami teori Dhamma dengan baik, harus sudah mampu melihat segala sesuatunya sebagai Anatta?

Jika begitu, hanya para Arahat dong yg boleh membahas, sharing dan mengajarkan Dhamma, krn kita semua (termasuk anda tentunya) masih belum terbebas dari pandangan atta.

Kita semua disini saling sharing, saling belajar, saling mengasah pemahaman, yang tentu saja dalam bentuk TEORI. Urusan praktik tentu di dunia nyata. Tapi di forum ini dan di ceramah2 Dhamma, tetap yg disampaikan , yg ditulis, adalah TEORI. Kita disini membahas TEORI, sedangkan PRAKTIK adalah urusan kita masing2, tanggung jawab kita masing2. Tidak perlu memusingkan praktik orang lain. 'Praktik' mutlak urusan masing2.


::
kalau pendapat saya-----
aktif di forum seperti DC ini juga bisa menjadi tempat praktek dhamma,apabila apa yang ditulis seseorang member bisa bermanfaat bagi member lain atau yang telah membaca.
fungsi forum DC dimata saya----
1,semoga ada yang mengoreksi pemahaman saya.
2,semoga mendapatkan sesuatu yang belum saya ketahui tentang ajaran Buddha.
3,semoga partisipasi saya di forum ini ada manfaat bagi pembaca .

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #32 on: 23 February 2013, 11:49:00 AM »
Apakah seseorang yg memahami teori Dhamma dengan baik, harus sudah mampu melihat segala sesuatunya sebagai Anatta?

Jika begitu, hanya para Arahat dong yg boleh membahas, sharing dan mengajarkan Dhamma, krn kita semua (termasuk anda tentunya) masih belum terbebas dari pandangan atta.

Kita semua disini saling sharing, saling belajar, saling mengasah pemahaman, yang tentu saja dalam bentuk TEORI. Urusan praktik tentu di dunia nyata. Tapi di forum ini dan di ceramah2 Dhamma, tetap yg disampaikan , yg ditulis, adalah TEORI. Kita disini membahas TEORI, sedangkan PRAKTIK adalah urusan kita masing2, tanggung jawab kita masing2. Tidak perlu memusingkan praktik orang lain. 'Praktik' mutlak urusan masing2.


::

Rekan William yang budiman, dharma itu tujuannya untuk dipraktekkan dan direalisasikan, bukan hanya sekedar memahami teori. Jika ada ketimpangan (ketidakseimbangan) teori dan praktek, dikhawatirkan akan menjadi individu yang dogmatis, teoritis, pragmatis, atau bahkan (maaf) munafik. Ini gejala umum spiritual, dimana banyak ahli kitab (sutta), tapi minim di realisasi, secara mental kurang beretika, toleransi, lemah secara akal sehat (nalar).

Anda baru menunjukkan salah satu contoh, yakni Anda memvonis seseorang yang tidak Anda kenal. Saya tidak kenal Anda, karena itu saya tidak akan memvonis Anda belum lulus sarjana, belum bekerja, belum berkeluarga, belum mencapai kesucian, atau yang lain-lain. Uniknya, seperti gejala yang saya sebut di atas, Anda bisa memvonis seseorang tanpa Anda tahu sedikitpun tentang orang tersebut. :)

Itulah namanya tendensius dan asumtif (banyak prasangka dan menduga-duga).

Dalam agama Buddha khususnya, sifat seperti ini kurang bermanfaat, sebab lawan dari sifat analisis dan telaah komprehensif, pembuktian dan penyelidikan secara mendalam (ehipassiko).

Praktek yang dimaksud disini tentu bukan perbuatan, karena kita bukan satpam atau hakim untuk yang lain. Praktek yang dimaksud disini adalah praktek pandangan, yakni dalam hal ini pandangan benar (sesuai Tiga Corak Umum yang diajarkan Buddha). Kalau praktek perbuatan, tentu masing-masing yang berurusan (bertanggung jawab), bukan untuk dibicarakan kepada orang lain. Untuk hal ini saya kira Anda paham, kita bukan membahas/mengkritisi perbuatan, tapi pandangan yang secara jelas ditunjukkan disini (tentunya boleh dikoreksi sesuai prinsip Anda; saling asah pemahaman).

Bagaimana, bisa dipahami?

Semoga demikian.

Semoga damai adanya.

Salam bahagia untuk Anda dan yang lain.  _/\_

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #33 on: 23 February 2013, 01:36:40 PM »
Rekan William yang budiman, dharma itu tujuannya untuk dipraktekkan dan direalisasikan, bukan hanya sekedar memahami teori. Jika ada ketimpangan (ketidakseimbangan) teori dan praktek, dikhawatirkan akan menjadi individu yang dogmatis, teoritis, pragmatis, atau bahkan (maaf) munafik. Ini gejala umum spiritual, dimana banyak ahli kitab (sutta), tapi minim di realisasi, secara mental kurang beretika, toleransi, lemah secara akal sehat (nalar).

1. Darimana anda tau saya budiman, bukankah anda memvonis saya?
2. Tentu saja sy tidak mengatakan praktik tidak perlu. Praktik itu bahkan sangat perlu, tapi jangan kita memvonis orang2 yg beerteori di forum ini, dan juga di ceramah2 Dhamma sebagai orang yg "tau teori doang, tapi minim praktik", seperti yg anda tulis ini:

Ya, dan berteori dan berpraktek bisa beda.

