Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Theravada => Topic started by: bond on 08 June 2009, 01:34:35 PM

Title: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 08 June 2009, 01:34:35 PM
 Untuk mengimbangi pertanyaan2 di thread Mahayana untuk memenuhi azas keadilan ;D

Mudah2an membantu silakan dimulai kalo ada yg mau tanya, diskusi ini tidak ditujukan untuk menjatuhkan antar aliran.

silakan dimulai.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 08 June 2009, 02:04:14 PM
Nah, ini baru fair. ;D

Begini, beberapa pihak 'kan sering klaim bahwa Theravada yang paling 'asli' dan sebagainya, tapi kita lihat dari Tipitaka Pali saja banyak catatan meragukan, misalnya di thread sebelah (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,10555.0.html) tercatat 2 kisah Bahiya yang berbeda di mana salah satunya seharusnya salah. Gimana pihak Theravadin yang mengklaim Tipitaka paling asli dan benar menanggapinya?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 02:22:28 PM
gitu donk
biar adil

jgn kita2 j melulu diserang... hehehe...

mantap TS-nya

plus 1 ah...

karena gw yang keduaX, yang pertamaX, gw plus 1 juga  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 08 June 2009, 04:20:03 PM
Nama Kassapa pun tidak hanya 1 orang melainkan ada beberapa, bukan tidak mungkin nama Bahiya pun tidak hanya 1 orang saja

ketimbang mempermasalahkan sahih tidaknya, pun tidak ada yg bisa melacak kebenaran sampai tahun 543 SM, cobalah utk mempraktekkan dulu karena seperti yg diketahui bhw Bahiya sutta baik yg di Udana maupun SN, sebenarnya tidak bertentangan

berikut beberapa pernyataan yg sudah menjelaskan :

Bedanya adalah kalau dalam versi Udana, tuntunan kepada Bahiya tidak dimulai dengan pendahuluan mengenai moralitas (sila), dan bimbingan Satipatthana-nya adalah mengenai Salayatana (enam landasan indriah), bukan panca khanda.

Dalam versi Udana (dan Dhammapada Atthakatha) dijelaskan juga bagaimana Bahiya bisa bertemu dengan Buddha, juga diceritakan tentang kematian Bahiya tidak lama setelah mendengar khotbah itu karena diseruduk sapi ngamuk.

Kalo dalam Abhidhamma...

Salayatana terdiri dari :
1. Cakkhu (mata)
2. Sota (telinga)
3. Ghana (hidung)
4. Jivha (lidah)
5. Kaya (Jasmani)
6. Mano (pikiran)

No. 1-5 = Rupa
No. 6 = Nama (batin)

Jadi salayatana juga terdiri dari Nama dan Rupa....seperti Pancakkhandha yg terdiri dari Nama dan Rupa.

_/\_ :lotus:


Dan sy sendiri jadi bingung, apa yg dimaksud dengan :
gitu donk
biar adil

jgn kita2 j melulu diserang... hehehe...

apakah Buddha mengajarkan bhw karena ada org yg "menyerang", lalu harus membalas dengan "menyerang" juga?

sangat disayangkan jika memang buddhist harus ribut2 hanya karena "merek"

sorry jika ada pihak yg merasa "diserang"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Arale on 08 June 2009, 04:30:53 PM
Hiiiii,

Ada perbedaan tidak Theravada Sri Lanka, Burma dan Thailand?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 08 June 2009, 04:31:45 PM
Ya, biarpun secara isi ga bertentangan, sudah pasti salah satu sutta tersebut salah secara kutipan dan tulisan.
Jadi bagaimana sikap umat Theravada terhadap kenyataan ini?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 08 June 2009, 04:34:27 PM
Ya, biarpun secara isi ga bertentangan, sudah pasti salah satu sutta tersebut salah secara kutipan dan tulisan.
Jadi bagaimana sikap umat Theravada terhadap kenyataan ini?



bisa dijelaskan bro? bagian mana yg bro curigai sbg "salah kutip/tulis" itu?
dugaan saya adalah sutta itu ditujukan kepada orang yg berbeda (kebetulan bernama sama), di tempat dan kondisi yang berbeda
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Arale on 08 June 2009, 04:35:00 PM
Bang Kutho, kalau beda urang dan cuma sama nama artinya biasa saja, bukan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 04:47:36 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Arale on 08 June 2009, 04:49:44 PM
Gede pisan. esmosi?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 08 June 2009, 04:51:24 PM
Quote
by kainyn
Pertentangan dalam hal ajaran sih, sepertinya tidak ada. Tapi kalo dari sudut pandang kisahnya, sungguh beda jauh. Misalnya setelah itu Bahiya dikatakan mengasingkan diri dan mencapai Arahatta, sementara dalam kisah lainnya, Bahiya mencapai Arahatta di tempat itu juga, bahkan sebelum Buddha mengajarkan sampai selesai. Itu sebabnya Bahiya dinyatakan (dalam Anguttara Nikaya) sebagai yang tercepat dalam mendapat pengetahuan (khippābhiññānam).

Sudah dijelasin sendiri  ;D

Yg warna biru itu abis mencapai arhata lsg diseruduk sapi, yg satu lagi kagak jadi jelas orangnya beda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 08 June 2009, 04:54:19 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_

melihatnya dengan Sabbe satta bhavantu sukhitata.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 08 June 2009, 04:55:13 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_

bahkan jika ada member yg menjawab apakah itu bisa mewakili pandangan theravada? siapakah di sini yg berani mewakili theravada? jadi INVALID QUESTION
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 08 June 2009, 05:00:33 PM
^-^

ternyata ada juga thread ini...

"Akhirnya datang juga"

kalo gitu pertanyaan kritis dari saya deh....

Apakah dalam Theravada, altar dan patung dimaklumi ?

Apakah altar dan patung diharuskan?

Bisakah melakukan puja tanpa altar dan patung?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: arya_bodhi on 08 June 2009, 05:02:10 PM
ini pertanyaan dari om2 banyak bener... satu2 donk... yang mana mesti dijawabbb...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 05:04:00 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_

bahkan jika ada member yg menjawab apakah itu bisa mewakili pandangan theravada? siapakah di sini yg berani mewakili theravada? jadi INVALID QUESTION

waks.... gugur dech, pertanyaan gw...

tapi jawaban-nya itu loh, hehehe.... lsg straight
bener walau ada yang beberapa orang yang keliatan beranggapan demikian, tapi itu tidak mewakili institusi yang bersangkutan
cuma beberapa oknum saja...
walau aku juga tidak jelas aliran-nya, tapi aku juga mengganggap hal itu demikian ada-nya

satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_

melihatnya dengan Sabbe satta bhavantu sukhitata.


reply, tulisan nya kecil bangettttssssss............ ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 08 June 2009, 05:05:40 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_

Kalo saya pribadi sih biasa aja, ga bermasalah dengan paham non theravada bahkan tiap minggu pun biasa pindah2 vihara  :P
Tujuan ke vihara adl utk menambah saddha, utk menambah kusala kamma, bukan melihat dari mereknya... ;)

Tapi kalau dalam diskusi misal spt mengenai Samboghakaya, sudah jelas bhw konsep ini tidak ada dalam Theravada, jadi bukan bilang bhw pandangan yg menyebutkan mengenai Samboghakaya adalah salah

Demikian juga dengan konsep bhw setelah parinibbana, masih ada alam para Buddha..... itupun tidak ada di theravada, pun bukan bermaksud bilang bhw pandangan itu salah

salah atau tidak, hanyalah konsep subjektifitas saja. Ketimbang meributkan mana yg benar atau salah yg udah jelas akan berbeda pada setiap orang, saya rasa akan lebih baik jika kita melihat mana yg kusala dan akusala (bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi batin)  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 08 June 2009, 05:06:55 PM
^-^

ternyata ada juga thread ini...

"Akhirnya datang juga"

kalo gitu pertanyaan kritis dari saya deh....

Apakah dalam Theravada, altar dan patung dimaklumi ?

Apakah altar dan patung diharuskan?

Bisakah melakukan puja tanpa altar dan patung?
Ya, tidak, bisa
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 08 June 2009, 05:11:16 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_

bahkan jika ada member yg menjawab apakah itu bisa mewakili pandangan theravada? siapakah di sini yg berani mewakili theravada? jadi INVALID QUESTION

waks.... gugur dech, pertanyaan gw...

tapi jawaban-nya itu loh, hehehe.... lsg straight
bener walau ada yang beberapa orang yang keliatan beranggapan demikian, tapi itu tidak mewakili institusi yang bersangkutan
cuma beberapa oknum saja...
walau aku juga tidak jelas aliran-nya, tapi aku juga mengganggap hal itu demikian ada-nya

satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_

melihatnya dengan Sabbe satta bhavantu sukhitata.


reply, tulisan nya kecil bangettttssssss............ ;D

Karena pertanyaan gede banget ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 08 June 2009, 05:13:51 PM
^-^

ternyata ada juga thread ini...

"Akhirnya datang juga"



kalo gitu pertanyaan kritis dari saya deh....

Apakah dalam Theravada, altar dan patung dimaklumi ?

Apakah altar dan patung diharuskan?

Bisakah melakukan puja tanpa altar dan patung?

borongan bener nih.........

1. patung adalah salah satu dari sarana penghormatan. Juga bisa menjadi sarana utk meditasi. Jadi tidak dilarang utk menghormat, yang dilarang adl jika terjadi penyembahan thd patung, meminta2 atau bahkan menganggap patung sebagai satu benda yang "eksis", yang tidak boleh disentuh

2. altar dan patung diharuskan utk apa yah? kalau utk menghormat, altar ga harus bentuk tertentu, bisa saja pakai meja, atau apa saja

3. puja tanpa patung dan altar? saya pribadi sih sering melakukan puja tanpa altar dan/atau patung tuh.....

kalau saya pribadi sih, tidak harus ada altar dan/atau patung utk melakukan puja walau di rumah, tetap ada altar dan patung
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 05:16:40 PM

Kalo saya pribadi sih biasa aja, ga bermasalah dengan paham non theravada bahkan tiap minggu pun biasa pindah2 vihara  :P
Tujuan ke vihara adl utk menambah saddha, utk menambah kusala kamma, bukan melihat dari mereknya... ;)

Tapi kalau dalam diskusi misal spt mengenai Samboghakaya, sudah jelas bhw konsep ini tidak ada dalam Theravada, jadi bukan bilang bhw pandangan yg menyebutkan mengenai Samboghakaya adalah salah

Demikian juga dengan konsep bhw setelah parinibbana, masih ada alam para Buddha..... itupun tidak ada di theravada, pun bukan bermaksud bilang bhw pandangan itu salah

salah atau tidak, hanyalah konsep subjektifitas saja. Ketimbang meributkan mana yg benar atau salah yg udah jelas akan berbeda pada setiap orang, saya rasa akan lebih baik jika kita melihat mana yg kusala dan akusala (bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi batin)  _/\_


wuih, good answer

jd terbuka wawasan saya, semoga demikian hal nya yang lain :P

kasi daa......

ups... ga bisa bro musti tunggu 1 bulan lg
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 05:20:08 PM
[at] bond
waduh2, bro kebesaran ya tulisan nya
hehehe... sori2, bukan kamsud aye menonjolkan yang ditonjolkan loh
jd malu nech, ternyata bro bond, membalasnya dengan rendah hati...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 08 June 2009, 05:23:30 PM
sesuai dengan yang diajarkan Sang Buddha, jangan marah, jangan esmosi.
bilang aja hal itu tidak ada pada kami, hal itu tidak diajarkan guru kami.
makanya bilang sesat, karena hal itu tidak diajarkan guru kami ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 08 June 2009, 05:25:04 PM
Kata "Sesat" memang memiliki konotasi yg SANGAT buruk sih, sama seperti kata "ATHEIST" misalnya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 08 June 2009, 05:25:58 PM
:whistle:
relatip ahh
jahhh, langsung dapet brp :(
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 08 June 2009, 05:27:41 PM

Kalo saya pribadi sih biasa aja, ga bermasalah dengan paham non theravada bahkan tiap minggu pun biasa pindah2 vihara  :P
Tujuan ke vihara adl utk menambah saddha, utk menambah kusala kamma, bukan melihat dari mereknya... ;)

Tapi kalau dalam diskusi misal spt mengenai Samboghakaya, sudah jelas bhw konsep ini tidak ada dalam Theravada, jadi bukan bilang bhw pandangan yg menyebutkan mengenai Samboghakaya adalah salah

Demikian juga dengan konsep bhw setelah parinibbana, masih ada alam para Buddha..... itupun tidak ada di theravada, pun bukan bermaksud bilang bhw pandangan itu salah

salah atau tidak, hanyalah konsep subjektifitas saja. Ketimbang meributkan mana yg benar atau salah yg udah jelas akan berbeda pada setiap orang, saya rasa akan lebih baik jika kita melihat mana yg kusala dan akusala (bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi batin)  _/\_


wuih, good answer

jd terbuka wawasan saya, semoga demikian hal nya yang lain :P

kasi daa......

ups... ga bisa bro musti tunggu 1 bulan lg
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.

semoga demikian adanya bro......

jika semua mempraktekkan jalan mulia berunsur 8, 4 kebenaran ariya, tidaklah perlu "jualan kecap" karena sudah sama2 tahu setiap kecap, ada "fans"-nya masing2   ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 05:28:33 PM
:whistle:
relatip ahh
jahhh, langsung dapet brp :(

 :o

sapa yang brp loe bro, tenang saja, gw netral kan kembali ya  ^-^

Kata "Sesat" memang memiliki konotasi yg SANGAT buruk sih, sama seperti kata "ATHEIST" misalnya
aye ga atheis bro, cuma monotheis freelance... :P

kalau misalnya tidak bole, please ignore the above statement...

lanjuttttt, next question
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 08 June 2009, 05:29:39 PM
 [at] capin: secara umum di masyarakat lah. kalo buat kite-kite yah biasa aja. btw bukan aye loh nyang brp in...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 05:31:16 PM
[at] capin : not me, not me loh, aye tidak brp loe ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 05:32:00 PM
[at] capin: secara umum di masyarakat lah. kalo buat kite-kite yah biasa aja. btw bukan aye loh nyang brp in...
^
bro, reputasinya koq kayaknya kurang ya, kasi da....  ^-^

tapi berarti gachapin se7 beranggapan bahwa yang diluar dari diri padangan ini tidak benar  :-? pantasen di brp yach... :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 08 June 2009, 05:34:59 PM
'Itu tidak benar, itu salah, itu bukan jalan kami, itu tidak ada pada kami.'"
Digha Nikaya, Brahmajala Sutta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 05:38:02 PM
'Itu tidak benar, itu salah, itu bukan jalan kami, itu tidak ada pada kami.'"
Digha Nikaya, Brahmajala Sutta

kami itu yang mana bro? aku termasuk tidak ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 08 June 2009, 05:39:45 PM
sesuai dengan yang diajarkan Sang Buddha, jangan marah, jangan esmosi.
bilang aja hal itu tidak ada pada kami, hal itu tidak diajarkan guru kami.
makanya bilang sesat, karena hal itu tidak diajarkan guru kami ;D

kan yg guru kami itu gurunya dia dia juga... (kami = theravada dan mahayana) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 05:40:57 PM
^
^
se7

kan guru kita bersama, bukan kah begitu? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 08 June 2009, 05:42:56 PM
begituuu ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 08 June 2009, 05:43:41 PM
Balik tanya.
Bagaimana dengan kasus Bhikkhu Sati, dia memiliki pandangan salah, dan dibantah Sang Buddha, apakah Bhikkhu Sati sejalan dengan ajaran Sang Buddha?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 08 June 2009, 05:43:54 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_
saudara Navis,
ini adalah pandangan saya pribadi saat ini, tidak mewakili siapa-siapa. oke lgs saja.
semua ajaran yang tidak selaras dengan Thervada dipandangan saya, adalah tidak membawa pada "kenyataan"
karena saya lebih suka berbicara kenyataan sebagai acuan kebenaran....

ada orang berkata "surga ada" ada berkata "surga tidak ada".....saya melihat surga masih "XX"  > sy belum merealisasikan

tetapi apa yang tertulis sutta mengenai "Penderitaan", adalah gambaran "kenyataan" dan ini saya realisasikan.

pernah ada cerita AjahnBrahm mengenai Saudara Raja Asoka yg di kerjai oleh Raja asoka demi bisa memahami dhamma
Saudara Raja suka menggumbar nafsu, bersenang-senang,dan malas mempelajari dhamma.

Raja kemudian sengaja menjebak Saudara nya agar memakai Baju Kaisar,dan di tuduh sebagai pelanggar  hukum. kemudian di "hukuman mati" adalah ganjarannya
Saudara raja secepat nya memohon ampun, tetapi Raja berkata "tidak ada nego-nego walau Saudara sendiri"
akan tetapi karena kau Saudara-ku maka dalam 7 hari ini sebelum di eksekusi

kamu boleh memakan makanan terbaik di dapur istana, di-izinkan menikmati selir raja,dll...
tetapi ketika hari eksekusi tiba...
raja bertanya "bagaimana saudara ku, apakah kamu puas dalam 7 hari ini"
saudara nya malah berkata "jangankan senang bahkan sebaliknya, untuk tidur 1 hari saja susah"

disitu Raja tertawa dan menjelaskan dimana semua kenikmatan indrawi, ketika dihadapkan pada kematian, semua nya menjadi hambar.

saya pun demikian, pernah menghadapi vonis mati dari dokter...
jadi saya tahu bagaimana rasanya umur kita hanya beberapa bulan. penuh dengan kebingungan dan ketakutan.
makan saja tidak selera, tidur menjadi susah......

pernah sebuah wanita berkata kepada Buddha  "saya tahu, tetapi tidak tahu"..kemudian wanita itu pergi...
Buddha tersenyum dan seorang muridnya bertanya, apa maksud kata-kata wanita tersebut...
Sang buddha menjelaskan kalau "wanita tersebut tahu kalau pasti mati, akan tetapi tidak tahu kapan"

ketika kita telah berhadapan dengan kematian dan tidak mengerti akan apa itu dhamma, memang semua nya menjadi terasa hambar.....bahkan makanan favorit anda pun tidak selera rasanya.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 08 June 2009, 05:47:40 PM
^
marcedes banget tuh
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 08 June 2009, 05:47:47 PM
saudara Bond ada bagus nya kalau ditambah sebagai.


Mudah2an membantu silakan dimulai kalo ada yg mau tanya, diskusi ini tidak ditujukan untuk menjatuhkan antar aliran. ( ditambah )
melainkan mencari mana yang benar mana yang salah......dan kenyataan sebagai acuan kebenaran.

itupun kalau anda mau . ^^

metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 08 June 2009, 05:49:53 PM
kalo om mercedes sendiri lebih prefer kemana :-? Thera apa Maha ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 08 June 2009, 05:51:58 PM
[at] mercedes
kebenaran kan menurut loe?
emang loe uda mencapai pencerahan?

no offense loh,
tapi loe bicara seakan akan loe uda mencapai pencerahan...
bisa tau mana yang merupakan kenyataan sebagai acuan kebenaran ;D

sedikit intermezzo:
uda ah, pulang dulu, jalan cengkareng mo ditutup jam 20:00 sampai 05:00 sumber: wartakota

kalo om mercedes sendiri lebih prefer kemana :-? Thera apa Maha ?
xixixi....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 08 June 2009, 06:00:16 PM
saudara Bond ada bagus nya kalau ditambah sebagai.


Mudah2an membantu silakan dimulai kalo ada yg mau tanya, diskusi ini tidak ditujukan untuk menjatuhkan antar aliran. ( ditambah )
melainkan mencari mana yang benar mana yang salah......dan kenyataan sebagai acuan kebenaran.

itupun kalau anda mau . ^^

metta.

Sayang penambahan dan pengurangan diluar kuasa saya seperti saya tidak bisa menghindar dari kematian. Hanya nasi yg bisa dihidangkan, silakan om menambah lauk -pauknya  ;D



Note to all : Agar tidak ada pertanyaan berulang dithread ini dan keraguan tentang Bahiya sutta yg memiliki dua versi bisa dibuka di link http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,10555.msg188070/topicseen.html#msg188070 ---yg menjelaskan yang sebenarnya, jadi bukan lagi masalah ada dua versi tetapi 2 orang berbeda dengan nama Bahiya. _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 08 June 2009, 06:45:13 PM
Apakah pegangan tipitaka dalam theravada itu tidak di tambah2kan dalam isinya?

Bagaimana tanggapan theravada apabila ada sutta palsu yang disebarluaskan ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Jerry on 08 June 2009, 07:24:48 PM
[at] mercedes
kebenaran kan menurut loe?
emang loe uda mencapai pencerahan?
iMo, mungkin mksdnya mercedes, pencerahan itu termasuk kategori seperti 'surga' yg masih XX dan belum direalisasikan..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 08 June 2009, 07:40:07 PM
bikkhuni Ayya mengatakan
"dalam kebahagiaan ada kelengahan, dalam penderitaan ada kewaspadaan"

----------------------------
mungkin disini tidak pernah menghadapi kematian, atau vonis mati dari tim medis.
cobalah belajar hidup dalam kondisi seperti bikkhu hutan, yang memiliki tempat tinggal dengan fasilitas super minim......

dan anda semua mungkin ketika melihat laukpauk di meja makan hanya nasi putih dan telur asin, memuat anda tidak selera semua mencoba memesan makanan di restoran, atau pergi keluar makan.....

tetapi ketika anda pernah mengalami kematian, itu akan membuat anda merasa puas walau hanya nasi putih.......
percayalah tidak ada pengalaman lebih buruk dari pada melihat dokter tim medis angkat tangan dengan penyakit anda.
kemudian vonis mati.


kalo om mercedes sendiri lebih prefer kemana :-? Thera apa Maha ?
terkait dengan konsep,
sebelum saya menjawab saya balik bertanya kepada anda...

apakah anda pernah menderita sampai membuat batin anda betul-betul angkat tangan?
ketika itu mungkin anda berpikir,seandai-nya "saya tidak lahir lagi"

begini saja, coba bayangkan seluruh harta anda habis terbakar......apa anda masih bisa berkata
" hidup ini penuh dengan kebahagiaan "
mungkin anda adalah orang yang ber-ekonomi menengah.. jadi tidak tahu rasanya hidup dalam serba penderitaan kekurangan

pernahkah anda melihat kehidupan di sebuah kampung kecil?
beras sebanyak genggaman tangah anak remaja saja jatuh di pasir lumpur masih berusaha di ambil dan dibersihkah.
coba kalau anda...mungkin anda berkata "beli saja lagi"

dan percayalah, ketika anda berhadapan dengan kematian....semua itu jauh lebih parah dari hidup miskin...
mungkin anda akan berpikir sama dengan saya
"masih lebih baik hidup miskin memungut beras jatuh di lumpur dari pada mati sekarang"

SangBuddha mengajarkan kita betapa "ketidak pastiannya hidup ini" kadang kala, bisa saja membuat anda mengalami penderitaan hebat, dan juga kebahagiaan hebat....
tentu semua mau bahagia hebat...tetapi pilihan penderitaan hebat dan kebahagiaan adalah 1 paket tak terpisahkan..

saya sendiri kalau bukan masalah "berjanji" sudah lama memilih jalan untuk mencari akhir dari kelahiran.
karena bagi saya tidak ada kebahagiaan sejati dalam hidup ini...karena semua itu bisa saja lenyap seketika dan tergantikan seketika dengan penderitaan sejati.

berbeda dengan Mahayana, disitu Sangbuddha lahir dan terus lahir mengalami 1 kombo paket tak terpisahkan.....bahkan saya sendiri tidak melihat ada-nya kebahagiaan ketika menjadi seorang buddha.
makanya saya tanya, buddha membahagiakan dari segi mana-nya?

saya mempelari Theravada bukan dari pertama membaca dan meyakini, melainkan dari pengalaman langsung dan semua itu tertulis dalam sutta.....ajaran buddha..
berbaur dalam 1 pengalaman dan rasa.....
saya ibarat sudah jalan setengah dan melalui apa yang saya lihat dari perjalanan setengah ini, semua ini saling connect..
jadi tentu saya jadi lebih yakin...walau belum menyelesaikan setengah lagi.
ibarat sudah ada "panjar" pembuktian.

----------------------
sy beri perumpamaan...

anda disuruh mencari sebuah rumah beratap biru, disebuah kota.
dalam Theravada semua jadi jelas...
misalkan anda jalan lurus betemu jalan ini, akan ada rumah hijau, kalau anda belok kanan akan ada rumah ini itu..
lalu di persimpangan jalan akan ada ini, dan itu, terus ini itu.

yah ibarat anda punya tour-guide yang mengetahui seluk beluk kota.....ketika anda belum melihat rumah beratap biru...
tetapi tour guide ini telah memperlihatkan kemampuannya....jadi anda memiliki keyakinan pada tour-guide ini...
bahkan tour-guide ini mengetahui ttg isi rumah beratap biru.


dalam mahayana ( saat ini )
disuruh ibarat disuruh mencari rumah beratap biru ( sama dengan contoh atas )
tetapi tidak ada dikatakan bahwa ketika anda belok kiri akan menemukan apa, belok kanan menemukan apa...ini itu semua nya tidak ada...
yang ada hanya dikatakan ketika anda menemukan rumah beratap biru, anda adalah seorang pemenang.
bahkan isi dari rumah beratap biru pun tidak ada penjelasannya...
kalau anda punya tour guide seperti ini, apakah anda mau menyewa jasa nya?
lantas dari mana keyakinan anda menyewa jasa dari orang ini?


alangkah baiknya ketika memberikan penjelasan seperti visudhi magga dalam latihan......
ada dijelaskan kilesa apa-apa yang hancur, kemudian cara mengetahuinya,kemudian memakai objek apa,
jika halangan ini timbul di jelaskan cara mengatasi-nya...

tetapi disini kebanyakan "anda melafalkan amitabha dengan sepenuh hati bisa masuk alam sukhavati"
apakah standar kebenaran untuk mengetahui hal itu?

agama tetangga, dalam proses kesembuhan ilahi/mujizat...dikatakan bahwa orang yg tidak sembuh ,berarti iman-nya kepada mr.Y kurang kuat........karena dalam kitab tertulis
"aku-lah jalan kebenaran dan hidup,tiada seorangpun dapat menemui my boss, tanpa melalui aku"
padahal orang tersebut sudah berdiri didepan, bahkan ber-doa sambil air matanya keluar.....

bagaimana seandainya saya mempelajari nian fo "amitabha" lantas terlahir di alam sengsara, dan dijelaskan bahwa nian fo saya kurang kuat keyakinannya...
saya tinggal menjawab, bagaimana mau kuat kalau penjelasannya hanya seperti motto nike [just do it.]
bahkan untuk mengetahui sukses tidaknya masuk alam sukhavati kita sendiri tidak tahu.
dan hanya kematian baru tahu...apakah anda mau mengorbankan kehidupan anda kepada sesuatu yang anda tidak ketahui kepastian dalam kehidupan ini?

kira-kira kalau kejadian begini saudara hatred, anda mau menyewa tour guide mana?

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 08 June 2009, 07:44:29 PM
[at] mercedes
kebenaran kan menurut loe?
emang loe uda mencapai pencerahan?

no offense loh,
tapi loe bicara seakan akan loe uda mencapai pencerahan...
bisa tau mana yang merupakan kenyataan sebagai acuan kebenaran ;D

sedikit intermezzo:
uda ah, pulang dulu, jalan cengkareng mo ditutup jam 20:00 sampai 05:00 sumber: wartakota

saduara navis
mungkin penjelasan saya akan sama persis dengan apa yang saya jelaskan pada saudara Hatred

metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: andry on 08 June 2009, 08:29:22 PM
wuihh rame yakk...
apakah setiap pendiskusi disini menjalankan apa yg harus d jalankan, dan tidak melakukan apa yang harus tidak dilakukan
?

Dari yg akan mencapai pengelapan sempurna:
Bagaimana tanggapan theravada apabila ada sutta palsu yang disebarluaskan 

jawaban:
ada yg marah2
ada yang biasa saja
ada yang tertawa
ada yang sedih...
it's all relative
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 08 June 2009, 08:31:04 PM
wuihh rame yakk...
apakah setiap pendiskusi disini menjalankan apa yg harus d jalankan, dan tidak melakukan apa yang harus tidak dilakukan
?

Dari yg akan mencapai pengelapan sempurna:
Bagaimana tanggapan theravada apabila ada sutta palsu yang disebarluaskan 

jawaban:
ada yg marah2
ada yang biasa saja
ada yang tertawa
ada yang sedih...
it's all relative


OOT, pertanyaan seputar theravada ada thread sendiri
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 08 June 2009, 08:39:01 PM
di sticky ahh ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Xan To on 08 June 2009, 09:10:46 PM
^-^

ternyata ada juga thread ini...

"Akhirnya datang juga"

kalo gitu pertanyaan kritis dari saya deh....

Apakah dalam Theravada, altar dan patung dimaklumi ?
Ya
Apakah altar dan patung diharuskan?
Tidak
Bisakah melakukan puja tanpa altar dan patung?
Bisa, nih dirumah relik Sang Buddha yang saya puja :P

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 08 June 2009, 09:37:44 PM
gak asyik ah, sepi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Xan To on 08 June 2009, 10:00:49 PM
Yang lurus lurus emang sepi kok, yang kontroversial lah yang rame ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: johan3000 on 08 June 2009, 10:47:17 PM
theravada kadang kala disebut juga hinayana... atau roda kecil...

koq kedua yg terakhir kurang populer ya?
kenapa tuh ?

thanks atas jawabannya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 08 June 2009, 11:02:33 PM
gak pernah dengar roda kecil, dapet di mana tuh ceng?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sakura on 09 June 2009, 12:26:06 AM
suatu diskusi yang penuh dengan mutu dan bobot yang sangat berat.
saya akan menambahkan :
1. Dalam Kitab/Sutta manakah disebutkan sekte/aliran yang dianjurkan/diakui Sang Buddha ?
2. Apakah Sang Buddha memberi merk pada Dhamma dengan merk K, E, C, A, P dll ?
3. Sangat penting kah u kita sebelum memperlajari Dhamma atau mengikuti puja bhakti, terlebih dahulu harus menanyakan "Tempat ini Merk apa yah ?"
4. Apakah kita wariskan semangat perpecahan kepada generasi di bawah kita ?
(simaklah Rumusan Rumusan Kongres International The World Sangha, tahun 1967, yang telah diterima secara aklamasi dalam kongres tersebut)
 _/\_ mohon maaf jika ada yang tidak berkenan. krn saya sangat awam  ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 12:38:03 AM
Sdr. Sakura, pertanyaan anda akan terjawab jika diajukan dalam board diskusi umum, kalau di sini, maka pertanyaan anda tidak relevan. tapi kalau anda memaksa, maka jawaban atas semua pertanyaan anda sehubungan dengan topik ini adalah TIDAK, khusus no.1. TIDAK ADA
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: johan3000 on 09 June 2009, 05:47:54 AM
gak pernah dengar roda kecil, dapet di mana tuh ceng?

Gw dengar dari mana lupa juga (soalnya sering berkelana beberapa ajaran)...
selain roda kecil, juga ada roda besar...

mungkin senior lain bisa beri masukan.
(kenapa bisa punya ide sampai disebut roda kecil?)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 09 June 2009, 06:48:30 AM
Apakah di theravada mengenal Buddha Amitabha? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 08:55:38 AM
^
bukan kah ditheravada juga mengakui adanya buddha buddha sebelum nya sebelum buddha sakyamuni?

apakah panca dhayani buddha tidak berlaku di theravada,
bukan kah salah satu panca dhayani buddha itu menghadap sebelah barat adalah buddha Amitabha?

bagaimana pandangan theravada terhadap buddha Amitabha?
tidak mengakui ato mengakui?

CMIIW,
navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 08:57:37 AM
kenapa negara seperti sri langka, burma, ama thailand
yang menganut paham Theravada begitu suram, begitu kelam, ato begitu ribut, tidak pernah damai?
apakah yang menyebabkan hal demikian?

lain halnya seperti negara Tiongkok yang menganut paham Mahayana begitu berkembang?
apakah yang menyebabkan hal demikian?

no offense,
navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 08:59:18 AM
bagaimana pandangan theravada mengenai cheng beng alias sembahyang ke kuburan?
apakah itu merupakan haram? sesuai fatwa Theravada?

no offense,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 09 June 2009, 09:14:12 AM
^
bukan kah ditheravada juga mengakui adanya buddha buddha sebelum nya sebelum buddha sakyamuni?
ada
Quote
apakah panca dhayani buddha tidak berlaku di theravada,
bukan kah salah satu panca dhayani buddha itu menghadap sebelah barat adalah buddha Amitabha?
panca dhayani itu eksklusif Mahayana.

Quote
bagaimana pandangan theravada terhadap buddha Amitabha?
tidak mengakui ato mengakui?
tidak ada di Tipitaka dan tidak ada di Kitab-kitab komentar.

kenapa negara seperti sri langka, burma, ama thailand
yang menganut paham Theravada begitu suram, begitu kelam, ato begitu ribut, tidak pernah damai?
apakah yang menyebabkan hal demikian?

lain halnya seperti negara Tiongkok yang menganut paham Mahayana begitu berkembang?
apakah yang menyebabkan hal demikian?

no offense,
navis

kata siapa ada negara yang selalu damai ??? ;D
jangan melihat sejarah sepotong-sepotong. tapi lihat selama ribuan tahun.
kedamaian suatu negara tergantung penduduknya bro, bukan tergantung theravada atau mahayana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 09:21:38 AM
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?

memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya  ???
trus permasalahan nya terletak dimana  ???

CMIIW,
navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 09 June 2009, 09:31:39 AM
ngeramein ah...

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn02/sn02.009.piya.html
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn02/sn02.009.piya.html
di dua sutta di atas disebut2 ada dewa matahari sama dewa bulan, suriya dan rahu, di mana suriya ditangkap sama rahu. kedua dewa ini dikenal baik dalam hindu.

1. apa dewa2 ini benar2 dikenal di theravada padahal mereka dah dikenal jauh2 hari di hindu?
2. kalo memang ada dewa bulan dan dewa matahari, mereka ini kerjaannya ngapain? bukankah matahari dan bulan semuanya bekerja sesuai hukum alam (gravitasi, energy, dll)?

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/dn/dn.20.0.piya.html
di sutta di atas disebutkan dewa2 dari 10.000 tata surya berkumpul menemui Buddha.
3. kok dewa2 yg disebut di sutta itu semuanya dewa2 "lokal" dari himalaya, dsb? kok gak ada dewa dari eropa, amrik, afrika atau aussie? katanya dari 10.000 tata surya? kendala bahasa kah?

iseng ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 09 June 2009, 09:38:44 AM
sesuai dengan yang diajarkan Sang Buddha, jangan marah, jangan esmosi.
bilang aja hal itu tidak ada pada kami, hal itu tidak diajarkan guru kami.
makanya bilang sesat, karena hal itu tidak diajarkan guru kami ;D

kan yg guru kami itu gurunya dia dia juga... (kami = theravada dan mahayana) :))

Tergantung apakah mereka yang mengklaim sebagai Mahayanis juga menerima Brahmajala Sutta sebagai wejangan dari Sang Buddha. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 09 June 2009, 09:39:34 AM
bagaimana pandangan theravada mengenai cheng beng alias sembahyang ke kuburan?
apakah itu merupakan haram? sesuai fatwa Theravada?

no offense,

navis

dear bro navis,

seingat saya ada beberapa versi mengenai cheng beng dan rata2 berasal dari tradisi tiongkok, bukan dari buddhism loh.......

pun, boleh minta informasi mengenai fatwa theravada yang menyatakan cheng beng haram? saya sih belum dengar....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 09:45:01 AM
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?

memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya  ???
trus permasalahan nya terletak dimana  ???

CMIIW,
navis

Mengenai kemajuan suatu negara, Sang Buddha mengajarkan 7 faktor ketidak-munduran suatu negara, bisa dibaca dalam Maha Parinibbana Sutta, tidak ada hubungannya dengan agama. dulu indonesia di masa Sriwijaya dan Majapahit, juga Mahayana, akhirnya ...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 09 June 2009, 09:46:23 AM
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?

memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya  ???
trus permasalahan nya terletak dimana  ???

CMIIW,
navis

ga salah bro? coba deh bro ke thailand, lalu bandingin ama Tiongkok....

wkt saya ke bangkok, pattaya dan ayutthaya, masyarakat disana begitu ramah. Jika kita kesulitan bahasa, jauh lebih bnyk org yg bersedia membantu.... bahkan supir taksi aja liat gambar, mau bantu utk tanya di sepanjang jalan.....

wkt 1 bulan lalu ke tiongkok (beijing dan tianjin), mayoritas penduduk disana judes2.
Jualan di toko aja, kalo kita nanya, jawab sambil "sedikit" bentak.
Taksi kalo disodorin peta yg ada bhs chinese, mayoritas juga langsung tutup pintu en ga mo angkut
Di kereta MRT, bnyk org tua berdiri, sementara anak muda cuek aja duduk
Gembel, pengemis, peminta2 bukannya tidak ada tapi didorong utk pindah ke pinggiran kota, tidak boleh ada di pusat kota
Generasi muda mengalami "culture shock" karena tradisi setempat yg kuat tapi ada tradisi dari barat yg bebas

Nah saya ga tau deh kalo anda udah pergi juga dan mengalami hal yg berbeda

sorry no offense, cuma sharing mengenai kondisi negara
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: William_phang on 09 June 2009, 09:55:52 AM
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?

memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya  ???
trus permasalahan nya terletak dimana  ???

CMIIW,
navis

ga salah bro? coba deh bro ke thailand, lalu bandingin ama Tiongkok....

wkt saya ke bangkok, pattaya dan ayutthaya, masyarakat disana begitu ramah. Jika kita kesulitan bahasa, jauh lebih bnyk org yg bersedia membantu.... bahkan supir taksi aja liat gambar, mau bantu utk tanya di sepanjang jalan.....

wkt 1 bulan lalu ke tiongkok (beijing dan tianjin), mayoritas penduduk disana judes2.
Jualan di toko aja, kalo kita nanya, jawab sambil "sedikit" bentak.
Taksi kalo disodorin peta yg ada bhs chinese, mayoritas juga langsung tutup pintu en ga mo angkut
Di kereta MRT, bnyk org tua berdiri, sementara anak muda cuek aja duduk
Gembel, pengemis, peminta2 bukannya tidak ada tapi didorong utk pindah ke pinggiran kota, tidak boleh ada di pusat kota
Generasi muda mengalami "culture shock" karena tradisi setempat yg kuat tapi ada tradisi dari barat yg bebas

Nah saya ga tau deh kalo anda udah pergi juga dan mengalami hal yg berbeda

sorry no offense, cuma sharing mengenai kondisi negara

saya rasa budaya setempat akan menentukan prilaku manusianya... kl menurut pengalaman selama pergi ke china (beijing dan hebei) sih orangnya memang tidak ramah..hehhe.... malah di pusat perbelanjaan (ya xiu) kalo kita lihat barang dagangan dan ga jadi dimaki-maki...mereka kira saya ngga bisa mandarin kali....hahhaha..... istri saya sampai ketakutan untuk melihat-lihat barang..haahah....

karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 09:57:02 AM
bagaimana pandangan theravada mengenai cheng beng alias sembahyang ke kuburan?
apakah itu merupakan haram? sesuai fatwa Theravada?

no offense,

navis

dear bro navis,

seingat saya ada beberapa versi mengenai cheng beng dan rata2 berasal dari tradisi tiongkok, bukan dari buddhism loh.......

pun, boleh minta informasi mengenai fatwa theravada yang menyatakan cheng beng haram? saya sih belum dengar....

sorry bro, itu pertanyaan, bukan statement, soalnya
kayaknya theravada tidak terlalu setuju dengan cheng beng... geto

ngeramein ah...

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn02/sn02.009.piya.html
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn02/sn02.009.piya.html
di dua sutta di atas disebut2 ada dewa matahari sama dewa bulan, suriya dan rahu, di mana suriya ditangkap sama rahu. kedua dewa ini dikenal baik dalam hindu.

1. apa dewa2 ini benar2 dikenal di theravada padahal mereka dah dikenal jauh2 hari di hindu?
2. kalo memang ada dewa bulan dan dewa matahari, mereka ini kerjaannya ngapain? bukankah matahari dan bulan semuanya bekerja sesuai hukum alam (gravitasi, energy, dll)?

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/dn/dn.20.0.piya.html
di sutta di atas disebutkan dewa2 dari 10.000 tata surya berkumpul menemui Buddha.
3. kok dewa2 yg disebut di sutta itu semuanya dewa2 "lokal" dari himalaya, dsb? kok gak ada dewa dari eropa, amrik, afrika atau aussie? katanya dari 10.000 tata surya? kendala bahasa kah?

iseng ;D

nice question, hehe.... berat bro, berat...
jd pengen tau, kenapa ya?
^
^
menyimak dengan seksama
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: F.T on 09 June 2009, 09:59:46 AM
Gk jg sepertinya, malah waktu ke china ... Sempat tidak punya duit recehan koin untuk titipan barang, ada yang membantu mendanakan recehannya dengan ramah... :))

Mungkin kebetulan daerah yang ko markos kunjungi demikian kondisinya... Tapi tidak bisa di vonis secara keseluruhan bahwa demikianlah adanya... Sebuah negara berkembang bukan karena agamanya yang kuat, tetapi bagaimana pemerintah mensejahterakan rakyatnya dengan pendidikan dan kehidupan yang layak..
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 10:02:07 AM
ngeramein ah...

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn02/sn02.009.piya.html
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn02/sn02.009.piya.html
di dua sutta di atas disebut2 ada dewa matahari sama dewa bulan, suriya dan rahu, di mana suriya ditangkap sama rahu. kedua dewa ini dikenal baik dalam hindu.

1. apa dewa2 ini benar2 dikenal di theravada padahal mereka dah dikenal jauh2 hari di hindu?
2. kalo memang ada dewa bulan dan dewa matahari, mereka ini kerjaannya ngapain? bukankah matahari dan bulan semuanya bekerja sesuai hukum alam (gravitasi, energy, dll)?

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/dn/dn.20.0.piya.html
di sutta di atas disebutkan dewa2 dari 10.000 tata surya berkumpul menemui Buddha.
3. kok dewa2 yg disebut di sutta itu semuanya dewa2 "lokal" dari himalaya, dsb? kok gak ada dewa dari eropa, amrik, afrika atau aussie? katanya dari 10.000 tata surya? kendala bahasa kah?

iseng ;D

menurut SN terjemahan Bhikkhu Bodhi, Suriya dan Candima adalah para dewa yang bertempat tinggal di istana Matahari dan Bulan (jadi bukan cuma dewa "lokal" himalaya saja yg mampir pada saat mahasamaya, kedua dewa ini juga datang dan jadi sotapanna)

saya kira tidak masalah kalau aad dewa yang sama2 dikenal baik oleh buddha maupun hindu, Dewa Visnu juga disebut dalam Nikaya, walaupun dengan sebutan berbeda.

dewa suriya dan candima, hanya bertempat tinggal di matahari dan bulan, tapi pergerakan matahari dan bulan tetap ditentukan oleh hukum alam. bahkan Rahu yang dikatakan menelan matahari dan bulan pun hanya bisa membuatnya tidak terlihat sebentar tapi karena gerakan matahari dan bulan itu tidak bisa dihentikan, maka tidak lama kemudian terlihat lagi.

soal mahasamaya sutta, bahkan para dewa dari matahari dan bulan juga datang, para dewa amrik, eropa juga datang, tapi mereka menggunakan nama/bahasa lokal untuk berkomunikasi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 10:02:51 AM
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?

memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya  ???
trus permasalahan nya terletak dimana  ???

CMIIW,
navis

ga salah bro? coba deh bro ke thailand, lalu bandingin ama Tiongkok....

wkt saya ke bangkok, pattaya dan ayutthaya, masyarakat disana begitu ramah. Jika kita kesulitan bahasa, jauh lebih bnyk org yg bersedia membantu.... bahkan supir taksi aja liat gambar, mau bantu utk tanya di sepanjang jalan.....

wkt 1 bulan lalu ke tiongkok (beijing dan tianjin), mayoritas penduduk disana judes2.
Jualan di toko aja, kalo kita nanya, jawab sambil "sedikit" bentak.
Taksi kalo disodorin peta yg ada bhs chinese, mayoritas juga langsung tutup pintu en ga mo angkut
Di kereta MRT, bnyk org tua berdiri, sementara anak muda cuek aja duduk
Gembel, pengemis, peminta2 bukannya tidak ada tapi didorong utk pindah ke pinggiran kota, tidak boleh ada di pusat kota
Generasi muda mengalami "culture shock" karena tradisi setempat yg kuat tapi ada tradisi dari barat yg bebas

Nah saya ga tau deh kalo anda udah pergi juga dan mengalami hal yg berbeda

sorry no offense, cuma sharing mengenai kondisi negara

saya rasa budaya setempat akan menentukan prilaku manusianya... kl menurut pengalaman selama pergi ke china (beijing dan hebei) sih orangnya memang tidak ramah..hehhe.... malah di pusat perbelanjaan (ya xiu) kalo kita lihat barang dagangan dan ga jadi dimaki-maki...mereka kira saya ngga bisa mandarin kali....hahhaha..... istri saya sampai ketakutan untuk melihat-lihat barang..haahah....

karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik...

se7, tidak bisa digeneralisi seperti itu

tar berkembang menjadi SARA (bro markosprawira tentunya tidak mo seperti itu kan :P I know your identity loh, jd please don't SARA, oke? no offense)

kalau saya bilang orang indonesia juga kebanyakan jutek2 loh, karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik...  << setuju dengan pernyataan bro william phang

kalau kamu ke hongkong tapi ga bisa bahasa kanton ya dimarah-marahin dech...sapa suruh orang chinese tapi ga bisa bahasa sendiri
sama halnya kalau kita di indonesia tapi ga bisa bahasa indonesia...
oke, cukup sekian, jangan menjurus-jurus ke SARA lg, tidak ada untung nya

saya cuma menanyakan pengaruh agama terhadap keadaan sesuatu negara.

kalau sudah menjurus-jurus, y ud, please ignore the above statement
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 09 June 2009, 10:07:03 AM

kalo om mercedes sendiri lebih prefer kemana :-? Thera apa Maha ?
terkait dengan konsep,
sebelum saya menjawab saya balik bertanya kepada anda...

apakah anda pernah menderita sampai membuat batin anda betul-betul angkat tangan?
ketika itu mungkin anda berpikir,seandai-nya "saya tidak lahir lagi"

saya ingin komen mengenai statement "saya tidak lahir lagi"
manknya om mercy pernah lahir sebelomnya :-?  tau darimana? dikasih tau orang kah?

kalo untuk jawaban saya adalah "Ya" tapi untuk "tidak pernah terlahir". karena yg saya tahu saya cuma lahir saat ini saja.


Quote
................................................
................................................
................................................

berbeda dengan Mahayana, disitu Sangbuddha lahir dan terus lahir mengalami 1 kombo paket tak terpisahkan.....bahkan saya sendiri tidak melihat ada-nya kebahagiaan ketika menjadi seorang buddha.
makanya saya tanya, buddha membahagiakan dari segi mana-nya?

Jadi om mercy lebih memilih paket Theravada, dimana dikatakan si Buddha gak lahir2 lagi, laen sama Mahayana dimana walau Buddha itu bisa lahir lagi?
Kenapa gak ambil paket tetangga aja om? kan paket tetangga lebih mudah dan paketnya lebih menggiurkan...


Quote
saya mempelari Theravada bukan dari pertama membaca dan meyakini, melainkan dari pengalaman langsung dan semua itu tertulis dalam sutta.....ajaran buddha..
berbaur dalam 1 pengalaman dan rasa.....
saya ibarat sudah jalan setengah dan melalui apa yang saya lihat dari perjalanan setengah ini, semua ini saling connect..
jadi tentu saya jadi lebih yakin...walau belum menyelesaikan setengah lagi.
ibarat sudah ada "panjar" pembuktian.

----------------------
sy beri perumpamaan...

anda disuruh mencari sebuah rumah beratap biru, disebuah kota.
dalam Theravada semua jadi jelas...
misalkan anda jalan lurus betemu jalan ini, akan ada rumah hijau, kalau anda belok kanan akan ada rumah ini itu..
lalu di persimpangan jalan akan ada ini, dan itu, terus ini itu.

yah ibarat anda punya tour-guide yang mengetahui seluk beluk kota.....ketika anda belum melihat rumah beratap biru...
tetapi tour guide ini telah memperlihatkan kemampuannya....jadi anda memiliki keyakinan pada tour-guide ini...
bahkan tour-guide ini mengetahui ttg isi rumah beratap biru.


dalam mahayana ( saat ini )
disuruh ibarat disuruh mencari rumah beratap biru ( sama dengan contoh atas )
tetapi tidak ada dikatakan bahwa ketika anda belok kiri akan menemukan apa, belok kanan menemukan apa...ini itu semua nya tidak ada...
yang ada hanya dikatakan ketika anda menemukan rumah beratap biru, anda adalah seorang pemenang.
bahkan isi dari rumah beratap biru pun tidak ada penjelasannya...
kalau anda punya tour guide seperti ini, apakah anda mau menyewa jasa nya?
lantas dari mana keyakinan anda menyewa jasa dari orang ini?


alangkah baiknya ketika memberikan penjelasan seperti visudhi magga dalam latihan......
ada dijelaskan kilesa apa-apa yang hancur, kemudian cara mengetahuinya,kemudian memakai objek apa,
jika halangan ini timbul di jelaskan cara mengatasi-nya...

tetapi disini kebanyakan "anda melafalkan amitabha dengan sepenuh hati bisa masuk alam sukhavati"
apakah standar kebenaran untuk mengetahui hal itu?

agama tetangga, dalam proses kesembuhan ilahi/mujizat...dikatakan bahwa orang yg tidak sembuh ,berarti iman-nya kepada mr.Y kurang kuat........karena dalam kitab tertulis
"aku-lah jalan kebenaran dan hidup,tiada seorangpun dapat menemui my boss, tanpa melalui aku"
padahal orang tersebut sudah berdiri didepan, bahkan ber-doa sambil air matanya keluar.....

bagaimana seandainya saya mempelajari nian fo "amitabha" lantas terlahir di alam sengsara, dan dijelaskan bahwa nian fo saya kurang kuat keyakinannya...
saya tinggal menjawab, bagaimana mau kuat kalau penjelasannya hanya seperti motto nike [just do it.]
bahkan untuk mengetahui sukses tidaknya masuk alam sukhavati kita sendiri tidak tahu.
dan hanya kematian baru tahu...apakah anda mau mengorbankan kehidupan anda kepada sesuatu yang anda tidak ketahui kepastian dalam kehidupan ini?

kira-kira kalau kejadian begini saudara hatred, anda mau menyewa tour guide mana?

salam metta.

Saya kurang tahu dengan pemahaman Mahayanis yg benar, apakah prinsip dhamma nya seperti itu, dimana hanya ada kepala dan ekor tanpa ada gambaran mengenai badan.

tetapi bila memang seperti itu dan hanya ada dua tour guide saja yg seperti diberikan dalam pilihan, maka saya lebih memilih tour guide yg Theravada.


Cuma yg mo saya tanyakan adalah, Kebenaran apa saja yg sudah anda buktikan di Theravada? yg tidak ada di paham manapun
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 09 June 2009, 10:10:12 AM
gak pernah dengar roda kecil, dapet di mana tuh ceng?

Gw dengar dari mana lupa juga (soalnya sering berkelana beberapa ajaran)...
selain roda kecil, juga ada roda besar...

mungkin senior lain bisa beri masukan.
(kenapa bisa punya ide sampai disebut roda kecil?)

ini juga sama, i pernah denger ;D
kalo gak salah waktu di sekolah dulu.. deh
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 10:11:19 AM
gak pernah dengar roda kecil, dapet di mana tuh ceng?



Gw dengar dari mana lupa juga (soalnya sering berkelana beberapa ajaran)...
selain roda kecil, juga ada roda besar...

mungkin senior lain bisa beri masukan.
(kenapa bisa punya ide sampai disebut roda kecil?)

ini juga sama, i pernah denger ;D
kalo gak salah waktu di sekolah dulu.. deh

yg saya dengar sih Kendaraan Besar dan Kendaraan kecil, terjemahan harafiah adri Mahayana dan Hinayana.  kalo roda sih gak pernah dengar tapi mungkin sesuai kendaraannya, kalo kendaraan besar pake roda kecil kan gak cantik.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: purnama on 09 June 2009, 10:14:13 AM
Saya cuman mau ingetin saja satu hal dalam diskusi karena sekarang wa cukup sibuk belum sempat diskusi. Karena pekerjaan cukup menumpuk. Tapi liat liat sedikit ngak masalah lar. Saa mau ingat kan Pesan Pesan dari YM. Bhante Sri Pannavaro. Jangan mempelajari Sutta by Teori Saja banyak orang yang belajar Abidharma, sutta begitu mendalam hampir menyamai sangha. Tapi penjalanan Prateknya tuh masih jauh dari pada teorinya.

Bagi saya pribadi Ironis bila ada seseorang menghina orang menggunakan Sutta. itu sering terjadi dalam kasus dunia maya. Jangan terulang kembali kasus ini udah ada dari tahun 2002. Saya harap ada perubahan dasar dalam diskusi. Kadang ironisnya sangking bisa ini itu sampai teori sama pratek beda jauh.

Saya udah lama memoderinsasi milis agama Buddha . Jadi kasus seperti ini tidak terulang kembali ke depan .

THK
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 09 June 2009, 10:16:40 AM
^
  kan ini, mempertanyakan om ;D bukannya menghina.....
  kalo sampe ampe begitu kan salah orang yg diskusi, bukan topiknya :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 10:18:20 AM
bagaimana seandainya saya mempelajari nian fo "amitabha" lantas terlahir di alam sengsara, dan dijelaskan bahwa nian fo saya kurang kuat keyakinannya...
saya tinggal menjawab, bagaimana mau kuat kalau penjelasannya hanya seperti motto nike [just do it.]
bahkan untuk mengetahui sukses tidaknya masuk alam sukhavati kita sendiri tidak tahu.
dan hanya kematian baru tahu...apakah anda mau mengorbankan kehidupan anda kepada sesuatu yang anda tidak ketahui kepastian dalam kehidupan ini?

kira-kira kalau kejadian begini saudara hatred, anda mau menyewa tour guide mana?

salam metta.

kalau setelah mati, anda ketemu Mr. J, gimana coba?
dan ternyata ajaran dia yang bener ???
dengan statement anda diatas, berarti dengan begitu mengugurkan agama2 yang lain,
ingat kita hidup di negara beragama, bukan negara agama.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Hendra Susanto on 09 June 2009, 10:18:55 AM
Saya cuman mau ingetin saja satu hal dalam diskusi karena sekarang wa cukup sibuk belum sempat diskusi. Karena pekerjaan cukup menumpuk. Tapi liat liat sedikit ngak masalah lar. Saa mau ingat kan Pesan Pesan dari YM. Bhante Sri Pannavaro. Jangan mempelajari Sutta by Teori Saja banyak orang yang belajar Abidharma, sutta begitu mendalam hampir menyamai sangha. Tapi penjalanan Prateknya tuh masih jauh dari pada teorinya.

Bagi saya pribadi Ironis bila ada seseorang menghina orang menggunakan Sutta. itu sering terjadi dalam kasus dunia maya. Jangan terulang kembali kasus ini udah ada dari tahun 2002. Saya harap ada perubahan dasar dalam diskusi. Kadang ironisnya sangking bisa ini itu sampai teori sama pratek beda jauh.

THK

cetuju... :jempol:

kenyataannya yang gw liat sampai saat ini memang banyak yang hanya memelajari sutta tanpa ada praktek nyata :)) menggelikan sungguh menggelikan :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 09 June 2009, 10:28:16 AM
ngeramein ah...
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/dn/dn.20.0.piya.html
di sutta di atas disebutkan dewa2 dari 10.000 tata surya berkumpul menemui Buddha.
3. kok dewa2 yg disebut di sutta itu semuanya dewa2 "lokal" dari himalaya, dsb? kok gak ada dewa dari eropa, amrik, afrika atau aussie? katanya dari 10.000 tata surya? kendala bahasa kah?
 

Bukan kendala bahasa tapi dewa non lokal datangnya terlambat jadi duduknya paling belakang. Dan dewa-dewa lokal yang datangnya tidak telat duduk di depan. Dan merek ayang duduk di depan yang disebut namanya. Dan dalam ceramah atau pidato, tuan rumah biasanya yang banyak disebut. Lagi pula toh dewa non lokal sudah diwakili dengan kata “dewa 10.000 tata surya.”

Jawaban iseng ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Xan To on 09 June 2009, 10:34:38 AM
 [at] Purnama
GRP ah :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 10:37:49 AM
bisa dijelaskan bro? bagian mana yg bro curigai sbg "salah kutip/tulis" itu?
dugaan saya adalah sutta itu ditujukan kepada orang yg berbeda (kebetulan bernama sama), di tempat dan kondisi yang berbeda

Bang Kutho, kalau beda urang dan cuma sama nama artinya biasa saja, bukan?

Quote
by kainyn
Pertentangan dalam hal ajaran sih, sepertinya tidak ada. Tapi kalo dari sudut pandang kisahnya, sungguh beda jauh. Misalnya setelah itu Bahiya dikatakan mengasingkan diri dan mencapai Arahatta, sementara dalam kisah lainnya, Bahiya mencapai Arahatta di tempat itu juga, bahkan sebelum Buddha mengajarkan sampai selesai. Itu sebabnya Bahiya dinyatakan (dalam Anguttara Nikaya) sebagai yang tercepat dalam mendapat pengetahuan (khippābhiññānam).

Sudah dijelasin sendiri  ;D

Yg warna biru itu abis mencapai arhata lsg diseruduk sapi, yg satu lagi kagak jadi jelas orangnya beda.

Tadinya saya pikir itu orang yang sama, tapi sudah dijelaskan di thread sebelah, kesimpulannya adalah itu orang yang berbeda. Karena Bahiya yang satu tidak ada nama julukannya, jadi saya terima bahwa itu orang yang berbeda. Jadi pertanyaannya saya ganti.

Dalam komentar Theragatha, Vakkali tinggal di Bukit Nasar dan Buddha mengunjungi dan menasihati hingga ia mencapai Arahatta. Dalam komentar Samyutta, Buddha Gotama sedang di Bukit Nasar dan Vakkali berada di Isigili ketika Buddha mendukung Vakkali untuk bunuh diri.

Sama juga seperti Dalam RAPB (halaman 2546-2547), dikatakan Lakuntaka Bhaddiya memiliki tubuh yang pendek karena memilih membangun stupa yang kecil untuk Buddha Kassapa. Sementara dalam Kelisila Jataka, dikatakan penyebab tubuh pendek dari Lakuntaka Bhaddiya adalah karena ia suka menghina orang-orang yang sudah tua, maka di kehidupan ini, tubuhnya menjadi pendek.

Salah satu dari kitab ini pasti keliru. Bagaimana umat Theravada menanggapinya?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 10:45:47 AM
bisa dijelaskan bro? bagian mana yg bro curigai sbg "salah kutip/tulis" itu?
dugaan saya adalah sutta itu ditujukan kepada orang yg berbeda (kebetulan bernama sama), di tempat dan kondisi yang berbeda

Bang Kutho, kalau beda urang dan cuma sama nama artinya biasa saja, bukan?

Quote
by kainyn
Pertentangan dalam hal ajaran sih, sepertinya tidak ada. Tapi kalo dari sudut pandang kisahnya, sungguh beda jauh. Misalnya setelah itu Bahiya dikatakan mengasingkan diri dan mencapai Arahatta, sementara dalam kisah lainnya, Bahiya mencapai Arahatta di tempat itu juga, bahkan sebelum Buddha mengajarkan sampai selesai. Itu sebabnya Bahiya dinyatakan (dalam Anguttara Nikaya) sebagai yang tercepat dalam mendapat pengetahuan (khippābhiññānam).

Sudah dijelasin sendiri  ;D

Yg warna biru itu abis mencapai arhata lsg diseruduk sapi, yg satu lagi kagak jadi jelas orangnya beda.

Tadinya saya pikir itu orang yang sama, tapi sudah dijelaskan di thread sebelah, kesimpulannya adalah itu orang yang berbeda. Karena Bahiya yang satu tidak ada nama julukannya, jadi saya terima bahwa itu orang yang berbeda. Jadi pertanyaannya saya ganti.

Dalam komentar Theragatha, Vakkali tinggal di Bukit Nasar dan Buddha mengunjungi dan menasihati hingga ia mencapai Arahatta. Dalam komentar Samyutta, Buddha Gotama sedang di Bukit Nasar dan Vakkali berada di Isigili ketika Buddha mendukung Vakkali untuk bunuh diri.

Sama juga seperti Dalam RAPB (halaman 2546-2547), dikatakan Lakuntaka Bhaddiya memiliki tubuh yang pendek karena memilih membangun stupa yang kecil untuk Buddha Kassapa. Sementara dalam Kelisila Jataka, dikatakan penyebab tubuh pendek dari Lakuntaka Bhaddiya adalah karena ia suka menghina orang-orang yang sudah tua, maka di kehidupan ini, tubuhnya menjadi pendek.

Salah satu dari kitab ini pasti keliru. Bagaimana umat Theravada menanggapinya?



Lakuntaka Bhaddiya dalam SN mengatakan yang ke2.

Apakah ada hukum yang mengatur bahwa satu perbuatan akan menghasilkan satu akibat? mungkinkah beberapa perbuatan menghasilkan satu akibat?

penjelasan lain, salah satu kejahatan itu yg mengakibatkan kecebolannya, dan perbuatan lain bertindak sebagai kamma pendukung.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 10:48:44 AM
[at] kainyn kutho
kayak gini nech, yg gw demen, berpikiran terbuka....

baru tau, kek ada kejadian gitu, thanks for the sharing...

GRP sent ya  ^-^
ups, bulan depan ya
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.

IMO, kayaknya karena dia tidak hormat kepada orang tua, sehingga bertubuh cebol (sumber Kelisila Jataka, dikatakan penyebab tubuh pendek dari Lakuntaka Bhaddiya adalah karena ia suka menghina orang-orang yang sudah tua, maka di kehidupan ini, tubuhnya menjadi pendek.)

bukan karena bangun stupa kecil (sumber Dalam RAPB (halaman 2546-2547), dikatakan Lakuntaka Bhaddiya memiliki tubuh yang pendek karena memilih membangun stupa yang kecil untuk Buddha Kassapa.)

 :-?

koq bisa ada dua versi yang berbeda ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 09 June 2009, 11:07:49 AM
[at] kainyn kutho
kayak gini nech, yg gw demen, berpikiran terbuka....

baru tau, kek ada kejadian gitu, thanks for the sharing...

GRP sent ya  ^-^
ups, bulan depan ya
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.

IMO, kayaknya karena dia tidak hormat kepada orang tua, sehingga bertubuh cebol (sumber Kelisila Jataka, dikatakan penyebab tubuh pendek dari Lakuntaka Bhaddiya adalah karena ia suka menghina orang-orang yang sudah tua, maka di kehidupan ini, tubuhnya menjadi pendek.)

bukan karena bangun stupa kecil (sumber Dalam RAPB (halaman 2546-2547), dikatakan Lakuntaka Bhaddiya memiliki tubuh yang pendek karena memilih membangun stupa yang kecil untuk Buddha Kassapa.)

 :-?

koq bisa ada dua versi yang berbeda ya?

Contoh :

Ada seorang anak yang kakinya luka karena kecelakaan dan jatuh dari sepedanya. Lalu ditanya penyebabnya...

- sumber A bilang : karena anak itu tidak menuruti nasehat orangtuanya, main sepeda sampai ke jalan raya.

- sumber B bilang : sepeda itu sudah agak rusak, jadi kurang baik untuk dikendarai.

Kalau dilihat sekilas memang tidak nyambung. Tapi kedua penyebab itu pun sebenarnya saling mengkondisikan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 11:52:25 AM
Sebetulnya yang saya tanyakan bukan yang mana yang benar, tetapi bagaimana umat Buddha menyikapinya.


 [at]  naviscope
Selama saya baca, memang banyak perbedaan-perbedaan begitu baik besar maupun kecil, tapi tidak mencatatnya karena memang saya baca bukan dengan tujuan nyari2 kesalahan.

Setahu saya, tidak ada kitab suci yang sempurna, pasti semua ada cacatnya. Yang membuat perbedaan adalah bagaimana suatu ajaran menyikapi kitab sucinya.
Ada yang menganggap mutlak, kalau orang lain mempertanyakan, berarti harus dikutuk.
Ada yang menganggap pasti benar, sehingga pihak tertentu memilih menyalahkan ilmu pengetahuan daripada meragukan kitabnya.
Ada lagi yang memilih membenarkan kitabnya, sehingga tafsiran dicocok-cocokkan dengan kebenaran yang diakui.
Nah, saya mau tahu bagaimana umat Theravada menyikapi kenyataan ini.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 11:58:07 AM
 [at]  Kainyn,

saya tidak akan mewakili umat buddha, cukup mewakili diri sendiri saja.

beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 09 June 2009, 12:01:30 PM
Bukan kendala bahasa tapi dewa non lokal datangnya terlambat jadi duduknya paling belakang. Dan dewa-dewa lokal yang datangnya tidak telat duduk di depan. Dan merek ayang duduk di depan yang disebut namanya. Dan dalam ceramah atau pidato, tuan rumah biasanya yang banyak disebut. Lagi pula toh dewa non lokal sudah diwakili dengan kata “dewa 10.000 tata surya.”
mungkin juga ada otonomi wilayah perdewaan yah. jadi kalo acaranya di india, dewa yg jadi panitianya juga dari india, duduknya di kursi vip. kalo ngurusin kera sakti, itu otonominya dewa2 china...

tanggapan iseng juga :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 09 June 2009, 12:03:26 PM
Ada yang menganggap mutlak, kalau orang lain mempertanyakan, berarti harus dikutuk.
Ada yang menganggap pasti benar, sehingga pihak tertentu memilih menyalahkan ilmu pengetahuan daripada meragukan kitabnya.
Ada lagi yang memilih membenarkan kitabnya, sehingga tafsiran dicocok-cocokkan dengan kebenaran yang diakui.
Nah, saya mau tahu bagaimana umat Theravada menyikapi kenyataan ini.

Jadi pengen tanya, menurut om Kainyn...

jawaban yg diatas2 itu menggambarkan sikap yg seperti apa :whistle:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Elin on 09 June 2009, 12:19:50 PM
beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.

bro Indra,
boleh sharing disini gak jawaban yg tidak memuaskan di forum trus ditanyakan ke Bhikkhu dan bro Indra dpt jawaban dgn puas.. tentunya Elin tanya ini kalo ada pertanyaan related this topik..

so do I, banyak juga seh jawaban yg tidak memuaskan bagi Elin tapi so far Elin belum bisa menanyakan ke Bhikkhu..
Thanks..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 12:32:44 PM
beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.

bro Indra,
boleh sharing disini gak jawaban yg tidak memuaskan di forum trus ditanyakan ke Bhikkhu dan bro Indra dpt jawaban dgn puas.. tentunya Elin tanya ini kalo ada pertanyaan related this topik..

so do I, banyak juga seh jawaban yg tidak memuaskan bagi Elin tapi so far Elin belum bisa menanyakan ke Bhikkhu..
Thanks..
wah, saya tidak ingat lagi, tapi saya bisa membongkar2 forum ini untuk mencari, dan saya yakin anda juga bisa mencari, so... kenapa anda tidak lakukan sendiri? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 09 June 2009, 12:41:01 PM
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?

memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya  ???
trus permasalahan nya terletak dimana  ???

CMIIW,
navis

ga salah bro? coba deh bro ke thailand, lalu bandingin ama Tiongkok....

wkt saya ke bangkok, pattaya dan ayutthaya, masyarakat disana begitu ramah. Jika kita kesulitan bahasa, jauh lebih bnyk org yg bersedia membantu.... bahkan supir taksi aja liat gambar, mau bantu utk tanya di sepanjang jalan.....

wkt 1 bulan lalu ke tiongkok (beijing dan tianjin), mayoritas penduduk disana judes2.
Jualan di toko aja, kalo kita nanya, jawab sambil "sedikit" bentak.
Taksi kalo disodorin peta yg ada bhs chinese, mayoritas juga langsung tutup pintu en ga mo angkut
Di kereta MRT, bnyk org tua berdiri, sementara anak muda cuek aja duduk
Gembel, pengemis, peminta2 bukannya tidak ada tapi didorong utk pindah ke pinggiran kota, tidak boleh ada di pusat kota
Generasi muda mengalami "culture shock" karena tradisi setempat yg kuat tapi ada tradisi dari barat yg bebas

Nah saya ga tau deh kalo anda udah pergi juga dan mengalami hal yg berbeda

sorry no offense, cuma sharing mengenai kondisi negara

saya rasa budaya setempat akan menentukan prilaku manusianya... kl menurut pengalaman selama pergi ke china (beijing dan hebei) sih orangnya memang tidak ramah..hehhe.... malah di pusat perbelanjaan (ya xiu) kalo kita lihat barang dagangan dan ga jadi dimaki-maki...mereka kira saya ngga bisa mandarin kali....hahhaha..... istri saya sampai ketakutan untuk melihat-lihat barang..haahah....

karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik...

se7, tidak bisa digeneralisi seperti itu

tar berkembang menjadi SARA (bro markosprawira tentunya tidak mo seperti itu kan :P I know your identity loh, jd please don't SARA, oke? no offense)

kalau saya bilang orang indonesia juga kebanyakan jutek2 loh, karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik...  << setuju dengan pernyataan bro william phang

kalau kamu ke hongkong tapi ga bisa bahasa kanton ya dimarah-marahin dech...sapa suruh orang chinese tapi ga bisa bahasa sendiri
sama halnya kalau kita di indonesia tapi ga bisa bahasa indonesia...
oke, cukup sekian, jangan menjurus-jurus ke SARA lg, tidak ada untung nya

saya cuma menanyakan pengaruh agama terhadap keadaan sesuatu negara.

kalau sudah menjurus-jurus, y ud, please ignore the above statement

loh kok jadi SARA? bro ini aneh deh...... diatas statement bhw negara theravada itu suram... ini saya quote :
Quote
kenapa negara seperti sri langka, burma, ama thailand yang menganut paham Theravada begitu suram, begitu kelam, ato begitu ribut, tidak pernah damai?

dan yg saya alami adalah tidak seperti itu.... negara yg ramah tuh bahkan utk mereka yg tidak bisa bahasa thai

sementara utk Tiongkok, justru tidak ramah, yang anda sebut :
Quote
lain halnya seperti negara Tiongkok yang menganut paham Mahayana begitu berkembang?

dan saya jelaskan bhw tiongkok itu berkembang scr ekonomi saja, pun hanya utk kota tertentu.

Dalam hidup keseharian tidak tampak pengemis karena disingkirkan ke luar kota
Pun mengalami culture shock

Rekan lainpun saya lihat tidak bermasalah dgn postingan itu bahkan yg punya pengalaman yg beda, semua khan hanya share pengalaman.......Ga ngerti mana yg SARA krn memang demikian adanya kok....
di thai, ga ngerti bhs thai tp mereka tetap ramah. Tapi di tiongkok, ga ngerti bhs chinese, ga ramah
di indo boleh diblg ga ramah, tapi saya bilang dari berbagai penerbangan, Garuda Indonesia itu yg paling ramah

u know identity? emang ada masalah apa dengan identity saya yah?  ???

sori nih, statement anda makin lama makin aneh........ kenapa jadi mengarah ke personal identity yah?  ???

walau secara identity apapun, saya tidak bermasalah tapi plis ga perlulah OOT ke masalah personal apapun  :)

Dan sy cuma ngingetin aja bhw ini forum theravada



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 09 June 2009, 12:49:15 PM
[at] kainyn kutho
kayak gini nech, yg gw demen, berpikiran terbuka....

baru tau, kek ada kejadian gitu, thanks for the sharing...

GRP sent ya  ^-^
ups, bulan depan ya
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.

IMO, kayaknya karena dia tidak hormat kepada orang tua, sehingga bertubuh cebol (sumber Kelisila Jataka, dikatakan penyebab tubuh pendek dari Lakuntaka Bhaddiya adalah karena ia suka menghina orang-orang yang sudah tua, maka di kehidupan ini, tubuhnya menjadi pendek.)

bukan karena bangun stupa kecil (sumber Dalam RAPB (halaman 2546-2547), dikatakan Lakuntaka Bhaddiya memiliki tubuh yang pendek karena memilih membangun stupa yang kecil untuk Buddha Kassapa.)

 :-?

koq bisa ada dua versi yang berbeda ya?

Contoh :

Ada seorang anak yang kakinya luka karena kecelakaan dan jatuh dari sepedanya. Lalu ditanya penyebabnya...

- sumber A bilang : karena anak itu tidak menuruti nasehat orangtuanya, main sepeda sampai ke jalan raya.

- sumber B bilang : sepeda itu sudah agak rusak, jadi kurang baik untuk dikendarai.

Kalau dilihat sekilas memang tidak nyambung. Tapi kedua penyebab itu pun sebenarnya saling mengkondisikan.

Yup, betul sekali bro........ itu kenapa Kamma termasuk salah satu dari acinteyya

Kombinasi dari kamma saja sudah tidak bisa dipikirkan oleh pikiran manusia biasa, apalagi jika sudah bercampur dengan berbagai niyama lain seperti citta, utu, dhamma?

Sekedar mengingatkan bhw suatu vipaka bisa dilemahkan, diperkuat atau bahkan dipotong

demikianlah hendaknya dalam membahas tipitaka, atau hal2 lainnya, hendaknya kita bisa membuka wawasan, berdiskusi dgn rekan/guru, dsbnya agar tidak menduga2 sendiri saja, apalagi kalau sampai terjadi justifikasi benar atau salah

semoga bermanfaat

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 01:15:41 PM
[at]  Kainyn,

saya tidak akan mewakili umat buddha, cukup mewakili diri sendiri saja.

beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.

Kalo menurut Bro Indra sendiri, bagaimana menyikapi kenyataan adanya kekeliruan dalam kitab, seandainya memang tidak ada jawaban memuaskan dari semua orang?

Sebetulnya saya akan menyinggung mengenai kitab ini di thread Saddhā: Fanatisme Dalam Eufemisme? (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11027.0.html) sebelah. Karena thread ini juga mirip2, jadi saya pikir sama saja.





Jadi pengen tanya, menurut om Kainyn...

jawaban yg diatas2 itu menggambarkan sikap yg seperti apa :whistle:
Bagi saya adalah menggambarkan sikap yang tidak dianjurkan, tidak disetujui oleh Buddha. Tapi kembali lagi, itu pendapat pribadi.




Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 01:19:00 PM
^
^
trus bukan nya suatu agama seharusnya mencerminkan penduduknya ??? ;D
no offense loh,
apakah karena terlalu kaku n ketat sehingga mereka menjadi terkekang?

memang sich, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan agama, apakah harus menyalahkan manusia-nya  ???
trus permasalahan nya terletak dimana  ???

CMIIW,
navis

ga salah bro? coba deh bro ke thailand, lalu bandingin ama Tiongkok....

wkt saya ke bangkok, pattaya dan ayutthaya, masyarakat disana begitu ramah. Jika kita kesulitan bahasa, jauh lebih bnyk org yg bersedia membantu.... bahkan supir taksi aja liat gambar, mau bantu utk tanya di sepanjang jalan.....

wkt 1 bulan lalu ke tiongkok (beijing dan tianjin), mayoritas penduduk disana judes2.
Jualan di toko aja, kalo kita nanya, jawab sambil "sedikit" bentak.
Taksi kalo disodorin peta yg ada bhs chinese, mayoritas juga langsung tutup pintu en ga mo angkut
Di kereta MRT, bnyk org tua berdiri, sementara anak muda cuek aja duduk
Gembel, pengemis, peminta2 bukannya tidak ada tapi didorong utk pindah ke pinggiran kota, tidak boleh ada di pusat kota
Generasi muda mengalami "culture shock" karena tradisi setempat yg kuat tapi ada tradisi dari barat yg bebas

Nah saya ga tau deh kalo anda udah pergi juga dan mengalami hal yg berbeda

sorry no offense, cuma sharing mengenai kondisi negara

saya rasa budaya setempat akan menentukan prilaku manusianya... kl menurut pengalaman selama pergi ke china (beijing dan hebei) sih orangnya memang tidak ramah..hehhe.... malah di pusat perbelanjaan (ya xiu) kalo kita lihat barang dagangan dan ga jadi dimaki-maki...mereka kira saya ngga bisa mandarin kali....hahhaha..... istri saya sampai ketakutan untuk melihat-lihat barang..haahah....

karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik...

se7, tidak bisa digeneralisi seperti itu

tar berkembang menjadi SARA (bro markosprawira tentunya tidak mo seperti itu kan :P I know your identity loh, jd please don't SARA, oke? no offense)

kalau saya bilang orang indonesia juga kebanyakan jutek2 loh, karena kompetisi yang hebat disana jd lah manusianya agak egois kalo saya liat.. cuma masih banyak juga yang baik...  << setuju dengan pernyataan bro william phang

kalau kamu ke hongkong tapi ga bisa bahasa kanton ya dimarah-marahin dech...sapa suruh orang chinese tapi ga bisa bahasa sendiri
sama halnya kalau kita di indonesia tapi ga bisa bahasa indonesia...
oke, cukup sekian, jangan menjurus-jurus ke SARA lg, tidak ada untung nya

saya cuma menanyakan pengaruh agama terhadap keadaan sesuatu negara.

kalau sudah menjurus-jurus, y ud, please ignore the above statement

loh kok jadi SARA? bro ini aneh deh...... diatas statement bhw negara theravada itu suram... ini saya quote :
Quote
kenapa negara seperti sri langka, burma, ama thailand yang menganut paham Theravada begitu suram, begitu kelam, ato begitu ribut, tidak pernah damai?

dan yg saya alami adalah tidak seperti itu.... negara yg ramah tuh bahkan utk mereka yg tidak bisa bahasa thai

sementara utk Tiongkok, justru tidak ramah, yang anda sebut :
Quote
lain halnya seperti negara Tiongkok yang menganut paham Mahayana begitu berkembang?

dan saya jelaskan bhw tiongkok itu berkembang scr ekonomi saja, pun hanya utk kota tertentu.

Dalam hidup keseharian tidak tampak pengemis karena disingkirkan ke luar kota
Pun mengalami culture shock

Rekan lainpun saya lihat tidak bermasalah dgn postingan itu bahkan yg punya pengalaman yg beda, semua khan hanya share pengalaman.......Ga ngerti mana yg SARA krn memang demikian adanya kok....
di thai, ga ngerti bhs thai tp mereka tetap ramah. Tapi di tiongkok, ga ngerti bhs chinese, ga ramah
di indo boleh diblg ga ramah, tapi saya bilang dari berbagai penerbangan, Garuda Indonesia itu yg paling ramah

u know identity? emang ada masalah apa dengan identity saya yah?  ???

sori nih, statement anda makin lama makin aneh........ kenapa jadi mengarah ke personal identity yah?  ???

walau secara identity apapun, saya tidak bermasalah tapi plis ga perlulah OOT ke masalah personal apapun  :)

Dan sy cuma ngingetin aja bhw ini forum theravada





saya ga aneh bro, cuma

jangan mengarah ke SARA ya...
oke.  no offense, tidak ada dendam pribadi, tidak ada maksud ke personal personal, karena saya menghargai banget privacy seseorang ;D
sori kalau anda mengganggap saya sudah masuk ke area pribadi anda...  ^:)^

 _/\_

back to topic
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 01:26:25 PM

Yup, betul sekali bro........ itu kenapa Kamma termasuk salah satu dari acinteyya

Kombinasi dari kamma saja sudah tidak bisa dipikirkan oleh pikiran manusia biasa, apalagi jika sudah bercampur dengan berbagai niyama lain seperti citta, utu, dhamma?

Sekedar mengingatkan bhw suatu vipaka bisa dilemahkan, diperkuat atau bahkan dipotong

demikianlah hendaknya dalam membahas tipitaka, atau hal2 lainnya, hendaknya kita bisa membuka wawasan, berdiskusi dgn rekan/guru, dsbnya agar tidak menduga2 sendiri saja, apalagi kalau sampai terjadi justifikasi benar atau salah

semoga bermanfaat

metta


Di sini bukan benar dan salah dalam artian makna ajaran, tetapi penulisan.
Jika dua orang bercerita ketika mereka sedang berjalan, maka mereka bertemu dengan Buddha dan meminta 1 nasihat singkat. Yang satu berkata:
- "Pada waktu itu Buddha hanya mengatakan satu kalimat: 'latihlah diri menghindari pembunuhan!'"
satunya lagi berkata:
- "Pada waktu itu Buddha hanya mengatakan satu kalimat: 'kembangkanlah cinta kasih!'"
Maka secara ajaran/dhamma, kedua hal ini adalah tidak bertentangan sama sekali. Tetapi secara penulisan, kutipan dan fakta, salah satu penulisan itu pasti salah.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 09 June 2009, 01:31:42 PM
kalau masalah prilaku masyarakat dengan pengaruh agama, saya rasa agama pada universal umumnya mengajarkan untuk berprilaku baik...
saya juga pernah ke GZ,dan SZ, disitu memang ada beberapa orang yang kasar, dan ada juga yg baik....relatif lah
sama di indo, tidak semua penduduk agama islam baik, ada juga KTP islam tapi selalu mengisi acara "BUSER" di TV.




kalo om mercedes sendiri lebih prefer kemana :-? Thera apa Maha ?
terkait dengan konsep,
sebelum saya menjawab saya balik bertanya kepada anda...

apakah anda pernah menderita sampai membuat batin anda betul-betul angkat tangan?
ketika itu mungkin anda berpikir,seandai-nya "saya tidak lahir lagi"

saya ingin komen mengenai statement "saya tidak lahir lagi"
manknya om mercy pernah lahir sebelomnya :-?  tau darimana? dikasih tau orang kah?

kalo untuk jawaban saya adalah "Ya" tapi untuk "tidak pernah terlahir". karena yg saya tahu saya cuma lahir saat ini saja.


Quote
................................................
................................................
................................................

berbeda dengan Mahayana, disitu Sangbuddha lahir dan terus lahir mengalami 1 kombo paket tak terpisahkan.....bahkan saya sendiri tidak melihat ada-nya kebahagiaan ketika menjadi seorang buddha.
makanya saya tanya, buddha membahagiakan dari segi mana-nya?

Jadi om mercy lebih memilih paket Theravada, dimana dikatakan si Buddha gak lahir2 lagi, laen sama Mahayana dimana walau Buddha itu bisa lahir lagi?
Kenapa gak ambil paket tetangga aja om? kan paket tetangga lebih mudah dan paketnya lebih menggiurkan...


Quote
saya mempelari Theravada bukan dari pertama membaca dan meyakini, melainkan dari pengalaman langsung dan semua itu tertulis dalam sutta.....ajaran buddha..
berbaur dalam 1 pengalaman dan rasa.....
saya ibarat sudah jalan setengah dan melalui apa yang saya lihat dari perjalanan setengah ini, semua ini saling connect..
jadi tentu saya jadi lebih yakin...walau belum menyelesaikan setengah lagi.
ibarat sudah ada "panjar" pembuktian.

----------------------
sy beri perumpamaan...

anda disuruh mencari sebuah rumah beratap biru, disebuah kota.
dalam Theravada semua jadi jelas...
misalkan anda jalan lurus betemu jalan ini, akan ada rumah hijau, kalau anda belok kanan akan ada rumah ini itu..
lalu di persimpangan jalan akan ada ini, dan itu, terus ini itu.

yah ibarat anda punya tour-guide yang mengetahui seluk beluk kota.....ketika anda belum melihat rumah beratap biru...
tetapi tour guide ini telah memperlihatkan kemampuannya....jadi anda memiliki keyakinan pada tour-guide ini...
bahkan tour-guide ini mengetahui ttg isi rumah beratap biru.


dalam mahayana ( saat ini )
disuruh ibarat disuruh mencari rumah beratap biru ( sama dengan contoh atas )
tetapi tidak ada dikatakan bahwa ketika anda belok kiri akan menemukan apa, belok kanan menemukan apa...ini itu semua nya tidak ada...
yang ada hanya dikatakan ketika anda menemukan rumah beratap biru, anda adalah seorang pemenang.
bahkan isi dari rumah beratap biru pun tidak ada penjelasannya...
kalau anda punya tour guide seperti ini, apakah anda mau menyewa jasa nya?
lantas dari mana keyakinan anda menyewa jasa dari orang ini?


alangkah baiknya ketika memberikan penjelasan seperti visudhi magga dalam latihan......
ada dijelaskan kilesa apa-apa yang hancur, kemudian cara mengetahuinya,kemudian memakai objek apa,
jika halangan ini timbul di jelaskan cara mengatasi-nya...

tetapi disini kebanyakan "anda melafalkan amitabha dengan sepenuh hati bisa masuk alam sukhavati"
apakah standar kebenaran untuk mengetahui hal itu?

agama tetangga, dalam proses kesembuhan ilahi/mujizat...dikatakan bahwa orang yg tidak sembuh ,berarti iman-nya kepada mr.Y kurang kuat........karena dalam kitab tertulis
"aku-lah jalan kebenaran dan hidup,tiada seorangpun dapat menemui my boss, tanpa melalui aku"
padahal orang tersebut sudah berdiri didepan, bahkan ber-doa sambil air matanya keluar.....

bagaimana seandainya saya mempelajari nian fo "amitabha" lantas terlahir di alam sengsara, dan dijelaskan bahwa nian fo saya kurang kuat keyakinannya...
saya tinggal menjawab, bagaimana mau kuat kalau penjelasannya hanya seperti motto nike [just do it.]
bahkan untuk mengetahui sukses tidaknya masuk alam sukhavati kita sendiri tidak tahu.
dan hanya kematian baru tahu...apakah anda mau mengorbankan kehidupan anda kepada sesuatu yang anda tidak ketahui kepastian dalam kehidupan ini?

kira-kira kalau kejadian begini saudara hatred, anda mau menyewa tour guide mana?

salam metta.

Saya kurang tahu dengan pemahaman Mahayanis yg benar, apakah prinsip dhamma nya seperti itu, dimana hanya ada kepala dan ekor tanpa ada gambaran mengenai badan.

tetapi bila memang seperti itu dan hanya ada dua tour guide saja yg seperti diberikan dalam pilihan, maka saya lebih memilih tour guide yg Theravada.


Cuma yg mo saya tanyakan adalah, Kebenaran apa saja yg sudah anda buktikan di Theravada? yg tidak ada di paham manapun

saudara Hatred,
saudara hatred mengenai sudah tidak nya saya melihat kehidupan lampau saya,
cukup lihat sekarang....

begini...ada sebuah film yang anda nonton disitu anda yang berperan....
anda telah makan makanan yang paling tidak enak,katakan lah ayam-basi, kemudian anda telah mengetahui rasa dari makanan ayam-basi,
apakah ketika anda ditanya, pernahkah sebelumnya anda makan makanan seperti itu oleh seseorang....

tentu anda tidak akan mau peduli lagi pernah atau tidak nya, yang jelas "tidak mau lagi makan ayam basi" ^^

sama seperti saya, saya tidak perlu menunggu merealisasikan kemampuan mengingat kehidupan lampau sampai se-detail-detailnya, karena sy sudah merasakan betapa menderita nya proses hidup ini.
terkait sudah tidak nya saya memiliki kemampuan mengingat andai/walau saya berkata "ya", saya pikir cara ini bukan cara cocok untuk memperlihatkan sesuatu yang saya alami kepada anda...mengenai apa yang saya selami dari dhamma sebagai suatu kenyataan hidup.

Quote
Cuma yg mo saya tanyakan adalah, Kebenaran apa saja yg sudah anda buktikan di Theravada? yg tidak ada di paham manapun
begini, di T disitu ada tentang 4 kesunyataan mulia yang menggambarkan kenyataan......atau dengan kata lain sekarang pun bisa di selami.

kalau masalah realisasi batin yang saya alami, saya rasa bukan suatu hal cocok apabila saya menceritakan pencapaian apa saja yg saya alami. ( terkait benar tidak nya masih relatif bagi anda )
tetapi saya rasa lebih cocok menceritakan mengenai apa saja latihan untuk mencapai apa yang sy capai  _/\_

sedangkan versi agama lain, mati dulu baru diselami...dan lagi....tidak memberikan gambaran kenyataan.....
sy ambil dari agama mr.Y
dikatakan BOSS nya adalah MAHA-PENGASIH...terus dalam kitab-nya...ditulis kalau "bawahaan" boss tersebut meminta izin kepada sang BOSS untuk mencelakakan "anak-boss" ( manusia sering disebut sebagai anak T*han)
dan kemudian, parah-nya BOSS ini "menyetujui" permintaan "bawahannya" apakah ini bisa disebut "maha-pengasih"

bahkan bagaimana seandainya anda adalah boss besar, punya bawahan seperti itu ( dan parahnya anda lah yang memperkerjakan bawahan tersebut )
saya rasa orang tua sejahat apapun tidak akan menyuruh dengan sengaja mencelakakan anak sendiri.
berarti BOSS mr.Y lebih parah dari binatang.
( karena dikatakan binatang saja masih tidak akan membunuh anak sendiri dengan sengaja,kecuali karena kelaparan. )
masa BOSS besar MAHA-BISA ga punyaa duit beli makanan....

kemudian paling dekat yakni aliran Mahayana.
disitu Buddha nya tidak konsisten, Buddha ibarat membagikan brosur, bahwa "TA" adalah paling indah di jakarta, tapi Buddha nya malah milih DUFAN....
kemudian banyak sekali kata-kata/maupun tingkah laku buddha sungguh sebuah menjadi pertanyaan besar karena selalu bertolak belakang.

sebentar bilang A, kemudian dikemudian hari B....jangankan Buddha, manusia biasa saja kalau suka bohong dan berprilaku lain dari apa yang dia ucapkan...>> apakah manusia ini bisa dipandang AGUNG,kemudian SUCI?
lalu dengan enteng dikatakan "ini adalah diluar logika dan akal sehat manusia"

yah jelas memang di luar logika dan akal sehat....karena prilaku seperti itu sudah masuk kategori prilaku "orang gila" ( maaf saya jujur saja )
bahkan jujur saja mr.Y bahkan jauh lebih baik dari Buddha...
karena Buddha seperti aktor laga professinal hollywood

setahu saya mr.Y saja tidak pernah ber-akting bahkan berbuat perbuatan rendah dengan atas nama kesucian dan orang tercerahkan...

makanya saya disini dan mungkin rekan-rekan yang berpandangan sama, meminta alasan buddha yang memang bisa diterima dengan akal sehat dengan melakukan perbuatan akting-nya....
tetapi alasan itu tidak pernah di lontarkan...
bahkan yang ada
"buddha melakukan hal ini, dikarenakan beliau ber-emansipasi dalam tubuh manusia biasa"

sungguh fantastis.....bravo dah mahayana.


bagaimana seandainya saya mempelajari nian fo "amitabha" lantas terlahir di alam sengsara, dan dijelaskan bahwa nian fo saya kurang kuat keyakinannya...
saya tinggal menjawab, bagaimana mau kuat kalau penjelasannya hanya seperti motto nike [just do it.]
bahkan untuk mengetahui sukses tidaknya masuk alam sukhavati kita sendiri tidak tahu.
dan hanya kematian baru tahu...apakah anda mau mengorbankan kehidupan anda kepada sesuatu yang anda tidak ketahui kepastian dalam kehidupan ini?

kira-kira kalau kejadian begini saudara hatred, anda mau menyewa tour guide mana?

salam metta.

kalau setelah mati, anda ketemu Mr. J, gimana coba?
dan ternyata ajaran dia yang bener ???
dengan statement anda diatas, berarti dengan begitu mengugurkan agama2 yang lain,
ingat kita hidup di negara beragama, bukan negara agama.
saudara navis, seperti nya anda tidak mengerti apa yang saya tulis sebelumnya....

buddha berkata "hidup ini tidak kekal,dan segala-galanya dapat berubah"  > sekarang pun anda bisa merealisasikan.
mr.Y berkata "percaya pada saya baru masuk surga" > ini disebut "nanti setelah mati" baru bisa merealiasikan.
apakah anda mengerti dengan kata-kata saya mengenai "panjar" pembuktian.

saya buat perumpamaan cerita ^^ simak ya.

versi Buddha.
dalam ajaran buddha,buddha memberikan selebaran BROSUR....disitu tertulis...kunjungilah JAKARTA,
ada tugu MONAS, terus anda bisa ke DUFAN dimana dunia permainan....dan kunjungilah pameran di PRJ.....
dan Buddha mengatakan "di jakarta tempat paling bagus di kunjungi adalah "TA(taman anggrek mall)"
bahkan di brosur tersebut lengkap map rute jalanan........anda tidak perlu takut nyasar !!!

kemudian saya pergi ke-jakarta ( tanpa tahu bahwa buddha telah menyebar brosur ).
saya melihat monas,kemudian saya melihat DUFAN lagi....setelah perjalanan dari dufan dan mau pulang, tiba-tiba saya melihat ada brosur jatuh didepan mata....saya mengambil dan melihat...
oh, ternyata di jakarta masih ada PRJ belum saya kunjungi, kemudian dikatakan TA adalah tempat terbaik di jakarta.

disini walau belum melihat PRJ dan TA...saya seperti sudah memiliki keyakinan karena BROSUR tersebut telah terbukti setengah-nya.

kasus ini, dimana adalah saya mengenal agama buddha melalui pengalaman/peristiwa dulu, baru mempelajari agama buddha.
ada juga kasus dimana seseorang mengambil brosur dulu, baru pergi ke jakarta....
sama seperti saudara markos bilang....orang yang merealisasikan fakta sulit untuk berkata tidak....karena pasti saddha nya lebih tinggi...yah jelas karena telah mengalami.


versi mr.Y
mr.Y  sama membagikan BROSUR.....datanglah ke JAKARTA anda akan melihat "istana kepresidenan" kemudian ada "bakmi GM" yang luar biasa enak.....dan tempat paling istimewa adalah " hotel XXX "

begitu orang datang dan mengambil brosur, tentu orang keherangan,bagaimana pergi ke JAKARTA?
mr.Y jawab....anda harus menghabiskan semua tabungan anda, harta anda, keluarga anda....barulah bisa ke-jakarta.
ini ibarat disuruh mati dulu baru bisa ke jakarta.....
apakah anda mau investasi semua harta tanpa kepastian?

bahkan brosur nya pun tidak jelas.....tidak tertera MAP rute jalan......bagaimana bisa ke tempat2 tersebut..?

dan sekarang anda bertanya pada saya, bagaimana misalkan mr.Y benar-benar ada dan Boss nya adalah penguasa..
jelas saja saya tinggal bilang mr.Y kan adalah jalan satu-satunya untuk bertemu BOSS....
mengapa tidak datang kerumah membagikan brosur?.......bukankah langganan pertama harus tatap muka biar timbul kepercayaan....kan Boss nya punya kemampuan "MAHA-BISA"
cukup antarkan saya ke-jakarta lah walau 10 detik saja...."cincaiii lah" BOSS-nya kan "MAHA" mungkin "MAHA-CINCAIII" juga.

jadi pertanyaan anda adalah pertanyaan yang tidak mungkin saya alami, karena hal itu telah saya lalui....

 _/\_
salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 01:36:04 PM
^
^
waks, panjang benerrrr.....
ngak tau dech, mumet ndasku...

ya semoga bro marcedes cepat merealisasikan nirvana, n satu lagi, kalau sudah nirvana, jangan engkau lupakan kita2 ini ya.... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Shining Moon on 09 June 2009, 02:07:22 PM
 [at]  topi merah yang suka nanya2 ttg kehidupan lampau,
Kemarin waktu ikutan seminar lung po jumnean (nulisnya kayaknya salah), lung po dengan arif menjawab pertanyaan seseorang tentang perlu tidaknya regresi hipnoterapi untuk melihat kelahiran kembali. Kata beliau (kata2nya tidak persis verbatim-nya ya), 'untuk apa melihat kehidupan lampau, jika setiap kali kita melihat ke dalam kehidupan lampau hanyalah ada penderitaan?'
duh, jawaban ini pas banget buat saya yang pernah iseng2 hipnoterapi (pernah saya ceritain kan di thread lain). Memori yang berhasil saya re-call hanyalah penderitaan...
Sebenernya jawaban lung po jauh lebih bagus daripada yang bisa saya tulis, sori kalo jadi ada yang bingung..

omong2 soal buddhisme dan pengaruh negara, saya belum mendapat kesempatan prgi ke thailand. Tapi, bhikkhu2 thai di indo ramah bukan main...sampai suami saya terheran2.
 tapi, saya pernah berkunjung ke taiwan di markas besarnya fo guang shan yang nota bene adalah aliran mahayana. Di situ, saya yang terheran2 melihat keramahan bhiksu2/ni. Mereka bener2 mendahulukan kepentingan umat. Sebagai contoh, saat pertama tiba di fo guang shan dalam keadaan hujan. Bhiksu2 yang berpapasan dengan rombongan keluarga saya (yang kelelahan baru tiba, dengan kopor berat2), merelakan payungnya untuk dipakai saya sekeluarga. Saya sampai bengong melihat keramahan bhiksu2 di sana...
jadi, kalau diambil generalisasi bahwa negara buddhis spt thai suram, kelam, kelabu sepertinya nggak pas ya. Juga kalau kita generalisasi negara basis mahayana spt tiongkok, taiwan jutek2, juga ga pas...(mungkin yang jutek2 itu cuman cungcungcep aja atau udah pindah agama) hehehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Elin on 09 June 2009, 02:12:21 PM
Bro marcedes, bolehkah ceritanya lebih dipersingkat?
sorry.. yg baca juga jd pusink neh kaya Elin..  8-}
trus sampai banyak yg di quote gt ya...
I guess yg penting dan mau dikomentarin aja yg di quote..

maaf ya kalo komentar Elin menimbulkan ketidaknyamanan bagi bro marcedes.. _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 02:40:29 PM
[at]  Kainyn,

saya tidak akan mewakili umat buddha, cukup mewakili diri sendiri saja.

beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.

Kalo menurut Bro Indra sendiri, bagaimana menyikapi kenyataan adanya kekeliruan dalam kitab, seandainya memang tidak ada jawaban memuaskan dari semua orang?



sejauh ini saya selalu mendapatkan jawaban memuaskan. tapi baiklah mari kita berandai2, seandainya demikian, setelah terbukti bahwa itu salah, tentu saya akan menerima bahwa itu salah, menurut saya adalah tidak bijaksana secara ngotot mempertahankan sesuatu yg salah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 09 June 2009, 03:23:38 PM
[at]  Kainyn,

saya tidak akan mewakili umat buddha, cukup mewakili diri sendiri saja.

beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.

Kalo menurut Bro Indra sendiri, bagaimana menyikapi kenyataan adanya kekeliruan dalam kitab, seandainya memang tidak ada jawaban memuaskan dari semua orang?



sejauh ini saya selalu mendapatkan jawaban memuaskan. tapi baiklah mari kita berandai2, seandainya demikian, setelah terbukti bahwa itu salah, tentu saya akan menerima bahwa itu salah, menurut saya adalah tidak bijaksana secara ngotot mempertahankan sesuatu yg salah.
Setuju, bukannya malah yang salah di bela dengan alasan tidak ada yang salah dalam isinya, trus malah di perbanyak lagi :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 03:37:01 PM
[at]  Kainyn,

saya tidak akan mewakili umat buddha, cukup mewakili diri sendiri saja.

beberapa kali saya menemukan dilemma seperti ini, dan yg saya lakukan adalah melemparkan ke forum dan mencoba untuk belajar dari teman2. kadang2 saya cukup puas dengan penjelasan teman2, tapi juga pernah tidak puas, kalau tidak puas maka saya tanyakan lagi kepada para bhikkhu yang saya anggap memiliki pengetahuan.

Kalo menurut Bro Indra sendiri, bagaimana menyikapi kenyataan adanya kekeliruan dalam kitab, seandainya memang tidak ada jawaban memuaskan dari semua orang?



sejauh ini saya selalu mendapatkan jawaban memuaskan. tapi baiklah mari kita berandai2, seandainya demikian, setelah terbukti bahwa itu salah, tentu saya akan menerima bahwa itu salah, menurut saya adalah tidak bijaksana secara ngotot mempertahankan sesuatu yg salah.
Setuju, bukannya malah yang salah di bela dengan alasan tidak ada yang salah dalam isinya, trus malah di perbanyak lagi :))
gue gak ada nyogok atau ngancam kan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 03:38:20 PM
 [at]  Indra & ryu

Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 09 June 2009, 03:40:27 PM
Sebetulnya yang saya tanyakan bukan yang mana yang benar, tetapi bagaimana umat Buddha menyikapinya.


 [at]  naviscope
Selama saya baca, memang banyak perbedaan-perbedaan begitu baik besar maupun kecil, tapi tidak mencatatnya karena memang saya baca bukan dengan tujuan nyari2 kesalahan.

Setahu saya, tidak ada kitab suci yang sempurna, pasti semua ada cacatnya. Yang membuat perbedaan adalah bagaimana suatu ajaran menyikapi kitab sucinya.
Ada yang menganggap mutlak, kalau orang lain mempertanyakan, berarti harus dikutuk.
Ada yang menganggap pasti benar, sehingga pihak tertentu memilih menyalahkan ilmu pengetahuan daripada meragukan kitabnya.
Ada lagi yang memilih membenarkan kitabnya, sehingga tafsiran dicocok-cocokkan dengan kebenaran yang diakui.
Nah, saya mau tahu bagaimana umat Theravada menyikapi kenyataan ini.


+ ada yang sudah diberitahu malah menunjukan bahwa ajaran lain pun juga ada yang salah :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 03:42:47 PM
[at]  Indra & ryu

Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?

kalau terbukti salah semua terutama ajaran essentialnya, maka saya tentu tidak beragama buddha lagi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 09 June 2009, 03:46:30 PM
[at]  Indra & ryu

Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?
balik lagi ke basic dong, ajaran Buddha paling2 mendasar apa, saya rasa bukan untuk membenarkan hal2 yang belum tentu benar, ajaran dasar itu yang terpenting yaitu 4KM da JMB8.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 03:51:31 PM
[at]  Indra & ryu

Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?

kalau terbukti salah semua terutama ajaran essentialnya, maka saya tentu tidak beragama buddha lagi

Bukan, bukan ajaran intinya, tetapi di kitabnya. Mayoritas orang tidak mengakui kalau kitab agamanya ada berisi kekeliruan. Sekarang ada yang mengakui bahwa ada kekeliruan (bukan ajaran, tetapi penulisan) tapi kok masih beragama itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 03:55:19 PM
Sebetulnya yang saya tanyakan bukan yang mana yang benar, tetapi bagaimana umat Buddha menyikapinya.


 [at]  naviscope
Selama saya baca, memang banyak perbedaan-perbedaan begitu baik besar maupun kecil, tapi tidak mencatatnya karena memang saya baca bukan dengan tujuan nyari2 kesalahan.

Setahu saya, tidak ada kitab suci yang sempurna, pasti semua ada cacatnya. Yang membuat perbedaan adalah bagaimana suatu ajaran menyikapi kitab sucinya.
Ada yang menganggap mutlak, kalau orang lain mempertanyakan, berarti harus dikutuk.
Ada yang menganggap pasti benar, sehingga pihak tertentu memilih menyalahkan ilmu pengetahuan daripada meragukan kitabnya.
Ada lagi yang memilih membenarkan kitabnya, sehingga tafsiran dicocok-cocokkan dengan kebenaran yang diakui.
Nah, saya mau tahu bagaimana umat Theravada menyikapi kenyataan ini.


+ ada yang sudah diberitahu malah menunjukan bahwa ajaran lain pun juga ada yang salah :))

Ada 2 macam orang "mempromosikan" komoditi. Yang pertama adalah memberitahukan keunggulan produknya, dan yang ke dua adalah menjelekkan produk tetangga. Yang menggunakan cara ke dua, biasanya adalah sales-sales kurang PD dengan produknya yang kwalitas II.



[at]  Indra & ryu

Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?
balik lagi ke basic dong, ajaran Buddha paling2 mendasar apa, saya rasa bukan untuk membenarkan hal2 yang belum tentu benar, ajaran dasar itu yang terpenting yaitu 4KM da JMB8.
:)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 09 June 2009, 03:57:38 PM
^
  kalo om kain sendiri ditanya kek gitu gmana :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 09 June 2009, 03:58:51 PM
^ nah kalau ada kesalahan ya kita jangan percayailah, gitu aja ko repot, jangan yang salah itu di bela mati2an :))



Yang ke dua itu bisa untuk menambah PD juga lho :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 09 June 2009, 03:59:39 PM

Yup, betul sekali bro........ itu kenapa Kamma termasuk salah satu dari acinteyya

Kombinasi dari kamma saja sudah tidak bisa dipikirkan oleh pikiran manusia biasa, apalagi jika sudah bercampur dengan berbagai niyama lain seperti citta, utu, dhamma?

Sekedar mengingatkan bhw suatu vipaka bisa dilemahkan, diperkuat atau bahkan dipotong

demikianlah hendaknya dalam membahas tipitaka, atau hal2 lainnya, hendaknya kita bisa membuka wawasan, berdiskusi dgn rekan/guru, dsbnya agar tidak menduga2 sendiri saja, apalagi kalau sampai terjadi justifikasi benar atau salah

semoga bermanfaat

metta


Di sini bukan benar dan salah dalam artian makna ajaran, tetapi penulisan.
Jika dua orang bercerita ketika mereka sedang berjalan, maka mereka bertemu dengan Buddha dan meminta 1 nasihat singkat. Yang satu berkata:
- "Pada waktu itu Buddha hanya mengatakan satu kalimat: 'latihlah diri menghindari pembunuhan!'"
satunya lagi berkata:
- "Pada waktu itu Buddha hanya mengatakan satu kalimat: 'kembangkanlah cinta kasih!'"
Maka secara ajaran/dhamma, kedua hal ini adalah tidak bertentangan sama sekali. Tetapi secara penulisan, kutipan dan fakta, salah satu penulisan itu pasti salah.

ehm, bro Kai..... kekna ilustrasi anda ga nyambung deh...... kalo anda ilustrasi, seolah2 semuanya itu 1 waktu, ada 2 ucapan yg salah.....

sementara dari http://www.palikanon.com/english/pali_names/l/lakuntaka_th.htm dan http://www.palikanon.com/english/pali_names/ku/kelisiila_jat_202.htm, tidak disebutkan sama sekali mengenai adanya waktu yang sama loh.....

kalau saya bilang, itu yg dibilang bhw Kamma itu acinteyya, bhw tubuh yg kecil, merupakan perpaduan dari kamma memilih membangun stupa yg kecil, dengan hasil dari mengolok2 orang tua

itupun baru dari 2 kamma, belum jika ada kombinasi dan permutasi dari berbagai komponen lainnya

but it's my opinion only......


metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 04:00:13 PM
[at]  Indra & ryu

Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?

kalau terbukti salah semua terutama ajaran essentialnya, maka saya tentu tidak beragama buddha lagi

Bukan, bukan ajaran intinya, tetapi di kitabnya. Mayoritas orang tidak mengakui kalau kitab agamanya ada berisi kekeliruan. Sekarang ada yang mengakui bahwa ada kekeliruan (bukan ajaran, tetapi penulisan) tapi kok masih beragama itu?
ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.

sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 09 June 2009, 04:03:26 PM
[at]  Indra & ryu

Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?

kalau terbukti salah semua terutama ajaran essentialnya, maka saya tentu tidak beragama buddha lagi

Bukan, bukan ajaran intinya, tetapi di kitabnya. Mayoritas orang tidak mengakui kalau kitab agamanya ada berisi kekeliruan. Sekarang ada yang mengakui bahwa ada kekeliruan (bukan ajaran, tetapi penulisan) tapi kok masih beragama itu?

Menarik juga pertanyaannya...

Bagi saya, kekeliruan penulisan seperti itu bukan menjadi hal yang memarginalkan esensi dari ajaran agama itu. Bahkan tidak peduli apakah Buddha Gotama itu pernah hidup atau hanya sebuah karangan fiksi, namun yang jelas esensi ajaran (Buddhisme) itu masih cukup sahid. Dan itulah yang saya jadikan pedoman, dan alasan mengapa sampai saat ini saya masih berjalan di Buddhadhamma.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 09 June 2009, 04:05:24 PM
ikutan jawab ah.. :P

kalo saya.... Justru karena pelajaran agama buddha i gak beragama Buddha.. :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 09 June 2009, 04:13:45 PM
Dhamma sebagai suatu kebenaran akan tetap ada, terserah mereknya

sebagaimana hukum gravitasi tetap ada, walau tidak dirumuskan oleh Newton
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 04:31:51 PM
^ nah kalau ada kesalahan ya kita jangan percayailah, gitu aja ko repot, jangan yang salah itu di bela mati2an :))



Yang ke dua itu bisa untuk menambah PD juga lho :))

dan berharap acek ryu, tidak kecewa ya dan bisa legowo, ternyata di theravada juga mengalami hal yang sama, ada kekeliruan... ;D

no offense,
navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 04:33:48 PM
[at]  Indra & ryu

Kalo seandainya kemudian ada orang bertanya, "udah tahu salah kok masih beragama Buddha?", gimana kalian menyikapi pertanyaan itu?

kalau terbukti salah semua terutama ajaran essentialnya, maka saya tentu tidak beragama buddha lagi

Bukan, bukan ajaran intinya, tetapi di kitabnya. Mayoritas orang tidak mengakui kalau kitab agamanya ada berisi kekeliruan. Sekarang ada yang mengakui bahwa ada kekeliruan (bukan ajaran, tetapi penulisan) tapi kok masih beragama itu?

salah satu, contoh nya, mas kainyn kutho, bisa legowo dengan mengakui adanya kekeliruan dalam penulisan nya
bukan ajaran nya...

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 04:37:03 PM
ikutan jawab ah.. :P

kalo saya.... Justru karena pelajaran agama buddha i gak beragama Buddha.. :))

trus loe agama apa donk?
loe ga bole loh tidak beragama, tar disangka komunis lagi, hehehe...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 04:39:54 PM
Dhamma sebagai suatu kebenaran akan tetap ada, terserah mereknya

sebagaimana hukum gravitasi tetap ada, walau tidak dirumuskan oleh Newton
^
se7

yup, toh akhirnya, sungai tetap bermuara ke laut
mungkin jalan-nya j kale yang beda
kan banyak jalan menuju roma ^_^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 04:40:29 PM
ehm, bro Kai..... kekna ilustrasi anda ga nyambung deh...... kalo anda ilustrasi, seolah2 semuanya itu 1 waktu, ada 2 ucapan yg salah.....

sementara dari http://www.palikanon.com/english/pali_names/l/lakuntaka_th.htm dan http://www.palikanon.com/english/pali_names/ku/kelisiila_jat_202.htm, tidak disebutkan sama sekali mengenai adanya waktu yang sama loh.....

kalau saya bilang, itu yg dibilang bhw Kamma itu acinteyya, bhw tubuh yg kecil, merupakan perpaduan dari kamma memilih membangun stupa yg kecil, dengan hasil dari mengolok2 orang tua

itupun baru dari 2 kamma, belum jika ada kombinasi dan permutasi dari berbagai komponen lainnya

but it's my opinion only......


metta

Iya, ga nyambung dengan ajaran. Yang saya ilustrasikan adalah penulisannya. Dua orang melihat 1 kejadian, yang satu menulis komentar dhammapada, yang satu lagi menulis komentar apadana.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 09 June 2009, 04:43:59 PM
^ nah kalau ada kesalahan ya kita jangan percayailah, gitu aja ko repot, jangan yang salah itu di bela mati2an :))



Yang ke dua itu bisa untuk menambah PD juga lho :))

dan berharap acek ryu, tidak kecewa ya dan bisa legowo, ternyata di theravada juga mengalami hal yang sama, ada kekeliruan... ;D

no offense,
navis

lho kenapa kecewa? aye khan mahayana, berhak dong kecewa ke mahayana :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 04:51:42 PM
ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.

sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn

Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.




^
  kalo om kain sendiri ditanya kek gitu gmana :-?
Sederhana. Saya akan katakan ajaran Buddha bukanlah ajaran yang menggantungkan hidup-mati, benar-salah pada kitab. Itulah yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lain. Kepada umat Kalama, Buddha sudah mengatakan "kitab belum tentu benar". Lalu kenapa kita sendiri malah ngotot kitab harus benar?