Di forum dharma dan vihara cenderung lancar menyampaikan Tilakkhana (Tiga Corak kehidupan), tapi ketika memandang sesuatu cenderung atta/atman, bukan anatta/anatman. Hukum karma dan Paticcasamuppada juga, sering jadi teori daripada direalisasikan dalam pandangan sehari-hari.  _/\_

Quote
Anda baru menunjukkan salah satu contoh, yakni Anda memvonis seseorang yang tidak Anda kenal. Saya tidak kenal Anda, karena itu saya tidak akan memvonis Anda belum lulus sarjana, belum bekerja, belum berkeluarga, belum mencapai kesucian, atau yang lain-lain. Uniknya, seperti gejala yang saya sebut di atas, Anda bisa memvonis seseorang tanpa Anda tahu sedikitpun tentang orang tersebut. :)

Itulah namanya tendensius dan asumtif (banyak prasangka dan menduga-duga).

Saya memposting hal tsb krn suatu tujuan, dan sy telah mendapatkannya  :)

Quote
Dalam agama Buddha khususnya, sifat seperti ini kurang bermanfaat, sebab lawan dari sifat analisis dan telaah komprehensif, pembuktian dan penyelidikan secara mendalam (ehipassiko).

Ehipassiko bukanlah untuk menilai praktik orang2 lain dibanding teori mereka, Ehipassiko adalah penyelidikan atas suatu Ajaran, apakah benar jika diamati dalam kehidupan keseharian kita.

Quote
Praktek yang dimaksud disini tentu bukan perbuatan, karena kita bukan satpam atau hakim untuk yang lain. Praktek yang dimaksud disini adalah praktek pandangan, yakni dalam hal ini pandangan benar (sesuai Tiga Corak Umum yang diajarkan Buddha). Kalau praktek perbuatan, tentu masing-masing yang berurusan (bertanggung jawab), bukan untuk dibicarakan kepada orang lain. Untuk hal ini saya kira Anda paham, kita bukan membahas/mengkritisi perbuatan, tapi pandangan yang secara jelas ditunjukkan disini (tentunya boleh dikoreksi sesuai prinsip Anda; saling asah pemahaman).

Bagaimana, bisa dipahami?

Semoga demikian.

Semoga damai adanya.

Salam bahagia untuk Anda dan yang lain.  _/\_

Ok, silahkan lanjutkan krn sy hanya ingin mengoreksi hal yg anda tulis dibawah ini saja...

Ya, dan berteori dan berpraktek bisa beda.

Di forum dharma dan vihara cenderung lancar menyampaikan Tilakkhana (Tiga Corak kehidupan), tapi ketika memandang sesuatu cenderung atta/atman, bukan anatta/anatman. Hukum karma dan Paticcasamuppada juga, sering jadi teori daripada direalisasikan dalam pandangan sehari-hari.  _/\_

Bahwa cukuplah kita saling sharing Ajaran disini, saling mengoreksi sebatas teori sutta, tanpa perlu menyinggung2 praktik mereka, tanpa perlu menvonis bahwa mereka masih berpandangan atta..

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: sisi yang ke3=keseimbangan.
« Reply #34 on: 23 February 2013, 06:16:46 PM »
1. Darimana anda tau saya budiman, bukankah anda memvonis saya?
2. Tentu saja sy tidak mengatakan praktik tidak perlu. Praktik itu bahkan sangat perlu, tapi jangan kita memvonis orang2 yg beerteori di forum ini, dan juga di ceramah2 Dhamma sebagai orang yg "tau teori doang, tapi minim praktik", seperti yg anda tulis ini:

Saya memposting hal tsb krn suatu tujuan, dan sy telah mendapatkannya  :)

Ehipassiko bukanlah untuk menilai praktik orang2 lain dibanding teori mereka, Ehipassiko adalah penyelidikan atas suatu Ajaran, apakah benar jika diamati dalam kehidupan keseharian kita.

Ok, silahkan lanjutkan krn sy hanya ingin mengoreksi hal yg anda tulis dibawah ini saja...

Bahwa cukuplah kita saling sharing Ajaran disini, saling mengoreksi sebatas teori sutta, tanpa perlu menyinggung2 praktik mereka, tanpa perlu menvonis bahwa mereka masih berpandangan atta..

::

Rekan William, saya menilai Anda baik dan budiman, sebab itu adalah penilaian subyektif saya atas perlakuan (balasan postingan) Anda pada saya, yang rata-rata baik serta ramah dan santun. Jika saya menilai Anda belum lulus SD, sudah/belum arahat, sudah dibotaki atau belum, maka itu sudah diluar kapasitas saya, sebab saya hanya menilai Anda sejauh tulisan Anda. Apalagi yang Anda lakukan, menilai pandangan seseorang sudah atta atau anatta, bukankah ini sudah agak 'kelewatan'? Semoga Anda bisa menyadarinya.  _/\_ Seorang awam tidak bisa menilai seorang yang sudah mencapai kesucian, entah itu Sottapanna - Buddha. Pesan saya, berhati-hatilah dalam menjatuhkan penilaian (vonis). Anda tak tahu kepada siapa Anda berbicara. :)

Tentang praktek, rupanya Anda masih belum menangkap maksudnya. Ini murni tentang konsistensi sebuah pandangan dan tulisan, bukan soal menilai praktek fisik di lapangan. Apa yang tidak kita ketahui tidak bisa kita nilai. Tapi apa yang jelas tertulis di forum ini, bisa kita komparasikan dan beri nilai. Seseorang yang berkata paham teori anatta, tapi menulis bahwa seolah-olah dia percaya pada konsep atta, tentu ini sudah tidak konsisten. Ini yang bisa saya dan kita nilai, bukan prakteknya di luar forum.  _/\_

Vonis jatuh selama ada bukti dan alasan yang jelas, bukan asumsi tanpa argumen pendukung.

Salam. Semoga berbahagia.  _/\_

 

anything