Umat lain boleh klaim kitabnya PASTI GA ADA SALAH, karena ditulis dengan intervensi mahluk adikuasa. Ajaran Buddha tidak demikian. Semua kitab hanyalah sebuah pesan berantai dari manusia ke manusia lainnya, yang tentu saja sarat dengan kesalahan (walaupun maknanya belum tentu salah). Itulah sebabnya semua kitab dimulai dengan "evam me suttam" ("demikianlah yang kudengar").




Menarik juga pertanyaannya...

Bagi saya, kekeliruan penulisan seperti itu bukan menjadi hal yang memarginalkan esensi dari ajaran agama itu. Bahkan tidak peduli apakah Buddha Gotama itu pernah hidup atau hanya sebuah karangan fiksi, namun yang jelas esensi ajaran (Buddhisme) itu masih cukup sahid. Dan itulah yang saya jadikan pedoman, dan alasan mengapa sampai saat ini saya masih berjalan di Buddhadhamma.
Setuju sekali. Ajaran Buddha selalu mengembalikan kebenaran pada diri masing-masing, bukan pada buku. Itulah esensi Buddha-dhamma. Jadi memang Buddhisme bukan ajaran "kitab-sentrisme".

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 09 June 2009, 04:55:57 PM
kalo gitu saat mempertanyakan ajaran,,,, tanya kemana donk......
kalo kitab aja gak bisa dijadikan pegangan :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 05:00:23 PM
kalo gitu saat mempertanyakan ajaran,,,, tanya kemana donk......
kalo kitab aja gak bisa dijadikan pegangan :-?

Kembalikan pada kebenaran pribadi, sejauh yang mampu kita cerna.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 05:00:57 PM
ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.

sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn

Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.


yaiks.... ternyata bro kainyn kutho nakal ya... wakakaka...

cuma saling belajar saja, no hard feeling, kita ini semua bersaudara
saudara saudara sedharma ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 05:09:36 PM
kalo gitu saat mempertanyakan ajaran,,,, tanya kemana donk......
kalo kitab aja gak bisa dijadikan pegangan :-?

kitab bisa dipegang bro... hehehe...
kata sapa ga bisa dipegang ;D

yang penting liat mana yang paling benar menurut anda, dan mana yang lebih cocok dengan anda

kalau mo tanya ama sang buddha, ga mungkin, uda parinibbana soalnya... ;D
kalau dia ada, saya juga mo tanya, tapi no luck
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 05:09:42 PM
yaiks.... ternyata bro kainyn kutho nakal ya... wakakaka...

cuma saling belajar saja, no hard feeling, kita ini semua bersaudara
saudara saudara sedharma ;D

Saya hanya suka main "jebakan" untuk menjebak orang yang berpandangan putar-putar. Bukan "nakal", saya belajar itu juga dari sutta kok :)
Saya juga pernah mengatakan di forum lain bahwa umat lain boleh punya "Saudara Seiman", Buddhist boleh punya "Saudara sedharma", tapi saya hanya punya "saudara".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 05:11:05 PM
ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.

sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn

Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.


yaiks.... ternyata bro kainyn kutho nakal ya... wakakaka...

cuma saling belajar saja, no hard feeling, kita ini semua bersaudara
saudara saudara sedharma ;D

o ya? silahkan anda berpikir demikian, tapi yg jelas kita tidak bersaudara, at least tidak dalam kehidupan ini
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: naviscope on 09 June 2009, 05:26:01 PM
[at] bro kainyn kutho & ko indra

waks, tidak diakui saudara, y ud, yo wis, wakakakaka.....

mo saudara kek mo bukan kek, yang penting kan kita teman, betul ga  :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 05:28:33 PM
[at] bro kainyn kutho & ko indra

waks, tidak diakui saudara, y ud, yo wis, wakakakaka.....

mo saudara kek mo bukan kek, yang penting kan kita teman, betul ga  :D

if you insist, so be it deh
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 05:31:11 PM
[at] bro kainyn kutho & ko indra

waks, tidak diakui saudara, y ud, yo wis, wakakakaka.....

mo saudara kek mo bukan kek, yang penting kan kita teman, betul ga  :D

Maksud saya, sebaiknya kita berusaha menganggap semua orang saudara kita, terlepas dari apapun agamanya.


OK  :backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 09 June 2009, 05:33:33 PM
 [at] navis

=)) kasian amet bro gak ada yg mo jadi sodara e... =))

ya udeh deh e sodaraan ma i aja :))

:backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 09 June 2009, 05:35:17 PM
ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.

sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn

Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.




^
  kalo om kain sendiri ditanya kek gitu gmana :-?
Sederhana. Saya akan katakan ajaran Buddha bukanlah ajaran yang menggantungkan hidup-mati, benar-salah pada kitab. Itulah yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lain. Kepada umat Kalama, Buddha sudah mengatakan "kitab belum tentu benar". Lalu kenapa kita sendiri malah ngotot kitab harus benar?

Umat lain boleh klaim kitabnya PASTI GA ADA SALAH, karena ditulis dengan intervensi mahluk adikuasa. Ajaran Buddha tidak demikian. Semua kitab hanyalah sebuah pesan berantai dari manusia ke manusia lainnya, yang tentu saja sarat dengan kesalahan (walaupun maknanya belum tentu salah). Itulah sebabnya semua kitab dimulai dengan "evam me suttam" ("demikianlah yang kudengar").




Menarik juga pertanyaannya...

Bagi saya, kekeliruan penulisan seperti itu bukan menjadi hal yang memarginalkan esensi dari ajaran agama itu. Bahkan tidak peduli apakah Buddha Gotama itu pernah hidup atau hanya sebuah karangan fiksi, namun yang jelas esensi ajaran (Buddhisme) itu masih cukup sahid. Dan itulah yang saya jadikan pedoman, dan alasan mengapa sampai saat ini saya masih berjalan di Buddhadhamma.
Setuju sekali. Ajaran Buddha selalu mengembalikan kebenaran pada diri masing-masing, bukan pada buku. Itulah esensi Buddha-dhamma. Jadi memang Buddhisme bukan ajaran "kitab-sentrisme".



dalam minggu ini, udah beberapa kali Kalama Sutta ini kembali digunakan..... mungkin lagi rame lagi utk mengkritisi Tipitaka nih he3.....

Bro Kai, harus diingat bhw Kalama Sutta menyatakan dengan jelas bukan masalah kitabnya, atau Kembalikan pada kebenaran pribadi namun ke bagaimana suatu hal itu bisa membawa manfaat bagi perkembangan batin.....

itu yg jelas2 disebut dalam Kalama Sutta mengenai kerugian dari LDM dan keuntungan dari terbebas dari LDM
source : samaggiphala.or.id (http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=705)

Jadi yg ditelaah bukannya kitabnya melainkan bagaimana manfaat dari kitab itu terhadap pengikisan LDM

Kitab itu adalah peta, utk menunjukkan arah ke pengikisan LDM tapi peta itu sendiri bukan tujuan
Sama seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi telunjuk itu bukanlah bulan

Hanya org bodoh yg bilang telunjuk = bulan, atau peta = tujuan

Jadi bukan peta atau telunjuk yg salah, si pelaksananya itulah yg salah.......
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 09 June 2009, 05:44:35 PM
^
^
waks, panjang benerrrr.....
ngak tau dech, mumet ndasku...

ya semoga bro marcedes cepat merealisasikan nirvana, n satu lagi, kalau sudah nirvana, jangan engkau lupakan kita2 ini ya.... ;D
saddhu-saddhu-saddhu.  _/\_
tapi kalau sebaliknya, sy minta tolong kepada anda juga. ^^

Bro marcedes, bolehkah ceritanya lebih dipersingkat?
sorry.. yg baca juga jd pusink neh kaya Elin..  8-}
trus sampai banyak yg di quote gt ya...
I guess yg penting dan mau dikomentarin aja yg di quote..

maaf ya kalo komentar Elin menimbulkan ketidaknyamanan bagi bro marcedes.. _/\_
wah tulisan saya jelek ya...hehehe....
mungkin sekira nya hanya berusaha memperjelas sejelas-jelasnya...
kalau ada bagian tertentu tidak dipahami maksud saya, tanya saja....maklum aku bukan pujangga yang pandai merangkai kata. ^^

-----------------------------------------------

semua sutta memang wajar ada ketidakberesan.......misalkan yang satu bilang A yang satu bilang B...tetapi dalam sutta semua nya menjadi 1 arah. ( ini yang saya ketahui sampai saat ini )
seperti contoh saudara markos

Quote
Di sini bukan benar dan salah dalam artian makna ajaran, tetapi penulisan.
Jika dua orang bercerita ketika mereka sedang berjalan, maka mereka bertemu dengan Buddha dan meminta 1 nasihat singkat. Yang satu berkata:
- "Pada waktu itu Buddha hanya mengatakan satu kalimat: 'latihlah diri menghindari pembunuhan!'"
satunya lagi berkata:
- "Pada waktu itu Buddha hanya mengatakan satu kalimat: 'kembangkanlah cinta kasih!'"
Maka secara ajaran/dhamma, kedua hal ini adalah tidak bertentangan sama sekali. Tetapi secara penulisan, kutipan dan fakta, salah satu penulisan itu pasti salah.

lain hal nya kalau terbalik seperti...
disana buddha berkata "belum mencapai.....kekotoran"
sedangkan di satu sisi "telah mencapai......maha-suci"

inilah yang saya maksudkan esensi yg saling bertolak belakang, dimana 1 benar pasti 1 nya salah.....seperti dalam bahasa indo "kata antonim"  ^^

 _/\_
salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 09 June 2009, 06:09:46 PM
dalam minggu ini, udah beberapa kali Kalama Sutta ini kembali digunakan..... mungkin lagi rame lagi utk mengkritisi Tipitaka nih he3.....

Bro Kai, harus diingat bhw Kalama Sutta menyatakan dengan jelas bukan masalah kitabnya, atau Kembalikan pada kebenaran pribadi namun ke bagaimana suatu hal itu bisa membawa manfaat bagi perkembangan batin.....

itu yg jelas2 disebut dalam Kalama Sutta mengenai kerugian dari LDM dan keuntungan dari terbebas dari LDM
source : samaggiphala.or.id (http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=705)

Jadi yg ditelaah bukannya kitabnya melainkan bagaimana manfaat dari kitab itu terhadap pengikisan LDM

Kitab itu adalah peta, utk menunjukkan arah ke pengikisan LDM tapi peta itu sendiri bukan tujuan
Sama seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi telunjuk itu bukanlah bulan

Hanya org bodoh yg bilang telunjuk = bulan, atau peta = tujuan

Jadi bukan peta atau telunjuk yg salah, si pelaksananya itulah yg salah.......


Yang menjadi fokus saya di sini adalah sikap seseorang terhadap kitab sucinya (dalam hal ini, Tipitaka), bukan pada Tipitakanya itu sendiri. Sebetulnya yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kemelekatan pada kitab suci adalah sumber dari penderitaan, sementara melihat kesalahan sebagai kesalahan, adalah awal dari kebebasan.

Perkembangan bathin seseorang ditentukan oleh kematangan bathin masing-masing. Perkembangan bathin sendiri sangat subjektif, dan sangat susah dinilai oleh orang lain. Bagi sebagian orang, kalau hafal Tipitaka, bathinnya sudah mantap. Bagi sebagian orang lain, kalau meditasinya tahan 10 jam non-stop, bathinnya sudah mantap. Kebenarannya, siapa yang tahu? Itulah sebabnya saya katakan semua itu dikembalikan pada pribadi masing-masing. Bagi orang yang melekat pada kitab, maka kitab adalah "foto" berisi sebuah gambaran ideal. Ketika mengetahui foto itu ternyata salah atau palsu, maka "habislah" dia. Kalama Sutta mengajarkan agar menyikapi kitab sebagai cermin. Cermin itu boleh buram atau retak, namun jika kita bisa melihat refleksi diri kita di cermin itu, jelek sebagai jelek, bagus sebagai bagus, untuk diperbaiki di masa depan, maka itulah yang dinamakan bermanfaat.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 09 June 2009, 06:44:10 PM
ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.

sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn

Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.




^
  kalo om kain sendiri ditanya kek gitu gmana :-?
Sederhana. Saya akan katakan ajaran Buddha bukanlah ajaran yang menggantungkan hidup-mati, benar-salah pada kitab. Itulah yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lain. Kepada umat Kalama, Buddha sudah mengatakan "kitab belum tentu benar". Lalu kenapa kita sendiri malah ngotot kitab harus benar?

Umat lain boleh klaim kitabnya PASTI GA ADA SALAH, karena ditulis dengan intervensi mahluk adikuasa. Ajaran Buddha tidak demikian. Semua kitab hanyalah sebuah pesan berantai dari manusia ke manusia lainnya, yang tentu saja sarat dengan kesalahan (walaupun maknanya belum tentu salah). Itulah sebabnya semua kitab dimulai dengan "evam me suttam" ("demikianlah yang kudengar").




Menarik juga pertanyaannya...

Bagi saya, kekeliruan penulisan seperti itu bukan menjadi hal yang memarginalkan esensi dari ajaran agama itu. Bahkan tidak peduli apakah Buddha Gotama itu pernah hidup atau hanya sebuah karangan fiksi, namun yang jelas esensi ajaran (Buddhisme) itu masih cukup sahid. Dan itulah yang saya jadikan pedoman, dan alasan mengapa sampai saat ini saya masih berjalan di Buddhadhamma.
Setuju sekali. Ajaran Buddha selalu mengembalikan kebenaran pada diri masing-masing, bukan pada buku. Itulah esensi Buddha-dhamma. Jadi memang Buddhisme bukan ajaran "kitab-sentrisme".



dalam minggu ini, udah beberapa kali Kalama Sutta ini kembali digunakan..... mungkin lagi rame lagi utk mengkritisi Tipitaka nih he3.....

Bro Kai, harus diingat bhw Kalama Sutta menyatakan dengan jelas bukan masalah kitabnya, atau Kembalikan pada kebenaran pribadi namun ke bagaimana suatu hal itu bisa membawa manfaat bagi perkembangan batin.....

itu yg jelas2 disebut dalam Kalama Sutta mengenai kerugian dari LDM dan keuntungan dari terbebas dari LDM
source : samaggiphala.or.id (http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=705)

Jadi yg ditelaah bukannya kitabnya melainkan bagaimana manfaat dari kitab itu terhadap pengikisan LDM

Kitab itu adalah peta, utk menunjukkan arah ke pengikisan LDM tapi peta itu sendiri bukan tujuan
Sama seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi telunjuk itu bukanlah bulan

Hanya org bodoh yg bilang telunjuk = bulan, atau peta = tujuan

Jadi bukan peta atau telunjuk yg salah, si pelaksananya itulah yg salah.......

Begini ko, Kalau petanya salah bagaimana, masa mau di pegang terus ga mungkin kan, sipelaksana sudah mengikuti peta itu dengan benar pun belum tentu ketujuan yang benar ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 09 June 2009, 08:11:24 PM
Yah resiko. Tapi kan sudah dibilang acek Indra, bisa dilihat dari logika dan pengalaman. Mana peta yang paling logis, mana yang tidak.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sukma Kemenyan on 09 June 2009, 09:47:58 PM
Thread ini seru... sekaligus menyedihkan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 10:04:43 PM
Thread ini seru... sekaligus menyedihkan...
setuju seru, tapi mana yg menyedihkannya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 09 June 2009, 10:05:50 PM
Bukan kendala bahasa tapi dewa non lokal datangnya terlambat jadi duduknya paling belakang. Dan dewa-dewa lokal yang datangnya tidak telat duduk di depan. Dan merek ayang duduk di depan yang disebut namanya. Dan dalam ceramah atau pidato, tuan rumah biasanya yang banyak disebut. Lagi pula toh dewa non lokal sudah diwakili dengan kata “dewa 10.000 tata surya.”
mungkin juga ada otonomi wilayah perdewaan yah. jadi kalo acaranya di india, dewa yg jadi panitianya juga dari india, duduknya di kursi vip. kalo ngurusin kera sakti, itu otonominya dewa2 china...

tanggapan iseng juga :D


Ya mungkin saja…siapa yang tahu pasti yah  ;). Dalam sutta dikenal dengan dewa yang tinggal di daerah seperti digunung, di pohon, dll. Ini yang disebut dewa local. Sedangkan dewa yang tinggal di surga ya mungkin sama saja itu-itu saja, contohnya dewa Sakka yang tinggal di Tavatimsa, ya  ia tidak bisa disebut dewa local. Jadi harus dibedakan mana yang local mana yang bukan local tapi disebut dengan nama local.

Dewa yang ngurusin kera sakti?? Wong kera sakti cuma tokoh fiktif sebuah novel karya Wu Cheng'en kok, ngapain diurusin .. kecuali dewanya dewa mabok kali ye ^-^

balasan iseng juga  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sukma Kemenyan on 09 June 2009, 10:10:24 PM
Menyedihkan dimana ?
Entahlah... gw ngebaca negh thread bagaikan ngeliad orang yg rebutan layang2
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 09 June 2009, 10:15:03 PM
sabar, show sebenarnya masih belum di mulai, ini masih opening ceremony
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 09 June 2009, 11:06:40 PM
Ya mungkin saja…siapa yang tahu pasti yah  ;). Dalam sutta dikenal dengan dewa yang tinggal di daerah seperti digunung, di pohon, dll. Ini yang disebut dewa local. Sedangkan dewa yang tinggal di surga ya mungkin sama saja itu-itu saja, contohnya dewa Sakka yang tinggal di Tavatimsa, ya  ia tidak bisa disebut dewa local. Jadi harus dibedakan mana yang local mana yang bukan local tapi disebut dengan nama local.
lha, tulisannya pak wowor bilang dalam seribu system tata surya alias sahasi culanikalokadhatu itu ada 1000 jambudipa, 1000 sineru, 4000 samudera, 4000 maharajika, 1000 yama, 1000 tusita, 1000 tavatimsa, dsb. kalo sepuluh rebu tata surya, ya mustinya dikaliin 10 dong... buanyaaaak. yg disebut di sana cuman yg lokal2 aje... mungkin bener yg anda bilang bang, first come first serve, duluan dateng kebagian tempat di depan... atau yg 9999 lainnya kosong ngkali ya...

nerusin iseng :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: D4M4 on 09 June 2009, 11:33:16 PM
Yang dicari apa yah ? pembenaran atau kebenaran ? terus goal nya seperti apa ?
wong T + T aja keliatannya ga kompak gmn nih ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 10 June 2009, 08:34:05 AM
Ya mungkin saja…siapa yang tahu pasti yah  ;). Dalam sutta dikenal dengan dewa yang tinggal di daerah seperti digunung, di pohon, dll. Ini yang disebut dewa local. Sedangkan dewa yang tinggal di surga ya mungkin sama saja itu-itu saja, contohnya dewa Sakka yang tinggal di Tavatimsa, ya  ia tidak bisa disebut dewa local. Jadi harus dibedakan mana yang local mana yang bukan local tapi disebut dengan nama local.
lha, tulisannya pak wowor bilang dalam seribu system tata surya alias sahasi culanikalokadhatu itu ada 1000 jambudipa, 1000 sineru, 4000 samudera, 4000 maharajika, 1000 yama, 1000 tusita, 1000 tavatimsa, dsb. kalo sepuluh rebu tata surya, ya mustinya dikaliin 10 dong... buanyaaaak. yg disebut di sana cuman yg lokal2 aje... mungkin bener yg anda bilang bang, first come first serve, duluan dateng kebagian tempat di depan... atau yg 9999 lainnya kosong ngkali ya...

nerusin iseng :)


yah, soal nama dibahas lageee. kan para dewa pakai bahasa cuma atu, dev vani. jadi wajar aja morpheus = perubahan = xxx = yyy = zzz

ada nama jelita, pretty, ramani, dll, dsb, tapi artinya sama aja
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 10 June 2009, 08:57:19 AM
ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.

sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn

Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.




^
  kalo om kain sendiri ditanya kek gitu gmana :-?
Sederhana. Saya akan katakan ajaran Buddha bukanlah ajaran yang menggantungkan hidup-mati, benar-salah pada kitab. Itulah yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lain. Kepada umat Kalama, Buddha sudah mengatakan "kitab belum tentu benar". Lalu kenapa kita sendiri malah ngotot kitab harus benar?

Umat lain boleh klaim kitabnya PASTI GA ADA SALAH, karena ditulis dengan intervensi mahluk adikuasa. Ajaran Buddha tidak demikian. Semua kitab hanyalah sebuah pesan berantai dari manusia ke manusia lainnya, yang tentu saja sarat dengan kesalahan (walaupun maknanya belum tentu salah). Itulah sebabnya semua kitab dimulai dengan "evam me suttam" ("demikianlah yang kudengar").




Menarik juga pertanyaannya...

Bagi saya, kekeliruan penulisan seperti itu bukan menjadi hal yang memarginalkan esensi dari ajaran agama itu. Bahkan tidak peduli apakah Buddha Gotama itu pernah hidup atau hanya sebuah karangan fiksi, namun yang jelas esensi ajaran (Buddhisme) itu masih cukup sahid. Dan itulah yang saya jadikan pedoman, dan alasan mengapa sampai saat ini saya masih berjalan di Buddhadhamma.
Setuju sekali. Ajaran Buddha selalu mengembalikan kebenaran pada diri masing-masing, bukan pada buku. Itulah esensi Buddha-dhamma. Jadi memang Buddhisme bukan ajaran "kitab-sentrisme".



dalam minggu ini, udah beberapa kali Kalama Sutta ini kembali digunakan..... mungkin lagi rame lagi utk mengkritisi Tipitaka nih he3.....

Bro Kai, harus diingat bhw Kalama Sutta menyatakan dengan jelas bukan masalah kitabnya, atau Kembalikan pada kebenaran pribadi namun ke bagaimana suatu hal itu bisa membawa manfaat bagi perkembangan batin.....

itu yg jelas2 disebut dalam Kalama Sutta mengenai kerugian dari LDM dan keuntungan dari terbebas dari LDM
source : samaggiphala.or.id (http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=705)

Jadi yg ditelaah bukannya kitabnya melainkan bagaimana manfaat dari kitab itu terhadap pengikisan LDM

Kitab itu adalah peta, utk menunjukkan arah ke pengikisan LDM tapi peta itu sendiri bukan tujuan
Sama seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi telunjuk itu bukanlah bulan

Hanya org bodoh yg bilang telunjuk = bulan, atau peta = tujuan

Jadi bukan peta atau telunjuk yg salah, si pelaksananya itulah yg salah.......

Begini ko, Kalau petanya salah bagaimana, masa mau di pegang terus ga mungkin kan, sipelaksana sudah mengikuti peta itu dengan benar pun belum tentu ketujuan yang benar ;D

Gimana tau bener salah, bro?

Nah itulah yang sebenarnya inti dari Kalama Sutta yaitu dengan mempraktekkan apakah isi dari kitab itu benar bisa mengikis LDM, atau cuma bohongan doang

Jadi dikembaliin ke batin masing2 mengenai hasil praktek dari kitab itu, bukan dilogika dengan kondisi pikiran kita saat ini yg masih diliputi lobha tebeeel banget.....

Ini yg orang bnyk salah persepsi seolah2 Kalama Sutta menganjurkan bhw kalau ga cocok ama diri sendiri, yah ga usah diterima.....

Semoga bisa memperjelas yah.......

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 10 June 2009, 09:05:24 AM
dalam minggu ini, udah beberapa kali Kalama Sutta ini kembali digunakan..... mungkin lagi rame lagi utk mengkritisi Tipitaka nih he3.....

Bro Kai, harus diingat bhw Kalama Sutta menyatakan dengan jelas bukan masalah kitabnya, atau Kembalikan pada kebenaran pribadi namun ke bagaimana suatu hal itu bisa membawa manfaat bagi perkembangan batin.....

itu yg jelas2 disebut dalam Kalama Sutta mengenai kerugian dari LDM dan keuntungan dari terbebas dari LDM
source : samaggiphala.or.id (http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=705)

Jadi yg ditelaah bukannya kitabnya melainkan bagaimana manfaat dari kitab itu terhadap pengikisan LDM

Kitab itu adalah peta, utk menunjukkan arah ke pengikisan LDM tapi peta itu sendiri bukan tujuan
Sama seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi telunjuk itu bukanlah bulan

Hanya org bodoh yg bilang telunjuk = bulan, atau peta = tujuan

Jadi bukan peta atau telunjuk yg salah, si pelaksananya itulah yg salah.......


Yang menjadi fokus saya di sini adalah sikap seseorang terhadap kitab sucinya (dalam hal ini, Tipitaka), bukan pada Tipitakanya itu sendiri. Sebetulnya yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kemelekatan pada kitab suci adalah sumber dari penderitaan, sementara melihat kesalahan sebagai kesalahan, adalah awal dari kebebasan.

Perkembangan bathin seseorang ditentukan oleh kematangan bathin masing-masing. Perkembangan bathin sendiri sangat subjektif, dan sangat susah dinilai oleh orang lain. Bagi sebagian orang, kalau hafal Tipitaka, bathinnya sudah mantap. Bagi sebagian orang lain, kalau meditasinya tahan 10 jam non-stop, bathinnya sudah mantap. Kebenarannya, siapa yang tahu? Itulah sebabnya saya katakan semua itu dikembalikan pada pribadi masing-masing. Bagi orang yang melekat pada kitab, maka kitab adalah "foto" berisi sebuah gambaran ideal. Ketika mengetahui foto itu ternyata salah atau palsu, maka "habislah" dia. Kalama Sutta mengajarkan agar menyikapi kitab sebagai cermin. Cermin itu boleh buram atau retak, namun jika kita bisa melihat refleksi diri kita di cermin itu, jelek sebagai jelek, bagus sebagai bagus, untuk diperbaiki di masa depan, maka itulah yang dinamakan bermanfaat.

Nah itu udah saya sebut diatas khan bro.......

Hanya orang bodoh yg menganggap peta sebagai tujuan, atau menganggap telunjuk sebagai bulan
Pada wkt dia melekat pada peta itu, berarti dia sudah menjadi orang bodoh yang menganggap kitab itu sebagai "tujuannya", bahwa dia sudah di tujuan dengan kitab itu

Diskusi seperti ini minggu lalu sedang dibahas di milis tetangga, dengan bro Wi Tjong

Kitab memang seperti peta yang menunjukkan atau seperti yang anda sebut bisa seperti cermin yang merefleksikan
Tapi ada (atau bs disebut banyak) yang kebablasan yang melepas peta/cermin itu walau belum sampai di pantai seberang.....

Kondisi ini membuat dia/mereka berpikir "Kitab itu tidak cocok untukku jadi tidak usah digunakan"

Senang diskusi dengan Bro Kai karena sudah jelas apa yang anda maksudkan.....  ;)

metta  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 10 June 2009, 10:30:49 AM
yah, soal nama dibahas lageee. kan para dewa pakai bahasa cuma atu, dev vani. jadi wajar aja morpheus = perubahan = xxx = yyy = zzz

ada nama jelita, pretty, ramani, dll, dsb, tapi artinya sama aja
kayaknya bukan tuh om...
dari 10000 tata surya yg hadir itu yg diaddress semuanya dewa lokal kok...
tapi saya udah puas kok ama penjelasannya. bisa aje emang cuman yg lokal2 doang yg diaddress. pan tuan rumah. atau kebagian duduk di depan kata bang kelana. masalah ginian kan selalu ada penjelasannya :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 10 June 2009, 10:33:45 AM
yah, soal nama dibahas lageee. kan para dewa pakai bahasa cuma atu, dev vani. jadi wajar aja morpheus = perubahan = xxx = yyy = zzz

ada nama jelita, pretty, ramani, dll, dsb, tapi artinya sama aja
kayaknya bukan tuh om...
dari 10000 tata surya yg hadir itu yg diaddress semuanya dewa lokal kok...
tapi saya udah puas kok ama penjelasannya. bisa aje emang cuman yg lokal2 doang yg diaddress. pan tuan rumah. atau kebagian duduk di depan kata bang kelana. masalah ginian kan selalu ada penjelasannya :)


nah pertimbangkan positipnya, kalo disebutin semua, kasian ananda, harus ngapalin sama sebanyak itu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 10 June 2009, 10:35:57 AM
ya masalah yg gaib2, dewa dewi, iddhi, dll selalu ada penjelasannya dengan berandai2 juga :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 10 June 2009, 10:38:39 AM
nah apakah dalam theravada masalah dewa lebih penting atau tidak?
atau malah dewa dibuat lebih hebat ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 10 June 2009, 10:47:08 AM
secara sosial, dewa gak ada bedanya sama manusia, hanya mereka menempati kompleks yang lebih mewah aja
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 10 June 2009, 11:05:39 AM
yah, soal nama dibahas lageee. kan para dewa pakai bahasa cuma atu, dev vani. jadi wajar aja morpheus = perubahan = xxx = yyy = zzz

ada nama jelita, pretty, ramani, dll, dsb, tapi artinya sama aja
kayaknya bukan tuh om...
dari 10000 tata surya yg hadir itu yg diaddress semuanya dewa lokal kok...
tapi saya udah puas kok ama penjelasannya. bisa aje emang cuman yg lokal2 doang yg diaddress. pan tuan rumah. atau kebagian duduk di depan kata bang kelana. masalah ginian kan selalu ada penjelasannya :)


syukur deh kalau sudah puas....padahal hanya iseng menjawab :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 10 June 2009, 11:15:34 AM
nah apakah dalam theravada masalah dewa lebih penting atau tidak?
atau malah dewa dibuat lebih hebat ;D

Bagi saya masalah dewa tidaklah begitu penting, Bro Ryu. Toh mau Theravada atau Mahayana juga sama-sama punya dewa. Kalau di Theravada ada dewa Sakka di Mahayana ada dewa Sakra, mengacu pada dewa yang sama, hanya beda nama, tulisan , bahasa. Dalam Sutra maupun Sutta tetap saja yang disebut dewa-dewa dengan bahasa Sanskrit atau Pali. Jadi aneh kalau ditanggapi serius, karena ini bukan tergolong pandangan yang kritis mengenai Theravada. Jadi …santai sajalah.. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 10 June 2009, 12:07:56 PM
Nah itu udah saya sebut diatas khan bro.......

Hanya orang bodoh yg menganggap peta sebagai tujuan, atau menganggap telunjuk sebagai bulan
Pada wkt dia melekat pada peta itu, berarti dia sudah menjadi orang bodoh yang menganggap kitab itu sebagai "tujuannya", bahwa dia sudah di tujuan dengan kitab itu

Diskusi seperti ini minggu lalu sedang dibahas di milis tetangga, dengan bro Wi Tjong

Kitab memang seperti peta yang menunjukkan atau seperti yang anda sebut bisa seperti cermin yang merefleksikan
Tapi ada (atau bs disebut banyak) yang kebablasan yang melepas peta/cermin itu walau belum sampai di pantai seberang.....

Kondisi ini membuat dia/mereka berpikir "Kitab itu tidak cocok untukku jadi tidak usah digunakan"

Senang diskusi dengan Bro Kai karena sudah jelas apa yang anda maksudkan.....  ;)

metta  _/\_


Ya, memang sikap idealnya begitu, tetapi apakah kita mau menerima bahwa kadang peta kita ada jeleknya (bukan isinya salah, tapi kemasannya jelek)? Kalau kita bisa terima ketika peta kita memang bolong atau dikit sobek apa adanya, maka itu yang saya katakan sumber kebebasan. Kalau kita mempertahankan bolong sebagai tidak bolong, sobek sebagai tidak sobek, maka itulah sumber kemelekatan.

Senang juga diskusi dengan Bro Markos. :)
  _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 10 June 2009, 12:33:12 PM
nah apakah dalam theravada masalah dewa lebih penting atau tidak?
atau malah dewa dibuat lebih hebat ;D

penting dalam artian apa nih bro?

kalo dalam artian utk disembah2, dimintai macem2 seperti di berbagai temple yg kemaren sy kunjungi, tentunya tidak....

kalau penting dalam artian sebagai penghormatan sebagai hasil dari pelaksanaan sila yang baik, tentunya dewa itu penting

alam dewa pun sebenarnya mirip dgn alam manusia, hanya saja kondisinya lebih baik. Alam lebih menyenangkan, pemandangan lebih indah, dsbnya.....
Tentunya ini juga kita bisa lihat di alam manusia... itu kenapa ada yg tinggal di alam yg panas menyakitkan tapi ada juga di tempat yg sejuk

Jadi inget cerita Nanda yg tergila2 pad awanita tercantik tapi kecantikan wanita itu masih kalah dengan dewi di surga... he3
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: budi_west on 12 June 2009, 05:26:14 PM
nah apakah dalam theravada masalah dewa lebih penting atau tidak?
atau malah dewa dibuat lebih hebat ;D

kritis banget yah pertanyaannya..
coba saya jawab deh..
yang telah saya mengerti adalah dewa itu tidak perlu disembah..
dewa itu cuma yang lebih sadar dari kita, mereka lebih mengerti diri mereka sendiri..
jadi dengan mengerti dan sadar akan diri kita sendiri maka jadilah kita dewa..
tetapi kita sepantasnya menghormati para dewa, tidak dalam arti menyembah atau meminta2..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: savana_zhang on 08 July 2009, 02:46:32 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_
dhamma yg diajarkan sang buddha hanyalah segenggam pasir dibandingkan pasir dipantai.jd sebelum diperiksa dulu hendaknya kita tidak men-CAP sesat suatu ajaran.hanya saja ajaran yg tidak masuk akal hendaknya perlu dipertimbangkan lg ke-absahannya.

            jd umat theravada tidak menganggap sesat ajaran mahayana,atau yg lainnya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sumana on 19 July 2009, 04:59:44 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_
dhamma yg diajarkan sang buddha hanyalah segenggam pasir dibandingkan pasir dipantai.jd sebelum diperiksa dulu hendaknya kita tidak men-CAP sesat suatu ajaran.hanya saja ajaran yg tidak masuk akal hendaknya perlu dipertimbangkan lg ke-absahannya.

            jd umat theravada tidak menganggap sesat ajaran mahayana,atau yg lainnya
_/\_
Saya ingin bertanya, apakah di antara anda2 sekalian sudah mencapai tataran kesucian ?
jika belum, maka hal ini akan menjadi polemik.
jika sudah maka hal ini fakta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: savana_zhang on 21 July 2009, 03:51:57 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_
dhamma yg diajarkan sang buddha hanyalah segenggam pasir dibandingkan pasir dipantai.jd sebelum diperiksa dulu hendaknya kita tidak men-CAP sesat suatu ajaran.hanya saja ajaran yg tidak masuk akal hendaknya perlu dipertimbangkan lg ke-absahannya.

            jd umat theravada tidak menganggap sesat ajaran mahayana,atau yg lainnya
_/\_
Saya ingin bertanya, apakah di antara anda2 sekalian sudah mencapai tataran kesucian ?
jika belum, maka hal ini akan menjadi polemik.
jika sudah maka hal ini fakta.
klo ada pun di ga akan ngaku2,karena orang suci tidak ngaku2
klo ngaku2 bukan suci,lg pula memangnya kenapa klo yg diskusi disini ga da yg suci?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 21 July 2009, 03:57:09 PM
nah apakah dalam theravada masalah dewa lebih penting atau tidak?
atau malah dewa dibuat lebih hebat ;D

kritis banget yah pertanyaannya..
coba saya jawab deh..
yang telah saya mengerti adalah dewa itu tidak perlu disembah..
dewa itu cuma yang lebih sadar dari kita, mereka lebih mengerti diri mereka sendiri..
jadi dengan mengerti dan sadar akan diri kita sendiri maka jadilah kita dewa..
tetapi kita sepantasnya menghormati para dewa, tidak dalam arti menyembah atau meminta2..

kayanya dewa itu karena mempunyai lebih yg lebih baik deh.......

kalo udah lebih ngerti/lebih sadar, kayanya sih lebih menjurus ke arah yg suci.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: kamala on 24 July 2009, 11:28:06 AM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 Namaste

Alo mau ikut nimbrung nih menurut wa kita manusia memiliki tingkat kebijaksanaan dan sifat yang berbeda jadi ada kemungkinan cara Guru kita mengajarkan DhammaNya dengar cara yang berbeda pula untuk mengajar supaya kita bisa mengerti lagi pula selama setelah mempelajari salah satu aliran kita semakin baik tingkah lakunya ya ikutin aja gak perlu ngotot ngaku Theravadhin tapi tingkah lakunya gak bisa diliat bener kan ;D

 _/\_ Sukhi Hontu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: N1AR on 24 July 2009, 11:41:16 AM
yeh ngaku2 2 2 nya
Buddha mengajarkan penderitaan dan lenyapnya penderitaan doang, sampai sepanjang gini
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 24 July 2009, 01:28:04 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 Namaste

Alo mau ikut nimbrung nih menurut wa kita manusia memiliki tingkat kebijaksanaan dan sifat yang berbeda jadi ada kemungkinan cara Guru kita mengajarkan DhammaNya dengar cara yang berbeda pula untuk mengajar supaya kita bisa mengerti lagi pula selama setelah mempelajari salah satu aliran kita semakin baik tingkah lakunya ya ikutin aja gak perlu ngotot ngaku Theravadhin tapi tingkah lakunya gak bisa diliat bener kan ;D

 _/\_ Sukhi Hontu

dear bro

theravada atau non theravada hanyalah merk saja...... yg terpenting adalah apa yg menjadi inti ajaran buddha yaitu pengikisan lobha, dosa dan moha melalui praktek jalan mulia berunsur 8

theravadin sendiri bnyk yg kelakuannya ga bener, demikian juga non theravadin... semua tergantung individunya

tapi secara ajaran, harus kembali apakah ajaran itu sesuai dengan pengikisan LDM, dengan bagaimana mengkondisikan batin yg lebih baik

semoga bermanfaat

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: kamala on 27 July 2009, 08:38:11 AM
http://www.patria.or.id/component/content/article/208-buddhism-won-the-best-religion-in-the-world-award.html

uda ada yang baca blm emang ada ya award kayak gitu emang seneng juga sih dengernya dengan begitu Bhuddha Dhamma semakin dikenal dan banyak yang meneladani  _/\_

 :lotus:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: HokBen on 27 July 2009, 08:51:53 AM
http://www.patria.or.id/component/content/article/208-buddhism-won-the-best-religion-in-the-world-award.html

uda ada yang baca blm emang ada ya award kayak gitu emang seneng juga sih dengernya dengan begitu Bhuddha Dhamma semakin dikenal dan banyak yang meneladani  _/\_

 :lotus:

hoax kan?
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12077.0.html
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: kamala on 27 July 2009, 12:11:32 PM
http://www.patria.or.id/component/content/article/208-buddhism-won-the-best-religion-in-the-world-award.html

uda ada yang baca blm emang ada ya award kayak gitu emang seneng juga sih dengernya dengan begitu Bhuddha Dhamma semakin dikenal dan banyak yang meneladani  _/\_

 :lotus:

hoax kan?
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12077.0.html
HOAX tu apa ya sorry belum lama gabung jadi masih blum tau istilah2 DC
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 27 July 2009, 12:19:45 PM
http://www.patria.or.id/component/content/article/208-buddhism-won-the-best-religion-in-the-world-award.html

uda ada yang baca blm emang ada ya award kayak gitu emang seneng juga sih dengernya dengan begitu Bhuddha Dhamma semakin dikenal dan banyak yang meneladani  _/\_

 :lotus:

hoax kan?
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12077.0.html
HOAX tu apa ya sorry belum lama gabung jadi masih blum tau istilah2 DC
HOAX = berita palsu, berita yang tidak dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Jerry on 29 July 2009, 12:01:20 AM
Mengenai Buddham saranam gacchami dst.. yang ada di paritta Ti-Sarana. Dari mana asal-usulnya ya? Apakah ini hanya ada di Theravada dan Buddhayana yg mengadopsi dari Theravada? Sedangkan di Mahayana dan yg lain tidak ada?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: kamala on 30 July 2009, 09:29:41 AM
Mengenai Buddham saranam gacchami dst.. yang ada di paritta Ti-Sarana. Dari mana asal-usulnya ya? Apakah ini hanya ada di Theravada dan Buddhayana yg mengadopsi dari Theravada? Sedangkan di Mahayana dan yg lain tidak ada?
Mengenai asalnya saya kurang tau tapi di Mahayana ada kok baik yang sangkrit (Tri Sarana) atau yang mandarin (San Kui Ie)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 30 July 2009, 09:42:38 AM
Khuddakapatha 1

Quote
I go to the Buddha for refuge.
I go to the Dhamma for refuge.
I go to the Sangha for refuge.

A second time I go to the Buddha for refuge.
A second time I go to the Dhamma for refuge.
A second time I go to the Sangha for refuge.

A third time I go to the Buddha for refuge.
A third time I go to the Dhamma for refuge.
A third time I go to the Sangha for refuge.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Jerry on 30 July 2009, 05:23:28 PM
 [at] kamala
Oh.. apakah itu memang ada di mahayana di 'luaran' juga atau cuma di indonesia punya mksdnya? :)

 [at] Suhu
Khuddakapatha itu dari Khuddaka Nikaya ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 30 July 2009, 07:34:48 PM
betoel.

Tipitaka -> Sutta Pitaka -> Khuddaka Nikaya -> Khuddakapatha -> 1

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Jerry on 30 July 2009, 07:55:21 PM
Ok.. thanks inponya Suhu.. Meluncur segera :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: GandalfTheElder on 30 July 2009, 08:44:09 PM
Quote
http://Mengenai Buddham saranam gacchami dst.. yang ada di paritta Ti-Sarana. Dari mana asal-usulnya ya? Apakah ini hanya ada di Theravada dan Buddhayana yg mengadopsi dari Theravada? Sedangkan di Mahayana dan yg lain tidak ada?

Di Mahayana ada San Gui Yi (Trisarana), tapi ya memang bukan terjemahan langsung dari Pali "Buddham / Dhammam/ Sangham Saranam Gacchami".

Dan San Gui Yi ini dipakai internasional bukan hanya di Indonesia.

Di Vajrayana juga ada bait perlindungan Trisarana. Dan ini selalu dilafalkan setiap kali awal puja.

Setiap dharani Mahayana saja hampir semua diawali dengan perlindungan pada Buddha, Dharma, Sangha.

Yang namanya Buddhis, baik Mahayana maupun Vajrayana, ya melakukan perlindungan pada Triratna, baik pada saat puja (walaupun dengan kata-kata / bahasa yang berbeda) maupun menjalani kehidupan sehari-hari.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Jerry on 30 July 2009, 11:12:38 PM
Quote
http://Mengenai Buddham saranam gacchami dst.. yang ada di paritta Ti-Sarana. Dari mana asal-usulnya ya? Apakah ini hanya ada di Theravada dan Buddhayana yg mengadopsi dari Theravada? Sedangkan di Mahayana dan yg lain tidak ada?

Di Mahayana ada San Gui Yi (Trisarana), tapi ya memang bukan terjemahan langsung dari Pali "Buddham / Dhammam/ Sangham Saranam Gacchami".

Dan San Gui Yi ini dipakai internasional bukan hanya di Indonesia.

Di Vajrayana juga ada bait perlindungan Trisarana. Dan ini selalu dilafalkan setiap kali awal puja.

Setiap dharani Mahayana saja hampir semua diawali dengan perlindungan pada Buddha, Dharma, Sangha.

Yang namanya Buddhis, baik Mahayana maupun Vajrayana, ya melakukan perlindungan pada Triratna, baik pada saat puja (walaupun dengan kata-kata / bahasa yang berbeda) maupun menjalani kehidupan sehari-hari.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Makasih Bro Gandalf utk infonya.. Berarti 'serupa tapi tak sama' ya.. Boleh ngelunjak dikit?
Minta dong San Gui Yi di Mahayana dan Vajrayana utk diposting di sini jadi saya bisa tau perbandingannya.. Mungkin akan berguna jg bagi teman2 lain. :) Boleh?

Makasih lagi _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: GandalfTheElder on 31 July 2009, 06:21:49 AM
Yang dipentingkan bukann "serupa tapi tak sama"nya. Tapi yang harus diperhatikan adalah ketiga Yana semuanya berlindung pada perlindungan yang sama yaitu Buddha, Dharma dan Sangha.

Mau susunan kata-kata berbeda lah... itu urusan yang tidak terlalu penting.

Gampang....copas dari wikipedia........haha.......

Mahayana

* 自皈依佛,當願眾生,體解大道,發無上心。
I take refuge in the Buddha, wishing for all sentient beings to understand the great Way profoundly and make the greatest resolve.

* 自皈依法,當願眾生,深入經藏,智慧如海。
I take refuge in the Dharma, wishing for all sentient beings to delve deeply into the Sutra Pitaka, causing their wisdom to be as broad as the sea.

* 自皈依僧,當願眾生,統理大眾,一切無礙。
I take refuge in the Sangha, wishing all sentient beings to lead the congregation in harmony, entirely without obstruction.

Vajrayana

Sang-gye cho-dang tsog-kyi cho-nam-la
I take refuge in the Buddha, Dharma, and Sangha

Jang-chub bar-du dag-ni kyab-su-chi
Until I attain enlightenment.

Dag-gi jin-sog gyi-pe so-nam-kyi
By the merit I have accumulated from practising generosity and the other perfections

Dro-la pan-chir sang-gye drub-par-shog
May I attain enlightenment, for the benefit of all migrators.

Tapi jangan keterusan bahas Mahayana dan Vajrayana di sini ya......... ini board Thera.......hehe.......

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Jerry on 31 July 2009, 06:49:14 PM
Yup.. ngga dong. Segini cukup. Hanya utk pembuktian pribadi saja bahwa ke-3 Yana ada Tisarana menyatakan perlindungan pd Buddha, Dhamma, Sangha dalam caranya masing2. Soalnya ada baca tulisan yang menyiratkan kalau Tisarana hanya ada di Thera. Jadi sekalian nanya ke teman2 di sini..
Oh ya, ntu di board Maha, saya ada nanya sejarah awal mula mukul kentongan. Tau? Bantu jawab dong.. :)

Thanks yah Bro Gandalf.. :)

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 07 August 2009, 12:26:03 PM
berhubung saya tidak beriman pada sutta ya ikut nangkring di sini ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: nyanadhana on 07 August 2009, 12:38:14 PM
tidak beriman ? ah bro ryu sangat rendah hati...biasanya paling jago ngepost Sutta kan bro ryu...cihui
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: markosprawira on 07 August 2009, 12:57:57 PM
Setahu saya, Magadhi itu adalah bahasa lisan, dialeknya tapi tidak ada tulisan. Umum digunakan di daerah timur india
Biasanya digunakan untuk baca dhammapada

sedangkan Pali ada bahasa tulisannya dan lisannya, pun bahasa Pali lebih umum, lebih mirip dengan berbagai bahasa yg digunakan di India

Jadi sesungguhnya sama aja, beda-beda dikit aja


demikian sedikit yg saya tahu... cmiiw
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 07 August 2009, 12:58:55 PM
tidak beriman ? ah bro ryu sangat rendah hati...biasanya paling jago ngepost Sutta kan bro ryu...cihui
kakakakak, cuma copas doang koq, masa gitu di bilang beriman kakakakakak
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Hendra Susanto on 07 August 2009, 03:00:40 PM
mohon maaf, atas permintaan triyana semua postingan beliau yg terakhir beserta respons2nya dihapus.

sorry for the inconvinient
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Triyana2009 on 07 August 2009, 03:01:10 PM
Namo Buddhaya,

Demi menjaga persatuan antar umat Buddha apapun aliran anda.
Maka dengan ini Topik ini saya tutup karena saya nilai dapat menimbulkan perpecahan.
Sekian dan harap maklum adanya.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 07 August 2009, 05:29:29 PM
kalau saya, saya melihat nya secara berbeda....
bukan perpecahan dalam buddha dhamma, karena memang sudah pecah sampai sekarang antara mazhab Theravada dan Mahayana.

hanya saja menujukkan fakta dan bukti menurut sutta kalau memang T dan M itu berbeda dan punya jalan berbeda...
mana benar silahkan ehipassiko sendiri ^^

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 07 August 2009, 05:48:02 PM
sayang sekali, padahal ini topik menarik dan berguna untuk menambah pengetahuan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Mr.Jhonz on 07 August 2009, 06:11:20 PM
Sayang sekali postingan triyana di hapus,
(jika tidak dihapus)siapa tahu jika ada sesepuh theravada yg kebetulan lewat dan membaca pertanyaan triayana dapat memberikan jawaban..
;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 07 August 2009, 07:57:43 PM
udahan ya? ga rame ah :(
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: semar on 07 August 2009, 08:18:54 PM
benar juga ...dari pada ribut..sedia payung sebelum hujan...langka yang sangat bijaksana
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: semar on 07 August 2009, 08:23:00 PM
langkah bijaksana..sedia payung sebelum hujan..konsep boleh  beda yang penting bersatu belajar dhamma Buddhis .
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Jerry on 07 August 2009, 11:15:33 PM
demi perdamaian dan persatuan semu memang lebih baik ditutup.. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 08 August 2009, 08:58:08 AM
g masih inget pertanyaannya keknya...  >:D

apa g aja yg nanyain...   :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 08 August 2009, 09:13:37 AM
g masih inget pertanyaannya keknya...  >:D

apa g aja yg nanyain...   :P

Mungkin bisa tuh dibangkitkan di Board Studi Sutta / Sutra ato di Diskusi Umum...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Blacxheart on 15 March 2010, 12:44:25 AM
WOW jujur gw agak kaget melihat pertanyaan ini...

"bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?"

saya sebagai umat theravada tidak pernah mendengar atau membaca satu pun pernyataan para guru atau pun tulisan yg mengatakan diluar theravada adalah salah, tidak benar atau sesat...
dari pengalaman saya pribadi sebelum dan sesudah belajar dhamma di theravada malah banyak sekali saya dengar kata2 sesat atau salah dari Kris**n (maaf), entah kenapa dalam pembabaran kebaktian mrk nampak nya suka menjatuhkan atau merendahkan ajaran buddha atau tao. (dendam apa ya mereka?  :)) )

saya pribadi tidak melihat aliran buddha lainnya lebih rendah daripada theravada krn menurut saya semua nya mengajarkan kebenaran hanya penyampaiannya yg berbeda.

untuk mendaki ke puncak gunung tidak lah hanya terdapat satu jalan... masih banyak sekali jalan lain yg dapat ditempuh utk mencapai ke puncaknya.  ;)
untuk menjadi suci atau melepas kekotoran batin pun tidak hanya dengan ajaran sang Buddha,
semua nya kembali kpd diri kita masing2.

semoga dapat memberi manfaat  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 15 March 2010, 10:30:11 AM
Quote
saya sebagai umat theravada tidak pernah mendengar atau membaca satu pun pernyataan para guru atau pun tulisan yg mengatakan diluar theravada adalah salah, tidak benar atau sesat...

berarti belon pernah tahu mengenai perpecahan Sangha yang tercatat dalam Abhidhamma....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Blacxheart on 15 March 2010, 06:12:22 PM
berarti belon pernah tahu mengenai perpecahan Sangha yang tercatat dalam Abhidhamma....

mending ga usah tau deh yg penting rukun2 aja ama semuanya  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Tai Ji Quan on 17 March 2010, 09:02:49 PM
Just One Word :

Ehipassiko (Maaf kalo Salah eja)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: chen83 on 23 March 2010, 02:15:27 PM
Quote
saya sebagai umat theravada tidak pernah mendengar atau membaca satu pun pernyataan para guru atau pun tulisan yg mengatakan diluar theravada adalah salah, tidak benar atau sesat...

berarti belon pernah tahu mengenai perpecahan Sangha yang tercatat dalam Abhidhamma....
ha???  :o
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wong cilik on 27 April 2010, 11:44:49 PM
wah ikut nimbrung ah.........Topik ini hangat banget ya?

Saya sih cuma nambahi hangat  dengan satu pertanyaan. Apa kita benar-benar tahu apa yang diajarkan oleh Buddha? (Could we know what already taught by the Buddha??????). Yang kita dapati kan "katanya" sutta, "katanya" vinaya, "katanya" abhidhamma. Repotnya kalau "katanya2" sutta, vinaya dan abhidhamma ini hanya berdasarkan pada satu paradigma, yaitu dari masing2 school saja.

Apalagi yang suka bikin pusing ada istilah "katanya" Theravāda dan "katanya" Mahāyana, karena masing-masing tradisi/sekte/school ini suka mengklaim bahwa mereka sendiri lah yang benar.


ah lha wong cuma "katanya"................



best regard
wong cilik

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Jerry on 28 April 2010, 12:16:54 AM
Iya, kita ga tau apa yang diajarkan Sang Buddha. Mending belajar Qoran atau Injil deh kalo gitu.. Ya ga mbak cilik? :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wong cilik on 28 April 2010, 12:26:47 AM
hai Jery.........

Ya kalau Jery suka ya gapa2. Hehehe.  ;) Maksud saya, ya jangan asal klaim sebagai yang TERBENAR lah.  ^:)^

Omong omong, Saya kok berpikir bahwa adanya berbagai sekte-sekte atau schools itu menandakan adanya interpretasi-interpretasi yang berbeda saja. Gimana apa betul hal ini?



Txs
Cilik
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wen78 on 07 May 2010, 06:07:34 PM
saya ingin menanyakan pandangan dari aliran Theravada mengenai bagaimana menyikapi Buddha Bar sesuai ajaran Theravada.

saya menanyakan hal ini karena selama ini di thread sebelah maupun di luar theard, saya tidak pernah menemukan bagaimana seharusnya menyikapi hal ini sesuai yg diajarkan dalam Theravada.
jika ada-pun, IMO sudah bercampur dengan AKU sehingga tidak lagi murni. dan mungkin juga adalah kesalahan di pihak saya, dimana hal itu ternyata adalah benar apa adanya menurut Theravada.

saya menyadari, mayoritas forum ini adalah aliran Theravada yg mungkin mencapai sekitar 98%.
mungkin argument saya tidak masuk di telinga kaum Theravada atau bahkan bertentangan, sehingga timbul berbagai anggapan dimana sedang terjadi guru-menggurui, mencemoohkan, merendahkan,.. dll.
saya yg mendalami Zen, kisah seorang Bhikku yg membakar patung Buddha untuk api unggun, dan seorang jendral dan guci nya sudah menjawab semuanya.

maka dari itu, saya berharap ada dari kaum Theravada ada yg bisa menjelaskan apa yg seharusnya dan apa yg tidak seharusnya sesuai ajaran Theravada yg murni.
dan agar saya dapat lebih memahami Theravada dan kedepannya saya dapat menjaga posting-an saya agar tidak melukai pihak lain.

saya tidak bermaksud menimbulkan konflik internal Theravada bila pada akhirnya terjadi perbedaan pendapat.
saya hanya ingin sebuah jawaban berdasarkan apa yg diajarkan dalam Theravada.
untuk itu saya berharap bagi yg benar2 mendalami Theravada bisa memberikan kepuasan jawaban pada saya.

dan bila ada yg non-Theravada ingin ikut menanyakan hal yg sama, saya mohon agar menghindari diskusi yg tiada akhir.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Auchan-Vriconella on 08 May 2010, 10:35:18 PM
halo..saya baru d forum ini,,mau nanya kenapa ada 2 aliran yg beda yah di agama Buddha,,padahal yg diajarin kan 1,,trus bedanya apa theravada ama mahayana?? _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Tai Ji Quan on 11 May 2010, 10:56:52 AM
Hahaha... Makin seru aja neh....

Dari tadi kita selalu mencari perbedaan antara Theravada dan Mahayana...

Pernahkah kita tahu bahwa dalam Theravada sendiri terpecah menjadi bebrapa aliran?

Yang saya tahu di Thailand.... Di Thailand terdapat 2 aliran TRheravad yang besar...

Yang pertama dan terbanyak adalah Maha Nikaya dan yang kedua adalah Dhammayuttika...

Di Indonesia sendiri aliran yang kedua inilah yang berkembang..

Dalam 2 aliran ini terdapat perbedaan dalam hal Vinaya para Bhikkhunya....

Untuk lebih jelasnya silahkan baca di : http://www.samaggi-phala.or.id/ftj_win.php?id=403
So jadi mana yang bener??? <----- Pertanyaan yang tidak perlu dijawab...

Karena seseorang memilih agama atau aliran yang diyakininya berdasarkan KECOCOKAN bukan karena agama atau alirannya yang paling benar..... Semoga menjadi perenungan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 11 May 2010, 11:51:59 AM
Hahaha... Makin seru aja neh....

Dari tadi kita selalu mencari perbedaan antara Theravada dan Mahayana...

Pernahkah kita tahu bahwa dalam Theravada sendiri terpecah menjadi bebrapa aliran?

Yang saya tahu di Thailand.... Di Thailand terdapat 2 aliran TRheravad yang besar...

Yang pertama dan terbanyak adalah Maha Nikaya dan yang kedua adalah Dhammayuttika...

Di Indonesia sendiri aliran yang kedua inilah yang berkembang..

Dalam 2 aliran ini terdapat perbedaan dalam hal Vinaya para Bhikkhunya....

Untuk lebih jelasnya silahkan baca di : http://www.samaggi-phala.or.id/ftj_win.php?id=403
So jadi mana yang bener??? <----- Pertanyaan yang tidak perlu dijawab...

Karena seseorang memilih agama atau aliran yang diyakininya berdasarkan KECOCOKAN bukan karena agama atau alirannya yang paling benar..... Semoga menjadi perenungan...

Itu common myth. Gak ada bukti otentik bahwa Dhammayut lebih valid daripada Mahanikay. Vinaya mereka sama aja koq.
Tapi kalo anda bisa minta bukti tertulis bahwa mereka punya Vinaya dan Buddha yang berbeda, saya akan senang sekali.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 11 May 2010, 01:48:16 PM
Itu common myth. Gak ada bukti otentik bahwa Dhammayut lebih valid daripada Mahanikay. Vinaya mereka sama aja koq.
Tapi kalo anda bisa minta bukti tertulis bahwa mereka punya Vinaya dan Buddha yang berbeda, saya akan senang sekali.
Kalau tidak salah, MN memperbolehkan bhikkhu menerima/menyimpan uang, walaupun sepertinya juga bukan untuk pribadi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Khun_sang90 on 11 May 2010, 09:43:36 PM
MN memang boleh menyimpan bahkan memegang 'uang' mengingat dlm Vinaya tdk disbutkan ttng Uang. MN lbih berpedoman pada Vinaya yg kaku seperti apa adanya. Selain uang termasuk rokok, hal itu tdka da dalam Vinaya. DYuttika juga sangat berpegang pada Vinaya hanya saja, mereka menambahkan beberapa peraturan yang dianggap pantas untuk ditambahkan atau ditetapkan mengingat Etiket dan Kepantasan mengikuti perkembangan Jaman. Mungkin di Thai Bhikkhu merokok sdah biasa tapi di Ind merokok sudah terkesan jelek.
-Jadi Vinaya mereka sama hanya saja DY menambah beberapa yg dianggap pantas dan MN tetap kaku pd Vinaya sesuai kitab suci....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Khun_sang90 on 11 May 2010, 09:45:52 PM
Non-Absoulutisme
Non-Spekulatif
Non-Otoritas....3 Hal ini yang menjadi persamaan dalam Sekte" Baik Theravada maupun Mahayana....Dan Dalam masa Pra-Sektarian blum ada yg namanya Theravada atau Mahayana..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: awan_gntg^_^ on 21 May 2010, 10:25:13 AM
mengenai kisah bagiya yang dipermasalahkan....
gmn klo kt meditasi trus mencapai jhana dan mengembangkan kemampuan batin melihat masa lampau..sapa tw bisa ingat mpe khidupan sang buddha dan tw kisah persisnya bagiya hehe...kan lebih sure tuh..mumpung ini kan sesuatu yg masih bisa dibuktikan kebenarannya hehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Juice_alpukat on 21 May 2010, 06:10:57 PM
Biasanya setahu saya, banyak sutta2 theravada dibabarkan oleh buddha kepada upasaka,bhikhu,brahmana,brahma,dewa,asura,(secara empat mata maupun kelompok2) tetapi kalau sutra2 mahayana, selain kepada upasaka,bhikhu,brahmana,brahma,dewa,asura,  juga kepada para bodhisatva, seperti manjusri, avalokitesvara, maitreya, dan para buddha tathagata sepulu penjuru.(pertemuan besar dngan makhluk2 sepuluh penjuru alam semesta).CMIIW YA.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 22 May 2010, 09:45:09 PM
saya ingin menanyakan pandangan dari aliran Theravada mengenai bagaimana menyikapi Buddha Bar sesuai ajaran Theravada.

saya menanyakan hal ini karena selama ini di thread sebelah maupun di luar theard, saya tidak pernah menemukan bagaimana seharusnya menyikapi hal ini sesuai yg diajarkan dalam Theravada.
jika ada-pun, IMO sudah bercampur dengan AKU sehingga tidak lagi murni. dan mungkin juga adalah kesalahan di pihak saya, dimana hal itu ternyata adalah benar apa adanya menurut Theravada.

saya menyadari, mayoritas forum ini adalah aliran Theravada yg mungkin mencapai sekitar 98%.
mungkin argument saya tidak masuk di telinga kaum Theravada atau bahkan bertentangan, sehingga timbul berbagai anggapan dimana sedang terjadi guru-menggurui, mencemoohkan, merendahkan,.. dll.
saya yg mendalami Zen, kisah seorang Bhikku yg membakar patung Buddha untuk api unggun, dan seorang jendral dan guci nya sudah menjawab semuanya.

maka dari itu, saya berharap ada dari kaum Theravada ada yg bisa menjelaskan apa yg seharusnya dan apa yg tidak seharusnya sesuai ajaran Theravada yg murni.
dan agar saya dapat lebih memahami Theravada dan kedepannya saya dapat menjaga posting-an saya agar tidak melukai pihak lain.


saya tidak bermaksud menimbulkan konflik internal Theravada bila pada akhirnya terjadi perbedaan pendapat.
saya hanya ingin sebuah jawaban berdasarkan apa yg diajarkan dalam Theravada.
untuk itu saya berharap bagi yg benar2 mendalami Theravada bisa memberikan kepuasan jawaban pada saya.

dan bila ada yg non-Theravada ingin ikut menanyakan hal yg sama, saya mohon agar menghindari diskusi yg tiada akhir.

 _/\_


Hanya dua kata dalam bahasa Pali: yathabhutam nyanadassanam
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 23 May 2010, 12:05:21 AM
Quote
MN memang boleh menyimpan bahkan memegang 'uang' mengingat dlm Vinaya tdk disbutkan ttng Uang

gak salah ner?

1. Rupiya-sikkhapada (Nissaggiya Pacittiya, no. 18)
2. Mendaka-sikkhapada (Vinaya Mahavagga, Bhesajja Khandhaka)
3. Raja-sikkhapada (Nissaggiya Pacittiya, no.10)
4. Rupiya-samvohara-sikkhapada (Nissaggiya Pacittiya, no. 19)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ananda78 on 29 June 2010, 04:04:06 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_

bahkan jika ada member yg menjawab apakah itu bisa mewakili pandangan theravada? siapakah di sini yg berani mewakili theravada? jadi INVALID QUESTION

menurut saya sich bukan masalah benar dan salah apalagi sesat tp lebih kepada cocok atau tidak
setau saya kalau theravada berpegang pada pali canon sedangkan yg lain saya tidak tahu jd kalo
pandangan tersebut tidak ada atau bertentangan dengan Pali Canon maka hanya dapat dikatakan
itu bukan aliran Theravada.
dan jika ada aliran buddha yg tidak mengajarkan 4 kesunyataan mulia dan jalan tengah berunsur 8
maka saya rasa aliran itu tidak sepatutnya menyebut diri mereka adalah ajaran Buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 29 June 2010, 06:03:18 PM
d luar 8 jalan utama itu bukan lagi ajaran buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lucky on 26 July 2010, 11:47:35 AM
hm... masalah antar sekte memang selalu demikian
sampai kapan pun selalu aja ada alasan bagi kalangan keagamaan untuk saling bertikai

ini yang bikin aku malas gabung sama organisasi keagamaan, malesssss banget
ujung ujungnya berkelahi
ga peduli sama sekte juga bisa berkelahi , mana Yang Benar ?
menurut hukum rimba, Yang Benar adalah yang mengikuti prinsip orang yang ngomong dia Benar he he he
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 27 July 2010, 07:16:41 AM
Hahaha... Makin seru aja neh....

Dari tadi kita selalu mencari perbedaan antara Theravada dan Mahayana...

Pernahkah kita tahu bahwa dalam Theravada sendiri terpecah menjadi bebrapa aliran?

Yang saya tahu di Thailand.... Di Thailand terdapat 2 aliran TRheravad yang besar...

Yang pertama dan terbanyak adalah Maha Nikaya dan yang kedua adalah Dhammayuttika...

Di Indonesia sendiri aliran yang kedua inilah yang berkembang..

Dalam 2 aliran ini terdapat perbedaan dalam hal Vinaya para Bhikkhunya....

Untuk lebih jelasnya silahkan baca di : http://www.samaggi-phala.or.id/ftj_win.php?id=403
So jadi mana yang bener??? <----- Pertanyaan yang tidak perlu dijawab...

Karena seseorang memilih agama atau aliran yang diyakininya berdasarkan KECOCOKAN bukan karena agama atau alirannya yang paling benar..... Semoga menjadi perenungan...

Itu common myth. Gak ada bukti otentik bahwa Dhammayut lebih valid daripada Mahanikay. Vinaya mereka sama aja koq.
Tapi kalo anda bisa minta bukti tertulis bahwa mereka punya Vinaya dan Buddha yang berbeda, saya akan senang sekali.

Vinaya dan Sila sama
cuma prakteknya aja : ada yang lebih disiplin, ada yang lebih kendor, ada yang setengah2.
tapi semuanya kembali praktek individu masing-masing Bhikkhu nya.
artinya Bhikkhu2 yang dari  mahanikaya dan dhammayutika semuanya ada yang praktek kendor, disiplin dan setengah2
gitu lho !
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 27 July 2010, 08:07:00 AM
hm... masalah antar sekte memang selalu demikian
sampai kapan pun selalu aja ada alasan bagi kalangan keagamaan untuk saling bertikai

ini yang bikin aku malas gabung sama organisasi keagamaan, malesssss banget
ujung ujungnya berkelahi
ga peduli sama sekte juga bisa berkelahi , mana Yang Benar ?
menurut hukum rimba, Yang Benar adalah yang mengikuti prinsip orang yang ngomong dia Benar he he he

Bro Lucky yang baik,
Kembar identik saja bisa berbeda pendapat mengenai hal-hal tertentu, apalagi manusia yang dilahirkan dengan membawa sifat dan kecenderungan berbeda dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda?
Di organisasi manapun, di agama manapun akan selalu ditemukan perbedaan pendapat dan perselisihan. Bahkan di jaman Sang Buddha waktu Beliau masih hidup, para Bhikkhu bisa berselisih paham. Apalagi jaman sekarang.

Perselisihan akan selalu timbul dalam hidup kita, entah di rumah, di lingkungan kita, terlepas kita ikut organisasi atau tidak. Kita akan selalu mengalami perbedaan pendapat atau perselisihan. Lantas bagaimana kita menyikapi semua ini? Terimalah keadaan ini sebagai suatu keadaan dunia yang wajar dan selalu ada, selama manusia masih diliputi lobha, dosa dan moha.

Organisasi adalah sebuah dilemma, bila ada organisasi perselisihan cenderung timbul, bila tanpa organisasi masyarakatnya sulit maju. Bahkan semut saja berorganisasi.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Ario_botax on 02 August 2010, 12:58:15 PM
Saudara-saudara sekalian, saya mau berpesan,
cobalah jangan terkungkung dengan satu sekte aliran tertentu.
Saya mau sharing, waktu itu saya membaca sutra hati dari buku.
Saya menyadari bahwa sudut pandangnya itu tidak jauh berbeda dengan paham Therawada.
Intinya di sini bukan saya memihak,
namun kita coba lebih netral dalam melihat sesuatu.
Coba pelajari ajaran sekte atau aliran lain, kalau perlu agama lain.


Sudut pandang yang membedakan ini yang murni, ini yang terlengkap, ini yang tercepat bagi saya semua adalah sama.
tarik benang merah yang ada.
Pernah saya mendengar cerita mengenai orang buta yang mencoba menebak seekor gajah, namun setiap orang buta yang memegang bagian2 tertentu akan menyatakan sesuai dengan apa yang dipegangnya.

Jika kita terus menggangap aliran lain adalah tidak benar, hanya aliran kita yang benar. Maka kita tidak jauh berbeda dengan mereka.
Mari hidup dalam harmoni ^^
Jaya terus Buddha Dhamma!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: iyank4 on 03 September 2010, 02:29:12 PM
 _/\_

Datang, Dengar dan Buktikan..

manakah tipitaka yang benar? manakah sekte yang benar...  :-? :-? :-?
Jika kita sibuk memperdebatkan mana yang benar, masih adakah waktu untuk membuktikan sendiri..

Sejauh yang saya mengerti setiap orang memiliki kamma nya sendiri, yang menjadikan: se-pintar apakah ia, atau dgn kata lain (bahasa kurang sedap nya) se berapa  :o bodoh nya dia.
Tentu tingkat ke-bodohan (atau ke-pintaran) setiap orang berbeda. dan itu mengakibatkan cara pikir dan hasil yang ia temukan juga berbeda.

misal sekarang Hawking bilang "Bumi Bukan Ciptaan Tuhan", kenapa ia bilang sekarang, bukan 30 tahun lalu..? karena manusia ber-proses, dan belum tentu juga yang sekarang belain theravada, tahun depan masih sama.

Salam damai,
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: No Pain No Gain on 13 September 2010, 11:09:53 PM
berkenaan dengan thread sebelah:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg293419#msg293419

ttg cerita Angulimala...

kok bisa tau ya cerita lengkapnya seperti itu? kok saya merasa ada yang janggal...hehhee..duh nyusun kalimatnya gmn yakk?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 14 September 2010, 07:43:08 AM
berkenaan dengan thread sebelah:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg293419#msg293419

ttg cerita Angulimala...

kok bisa tau ya cerita lengkapnya seperti itu? kok saya merasa ada yang janggal...hehhee..duh nyusun kalimatnya gmn yakk?
janggal dimananya? padahal itu sudah di konfirm itu betul pernyataan dari Buddha oleh bpk Hudoyo selain tisutta lho =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: donny oxford on 12 October 2010, 10:24:05 AM
KEBIJAKSANAAN SESEORANG DIPERLUKAN UNTUK BISA MEMAHAMI YANG BENAR, DHAMMA YANG SEJATI TIDAK MUDAH DIMENGERTI. MAKANYA BANYAK YANG KACAU, AMBIL YANG BAIK, BUANG YANG BUSUK.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 12 October 2010, 10:32:38 AM
KEBIJAKSANAAN SESEORANG DIPERLUKAN UNTUK BISA MEMAHAMI YANG BENAR, DHAMMA YANG SEJATI TIDAK MUDAH DIMENGERTI. MAKANYA BANYAK YANG KACAU, AMBIL YANG BAIK, BUANG YANG BUSUK.
KEtidakBIJAKSANAAN SESEORANG DIPERLUKAN UNTUK BISA MEMAHAMI YANG salah, DHAMMA YANG tidak SEJATI MUDAH DIMENGERTI. MAKANYA BANYAK YANG teratur, AMBIL YANG salah, BUANG YANG benar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: donny oxford on 14 October 2010, 03:47:56 PM
???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Citta on 09 November 2010, 01:06:29 AM
Dear Friend,, you'll never find Theravada or Mahayana in Dhamma,,
,,Liberate yourself,, this teaching is for happiness of all kind and beings,,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 25 December 2010, 09:29:20 AM
Rekan-rekan Buddhist Theravada yang saya hormati,

Saya copas (copy paste) artikel ini dari WDC (Wihara Dot Com). Mohon tanggapannya karena ini adalah KRITIK yang sangat luar biasa terhadap semua ajaran BASIC Theravada.

Posisi saya adalah netral. Saya adalah awam Buddhist independent yang tak terikat Theravada ataupun Mahayana. Mengapa? Karena sampai saat ini saya terus terang bingung untuk memilih antara Theravada dan Mahayana.

Saya mempelajari secara intensif baik di WDC maupun DC hampir semua artikel di kedua forum selama hampir dua tahun belakangan ini sehingga pemahaman saya cukup luas walaupun itu hanya secara intelektual.

Saya menjelajahi artikel Theravada mulai dari sutta sampai abhidhamma. Life is trully amazing journey, dia mengantar saya mendapat buku. Abhidhammatthasangaha karangan Pandit J Kaharuddin secara gratis (!!!) dari sesama Buddhist yang simpatik yang baru saja saya kenal. Saya sudah mengetahui buku ini dari forum Abhidhamma sehingga tentu saja saya sangat menghargai pemberiannya.

Anggaplah saya sebagai orang yang belum mengenal sama sekali agama Buddha walaupun sebenarnya saya sudah ‘cukup’ tahu banyak (minimal secara intelektual) baik ajaran Theravada maupun Mahayana berikut istilah teknis masing-masing.

--------------------------------

Untuk memudahkan diskusi saya berikan NOMOR URUT diskusi (Saggadhana & Hudoyo).plus  TEMA (yang judul temanya saya bikin setelah saya pahami terlebih dulu apa yang sedang dibahas, maaf kalau saya pakai banyak tanda seru atau tanda tanya untuk ‘mencari perhatian’, terasa ‘menyinggung hati’ Theravadin sekalian di sini.

Ingat ya yang sudah belajar Abhidhamma mestinya bisa mengendalikan citta dan cetasika, ok? Jangan hanya teori saja tapi praktekkan.

Dan jujurlah terhadap diri kita sendiri seperti yang diajarkan Abhidhamma Class.

Jadi mohon rekan-rekan ketika QUOTE jangan lupa berikan NOMOR URUTnya.



-------bersambung -----------

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 25 December 2010, 09:33:45 AM
 http://www.w****a.com/forum/theravada/1761-nibbana-menurut-para-pakar.html  (http://www.w****a.com/forum/theravada/1761-nibbana-menurut-para-pakar.html)


NIBBANA (MENURUT PARA PAKAR)


url] http://www.friendster.com/group-disc...ed=1&&start=40 [/url]
Sedikit tanggapan tajam dari pak Hudoyo. menarik tapi kepanjangan.

[Ini adalah kesempatan yang sangat langka untuk melakukan kritik secara mendasar terhadap KEPERCAYAAN umat Buddha, khususnya dari aliran Theravada. Saya sendiri mendapat pendidikan Agama Buddha dari aliran Theravada. Tulisan ini saya sajikan dengan harapan semoga kritik ini dapat mendobrak kemandekan (stagnasi) dalam pemikiran dan dalam perkembangan spiritualitas umat Buddha Theravada yang menjalankan meditasi vipassana untuk mencapai pembebasan./hudoyo]

Dari: Saggadhana


DISKUSI # 1 : ANATTA = AKU PADAM/LENYAP


SAGGADHANA:
Saya ingin sedikit ikut nimbrung dalam diskusi dalam milis ini mengenai topik diatas, mudah-mudahan saya memberikan masukan yang benar dan sesuai dengan ajaran Buddha itu sendiri.

Ajaran agama Buddha ditemukan oleh Sang Buddha Gautama dengan mengamati phenomena nama (bhatin) dan rupa (jasmani) karena beliau ingin menemukan jalan untuk membebaskan dirinya dari penderitaan. Bila seseorang melakukan hal yang sama, ia akan mencapai kesempurnaan (nibanna).
====================

HUDOYO:
Penderitaan ADALAH aku, bukan ‘Aku yang mengalami penderitaan’. Jadi "membebaskan diri dari penderitaan" berarti membebaskan diri dari aku. Itu jelas mustahil, karena aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku.

Penderitaan memang bisa berakhir, tapi berakhirnya penderitaan berarti berakhir pula aku. Jadi tidak ada aku yang "membebaskan diri dari penderitaan".

Nibbana bukan kesempurnaan, karena tidak ada yang mencapai kesempurnaan.
Alih-alih, nibbana berarti padam; nibbana berarti padamnya aku. Di dalam nibbana, aku bukan menjadi sempurna, melainkan justru padam.

***


DISKUSI # 2 : LOGIKA BISA PAHAMI DHAMMA ?? 


SAGGADHANA:
Menemukan hukum gravitasi hanya dengan mengamati apel yang jatuh. Tidak peduli apakah ia beragama kr****n/islam/Buddha atau lainnya, asalkan ia menjatuhkan apel dari atas maka gerakan apel tersebut akan mengikuti hukum Newton. Hal yang sama dengan 4 kesunyataan mulia atau hukum agama Buddha lainnya (hukum kamma, paticca samupada, dll) karena semuanya berdasarkan kebenaran.
===================

HUDOYO:
Kebenaran ajaran Sang Buddha yang dipahami dengan logika semata-mata sama sekali tidak membebaskan. Sang Buddha mencapai kebenarannya bukan dengan intelek, dengan perenungan/logika, melainkan dengan mengamati secara pasif dan melihat langsung gerak-gerik pikiran/aku ini! Umat Buddha yang hanya memahami ajaran Sang Buddha dengan logika atau intelek semata-mata, tidak akan pernah mengalami sendiri apa itu pembebasan.

Logika atau pemahaman secara intelektual tentang Empat Kesunyataan Mulia sama sekali tidak membebaskan. Empat Kesunyataan Mulia baru membebaskan bila kepalsuan dari aku/pikiran sebagai sumber dukkha dipahami/dilihat secara tuntas, sehingga aku beserta pikiran/logikanya berakhir. Dengan lenyapnya aku, maka dukkha, sebab-musabab dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan menuju lenyapnya dukkha ditembus dan terlihat SEKETIKA.

Jadi sama sekali tidak relevan mempertentangkan konsep-konsep Buddhisme yang katanya "logis" dengan iman agama-agama lain yang oleh sementara orang dikatakan "tidak logis", karena baik konsep Buddhisme maupun kepercayaan agama-agama lain sama sekali tidak ada kaitannya dengan pembebasan. Untuk tercapainya pembebasan, SEMUA konsep dan kepercayaan agama harus tanggal dengan sendirinya.

***


DISKUSI # 3 : LIBERALIZED??? BE LIBERAL!!! DON’T BE CONSERVATIVE!!!


SAGGADHANA:
Setelah menemukan hukum alam tersebut, Sang Buddha menjabarkan dan mengajarkan kepada umat manusia. Semua orang yang mengikuti ajaran yang diajarkan oleh sang Buddha disebut Siswa sang Buddha, sedangkan orang yang mencapai kesempurnaan atau nibanna karena mengikuti ajaran sang Buddha disebut Arahat.
===================

HUDOYO:
"Ajaran Sang Buddha" sangat bervariasi; "jalan pembebasan" pun bermacam-macam: ada Theravada, Sukhavati, Zen, Tantra dll. Sering kali para siswa yang mengaku siswa dari satu Guru ini saling tidak memahami ajaran yang dianut oleh sesama siswa.Yang penting bukan mempersoalkan mana "ajaran Sang Buddha" yang asli atau yang benar, melainkan apakah ajaran itu membebaskan bagi saya atau tidak.

Seorang arahat adalah orang yang akunya sudah lenyap. Oleh karena itu, arahat bukanlah orang yang "sempurna", karena tidak ada lagi akunya yang merasa sempurna. Arahat adalah orang yang mencapai nibbana ("padam"), artinya orang yang padam akunya. Di sini tidak penting bagaimana cara padamnya, atau melalui ajaran siapa aku itu padam.

***

-----------bersambung -------------

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 25 December 2010, 09:38:22 AM

DISKUSI # 4 :  SEKALI LAGI : HANYA DOKTRIN!!!!


SAGGADHANA:
Bila ada orang yang tidak mengenal agama atau ajaran Sang Buddha, namun ia melakukan ariya magga dan meditasi intensif dalam bentuk perenungan; perenungan (cara yang sama dengan sang Buddha) dan ia mencapai kesempurnaan maka orang tersebut disebut oleh umat Buddha sebagai Pacceka Buddha. Seorang pacceka Buddha adalah orang yang mencapai kebuddhaan namun tidak memiliki kemampuan mengajarkan kebenaran yang ditemukannya. Seorang Pacceka Buddha dapat lahir kapan saja (pada saat ajaran Buddha masih ada maupun sesudah lenyap). Sehingga untuk mencapai kesempurnaan tidak perlu bagi seseorang untuk beragama Buddha.

Pacceka Buddha yang tercatat terakhir kali adalah Pacceka Buddha Matanga yang ceritanya dapat dibaca pada alamat berikut ini :
 http://www.webcom.com/imcuk/uchittin/baswl/BASWL11.html  (http://www.webcom.com/imcuk/uchittin/baswl/BASWL11.html).
Beliau mencapai kebuddhaan sebelum Siddhata gautama lahir.
===================

HUDOYO:
Doktrin-doktrin tentang Buddha, Pacceka-buddha, Arahat dsb tidak penting untuk pembebasan. Yang penting ditekankan ialah bahwa ketiga "jenis" manusia itu TELAH PADAM AKUNYA, dan OLEH KARENA ITU mereka sendiri tidak lagi mempersoalkan apakah mereka buddha, pacceka-buddha, atau arahat.

***


DISKUSI # 5 :  ARIYA SACCA & ARIYA MAGGA HANYA IMAN!!! HANYA SATU SAMMASAMBUDDHA DALAM SATU MASA JUGA HANYA IMAN!!!


SAGGADHANA:
Bila suatu ketika dimasa-masa yang akan datang, agama Buddha telah lenyap dari muka bumi dan tidak ada satu orangpun yang mengenal ajaran Buddha maupun istilah Buddha maka akan ada seseorang yang menemukan kebenaran ini, mengajarkan kebenaran ini dan ia akan menyebut dirinya sebagai Buddha. Maka beliau dikategorikan sebagai sammasambuddha atau Buddha yang mengajarkan ajarannya.

Tidak mungkin ada dua sammasambuddha pada periode yang sama. Oleh karena ajaran ini hanya bisa ditemukan pada saat ajaran Buddha sudah lenyap, tentu saja beliau tidak beragama Buddha. Ingat bahwa pada jaman dahulu pertapa gautama merupakan penganut kepercayaan Hindu.
===================

HUDOYO:
Bagian ini bertumpu pada dua KEPERCAYAAN umat Buddha yang saya ragukan kebenarannya:

(1) Bahwa semua Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Suci (ariya-sacca) dan Jalan Suci Berunsur Delapan (ariya-magga) dalam RUMUSAN DAN SISTEMATIKA PEMIKIRAN YANG SAMA seperti yang diajarkan oleh Buddha Gautama. Ini tidak lebih dari kepercayaan yang diterima begitu saja oleh umat Buddha.

(2) Bahwa pada satu zaman TIDAK MUNGKIN ada dua orang yang sama-sama menemukan Kebenaran tanpa belajar dari orang lain dan mengajarkannya
kepada orang lain. Ini juga tidak lebih dari kepercayaan yang diterima begitu saja oleh umat Buddha.

Bagi saya, J Krishnamurti adalah salah seorang yang mencapai pencerahan sempurna (padam akunya) tanpa belajar dari orang lain lalu mengajarkannya kepada orang lain. Juga Bernadette Roberts adalah seorang yang mencapai pencerahan sempurna (padam akunya) tanpa belajar dari orang lain lalu mengajarkannya kepada orang lain. Apakah mereka ‘Buddha’? Apakah mereka ‘Pacceka-Buddha’? Apakah mereka itu ‘Arahat’? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak ada gunanya sama sekali; malah menyimpangkan perhatian dari tugas semestinya, yakni mengamati gerak-gerik aku yang memikirkan pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

Ingatlah bahwa arahat pun disebut ‘anu-buddha’. Sebaliknya, Buddha Gautama pun disebut ‘arahat’. Baik Buddha Gautama maupun para arahat tidak pernah mempersoalkan ‘perbedaan’ itu. Yang membeda-bedakan lalu menonjolkan perbedaan itu hanyalah umat Buddha (yang belum tercerahkan).

***

--------bersambung ------------

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 25 December 2010, 09:42:27 AM

DISKUSI # 6 : ANATTA <> MOHA <> DOSA & LOBHA 


SAGGADHANA:
Apakah ‘nibanna’ itu ? .

Agama Buddha mengenal istilah tiga akar perbuatan yang terdiri dari Lobha (keserakahan), dosa (kebencian) dan moha (kebodohan bhatin).

Lobha itu sendiri adalah reaksi menyenangkan yang dirasakan seseorang atas sesuatu sehingga timbul keinginan untuk terus menerus memiliki atau merasakannya. Sebagai contoh, seseorang yang menyenangi kenikmatan yang ditimbulkan dengan memiliki uang (belanja, foya-foya) maka ia akan cenderung untuk mengejar dan mendewakan uang.

Dosa adalah reaksi sebaliknya atas sesuatu yang tidak menyenangkan sehingga kita cenderung membenci, menghindarinya dengan segala cara. Sebagai contoh orang yang merasa senang akan uang dan merasa bahwa ia akan sengsara bila tidak mempunyai uang maka ia akan berusaha mati-matian untuk menghindari lenyapnya uang yang dimilikinya.

Moha adalah kebodohan kita karena menganggap kedua hal diatas itu real dan ketidak tahuan kita bahwa begitu hebatnya kita ditaklukkan oleh dosa dan lobha, sehingga kita tidak menyadari betapa melekatnya diri kita akan keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan dan keinginan untuk menghindari sesuatu yang tidak menyenangkan.
===================

HUDOYO:
‘Moha’ adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari ‘lobha’
(keinginan) dan ‘dosa’ (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, ‘moha’ adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH ‘lobha’ dan ‘dosa’ itu sendiri.

Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.

***


DISKUSI # 7 : NIBANNA = JUNGKIR BALIK POLA PIKIR!!!!


SAGGADHANA:
Nibanna adalah terjadinya perubahan pola berpikir kita sehingga kita tidak melekat lagi akan tiga akar perbuatan diatas. Nibanna dapat dicapai dalam kehidupan ini , saat ini , sekarang juga dan tidak perlu menunggu mati sehingga nibanna sangat lain dengan ‘surga’ yang hanya bisa dicapai dengan kematian. Dengan terhapusnya keinginan maka terhapus kemelekatan dan roda tunimba lahir ini. Sehingga dikatakan nibanna diluar samsara dan nibanna disebut sebagai Tanhakkhaya (Padamnya nafsu keinginan).
===================

HUDOYO:
Nibbana bukan hanya PERUBAHAN pola pikir, melainkan PENJUNGKIRBALIKAN (transformasi) pola pikiran sehingga aku itu lenyap. Dengan lenyapnya aku, maka tidak ada lagi kelekatan dan penolakan.

Jadi jangan dibalik: bukan ‘dengan terhapusnya keinginan maka terhapus kelekatan dan roda tumimbal lahir’, melainkan PERTAMA-TAMA sadari dan pahami AKU yang SELALU melekat dan menolak ini. Maka, ‘dengan lenyapnya aku, lenyap pula kelekatan, penolakan, dan seluruh penderitaan ini.’

DI SINILAH TITIK KUNCI YANG SERING KALI MENYEBABKAN KEMACETAN SEORANG PEMEDITASI VIPASSANA.

Dan ini sedikit banyak bergantung pula pada tuntunan guru vipassana yang bersangkutan: apakah tuntunannya itu bersifat membebaskan secara tuntas, ataukah hanya sekadar menggeser kelekatanku kepada aku yang lebih halus, aku yang ingin mencapai nibbana, aku yang ingin bebas dari roda tumimbal lahir. ‘Terhapusnya roda tumimbal lahir’ harus dipahami sebagai LENYAPNYA AKU, bukan hanya sekadar ‘padamnya nafsu keinginan’.

***

----------bersambung -----------




Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 25 December 2010, 09:48:51 AM

DISKUSI # 8 : THERAVADA = EKSKLUSIF EKSTREM!


SAGGADHANA:

Jadi kita bisa melihat bahwa pandangan orang yang menyatakan bahwa surga sama dengan ‘nibanna’ adalah tidak benar adanya, maka umat Buddha memandang surga hanya bagian dari 31 alam kehidupan dimana maha pencipta juga merupakan penghuni salah satu alam kehidupan tersebut.
===================

HUDOYO:

Ini adalah salah kaprah khas Theravada. Di sini umat Theravada melihat ‘Tuhan’ dalam agama-agama monoteis dalam pengertian populer, berdasarkan pemahaman harafiah (literal) dari Al-Quran atau Alkitab.

Padahal dalam agama-agama monoteis itu sendiri dikenal beberapa cara memahami kitab suci mereka (hermeneutika). Ada cara literal, ada cara alegoris, ada cara etis, ada cara anagogis (mistikal). Tetapi umat Theravada suka sekali melihat Tuhan dari agama monoteis itu secara literal saja. Jelas hal itu memberikan kepuasan yang besar, karena dikiranya telah berhasil menelanjangi keabsurdan Tuhan.

Ini sama salah kaprah dan tidak etisnya seperti seorang kr****n yang mengritik agama Buddha sebagai agama yang bakar-bakar kertas berdasarkan segelintir sutta/sutra tertentu saja.

Seorang kr****n, kalau mau berdebat kusir, gampang saja menjawab ini: ‘Tuhan adalah pencipta alam semesta; ke-31 alam yang ada, termasuk para arahat dan buddha di dalamnya, semuanya adalah ciptaan Tuhan.’

Bagi umat kr****n, Tuhan adalah pencipta (khalik) alam semesta; seluruh alam semesta beserta segala isinya adalah ciptaan (makhluk)-nya, tapi Tuhan sendiri bukan ciptaan (makhluk). Jadi kritik umat Buddha terhadap Tuhan dengan menganggapnya sebagai makhluk tidak relevan.

Uraian Rekan Saggadhana berasal dari Brahmajala-sutta (yang sering kali ditampilkan oleh para pengkhotbah Theravada untuk mengritik ajaran Agama kr****n). Saya sendiri tidak percaya bahwa Brahmajala-sutta itu berasal dari mulut Sang Buddha. Secara psikologis terdapat kesan kuat, bahwa sutta itu diciptakan oleh para bhikkhu yang datang belakangan ketika mereka harus berhadapan dengan penganut Agama Hindu yang percaya pada dewa Brahma.

(Dari hasil penelitian para pakar disimpulkan bahwa sutta-sutta panjang seperti yang terdapat dalam Digha-nikaya, adalah merupakan penggabungan beberapa sutta pendek, dan bukan merupakan rekaman dari satu khotbah yang panjang. Di sini tidak tertutup kemungkinan penyisipan atau interpolasi tanpa disadari oleh para bhikkhu yang menurunkan kitab suci secara lisan dari mulut ke mulut selama ratusan tahun.)

Bagi saya, Sang Buddha mengajarkan pembebasan, bukan mengajarkan
kosmologi. Ingatlah akan perumpamaan daun Simsapa. Perumpamaan daun
Simsapa suatu ajaran yang sangat unik, yang tidak pernah kita dengar di agama-agama lain inilah yang menurut saya sungguh-sungguh berasal dari mulut Sang Buddha.

***



DISKUSI # 9 : VIPASANNA (SAMMA SATI)  SATU-SATUNYA JALAN?


SAGGADHANA:

Bagaimana mencapai ke ‘nibanna’ an ?

Ada yang beranggapan bahwa nibanna bisa dicapai dengan banyak-banyak berbuat baik dan beramal. Namun bila kita melihat konsep nibanna diatas dimana nibanna suatu keadaan yang dicapai dengan perubahan secara total atas pola pikir kita maka kita bisa membayangkan apakah nibanna bisa dicapai dengan banyak-banyak berbuat baik.

Saya sama sekali tidak membantah bahwa perbuatan baik yang dilakukan kita akan membantu tercapainya nibanna. Saya juga setuju bila dengan berbuat baik semakin banyak maka jalan kita mencapai nibanna semakin lapang. Saya sangat menyadari bahwa semakin sering kita berbuat baik maka semakin cepat dan ‘semakin dekat kita dengan nibanna’ itu sendiri. Namun nibanna tidak akan bisa dicapai dengan hanya berbuat baik saja. Mengapa???

Nibanna hanya bisa tercapai dengan ariya magga dimana samma sati (vipassana) sebagai salah satu pilar utamanya sedangkan dana sendiri tidak termasuk dalam salah satu unsur dari ariya magga. Dana hanyalah menjadi pondasi dasar dari ariya magga dan bukan ariya magga itu sendiri. Untuk membaca ariya magga lebih lanjut silahkan klik alamat berikut ini

< http://www.samaggi-phala.or.id/naska....php?id=796&am p;amp;cont=dhammasari06\
.html&amp;path=naskahdhamma/dhammasari&amp;multi=T&a mp;amp;hal=0&amp;hmid=235 >
===================

HUDOYO:

Pendapat ini bertumpu pada satu ASUMSI yang saya pertanyakan: yakni bahwa hanya jalan kearifan (wisdom) alias meditasi vipassana-lah SATU-SATUNYA JALAN menuju pembebasan (lenyapnya aku). Sekalipun saya sendiri mengajar meditasi vipassana, namun saya tidak berpendapat seperti itu.

Dari asumsi ini, mau tidak mau harus disimpulkan bahwa semua jalan yang lain tidak akan menghasilkan pembebasan. Termasuk di dalamnya: ‘jalan bhakti’ (di Agama Buddha adalah nianfu dari aliran Sukhavati), ‘jalan karma’, dsb. Bagi saya, hal itu tidak dapat diterima.

Saya berpendapat, jalan apa pun mempunyai potensi untuk lenyapnya aku (nibbana). Seorang yang menghabiskan seluruh hidupnya berbuat untuk orang lain, tanpa memikirkan diri sendiri, mempunyai potensi untuk pembebasan.

Seorang yang menghabiskan seluruh hidupnya dalam perenungan terhadap apa yang dipujanya (Amitabha, Yesus, Maria dsb), mempunyai potensi untuk pembebasan. Mereka akan mencapai pembebasan (nibbana) begitu akunya padam, bukan karena telah memahami ‘tanpa-aku’ lebih dulu secara teoretis-intelektual, melainkan karena akunya tidak pernah dihiraukannya lagi.

Sebaliknya, sekalipun orang menempuh jalan kearifan (vipassana), selama ia belum bebas dari akunya yang menginginkan nibbana, dari akunya yang masih membeda-bedakan berbagai agama dan jalan spiritual dan menganggap jalannya sendiri paling baik dan benar, selama itu pula ia akan mandek di jalan yang seharusnya memberikan kearifan itu.

***

---------bersambung ------------
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 25 December 2010, 09:54:55 AM

DISKUSI # 10 : BLIND FAITH TERHADAP ARIYA MAGGA & SEKALI LAGI THERAVADA TERBUKTI EKSKLUSIF EKSTREM


SAGGADHANA:
Bila seseorang tidak beragama Buddha , namun ia menjalankan ariya magga secara tidak sadar, ia menjalankan ariya magga secara intensif maka ia pasti akan mencapai ke ‘nibanna’an. Dalam Buddha tidak perlu label tidak perlu penyelamatan atau lainnya namun lebih mementingkan tindakan nyata.

Bahkan silabbataparamasa (kepercayaan bahwa upacara/adat istiadat dapat membawa seseorang mencapai kesempurnaan) dianggap sebagai salah satu dari 10 belenggu (samyojana) yang harus dipatahkan bagi umat yang ingin mencapai ke ‘nibanna’an. Untuk menmgetahui lebih lanjut mengenai samyojana cek alamat berikut ini:
<http://www.palikanon.com/english/wtb/s_t/samyojana.htm>
===================

HUDOYO:
‘Menjalankan ariya magga secara tidak sadar’  apa artinya ungkapan itu? ‘Ariya-magga’ pada puncaknya adalah vipassana (samma-sati).

Bagaimana orang yang tidak pernah mengalami keadaan-sadar seperti itu (vipassana) bisa dikatakan menjalankan ‘ariya-magga’ (baik secara sadar atau secara tidak sadar)? Absurd, kan.

Pendapat seperti ini di dalam wacana antar-iman termasuk inklusivisme. Di situ diakui kemungkin keselamatan/pembebasan bagi orang-orang di luar agama sendiri, yang dianggap menjalankan ajaran agama sendiri tanpa disadarinya. Pandangan seperti ini tercermin dalam ungkapan kr****n inklusivistik:  ‘Di luar Gereja, ada banyak orang kr****n Anonim.’

Dalam pandangan inklusivistik tetap diyakini jalan sendiri sebagai yang paling baik dan benar. Ini berbeda dengan pandangan pluralistik, di mana diakui bahwa semua jalan spiritual mempunyai potensi untuk sampai pada keselamatan/pembebasan TANPA HARUS MENGACU PADA JALAN YANG LAIN.

Justru umat Buddha yang menjalankan ‘ariya-magga’ dengan sadar, menjalankan vipassana dengan sadar artinya dengan menyadari bahwa ‘Aku menjalankan vipassana’, dan mengacu pada teori vipassana yang dimilikinya dia tidak akan pernah mengalami lenyapnya aku, tidak akan pernah mengalami nibbana. Lenyapnya aku hanya akan terjadi bila gerak-gerik aku yang menjalankan vipassana itu diamati dan disadari terus-menerus secara pasif.

Sebaliknya, umat agama lain (non-Buddhis), yang sebelumnya tidak pernah mendengar tentang vipassana dan keadaan tanpa-aku (anatta), ketika diajar mengamati aku, biasanya akan relatif lebih cepat dapat menangkap kiatnya, dibandingkan umat Buddha sendiri yang sudah belajar teori vipassana dan doktrin anatta sejak dari sekolah minggu. Ini pengalaman saya mengajar vipassana kepada umat Buddhis maupun non-Buddhis.

(Tanggapan Rekan Atprilyanto, seorang Muslim kalau tidak salah, yang belajar mengamati aku dalam pelatihan MMD (Meditasi Mengenali Diri) beberapa tahun lalu menunjukkan kebenaran hal itu.)

***

DISKUSI #11 : THERAVADA TERLALU BERPUAS PUAS DIRI - TERLALU KONSERVATIF - TERLALU KRITIS LOGIS - SEHINGGA PERKEMBANGANNYA LAMBAT DAN TIDAK SEPESAT MAHAYANA YANG MENGANDALKAN HATI MAITRI KARUNA, LIBERALIS, DINAMIS, ADAPTIF ?? 


SAGGADHANA:
Yang menjadi pertanyaan adalah bila umat agama lain, namun tidak menjalankan ariya magga dan hanya mengikuti ajaran agamanya saja, bisakah ia mencapai nibanna?? Anda bisa menyimpulkan sendiri.
===================

HUDOYO:
Kesimpulan saya ‘yang tentu saja bertolak belakang dengan kesimpulan Rekan Saggadhana’ sudah saya sampaikan di atas.

***

SAGGADHANA:
Semoga masukan diatas dapat menambah bahan diskusi dan bermanfaat bagi kita semua.

Dengan penuh metta
Saggadhana
===================

HUDOYO:
Semoga tanggapan ini dapat membangunkan sementara umat Buddha Theravada dari rasa puas diri yang menutupi kearifan selama ini.

Salam dari Amsterdam,
Hudoyo


--------tamat --------

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 25 December 2010, 10:00:29 AM
SEBELUMNYA, SORRY KALAU COPY-PASTE ARTIKEL PAK HUDOYO SAYA BAGI LIMA POSTINGAN SUPAYA ENAK DIBACA.

Saya membaca semua postingan di PANDANGAN KRITIS TERHADAP MAHAYANA yang sangat PANJANGGGGGG sekali , yang sudah mencapai 137 halaman ketika saya post beberapa komentar saya di sana.

 http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9103.2040  (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9103.2040) #2047

Quote


Theravada cenderung menuduh Mahayana Eternalistik :ngomel:
Mahayana cenderung menuduh Theravada Nihilistik :ngomel:

ETERNALISME & NIHILISME yang walaupun secara TEORITIS sama-sama  DITOLAK THERAVADA & MAHAYANA namun dalam PRAKTEK itulah yang sesungguhnya menjadi PERDEBATAN yang sangat ABHI (HALUS-TINGGI-LUAS) yang tak kunjung usai (dapat dibandingkan dengan perdebatan antara THEISME  dan ATHEISME  yang juga tak akan pernah berakhir).






 http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9103.msg313866#msg313866  (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9103.msg313866#msg313866) #2058

Quote


Theravada cenderung Konservatif
Mahayana cenderung Liberal

Koq kayak Partai Republik vs Partai Demokrat di USA aja ya? ^-^

Theravada cenderung Individualis/Egois
Mahayana cenderung Sosialis/Altruis

Koq kayak Kapitalis vs Komunis aja ya? ^-^

Theravada cenderung menjunjung tinggi Citta Logis Kritis
Mahayana cenderung menjunjung tinggi Hati Maitri Karuna

Koq kayak Ilmuwan vs Rohaniawan aja ya ^-^


Dua postingan saya di thread tersebut,  sudah cukup mewakili NETRALITAS  yang ada di dalam batin (pikiran/citta dan hati/vedana) sekaligus ANALISIS SAYA PRIBADI.

Dan saya tambahkan lagi kecenderungan kelima (yang terkait dengan kecendrungan pertama Nihilis-Eternalis)



Theravada cenderung Atheis ;)
Mahayana cenderung Theis ;)



Ayo kita hidupkan kembali thread PANDANGAN KRITIS TERHADAP THERAVADA ini.

------------------------------. 

PERHATIAN!!!!

Jangan ad hominem (menyerang pribadi)  - kalau bisa sih.

Kalau menyerang pribadi – saya atau kita semua di sini berhak untuk tidak menanggapi.

Mari berdiskusi di sini dengan tenang tanpa harus menghina ajaran ‘AGAMA LAIN’ yang kita (Theravada dan Mahayana) anggap ‘tidak sesuai’ sekalipun seperti Miledadao / MLDD yang theistic karena percaya ‘Laomu’ sebagai ‘Bunda’ Buddha Gotama maupun True Buddha School / Zhen Fo Zong / ZFZ yang pemimpinnya mengaku sudah bertemu bahkan minum kopi bersama sang Buddha Gotama!

Saya pribadi menolak ajaran Miledadao dan Zhenfozong yang saya anggap sudah terlalu melenceng dari dasar-dasar Theravada dan Mahayana. Namun saya persilahkan rekan-rekan MLDD & ZFZ  berdiskusi di sini asal jangan BAWA DENDAM KESUMAT (terutama Johsun dari MLDD  dan Padmakumara dari ZFZ )  karena sudah dicerca habis-habisan di thread lain yang  dikategorikan sebagai AGAMA, KEPERCAYAAN, TRADISI, FILSAFAT  LAIN.

Saran saya adalah Johsun dan Padmakumara memberikan pendapatnya dengan hati yang tenang dan bukan dengan emosional. Dan kalau mereka berdua ‘nyampah’ lagi, harap moderator delete postingan mereka yang hanya menghabiskan halaman saja. Terus treang saya capek luar biasa membaca sampahnya Padmakumara plus rekan-rekan sekalian yang malah ‘menyiram api dengan bensin’ sehingga thread SEPUTAR LU SHENG YEN mencapai rekor terpanjang (400 halaman) di Dhammacitta ini. Padahal kalau mau dihilangkan sampah-sampahnya mungkin nggak sampai 50 halaman.

Diskusi dimulai!


Citta & Metta _ /\_

Thema (Theravada Mahayana)


-----------------------------------------------------

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 25 December 2010, 10:01:53 AM
Apa arti AKU menurut hudoyo?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 25 December 2010, 10:14:50 AM
ATTA
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 25 December 2010, 10:59:49 AM
Pertama saya hendak mengkritisi balas argumen yang di Copy paste oleh Sdr. Thema

Quote
DISKUSI # 8 : THERAVADA = EKSKLUSIF EKSTREM!


SAGGADHANA:
Jadi kita bisa melihat bahwa pandangan orang yang menyatakan bahwa surga sama dengan ‘nibanna’ adalah tidak benar adanya, maka umat Buddha memandang surga hanya bagian dari 31 alam kehidupan dimana maha pencipta juga merupakan penghuni salah satu alam kehidupan tersebut.
===================

HUDOYO:

Ini adalah salah kaprah khas Theravada. Di sini umat Theravada melihat ‘Tuhan’ dalam agama-agama monoteis dalam pengertian populer, berdasarkan pemahaman harafiah (literal) dari Al-Quran atau Alkitab.


Ini adalah salah satu argumen yang salah dari premis yang salah. 

Setahu saya, Theravadin tidak memandang adanya sesuatu yang benar-benar maha pencipta , apalagi maha pencipta tersebut merupakan penghuni satu alam. Jadi premis dari Sdr. Saggadhana adalah premis yang salah.

Dan menanggapi premis yang salah dengan mengatakan “Ini adalah salah kaprah khas Theravada” yang dikatakan oleh Sdr. Hudoyo, juga merupakan suatu kesalahan, karena menyetujui premis yang salah tersebut.

Jadi, bagi saya ini adalah salah satu percakapan yang lucu, sama lucunya seperti orang yang menyetujui untuk menghitung sudut 90 derajat dari sebuah lingkaran atas permintaan seseorang (padahal lingkaran tidak memiliki sudut) :P

Itu dulu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 25 December 2010, 11:09:06 AM
demi kesamaan sudut pandanng, mungkin Sdr. Thema juga perlu menjelaskan terlebih dulu definisi dari beberapa terminologi yg digunakan spt:

1. NIHILISTIK
2. ETERNALISTIK
3. KONSERVATIF
4. LIBERAL
5. INDIVIDUALIS/EGOIS
6. SOSIALIS/ALTRUIS
7. CITTA LOGIS KRITIS
8. HATI MAITRI KARUNA
9. THEIS
10. ATHEIS


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 25 December 2010, 01:10:17 PM
Baik saya jelaskan satu per satu
1. NIHILISTIK (setelah mati, batin/kesadaran/roh/jiwa - hilang/lenyap semua)
2. ETERNALISTIK (setelah mati, batin/kesadaran/roh/jiwa - masih ada)
3. KONSERVATIF (berhati-hati dalam bertindak, cenderung mengikuti aturan tertentu yang sistematis, tidak berani ambil resiko)
4. LIBERAL (bebas dalam bertindak sehingga kadang ceroboh, cenderung suka mengubah aturan, berani mengambil resiko)
5. INDIVIDUALIS/EGOIS (dalam arti manusia adalah makhluk individu dan cenderung mementingkan dirinya sendiri dahulu sebelum orang lain)
6. SOSIALIS/ALTRUIS (dalam arti manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam kehidupannya dan cenderung mementingkan kepentingan orang banyak dibandingkan dirinya sendiri, rela berkorban untuk kepentingan orang banyak)
7. CITTA LOGIS KRITIS (Pikiran yang logis dan kritis, pikiran sebagai bagian dari batin dalam Buddhisme)
8. HATI MAITRI KARUNA (Perasaan yang penuh kasih sayang, perasaan sebagai bagian dari batin dalam Buddhisme)
9. THEIS (mempercayai adanya Tuhan atau sejenis Tuhan (misalnya Alam Semesta=Tuhan bagi yang Pantheis), dan theis ini biasanya dihubungkan dengan penciptaan, pengaturan atau penghancuran alam semesta, atau bahkan alam semesta itu sendiri (bagi yang pantheis). Jadi yang termasuk di dalam theis adalah monotheis dan polytheis serta pantheis)
10. ATHEIS (lack belief of God, kurang percaya terhadap Tuhan tapi tidak tahu apakah Tuhan itu dongeng atau benar-benar ada, jadi agnostik termasuk di sini, atau tidak percaya sama sekali terhadap adanya Tuhan, atau menganggap Tuhan ada tapi Tuhan tak peduli dengan ciptaannya alias Tuhan ada tapi tak mengurusi semesta. Jadi atheis di sini adalah atheis, agnostik, semi-atheis dan sejenisnya)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 25 December 2010, 01:17:41 PM
4. LIBERAL (bebas dalam bertindak sehingga kadang ceroboh, cenderung suka mengubah aturan, berani mengambil resiko)
dengan mengatakan bahwa MAHAYANA cenderung LIBERAL apakah anda memiliki bukti kecerobohan mahayana dan aturan apa yg telah diubah oleh mahayana?

Quote
5. INDIVIDUALIS/EGOIS (dalam arti manusia adalah makhluk individu dan cenderung mementingkan dirinya sendiri dahulu sebelum orang lain)
bukankah Theravada juga mengajarkan 10 Parami? dan dalam perjalanan Bodhisatta selama 4 assankheyya + 100 ribu kappa, bukankah Sang Bhodisatta bahkan rela mengorbankan nyawanya demi menolong makhluk lain? egoiskah ini?


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 25 December 2010, 03:58:27 PM
5. INDIVIDUALIS/EGOIS (dalam arti manusia adalah makhluk individu dan cenderung mementingkan dirinya sendiri dahulu sebelum orang lain)
6. SOSIALIS/ALTRUIS (dalam arti manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam kehidupannya dan cenderung mementingkan kepentingan orang banyak dibandingkan dirinya sendiri, rela berkorban untuk kepentingan orang banyak)

Bro Thema yang baik, saya hanya mengutip poin 5 yang menurut saya tidak benar.
Sang Buddha membebaskan diri Beliau lebih dahulu, setelah mendapatkan cara pembebasan lalu menolong mahluk lain dengan mengajarkan jalan pembebasan juga.
Ini juga merupakan jalan yang ditempuh para Siswa Ariya, yang berusaha mempelajari jalan pembebasan bagi diri mereka, baru menolong mahluk lain dengan mengajarkan jalan pembebasan yang telah dialami/dipahaminya.

Jika para Siswa Ariya/Sang Buddha mau egois, setelah mendapatkan jalan pembebasan/pencerahan mereka tak perlu repot-repot mengajarkan mahluk lain jalan pembebasan. Sebodo amat, ya kan...?

Apakah sikap tidak egois ditunjukkkan dengan membaca mantra agar mahluk lain selamat/ diselamatkan mahluk lain (Bodhisatta/Buddha) atau secara langsung mengajarkan jalan pembebasan bagi diri mereka...? Sehingga mereka terbebas dan mencapai jalan ke Nibbana...?

Menurut anda manakah yang lebih egois:
- Membaca mantra agar orang lain selamat, agar ditolong Bodhisatta/Buddha, melepas kura-kura burung, tidak makan daging dan lain-lain, atau....
- Mengajarkan dan membimbing mahluk lain bermeditasi Vipassana agar mencapai jalan pembebasan bagi dirinya, hingga mencapai Nibbana...? Dan lebih dari itu mereka yang telah diselamatkan (telah mencapai Nibbana) lalu pada gilirannya juga membimbing mahluk lain yang belum terbebas agar menjadi selamat dan terbebas juga/mencapai Nibbana...?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 25 December 2010, 04:33:04 PM
Quote
Theravada cenderung menuduh Mahayana Eternalistik 
Mahayana cenderung menuduh Theravada Nihilistik 

1. NIHILISTIK (setelah mati, batin/kesadaran/roh/jiwa - hilang/lenyap semua)
2. ETERNALISTIK (setelah mati, batin/kesadaran/roh/jiwa - masih ada)

Dengan mengatakan bahwa Theravada menuduh Mahayana dan sebaliknya, tentu yg anda maksudkan adalah ajaran dari kedua aliran tersebut. dalam sutta manakah terdapat tuduhan dari theravada bahwa mahayana menganut eternalistik?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 25 December 2010, 05:21:48 PM
Dengan mengatakan bahwa Theravada menuduh Mahayana dan sebaliknya, tentu yg anda maksudkan adalah ajaran dari kedua aliran tersebut. dalam sutta manakah terdapat tuduhan dari theravada bahwa mahayana menganut eternalistik?
kayaknya yg dimaksudkan om thema di atas adalah penganutnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 25 December 2010, 06:21:50 PM
demi kesamaan sudut pandanng, mungkin Sdr. Thema juga perlu menjelaskan terlebih dulu definisi dari beberapa terminologi yg digunakan spt:

1. NIHILISTIK
2. ETERNALISTIK
3. KONSERVATIF
4. LIBERAL
5. INDIVIDUALIS/EGOIS
6. SOSIALIS/ALTRUIS
7. CITTA LOGIS KRITIS
8. HATI MAITRI KARUNA
9. THEIS
10. ATHEIS




Sory OOT...
Akhirnya ada yang memulai diskusi dengan menyamakan dulu sudut pandang.Biasanya yang terjadi dalam membahas 1hal:yang satu bilang biawak dan yang satu bilang kadal.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 25 December 2010, 08:46:15 PM

DISKUSI # 6 : ANATTA <> MOHA <> DOSA & LOBHA 


Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Kalau begitu untuk pak hudoyo harus capek-capek mengajarkan meditasi??Kalau ingin AKU berakhir bisa dengan minum baygon,atau minta disuntik mati,atau gantung diri dan banyak lainnya.Maka lenyaplah AKU yang ada sekarang.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 25 December 2010, 10:55:19 PM
Quote
Sory OOT...
Akhirnya ada yang memulai diskusi dengan menyamakan dulu sudut pandang.Biasanya yang terjadi dalam membahas 1hal:yang satu bilang biawak dan yang satu bilang kadal.

Quote
Kalau begitu untuk pak hudoyo harus capek-capek mengajarkan meditasi??Kalau ingin AKU berakhir bisa dengan minum baygon,atau minta disuntik mati,atau gantung diri dan banyak lainnya.Maka lenyaplah AKU yang ada sekarang.

sorry OOT juga, setelah sekian lama tidak pernah online ke DC hari ini baca postingan sis jadi kepengin ketawa.

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: johan3000 on 26 December 2010, 12:20:26 AM
sorry OOT juga, setelah sekian lama tidak pernah online ke DC hari ini baca postingan sis jadi kepengin ketawa.

mettacittena,

(http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR0S4kbRbYPwQ91cdnPlsWQPyhcSY8RpOAMGaCEaazqkCzxA5K_cQ)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 26 December 2010, 06:18:39 AM
Jika mau mengerti Buddha Dhamma, referensi Tipitaka  ^:)^
kalau cuma membandingkan pendapat pribadi2 tentunya tidak akan ketemu, malah bingung ???

Saya yakin jika sering membaca, membahas di 'alam DC' baik pendapat pribadi maupun Sutta2, buku2 Dhamma online sudah banyak, tentunya akan banyak mengerti, seperti saya juga sudah mengalaminya tapi tetap dipengaruhi parami dan batin masing2 orang berbeda.

(maaf bukan iklan DC) :))

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 26 December 2010, 07:18:09 AM
dengan mengatakan bahwa MAHAYANA cenderung LIBERAL apakah anda memiliki bukti kecerobohan mahayana dan aturan apa yg telah diubah oleh mahayana?
saya bilang CENDERUNG ceroboh dan itupun kadang-kadang jadi tidak selalu ceroboh dan ini terkait dengan sikap liberalnya. contohnya adalah mengenai meditasi yang kadang tidak mengikuti aturan tertentu yang sistematis seperti Theravada yang dapat dibaca dari perdebatan antara marcedes dan sobat-dharma, atau berani mengganti meditasi dengan nianfo dan lain-lain.
Quote
bukankah Theravada juga mengajarkan 10 Parami? dan dalam perjalanan Bodhisatta selama 4 assankheyya + 100 ribu kappa, bukankah Sang Bhodisatta bahkan rela mengorbankan nyawanya demi menolong makhluk lain? egoiskah ini?
Saya bilang CENDERUNG egois bukan 100% egois tapi egois dalam bentuk YANG SANGAT HALUS (ABHI). Saya beri contoh misalnya mengenai konsep sammasambuddha dalam satu masa, bukankah itu egoisme dalam bentuk yang sangat halus? Ibaratnya begitu banyak orang harus ngantri jadi Buddha selama ajaran Buddha itu belum lenyap, yang mungkin lenyapnya ribuan, jutaan atau milyaran tahun lagi. Buddha jadi kayak raja diraja atau God of the gods. Dan Buddha GOTAMA terkesan sangat egois dengan mengangkangi gelar itu sendirian dan tidak mau orang lain menerima gelar yang sama. Apa bedanya dengan Allah SWT yang super egois dengan kalimat Tiada Tuhan Lain Selain Aku, Hanya aku yang harus kalian puja dan sembah?  Karena itu dalam Tantrayana kemudian dikenal banyak sammasambuddha bahkan dalam satu masa sekalipun untuk melawan kecenderungan egoistik ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 26 December 2010, 08:25:24 AM
sorry OOT juga, setelah sekian lama tidak pernah online ke DC hari ini baca postingan sis jadi kepengin ketawa.

mettacittena,

(http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR0S4kbRbYPwQ91cdnPlsWQPyhcSY8RpOAMGaCEaazqkCzxA5K_cQ)

thanks kiriman nya bro, boleh dipake ngga? (***jangan salah, mau nya buat ngetok yg krm***), hehehe...


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 26 December 2010, 08:29:05 AM
Ini menarik...

Quote
DISKUSI # 1 : ANATTA = AKU PADAM/LENYAP

HUDOYO:
Penderitaan ADALAH aku, bukan ‘Aku yang mengalami penderitaan’. Jadi "membebaskan diri dari penderitaan" berarti membebaskan diri dari aku. Itu jelas mustahil, karena aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku.


DISKUSI # 2 : LOGIKA BISA PAHAMI DHAMMA ??

HUDOYO:
Kebenaran ajaran Sang Buddha yang dipahami dengan logika semata-mata sama sekali tidak membebaskan. Sang Buddha mencapai kebenarannya bukan dengan intelek, dengan perenungan/logika, melainkan dengan mengamati secara pasif dan melihat langsung gerak-gerik pikiran/aku ini!


Jika kita mencap, menilai diri yang tidak kekal ini sebagai sesuatu yang sangat buruk, yang hitam tanpa putih, tidak berguna sama sekali, “aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku”, yang perlu dimusnahkan, lalu siapa atau apa yang mengamati secara pasif dan melihat langsung gerak-gerik pikiran/aku ini agar mencapai kebenaran?

Semoga siswa-siswa MMD bisa menjawab pertanyaan ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 26 December 2010, 08:34:38 AM
Quote
Quote from: Indra on Yesterday at 01:17:41 PM

    dengan mengatakan bahwa MAHAYANA cenderung LIBERAL apakah anda memiliki bukti kecerobohan mahayana dan aturan apa yg telah diubah oleh mahayana?
Quote
saya bilang CENDERUNG ceroboh dan itupun kadang-kadang jadi tidak selalu ceroboh dan ini terkait dengan sikap liberalnya. contohnya adalah mengenai meditasi yang kadang tidak mengikuti aturan tertentu yang sistematis seperti Theravada yang dapat dibaca dari perdebatan antara marcedes dan sobat-dharma, atau berani mengganti meditasi dengan nianfo dan lain-lain.

Quote
    bukankah Theravada juga mengajarkan 10 Parami? dan dalam perjalanan Bodhisatta selama 4 assankheyya + 100 ribu kappa, bukankah Sang Bhodisatta bahkan rela mengorbankan nyawanya demi menolong makhluk lain? egoiskah ini?
Quote
Saya bilang CENDERUNG egois bukan 100% egois tapi egois dalam bentuk YANG SANGAT HALUS (ABHI). Saya beri contoh misalnya mengenai konsep sammasambuddha dalam satu masa, bukankah itu egoisme dalam bentuk yang sangat halus? Ibaratnya begitu banyak orang harus ngantri jadi Buddha selama ajaran Buddha itu belum lenyap, yang mungkin lenyapnya ribuan, jutaan atau milyaran tahun lagi. Buddha jadi kayak raja diraja atau God of the gods. Dan Buddha GOTAMA terkesan sangat egois dengan mengangkangi gelar itu sendirian dan tidak mau orang lain menerima gelar yang sama. Apa bedanya dengan Allah SWT yang super egois dengan kalimat Tiada Tuhan Lain Selain Aku, Hanya aku yang harus kalian puja dan sembah?  Karena itu dalam Tantrayana kemudian dikenal banyak sammasambuddha bahkan dalam satu masa sekalipun untuk melawan kecenderungan egoistik ini.

bro Thema yg baik,
- apakah sesuatu yg tidak sesuai dengan textual bisa dibilang liberal/ceroboh?
- apakah sesuatu yg amat sulit dilakukan dlm hal ini pengumpulan parami, dikarenakan kemampuan seorang puthujjana mengumpulkan parami utk menjadi sammasambuddha teramat sulit sekali dikatakan egois?

mettacittena,

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 26 December 2010, 09:16:33 AM

Saya bilang CENDERUNG egois bukan 100% egois tapi egois dalam bentuk YANG SANGAT HALUS (ABHI). Saya beri contoh misalnya mengenai konsep sammasambuddha dalam satu masa, bukankah itu egoisme dalam bentuk yang sangat halus? Ibaratnya begitu banyak orang harus ngantri jadi Buddha selama ajaran Buddha itu belum lenyap, yang mungkin lenyapnya ribuan, jutaan atau milyaran tahun lagi. Buddha jadi kayak raja diraja atau God of the gods. Dan Buddha GOTAMA terkesan sangat egois dengan mengangkangi gelar itu sendirian dan tidak mau orang lain menerima gelar yang sama. Apa bedanya dengan Allah SWT yang super egois dengan kalimat Tiada Tuhan Lain Selain Aku, Hanya aku yang harus kalian puja dan sembah?  Karena itu dalam Tantrayana kemudian dikenal banyak sammasambuddha bahkan dalam satu masa sekalipun untuk melawan kecenderungan egoistik ini.

Sdr. Thema, menyatakan kehadiran Sammasambuddha yang jarang dan terbatas sebagai  suatu CENDERUNG egois, tidak dapat diterima oleh pemikiran saya. Hal ini sama dengan mengatakan seorang guru Wali Kelas SD adalah cenderung egosi karena di dalam kelasnya hanya ada 1 orang murid yang pandai dan ranking 1. Padahal keberadaan hanya 1 orang murid yang pandai dan ranking satu bukan kehendak si Wali Kelas, tetapi karena kondisi murid-muridnya seperti itu.

Begitu juga kondisi makhluk dari satu tata surya yang hanya memungkinkan satu Sammasambuddha dalam satu masa tertentu.

Jika dalam Theravada dikatakan Buddha Gotama terkesan sangat egosi sama seperti agama tetangga, maka seharusnya tidak ada kisah Buddha Kassapa sebagai Buddha masa lampau dan juga tidak ada kisah Metteyya sebagai Buddha yang akan datang. Jika egosi maka hanya ada 1 Buddha dari masa ke masa yaitu hanya Buddha Gotama. Tapi nyatanya tidak demikian dalam literatur Theravada.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 26 December 2010, 09:18:16 AM
saya bilang CENDERUNG ceroboh dan itupun kadang-kadang jadi tidak selalu ceroboh dan ini terkait dengan sikap liberalnya. contohnya adalah mengenai meditasi yang kadang tidak mengikuti aturan tertentu yang sistematis seperti Theravada yang dapat dibaca dari perdebatan antara marcedes dan sobat-dharma, atau berani mengganti meditasi dengan nianfo dan lain-lain.
saya kira tidak bijaksana untuk membandingkan theravada vs mahayana dengan berpatokan bahwa theravada adalah versi yg benar dan mahayana adalah versi turunan. menurut kaum mahayanis, cara meditasi nianfo juga diajarkan oleh Sang Buddha. jadi tidak ada perubahan dalam hal meditasi, jika mengikuti pandangan Mahayana.

Quote
Saya bilang CENDERUNG egois bukan 100% egois tapi egois dalam bentuk YANG SANGAT HALUS (ABHI). Saya beri contoh misalnya mengenai konsep sammasambuddha dalam satu masa, bukankah itu egoisme dalam bentuk yang sangat halus? Ibaratnya begitu banyak orang harus ngantri jadi Buddha selama ajaran Buddha itu belum lenyap, yang mungkin lenyapnya ribuan, jutaan atau milyaran tahun lagi. Buddha jadi kayak raja diraja atau God of the gods. Dan Buddha GOTAMA terkesan sangat egois dengan mengangkangi gelar itu sendirian dan tidak mau orang lain menerima gelar yang sama. Apa bedanya dengan Allah SWT yang super egois dengan kalimat Tiada Tuhan Lain Selain Aku, Hanya aku yang harus kalian puja dan sembah?  Karena itu dalam Tantrayana kemudian dikenal banyak sammasambuddha bahkan dalam satu masa sekalipun untuk melawan kecenderungan egoistik ini.
menurut pandangan Theravada, hal itu adalah kebenaran (berbeda dengan egois). dalam Tantrayana memang dikenal banyak Buddha, misalnya BADUT HIDUP LSY, tapi badut ini bukan Buddha dalam pandangan Theravada. ada beberapa hal yg diajarkan oleh Sang Buddha yg terkesan egois, tapi kalau dipelajari lebih jauh ternyata cukup masuk akal, beralasan, dan sama sekali tidak egois. "egois" hanyalah kata yg digunakan oleh aliran lain untuk mendebat Theravada.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 26 December 2010, 02:37:34 PM
Hoooooiiii, satu satu ya. Harap ngantri. :))

Ada bagusnya saya diam dulu, sebab pertanyaan banyak, dan nggak ada rekan-rekan Mahayana yang nimbrung di sini.
saya harap bro Gandalf, bro Tan, bro sobat-dharma, bisa comment.

saya ga online terus, dan ga bisa online setiap hari. sabar ya. _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 26 December 2010, 02:40:45 PM
Quote
Bro Thema yang baik, saya hanya mengutip poin 5 yang menurut saya tidak benar.
Sang Buddha membebaskan diri Beliau lebih dahulu, setelah mendapatkan cara pembebasan lalu menolong mahluk lain dengan mengajarkan jalan pembebasan juga.
Ini juga merupakan jalan yang ditempuh para Siswa Ariya, yang berusaha mempelajari jalan pembebasan bagi diri mereka, baru menolong mahluk lain dengan mengajarkan jalan pembebasan yang telah dialami/dipahaminya.

Jika para Siswa Ariya/Sang Buddha mau egois, setelah mendapatkan jalan pembebasan/pencerahan mereka tak perlu repot-repot mengajarkan mahluk lain jalan pembebasan. Sebodo amat, ya kan...?

setuju

Quote
Apakah sikap tidak egois ditunjukkkan dengan membaca mantra agar mahluk lain selamat/ diselamatkan mahluk lain (Bodhisatta/Buddha) atau secara langsung mengajarkan jalan pembebasan bagi diri mereka...? Sehingga mereka terbebas dan mencapai jalan ke Nibbana...?

Jadi membaca mantra tidak bisa membebaskan/menyelamatkan? Kalau jawabannya ya, itulah KECENDERUNGAN pikiran/jawaban Theravadin.

Quote
Menurut anda manakah yang lebih egois:
- Membaca mantra agar orang lain selamat, agar ditolong Bodhisatta/Buddha, melepas kura-kura burung, tidak makan daging dan lain-lain, atau....
- Mengajarkan dan membimbing mahluk lain bermeditasi Vipassana agar mencapai jalan pembebasan bagi dirinya, hingga mencapai Nibbana...? Dan lebih dari itu mereka yang telah diselamatkan (telah mencapai Nibbana) lalu pada gilirannya juga membimbing mahluk lain yang belum terbebas agar menjadi selamat dan terbebas juga/mencapai Nibbana...?

saya tidak dalam posisi menghakimi mana yang lebih baik atau lebih buruk. saya hanya menganalisis kecenderungan-kecenderungan yang sangat ‘abhi’ alias halus, tinggi, dan luas sekali.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 26 December 2010, 02:42:27 PM
Quote
kayaknya yg dimaksudkan om thema di atas adalah penganutnya.

Bro Morpheus, thanks ya, telah menafsirkan maksud saya dengan tepat.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 26 December 2010, 03:00:38 PM
Jika mau mengerti Buddha Dhamma, referensi Tipitaka  ^:)^
kalau cuma membandingkan pendapat pribadi2 tentunya tidak akan ketemu, malah bingung ???

Tipitaka atau Tripitaka adalah step awal mengerti Buddha Dhamma/ Dharma. Saya sudah cukup banyak membaca sutta/sutra bahkan sedang mendalami abhidhamma.

Tapi apakah kita akan terus menerus berpatokan pada sebuah 'buku' yang tingkat kebenarannya tidak 100%?
Ingat bahwa Buddha sendiri mendorong kita berpikir kritis dan skeptis sebelum menerima sebuah ajaran.
Mengapa kita bisa menerapkan pikiran kritis dan skeptis kepada ajaran/kitab agama lain namun tidak mau menerapkannya ke Tipitaka/Tripitaka.

Terus terang saya mempercayai tingkat kebenaran Tipitaka sekitar 90% dan Tripitaka hanya sekitar 70% saja (mengingat begitu tidak sistematisnya sutra-sutra dan begitu banyak variasi sutra dari begitu banyak aliran). ;D

Ini masih lebih baik lho dibandingkan Veda/Upanishad/Bhagavad Gita yang bagi saya tingkat kebenarannya kira-kira 50%, Bible 30%, dan paling parah Qur'an yang hanya 10%. :))



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 26 December 2010, 03:21:07 PM
Dengan mengatakan bahwa Theravada menuduh Mahayana dan sebaliknya, tentu yg anda maksudkan adalah ajaran dari kedua aliran tersebut. dalam sutta manakah terdapat tuduhan dari theravada bahwa mahayana menganut eternalistik?

saya tidak bermaksud membahas terlalu jauh sampai ke sutta/sutra yang ujung-ujungnya pasti debat kusir seperti di PANDANGAN KRITIS MENGENAI MAHAYANA yang sudah mencapai 130-an halaman. Lagipula saya tidak mempercayai kebenaran sutta/sutra 100% (hanya 90% untuk Tipitaka dan 70% untuk Tripitaka seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, tentu saja angka 90% dan 70% ini bukan angka mutlak, hanya sebagai deskripsi saja)

saya hanya membahas KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN dari pola pikir yang sangat halus, tinggi dan luas dari para pengikut dari kedua belah pihak yang kadang tidak disadari oleh mereka sendiri.

I can see that TENDS. Can't you see them?

Kembali lagi ke IDE saya mengenai AN-ATTA yang seharusnya secara logis berpasangan dengan NIHILISME dan ketika parinibbana sebagai padamnya atta didefinisikan sebagai BUKAN nihilis dan BUKAN eternalis, definisi yang tidak jelas dan tidak bisa dicapai pikiran kita yang awam itulah yang menurut saya pribadi merupakan asal muasal dari perdebatan tiada akhir antara Theravada dan Mahayana yang kemudian merembet kemana-mana hingga ke konsep/teori mengenai arahat dan bodhisattva.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 26 December 2010, 03:39:46 PM


bro Thema yg baik,
- apakah sesuatu yg tidak sesuai dengan textual bisa dibilang liberal/ceroboh?

mettacittena,

Begini saja, coba kita bayangkan antara orang-orang terpelajar seperti kita (anggaplah kita berdua sudah lulus universitas) dengan seorang businessman yang hanya lulus SMA. Kita yang terpelajar umumnya cenderung konservatif dan tidak terlalu berani mengambil resiko karena kita ini boleh dibilang 'kutubuku' (pinjem istilah bro Tan) alias demennya menggeluti 'textbook' saja. Bandingkan dengan businessman yang hanya lulus SMA dan tidak demen baca buku alias tidak kutubuku seperti kita, sehingga tindakannya cenderung bebas dan berani langgar aturan pemerintah misalnya menjalankan bisnis padahal belum ada akte notaris PT atau CV nya, atau bikin merk tanpa izin dari deperindag, atau membuat produk makanan tanpa izin depkes terlebih dulu, atau tidak melakukan business planning yang matang, dll. Pokoknya 'ceroboh' sekali dalam pandangan kita. Slogan mereka hanya "Just do it!" kayak iklan Nike tempo dulu.  Kita mungkin takut berbuat seperti itu, tapi mereka tidak tuh. Dan bisa jadi akhirnya mereka lebih sukses dibandingkan kita yang sarjana. =))

Kalo anda pikir perumpamaan mengenai bisnis di atas nggak pas (kadang saya pikir organisasi agama itu semacam organisasi bisnis, sorry kalau saya ini kadang nyerempet-nyerempet atheis ^-^ ). Coba kita lihat Tzu Chi saja deh yang prinsipnya juga Just Do It. Dan terbukti mereka suskes khan? Bekerja sambil belajar dari kerja itu sendiri. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 26 December 2010, 04:43:52 PM
setuju

Jadi membaca mantra tidak bisa membebaskan/menyelamatkan? Kalau jawabannya ya, itulah KECENDERUNGAN pikiran/jawaban Theravadin.
Kalau anda sudah tahu,kenapa anda harus bertanya?

Quote
saya tidak dalam posisi menghakimi mana yang lebih baik atau lebih buruk. saya hanya menganalisis kecenderungan-kecenderungan yang sangat ‘abhi’ alias halus, tinggi, dan luas sekali.
Jawabannya karena tulisan tebal diatas.Makanya topik ini anda buat dimasing-masing board yang strategis.Dengan memberikan pandangan-pandangan yang bertentangan sehingga masing-masing mengeluarkan pikirannya.Dan setiap tebakan anda benar maka anda akan mengatakan ini kecenderungan pikiran penganut theravada.Ini kecenderungan mahayana.Dan jika tidak ada yang menjawab sama sekali maka anda akan bingung,dan karena topik yang membuat orang bereaksi adalah yang menyerang individu,makanya anda tampilkan.

Jika anda memang sudah mempelajari sekian banyak.Dan dengan kemampuan menganalisa yang anda punya,pasti anda sudah mengerti.Untuk apalagi permainan yang anda buat???Untuk pembuktian???Untuk menyamakan??

Saya yakin anda sudah tahu pola pikir seorang theravada akan banyak menggunakan logika dan mahayana dengan rasa.
Contoh:
1. Jika ada seekor burung diudara.
Orang yang memakai logika akan melihat dan berkata,"Ada yang burung yang sedang terbang diudara !"
Orang yang memakai rasa akan melihat dan berkata,"Oh,indahnya...lihatlah burung itu sedang menari-nari diangkasa."
2. Jika ada seseorang istri yang sedang berduka cita karena suaminya meninggal.
Orang yang memakai logika akan melihat dan berkata."Kasihan dia,sekarang dia harus seorang diri."
Orang yang memakai rasa akan melihat dan berkata,"Kasihan dia,sekarang dia pasti merasakan sakit karena kehilangan orang yang dicintainya."

Saya tidak membawa nama theravada atau mahayana.Tapi pada orangnya...karena tidak semua pemeluk theravada atau mahayana seperti yang anda pikirkan.Orang yang biasa memakai logika karena bergerak karena hasil pikirannya,apakah itu benar atau tidak benar,bermanfaat atau tidak bermanfaat.Sedangkan orang yang memakai rasa bergerak terutama karena rasa yang diterimanya.menyenangkan atau tidak menyenangkan atau tidak 22-nya.

Orang yang memakai logika akan cocok meditasi dengan menyadari objek adalah objek..kontak adalah kontak dst.Mereka akan memahami dengan cara seperti itu,dengan hanya melihat objek tanpa tercampur konsep-konsep dan lainnya.Sehingga sedikit demi sedikit nafsu keinginannya/kemelekatannya mulai hilang.Tapi jika disuruh dengan objek yang menyangkut rasa misalnya yang menjijikkan atau menyayangi...naka mereka akan bingung.Karena mereka memang unggul dilogika bukan di rasa.

Orang yang memakai rasa jika diterangkan dengan cara logika juga tidak akan menangkap.Malah membosankan bagi mereka.Disuruh melatih meditasi dengan nafas keluar masuk saja,tidak akan bertahan lama.Karena membosankan..Tapi jika disuruh dengan objek seperti cinta kasih.Dia bisa merasakan rasa bahagia dan bisa mempertahankan rasa itu.Dan dia mendeteksi dengan rasa.Jika rasa itu menuju kearah yang menyenangkan maka itu tidak boleh,jika kearah tidak menyenangkan juga tidak boleh.Pada posisi netrallah,yang dipertahankan.Sehingga orang yang bergerak karena rasa,dia bisa menyayangi tanpa melekat.Yang bagi pemakai logika itu agak susah dicerna.Bagi pemakai logika,itu bukan menyayangi tanpa melekat tapi yang terbayang tanpa perasaan.

Tapi apakah para pemakai logika dia tidak bisa menyayangi?Bisa,tapi dia bergerak berupa...itu makhluk sedang menderita dan harus ditolong.Sebatas itu yang bekerja disistem pikirannya.

Dan Sang Buddha tahu itu,sehingga banyak sekali objek dan cara yang diberikan.Sang Buddha tidak pernah memaksakan kecenderungan yang satu harus melakukan kecenderungan yang lain.Tapi dia memberikan dhamma dan membantu pencapaian kesucian satu makhluk sesuai dengan kelebihan masing-masing.Karena dia sangat bijaksana,dia tahu tidak akan bermanfaat jika itu dilakukan.





Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 26 December 2010, 04:52:55 PM
setuju

Jadi membaca mantra tidak bisa membebaskan/menyelamatkan? Kalau jawabannya ya, itulah KECENDERUNGAN pikiran/jawaban Theravadin.

Bro Thema yang baik, Saya ingin bertanya kepada saudara apakah menurut anda dengan membaca mantra bisa membebaskan mahluk hidup dari kelahiran berulang/ Nibbana...? Bila ya coba terangkan bagaimana caranya...?

Quote
saya tidak dalam posisi menghakimi mana yang lebih baik atau lebih buruk. saya hanya menganalisis kecenderungan-kecenderungan yang sangat ‘abhi’ alias halus, tinggi, dan luas sekali.

_/\_

Pertanyaannya, apakah memiliki kecenderungan itu keadaan batin yang baik atau buruk? Manakah yang harus diperhatikan kecenderungan-kecenderungan batin atau isi dari kecenderungan-kecenderungan batin itu..?
 
_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 26 December 2010, 04:54:37 PM
Kembali lagi ke IDE saya mengenai AN-ATTA yang seharusnya secara logis berpasangan dengan NIHILISME dan ketika parinibbana sebagai padamnya atta didefinisikan sebagai BUKAN nihilis dan BUKAN eternalis, definisi yang tidak jelas dan tidak bisa dicapai pikiran kita yang awam itulah yang menurut saya pribadi merupakan asal muasal dari perdebatan tiada akhir antara Theravada dan Mahayana yang kemudian merembet kemana-mana hingga ke konsep/teori mengenai arahat dan bodhisattva.
Bukan karena itu..tapi karena masing-masing berbeda keunggulan.Dan perdebatan terjadi karena ingin mengetahui, karena seni berbicara dan karena ingin memuaskan ego.Dan sebagian kecil ingin mendapatkan kemajuan karena perdebatan baik dalam sisi melatih kesabaran,baik dalam berbicara,baik dalam melatih kecepatan mengetik dan banyak lagi yang lainnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 26 December 2010, 05:08:00 PM
Begini saja, coba kita bayangkan antara orang-orang terpelajar seperti kita (anggaplah kita berdua sudah lulus universitas) dengan seorang businessman yang hanya lulus SMA. Kita yang terpelajar umumnya cenderung konservatif dan tidak terlalu berani mengambil resiko karena kita ini boleh dibilang 'kutubuku' (pinjem istilah bro Tan) alias demennya menggeluti 'textbook' saja. Bandingkan dengan businessman yang hanya lulus SMA dan tidak demen baca buku alias tidak kutubuku seperti kita, sehingga tindakannya cenderung bebas dan berani langgar aturan pemerintah misalnya menjalankan bisnis padahal belum ada akte notaris PT atau CV nya, atau bikin merk tanpa izin dari deperindag, atau membuat produk makanan tanpa izin depkes terlebih dulu, atau tidak melakukan business planning yang matang, dll. Pokoknya 'ceroboh' sekali dalam pandangan kita. Slogan mereka hanya "Just do it!" kayak iklan Nike tempo dulu.  Kita mungkin takut berbuat seperti itu, tapi mereka tidak tuh. Dan bisa jadi akhirnya mereka lebih sukses dibandingkan kita yang sarjana. =))


Coba anda tukar kejadiannya dengan bagian farmasi.Orang yang harus mengaduk-ngaduk obat dengan takaran yang membutuhkan ketelitian tingkat tinggi dan harus menghafal segala macam dan fungsi kimianya.Apakah yang SMA itu lebih sukses dari yang kutubuku?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 26 December 2010, 05:26:25 PM
saya tidak bermaksud membahas terlalu jauh sampai ke sutta/sutra yang ujung-ujungnya pasti debat kusir seperti di PANDANGAN KRITIS MENGENAI MAHAYANA yang sudah mencapai 130-an halaman. Lagipula saya tidak mempercayai kebenaran sutta/sutra 100% (hanya 90% untuk Tipitaka dan 70% untuk Tripitaka seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, tentu saja angka 90% dan 70% ini bukan angka mutlak, hanya sebagai deskripsi saja)

saya hanya membahas KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN dari pola pikir yang sangat halus, tinggi dan luas dari para pengikut dari kedua belah pihak yang kadang tidak disadari oleh mereka sendiri.

I can see that TENDS. Can't you see them?

Kembali lagi ke IDE saya mengenai AN-ATTA yang seharusnya secara logis berpasangan dengan NIHILISME dan ketika parinibbana sebagai padamnya atta didefinisikan sebagai BUKAN nihilis dan BUKAN eternalis, definisi yang tidak jelas dan tidak bisa dicapai pikiran kita yang awam itulah yang menurut saya pribadi merupakan asal muasal dari perdebatan tiada akhir antara Theravada dan Mahayana yang kemudian merembet kemana-mana hingga ke konsep/teori mengenai arahat dan bodhisattva.

Bro Thema yang baik, pikiran anda persis dengan pikiran pak Hudoyo, yang beranggapan atta ada dan kemudian lenyap (padam) dengan pencapaian Nibbana.... Itu adalah pandangan salah (miccha ditthi) menurut Theravada.

Ada 4 pandangan salah mengenai atta (sakkaya ditthi) yang berhubungan dengan kelima khandha, sehingga total pandangan salah sakkaya ditthi tersebut menjadi 20.

Keempat pandangan salah tersebut menurut Manual of Buddhist terms and doctrines, oleh Nyanatiloka Mahathera yaitu:
1.  Beranggapan bahwa atta adalah identik dengan kelima khandha.
2.  Beranggapan bahwa atta ada pada setiap khandha
3.  Beranggapan bahwa atta terpisah dari khandha
4.  Beranggapan bahwa atta memiliki khandha.

Mengenai kemampuan untuk mengerti secara jelas konsep anatta, tidak bisa dicapai dengan membaca dan berusaha menyerap teori, bukan demikian caranya menyelami paham anatta.

Cara untuk memahami anatta adalah dengan bermeditasi Vipassana hingga, pengetahuan itu muncul dengan sendirinya setelah perhatian dan konsentrasi kita semakin mendalam.

Dan pengetahuan yang sangat jelas muncul hampir berbarengan dengan lenyapnya sakkaya ditthi.

 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Mahadeva on 26 December 2010, 09:22:50 PM
kok bisa ada yang bilang kalau theravada itu individualis, katanya mementingkan penyelamatan diri sendiri....lha kan tidak bisa ditemukan individu yang kekal pada diri sendiri dan makhluk lain....jadi buat apa menyelamatkan makhluk lain? diri sendiri aja nda pernah ada kok.......

jadi nda pernah ada yang mengalami dukkha dan tidak ada yang pernah bebas dari dukkha...

kalau seseorang berusaha bebas dari dukkha, kan hal itu sendiri hanya akan membawa dukkha lebih banyak?

yang paling logis ya, ternyata dukkha nda pernah ada kok...jadi tidak usah melepaskan diri dari dukkha....(dukkha kan nda pernah ada)

santai2 saja....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 26 December 2010, 09:53:13 PM
kok bisa ada yang bilang kalau theravada itu individualis, katanya mementingkan penyelamatan diri sendiri....lha kan tidak bisa ditemukan individu yang kekal pada diri sendiri dan makhluk lain....jadi buat apa menyelamatkan makhluk lain? diri sendiri aja nda pernah ada kok.......

jadi nda pernah ada yang mengalami dukkha dan tidak ada yang pernah bebas dari dukkha...

kalau seseorang berusaha bebas dari dukkha, kan hal itu sendiri hanya akan membawa dukkha lebih banyak?

yang paling logis ya, ternyata dukkha nda pernah ada kok...jadi tidak usah melepaskan diri dari dukkha....(dukkha kan nda pernah ada)

santai2 saja....

 ??? ??? ??? ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 27 December 2010, 01:57:58 PM
Waduh, banyak sekali nih tanggapannya, bingung mau jawab yang mana dulu. :))

Harap menjaga ketenangan batin dan konsentrasi pikiran kita. ;D

Sebab percuma kita belajar samadhi (konsentrasi pikiran baik vipassana maupun membaca mantra) tapi begitu dihadapkan pada dunia nyata yang real, buyar semua terbawa emosi, sebel, kesel, marah. >:D

Itu hanya membawa akusala cetasika bagi kita. ;)

Saya perlu waktu untuk mempelajari, merenungkan, dan menjawab semua tanggapan di atas.  ;D

Satu dua hari lagi saya akan memberikan tanggapan saya satu per satu.

Harap sabar ya. Antri satu per satu. :))

Citta & Metta

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 27 December 2010, 02:12:01 PM
Waduh, banyak sekali nih tanggapannya, bingung mau jawab yang mana dulu. :))

Harap menjaga ketenangan batin dan konsentrasi pikiran kita. ;D


terima kasih atas nasihatnya, ketenangan batin dan konsentrasi pikiran kami biarlah kami yg mengurusnya, anda silahkan mengurus batin dan pikiran anda sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 02:47:26 PM
Quote
Fabian C :
Cara untuk memahami anatta adalah dengan bermeditasi Vipassana hingga, pengetahuan itu muncul dengan sendirinya setelah perhatian dan konsentrasi kita semakin mendalam.

Apakah bro sudah menembusnya? atau member-member theravada lainnya ada? jika tidak siapapun yang membicarakan annata hanya asal bicara omong kosong dengan teori dan akhirnya terjebak pada ego masing-masing yang notabene makin kuat egonya tetapi mengatakan tau anatta ha..ha. Bisa jadi yang dikatakan thema bisa benar adanya.

Kalau memang memahami anata dengan vipasana, mendingan ramai-ramai berlatih vipasana baru dishare ketika menembusnya. Kalau hanya teori akhirnya terpleset  ha..ha

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 27 December 2010, 02:56:31 PM
Apakah bro sudah menembusnya? atau member-member theravada lainnya ada? jika tidak siapapun yang membicarakan annata hanya asal bicara omong kosong dengan teori dan akhirnya terjebak pada ego masing-masing yang notabene makin kuat egonya tetapi mengatakan tau anatta ha..ha. Bisa jadi yang dikatakan thema bisa benar adanya.

Kalau memang memahami anata dengan vipasana, mendingan ramai-ramai berlatih vipasana baru dishare ketika menembusnya. Kalau hanya teori akhirnya terpleset  ha..ha


memang banyak guru2 yang omong kosong mengajarkan meditasi, terus berdebat sana sini, terus mencari pembenaran2 pada orang lain, padahal sendirinya belum mengerti dengan benar, ujung2nya malah menyesatkan orang lain, sungguh menyedihkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 27 December 2010, 03:00:32 PM
terima kasih atas nasihatnya, ketenangan batin dan konsentrasi pikiran kami biarlah kami yg mengurusnya, anda silahkan mengurus batin dan pikiran anda sendiri.
Jangan marah gitu dong Bro. Ampun deh. Sorry deh. ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 27 December 2010, 03:20:09 PM

Coba anda tukar kejadiannya dengan bagian farmasi.Orang yang harus mengaduk-ngaduk obat dengan takaran yang membutuhkan ketelitian tingkat tinggi dan harus menghafal segala macam dan fungsi kimianya.Apakah yang SMA itu lebih sukses dari yang kutubuku?

Memang kalau diibaratkan Buddha sebagai dokter penyembuh sakit \'pikiran\' manusia, maka perumpamaan apoteker/ahli farmasi lebih mengena. Bravo Sriyeklina! :jempol:

Perumpamaan yang sangat bagus untuk mengcounter perumpamaan sarjana kutubuku vs pengusaha yang hanya lulus SMA.
Lulusan SMA yang nggak paham obat-obatan nggak bakal bisa melawan apoteker.

Tapi perumpamaan saya dikaitkan dengan \'cari duit\' dan \'kekayaan\' sedangkan perumpamaan anda dikaitkan dengan \'obat\' dan \'kesembuhan\'.

Sabar ya, saya lagi cari perumpamaan lain yang lebih tepat untuk menggambarkan \'sikap yang cenderung liberal vs sikap yang cenderung konservatif\' lainnya. Dan harus dikaitkan dengan dunia kedokteran/pengobatan.

Sabar ya. Tapi nggak janji lho saya bisa menemukan perumpamaan yang lebih tepat di dunia kedokteran atau pengobatan. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 03:23:13 PM
memang banyak guru2 yang omong kosong mengajarkan meditasi, terus berdebat sana sini, terus mencari pembenaran2 pada orang lain, padahal sendirinya belum mengerti dengan benar, ujung2nya malah menyesatkan orang lain, sungguh menyedihkan.

Demikian adanya. Entah disini ataupun disana banyak yang menyesatkan dengan atas nama ajaran buddha dan merasa ajarannyalah paling benar. Terperangkap dalam ego dan sungguh jauh dari yang diajarkan Guru Agung Buddha tapi masih saja merasa benar.

Adakah di sutta mengatakan theravada lah yang benar dan logis demikian sebaliknya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 27 December 2010, 03:27:43 PM
Jangan marah gitu dong Bro. Ampun deh. Sorry deh. ^:)^

marah? sangat menarik mengamati kecenderungan batin anda. boleh tau apa hubungan anda dengan Pak Hudoyo?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 27 December 2010, 03:34:55 PM
Demikian adanya. Entah disini ataupun disana banyak yang menyesatkan dengan atas nama ajaran buddha dan merasa ajarannyalah paling benar. Terperangkap dalam ego dan sungguh jauh dari yang diajarkan Guru Agung Buddha tapi masih saja merasa benar.

Adakah di sutta mengatakan theravada lah yang benar dan logis demikian sebaliknya?

Di sutta gak ada kata Theravada loh... juga ga da kata mahayana dan tantrayana...  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 27 December 2010, 03:35:50 PM
Bro Thema yang baik, pikiran anda persis dengan pikiran pak Hudoyo, yang beranggapan atta ada dan kemudian lenyap (padam) dengan pencapaian Nibbana.... Itu adalah pandangan salah (miccha ditthi) menurut Theravada.

Ada 4 pandangan salah mengenai atta (sakkaya ditthi) yang berhubungan dengan kelima khandha, sehingga total pandangan salah sakkaya ditthi tersebut menjadi 20.

Keempat pandangan salah tersebut menurut Manual of Buddhist terms and doctrines, oleh Nyanatiloka Mahathera yaitu:
1.  Beranggapan bahwa atta adalah identik dengan kelima khandha.
2.  Beranggapan bahwa atta ada pada setiap khandha
3.  Beranggapan bahwa atta terpisah dari khandha
4.  Beranggapan bahwa atta memiliki khandha.

Mengenai kemampuan untuk mengerti secara jelas konsep anatta, tidak bisa dicapai dengan membaca dan berusaha menyerap teori, bukan demikian caranya menyelami paham anatta.

Cara untuk memahami anatta adalah dengan bermeditasi Vipassana hingga, pengetahuan itu muncul dengan sendirinya setelah perhatian dan konsentrasi kita semakin mendalam.

Dan pengetahuan yang sangat jelas muncul hampir berbarengan dengan lenyapnya sakkaya ditthi.

 _/\_
Untuk ini saya mau berkomentar sedikit. Pak Hudoyo berkata "Buddha mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha dan bukan menyinggung atta". Atta (atau yang biasa dibilang si 'aku') itu timbul dari proses pikiran yang berkembang melampaui yang seharusnya (mannati). Ketika kita melihat apa adanya, maka pikiran tidak lagi berkembang lebih jauh, berpikir mengenai objek, berpikir 'aku/atta' di luar atau di dalam objek, dan seterusnya, hanya melihat objek sebagai objek saja apa adanya. Di situlah penderitaan berakhir. Jadi sejauh yang saya tahu (entahlah jika sudah berubah), Pak Hudoyo tidak mengajarkan adanya atta lalu lenyap, tapi adanya sesuatu yang dianggap sebagai atta, dan lenyap ketika pengetahuan muncul. Itu bedanya nibbana yang adalah padamnya kemelekatan (pada konsep atta maupun konsep anatta) dengan nihilisme yang mengatakan atta ada, kemudian lenyap dan hancur.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 27 December 2010, 03:38:24 PM
Untuk ini saya mau berkomentar sedikit. Pak Hudoyo berkata "Buddha mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha dan bukan menyinggung atta". Atta (atau yang biasa dibilang si 'aku') itu timbul dari proses pikiran yang berkembang melampaui yang seharusnya (mannati). Ketika kita melihat apa adanya, maka pikiran tidak lagi berkembang lebih jauh, berpikir mengenai objek, berpikir 'aku/atta' di luar atau di dalam objek, dan seterusnya, hanya melihat objek sebagai objek saja apa adanya. Di situlah penderitaan berakhir. Jadi sejauh yang saya tahu (entahlah jika sudah berubah), Pak Hudoyo tidak mengajarkan adanya atta lalu lenyap, tapi adanya sesuatu yang dianggap sebagai atta, dan lenyap ketika pengetahuan muncul. Itu bedanya nibbana yang adalah padamnya kemelekatan (pada konsep atta maupun konsep anatta) dengan nihilisme yang mengatakan atta ada, kemudian lenyap dan hancur.



menurut Pak Hudoyo, Pikiran=aku=atta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 03:44:31 PM
Di sutta gak ada kata Theravada loh... juga ga da kata mahayana dan tantrayana...  ^-^

Oleh karena itu jangan sedikit-sedikit sutta kontra aliran lain demikian sebaliknya. Ajaran sendiri saja tidak mengerti masih sok mengerti he..he. Pola pikir theravada sering dipaksakan dengan topeng logis dan kritis tapi konsep kritis dan logis yang dipakai hanya konsep theravada ketika berhadapan dengan aliran lain . Disini jelas Guru Buddha tidak mengajarkan demikian hanya kebenaran bukan label aliran . Padahal disutta sendiri banyak cerita yang tidak logis menurut ukuran awam. Kalau sutra memang banyak juga tapi mahayana lebih jujur.

Sancai..sancai
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 27 December 2010, 03:50:38 PM
menurut Pak Hudoyo, Pikiran=aku=atta
Mungkin itu semacam penggunaan istilah untuk "pikiran yang berploriferasi". Kadang secara konseptual, saya setuju dengan Pak Hudoyo, tapi cara penjelasannya entah bagaimana tidak cocok. Jika memang konsep yang saya katakan itu benar (menurut Pak Hudoyo), saya akan mengatakan bahwa pikiran yang bergerak itu bisa membentuk konsep 'aku/atta', juga 'bukan aku/anatta', atau apapun konsep lainnya yang kemudian dilekati. Sebab bukan paham 'atta' saja yang membawa makhluk pada kelahiran kembali, tapi paham 'anatta' atau 'bukan atta bukan anatta' dan lain sebagainya, yang tidak disadari sebagai pikiran yang bergerak adalah yang membelenggu manusia pada kelahiran kembali.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 03:50:58 PM

Quote
Itu bedanya nibbana yang adalah padamnya kemelekatan (pada konsep atta maupun konsep anatta) dengan nihilisme yang mengatakan atta ada, kemudian lenyap dan hancur.

Betul..betul...betul (ipin upin style)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 27 December 2010, 03:51:59 PM
Oleh karena itu jangan sedikit-sedikit sutta kontra aliran lain demikian sebaliknya. Ajaran sendiri saja tidak mengerti masih sok mengerti he..he. Pola pikir theravada sering dipaksakan dengan topeng logis dan kritis tapi konsep kritis dan logis yang dipakai hanya konsep theravada ketika berhadapan dengan aliran lain . Disini jelas Guru Buddha tidak mengajarkan demikian hanya kebenaran bukan label aliran . Padahal disutta sendiri banyak cerita yang tidak logis menurut ukuran awam. Kalau sutra memang banyak juga tapi mahayana lebih jujur.

Sancai..sancai

Jadi menurut lo itu yang tepat itu kek gmn diskusinya dong ?  heeee... Mahayana lebih jujur ? Kejujuran yang seperti apa ? Aduh2, mengkritik tanpa berkaca...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 27 December 2010, 03:54:48 PM
Oleh karena itu jangan sedikit-sedikit sutta kontra aliran lain demikian sebaliknya. Ajaran sendiri saja tidak mengerti masih sok mengerti he..he. Pola pikir theravada sering dipaksakan dengan topeng logis dan kritis tapi konsep kritis dan logis yang dipakai hanya konsep theravada ketika berhadapan dengan aliran lain . Disini jelas Guru Buddha tidak mengajarkan demikian hanya kebenaran bukan label aliran . Padahal disutta sendiri banyak cerita yang tidak logis menurut ukuran awam. Kalau sutra memang banyak juga tapi mahayana lebih jujur.

Sancai..sancai
Ini adalah generalisasi yang berlebihan. Saya pernah mengatakan Sutta itu banyak yang waktunya tidak sesuai, lalu kisah di satu sutta tidak bersesuaian dengan sutta lainnya. Juga mengatakan ada hal-hal tidak masuk akal seperti binatang berbicara di dalam Jataka.
Dari mana datangnya konklusi "konsep kritis dan logis hanya dipakai menghadapi aliran lain"?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 27 December 2010, 03:56:03 PM
Demikian adanya. Entah disini ataupun disana banyak yang menyesatkan dengan atas nama ajaran buddha dan merasa ajarannyalah paling benar. Terperangkap dalam ego dan sungguh jauh dari yang diajarkan Guru Agung Buddha tapi masih saja merasa benar.

Adakah di sutta mengatakan theravada lah yang benar dan logis demikian sebaliknya?
begitulah adanya, mengajarkan mengenal ego, tapi sendirinya tidak mengenal ego dengan baik, merasa ajarannya yang paling benar, soal jauh ya memang jauh lah, lha wong memang tidak mengajarkan budis kok masa mau dibandingkan dengan ajaran buda.


soal sutta jangan percaya lah semua sutta itu, semua itu bukan langsung dari perkataan buda, yang benar hanyalah tisutta bukan tipitaka apalagi tripitaka =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 03:57:55 PM
Jadi menurut lo itu yang tepat itu kek gmn diskusinya dong ?  heeee... Mahayana lebih jujur ?

Diskusi yang mengarah pada perkembangan batin yang sesuai kebenaran, pemecahan suatu masalah bukan mengejek merendahkan, menghina dan sebagainya. Mahayana lebih jujur bercerita hal yang tidak logis menurut awam ha..ha

Contoh : Tantra mengajarkan mudra dsb, Mahayana Bodhisatva ada yang setara dengan arahat, theravada mengatakan bodisatva belum suci dibawah arahat. Biarkanlah perbedaan itu. Cari lah hal yang berguna untuk perkembangan batin sesuai cara masing-masing. Kalau hanya berpikir satu-satunya cara di aliran ku yang benar tidak beda dengan agama karesten dong he..he
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 03:59:39 PM
Ini adalah generalisasi yang berlebihan. Saya pernah mengatakan Sutta itu banyak yang waktunya tidak sesuai, lalu kisah di satu sutta tidak bersesuaian dengan sutta lainnya. Juga mengatakan ada hal-hal tidak masuk akal seperti binatang berbicara di dalam Jataka.
Dari mana datangnya konklusi "konsep kritis dan logis hanya dipakai menghadapi aliran lain"?



Konklusi hanya bisa datang dari sikap saling menghargai bukan menjatuhkan aliran lain dengan prinsip sektarian misal theravada.

Karena yang beda memanglah beda. Yang sama memang sama. Jangan yang beda ingin disamakan. ho...ho
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 04:01:09 PM
begitulah adanya, mengajarkan mengenal ego, tapi sendirinya tidak mengenal ego dengan baik, merasa ajarannya yang paling benar, soal jauh ya memang jauh lah, lha wong memang tidak mengajarkan budis kok masa mau dibandingkan dengan ajaran buda.


soal sutta jangan percaya lah semua sutta itu, semua itu bukan langsung dari perkataan buda, yang benar hanyalah tisutta bukan tipitaka apalagi tripitaka =))

Ini karangan ryu saja he..he
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 27 December 2010, 04:04:36 PM
Diskusi yang mengarah pada perkembangan batin yang sesuai kebenaran, pemecahan suatu masalah bukan mengejek merendahkan, menghina dan sebagainya. Mahayana lebih jujur bercerita hal yang tidak logis menurut awam ha..ha

Sesuai kebenaran itu contohnya seperti apa ? Hahaha... Mahayana lebih jujur bercerita tentang sesuatu yang tidak logis maksudnya gmn tuh ? Mungkin maksud u baca mantra ato nien fo brp kali lalu permintaan terkabulkan kali ya... Karena di Sutta tidak ada yang seperti itu, maka dibilang tidak jujur ?

Di DC ini yang banyak menjurus ke ejekan thread LSY sama MLDD... Hmmmm  :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 04:09:19 PM
Sesuai kebenaran itu contohnya seperti apa ? Hahaha... Mahayana lebih jujur bercerita tentang sesuatu yang tidak logis maksudnya gmn tuh ? Mungkin maksud u baca mantra ato nien fo brp kali lalu permintaan terkabulkan kali ya... Karena di Sutta tidak ada yang seperti itu, maka dibilang tidak jujur ?

Di DC ini yang banyak menjurus ke ejekan thread LSY sama MLDD... Hmmmm  :-?

contoh jujur dan tidak jujur bro gunakan hanya untuk mencari pembenaran he..he

Misal ada cerita avalokitesvara, ksitigarbha dan pure land mereka dengan terbuka menceritakan cara-caranya yang dianggap tidak logis oleh theravada .  Sementara di theravada banyak juga cerita jataka yang sulit dibuktikan tapi kalau dibilang tidak logis juga pasti banyak bantahannya. Mau mengkritik tapi anti kritik he..he.

Kalau LSY dan MLDD silakan bro cerna sendiri apa yang terjadi he...he

Contoh sesuai kebenaran adalah setiap orang pasti sakit dan mati.

Sancai
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 27 December 2010, 04:18:15 PM
contoh jujur dan tidak jujur bro gunakan hanya untuk mencari pembenaran he..he

Misal ada cerita avalokitesvara, ksitigarbha dan pure land mereka dengan terbuka menceritakan cara-caranya yang dianggap tidak logis oleh theravada .  Sementara di theravada banyak juga cerita jataka yang sulit dibuktikan tapi kalau dibilang tidak logis juga pasti banyak bantahannya. Mau mengkritik tapi anti kritik he..he.

Kalau LSY dan MLDD silakan bro cerna sendiri.

Contoh sesuai kebenaran adalah setiap orang pasti sakit dan mati.

Sancai

Saya bertanya loh, bukan membenarkan...  :D  Memangnya ketidaklogisan cerita jataka banyak yang tidak mau mengakui ? Aduh2 bro... baru saja diatas si Ryu ama Kainyn bilang kalo di jataka banyak yg tidak logis, anda ini bijimane sih yooo... di thread Mahayana pun banyak bantahan2 terhadap kejanggalan sutra Mahayana gt lohhhh... bijimane tuh ?
 
Betul dong, tiap orang pasti tua, sakit, dan mati... ;)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 04:20:01 PM
Pertanyaan saya adalah benarkah theravada disini banyak berkhayal tentang nibbana dan anatta? yang notabene tidak pernah terbukti. Bahkan disini tidak ada yang mencapainya. Kalau ada tolong di share dong.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 27 December 2010, 04:25:29 PM
Pertanyaan saya adalah benarkah theravada disini banyak berkhayal tentang nibbana dan anatta? yang notabene tidak pernah terbukti. Bahkan disini tidak ada yang mencapainya. Kalau ada tolong di share dong.

Ckckck... Ngerti ga arti anatta ? Coba ambil salah satu barang apa saja di rumah anda trus hancurin pake martil, ada inti ga ? Anatta ga tuh ?   ^-^

Kalo Nibbana saya belum nyampe, jadinya no comment deh, mungkin praktsi Vipassana yang sudah advanced bisa menjelaskan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 04:27:44 PM
Saya bertanya loh, bukan membenarkan...  :D  Memangnya ketidaklogisan cerita jataka banyak yang tidak mau mengakui ? Aduh2 bro... baru saja diatas si Ryu ama Kainyn bilang kalo di jataka banyak yg tidak logis, anda ini bijimane sih yooo... di thread Mahayana pun banyak bantahan2 terhadap kejanggalan sutra Mahayana gt lohhhh... bijimane tuh ?
 
Betul dong, tiap orang pasti tua, sakit, dan mati... ;)
Oo bertanya he..he.   Memangnya ryu dan kainyn Adalah theravada?   baru 2 orang saja he..he bagaimana dengan yang lain?
Bagaimana cerita mogalana lawan naga di sutta seperti cerita sun go kong, kalau saya bilang tidak logis juga bijimana ?
Contoh jataka hanya salah satunya saja bro. he..he
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Fake_Id on 27 December 2010, 04:30:27 PM
Ckckck... Ngerti ga arti anatta ? Coba ambil salah satu barang apa saja di rumah anda trus hancurin pake martil, ada inti ga ? Anatta ga tuh ?   ^-^

Kalo Nibbana saya belum nyampe, jadinya no comment deh, mungkin praktsi Vipassana yang sudah advanced bisa menjelaskan...

Apakah itu inti dari penembusan anatta bro?

Ok saya off dulu lagi banyak pelanggan .

Sancai..sancai
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 27 December 2010, 04:34:51 PM
Oo bertanya he..he.   Memangnya ryu dan kainyn Adalah theravada?   baru 2 orang saja he..he bagaimana dengan yang lain?
Bagaimana cerita mogalana lawan naga seperti cerita sun go kong, kalau saya bilang tidak logis juga bijimana ?

Saya jd bingung, mksdnya Theravada disini itu umat Theravada di DC ? Hmmm brarti mestinya anda bilang umat Theravada yang tidak jujur dan bla bla bla, bukan sutta dong hehehe... Kecenderungan berpikir praktisi dan umat satu aliran jangan digeneralilsasi ke sutta mestinya...

 Wah, kalo Mogallana lawan naga saya no comment deh karena saya ga pernah liat naga... :P  Tapi, kalo mo tau naga ada ato kaga, mungkin bisa tanya ke salah satu alumni BiNus yang punya dibacakkhu, kalo lbh bagusnya ya capailah jhana dan arupa jhana hahaha...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 27 December 2010, 04:36:33 PM
Apakah itu inti dari penembusan anatta bro?

Ok saya off dulu lagi banyak pelanggan .

Sancai..sancai

Ok... sip deh  :)

Nah, mestinya anda bilang mimpi tentang penembusan anatta, bukan mimpi tentang anatta nya :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 27 December 2010, 05:01:44 PM
Bro Thema yang baik, Saya ingin bertanya kepada saudara apakah menurut anda dengan membaca mantra bisa membebaskan mahluk hidup dari kelahiran berulang/ Nibbana...? Bila ya coba terangkan bagaimana caranya...?

Wah, lebih bagus nanya sama yang praktek baca mantra. Mungkin bro Gandalf atau bro Tan yang paling kompeten di sini. Kalau saya sih nggak tahu. Saya khan cuma menganalisis pikiran-pikiran di sini.

Quote
Pertanyaannya, apakah memiliki kecenderungan itu keadaan batin yaing baik atau buruk? Manakah yang harus diperhatikan kecenderungan-kecenderungan batin atau isi dari kecenderungan-kecenderungan batin itu..?



Skeptis terhadap kebenaran mutlak ajaran dari kedua belah pihak (termasuk akusala ya =)) ) itulah isi utama batin saya ketika mengamati pola pikir Theravada dan pola pikir Mahayana.

Bagaimana mau menyebarkan Dharma/Dhamma kalau kita sendiri debat di sini tiada akhir dan tidak ada kesepakatan yang bisa diterima kedua belah pihak?

Dan juga keraguan mengenai apa sih sebenarnya anatta? Ultimate Truth ini (pinjem istilah bro Ray) kayaknya juga nggak disepakati apa definisinya. Mungkin karena memang itulah MISTERI terbesar dalam agama Buddha? Yang tak bisa dijangkau logika dan pikiran ataupun kesadaran?

Sama misteriusnya dengan Nibbana yang paling hanya bisa dikenali sifatnya yaitu sukha (bahagia).

Quote
SANG BUDDHA DAN AJARAN-AJARANNYA
(Narada Mahathera)
Bagian Kedua
Bab 33
Halaman 181

SIFAT-SIFAT NIBBANA

Berlawanan dengan Samsara (perwujudan keberadaan)
Nibbana adalah
1)   Kekal (Dhuva)
2)   Diinginkan (Subha)
3)   Bahagia (Sukha)

[Skeptis Mode On] Benarkah Theravada sungguh-sungguh mengajarkan bahwa Nibbana adalah kekal? [Skeptis Mode Off]

Lalu saya membaca lagi buku di bawah ini:

Quote
ABHIDHAMMATTHASANGAHA
(Pandit Jinaratana Kaharudin)
Bab V
Halaman 214

Nibbana adalah keadaan ketenangan yang timbul dengan terbebasnya dari tanha
Nibbana adalah kebahagiaan yang terbebas dari kilesa
Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.

Saya mencoba menyimpulkan bahwa satu-satunya sifat positif mutlak dari Nibbana hanyalah kebahagiaan (sukha) karena Pandit Jinaratana Kaharudin sama sekali tidak menyebutkan atribut kekal pada Nibbana seperti Narada Mahathera. Dan saya pikir Pandit Jinaratana Kaharudin lebih tepat.

1) Ada rekan-rekan yang ingin membantah bahwa Nibbana adalah kebahagiaan?

2) Dan kalau Nibbana adalah Sukha, apakah berarti Parinibbana adalah juga Sukha? Kalau Parinibbana juga sukha, apa yang merasakan sukha itu? Pastilah kita akan kebingungan sendiri dan terjebak lagi pada kecenderungan eternalis vs nihilis dalam menjawab pertanyaan ini.

3) Atau Parinibbana beyond sukha dan dukkha yang tak dapat dipahami kesadaran/pikiran/citta kita? Seperti perumpamaan seekor kura-kura yang mencoba menjelaskan daratan kepada seekor ikan? Perumpamaan ini saya kutip dari bukunya Narada Mahathera lho.

Pertanyaan saya disini adalah mengenai hal-hal paling pokok dalam agama Buddha yaitu Anatta dan (Pari)nibbana yang saling kait mengkait.

Saya hanya seorang yang ingin mencari kebenaran di tengah debat yang sengit antara Theravada dan Mahayana di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana di sana dan juga di sini.

Saya memilih untuk percaya kepada ajaran Buddha Gotama yang nampaknya lebih logis dan sistematis dibandingkan ajaran Laozi, Konghucu, Yesus atau siapapun yang kurang logis dan kurang sistematis, namun saya melihat sebuah TITIK LEMAH ajaran BUDDHA itu sendiri yang sama sekali tak bisa mendefiniskan apa itu ANATTA (Bukan Ego? Tiada Ego? Bukan Inti? Tiada Inti? Bukan Atta? Tiada Atta? Bukan Diri? Tiada Diri? Bukan Aku? Tiada Aku? dll) dan apa itu PARINIBBANA yang bukan eternalis dan bukan nihilis.

Kalau kita sebagai Buddhist terombang-ambing sendiri antara kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis, bagaimana kita bisa meyakinkan orang lain untuk menjadi pengikut Buddha? Think about that my brothers and sisters.

Dan nampaknya apa yang saya pertanyakan tak akan pernah ada jawabannya. Karena itu perhatikan benar-benar kesimpulan saya mengenai Theravada dan Mahayana. Saya hanya bisa melihat kecenderungan eternalis vs kecenderungan nihilis itu.

Quote

Dari perdebatan yang demikian panjang dan melelahkan (137 halaman), kesimpulan saya adalah:

Theravada cenderung menuduh Mahayana ETERNALISTIK :ngomel:
Mahayana cenderung menuduh Theravada  NIHILISTIK :ngomel:


In my opinion, semua itu berpangkal dari ajaran Buddha yang paling eksentrik yaitu AN-ATTA .  Anatta adalah ajaran yang jelas-jelas BERLAWANAN dengan ajaran  SEMUA AGAMA di dunia yang mengajarkan adanya ATTA (apapun istilahnya, Jiva, Jiwa, Soul, Spirit, Roh, etc.) yang ETERNAL. :D

BRAHMANISME memberikan kepastian bagi pengikutnya bahwa ATTA/ATMAN bila MOKSHA akan menyatu dengan BRAHMAN. Bagai TETES AIR menyatu dengan SAMUDRA. Manunggaling Kawula Gusti. Kekal Abadi selama-lamanya. ETERNALISTIK. :D

Jainisme walau NON-THEIS (tidak mempercayai BRAHMA sebagai Pencipta Semesta) namun juga memberikan kepastian bagi pengikutnya bahwa bila JIVA  MOKSHA maka jiva akan mencapai NIRVANA (Jainisme menganggap Nirvana/Nibbana adalah alam tertinggi , lebih tinggi dari Alam Maha Brahma). Kekal Abadi selama-lamanya. ETERNALISTIK. :D

Menurut logika sederhana, Buddha seharusnya menerima paham NIHILISTIK sebagai pasangan ideal dari AN-ATTA. Namun ternyata Buddha dengan tegas menolak NIHILSIME. Mengapa? Di satu sisi, bila Buddha menerimanya maka berarti dia menyetujui Ajita Kesakambala sang guru NIHILISME. :))

Di sisi lain, cara Buddha menolak NIHILISME adalah sedikit banyak meniru DENIAL METHOD-nya JAINISME. Bukan ini bukan itu. Bukan eternalis bukan nihilis. :??

Tidak ada kepastian yang dapat dijangkau dengan logika (nihil? eternal?)  dalam hal (PARI)NIBBANA ini yang kemudian menjadi DEBAT ABADI antara Theravada dan Mahayana masa kini. ~X( ~X(

ETERNALISME & NIHILISME yang walaupun secara TEORITIS sama-sama  DITOLAK THERAVADA & MAHAYANA namun dalam PRAKTEK itulah yang sesungguhnya menjadi PERDEBATAN yang sangat ABHI (HALUS-TINGGI-LUAS) yang tak kunjung usai (dapat dibandingkan dengan perdebatan antara THEISME  dan ATHEISME  yang juga tak akan pernah berakhir).

Dan perdebatan (Pari)nibbana ini kemudian merembet ke perdebatan Arahat versus Bodhisattva & Dhammakaya versus Trikaya.


I think Anatta , Nirvana , and  Parinirvana are Big Questions in Buddhism without the Answers. Alas, we can not meet Buddha Gotama to explain them well. How can we make other people believe in Buddhism if we can not explain anatta and/or (pari)nirvana? :??
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 27 December 2010, 05:47:56 PM
 [at]  Thema

Sepertinya anda tidak mengerti tentang sesuatu. Ada yang ingin dibahas, ataukah pernyataan "tidak ada yang bisa menjelaskan anatta, nirvana & parinirvana" sudah final karena anda sendiri tidak paham?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 27 December 2010, 08:54:34 PM
Apakah bro sudah menembusnya? atau member-member theravada lainnya ada? jika tidak siapapun yang membicarakan annata hanya asal bicara omong kosong dengan teori dan akhirnya terjebak pada ego masing-masing yang notabene makin kuat egonya tetapi mengatakan tau anatta ha..ha. Bisa jadi yang dikatakan thema bisa benar adanya.

Kalau memang memahami anata dengan vipasana, mendingan ramai-ramai berlatih vipasana baru dishare ketika menembusnya. Kalau hanya teori akhirnya terpleset  ha..ha



Bro fake, mengenai saya menembus atau belum menembus apakah manfaatnya bagi anda? Apakah ini forum membanggakan pencapaian...? Apakah bila seseorang mengatakan ia telah mencapai atau menembus anda percaya...? tidak juga kan..? Lalu untuk apa anda bertanya saya menembus atau belum...? Apakah bila seseorang mengaku telah menembus pendapatnya lalu lebih benar..?

Bicaralah dan kemukakanlah pendapat berdasarkan rujukan yang diakui.... bukan mengarah kepada debat kusir...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 27 December 2010, 08:57:37 PM
Demikian adanya. Entah disini ataupun disana banyak yang menyesatkan dengan atas nama ajaran buddha dan merasa ajarannyalah paling benar. Terperangkap dalam ego dan sungguh jauh dari yang diajarkan Guru Agung Buddha tapi masih saja merasa benar.

Adakah di sutta mengatakan theravada lah yang benar dan logis demikian sebaliknya?

Sang Buddha juga merasa ajarannya paling benar, oleh karena itu mendebat banyak heretic yang berusaha mengajak Beliau berdebat, apakah Sang Buddha egonya tinggi karena hal itu...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 27 December 2010, 09:02:01 PM
Untuk ini saya mau berkomentar sedikit. Pak Hudoyo berkata "Buddha mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha dan bukan menyinggung atta". Atta (atau yang biasa dibilang si 'aku') itu timbul dari proses pikiran yang berkembang melampaui yang seharusnya (mannati). Ketika kita melihat apa adanya, maka pikiran tidak lagi berkembang lebih jauh, berpikir mengenai objek, berpikir 'aku/atta' di luar atau di dalam objek, dan seterusnya, hanya melihat objek sebagai objek saja apa adanya. Di situlah penderitaan berakhir. Jadi sejauh yang saya tahu (entahlah jika sudah berubah), Pak Hudoyo tidak mengajarkan adanya atta lalu lenyap, tapi adanya sesuatu yang dianggap sebagai atta, dan lenyap ketika pengetahuan muncul. Itu bedanya nibbana yang adalah padamnya kemelekatan (pada konsep atta maupun konsep anatta) dengan nihilisme yang mengatakan atta ada, kemudian lenyap dan hancur.



Bro kainyn yang baik, coba periksa dan baca-baca kembali berbagai postingan pak Hudoyo, beliau mengatakan bahwa pikiran adalah aku/atta yang bergerak. Dengan berhentinya pikiran maka atta padam dan tercapailah Nibbana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 27 December 2010, 09:12:35 PM
Mungkin itu semacam penggunaan istilah untuk "pikiran yang berploriferasi". Kadang secara konseptual, saya setuju dengan Pak Hudoyo, tapi cara penjelasannya entah bagaimana tidak cocok. Jika memang konsep yang saya katakan itu benar (menurut Pak Hudoyo), saya akan mengatakan bahwa pikiran yang bergerak itu bisa membentuk konsep 'aku/atta', juga 'bukan aku/anatta', atau apapun konsep lainnya yang kemudian dilekati. Sebab bukan paham 'atta' saja yang membawa makhluk pada kelahiran kembali, tapi paham 'anatta' atau 'bukan atta bukan anatta' dan lain sebagainya, yang tidak disadari sebagai pikiran yang bergerak adalah yang membelenggu manusia pada kelahiran kembali.



Bro Kainyn yang baik, perlu dimengerti bahwa anatta bukanlah suatu paham. Anatta adalah suatu kebenaran mutlak yang tak nampak oleh mereka yang perhatian dan konsentrasinya kurang mendalam. Bagi mereka yang konsentrasi dan perhatiannya mendalam mereka bisa "melihat" sendiri anatta itu.

Janganlah membandingkan pemikiran yang belum terlatih dengan kemampuan melihat pada batin yang terlatih (para meditator Vipassana), sulit memang untuk melihat anatta tersebut bila batin tak terlatih, bagi mereka yang batinnya tak terlatih Anatta hanya mereka pahami sebatas konsep saja. Bukan "melihat dan mengalami' sendiri.

Urutannya berikut:
Untuk melihat anatta, kita harus mampu melihat segala sesuatu apa adanya (yathabhuta nanadassanam). Untuk mampu melihat segala sesuatu apa adanya kita harus memiliki perhatian dan konsentrasi yang kuat.

Untuk dapat memiliki konsentrasi dan perhatian yang kuat, kita harus berlatih meditasi (dalam hal ini Vipassana)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 27 December 2010, 09:12:49 PM
dari awal memang sudah tercium, ujung2nya pasti debat kusir, apalagi 'masuk lagi' bro fake id yang 'sok jujur' membandingkan aliran2 Theravada dan Mahayana, dan langsung menjudge Theravada tidak jujur dan Mahayana jujur, apakah membohong atau bukan kebenaran adalah dibenarkan ? atau menyatakan kebenaran dengan berbohong adalah Jujur :whistle:

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 27 December 2010, 09:18:05 PM
Pertanyaan saya adalah benarkah theravada disini banyak berkhayal tentang nibbana dan anatta? yang notabene tidak pernah terbukti. Bahkan disini tidak ada yang mencapainya. Kalau ada tolong di share dong.

Buddha dan para Arahant yang sudah merealisasinya dan terbukti ;D
Belum terbukti  karena bro fake id memang belum mempraktekkannya dengan serius ! ^:)^
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 27 December 2010, 09:48:58 PM
Buddha dan para Arahant yang sudah merealisasinya dan terbukti ;D
Belum terbukti  karena bro fake id memang belum mempraktekkannya dengan serius ! ^:)^
 _/\_
tambahan, krisnamurti sudah loh katanya ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 27 December 2010, 09:50:49 PM
Wah, lebih bagus nanya sama yang praktek baca mantra. Mungkin bro Gandalf atau bro Tan yang paling kompeten di sini. Kalau saya sih nggak tahu. Saya khan cuma menganalisis pikiran-pikiran di sini.
Anda berusaha menganalisis pikiran, tapi yang terjadi adalah kecenderungan anda juga untuk berprasangka terhadap Theravada.

Quote
Skeptis terhadap kebenaran mutlak ajaran dari kedua belah pihak (termasuk akusala ya =)) ) itulah isi utama batin saya ketika mengamati pola pikir Theravada dan pola pikir Mahayana.
Bagaimana mau menyebarkan Dharma/Dhamma kalau kita sendiri debat di sini tiada akhir dan tidak ada kesepakatan yang bisa diterima kedua belah pihak?

Biarkanlah perbedaan itu karena memang demikianlah adanya, tetapi yang terjadi anda sendiri yang mengungkit mengenai hal itu kembali kan?

Quote
Dan juga keraguan mengenai apa sih sebenarnya anatta? Ultimate Truth ini (pinjem istilah bro Ray) kayaknya juga nggak disepakati apa definisinya. Mungkin karena memang itulah MISTERI terbesar dalam agama Buddha? Yang tak bisa dijangkau logika dan pikiran ataupun kesadaran?
Sesuai dengan namanya anatta adalah  ultimate truth, yang diluar jangkauan mereka yang tak suka bermeditasi, diluar jangkauan mereka yang perhatian dan konsentrasinya tidak mendalam. Anatta bukan harus dicari definisinya bro... anatta harus dialami, baru anda mengerti sepenuhnya.

Apakah anda suka bermeditasi Vipassana..?

Quote
Sama misteriusnya dengan Nibbana yang paling hanya bisa dikenali sifatnya yaitu sukha (bahagia).

[Skeptis Mode On] Benarkah Theravada sungguh-sungguh mengajarkan bahwa Nibbana adalah kekal? [Skeptis Mode Off]
Sama seperti diatas, Nibbana untuk dialami baru mengerti sepenuhnya

Quote
Lalu saya membaca lagi buku di bawah ini:

Saya mencoba menyimpulkan bahwa satu-satunya sifat positif mutlak dari Nibbana hanyalah kebahagiaan (sukha) karena Pandit Jinaratana Kaharudin sama sekali tidak menyebutkan atribut kekal pada Nibbana seperti Narada Mahathera. Dan saya pikir Pandit Jinaratana Kaharudin lebih tepat.
Apakah anda beranggapan Nibbana tidak kekal seperti pada pandangan Mahayana...?

Quote
1) Ada rekan-rekan yang ingin membantah bahwa Nibbana adalah kebahagiaan?
2) Dan kalau Nibbana adalah Sukha, apakah berarti Parinibbana adalah juga Sukha? Kalau Parinibbana juga sukha, apa yang merasakan sukha itu? Pastilah kita akan kebingungan sendiri dan terjebak lagi pada kecenderungan eternalis vs nihilis dalam menjawab pertanyaan ini.
1. Nibbana ada yang dialami ketika Pancakhandha masih tersisa, inilah Nibbana yang dirasakan kebahagiaannya.
Pada Arahat yang telah parinibbana Khandha tak bersisa apakah menurut anda Parinibbana bahagia atau tidak?
2. Theravada tak pernah terjebak pada Nihilis, karena dari dulu dan sekarang yang ada hanya pancakhandha yang timbul-tenggelam. Apakah menurut anda pancakhandha yang timbul-tenggelam disebut nihilis?


Quote
3) Atau Parinibbana beyond sukha dan dukkha yang tak dapat dipahami kesadaran/pikiran/citta kita? Seperti perumpamaan seekor kura-kura yang mencoba menjelaskan daratan kepada seekor ikan? Perumpamaan ini saya kutip dari bukunya Narada Mahathera lho.
Benar sekali ucapan Narada Mahathera, tapi anda salah mengartikannya. Narada Mahathera maksudkan adalah sia-sia bagi kura-kura menerangkan ada daratan kalau ikan tersebut tidak berusaha membuktikan dan mencapai daratan. Ikan tak dapat mengerti daratan tetapi bukan berarti daratan tak ada. Daratan berada diluar kemampuannya memahami.

Quote
Pertanyaan saya disini adalah mengenai hal-hal paling pokok dalam agama Buddha yaitu Anatta dan (Pari)nibbana yang saling kait mengkait.

Saya hanya seorang yang ingin mencari kebenaran di tengah debat yang sengit antara Theravada dan Mahayana di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana di sana dan juga di sini.
Semua kita disini juga banyak yang belajar kedua aliran, seperti juga anda.

Quote
Saya memilih untuk percaya kepada ajaran Buddha Gotama yang nampaknya lebih logis dan sistematis dibandingkan ajaran Laozi, Konghucu, Yesus atau siapapun yang kurang logis dan kurang sistematis, namun saya melihat sebuah TITIK LEMAH ajaran BUDDHA itu sendiri yang sama sekali tak bisa mendefiniskan apa itu ANATTA (Bukan Ego? Tiada Ego? Bukan Inti? Tiada Inti? Bukan Atta? Tiada Atta? Bukan Diri? Tiada Diri? Bukan Aku? Tiada Aku? dll) dan apa itu PARINIBBANA yang bukan eternalis dan bukan nihilis.
Sesuai perumpamaan Narada Mahathera, cobalah mencapai daratan... bukan memikirkan hal itu yang hanya sia-sia..

Quote
Kalau kita sebagai Buddhist terombang-ambing sendiri antara kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis, bagaimana kita bisa meyakinkan orang lain untuk menjadi pengikut Buddha? Think about that my brothers and sisters.
Manusia bijaksana mencoba membuktikan sendiri, bukan berdebat tiada akhir.

Quote
Dan nampaknya apa yang saya pertanyakan tak akan pernah ada jawabannya. Karena itu perhatikan benar-benar kesimpulan saya mengenai Theravada dan Mahayana. Saya hanya bisa melihat kecenderungan eternalis vs kecenderungan nihilis itu.

Percakapan Bhikkhu Nagasena dan raja Milinda mungkin bisa dijadikan panutan disini:
"O baginda... saya tak dapat memperlihatkan Nibbana di hadapan anda, anda sendiri yang harus mencapainya".
Demikian juga dengan Anatta, saya tak dapat memperlihatkannya ke hadapan saudara Thema, anda sendiri harus berusaha mengalaminya, banyak meditator Vipassana jaman sekarang yang sudah mengalami Anatta, yang biasanya hanya mau berbagi pengalaman kepada orang yang juga sudah mengalaminya.

Quote
I think Anatta , Nirvana , and  Parinirvana are Big Questions in Buddhism without the Answers. Alas, we can not meet Buddha Gotama to explain them well. How can we make other people believe in Buddhism if we can not explain anatta and/or (pari)nirvana? :??

COME and SEE
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 27 December 2010, 10:18:32 PM
Wah, lebih bagus nanya sama yang praktek baca mantra. Mungkin bro Gandalf atau bro Tan yang paling kompeten di sini. Kalau saya sih nggak tahu. Saya khan cuma menganalisis pikiran-pikiran di sini.
 


Skeptis terhadap kebenaran mutlak ajaran dari kedua belah pihak (termasuk akusala ya =)) ) itulah isi utama batin saya ketika mengamati pola pikir Theravada dan pola pikir Mahayana.

Bagaimana mau menyebarkan Dharma/Dhamma kalau kita sendiri debat di sini tiada akhir dan tidak ada kesepakatan yang bisa diterima kedua belah pihak?

Dan juga keraguan mengenai apa sih sebenarnya anatta? Ultimate Truth ini (pinjem istilah bro Ray) kayaknya juga nggak disepakati apa definisinya. Mungkin karena memang itulah MISTERI terbesar dalam agama Buddha? Yang tak bisa dijangkau logika dan pikiran ataupun kesadaran?

Sama misteriusnya dengan Nibbana yang paling hanya bisa dikenali sifatnya yaitu sukha (bahagia).

[Skeptis Mode On] Benarkah Theravada sungguh-sungguh mengajarkan bahwa Nibbana adalah kekal? [Skeptis Mode Off]

Lalu saya membaca lagi buku di bawah ini:

Saya mencoba menyimpulkan bahwa satu-satunya sifat positif mutlak dari Nibbana hanyalah kebahagiaan (sukha) karena Pandit Jinaratana Kaharudin sama sekali tidak menyebutkan atribut kekal pada Nibbana seperti Narada Mahathera. Dan saya pikir Pandit Jinaratana Kaharudin lebih tepat.

1) Ada rekan-rekan yang ingin membantah bahwa Nibbana adalah kebahagiaan?

2) Dan kalau Nibbana adalah Sukha, apakah berarti Parinibbana adalah juga Sukha? Kalau Parinibbana juga sukha, apa yang merasakan sukha itu? Pastilah kita akan kebingungan sendiri dan terjebak lagi pada kecenderungan eternalis vs nihilis dalam menjawab pertanyaan ini.

3) Atau Parinibbana beyond sukha dan dukkha yang tak dapat dipahami kesadaran/pikiran/citta kita? Seperti perumpamaan seekor kura-kura yang mencoba menjelaskan daratan kepada seekor ikan? Perumpamaan ini saya kutip dari bukunya Narada Mahathera lho.

Pertanyaan saya disini adalah mengenai hal-hal paling pokok dalam agama Buddha yaitu Anatta dan (Pari)nibbana yang saling kait mengkait.

Saya hanya seorang yang ingin mencari kebenaran di tengah debat yang sengit antara Theravada dan Mahayana di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana di sana dan juga di sini.

Saya memilih untuk percaya kepada ajaran Buddha Gotama yang nampaknya lebih logis dan sistematis dibandingkan ajaran Laozi, Konghucu, Yesus atau siapapun yang kurang logis dan kurang sistematis, namun saya melihat sebuah TITIK LEMAH ajaran BUDDHA itu sendiri yang sama sekali tak bisa mendefiniskan apa itu ANATTA (Bukan Ego? Tiada Ego? Bukan Inti? Tiada Inti? Bukan Atta? Tiada Atta? Bukan Diri? Tiada Diri? Bukan Aku? Tiada Aku? dll) dan apa itu PARINIBBANA yang bukan eternalis dan bukan nihilis.

Kalau kita sebagai Buddhist terombang-ambing sendiri antara kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis, bagaimana kita bisa meyakinkan orang lain untuk menjadi pengikut Buddha? Think about that my brothers and sisters.

Dan nampaknya apa yang saya pertanyakan tak akan pernah ada jawabannya. Karena itu perhatikan benar-benar kesimpulan saya mengenai Theravada dan Mahayana. Saya hanya bisa melihat kecenderungan eternalis vs kecenderungan nihilis itu.

I think Anatta , Nirvana , and  Parinirvana are Big Questions in Buddhism without the Answers. Alas, we can not meet Buddha Gotama to explain them well. How can we make other people believe in Buddhism if we can not explain anatta and/or (pari)nirvana? :??

Thema, mengapa Sang Buddha menggunakan term yang "positif" untuk menggambarkan Nibbana ? Coba baca ulasan dari Ajahn Jagaro, walaupun mungkin tidak bisa menjawab tentang apa sebenarnya Nibbana itu sendiri...
http://www.buddhanet.net/budsas/ebud/ebdha063.htm (http://www.buddhanet.net/budsas/ebud/ebdha063.htm)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 28 December 2010, 06:13:12 AM
tambahan, krisnamurti sudah loh katanya ;D
jika tidak salah krisnamurti juga dianggap buda oleh pengemarnya ^-^

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 28 December 2010, 06:25:00 AM
Sama misteriusnya dengan Nibbana yang paling hanya bisa dikenali sifatnya yaitu sukha (bahagia).

[Skeptis Mode On] Benarkah Theravada sungguh-sungguh mengajarkan bahwa Nibbana adalah kekal? [Skeptis Mode Off]

Lalu saya membaca lagi buku di bawah ini:

Saya mencoba menyimpulkan bahwa satu-satunya sifat positif mutlak dari Nibbana hanyalah kebahagiaan (sukha) karena Pandit Jinaratana Kaharudin sama sekali tidak menyebutkan atribut kekal pada Nibbana seperti Narada Mahathera. Dan saya pikir Pandit Jinaratana Kaharudin lebih tepat.


bro TheMa alias theravada mahayana
tidak menyebutkan atribut kekal pada Nibbana bukan berarti Nibbana tidak kekal ^-^

kitab buku Abhidhamma bukan hanya terjemanan Bapak Pandit,
kitab Abhidhamma pali kanon ada 7 kitab (jika tidak salah) :whistle:.
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 28 December 2010, 06:47:40 AM
Quote

Sdr. Thema, menyatakan kehadiran Sammasambuddha yang jarang dan terbatas sebagai  suatu CENDERUNG egois, tidak dapat diterima oleh pemikiran saya. Hal ini sama dengan mengatakan seorang guru Wali Kelas SD adalah cenderung egois karena di dalam kelasnya hanya ada 1 orang murid yang pandai dan ranking 1. Padahal keberadaan hanya 1 orang murid yang pandai dan ranking satu bukan kehendak si Wali Kelas, tetapi karena kondisi murid-muridnya seperti itu.

Begitu juga kondisi makhluk dari satu tata surya yang hanya memungkinkan satu Sammasambuddha dalam satu masa tertentu.

Jika dalam Theravada dikatakan Buddha Gotama terkesan sangat egois sama seperti agama tetangga, maka seharusnya tidak ada kisah Buddha Kassapa sebagai Buddha masa lampau dan juga tidak ada kisah Metteyya sebagai Buddha yang akan datang. Jika egois maka hanya ada 1 Buddha dari masa ke masa yaitu hanya Buddha Gotama. Tapi nyatanya tidak demikian dalam literatur Theravada.


Bro Kelana yang baik,

Baik, saya bisa paham perumpamaan seorang juara/rangking satu dalam sebuah kelas. Tapi apakah kemudian dia akan abadi sebagai rangking satu dan mencegah adik kelasnya menjadi rangking satu? Lupakan pertanyaan ini. Saya punya pertanyaan yang lebih penting untuk dijawab sebagai berikut.

Yang menjadi pertanyaan penting saya adalah berapa tahunkah SATU MASA itu , Bro? Kalau jawabnya sekian Kappa, atau sekian Asankheyya Kappa, atau sekian Maha Kappa, yang entah itu berapa milyar/triliyun tahun lagi bukankah itu egoisme yang sangat halus? Mengapa? Karena bumi ini sudah musnah sebelum sammasambuddha Maitreya/Metteya lahir di bumi ini. =))

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 28 December 2010, 06:50:24 AM
Quote
saya kira tidak bijaksana untuk membandingkan theravada vs mahayana dengan berpatokan bahwa theravada adalah versi yg benar dan mahayana adalah versi turunan. menurut kaum mahayanis, cara meditasi nianfo juga diajarkan oleh Sang Buddha. jadi tidak ada perubahan dalam hal meditasi, jika mengikuti pandangan Mahayana.

Bro Indra, apakah meditasi nianfo, walau berbeda dengan meditasi vipassana, menurut anda sendiri, bisa membuat orang mencapai Nibbana? Jawab dengan jujur : 1) ya 2) tidak 3) tidak tahu 4) no comment karena takut menyinggung hati Mahayanist

Bagaimana tanggapan bro Indra dengan sikap beberapa Theravadin yang menganggap meditasi vipassana dan/atau samatha lebih superior dan lebih sistematis untuk mencapai Nibbana dibandingkan nianfo dalam perdebatan Theravada vs Mahayana yang begitu panjang di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana?  :'(

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 28 December 2010, 06:53:58 AM
Quote
Jika anda memang sudah mempelajari sekian banyak.Dan dengan kemampuan menganalisa yang anda punya,pasti anda sudah mengerti.Untuk apalagi permainan yang anda buat???Untuk pembuktian???Untuk menyamakan??

Sis Sriyeklina,

Jujur saja, semakin saya banyak belajar lintas aliran antara Theravada dan Mahayana, semakin saya melihat tidak ada kepastian dalam agama Buddha terutama mengenai hal-hal pokok seperti Anatta, Nibbana, dan Parinibbana. Kayaknya setiap orang boleh menafsirkan sendiri berdasarkan KECENDERUNGAN-nya sendiri apa itu anatta, apa itu nibbana, apa itu parinibbana.

Quote
Orang yang memakai logika akan cocok meditasi dengan menyadari objek adalah objek..kontak adalah kontak dst.Mereka akan memahami dengan cara seperti itu,dengan hanya melihat objek tanpa tercampur konsep-konsep dan lainnya.Sehingga sedikit demi sedikit nafsu keinginannya/kemelekatannya mulai hilang.Tapi jika disuruh dengan objek yang menyangkut rasa misalnya yang menjijikkan atau menyayangi...maka mereka akan bingung.Karena mereka memang unggul di logika bukan di rasa.

Orang yang memakai rasa jika diterangkan dengan cara logika juga tidak akan menangkap.Malah membosankan bagi mereka. Disuruh melatih meditasi dengan nafas keluar masuk saja, tidak akan bertahan lama. Karena membosankan..Tapi jika disuruh dengan objek seperti cinta kasih. Dia bisa merasakan rasa bahagia dan bisa mempertahankan rasa itu. Dan dia mendeteksi dengan rasa. Jika rasa itu menuju kearah yang menyenangkan maka itu tidak boleh, jika ke arah tidak menyenangkan juga tidak boleh. Pada posisi netrallah,yang dipertahankan. Sehingga orang yang bergerak karena rasa, dia bisa menyayangi tanpa melekat.Yang bagi pemakai logika itu agak susah dicerna.Bagi pemakai logika, itu bukan menyayangi tanpa melekat tapi yang terbayang tanpa perasaan.

Tapi apakah para pemakai logika dia tidak bisa menyayangi? Bisa, tapi dia bergerak berupa...itu makhluk sedang menderita dan harus ditolong. Sebatas itu yang bekerja di sistem pikirannya.

Dan Sang Buddha tahu itu, sehingga banyak sekali objek dan cara yang diberikan. Sang Buddha tidak pernah memaksakan kecenderungan yang satu harus melakukan kecenderungan yang lain. Tapi dia memberikan dhamma dan membantu pencapaian kesucian satu makhluk sesuai dengan kelebihan masing-masing. Karena dia sangat bijaksana, dia tahu tidak akan bermanfaat jika itu dilakukan.

Sis Sriyeklina,

Penjelasan yang sangat bagus sekali bagi saya pribadi. Saya sangat mengagumi penjelasan yang demikian terus terang dan gamblang. Bravo Sis Sri. :jempol:

By the way, menurut Sis Sri, apakah teori Paticcasamuppada ala Theravada yang menempatkan perasaan (vedana) between phassa (sentuhan) dan nafsu keinginan (tanha) hanya cocok bagi seorang Theravada yang kuat logikanya dan tidak cocok bagi seorang Mahayanist yang kuat rasa ‘kasih’nya? :-?

Apakah Mahayanist menolak kebenaran teori Paticcasamuppada? Jawab yang jujur ya
1) ya (karena berbeda pendekatan/konsep)
2) tidak (kalau tidak, bukankah vedana itu malah membuat seseorang terperangkap dalam roda kehidupan? Itukah sebabnya Bodhisattva lahir dan lahir lagi?)
3) tidak tahu
4) no comment karena takut menyinggung perasaan Theravadin

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 28 December 2010, 06:57:20 AM
Quote
Bro Thema yang baik, pikiran anda persis dengan pikiran pak Hudoyo, yang beranggapan atta ada dan kemudian lenyap (padam) dengan pencapaian Nibbana.... Itu adalah pandangan salah (miccha ditthi) menurut Theravada.

Bro Fabian yang baik, nihilisme jelas-jelas adalah miccha dithhi menurut Theravada. Karena memang secara historis, Buddha Gotama menolak ajaran Ajita Kesakambala yang nihilis itu.

Quote
Ada 4 pandangan salah mengenai atta (sakkaya ditthi) yang berhubungan dengan kelima khandha, sehingga total pandangan salah sakkaya ditthi tersebut menjadi 20.

Keempat pandangan salah tersebut menurut Manual of Buddhist terms and doctrines, oleh Nyanatiloka Mahathera yaitu:
1.  Beranggapan bahwa atta adalah identik dengan kelima khandha.
2.  Beranggapan bahwa atta ada pada setiap khandha
3.  Beranggapan bahwa atta terpisah dari khandha
4.  Beranggapan bahwa atta memiliki khandha.
Mengenai kemampuan untuk mengerti secara jelas konsep anatta, tidak bisa dicapai dengan membaca dan berusaha menyerap teori, bukan demikian caranya menyelami paham anatta.

Cara untuk memahami anatta adalah dengan bermeditasi Vipassana hingga, pengetahuan itu muncul dengan sendirinya setelah perhatian dan konsentrasi kita semakin mendalam.

Dan pengetahuan yang sangat jelas muncul hampir berbarengan dengan lenyapnya sakkaya ditthi.


Bro Fabian yang baik,

Buddhisme dari awal memang menyangkal keberadaan atta, baik atta yang terpisah atau melekat pada satu, beberapa atau semua khanda. Sebab kalau tidak demikian, apa bedanya Buddhisme dengan Brahmanisme yang mempopulerkan konsep atta/atman itu?

Sekarang saya ingin bertanya kepada Bro Fabian yang sudah mengetahui/memahami AN-ATTA ‘dengan sendiri’nya melalui konsentrasi yang mendalam via meditasi vipassana:
1)   Apakah Bro hanya dapat memahami Anatta ketika sedang meditasi vipassana saja atau apakah Bro bisa memahami Anatta itu setiap saat bahkan ketika sedang melakukan aktivitas sehari-hari?
2)   Dengan kata lain apakah pemahaman Anatta Bro itu sementara, bisa timbul lenyap, ataukah pemahaman Anatta Bro itu stabil dan abadi?
3)   Konon, meditasi vipassana bisa membuat seseorang mencapai Nibbana (correct me if I’m wrong). Apakah Bro sudah mencapai Nibbana? Kalau Bro sudah mencapai Nibbana, bisakah Bro menjelaskannya kepada saya dan rekan-rekan Buddhist maupun non Buddhist di sini? Saya punya segudang pertanyaan nih mengenai Nibbana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 28 December 2010, 07:01:29 AM
Quote
kok bisa ada yang bilang kalau theravada itu individualis, katanya mementingkan penyelamatan diri sendiri....lha kan tidak bisa ditemukan individu yang kekal pada diri sendiri dan makhluk lain....jadi buat apa menyelamatkan makhluk lain? diri sendiri aja nda pernah ada kok.......

Bro Ray, pertama-tama, saya tidak mengatakan individualis/egois 100% tapi CENDERUNG individualis/egois. Artinya ke-individualisan/ egoisan-nya jauh lebih besar daripada ke-sosialisan/ altruisan-nya. Contoh deskripsi dalam angka misalnya sifat individualis/egois-nya 60% sedangkan sifat sosialis/altruis-nya 40% itu sudah dapat dikatakan CENDERUNG individualis/egois. Tapi tentu saja yang namanya ‘SIFAT’ tak bisa dijabarkan dalam angka absolut atau persentase, itu hanya bisa di’rasa’kan.

Kedua, Theravada tidak mengenal konsep ‘penyelamatan’ seperti Mahayana jadi istilah ‘menyelamatkan’ sudah salah kaprah, Bro.

Quote
jadi nda pernah ada yang mengalami dukkha dan tidak ada yang pernah bebas dari dukkha...

kalau seseorang berusaha bebas dari dukkha, kan hal itu sendiri hanya akan membawa dukkha lebih banyak?

yang paling logis ya, ternyata dukkha nda pernah ada kok...jadi tidak usah melepaskan diri dari dukkha....(dukkha kan nda pernah ada)

santai2 saja....

Anyway, bila orangtua Bro mengalami kecelakaan lalu lintas di depan mata Bro, dan bila Bro konsisten dengan pola pikir logis Bro, mestinya Bro tak perlu ‘menyelamatkan’nya dengan membawanya ke rumah sakit, bukan? Khan diri Bro sendiri tak pernah ada, jadi tak pernah ada yang menyaksikan kecelakaan itu bukan? Lagipula bukankah kecelakaan lalu lintas itu sendiri tak pernah ada?

Atau saya berlebihan dan menyinggung hati anda dengan mengatakan kalimat-kalimat di atas kepada Bro? ^:)^  Lho bukankah diri Bro tak pernah ada? :?? 
Atau ini kasus yang berbeda yang mana logika Bro tak berlaku lagi, tapi yang berlaku adalah hati Bro?  ;D ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 28 December 2010, 07:02:47 AM
Quote
Indra:
boleh tau apa hubungan anda dengan Pak Hudoyo?
Bro Indra yang baik, saya nggak kenal Pak Hudoyo. 
Hanya saja, pas waktu surfing di forum sebelah (wi*hara-dot-com), saya menemukan artikel Beliau yang mengkritik Theravada. Menarik dan HOT sekali point-point yang Beliau sampaikan, makanya saya upload juga ke sini, untuk dibahas, sebab di forum sebelah nggak dibahas sama sekali. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 28 December 2010, 08:43:14 AM
Sis Sriyeklina,

Jujur saja, semakin saya banyak belajar lintas aliran antara Theravada dan Mahayana, semakin saya melihat tidak ada kepastian dalam agama Buddha terutama mengenai hal-hal pokok seperti Anatta, Nibbana, dan Parinibbana. Kayaknya setiap orang boleh menafsirkan sendiri berdasarkan KECENDERUNGAN-nya sendiri apa itu anatta, apa itu nibbana, apa itu parinibbana.

Kami sangat menghargai kejujuran karena anda sudah banyak belajar tentang lintas aliran Theravada dan Mahayana dan memilih id di DC menjadi 'Thema'.
Ketidakpastian pemahaman Buddha Dhamma anda tentang Anatta, Nibbana, Parinibbana memang CENDERUNG teorian/konsep
 =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 28 December 2010, 09:23:46 AM
Bro kainyn yang baik, coba periksa dan baca-baca kembali berbagai postingan pak Hudoyo, beliau mengatakan bahwa pikiran adalah aku/atta yang bergerak. Dengan berhentinya pikiran maka atta padam dan tercapailah Nibbana.
Bro fabian, memang saya katakan Pak Hudoyo sering menggunakan istilah yang rancu. Oleh karena itu sewaktu diskusi, saya menanyakan istilah dan penjelasannya secara detail. Dan dari pengalaman diskusi saya tersebut, saya menyimpulkan bahwa Pak Hudoyo bukan seorang Nihilis.

Menurut saya, tidak semua orang yang selalu mengatakan "tidak ada atta" sudah memahami "anatta". Bahkan jika ia sendiri tidak mengerti, melekat pada konsep "tidak ada atta", maka "anatta" itu sendiri telah menjadi "atta" dalam pandangannya. Sama seperti orang berkhayal dirinya sedang sadar, tidak berarti dia sadar.
Berlaku pula sebaliknya. Untuk memahami orang lain, kita perlu mengerti istilah dan pola pikir dari sudut pandang orang itu, bukan dari sudut pandang kita sendiri.

Bro Kainyn yang baik, perlu dimengerti bahwa anatta bukanlah suatu paham. Anatta adalah suatu kebenaran mutlak yang tak nampak oleh mereka yang perhatian dan konsentrasinya kurang mendalam. Bagi mereka yang konsentrasi dan perhatiannya mendalam mereka bisa "melihat" sendiri anatta itu.

Janganlah membandingkan pemikiran yang belum terlatih dengan kemampuan melihat pada batin yang terlatih (para meditator Vipassana), sulit memang untuk melihat anatta tersebut bila batin tak terlatih, bagi mereka yang batinnya tak terlatih Anatta hanya mereka pahami sebatas konsep saja. Bukan "melihat dan mengalami' sendiri.

Urutannya berikut:
Untuk melihat anatta, kita harus mampu melihat segala sesuatu apa adanya (yathabhuta nanadassanam). Untuk mampu melihat segala sesuatu apa adanya kita harus memiliki perhatian dan konsentrasi yang kuat.

Untuk dapat memiliki konsentrasi dan perhatian yang kuat, kita harus berlatih meditasi (dalam hal ini Vipassana)
Betul, kebenaran memang bukan konsep, dan sebelum kebenaran itu dialami, maka masih sebatas konsep. Namun ketika kebenaran dibicarakan juga hanya bisa sebatas teori dan konsep, sebab sesungguh-sungguhnya kebenaran itu hanya bisa dialami sendiri. Kebenaran ini dituangkan ke dalam konsep agar bisa dikomunikasikan. Karena itu, tentu saja konsep ini menjadi subjektif walaupun kebenarannya tidaklah subjektif.

Mengenai membandingkan "yang mahir" dan "tidak mahir", saya tetap pada prinsip saya bahwa kita tidak bisa menilai pencapaian orang lain. Saya tidak akan mengatakan si A lebih mahir Vipassana dari si B, kecuali saya telah memiliki pencapaian kesucian sekaligus kemampuan bathin luar biasa yang mampu mengetahui pencapaian orang lain. 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 28 December 2010, 09:33:34 AM
Yang menjadi pertanyaan penting saya adalah berapa tahunkah SATU MASA itu , Bro? Kalau jawabnya sekian Kappa, atau sekian Asankheyya Kappa, atau sekian Maha Kappa, yang entah itu berapa milyar/triliyun tahun lagi bukankah itu egoisme yang sangat halus? Mengapa? Karena bumi ini sudah musnah sebelum sammasambuddha Maitreya/Metteya lahir di bumi ini. =))

Nah, ini baru menarik. Saya mau tanya Bro Thema, kalau boleh tolong dijawab.
Di dunia ini, di antara manusia-manusia egois, pernah muncul sosok Mother Teresa yang sangat altruistik. Namun setelah sekian lama, belum muncul yang mirip-mirip. Nah, dalam periode Mother Teresa sampai sekarang, sudah banyak yang tidak terbantu. Jadi apakah Mother Teresa egois?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 28 December 2010, 10:21:02 AM
Bro Fabian yang baik, nihilisme jelas-jelas adalah miccha dithhi menurut Theravada. Karena memang secara historis, Buddha Gotama menolak ajaran Ajita Kesakambala yang nihilis itu.
Apakah bro thema setuju bahwa dalam Tipitaka Sang Buddha tak pernah menyetujui pandangan nihilisme (ucheda ditthi?)

Quote
Bro Fabian yang baik,

Buddhisme dari awal memang menyangkal keberadaan atta, baik atta yang terpisah atau melekat pada satu, beberapa atau semua khanda. Sebab kalau tidak demikian, apa bedanya Buddhisme dengan Brahmanisme yang mempopulerkan konsep atta/atman itu?
Sekarang saya ingin bertanya kepada Bro Fabian yang sudah mengetahui/memahami AN-ATTA ‘dengan sendiri’nya melalui konsentrasi yang mendalam via meditasi vipassana:
1)   Apakah Bro hanya dapat memahami Anatta ketika sedang meditasi vipassana saja atau apakah Bro bisa memahami Anatta itu setiap saat bahkan ketika sedang melakukan aktivitas sehari-hari?

Sebaiknya kita membatasi diskusi ini tidak pada apa yang telah saya capai, kita hanya membatasi sebatas apa yang saya ketahui ok...?

1)Anatta adalah pengetahuan yang muncul berdasarkan pengalaman aktual/mengalami/melihat sendiri. Bila seseorang telah melihat sendiri/mengalami, bahwa air laut asin, apakah pengetahuan mengenai rasa asin air laut bisa hilang kembali...?

Quote
2)   Dengan kata lain apakah pemahaman Anatta Bro itu sementara, bisa timbul lenyap, ataukah pemahaman Anatta Bro itu stabil dan abadi?
Pertanyaan ini jawabannya sama dengan pertanyaan yang pertama.

Quote
3)   Konon, meditasi vipassana bisa membuat seseorang mencapai Nibbana (correct me if I’m wrong). Apakah Bro sudah mencapai Nibbana? Kalau Bro sudah mencapai Nibbana, bisakah Bro menjelaskannya kepada saya dan rekan-rekan Buddhist maupun non Buddhist di sini? Saya punya segudang pertanyaan nih mengenai Nibbana.

Pertanyaan ketiga ini jawabannya sama dengan yang diatas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 28 December 2010, 10:40:56 AM
Bro fabian, memang saya katakan Pak Hudoyo sering menggunakan istilah yang rancu. Oleh karena itu sewaktu diskusi, saya menanyakan istilah dan penjelasannya secara detail. Dan dari pengalaman diskusi saya tersebut, saya menyimpulkan bahwa Pak Hudoyo bukan seorang Nihilis.
Bro Kainyn yang baik, memang agak berbeda kesimpulan bro Kainyn dengan kesimpulan saya mengenai pernyataan pak Hudoyo, demikian juga dengan teman-teman yang lain. Menurut saya pak Hudoyo beranggapan ada aku yang lenyap/padam pada saat pencapaian Nibbana. Menurut saya ini juga nihilis, karena ia beranggapan ada aku yang padam pada pencapaian Nibbana.
Dalam Theravada mahluk hidup hanya terdiri dari pancakhandha, dimanakah adanya "aku" yang dikatakan pak Hudoyo?

Quote
Menurut saya, tidak semua orang yang selalu mengatakan "tidak ada atta" sudah memahami "anatta". Bahkan jika ia sendiri tidak mengerti, melekat pada konsep "tidak ada atta", maka "anatta" itu sendiri telah menjadi "atta" dalam pandangannya. Sama seperti orang berkhayal dirinya sedang sadar, tidak berarti dia sadar.
Benar bro, oleh sebab itu berulangkali dalam berbagai tulisan saya selalu menekankan mengalami sendiri anatta tersebut, sehingga tidak mengetahui anatta hanya sebatas konsep.

Quote
Berlaku pula sebaliknya. Untuk memahami orang lain, kita perlu mengerti istilah dan pola pikir dari sudut pandang orang itu, bukan dari sudut pandang kita sendiri.
Apakah menurut bro Kainyn, bro Kainyn mengetahui pola pikir dari sudut pandang pak Hud?

Quote
Betul, kebenaran memang bukan konsep, dan sebelum kebenaran itu dialami, maka masih sebatas konsep. Namun ketika kebenaran dibicarakan juga hanya bisa sebatas teori dan konsep, sebab sesungguh-sungguhnya kebenaran itu hanya bisa dialami sendiri. Kebenaran ini dituangkan ke dalam konsep agar bisa dikomunikasikan. Karena itu, tentu saja konsep ini menjadi subjektif walaupun kebenarannya tidaklah subjektif.
Setuju sekali bro...

Quote
Mengenai membandingkan "yang mahir" dan "tidak mahir", saya tetap pada prinsip saya bahwa kita tidak bisa menilai pencapaian orang lain. Saya tidak akan mengatakan si A lebih mahir Vipassana dari si B, kecuali saya telah memiliki pencapaian kesucian sekaligus kemampuan bathin luar biasa yang mampu mengetahui pencapaian orang lain.
 
Dalam batas tertentu kita bisa menilai pencapaian orang lain, terutama kita bisa menilai pencapaian orang yang ada dibawah pencapaian kita, tapi tak bisa menilai orang yang pencapaiannya diatas kita.
Umpamanya anak SMP bisa menilai pencapaian sekolah orang tersebut bila ia tidak mengerti persamaan matematik maka kemungkinan ia anak SD, tetapi anak SMP tak bisa menilai pencapaian anak SMA dstnya...


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 28 December 2010, 01:30:20 PM
Bro Kainyn yang baik, memang agak berbeda kesimpulan bro Kainyn dengan kesimpulan saya mengenai pernyataan pak Hudoyo, demikian juga dengan teman-teman yang lain. Menurut saya pak Hudoyo beranggapan ada aku yang lenyap/padam pada saat pencapaian Nibbana. Menurut saya ini juga nihilis, karena ia beranggapan ada aku yang padam pada pencapaian Nibbana.
OK, tidak apa. Saya juga bukan bermaksud mengubah pemikiran Bro Fabian, tetapi hanya memberikan satu sudut pandang yang lain saja.

Quote
Dalam Theravada mahluk hidup hanya terdiri dari pancakhandha, dimanakah adanya "aku" yang dikatakan pak Hudoyo?
Karena saya bukan Pak Hudoyo, maka saya jawab versi saya.
Makhluk hidup memang hanya terdiri dari pancakhanda, namun karena tidak melihat apa adanya, maka pikirannya mengkonsepsi "aku" yang bisa jadi adalah objek, ada di dalam objek, atau di luar objek, maka di situlah ada penderitaan. Apakah "aku" ada? Dalam konteks sebenar-benarnya, tidak ada yang bisa disebut sebagai "aku". Namun dalam keseharian, "aku" yang adalah bentukan pikiran itu ADA dan bahkan dilekati (oleh mereka yang belum melenyapkan noda sepenuhnya). Karena adanya kemelekatan tentang "aku" itu maka ada "aku" yang senang kalau dipuji, "aku" yang marah kalau dihina, "aku" yang mendambakan sesuatu, "aku" yang membenci sesuatu.

Quote
Benar bro, oleh sebab itu berulangkali dalam berbagai tulisan saya selalu menekankan mengalami sendiri anatta tersebut, sehingga tidak mengetahui anatta hanya sebatas konsep.
Ya, namun apakah seseorang mengalami atau tidak, tetap susah diketahui karena yang kita bicarakan tetap sebatas konsep-konsep saja.

Quote
Apakah menurut bro Kainyn, bro Kainyn mengetahui pola pikir dari sudut pandang pak Hud?
Tentu tidak sepenuhnya saya bisa mengerti pola pikir orang lain.

Quote
Dalam batas tertentu kita bisa menilai pencapaian orang lain, terutama kita bisa menilai pencapaian orang yang ada dibawah pencapaian kita, tapi tak bisa menilai orang yang pencapaiannya diatas kita.
Umpamanya anak SMP bisa menilai pencapaian sekolah orang tersebut bila ia tidak mengerti persamaan matematik maka kemungkinan ia anak SD, tetapi anak SMP tak bisa menilai pencapaian anak SMA dstnya...
Ini juga menarik. Di satu sisi ada penilaian "Fabian yang tidak maju-maju meditasinya" dan di sisi lain ada "Hudoyo yang cuma sebatas konsep." Keduanya pasti merasa telah SMP dan menilai lainnya sebagai yang SD. Bagi pihak ke tiga yang netral, keduanya sulit dibuktikan. Karena saya adalah pihak ke tiga tersebut, maka penilaian saya hanya sebatas "Fabian & Hudoyo adalah sama-sama praktisi Vipassana yang beda metode dan pengalaman, sehingga berbeda pandangan." Mungkin pihak Bro Fabian atau Pak Hud (atau keduanya) menganggap saya tidak tahu apa-apa (playgroup). Tidak masalah bagi saya. Tapi adalah fakta bahwa sebenarnya pihak mana pun tidak akan bisa membuktikan kebenarannya. Masing-masing hanya bisa membuktikan kebenaran untuk diri sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 28 December 2010, 02:16:53 PM
OK, tidak apa. Saya juga bukan bermaksud mengubah pemikiran Bro Fabian, tetapi hanya memberikan satu sudut pandang yang lain saja.
Karena saya bukan Pak Hudoyo, maka saya jawab versi saya.
Makhluk hidup memang hanya terdiri dari pancakhanda, namun karena tidak melihat apa adanya, maka pikirannya mengkonsepsi "aku" yang bisa jadi adalah objek, ada di dalam objek, atau di luar objek, maka di situlah ada penderitaan. Apakah "aku" ada? Dalam konteks sebenar-benarnya, tidak ada yang bisa disebut sebagai "aku". Namun dalam keseharian, "aku" yang adalah bentukan pikiran itu ADA dan bahkan dilekati (oleh mereka yang belum melenyapkan noda sepenuhnya). Karena adanya kemelekatan tentang "aku" itu maka ada "aku" yang senang kalau dipuji, "aku" yang marah kalau dihina, "aku" yang mendambakan sesuatu, "aku" yang membenci sesuatu.
Ya, namun apakah seseorang mengalami atau tidak, tetap susah diketahui karena yang kita bicarakan tetap sebatas konsep-konsep saja.
Tentu tidak sepenuhnya saya bisa mengerti pola pikir orang lain.
Ini juga menarik. Di satu sisi ada penilaian "Fabian yang tidak maju-maju meditasinya" dan di sisi lain ada "Hudoyo yang cuma sebatas konsep." Keduanya pasti merasa telah SMP dan menilai lainnya sebagai yang SD. Bagi pihak ke tiga yang netral, keduanya sulit dibuktikan. Karena saya adalah pihak ke tiga tersebut, maka penilaian saya hanya sebatas "Fabian & Hudoyo adalah sama-sama praktisi Vipassana yang beda metode dan pengalaman, sehingga berbeda pandangan." Mungkin pihak Bro Fabian atau Pak Hud (atau keduanya) menganggap saya tidak tahu apa-apa (playgroup). Tidak masalah bagi saya. Tapi adalah fakta bahwa sebenarnya pihak mana pun tidak akan bisa membuktikan kebenarannya. Masing-masing hanya bisa membuktikan kebenaran untuk diri sendiri.

mau nambahin sedikit, sebagai pihak ketiga bisa juga melihat dari permukaan luar dahlu apakah seseorang itu memang sudah tingkat SMP atau hanya mengaku tingkat SMP, dan bisa diberi ujian2 yang jadi tolak ukur apakah orang itu layak dipandang tingkat SMP.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 28 December 2010, 02:48:04 PM
mau nambahin sedikit, sebagai pihak ketiga bisa juga melihat dari permukaan luar dahlu apakah seseorang itu memang sudah tingkat SMP atau hanya mengaku tingkat SMP, dan bisa diberi ujian2 yang jadi tolak ukur apakah orang itu layak dipandang tingkat SMP.
Mungkin maksud Bro ryu adalah sikapnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 28 December 2010, 02:59:07 PM
Mungkin maksud Bro ryu adalah sikapnya?
ya, seperti contohnya buddha sering di tes bagaimanapun dia bisa mengatasi semuanya, maka bisa di sebut tingkat SMP (misalnya)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 28 December 2010, 03:15:23 PM
ya, seperti contohnya buddha sering di tes bagaimanapun dia bisa mengatasi semuanya, maka bisa di sebut tingkat SMP (misalnya)
Masalah sikap, ini memang bisa berhubungan, tapi tidak selalu. Ada orang yang tidak vipassana, bukan Buddhis, tapi perilakunya juga baik.

Masalah pengetahuan, tentu janganlah dibandingkan dengan seorang Buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 28 December 2010, 03:21:43 PM
Masalah sikap, ini memang bisa berhubungan, tapi tidak selalu. Ada orang yang tidak vipassana, bukan Buddhis, tapi perilakunya juga baik.

Masalah pengetahuan, tentu janganlah dibandingkan dengan seorang Buddha.

ya setidaknya itu bisa jadi salah satu tolak ukur untuk mengenal/menilai seseorang walau tidak bisa 100% benar tapi bisa memberi kewaspadaan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 28 December 2010, 03:32:30 PM
Mahayana meng-klaim Kitab-kitab yang "isi-nya" sama dengan Pali Kanon (Sutta .a.k.a. Kitab Theravada) itu tertuang di dalam Kelompok Agama Sutra (salah satu dari 5 kelompok besar Sutra Mahayana).
Sehingga jika kitab-kitab di dalam Agama sutra = SALAH, maka secara keseluruhan Mahayana (dan juga Theravada) = SALAH...

Sedangkan jika ternyata kitab-kitab di luar AGAMA SUTRA yang salah, maka ada kemungkinan MAHAYANA saja yang SALAH, sedangkan THERAVADA (PALI KANON .a.k.a. AGAMA SUTRA) itu tidak SALAH. Dan kesimpulan-nya bisa mengarah bahwa MAHAYANA merupakan SEMPALAN / PENAMBAHAN dari Ajaran yang ada.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 28 December 2010, 03:59:12 PM
Quote
Sepertinya anda tidak mengerti tentang sesuatu. Ada yang ingin dibahas, ataukah pernyataan "tidak ada yang bisa menjelaskan anatta, nirvana & parinirvana" sudah final karena anda sendiri tidak paham?

Bro (?) Kainyn yang baik dan pintar,

Baiklah saya jelaskan.

Awalnya saya membaca debat yang sangat sengit di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana yang sudah mencapai 130-an halaman ketika saya membacanya dari awal.

Lalu saya melihat kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis terutama dalam debat mengenai Parinibbana.

Perdebatan itu membuat saya jadi skeptis baik terhadap kebenaran mutlak Dhamma Theravada maupun kebenaran mutlak Dharma Mahayana. :??

Menurut hemat saya, kebenaran masing-masing pihak bersifat relatif dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Perdebatan kedua pihak persis kayak suami istri lagi berantem ! Yang satu pake logika dan yang lain pake rasa. Ya nggak bakal ketemulah. ;D

Kalau memang nggak ada kesepakatan ya sudahlah.  :??

Silahkan tafsirkan sendiri Dharma/Dhamma (terutama mengenai anatta, nibbana, parinibbana) sesuai kecenderungan masing-masing.

Tidak harus terbagi dalam dua polaritas kecenderungan nihilistik-konservatif-individualis-logis kritis di satu sisi dan kecenderungan eternalistik-liberal-sosialis-maitri karuna di sisi lain.

Tapi juga bisa saling silang / kombinasi misalnya ada Buddhist yang cenderung memakai pikiran kritis logis seperti Theravada namun cenderung altruis seperti Mahayana. Atau ada Buddhist yang cenderung memakai hati maitri karuna seperti Mahayana namun dalam memandang parinibbana cenderung nihilistik seperti Theravada. Itu semua mungkin.

Jadi menurut saya, akan ada begitu banyak kemungkinan kecenderungan, tidak hanya dua kemungkinan kecenderungan saja. Kombinasi kecenderungan itu terserah masing-masing orang karena manusia adalah makhluk yang unik.  :))

saya nggak begitu tertarik lagi berkomentar. saya akan mulai membatasi komentar saya untuk mencegah debat kusir.

Berhubung saya sekarang skeptis, saya suka slogan skeptisnya Bro Morpheus: Ragu Pangkal Cerah.

Kalo soal netralitas, saya suka gaya netralnya anda Bro(?) Kainyn… dan juga Bro Ryu. 

Hail Ryu! The Lord of En-darken-ment! ^:)^  >:D =))

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 28 December 2010, 04:11:10 PM
Bro (?) Kainyn yang baik dan pintar,

Baiklah saya jelaskan.

Awalnya saya membaca debat yang sangat sengit di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana yang sudah mencapai 130-an halaman ketika saya membacanya dari awal.

Lalu saya melihat kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis terutama dalam debat mengenai Parinibbana.

Perdebatan itu membuat saya jadi skeptis baik terhadap kebenaran mutlak Dhamma Theravada maupun kebenaran mutlak Dharma Mahayana. :??

Menurut hemat saya, kebenaran masing-masing pihak bersifat relatif dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Perdebatan kedua pihak persis kayak suami istri lagi berantem ! Yang satu pake logika dan yang lain pake rasa. Ya nggak bakal ketemulah. ;D

Kalau memang nggak ada kesepakatan ya sudahlah.  :??

Silahkan tafsirkan sendiri Dharma/Dhamma (terutama mengenai anatta, nibbana, parinibbana) sesuai kecenderungan masing-masing.

Tidak harus terbagi dalam dua polaritas kecenderungan nihilistik-konservatif-individualis-logis kritis di satu sisi dan kecenderungan eternalistik-liberal-sosialis-maitri karuna di sisi lain.

Tapi juga bisa saling silang / kombinasi misalnya ada Buddhist yang cenderung memakai pikiran kritis logis seperti Theravada namun cenderung altruis seperti Mahayana. Atau ada Buddhist yang cenderung memakai hati maitri karuna seperti Mahayana namun dalam memandang parinibbana cenderung nihilistik seperti Theravada. Itu semua mungkin.

Jadi menurut saya, akan ada begitu banyak kemungkinan kecenderungan, tidak hanya dua kemungkinan kecenderungan saja. Kombinasi kecenderungan itu terserah masing-masing orang karena manusia adalah makhluk yang unik.  :))

saya nggak begitu tertarik lagi berkomentar. saya akan mulai membatasi komentar saya untuk mencegah debat kusir.

Berhubung saya sekarang skeptis, saya suka slogan skeptisnya Bro Morpheus: Ragu Pangkal Cerah.

Kalo soal netralitas, saya suka gaya netralnya anda Bro(?) Kainyn… dan juga Bro Ryu. 

Hail Ryu! The Lord of En-darken-ment! ^:)^  >:D =))



Luar Binasa ops salah...LUAR BIASA  ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 28 December 2010, 04:20:53 PM
Bro (?) Kainyn yang baik dan pintar,

Baiklah saya jelaskan.

Awalnya saya membaca debat yang sangat sengit di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana yang sudah mencapai 130-an halaman ketika saya membacanya dari awal.

Lalu saya melihat kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis terutama dalam debat mengenai Parinibbana.

Perdebatan itu membuat saya jadi skeptis baik terhadap kebenaran mutlak Dhamma Theravada maupun kebenaran mutlak Dharma Mahayana. :??

Menurut hemat saya, kebenaran masing-masing pihak bersifat relatif dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Perdebatan kedua pihak persis kayak suami istri lagi berantem ! Yang satu pake logika dan yang lain pake rasa. Ya nggak bakal ketemulah. ;D

Kalau memang nggak ada kesepakatan ya sudahlah.  :??

Silahkan tafsirkan sendiri Dharma/Dhamma (terutama mengenai anatta, nibbana, parinibbana) sesuai kecenderungan masing-masing.

Tidak harus terbagi dalam dua polaritas kecenderungan nihilistik-konservatif-individualis-logis kritis di satu sisi dan kecenderungan eternalistik-liberal-sosialis-maitri karuna di sisi lain.

Tapi juga bisa saling silang / kombinasi misalnya ada Buddhist yang cenderung memakai pikiran kritis logis seperti Theravada namun cenderung altruis seperti Mahayana. Atau ada Buddhist yang cenderung memakai hati maitri karuna seperti Mahayana namun dalam memandang parinibbana cenderung nihilistik seperti Theravada. Itu semua mungkin.

Jadi menurut saya, akan ada begitu banyak kemungkinan kecenderungan, tidak hanya dua kemungkinan kecenderungan saja. Kombinasi kecenderungan itu terserah masing-masing orang karena manusia adalah makhluk yang unik.  :))

saya nggak begitu tertarik lagi berkomentar. saya akan mulai membatasi komentar saya untuk mencegah debat kusir.

Berhubung saya sekarang skeptis, saya suka slogan skeptisnya Bro Morpheus: Ragu Pangkal Cerah.

Kalo soal netralitas, saya suka gaya netralnya anda Bro(?) Kainyn… dan juga Bro Ryu. 

Hail Ryu! The Lord of En-darken-ment! ^:)^  >:D =))

rasa-nya yang mempolarisasi Theravada dan Mahayana menjadi cenderung Nihilistik dan Etenalistik adalah opini bro Thema sendiri.
Dalam debat tersebut, Theravada a.k.a. Pali Kanon memaparkan referensi bahwa TIADA KELAHIRAN KEMBALI untuk para ARAHAT (baik sammsambuddha, pacceka, maupun savaka) yang sudah parinibbana atau merealisasikan anupadisesa nibbana (nibbana tanpa sisa). Sedangkan di Mahayana terutama yang menggunakan Sutra Rujukan Saddharma pundarika Sutra malah "memaparkan" konsep pencapaian sammasambuddha oleh para SRAVAKA (Savaka) Buddha di masa mendatang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 28 December 2010, 04:37:13 PM
Bro (?) Kainyn yang baik dan pintar,

Baiklah saya jelaskan.

Awalnya saya membaca debat yang sangat sengit di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana yang sudah mencapai 130-an halaman ketika saya membacanya dari awal.

Lalu saya melihat kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis terutama dalam debat mengenai Parinibbana.

Perdebatan itu membuat saya jadi skeptis baik terhadap kebenaran mutlak Dhamma Theravada maupun kebenaran mutlak Dharma Mahayana. :??

Menurut hemat saya, kebenaran masing-masing pihak bersifat relatif dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Perdebatan kedua pihak persis kayak suami istri lagi berantem ! Yang satu pake logika dan yang lain pake rasa. Ya nggak bakal ketemulah. ;D

Kalau memang nggak ada kesepakatan ya sudahlah.  :??

Silahkan tafsirkan sendiri Dharma/Dhamma (terutama mengenai anatta, nibbana, parinibbana) sesuai kecenderungan masing-masing.

Tidak harus terbagi dalam dua polaritas kecenderungan nihilistik-konservatif-individualis-logis kritis di satu sisi dan kecenderungan eternalistik-liberal-sosialis-maitri karuna di sisi lain.

Tapi juga bisa saling silang / kombinasi misalnya ada Buddhist yang cenderung memakai pikiran kritis logis seperti Theravada namun cenderung altruis seperti Mahayana. Atau ada Buddhist yang cenderung memakai hati maitri karuna seperti Mahayana namun dalam memandang parinibbana cenderung nihilistik seperti Theravada. Itu semua mungkin.

Jadi menurut saya, akan ada begitu banyak kemungkinan kecenderungan, tidak hanya dua kemungkinan kecenderungan saja. Kombinasi kecenderungan itu terserah masing-masing orang karena manusia adalah makhluk yang unik.  :))

saya nggak begitu tertarik lagi berkomentar. saya akan mulai membatasi komentar saya untuk mencegah debat kusir.

Berhubung saya sekarang skeptis, saya suka slogan skeptisnya Bro Morpheus: Ragu Pangkal Cerah.

Kalo soal netralitas, saya suka gaya netralnya anda Bro(?) Kainyn… dan juga Bro Ryu. 

Hail Ryu! The Lord of En-darken-ment! ^:)^  >:D =))

Oh, ternyata dipicu dari perdebatan parinibbana. Karena nibbana saja belum saya capai, maka saya tidak bahas parinibbana.
Mengenai perbedaan, bukan masalah yang satu benar, yang satu salah, yang satu kuat di sini, yang lain kuat di situ; tetapi memang berbeda secara prinsip. Mahayana logis dan penuh kasih dengan caranya sendiri, begitu pula Theravada. Dibilang logis, Mahayanis juga banyak yang logis. Kata siapa Mahayanis selalu lebih pakai perasaan? Dibilang penuh kasih, Theravadin pun banyak yang penuh kasih. Mengatakan Mahayana lebih kasih dan Theravada lebih logis adalah pengkotak-kotakan yang tidak jelas dasarnya. Faktanya, baik Mahayanis maupun Theravadin ada yang penuh kasih, ada yang penuh kebencian; ada yang logis, ada yang tukang mengkhayal. Kepercayaan seseorang tidak menjamin kualitas manusianya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 28 December 2010, 05:05:16 PM
sama seperti om kainyn, saya pikir kurang tepat juga untuk mengkotak2an penganut sekte sebagai logis atau rasa.
menurut saya, semua orang berhak punya opini dan penafsirannya masing2 mengenai ajaran Buddha, yg fair dan etis tentunya (gak pake pembajakan, pemalsuan, dll). yg penting adalah agar tidak terjadi pemaksaan kehendak, menjejalkan pemahamannya kepada orang lain ataupun mengkafirkan pemahaman lain yg tidak sejalan dengan pemahamannya.

saya sebagai pembaca berhak untuk memilih penafsiran yg saya rasa cocok dan sesuai dengan pengalaman saya. toh semua pihak yg memiliki pemahaman yg berbeda juga blom mencapai nibbana. serahkan saja pada pembaca tanpa menghakimi apalagi menyerang pribadi...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 28 December 2010, 05:59:37 PM
sama seperti om kainyn, saya pikir kurang tepat juga untuk mengkotak2an penganut sekte sebagai logis atau rasa.
menurut saya, semua orang berhak punya opini dan penafsirannya masing2 mengenai ajaran Buddha, yg fair dan etis tentunya (gak pake pembajakan, pemalsuan, dll). yg penting adalah agar tidak terjadi pemaksaan kehendak, menjejalkan pemahamannya kepada orang lain ataupun mengkafirkan pemahaman lain yg tidak sejalan dengan pemahamannya.

saya sebagai pembaca berhak untuk memilih penafsiran yg saya rasa cocok dan sesuai dengan pengalaman saya. toh semua pihak yg memiliki pemahaman yg berbeda juga blom mencapai nibbana. serahkan saja pada pembaca tanpa menghakimi apalagi menyerang pribadi...


SETUJU... gw rasa-nya kheki, ketemu respon orang begini... " ELO saja belum nibbana, gak usah cerita soal NIBBANA bla bla bla..."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 29 December 2010, 06:26:33 AM
Quote
Di dunia ini, di antara manusia-manusia egois, pernah muncul sosok Mother Teresa yang sangat altruistik. Namun setelah sekian lama, belum muncul yang mirip-mirip. Nah, dalam periode Mother Teresa sampai sekarang, sudah banyak yang tidak terbantu. Jadi apakah Mother Teresa egois?
MT gak se-altruis yang disangka banyak orang lho. ;)
Udah ah, ntar dibilang nge-gosip. Akusala cetasika is cominggg!  =))
Kasih contoh yang lebih bagus dong, jangan MT,  Mr J pendiri C gitu?  ;D
Lho yang dibahas di sini khan egoisme pengikut bukan egoisme pendiri.  ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 29 December 2010, 06:48:09 AM
Oh, ternyata dipicu dari perdebatan parinibbana. Karena nibbana saja belum saya capai, maka saya tidak bahas parinibbana.
Mengenai perbedaan, bukan masalah yang satu benar, yang satu salah, yang satu kuat di sini, yang lain kuat di situ; tetapi memang berbeda secara prinsip. Mahayana logis dan penuh kasih dengan caranya sendiri, begitu pula Theravada. Dibilang logis, Mahayanis juga banyak yang logis. Kata siapa Mahayanis selalu lebih pakai perasaan? Dibilang penuh kasih, Theravadin pun banyak yang penuh kasih. Mengatakan Mahayana lebih kasih dan Theravada lebih logis adalah pengkotak-kotakan yang tidak jelas dasarnya. Faktanya, baik Mahayanis maupun Theravadin ada yang penuh kasih, ada yang penuh kebencian; ada yang logis, ada yang tukang mengkhayal. Kepercayaan seseorang tidak menjamin kualitas manusianya.

That is a COMBO i had said, I thought U understood but now i know you didn't.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 29 December 2010, 06:49:49 AM
Brothers & Sisters

Please calm down. Where is your No Self? Lost I think. :'( 

-------------------------------------------------------------------------------

>:D : Hey, you won’t and you can’t find No Self here, numb dumb!
Coz in the beginning there is No Self at all here.
It’s a B site - nothing but Great Emptiness here.
You’d better go to A site to find some better Existing Self in the Great Existence there.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 29 December 2010, 06:52:24 AM
MT gak se-altruis yang disangka banyak orang lho. ;)
Udah ah, ntar dibilang nge-gosip. Akusala cetasika is cominggg!  =))
Kasih contoh yang lebih bagus dong, jangan MT,  Mr J pendiri C gitu?  ;D
Lho yang dibahas di sini khan egoisme pengikut bukan egoisme pendiri.  ;D ;D

rasa2nya anda juga pernah ngomng egois dari sang buda khan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 29 December 2010, 07:00:47 AM
rasa2nya anda juga pernah ngomng egois dari sang buda khan?
Pardon me if i did wrong. But I never mean to say that Buddha was egoist. His followers were and are.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 29 December 2010, 07:19:12 AM
Pardon me if i did wrong. But I never mean to say that Buddha was egoist. His followers were and are.

anda pernah bertanya mengenai berapa tahunkah SATU MASA itu, dan mengatakan bukankah itu egoisme yang sangat halus, yang egois itu apanya? sutta nya? sutranya? pengikutnya? alirannya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 29 December 2010, 08:39:44 AM
MT gak se-altruis yang disangka banyak orang lho. ;)
Udah ah, ntar dibilang nge-gosip. Akusala cetasika is cominggg!  =))
Kasih contoh yang lebih bagus dong, jangan MT,  Mr J pendiri C gitu?  ;D
Lho yang dibahas di sini khan egoisme pengikut bukan egoisme pendiri.  ;D ;D
Ya, saya tahu banyak kisahnya yang 'dilebih-lebihkan' tapi bukan itu konteks yang saya ambil. Saya pikir anda cukup pintar untuk memahami bahwa yang saya katakan adalah "jika orang berkualitas hanya ada sedikit, mengapa anda menyalahkan pengikutnya egois?"

That is a COMBO i had said, I thought U understood but now i know you didn't.
Saya memang tidak mengerti apa yang anda katakan. Tidak mengerti apakah anda sekadar seorang yang bertanya karena ingin belajar, atau seorang yang sudah lebih tahu dan ingin mengoreksi semua umat Buddha di sini.


Brothers & Sisters

Please calm down. Where is your No Self? Lost I think. :'( 

-------------------------------------------------------------------------------

>:D : Hey, you won’t and you can’t find No Self here, numb dumb!
Coz in the beginning there is No Self at all here.
It’s a B site - nothing but Great Emptiness here.
You’d better go to A site to find some better Existing Self in the Great Existence there.
Tampaknya anda sendiri yang kehilangan keseimbangan. :) Tidaklah perlu menunjuk orang lain, bro. Coba melihat dulu ke dalam.

PS: Ini bukan thread dalam Bahasa Inggris, jadi penggunaannya harap dibatasi. Kecuali jika memang anda tidak fasih berbicara Bahasa Indonesia, bisa dimaklumi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 29 December 2010, 08:50:22 AM
anda pernah bertanya mengenai berapa tahunkah SATU MASA itu, dan mengatakan bukankah itu egoisme yang sangat halus, yang egois itu apanya? sutta nya? sutranya? pengikutnya? alirannya?
Begini Bro ryu, untuk menjadi intan, kristal karbon harus 'ditempa' dalam tekanan dan suhu tinggi dalam waktu yang lama. Oleh karena itu intan yang indah itu sangat langka dan jarang ditemukan.

Sekarang jika orang menyebut intan itu indah dan pantas dipakai sebagai perhiasan, maka orang itu egois. Kalau orang menggunakan batu kali sebagai perhiasan, baru namanya tidak egois. Mengapa? Karena dalam satu masa pencarian, batu kali bisa banyak kali ditemukan, sedangkan intan belum tentu ditemukan dalam satu masa pencarian tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hatRed on 29 December 2010, 09:14:48 AM
ini pertanyaan kritisnya yg mana yah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 29 December 2010, 09:40:15 AM
Begini Bro ryu, untuk menjadi intan, kristal karbon harus 'ditempa' dalam tekanan dan suhu tinggi dalam waktu yang lama. Oleh karena itu intan yang indah itu sangat langka dan jarang ditemukan.

Sekarang jika orang menyebut intan itu indah dan pantas dipakai sebagai perhiasan, maka orang itu egois. Kalau orang menggunakan batu kali sebagai perhiasan, baru namanya tidak egois. Mengapa? Karena dalam satu masa pencarian, batu kali bisa banyak kali ditemukan, sedangkan intan belum tentu ditemukan dalam satu masa pencarian tersebut.

yang salah itu yang mana? ;D yang bilang egois atau yang memakai perhiasan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 29 December 2010, 09:53:19 AM
yang salah itu yang mana? ;D yang bilang egois atau yang memakai perhiasan?
Entahlah... Mungkin alamnya itu yang salah, seharusnya membuat intan lebih banyak dari batu kali. :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 29 December 2010, 11:27:09 AM
anda pernah bertanya mengenai berapa tahunkah SATU MASA itu, dan mengatakan bukankah itu egoisme yang sangat halus, yang egois itu apanya? sutta nya? sutranya? pengikutnya? alirannya?
Pengikutnya termasuk yang dulu menulis sutta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 29 December 2010, 11:32:44 AM
Quote
sama seperti om kainyn, saya pikir kurang tepat juga untuk mengkotak2an penganut sekte sebagai logis atau rasa.
menurut saya, semua orang berhak punya opini dan penafsirannya masing2 mengenai ajaran Buddha, yg fair dan etis tentunya (gak pake pembajakan, pemalsuan, dll). yg penting adalah agar tidak terjadi pemaksaan kehendak, menjejalkan pemahamannya kepada orang lain ataupun mengkafirkan pemahaman lain yg tidak sejalan dengan pemahamannya.

saya sebagai pembaca berhak untuk memilih penafsiran yg saya rasa cocok dan sesuai dengan pengalaman saya. toh semua pihak yg memiliki pemahaman yg berbeda juga blom mencapai nibbana. serahkan saja pada pembaca tanpa menghakimi apalagi menyerang pribadi...

Freedom of thought? Agree :jempol:
Not forcing opinion? Agree :jempol:
Not infidelizing? Agree. :jempol:

Not judging?  ???
Not attacking personally? ???

Wake up, Bro!
We all done, did and do here.  =)) =)) =))

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 29 December 2010, 11:42:48 AM
Freedom of thought? Agree :jempol:
Not forcing opinion? Agree :jempol:
Not infidelizing? Agree. :jempol:

Not judging?  ???
Not attacking personally? ???

Wake up, Bro!
We all done, did and do here.  =)) =)) =))



maaf ! disarankan pakai bahasa ibu pertiwi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 29 December 2010, 11:47:18 AM
Not judging?  ???
Not attacking personally? ???

Wake up, Bro!
We all done, did and do here.  =)) =)) =))
saya emang separo tidur karena pengaruh obat batuk, tapi konteks tulisan "tanpa menghakimi dan menyerang pribadi" adalah dalam koridor debat atau diskusi di internet, hubungan antar satu member dengan member yg lain. tidak satu memberpun yg layak untuk menjadi hakim ataupun otoritas untuk memutuskan mana yg benar, mana yg salah, mewakili Buddha menentukan penafsiran yg "resmi", dsb. ini saya tujukan pada semua pihak...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 29 December 2010, 11:52:53 AM
Pengikutnya termasuk yang dulu menulis sutta
yeah berarti maksud anda yang nulis sutta itu egois karena menulis sutta, jadi artinya mereka menulis demi kepentingan mereka sendiri gitu? kalau benar gitu ngapain bikin sutta segala, udah aja pelajari sendiri, ngpain cape2 nulis kalau nanti nya dibilang gak beguna, egois, bikin umat debat, buda aja pernah nyuruh murid2nya menyalin sutra loh di aliran sebelah, itu maksudnya egois yak?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 29 December 2010, 11:54:00 AM
OK, tidak apa. Saya juga bukan bermaksud mengubah pemikiran Bro Fabian, tetapi hanya memberikan satu sudut pandang yang lain saja.
Karena saya bukan Pak Hudoyo, maka saya jawab versi saya.
Makhluk hidup memang hanya terdiri dari pancakhanda, namun karena tidak melihat apa adanya, maka pikirannya mengkonsepsi "aku" yang bisa jadi adalah objek, ada di dalam objek, atau di luar objek, maka di situlah ada penderitaan.
Bro Kainyn yang baik, bila itu versi bro Kainyn (pendapat pribadi), saya rasa boleh-boleh saja. Tapi menurut Theravada Pembentukan konsep apapun, entah konsep aku, konsep tanpa aku, konsep aku dan bukan aku, konsep bukan aku dan juga bukan bukan aku... semua adalah konsep (ditthi) yang disebabkan avijja dan moha.
Mereka yang telah menyelami anatta "tahu dan mengerti". Apa yang diketahuinya bila dikomunikasikan kepada orang lain hanya dapat diterima oleh orang lain hanya sebatas konsep, karena mereka tidak mengalami sendiri, hanya mendengar kata orang.

Quote
Apakah "aku" ada? Dalam konteks sebenar-benarnya, tidak ada yang bisa disebut sebagai "aku". Namun dalam keseharian, "aku" yang adalah bentukan pikiran itu ADA dan bahkan dilekati (oleh mereka yang belum melenyapkan noda sepenuhnya).
Setahu saya yang mempelajari Buddhisme sekian lama tak pernah saya mendengar ada pernyataan di Tipitaka yang mengatakan ada aku bentukan pikiran yang dilekati, setahu saya yang dilekati adalah pancakhandha, contohnya bila seseorang melekati jasmaninya ia tak mau disakiti jasmaninya, lalu bila ada yang menyakiti jasmaninya maka ia menjadi marah. Tak ada aku disana.

Bila Arahat yang disakiti jasmaninya maka Mereka tak akan marah bila jasmaninya disakiti, karena Mereka tak melekat pada jasmaninya.

Contoh lain lagi mungkin kita lihat perbedaan dengan seseorang yang kakinya gangrene terkena diabetes, sehingga seluruh daging di kakinya membusuk dan tak bisa diselamatkan lagi. Orang ini akan terlepas kemelekatannya kepada kakinya bahkan ia timbul "kemelekatan terhadap "penolakan" keberadaan kaki tersebut, sehingga ia akan berterima kasih bila sesorang memotong kakinya sehingga lukanya tak menular kebagian lain. Mengapa pada satu kasus seseorang marah besar bila ada orang yang memotong kakinya? sedangkan pada kasus lainnya seseorang malah berterima kasih bila kakinya dipotong? apakah akunya menjadi lenyap karena timbul penyakit?

Contoh lain lagi bila seseorang sakit gigi, giginya berlubang besar, apakah ada kemelekatan terhadap giginya? Tak ada bukan? yang ada malah hanya "kemelekatan terhadap penolakan" keberadaan gigi tersebut, ini hanyalah beberapa contoh dari berbagai contoh lainnya.

Dalam contoh perbandingan ini menjadi jelas, bahwa tak ada aku disana, yang ada hanya kemelekatan terhadap apa yang dianggap paling menyenangkan baginya, kemelekatan terhadap hal-hal yang membawa kesenangan dan kebahagiaan bagi dirinya yang didasari lobha, dosa dan moha. Bukan kemelekakatan terhadap aku.

Quote
Karena adanya kemelekatan tentang "aku" itu maka ada "aku" yang senang kalau dipuji, "aku" yang marah kalau dihina, "aku" yang mendambakan sesuatu, "aku" yang membenci sesuatu.
Pernahkah bro Kainyn bertemu dengan seseorang yang tidak bro sukai, padahal belum pernah bertemu dengan orang itu, dan orang itu tak pernah mencela atau menghina bro Kainyn..? Apakah rasa tidak suka itu karena aku? padahal bertemupun belum pernah sebelumnya.
Jelas dalam hal ini rasa tidak suka merupakan rangkaian jangka panjang sebab-akibat yang diakibatkan lobha, dosa dan moha, demikian juga dengan rasa suka. tak ada aku disana.

Quote
Ya, namun apakah seseorang mengalami atau tidak, tetap susah diketahui karena yang kita bicarakan tetap sebatas konsep-konsep saja.
Ya, memang benar... yang bisa menilai tentu saja yang pernah mengalaminya. Setahu saya pak Hudoyo memang tak pernah mengalami anatta, berdasarkan tulisannya ia menganggap anatta hanya konsep yang merupakan buah pemikiran belaka.

Quote
Tentu tidak sepenuhnya saya bisa mengerti pola pikir orang lain.
Jika demikian apakah bro merasa pasti bahwa buah pemikirannya sesuai dengan yang bro nyatakan...?

Quote
Ini juga menarik. Di satu sisi ada penilaian "Fabian yang tidak maju-maju meditasinya" dan di sisi lain ada "Hudoyo yang cuma sebatas konsep." Keduanya pasti merasa telah SMP dan menilai lainnya sebagai yang SD. Bagi pihak ke tiga yang netral, keduanya sulit dibuktikan. Karena saya adalah pihak ke tiga tersebut, maka penilaian saya hanya sebatas "Fabian & Hudoyo adalah sama-sama praktisi Vipassana yang beda metode dan pengalaman, sehingga berbeda pandangan." Mungkin pihak Bro Fabian atau Pak Hud (atau keduanya) menganggap saya tidak tahu apa-apa (playgroup). Tidak masalah bagi saya. Tapi adalah fakta bahwa sebenarnya pihak mana pun tidak akan bisa membuktikan kebenarannya. Masing-masing hanya bisa membuktikan kebenaran untuk diri sendiri.
Bagi saya penyimpangan pak Hudoyo, mudah dikenali dari pernyataannya yang tak sejalan dengan Tipitaka, bila ia mengatakan bahwa ajarannya mengenai "aku" adalah konsep Buddhis jelas tak bisa diterima, karena konsep aku tersebut adalah konsep Jiddu Krishnamurti, bukan konsep buddhis.
Tidak ada guru-guru pembimbing yang berlatih Vipassana yang memiliki konsep "aku" seperti pak Hudoyo, tidak juga diantara teman-teman praktisi Vipassana yang saya temui.

Kurang jelas ia belajar Vipassana dimana? Kepada siapa..? Mungkin ada teman-teman yang bisa membantu...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 29 December 2010, 12:18:22 PM
yeah berarti maksud anda yang nulis sutta itu egois karena menulis sutta, jadi artinya mereka menulis demi kepentingan mereka sendiri gitu? kalau benar gitu ngapain bikin sutta segala, udah aja pelajari sendiri, ngpain cape2 nulis kalau nanti nya dibilang gak beguna, egois, bikin umat debat, buda aja pernah nyuruh murid2nya menyalin sutra loh di aliran sebelah, itu maksudnya egois yak?

Lha, kenyataannya khan begitu, Bro. Kata you sendiri jangan percaya Tipitaka. Berarti Anda ini hipokrit. Kalau saya khan dari awal sudah bilang hanya percaya 90%. Nah yang mengatakan Buddha akan datang sekian milyar/trilyun tahun khan termasuk sutta yang 10%. Masa gitu aja nggak paham. Bukan berarti sutta-nya dibuang semua. Tapi dianalisis, buang yang kayaknya meragukan. Gitu lho. Udah ah gak pakai smiley. Takut netters di sini tersinggung. Egonya gedhe-gedhe semua. Dan gw dipersulit masuk ke DC nih. Proxy gw di banned. Sampai ganti-ganti proxy terus. Ha..ha..ha... OMB, it's not fair.

FYI: I am an independent Zen follower.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 29 December 2010, 12:27:21 PM
saya emang separo tidur karena pengaruh obat batuk, tapi konteks tulisan "tanpa menghakimi dan menyerang pribadi" adalah dalam koridor debat atau diskusi di internet, hubungan antar satu member dengan member yg lain. tidak satu memberpun yg layak untuk menjadi hakim ataupun otoritas untuk memutuskan mana yg benar, mana yg salah, mewakili Buddha menentukan penafsiran yg "resmi", dsb. ini saya tujukan pada semua pihak...

Bro Morpheus

Wah, Anda juga nggak punya rasa humor nih.
Gak bisa mentertawakan diri sendiri dan komunitas sendiri. Itu tandanya ego Bro terlalu besar.

Saya ini ikut Zen.  Jadi harap dimengerti saya memakai cara yang khas Zen.
Dan ternyata tak ada yang lulus.

Benar sekali kata Guru saya.  Orang Buddha itu gedhe-gedhe atta-nya.
Dia suruh saya test di DC ini. Dan ternyata benar sekali.

Saya hanya diajarkan walau punya atta tapi jangan hiraukan atta itu maka lama-lama akan jadi anatta sendiri.
Kuncinya: punya sense of humor bahkan terhadap diri sendiri dan agama sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 29 December 2010, 12:36:49 PM
Lha, kenyataannya khan begitu, Bro. Kata you sendiri jangan percaya Tipitaka. Berarti Anda ini hipokrit. Kalau saya khan dari awal sudah bilang hanya percaya 90%. Nah yang mengatakan Buddha akan datang sekian milyar/trilyun tahun khan termasuk sutta yang 10%. Masa gitu aja nggak paham. Bukan berarti sutta-nya dibuang semua. Tapi dianalisis, buang yang kayaknya meragukan. Gitu lho. Udah ah gak pakai smiley. Takut netters di sini tersinggung. Egonya gedhe-gedhe semua. Dan gw dipersulit masuk ke DC nih. Proxy gw di banned. Sampai ganti-ganti proxy terus. Ha..ha..ha... OMB, it's not fair.

FYI: I am an independent Zen follower.

oh gitu ya? apakah anda sudah menganalisis semua? yang meragukan itu khan bagi anda, bagi orang lain belum tentu.

 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 29 December 2010, 12:39:29 PM
Bro Morpheus

Wah, Anda juga nggak punya rasa humor nih.
Gak bisa mentertawakan diri sendiri dan komunitas sendiri. Itu tandanya ego Bro terlalu besar.
baru tau ya? saya memang salah satu member paling beringasan, sinis dan kasar di sini. tanya samaneri panna kalo gak percaya.
mengenai ego, ya jelas iya, mangkanya saya masih berkeliaran ke sana ke mari...

Benar sekali kata Guru saya.  Orang Buddha itu gedhe-gedhe atta-nya.
Dia suruh saya test di DC ini. Dan ternyata benar sekali.
secara umum, saya setuju. emang buddhis itu banyak yg gede2 akunya...
secara khusus thread ini, saya ngerasa anda yg keliwat judgemental dan gelasnya terlalu banyak isinya...
orang yg ngaku pemikir bebas dan skeptik itu gelasnya gak penuh.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 29 December 2010, 12:55:05 PM
baru tau ya? saya memang salah satu member paling beringasan, sinis dan kasar di sini. tanya samaneri panna kalo gak percaya.
mengenai ego, ya jelas iya, mangkanya saya masih berkeliaran ke sana ke mari...
secara umum, saya setuju. emang buddhis itu banyak yg gede2 akunya...
secara khusus thread ini, saya ngerasa anda yg keliwat judgemental dan gelasnya terlalu banyak isinya...
orang yg ngaku pemikir bebas dan skeptik itu gelasnya gak penuh.

Itu khan untuk testing Bro. 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 29 December 2010, 01:27:22 PM
Itu khan untuk testing Bro. 
Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 29 December 2010, 02:02:23 PM
Suatu hari datang pertapa berkotbah:
1.Jangan  ad hominem (menyerang pribadi)
2.Mari berdiskusi di sini dengan tenang tanpa harus menghina ajaran ‘AGAMA LAIN’
3.Posisi saya adalah netral. Saya adalah awam Buddhist independent yang tak terikat Theravada ataupun Mahayana.
4.Anggaplah saya sebagai orang yang belum mengenal sama sekali agama Buddha
5.Ingat ya yang sudah belajar Abhidhamma mestinya bisa mengendalikan citta dan cetasika, ok? Jangan hanya teori saja tapi praktekkan.
6.Dan jujurlah terhadap diri kita sendiri seperti yang diajarkan Abhidhamma Class.
7.saya tidak dalam posisi menghakimi mana yang lebih baik atau lebih buruk. saya hanya menganalisis kecenderungan-kecenderungan yang sangat ‘abhi’ alias halus, tinggi, dan luas sekali.
8.Beda pendapat boleh-boleh saja khan dalam Buddhisme? Kalo nggak ya mana mungkin ada Theravada dan Mahayana


Dan yang terjadi kemudian(tindakan pertapa tersebut):

1.Jadi membaca mantra tidak bisa membebaskan/menyelamatkan? Kalau jawabannya ya, itulah KECENDERUNGAN pikiran/jawaban Theravadin.
2.Pikiran Bro Indra kok kritis sekali ya. ^-^
Khas Theravadin gitu lho. :))
3.Saya ini Zen, Jadi saya ga peduli orang mau atheist kek, kr****n kek, buddha kek, asal dia punya big heart dan big sense of humor, pluralis, non diskriminatif, berpikir bebas. Dia adalah Zen juga bagi saya. Agama cuma label. Yang penting PRAKTEK bung.
Meditasi vipassana itu cuma membunuh Buddha dan membuat ego makin besar. Itu kritik frontal saya.
4.Wah, Anda juga nggak punya rasa humor nih.
Gak bisa mentertawakan diri sendiri dan komunitas sendiri. Itu tandanya ego Bro terlalu besar.

Saya ini ikut Zen.  Jadi harap dimengerti saya memakai cara yang khas Zen.
Dan ternyata tak ada yang lulus.

Benar sekali kata Guru saya.  Orang Buddha itu gedhe-gedhe atta-nya.
Dia suruh saya test di DC ini. Dan ternyata benar sekali.
5.Kayaknya yang ikut Miledadao dibohongi tuh sama guru-gurunya yang jualan kecap nomor satu. =))
Tapi janji gombal dari penjual kecap nomor satu memang bisa membuat orang yang nggak ngerti Dhamma dikelabui.  =)) =))
6.Well, saya terus terang kecewa di sini nggak ada Buddhist yang punya sense of humor termasuk ketika seorang awam Buddhist mengkritik agamanya sendiri. =))
Terlalu sensitive. percuma latihan meditasi vipassana kalo disentil sedikit saja sudah marah dan tersinggung.
7.Saya seperti terjepit di tengah-tengah singa carnivore Theravada dan gajah herbivore Mahayana.
Yang satu ganas dan bisa memangsa manusia kalau diganggu - dan yang satu lagi besar dan bisa bikin gepeng manusia kalau diganggu  ;D

Pertanyaannya:
- Dalam keadaan sadarkah mengetik ini?

Kesimpulannya????
- Wah, si petapa tidak sadar bahwa dia masuk dalam sarang siluman.

"Hai,Zeus penguasa alam..penguasa segala dewa..dimanakah engkau?"  =))
"Batara Indra, kemanakah engkau?"

Tunjukkan lah jurus masing-masing.  =)) =)) =))

NB;Terbuka lowongan untu Dewa Sakka,Yama dll.




Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 29 December 2010, 02:26:39 PM
Suatu hari datang pertapa berkotbah:
1.Jangan  ad hominem (menyerang pribadi)
2.Mari berdiskusi di sini dengan tenang tanpa harus menghina ajaran ‘AGAMA LAIN’
3.Posisi saya adalah netral. Saya adalah awam Buddhist independent yang tak terikat Theravada ataupun Mahayana.
4.Anggaplah saya sebagai orang yang belum mengenal sama sekali agama Buddha
5.Ingat ya yang sudah belajar Abhidhamma mestinya bisa mengendalikan citta dan cetasika, ok? Jangan hanya teori saja tapi praktekkan.
6.Dan jujurlah terhadap diri kita sendiri seperti yang diajarkan Abhidhamma Class.
7.saya tidak dalam posisi menghakimi mana yang lebih baik atau lebih buruk. saya hanya menganalisis kecenderungan-kecenderungan yang sangat ‘abhi’ alias halus, tinggi, dan luas sekali.
8.Beda pendapat boleh-boleh saja khan dalam Buddhisme? Kalo nggak ya mana mungkin ada Theravada dan Mahayana


Dan yang terjadi kemudian(tindakan pertapa tersebut):

1.Jadi membaca mantra tidak bisa membebaskan/menyelamatkan? Kalau jawabannya ya, itulah KECENDERUNGAN pikiran/jawaban Theravadin.
2.Pikiran Bro Indra kok kritis sekali ya. ^-^
Khas Theravadin gitu lho. :))
3.Saya ini Zen, Jadi saya ga peduli orang mau atheist kek, kr****n kek, buddha kek, asal dia punya big heart dan big sense of humor, pluralis, non diskriminatif, berpikir bebas. Dia adalah Zen juga bagi saya. Agama cuma label. Yang penting PRAKTEK bung.
Meditasi vipassana itu cuma membunuh Buddha dan membuat ego makin besar. Itu kritik frontal saya.
4.Wah, Anda juga nggak punya rasa humor nih.
Gak bisa mentertawakan diri sendiri dan komunitas sendiri. Itu tandanya ego Bro terlalu besar.

Saya ini ikut Zen.  Jadi harap dimengerti saya memakai cara yang khas Zen.
Dan ternyata tak ada yang lulus.

Benar sekali kata Guru saya.  Orang Buddha itu gedhe-gedhe atta-nya.
Dia suruh saya test di DC ini. Dan ternyata benar sekali.
5.Kayaknya yang ikut Miledadao dibohongi tuh sama guru-gurunya yang jualan kecap nomor satu. =))
Tapi janji gombal dari penjual kecap nomor satu memang bisa membuat orang yang nggak ngerti Dhamma dikelabui.  =)) =))
6.Well, saya terus terang kecewa di sini nggak ada Buddhist yang punya sense of humor termasuk ketika seorang awam Buddhist mengkritik agamanya sendiri. =))
Terlalu sensitive. percuma latihan meditasi vipassana kalo disentil sedikit saja sudah marah dan tersinggung.
7.Saya seperti terjepit di tengah-tengah singa carnivore Theravada dan gajah herbivore Mahayana.
Yang satu ganas dan bisa memangsa manusia kalau diganggu - dan yang satu lagi besar dan bisa bikin gepeng manusia kalau diganggu  ;D

Pertanyaannya:
- Dalam keadaan sadarkah mengetik ini?

Kesimpulannya????
- Wah, si petapa tidak sadar bahwa dia masuk dalam sarang siluman.

"Hai,Zeus penguasa alam..penguasa segala dewa..dimanakah engkau?"  =))
"Batara Indra, kemanakah engkau?"

Tunjukkan lah jurus masing-masing.  =)) =)) =))

NB;Terbuka lowongan untu Dewa Sakka,Yama dll.





ngaku2 aliran ZEN yang termasuk ke mahayana =)) =)) =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 29 December 2010, 02:52:07 PM
Bro Morpheus

Wah, Anda juga nggak punya rasa humor nih.
Gak bisa mentertawakan diri sendiri dan komunitas sendiri. Itu tandanya ego Bro terlalu besar.

Saya ini ikut Zen.  Jadi harap dimengerti saya memakai cara yang khas Zen.
Dan ternyata tak ada yang lulus.

Benar sekali kata Guru saya.  Orang Buddha itu gedhe-gedhe atta-nya.
Dia suruh saya test di DC ini. Dan ternyata benar sekali.

Saya hanya diajarkan walau punya atta tapi jangan hiraukan atta itu maka lama-lama akan jadi anatta sendiri.
Kuncinya: punya sense of humor bahkan terhadap diri sendiri dan agama sendiri.


Ketahuan sekarang motif-nya... Pingin saya ber"diskusi" Zen dengan anda ataupun guru anda ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 29 December 2010, 04:02:16 PM
baru tau ya? saya memang salah satu member paling beringasan, sinis dan kasar di sini. tanya samaneri panna kalo gak percaya.
mengenai ego, ya jelas iya, mangkanya saya masih berkeliaran ke sana ke mari...
Ini baru cocok. Tahu sama tahu, di sini semua masih gede-gede egonya. Hanya kadang suka muncul orang yang merasa sudah tidak ada ego, sudah suci, menasihati orang lain "egonya masih gede" tanpa berkaca.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 29 December 2010, 04:44:18 PM
Bro Kainyn yang baik, bila itu versi bro Kainyn (pendapat pribadi), saya rasa boleh-boleh saja. Tapi menurut Theravada Pembentukan konsep apapun, entah konsep aku, konsep tanpa aku, konsep aku dan bukan aku, konsep bukan aku dan juga bukan bukan aku... semua adalah konsep (ditthi) yang disebabkan avijja dan moha.
Mereka yang telah menyelami anatta "tahu dan mengerti". Apa yang diketahuinya bila dikomunikasikan kepada orang lain hanya dapat diterima oleh orang lain hanya sebatas konsep, karena mereka tidak mengalami sendiri, hanya mendengar kata orang.
Ya, saya setuju hal itu.

Quote
Setahu saya yang mempelajari Buddhisme sekian lama tak pernah saya mendengar ada pernyataan di Tipitaka yang mengatakan ada aku bentukan pikiran yang dilekati, setahu saya yang dilekati adalah pancakhandha, contohnya bila seseorang melekati jasmaninya ia tak mau disakiti jasmaninya, lalu bila ada yang menyakiti jasmaninya maka ia menjadi marah. Tak ada aku disana.
Karena ia mempersepsi jasmani sebagai aku, jasmani sebagai milikku.

Quote
Bila Arahat yang disakiti jasmaninya maka Mereka tak akan marah bila jasmaninya disakiti, karena Mereka tak melekat pada jasmaninya.
Sebab para Arahat melihat jasmani sebagai jasmani, tidak berpikir ada aku di sana, tidak berpikir ada aku di dalam, tidak berpikir ada aku di luar. Karena tidak melekat, maka tidak ada penderitaan (berupa kemarahan).

Quote
Contoh lain lagi mungkin kita lihat perbedaan dengan seseorang yang kakinya gangrene terkena diabetes, sehingga seluruh daging di kakinya membusuk dan tak bisa diselamatkan lagi. Orang ini akan terlepas kemelekatannya kepada kakinya bahkan ia timbul "kemelekatan terhadap "penolakan" keberadaan kaki tersebut, sehingga ia akan berterima kasih bila sesorang memotong kakinya sehingga lukanya tak menular kebagian lain. Mengapa pada satu kasus seseorang marah besar bila ada orang yang memotong kakinya? sedangkan pada kasus lainnya seseorang malah berterima kasih bila kakinya dipotong? apakah akunya menjadi lenyap karena timbul penyakit?
Sebab ia berpikir aku (seharusnya) ada di luar gangrene, gangrene bukan milikku. Demikianlah munculnya penderitaan.

Quote
Contoh lain lagi bila seseorang sakit gigi, giginya berlubang besar, apakah ada kemelekatan terhadap giginya? Tak ada bukan? yang ada malah hanya "kemelekatan terhadap penolakan" keberadaan gigi tersebut, ini hanyalah beberapa contoh dari berbagai contoh lainnya.
Sama juga. Ia berpikir sakit ini bukan milikku, sakit ini (seharusnya) berada di luar aku. Maka selain jasmani menderita, pikiran juga menderita.

Quote
Dalam contoh perbandingan ini menjadi jelas, bahwa tak ada aku disana, yang ada hanya kemelekatan terhadap apa yang dianggap paling menyenangkan baginya, kemelekatan terhadap hal-hal yang membawa kesenangan dan kebahagiaan bagi dirinya yang didasari lobha, dosa dan moha. Bukan kemelekakatan terhadap aku.
Saya tidak katakan ada aku, tetapi ada pikiran yang mempersepsi aku. Seperti contoh yang pernah saya gunakan, ketakutan akan monster di dalam lemari, misalnya. Monster tidak ada, tetapi pikiran tentang monster ada. (Aku tidak ada, tetapi pikiran tentang aku ada.)

Spoiler: ShowHide
“Ia memahami yang tercerap sebagai yang tercerap. Setelah memahami yang tercerap sebagai yang tercerap, ia menganggap [dirinya sebagai] yang tercerap, ia menganggap [dirinya] dalam yang tercerap, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang tercerap, ia menganggap yang tercerap sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam yang tercerap. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan...

Sumber: MN 1, terjemahan Batara Indra.



Quote
Pernahkah bro Kainyn bertemu dengan seseorang yang tidak bro sukai, padahal belum pernah bertemu dengan orang itu, dan orang itu tak pernah mencela atau menghina bro Kainyn..? Apakah rasa tidak suka itu karena aku? padahal bertemupun belum pernah sebelumnya.
Jelas dalam hal ini rasa tidak suka merupakan rangkaian jangka panjang sebab-akibat yang diakibatkan lobha, dosa dan moha, demikian juga dengan rasa suka. tak ada aku disana.
Idem, seperti penjelasan di atas.


Quote
Ya, memang benar... yang bisa menilai tentu saja yang pernah mengalaminya. Setahu saya pak Hudoyo memang tak pernah mengalami anatta, berdasarkan tulisannya ia menganggap anatta hanya konsep yang merupakan buah pemikiran belaka.
Yang ini saya memang tidak cocok dengan Pak Hudoyo. Seperti saya katakan, semua hal juga hanya konsep yang dikomunikasikan, demikian juga Anatta. Teori Anatta memang konsep, tapi anatta sendiri bukan konsep. Namun kebenaran yang di luar konsep itu, hanya bisa dialami sendiri dan tidak bisa dikomunikasikan (tanpa mengubahnya ke dalam sebuah konsep). Karena cara komunikasi tiap pribadi berbeda, maka ajaran Buddha ke berbagai individu juga berbeda-beda. Kecenderungan Pak Hudoyo adalah menganggap ajaran yang cocok dengan kecenderungan pribadinya sebagai ajaran langsung, dan yang tidak cocok, sebagai "hanya konsep".


Quote
Jika demikian apakah bro merasa pasti bahwa buah pemikirannya sesuai dengan yang bro nyatakan...?
Tidak, namun saya yakin Pak Hudoyo tidak lebih menyetujui buah pemikiran Bro Fabian yang mengatakan bahwa dirinya mengajarkan Nihilisme.


Quote
Bagi saya penyimpangan pak Hudoyo, mudah dikenali dari pernyataannya yang tak sejalan dengan Tipitaka, bila ia mengatakan bahwa ajarannya mengenai "aku" adalah konsep Buddhis jelas tak bisa diterima, karena konsep aku tersebut adalah konsep Jiddu Krishnamurti, bukan konsep buddhis.
Tidak ada guru-guru pembimbing yang berlatih Vipassana yang memiliki konsep "aku" seperti pak Hudoyo, tidak juga diantara teman-teman praktisi Vipassana yang saya temui.
Kalau untuk metode2 Vipassana, saya tidak bisa komentar. Tidak adanya metode itu, bukan berarti metode itu salah (walaupun bukan berarti setiap metode adalah benar). 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 29 December 2010, 05:54:13 PM
Ya, saya setuju hal itu.
Karena ia mempersepsi jasmani sebagai aku, jasmani sebagai milikku.

Bro Kainyn yang baik, coba baca lagi reply saya no 265, saya copaskan sebagian:

Ada 4 pandangan salah mengenai atta (sakkaya ditthi) yang berhubungan dengan kelima khandha, sehingga total pandangan salah sakkaya ditthi tersebut menjadi 20.

Keempat pandangan salah tersebut menurut Manual of Buddhist terms and doctrines, oleh Nyanatiloka Mahathera yaitu:
1.  Beranggapan bahwa atta adalah identik dengan kelima khandha.
2.  Beranggapan bahwa atta ada pada setiap khandha
3.  Beranggapan bahwa atta terpisah dari khandha
4.  Beranggapan bahwa atta memiliki khandha.


Mungkin perlu saya jelaskan satu demi satu pandangan salah tersebut:

I. beranggapan bahwa atta adalah identik dengan jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. Jadi yang dimaksudkan dalam bagian kesatu ini adalah pandangan salah bahwa,
    -    perasaannya adalah attanya,
    -    kesadarannya adalah attanya,
    -    jasmani(bentuk)nya adalah attanya,
    -    perasaannya adalah attanya,
    -    bentuk-bentuk pikirannya adalah attanya.
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap atta identik dengan kelima khandha.

II. Beranggapan bahwa atta ada pada jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. jadi yang dimaksudkan dalam bagian ke dua ini adalah pandangan salah bahwa,
    -   atta ada pada kesadaran
    -   atta ada pada jasmani (bentuk)
    -   atta ada pada persepsi
    -   atta ada pada perasaan
    -   atta ada pada bentuk-bentuk pikiran
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap bahwa atta ada di dalam kelima khandha.

III. Beranggapan bahwa atta terpisah dari jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. jadi yang dimaksudkan dalam bagian ke tiga ini adalah pandangan salah bahwa,
    -   atta terpisah dari kesadaran
    -   atta terpisah dari jasmani (bentuk)
    -   atta terpisah dari persepsi
    -   atta terpisah dari perasaan
    -   atta terpisah dari bentuk-bentuk pikiran
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap atta terpisah dari kelima khandha.

IV. Beranggapan bahwa atta memiliki jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. Jadi yang dimaksudkan dalam bagian ke empat ini adalah pandangan salah bahwa,
     -  atta memiliki kesadaran   
     -  atta memiliki jasmani (bentuk)
     -  atta memiliki persepsi
     -  atta memiliki perasaan
     -  atta memiliki bentuk-bentuk pikiran
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap atta memiliki kelima khandha,
yang menjadikan total pandangan salah sakkaya ditthi menjadi 20 tipe.
Uraian mengenai pandangan salah ini terdapat pada Culavedalla Sutta, Majjhima Nikaya 44, Samyutta Nikaya 22.1 dll...

Quote
Sebab para Arahat melihat jasmani sebagai jasmani, tidak berpikir ada aku di sana, tidak berpikir ada aku di dalam, tidak berpikir ada aku di luar. Karena tidak melekat, maka tidak ada penderitaan (berupa kemarahan).
Lebih tepatnya Arahat hanya melihat jasmani sebagai jasmani, titik.

Quote
Sebab ia berpikir aku (seharusnya) ada di luar gangrene, gangrene bukan milikku. Demikianlah munculnya penderitaan.

Yang bold Ini adalah pandangan salah sakkaya ditthi. Yang biru pandangan benar. Tidak muncul penderitaan bila ia mampu melihat gangrene hanya sebagai gangrene.

Quote
Sama juga. Ia berpikir sakit ini bukan milikku, sakit ini (seharusnya) berada di luar aku. Maka selain jasmani menderita, pikiran juga menderita.

blue: bila berpikir sakit ini bukan milikku bukan pandangan salah, yang dibold ini juga adalah pandangan salah sakkaya ditthi. Tidak timbul penderitaan bila ia "mampu" melihat sakit hanya sebuah proses.

Quote
Saya tidak katakan ada aku, tetapi ada pikiran yang mempersepsi aku. Seperti contoh yang pernah saya gunakan, ketakutan akan monster di dalam lemari, misalnya. Monster tidak ada, tetapi pikiran tentang monster ada. (Aku tidak ada, tetapi pikiran tentang aku ada.)

Spoiler: ShowHide
“Ia memahami yang tercerap sebagai yang tercerap. Setelah memahami yang tercerap sebagai yang tercerap, ia menganggap [dirinya sebagai] yang tercerap, ia menganggap [dirinya] dalam yang tercerap, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang tercerap, ia menganggap yang tercerap sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam yang tercerap. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan...

Sumber: MN 1, terjemahan Batara Indra.


Idem, seperti penjelasan di atas.
Bukankah ini hanya persepsi/pandangan salah...? Oleh karena itu dikatakan bahwa pandangan salah akan lenyap dengan sendirinya bersamaan munculnya kebijaksanaan (pandangan terang). Darimanakah munculnya pandangan terang? Berasal dari melihat apa adanya (yathabutha nanadassanam), darimanakah munculnya kemampuan melihat apa adanya? Berasal dari perhatian dan konsentrasi yang kuat, darimanakah munculnya konsentrasi dan perhatian yang kuat? Tentu saja dari meditasi Vipassana.

Quote
Yang ini saya memang tidak cocok dengan Pak Hudoyo. Seperti saya katakan, semua hal juga hanya konsep yang dikomunikasikan, demikian juga Anatta. Teori Anatta memang konsep, tapi anatta sendiri bukan konsep. Namun kebenaran yang di luar konsep itu, hanya bisa dialami sendiri dan tidak bisa dikomunikasikan (tanpa mengubahnya ke dalam sebuah konsep). Karena cara komunikasi tiap pribadi berbeda, maka ajaran Buddha ke berbagai individu juga berbeda-beda. Kecenderungan Pak Hudoyo adalah menganggap ajaran yang cocok dengan kecenderungan pribadinya sebagai ajaran langsung, dan yang tidak cocok, sebagai "hanya konsep".
Demikianlah.

Quote
Tidak, namun saya yakin Pak Hudoyo tidak lebih menyetujui buah pemikiran Bro Fabian yang mengatakan bahwa dirinya mengajarkan Nihilisme.
Entah disebut nihilisme atau bukan, yang jelas dasar perbedaan pandangan saya dengan pak Hudoyo adalah bahwa menurut pak Hudoyo pancakhandha membentuk aku yang kemudian lenyap/padam pada pencapaian Nibbana.
Sedangkan saya beranggapan bahwa kita ada kecenderungan laten berpandangan salah yang menganggap bahwa pancakhandha, entah terpisah dari, di dalam, identik maupun memiliki aku.
Quote
Kalau untuk metode2 Vipassana, saya tidak bisa komentar. Tidak adanya metode itu, bukan berarti metode itu salah (walaupun bukan berarti setiap metode adalah benar). 
Sebenarnya saya hanya meminta teman-teman bila ada yang tahu latar belakang latihan Vipassananya, kepada siapa? berapa lama? Karena tidak jelas dan nyeleneh sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 29 December 2010, 07:10:59 PM
Bro Kainyn yang baik, coba baca lagi reply saya no 265, saya copaskan sebagian:

Ada 4 pandangan salah mengenai atta (sakkaya ditthi) yang berhubungan dengan kelima khandha, sehingga total pandangan salah sakkaya ditthi tersebut menjadi 20.

Keempat pandangan salah tersebut menurut Manual of Buddhist terms and doctrines, oleh Nyanatiloka Mahathera yaitu:
1.  Beranggapan bahwa atta adalah identik dengan kelima khandha.
2.  Beranggapan bahwa atta ada pada setiap khandha
3.  Beranggapan bahwa atta terpisah dari khandha
4.  Beranggapan bahwa atta memiliki khandha.

Ini kelompok besarnya. Kalau diumpamakan dalam kimia ini molekulnya. Kalau diumpamakan dalam makanan ini adalah gado-gado.

[/quote]

[spoiler]“Ia memahami yang tercerap sebagai yang tercerap. Setelah memahami yang tercerap sebagai yang tercerap, ia menganggap [dirinya sebagai] yang tercerap, ia menganggap [dirinya] dalam yang tercerap, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang tercerap, ia menganggap yang tercerap sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam yang tercerap. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan...

Yang ini uraian-nya. Kalau dalam kimia ini adalah atomnya. Kalau dalam makanan berbentuk gado-gado, ini adalah kentangnya.



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 29 December 2010, 07:58:12 PM
[at] bro fabian
Persyaratan apakah yang harus ter-penuhi untuk mencapai:
1. Sotapana
2. Sakadagami
3. Anagami
4. Arahat

Bisa tolong bantu jelaskan bro?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 29 December 2010, 08:45:44 PM
ngaku2 aliran ZEN yang termasuk ke mahayana =)) =)) =))

bro Thema bukan Theravada dan Mahyana tapi pengikut Zen !
berarti Zen bukan bagian Mahayana ?
 :))
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 29 December 2010, 10:00:26 PM
baru tau ya? saya memang salah satu member paling beringasan, sinis dan kasar di sini. tanya samaneri panna kalo gak percaya.


mengenai ego, ya jelas iya, mangkanya saya masih berkeliaran ke sana ke mari...
secara umum, saya setuju. emang buddhis itu banyak yg gede2 akunya...
secara khusus thread ini, saya ngerasa anda yg keliwat judgemental dan gelasnya terlalu banyak isinya...
orang yg ngaku pemikir bebas dan skeptik itu gelasnya gak penuh.


ehh...kok ada nama saya ya? ada apa bro Morph? mo minta dipaten kan bhw anda spt itu ? hehe... :) ;D

akhir tahun akan ada festival di DC :
1.Member Terbanyak Ngejunk
2.Member Tergalak
3.Member Terbawel
4.Member Tersinis
5.Member Terkasar
6.Member Ter...
7.Member Ter...

silahkan para member yg lain melanjutkan, sy ga ikut2an lo...(***sory klo OOT***)

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 29 December 2010, 10:53:09 PM
Entah disebut nihilisme atau bukan, yang jelas dasar perbedaan pandangan saya dengan pak Hudoyo adalah bahwa menurut pak Hudoyo pancakhandha membentuk aku yang kemudian lenyap/padam pada pencapaian Nibbana.
ini kesalahpahaman yg fatal. setahu saya, pak hudoyo tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan itu...

sungguh sayang sebenarnya yg namanya disebut2 tidak ada di sini untuk menjelaskan langsung.

dari membaca tulisan2nya, menurut pemahaman saya sebenarnya terminologi "aku" yg dipakai sangatlah sederhana dan gampang dimengerti, selama kita mencoba memahami dengan polos dan melupakan terminologi doktrin buddhism theravada. singkatnya, berkali2 Buddha menjelaskan orang awam berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" sedangkan arahat tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" dan itu yg dimaksudkan sebagai padam atau berhenti. bukan pancakhanda yg padam.

saya pikir tidak perlu meditasi vipassana ataupun meditasi yg lain, secara intelek pun keakuan ini bisa dipikir2 dan terlihat dengan jelas dikehidupan nyata. seperti contoh yg dipakai bhante pannavaro, kalo jam tangan mahal kepunyaanku pecah, rasanya menderita sekali, sedangkan kalo jam tangan mahal yg sama kepunyaan toko pecah, rasanya biasa aja. penderitaan bukan ada pada pecahnya jam tangan, melainkan kepada pecahnya aku yg sudah terasosiasi dengan jam tangan mahal tadi sebagai jam tangan-ku...

kata2 langsung dari bhante pannavaro: "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai", sejalan dengan kata2 Buddha seorang arahat tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku". bagi saya, apa yg dipaparkan pak hudoyo, bhante pannavaro dan Buddha semuanya sejalan dan sangat telak dalam konteks dukkha dan lenyapnya dukkha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 29 December 2010, 11:56:04 PM
Jika kita mencap, menilai diri yang tidak kekal ini sebagai sesuatu yang sangat buruk, yang hitam tanpa putih, tidak berguna sama sekali, “aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku”, yang perlu dimusnahkan, lalu siapa atau apa yang mengamati secara pasif dan melihat langsung gerak-gerik pikiran/aku ini agar mencapai kebenaran?
ini pernah ditanyakan oleh om upa dan saya gagal total dalam menjawabnya. mau coba sekali lagi...

ya, disaat aku ingin duduk bermeditasi, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku menderita dan ingin keluar dari penderitaan, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku berjuang berkelahi ingin memusnahkan kilesa2, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku ingin mencapai nibbana, itu adalah gerak si aku

namun disaat semua terlepas (let go), tanpa konflik keinginan, disaat hanya ada sadar (aware), tidak ada si aku di sana...

jadi imo, didalam diskusi #1, ph ingin menerangkan segala macam ambisi, keinginan, perjuangan, perkelahian dan segala macam usaha aktif untuk mencapai sesuatu dan untuk memusnahkan sesuatu, dalam konteks dukkha dan lenyapnya dukkha, harus dilepaskan (inilah susahnya komunikasi dengan bahasa, karena "harus dilepaskan" itu sendiri mengandung makna aktif, padahal yg dimaksudkan benar2 pasif, tidak ada gerak / usaha, hanya ada sadar). sewaktu ada gerak (thought, cerita bendera hui neng mengenai pikiran yg bergerak) tidak ada sadar dan disitu ada aku. disaat hanya ada sadar, tidak ada si aku.

demikian pemahaman saya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 30 December 2010, 05:58:24 AM
In religion, they become "holier than thou" types filled with terrible hatreds.
(John Keel)

Dalam agama, mereka yang menjadi tipe “(aku) lebih suci dari kamu” adalah (orang-orang yang) penuh dengan kebencian yang menakutkan.
(John Keel)

---------------------------------------------------------

Buddhism is not immune to extremism, and you run into terrible trouble when you start trying to criticize Threavada teachings, the most fundamentalist type of Buddhism.
(Mana – Freethinker & Former Theravada Buddhism)

Buddhisme tidak kebal dari ekstremisme, dan kamu akan menemukan masalah yang menakutkan ketika kamu mulai mencoba mengkritik ajaran-ajaran Theravada, sebuah tipe Buddhisme yang paling fundamentalis.
(Mana – Pemikir Bebas & Mantan Buddhisme Theravada)

---------------------------------------------------------

Religion can never reform mankind, because religion is slavery.
(Robert Ingersoll – USA Father of Agnostic)

Agama tak pernah dapat mereformasi umat manusia, sebab agama adalah perbudakan.
(Robert Ingersoll – Bapa Agnostik Amerika Serikat)

----------------------------------------------------------

Theravada Buddhism is in doubt about everything except the Tipitaka itself. The hope of nibbana is no hope at all - only death and total extinction. Theravada Buddhism is an undercover atheism and nihilism.
(Steve – Independent Liberal Christian & Former Theravada Buddhism)

Buddhisme Theravada meragukan segala sesuatu kecuali Tipitaka itu sendiri. Harapan akan nibbana adalah sesungguhnya tiada harapan – hanya kematian dan kemusnahan total. Buddhisme Theravada adalah atheisme dan nihilisme yang menyamar.
(Steve – kr****n Liberal Independen & Mantan Buddhisme Theravada)

---------------------------------------------------------

If someone starts shouting, "Cult! Cult!", he or she is probably a cult unto him or herself.
(Acharya S Murdock – Writer of Suns of God)

Jika seseorang mulai berteriak (menuduh yang lain), “Kultus! Kultus!” dia sendiri mungkin (juga pengikut sebuah) kultus.
(Acharya S Murdock – Penulis Suns of God)

--------------------------------------------------------

Religion does not unite people. It divides them. Religion is not only a barrier to world peace but a thwarter and a stumbling block to world progress.
(G. Vincent Runyon – Atheist Leader & Former Christian Priest)

Agama tidak menyatukan manusia. Agama memecahbelah manusia. Agama tidak hanya sebuah penghalang perdamaian dunia tapi juga penghalang & penghambat kemajuan dunia.
(G. Vincent Runyon – Pemimpin Atheis & Mantan Pendeta kr****n)

---------------------------------------------------------

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Thema on 30 December 2010, 06:01:54 AM
Zen berusaha menjembatani Theravada dan Mahayana yang berdebat tiada akhir mengenai (pari)nibbana yang mana Theravada cenderung nihilis dan Mahayana cenderung eternalis.

Untuk menjembataninya maka Zen bersikap skeptis terhadap Tipitaka maupun Tripitaka. Karena itu ajaran Zen disebut ajaran di luar kitab. Karena itu kadang Zen nampak ekstrem seperti membakar patung Buddha atau membakar kitab suci. Bahkan pepatah yang terkenal ekstrem adalah “Meet Buddha? Kill Buddha!” maksudnya adalah agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu seperti LSY misalnya.

Meditasi dalam Zen gampang-gampang susah. Intinya hanya berusaha agar PIKIRAN tak bergerak, kita hanya mengamati pikiran-pikiran yang timbul tenggelam tanpa terpengaruh terhadapnya. Dan itu tidak dilakukan saat meditasi saja namun juga ketika beraktivitas sehari-hari.

Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.

Sebagai perpisahan saya berikan kisah Zen yaitu mengenai Tiga Bhiksu Bermeditasi Bisu (anggaplah yang pertama dari Mahayana, yang kedua dari Theravada dan yang ketiga dari Zen). Semoga dapat dijadikan bahan renungan.

Tiga Bhiksu bersama-sama melakukan meditasi dan berjanji untuk tidak bersuara sama sekali.
Namun ketika sedang asyik-asyiknya bermeditasi, tiba-tiba lampu mati.
Bhiksu Pertama (Mahayana) : “Wah, mati lampu!”
Bhikkhu Kedua (Theravada): “Hei, koq kamu bersuara!”
Bhiksu Ketiga (Zen) : “Ha..ha…ha.. Kalian berdua bersuara!”

Yang terakhir itu ya saya. Pikiran saya ikut bergerak. =))

Sorry, kalau saya telah menyinggung ego Anda-anda semua di sini. Mohon ampun, ^:)^

Bye

Namo Buddhaya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 30 December 2010, 06:05:54 AM
In religion, they become "holier than thou" types filled with terrible hatreds.
(John Keel)

Dalam agama, mereka yang menjadi tipe “(aku) lebih suci dari kamu” adalah (orang-orang yang) penuh dengan kebencian yang menakutkan.
(John Keel)

---------------------------------------------------------

Buddhism is not immune to extremism, and you run into terrible trouble when you start trying to criticize Threavada teachings, the most fundamentalist type of Buddhism.
(Mana – Freethinker & Former Theravada Buddhism)

Buddhisme tidak kebal dari ekstremisme, dan kamu akan menemukan masalah yang menakutkan ketika kamu mulai mencoba mengkritik ajaran-ajaran Theravada, sebuah tipe Buddhisme yang paling fundamentalis.
(Mana – Pemikir Bebas & Mantan Buddhisme Theravada)

---------------------------------------------------------

Religion can never reform mankind, because religion is slavery.
(Robert Ingersoll – USA Father of Agnostic)

Agama tak pernah dapat mereformasi umat manusia, sebab agama adalah perbudakan.
(Robert Ingersoll – Bapa Agnostik Amerika Serikat)

----------------------------------------------------------

Theravada Buddhism is in doubt about everything except the Tipitaka itself. The hope of nibbana is no hope at all - only death and total extinction. Theravada Buddhism is an undercover atheism and nihilism.
(Steve – Independent Liberal Christian & Former Theravada Buddhism)

Buddhisme Theravada meragukan segala sesuatu kecuali Tipitaka itu sendiri. Harapan akan nibbana adalah sesungguhnya tiada harapan – hanya kematian dan kemusnahan total. Buddhisme Theravada adalah atheisme dan nihilisme yang menyamar.
(Steve – kr****n Liberal Independen & Mantan Buddhisme Theravada)

---------------------------------------------------------

If someone starts shouting, "Cult! Cult!", he or she is probably a cult unto him or herself.
(Acharya S Murdock – Writer of Suns of God)

Jika seseorang mulai berteriak (menuduh yang lain), “Kultus! Kultus!” dia sendiri mungkin (juga pengikut sebuah) kultus.
(Acharya S Murdock – Penulis Suns of God)

--------------------------------------------------------

Religion does not unite people. It divides them. Religion is not only a barrier to world peace but a thwarter and a stumbling block to world progress.
(G. Vincent Runyon – Atheist Leader & Former Christian Priest)

Agama tidak menyatukan manusia. Agama memecahbelah manusia. Agama tidak hanya sebuah penghalang perdamaian dunia tapi juga penghalang & penghambat kemajuan dunia.
(G. Vincent Runyon – Pemimpin Atheis & Mantan Pendeta kr****n)

---------------------------------------------------------



 :o)

=))

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 30 December 2010, 06:09:44 AM
Zen berusaha menjembatani Theravada dan Mahayana yang berdebat tiada akhir mengenai (pari)nibbana yang mana Theravada cenderung nihilis dan Mahayana cenderung eternalis.

Untuk menjembataninya maka Zen bersikap skeptis terhadap Tipitaka maupun Tripitaka. Karena itu ajaran Zen disebut ajaran di luar kitab. Karena itu kadang Zen nampak ekstrem seperti membakar patung Buddha atau membakar kitab suci. Bahkan pepatah yang terkenal ekstrem adalah “Meet Buddha? Kill Buddha!” maksudnya adalah agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu seperti LSY misalnya.

Meditasi dalam Zen gampang-gampang susah. Intinya hanya berusaha agar PIKIRAN tak bergerak, kita hanya mengamati pikiran-pikiran yang timbul tenggelam tanpa terpengaruh terhadapnya. Dan itu tidak dilakukan saat meditasi saja namun juga ketika beraktivitas sehari-hari.

Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.

Sebagai perpisahan saya berikan kisah Zen yaitu mengenai Tiga Bhiksu Bermeditasi Bisu (anggaplah yang pertama dari Mahayana, yang kedua dari Theravada dan yang ketiga dari Zen). Semoga dapat dijadikan bahan renungan.

Tiga Bhiksu bersama-sama melakukan meditasi dan berjanji untuk tidak bersuara sama sekali.
Namun ketika sedang asyik-asyiknya bermeditasi, tiba-tiba lampu mati.
Bhiksu Pertama (Mahayana) : “Wah, mati lampu!”
Bhikkhu Kedua (Theravada): “Hei, koq kamu bersuara!”
Bhiksu Ketiga (Zen) : “Ha..ha…ha.. Kalian berdua bersuara!”

Yang terakhir itu ya saya. Pikiran saya ikut bergerak. =))

Sorry, kalau saya telah menyinggung ego Anda-anda semua di sini. Mohon ampun, ^:)^

Bye

Namo Buddhaya

itu cuma kesimpulan dan analisa bro thema silahkan ^:)^

 =))
 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 30 December 2010, 06:22:53 AM
Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.

Bye

Namo Buddhaya

sayang sekali, saya pikir anda dapat bertahan lebih lama di sini. silahkan datang lagi kalau anda sempat (tentu saja ini hanyalah basa-basi, jangan dianggap serius)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 06:41:49 AM
Zen berusaha menjembatani Theravada dan Mahayana yang berdebat tiada akhir mengenai (pari)nibbana yang mana Theravada cenderung nihilis dan Mahayana cenderung eternalis.

Untuk menjembataninya maka Zen bersikap skeptis terhadap Tipitaka maupun Tripitaka. Karena itu ajaran Zen disebut ajaran di luar kitab. Karena itu kadang Zen nampak ekstrem seperti membakar patung Buddha atau membakar kitab suci. Bahkan pepatah yang terkenal ekstrem adalah “Meet Buddha? Kill Buddha!” maksudnya adalah agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu seperti LSY misalnya.

Meditasi dalam Zen gampang-gampang susah. Intinya hanya berusaha agar PIKIRAN tak bergerak, kita hanya mengamati pikiran-pikiran yang timbul tenggelam tanpa terpengaruh terhadapnya. Dan itu tidak dilakukan saat meditasi saja namun juga ketika beraktivitas sehari-hari.

Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.

Sebagai perpisahan saya berikan kisah Zen yaitu mengenai Tiga Bhiksu Bermeditasi Bisu (anggaplah yang pertama dari Mahayana, yang kedua dari Theravada dan yang ketiga dari Zen). Semoga dapat dijadikan bahan renungan.

Tiga Bhiksu bersama-sama melakukan meditasi dan berjanji untuk tidak bersuara sama sekali.
Namun ketika sedang asyik-asyiknya bermeditasi, tiba-tiba lampu mati.
Bhiksu Pertama (Mahayana) : “Wah, mati lampu!”
Bhikkhu Kedua (Theravada): “Hei, koq kamu bersuara!”
Bhiksu Ketiga (Zen) : “Ha..ha…ha.. Kalian berdua bersuara!”

Yang terakhir itu ya saya. Pikiran saya ikut bergerak. =))

Sorry, kalau saya telah menyinggung ego Anda-anda semua di sini. Mohon ampun, ^:)^

Bye

Namo Buddhaya
babay. GBU ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 06:57:01 AM
ini pernah ditanyakan oleh om upa dan saya gagal total dalam menjawabnya. mau coba sekali lagi...

ya, disaat aku ingin duduk bermeditasi, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku menderita dan ingin keluar dari penderitaan, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku berjuang berkelahi ingin memusnahkan kilesa2, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku ingin mencapai nibbana, itu adalah gerak si aku

namun disaat semua terlepas (let go), tanpa konflik keinginan, disaat hanya ada sadar (aware), tidak ada si aku di sana...

jadi imo, didalam diskusi #1, ph ingin menerangkan segala macam ambisi, keinginan, perjuangan, perkelahian dan segala macam usaha aktif untuk mencapai sesuatu dan untuk memusnahkan sesuatu, dalam konteks dukkha dan lenyapnya dukkha, harus dilepaskan (inilah susahnya komunikasi dengan bahasa, karena "harus dilepaskan" itu sendiri mengandung makna aktif, padahal yg dimaksudkan benar2 pasif, tidak ada gerak / usaha, hanya ada sadar). sewaktu ada gerak (thought, cerita bendera hui neng mengenai pikiran yg bergerak) tidak ada sadar dan disitu ada aku. disaat hanya ada sadar, tidak ada si aku.

demikian pemahaman saya.

boleh ikut tanya om? kondisi lenyapnya duka dengan let go, tanpa konflik keinginan, aware itu bisa bertahan dengan cara apa?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 30 December 2010, 08:20:40 AM
ini pernah ditanyakan oleh om upa dan saya gagal total dalam menjawabnya. mau coba sekali lagi...
ya, disaat aku ingin duduk bermeditasi, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku menderita dan ingin keluar dari penderitaan, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku berjuang berkelahi ingin memusnahkan kilesa2, itu adalah gerak si aku
ya, disaat aku ingin mencapai nibbana, itu adalah gerak si aku

OK
Quote
namun disaat semua terlepas (let go), tanpa konflik keinginan, disaat hanya ada sadar (aware), tidak ada si aku di sana...
jadi imo, didalam diskusi #1, ph ingin menerangkan segala macam ambisi, keinginan, perjuangan, perkelahian dan segala macam usaha aktif untuk mencapai sesuatu dan untuk memusnahkan sesuatu, dalam konteks dukkha dan lenyapnya dukkha, harus dilepaskan (inilah susahnya komunikasi dengan bahasa, karena "harus dilepaskan" itu sendiri mengandung makna aktif, padahal yg dimaksudkan benar2 pasif, tidak ada gerak / usaha, hanya ada sadar). sewaktu ada gerak (thought, cerita bendera hui neng mengenai pikiran yg bergerak) tidak ada sadar dan disitu ada aku. disaat hanya ada sadar, tidak ada si aku.
demikian pemahaman saya.


Sdr. Morpheus, apakah anda merasa ada yang hilang (missing link)? Maksud saya, bagaimana yang tadinya si aku itu bergerak tiba-tiba tidak ada si aku? Bagaimana bisa tiba-tiba hanya ada sadar? apa yang anda lakukan sehingga si aku itu jadi tidak ada di sana dan tinggal sadar? Apakah dengan diam saja, bengong saja bisa menyingkirkan si aku? Saya yakin tidak.

Imo, kita membutuhkan niat, usaha, keinginan untuk menyingkirkan si aku sehingga yang tinggal hanya ada sadar. Tetapi niat, usaha, keinginan tersebut harus hanya ada saat sebelum memproses, menindaklanjutinya. Kita memproses, menindaklanjutinya dengan cara bermeditasi. Saat inilah ke-pasif-an itu dimulai, sadar itu terbit. Saat seseorang sudah mahir, maka ke-pasif-an ini akan terbawa dalam kehidupan sehariannya, dengan kata lain sadar itu ada dalam kesehariannya.

Saya merasa PH mencampurkan kala waktu proses sebelum dan sesudah saat sadar itu tinggal sendirian. Dan mencampurkan hasil yang sudah mahir dengan hasil yang belum mahir.

Masalah mempertentangkan aku dengan aku, “aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku” atau  “tidak mungkin membebaskan diri dari keinginan dengan keinginan” sudah pernah terjadi. Sebagai referensi :

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn51/sn51.015.than.html

Demikian.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 30 December 2010, 08:51:07 AM
Zen berusaha menjembatani Theravada dan Mahayana yang berdebat tiada akhir mengenai (pari)nibbana yang mana Theravada cenderung nihilis dan Mahayana cenderung eternalis.

Untuk menjembataninya maka Zen bersikap skeptis terhadap Tipitaka maupun Tripitaka. Karena itu ajaran Zen disebut ajaran di luar kitab. Karena itu kadang Zen nampak ekstrem seperti membakar patung Buddha atau membakar kitab suci. Bahkan pepatah yang terkenal ekstrem adalah “Meet Buddha? Kill Buddha!” maksudnya adalah agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu seperti LSY misalnya.

Meditasi dalam Zen gampang-gampang susah. Intinya hanya berusaha agar PIKIRAN tak bergerak, kita hanya mengamati pikiran-pikiran yang timbul tenggelam tanpa terpengaruh terhadapnya. Dan itu tidak dilakukan saat meditasi saja namun juga ketika beraktivitas sehari-hari.

Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.

Sebagai perpisahan saya berikan kisah Zen yaitu mengenai Tiga Bhiksu Bermeditasi Bisu (anggaplah yang pertama dari Mahayana, yang kedua dari Theravada dan yang ketiga dari Zen). Semoga dapat dijadikan bahan renungan.

Tiga Bhiksu bersama-sama melakukan meditasi dan berjanji untuk tidak bersuara sama sekali.
Namun ketika sedang asyik-asyiknya bermeditasi, tiba-tiba lampu mati.
Bhiksu Pertama (Mahayana) : “Wah, mati lampu!”
Bhikkhu Kedua (Theravada): “Hei, koq kamu bersuara!”
Bhiksu Ketiga (Zen) : “Ha..ha…ha.. Kalian berdua bersuara!”

Yang terakhir itu ya saya. Pikiran saya ikut bergerak. =))

Sorry, kalau saya telah menyinggung ego Anda-anda semua di sini. Mohon ampun, ^:)^

Bye

Namo Buddhaya

Hmmm....  :-? jadi kecenderungan dari Zen adalah menjadi superhero yang menjembatani Mahayana dan Theravada oooh.... IC  :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 09:25:41 AM
Zen berusaha menjembatani Theravada dan Mahayana yang berdebat tiada akhir mengenai (pari)nibbana yang mana Theravada cenderung nihilis dan Mahayana cenderung eternalis.
perdebatan (yg beradab) itu hanya sebatas pertukaran informasi. masing2 tetap harus menemukannya sendiri dalam meditasinya, yg mungkin tidak sama teori yg dipelajarinya...


Untuk menjembataninya maka Zen bersikap skeptis terhadap Tipitaka maupun Tripitaka. Karena itu ajaran Zen disebut ajaran di luar kitab. Karena itu kadang Zen nampak ekstrem seperti membakar patung Buddha atau membakar kitab suci. Bahkan pepatah yang terkenal ekstrem adalah “Meet Buddha? Kill Buddha!” maksudnya adalah agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu seperti LSY misalnya.
setahu saya pepatah itu lebih diarahkan ke dalam, di mana kita mempunyai ideal2 sendiri mengenai Buddha itu harus begini dan harus begitu. maknanya apabila kita memikirkan Buddha itu begini dan Buddha itu begitu, pikiran seperti itulah yg dibunuh...


Meditasi dalam Zen gampang-gampang susah. Intinya hanya berusaha agar PIKIRAN tak bergerak, kita hanya mengamati pikiran-pikiran yang timbul tenggelam tanpa terpengaruh terhadapnya. Dan itu tidak dilakukan saat meditasi saja namun juga ketika beraktivitas sehari-hari.
nah itu dia paradoxnya. bagaimana bisa berusaha agar pikiran tidak bergerak? usaha itu juga gerak.
sama seperti berusaha tidak mikir dengan berkata dalam hati, "jangan mikir... ayo jangan mikir.. stop dong.. jangan mikir..."


Saya tak mau berkomentar lagi. Ini adalah postingan saya yang terakhir. Semoga rekan-rekan Buddhist bisa memahami maksud baik saya.
saya tau maksud anda baik dan saya juga tadinya mengharap anda bertahan lama di sini agar pemikiran di sini ada yg baru dan tidak terlalu seragam...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 09:40:04 AM
Bro Kainyn yang baik, coba baca lagi reply saya no 265, saya copaskan sebagian:

Ada 4 pandangan salah mengenai atta (sakkaya ditthi) yang berhubungan dengan kelima khandha, sehingga total pandangan salah sakkaya ditthi tersebut menjadi 20.

Keempat pandangan salah tersebut menurut Manual of Buddhist terms and doctrines, oleh Nyanatiloka Mahathera yaitu:
1.  Beranggapan bahwa atta adalah identik dengan kelima khandha.
2.  Beranggapan bahwa atta ada pada setiap khandha
3.  Beranggapan bahwa atta terpisah dari khandha
4.  Beranggapan bahwa atta memiliki khandha.


Mungkin perlu saya jelaskan satu demi satu pandangan salah tersebut:

I. beranggapan bahwa atta adalah identik dengan jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. Jadi yang dimaksudkan dalam bagian kesatu ini adalah pandangan salah bahwa,
    -    perasaannya adalah attanya,
    -    kesadarannya adalah attanya,
    -    jasmani(bentuk)nya adalah attanya,
    -    perasaannya adalah attanya,
    -    bentuk-bentuk pikirannya adalah attanya.
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap atta identik dengan kelima khandha.

II. Beranggapan bahwa atta ada pada jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. jadi yang dimaksudkan dalam bagian ke dua ini adalah pandangan salah bahwa,
    -   atta ada pada kesadaran
    -   atta ada pada jasmani (bentuk)
    -   atta ada pada persepsi
    -   atta ada pada perasaan
    -   atta ada pada bentuk-bentuk pikiran
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap bahwa atta ada di dalam kelima khandha.

III. Beranggapan bahwa atta terpisah dari jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. jadi yang dimaksudkan dalam bagian ke tiga ini adalah pandangan salah bahwa,
    -   atta terpisah dari kesadaran
    -   atta terpisah dari jasmani (bentuk)
    -   atta terpisah dari persepsi
    -   atta terpisah dari perasaan
    -   atta terpisah dari bentuk-bentuk pikiran
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap atta terpisah dari kelima khandha.

IV. Beranggapan bahwa atta memiliki jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pikiran. Jadi yang dimaksudkan dalam bagian ke empat ini adalah pandangan salah bahwa,
     -  atta memiliki kesadaran   
     -  atta memiliki jasmani (bentuk)
     -  atta memiliki persepsi
     -  atta memiliki perasaan
     -  atta memiliki bentuk-bentuk pikiran
Jadi semuanya ada lima pandangan salah yang menganggap atta memiliki kelima khandha,
yang menjadikan total pandangan salah sakkaya ditthi menjadi 20 tipe.
Uraian mengenai pandangan salah ini terdapat pada Culavedalla Sutta, Majjhima Nikaya 44, Samyutta Nikaya 22.1 dll...
Bro Fabian, saya mau tanyakan kembali mengenai yang sebelumnya. Misalkan ada anak kecil berpikir ada monster di lemari. Lalu saya mengatakan monster tidak ada, hanya pikiran yang membentuk monster tersebut. Apakah berarti saya mengatakan monster identik dengan/ada pada/terpisah dari/memiliki pikiran?


Quote
Lebih tepatnya Arahat hanya melihat jasmani sebagai jasmani, titik.
"Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sesungguhnya, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan."



Quote
Yang bold Ini adalah pandangan salah sakkaya ditthi. Yang biru pandangan benar. Tidak muncul penderitaan bila ia mampu melihat gangrene hanya sebagai gangrene.
 
blue: bila berpikir sakit ini bukan milikku bukan pandangan salah, yang dibold ini juga adalah pandangan salah sakkaya ditthi. Tidak timbul penderitaan bila ia "mampu" melihat sakit hanya sebuah proses.
Umumnya, ada dua jenis orang yang mengatakan sesuatu "bukan milikku". Yang pertama adalah karena ia tidak melihat adanya aku/diri. Yang ke dua adalah yang menilai "aku" seharusnya tidak memiliki itu. Yang pertama adalah yang berpandangan benar.


Quote
Bukankah ini hanya persepsi/pandangan salah...? Oleh karena itu dikatakan bahwa pandangan salah akan lenyap dengan sendirinya bersamaan munculnya kebijaksanaan (pandangan terang). Darimanakah munculnya pandangan terang? Berasal dari melihat apa adanya (yathabutha nanadassanam), darimanakah munculnya kemampuan melihat apa adanya? Berasal dari perhatian dan konsentrasi yang kuat, darimanakah munculnya konsentrasi dan perhatian yang kuat? Tentu saja dari meditasi Vipassana.
Betul, berpikir adanya monster di lemari adalah pandangan salah. Monster itu lenyap sendiri berdasarkan kebijaksanaan yang muncul.


Quote
Entah disebut nihilisme atau bukan, yang jelas dasar perbedaan pandangan saya dengan pak Hudoyo adalah bahwa menurut pak Hudoyo pancakhandha membentuk aku yang kemudian lenyap/padam pada pencapaian Nibbana.
Sedangkan saya beranggapan bahwa kita ada kecenderungan laten berpandangan salah yang menganggap bahwa pancakhandha, entah terpisah dari, di dalam, identik maupun memiliki aku. Sebenarnya saya hanya meminta teman-teman bila ada yang tahu latar belakang latihan Vipassananya, kepada siapa? berapa lama? Karena tidak jelas dan nyeleneh sendiri.
OK, kalau gitu saya mau tanya. Menurut Bro Fabian, jika bukan (salah satu dari unsur) panca khanda yang membentuk persepsi aku, lalu darimana asalnya pandangan salah "ini milikku"?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 09:42:10 AM
Sdr. Morpheus, apakah anda merasa ada yang hilang (missing link)? Maksud saya, bagaimana yang tadinya si aku itu bergerak tiba-tiba tidak ada si aku? Bagaimana bisa tiba-tiba hanya ada sadar? apa yang anda lakukan sehingga si aku itu jadi tidak ada di sana dan tinggal sadar? Apakah dengan diam saja, bengong saja bisa menyingkirkan si aku? Saya yakin tidak.

Imo, kita membutuhkan niat, usaha, keinginan untuk menyingkirkan si aku sehingga yang tinggal hanya ada sadar. Tetapi niat, usaha, keinginan tersebut harus hanya ada saat sebelum memproses, menindaklanjutinya. Kita memproses, menindaklanjutinya dengan cara bermeditasi. Saat inilah ke-pasif-an itu dimulai, sadar itu terbit. Saat seseorang sudah mahir, maka ke-pasif-an ini akan terbawa dalam kehidupan sehariannya, dengan kata lain sadar itu ada dalam kesehariannya.

Saya merasa PH mencampurkan kala waktu proses sebelum dan sesudah saat sadar itu tinggal sendirian. Dan mencampurkan hasil yang sudah mahir dengan hasil yang belum mahir.

Masalah mempertentangkan aku dengan aku, “aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku” atau  “tidak mungkin membebaskan diri dari keinginan dengan keinginan” sudah pernah terjadi. Sebagai referensi :

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn51/sn51.015.than.html
om kelana, menurut saya, sutta itu mencoba menerangkan pembebasan diri yg lebih makro, dari seseorang berkeinginan bebas dari dukkha sampai menjadi arahat. apa yg mau disampaikan ph adalah pada level yg lebih mikro dalam satu praktek meditasi. sebagai guru meditasi, ph harus bersikap dan berkata seperti itu demi pengertian dan kemajuan praktek murid2nya.

begitu juga dengan paragraf pertama anda di atas. ph ingin menyampaikan bahwa semua usaha dan gerak aktif -termasuk duduk meditasi mencoba untuk menjadi tenang, dsb- tidak akan berhasil. disaat semuanya berhenti, maka si aku juga berhenti. sekali lagi sebagai guru meditasi, ph harus menyampaikan prinsip ini dengan konsisten...

dan bagaimana berhenti itu bisa tiba2 ada? ya dengan sadar aja. saat sadar ada, aku berhenti. disaat berkeinginan dan berusaha, sadar tidak ada. berusaha untuk menyingkirkan keinginan itu sama saja dengan bermeditasi sambil berkata dalam hati "stop ingin itu.. jangan ingin.. stop ingin.. ayo dong, jangan ingin". gak akan berhasil. saya pikir, ini prinsip yg ingin disampaikan ph.

demikian menurut saya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 09:49:41 AM
boleh ikut tanya om? kondisi lenyapnya duka dengan let go, tanpa konflik keinginan, aware itu bisa bertahan dengan cara apa?
saya gak tau, om. apakah anda ada pendapat?

secara intelek, saya meraba2 mungkin disaat aware ini muncul dengan berjalannya waktu, aku menjadi semakin lemah, aware menjadi semakin kuat sampai akhirnya hancur dan si praktisi tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" secara permanen.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 10:08:44 AM
boleh ikut tanya om? kondisi lenyapnya duka dengan let go, tanpa konflik keinginan, aware itu bisa bertahan dengan cara apa?
Pengertiannya terbalik Bro ryu. Yang ditopang oleh akar adalah dukkha. Kondisi lenyapnya dukkha itu terjadi jika penopang dukkha itu hilang. Perumpamaannya seperti pohon yang ditopang oleh akarnya, walaupun daunnya dipetik, dahannya dipotong, tetap bisa tumbuh kembali. Sebaliknya kalau akarnya dicabut, tidak dipetik pun, daun akan layu dan pohon akan mati dengan sendirinya. Tidak perlu ada penopang untuk "mempertahankan" kematian pohon.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 11:00:59 AM
[at] bro fabian
Persyaratan apakah yang harus ter-penuhi untuk mencapai:
1. Sotapana
2. Sakadagami
3. Anagami
4. Arahat

Bisa tolong bantu jelaskan bro?


Sis Sriyeklina yang baik, setahu saya beberapa kondisi yang memungkinkan seseorang mencapai tingkat-tingkat kesucian adalah:
- Ia lahir sebagai tihetuka puggala (lahir dengan akar alobha, adosa dan amoha)
- Ia berlatih Vipassana berdasarkan Jalan Ariya berunsur 8, (termasuk melatih faktor-faktor bhojanga dll).
Lainnya saya tidak hafal, mungkin teman-teman lain bisa membantu.

Coba tanya bro Markos mungkin lebih lengkap.
 




Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 11:11:16 AM
saya gak tau, om. apakah anda ada pendapat?

secara intelek, saya meraba2 mungkin disaat aware ini muncul dengan berjalannya waktu, aku menjadi semakin lemah, aware menjadi semakin kuat sampai akhirnya hancur dan si praktisi tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" secara permanen.

yang aware itu apakah panca khandha? atau kesadaran? ketika aware hancur dan tidak ada pikiran ini aku, ini milikku, ini diriku maka apakah yang terjadi?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 11:15:53 AM
Pengertiannya terbalik Bro ryu. Yang ditopang oleh akar adalah dukkha. Kondisi lenyapnya dukkha itu terjadi jika penopang dukkha itu hilang. Perumpamaannya seperti pohon yang ditopang oleh akarnya, walaupun daunnya dipetik, dahannya dipotong, tetap bisa tumbuh kembali. Sebaliknya kalau akarnya dicabut, tidak dipetik pun, daun akan layu dan pohon akan mati dengan sendirinya. Tidak perlu ada penopang untuk "mempertahankan" kematian pohon.

ok ....
duka disini dimaksudkan adalah terlahir kembali khan. cara2 untuk lepas dari duka adalah menghilangkan penopang duka itu
yaitu aware?
let go?

itu saja?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 11:47:40 AM
ok ....
duka disini dimaksudkan adalah terlahir kembali khan. cara2 untuk lepas dari duka adalah menghilangkan penopang duka itu
yaitu aware?
let go?

itu saja?
Mindfulness/perhatian adalah jalan untuk memahami fenomena. Dengan memahami fenomena, maka kebodohan lenyap (seperti dengan memahami alphabet, buta huruf lenyap). Kalau sudah tidak dipengaruhi kebodohan bathin lagi, kita tidak lagi melekat pada apa pun, maka tidak terlahirkan kembali. Idealnya begitu.

Tapi dalam kenyataan, kita tidak selalu mampu berdiam dalam keadaan tersebut karena masih dikuasai noda bathin lainnya. Misalnya kita mengamati nafsu yang timbul. Jika kemelekatan kita pada nafsu terlalu besar, maka bukannya mengamati nafsu, tetapi kita terbawa pada nafsu tersebut. Ini seperti kita mau mengamati datang dan perginya ombak di pantai, tetapi kitanya malah hanyut terbawa arus ombak itu. Dengan begitu, pengamatan tidak terjadi.

Karena hal inilah sila dalam keseharian kita menjadi penting, yaitu agar pikiran kita tidak cenderung terhanyut pada fenomena yang muncul. Dalam Samadhi, kita tidak lagi memikirkan "ini sesuai sila, ini tidak". Di situ hanya ada kecenderungan hasil dari perbuatan keseharian kita. Jika tidak menghindari kebencian, maka pikirannya mudah terarah pada pikiran kejam. Jika sebaliknya, menghindari kebencian, maka ia tidak cenderung pada pikiran kejam.

Jadi yang ditanyakan diperlukan ini apakah dalam bhavana (meditasi) ataukah secara keseluruhan dalam hidup?
Dalam bhavana, betul, tidak perlu lainnya lagi. Tapi untuk mencapai bhavana itu, perlu banyak hal.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 11:53:10 AM
ini kesalahpahaman yg fatal. setahu saya, pak hudoyo tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan itu...

sungguh sayang sebenarnya yg namanya disebut2 tidak ada di sini untuk menjelaskan langsung.
Bro Morpheus yang baik, pak Hudoyo mengatakan bahwa pikiran/batin dilekati aku, padahal tak ada aku yang melekati, yang ada adalah cetasika yang menyertai setiap bentuk citta. Tak pernah dikatakan dalam Sutta atau Abhidhamma bahwa "aku melekati setiap bentuk pikiran" seperti yang diklaim pak Hudoyo.

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=16591.msg266383#msg266383

Saya kutipkan postingan tersebut (saya hanya mengutip yang ini karena mudah dicari)
Orang yg tidak memahami dualitas pikiran, ia akan macet dalam dualitas itu, terus-menerus berjuang mengikis lobha, dosa, moha yg kasar, tanpa menyadari lobha, dosa & moha yg halus dan sangat halus, yg bersumber pada pikiran & akunya, dan oleh karena itu tidak akan pernah bebas.

Perhatikan yang saya italic, jelas disini pak Hudoyo mengatakan bahwa sumber dari lobha, dosa dan moha adalah dari si "aku" Dimanakah pernah ditemukan pernyataan ini di Tipitaka? Ini adalah ajaran Jiddu Krishnamurti.
Sang Buddha mengajarkan bahwa lobha, dosa, moha dan avijja yang menyebabkan timbulnya persepsi "aku" (sakkaya ditthi).

Jadi perbedaannya menurut Sang Buddha dan Jiddu Krishnamurti/Hudoyo Hupudio:
Sang Buddha:lobha, dosa, moha dan avijja menjadi sebab. Persepsi aku sebagai akibat.
Jiddu Krishnamurti dan Hudoyo Hupudio: Aku sebagai sebab. Lobha, dosa dan moha sebagai akibat.

Quote
dari membaca tulisan2nya, menurut pemahaman saya sebenarnya terminologi "aku" yg dipakai sangatlah sederhana dan gampang dimengerti, selama kita mencoba memahami dengan polos dan melupakan terminologi doktrin buddhism theravada.
.
Dalam board ini memang dibahas pemikiran Theravada bro, tentu saja saya menggunakan Tipitaka sebagai rujukan.
Quote
singkatnya, berkali2 Buddha menjelaskan orang awam berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" sedangkan arahat tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" dan itu yg dimaksudkan sebagai padam atau berhenti. bukan pancakhanda yg padam
maksudnya Arahat tidak mempersepsikan "ini aku, ini milikku, ini diriku" terhadap segala sesuatu yang muncul dalam batinnya, karena sakkaya ditthi dan berbagai kemelekatan yang terhalus sekalipun telah lenyap.

Quote
saya pikir tidak perlu meditasi vipassana ataupun meditasi yg lain, secara intelek pun keakuan ini bisa dipikir2 dan terlihat dengan jelas dikehidupan nyata. seperti contoh yg dipakai bhante pannavaro, kalo jam tangan mahal kepunyaanku pecah, rasanya menderita sekali, sedangkan kalo jam tangan mahal yg sama kepunyaan toko pecah, rasanya biasa aja. penderitaan bukan ada pada pecahnya jam tangan, melainkan kepada pecahnya aku yg sudah terasosiasi dengan jam tangan mahal tadi sebagai jam tangan-ku...
kalau menurut saya tak ada aku disana hanya kemelekatan/lobha yang muncul terhadap jam tangannya tersebut, dan kemelekatan/lobha juga anicca. Contohnya bila jam itu sudah terlalu tua, terlalu jelek atau harganya telah turun tak ada harganya sama sekali, bila pecah ia tentu biasa saja. Jadi sekali lagi pandangan bahwa "segala sesuatu berasal dari aku" adalah pandangan salah sakkaya ditthi.

menurut Sang Buddha: dengan kondisi-kondisi (sankhara) sebagai sebab, maka sebab-sebab itu juga bersifat tidak kekal. Karena tidak kekal maka menimbulkan penderitaan.

Quote
kata2 langsung dari bhante pannavaro: "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai", sejalan dengan kata2 Buddha seorang arahat tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku". bagi saya, apa yg dipaparkan pak hudoyo, bhante pannavaro dan Buddha semuanya sejalan dan sangat telak dalam konteks dukkha dan lenyapnya dukkha.
Sang Buddha mengatakan "kalau "kemelekatan" tidak lahir maka penderitaan tidak mengikuti, pada saat kemelekatan lahir,penderitaan mulai" Apakah teman-teman ada yang bisa membantu menunjukkan dimana Sang Buddha mengatakan "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai"? Setahu saya Sang Buddha mengatakan dimana ada kondisi (sankhara) maka penderitaan mengikuti. Karena seorang Arahat yang tak memiliki "keakuan" masih mengalami penderitaan jasmani.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 12:25:40 PM
Mindfulness/perhatian adalah jalan untuk memahami fenomena. Dengan memahami fenomena, maka kebodohan lenyap (seperti dengan memahami alphabet, buta huruf lenyap). Kalau sudah tidak dipengaruhi kebodohan bathin lagi, kita tidak lagi melekat pada apa pun, maka tidak terlahirkan kembali. Idealnya begitu.

Tapi dalam kenyataan, kita tidak selalu mampu berdiam dalam keadaan tersebut karena masih dikuasai noda bathin lainnya. Misalnya kita mengamati nafsu yang timbul. Jika kemelekatan kita pada nafsu terlalu besar, maka bukannya mengamati nafsu, tetapi kita terbawa pada nafsu tersebut. Ini seperti kita mau mengamati datang dan perginya ombak di pantai, tetapi kitanya malah hanyut terbawa arus ombak itu. Dengan begitu, pengamatan tidak terjadi.

Karena hal inilah sila dalam keseharian kita menjadi penting, yaitu agar pikiran kita tidak cenderung terhanyut pada fenomena yang muncul. Dalam Samadhi, kita tidak lagi memikirkan "ini sesuai sila, ini tidak". Di situ hanya ada kecenderungan hasil dari perbuatan keseharian kita. Jika tidak menghindari kebencian, maka pikirannya mudah terarah pada pikiran kejam. Jika sebaliknya, menghindari kebencian, maka ia tidak cenderung pada pikiran kejam.

Jadi yang ditanyakan diperlukan ini apakah dalam bhavana (meditasi) ataukah secara keseluruhan dalam hidup?
Dalam bhavana, betul, tidak perlu lainnya lagi. Tapi untuk mencapai bhavana itu, perlu banyak hal.
ya itulah, maka harus diberikan pandangan2, ini saat samadi, ini saat keseharian.

seseorang samadi bagus tapi keseharian tidak bagus maka sepetinya itu sia2.

ibarat, ketika samadi aware terus, tapi ketika sudah tidak samadi eh pikirannya kemana2.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 12:26:30 PM
yang aware itu apakah panca khandha? atau kesadaran? ketika aware hancur dan tidak ada pikiran ini aku, ini milikku, ini diriku maka apakah yang terjadi?
sori, saya ketinggalan nulis "aku", seharusnya:
disaat aware ini muncul dengan berjalannya waktu, aku menjadi semakin lemah, aware menjadi semakin kuat sampai akhirnya aku (please jangan lagi diputarbalikkan aku=pancakhanda, tetap berada dikonteks) hancur dan si praktisi tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" secara permanen.

seperti yg dibilang om kain, saat melek alpabet, buta huruf hancur.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 12:27:13 PM
Bro Fabian, saya mau tanyakan kembali mengenai yang sebelumnya. Misalkan ada anak kecil berpikir ada monster di lemari. Lalu saya mengatakan monster tidak ada, hanya pikiran yang membentuk monster tersebut. Apakah berarti saya mengatakan monster identik dengan/ada pada/terpisah dari/memiliki pikiran?
Bro Kainyn yang baik, Apakah bisa diperjelas maksud pertanyaannya...?

Quote
"Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sesungguhnya, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan."
Saya akan memperjelas apa yang dimaksud oleh Sutta ini, seorang Arahat sudah tidak mempersepsikan apa yang masuk ke panca inderanya/dialaminya, jadi Mereka melihat apa adanya. Karena melihat apa adanya maka tidak timbul anggapan-anggapan dan persepsi terhadap apa yang dialaminya.

Jadi kalimat warna biru sebenarnya adalah keterangan untuk lebih mempertegas kalimat yang saya bold.

Quote
Umumnya, ada dua jenis orang yang mengatakan sesuatu "bukan milikku". Yang pertama adalah karena ia tidak melihat adanya aku/diri. Yang ke dua adalah yang menilai "aku" seharusnya tidak memiliki itu. Yang pertama adalah yang berpandangan benar.
Yang berpandangan paling benar adalah mereka yang melihat sesuatu apa adanya, tanpa persepsi.

Quote
Betul, berpikir adanya monster di lemari adalah pandangan salah. Monster itu lenyap sendiri berdasarkan kebijaksanaan yang muncul.
Mungkin jawaban atas pernyataan yang ini berkaitan dengan kejelasan pertanyaan yang diatas.

Quote
OK, kalau gitu saya mau tanya. Menurut Bro Fabian, jika bukan (salah satu dari unsur) panca khanda yang membentuk persepsi aku, lalu darimana asalnya pandangan salah "ini milikku"?
Yang membentuk persepsi aku adalah lobha, dosa, moha dan avijja. yang menimbulkan delusi persepsi (sanna vipallasa), delusi pikiran (citta vipallasa) dan delusi pandangan (ditthi vipallasa).

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 12:37:16 PM
sori, saya ketinggalan nulis "aku", seharusnya:
disaat aware ini muncul dengan berjalannya waktu, aku menjadi semakin lemah, aware menjadi semakin kuat sampai akhirnya aku (please jangan lagi diputarbalikkan aku=pancakhanda, tetap berada dikonteks) hancur dan si praktisi tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" secara permanen.

seperti yg dibilang om kain, saat melek alpabet, buta huruf hancur.

ok, aktifitas pikiran seseorang yang aware itu seperti bagaimana?
apakah dia masih berpikir atau tidak?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Satria on 30 December 2010, 12:44:59 PM
Quote from: febian C
seorang Arahat yang tak memiliki "keakuan" masih mengalami penderitaan jasmani.

betul sekali. siapapun yang masih hidup, tentu ia mengalami penderitaan jasmani. tidak seorangpun yang memiliki tubuh, tidak mengalami penderitaan tubuh. setidaknya, tidak pernah saya temukan dalam sutta sang Buddha bersabda bahwa ada manusia yang memiliki tubuh, tapi sudah tidak mengalami  penderitaan jasmani.

apa bedanya dua kalimat berikut ini :

Quote from: febian C
Sang Buddha mengatakan "kalau "kemelekatan" tidak lahir maka penderitaan tidak mengikuti

Quote from: Febian C
Sang Buddha mengatakan dimana ada kondisi (sankhara) maka penderitaan mengikuti.

mana sebenarnya yang dikatakan oleh sang Buddha? yang pertama, yang kedua atau keduanya?

Bagaimana cara menyimpulkan kedua kalimat tersebut?

semua kemelekatan itu sankhara. true or false?

semua sankhara itu kemelekatan. true or false?

apakah hubungan kedua kalimat tersebut dengan kalimat berikut :

Quote
kata2 langsung dari bhante pannavaro: "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai", sejalan dengan kata2 Buddha seorang arahat tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku"

semua keakuan adalah sankara. true or false?
semua sankara adalah keakuan. true or false?

semua keakuan adalah kemelekatan. true or false?
semua kemelekatan adalah keakuan. tru or false?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 30 December 2010, 12:51:07 PM
om kelana, menurut saya, sutta itu mencoba menerangkan pembebasan diri yg lebih makro, dari seseorang berkeinginan bebas dari dukkha sampai menjadi arahat. apa yg mau disampaikan ph adalah pada level yg lebih mikro dalam satu praktek meditasi. sebagai guru meditasi, ph harus bersikap dan berkata seperti itu demi pengertian dan kemajuan praktek murid2nya.

begitu juga dengan paragraf pertama anda di atas. ph ingin menyampaikan bahwa semua usaha dan gerak aktif -termasuk duduk meditasi mencoba untuk menjadi tenang, dsb- tidak akan berhasil. disaat semuanya berhenti, maka si aku juga berhenti. sekali lagi sebagai guru meditasi, ph harus menyampaikan prinsip ini dengan konsisten...

dan bagaimana berhenti itu bisa tiba2 ada? ya dengan sadar aja. saat sadar ada, aku berhenti. disaat berkeinginan dan berusaha, sadar tidak ada. berusaha untuk menyingkirkan keinginan itu sama saja dengan bermeditasi sambil berkata dalam hati "stop ingin itu.. jangan ingin.. stop ingin.. ayo dong, jangan ingin". gak akan berhasil. saya pikir, ini prinsip yg ingin disampaikan ph.

demikian menurut saya.


Saya rasa sama dalam tujuannya, Sdr. Morpheus, hanya istilah anda dan caranya saja beda, yang satu ingin bebas dari dukkha menjadi arahat. dan yang lain: bebas dari aku (keinginan, dst) dan menerbitkan sadar. Yang membedakan adalah PH tidak mengakui adanya cara atau jalan dan menganggap sepenuhnya aku (keinginan, dst) tidak bermanfat sama sekali. Sedangkan dalam sutta nampak ada jalan dan nampak bahwa aku (keinginan, dst) ada manfaatnya sebagai batu loncatan untuk memadamkan aku (keinginan, dst) itu sendiri, abandon desire by means of desire.

Jika PH tidak mengakui adanya jalan, cara dan mengatakan aku (keinginan, dst) harus dimusnahkan, lalu praktik meditasi bagaimana bisa jalan? Siapa yang bisa bayar retreat MMD ke PH jika tidak ada keinginan untuk bayar MMD? 

Dan seperti yang saya duga, jika penjelasan Sdr. Morpheus benar seperti yang dimaksud PH, maka semakin jelas bagi saya bahwa selama ini PH dalam promosi MMD-nya tidak memisahkan antara kondisi sebelum praktik meditasi dengan kondisi saat meditasi. Dalam pembahasannya ia tidak memisahkan yang sudah sampai diseberang dengan yang sedang menyeberang dan dengan yang belum menyeberang. Semua dicampur aduk sehingga timbullah kekeacauan pemahaman.

Ini semua hanya pemahaman saya, jadi bisa salah. Dan saya rasa saya cukup membahas tentang PH.

Demikian.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 01:01:02 PM
Bro Morpheus yang baik, pak Hudoyo mengatakan bahwa pikiran/batin dilekati aku, padahal tak ada aku yang melekati, yang ada adalah cetasika yang menyertai setiap bentuk citta. Tak pernah dikatakan dalam Sutta atau Abhidhamma bahwa "aku melekati setiap bentuk pikiran" seperti yang diklaim pak Hudoyo.
om fabi, kapan ph bilang batin dilekati aku? saya mohon anda pakai kata yg persis, karena maknanya bisa berubah banyak kalo pake filter anda sendiri...

Saya kutipkan postingan tersebut (saya hanya mengutip yang ini karena mudah dicari)
Orang yg tidak memahami dualitas pikiran, ia akan macet dalam dualitas itu, terus-menerus berjuang mengikis lobha, dosa, moha yg kasar, tanpa menyadari lobha, dosa & moha yg halus dan sangat halus, yg bersumber pada pikiran & akunya, dan oleh karena itu tidak akan pernah bebas.

Perhatikan yang saya italic, jelas disini pak Hudoyo mengatakan bahwa sumber dari lobha, dosa dan moha adalah dari si "aku" Dimanakah pernah ditemukan pernyataan ini di Tipitaka? Ini adalah ajaran Jiddu Krishnamurti.
Sang Buddha mengajarkan bahwa lobha, dosa, moha dan avijja yang menyebabkan timbulnya persepsi "aku" (sakkaya ditthi).

Jadi perbedaannya menurut Sang Buddha dan Jiddu Krishnamurti/Hudoyo Hupudio:
Sang Buddha:lobha, dosa, moha dan avijja menjadi sebab. Persepsi aku sebagai akibat.
Jiddu Krishnamurti dan Hudoyo Hupudio: Aku sebagai sebab. Lobha, dosa dan moha sebagai akibat.
om fabi, kedua ajaran itu sama saja kalo anda mau mengerti terminologinya. saya memandang aku itu tidak lain adalah avijja itu juga.
anda memandangnya dari segi doktrinal, ph memandangnya dari segi praktis meditatif.
kedua2nya hanya menjadi spekulasi kalo tidak dialami dalam meditasi...
keduanya sah2 saja mengklaim sebagai penafsiran yg benar, namun yg tidak baik adalah mengkafirkan penafsiran yg lain dan mengatakan penafsirannya sendiri yg paling benar dan direstui Buddha.

yg lebih penting daripada spekulasi2 itu adalah bagaimana dukkha itu bisa lenyap.

Dalam board ini memang dibahas pemikiran Theravada bro, tentu saja saya menggunakan Tipitaka sebagai rujukan.
saya gak meminta anda membuang tipitaka dan stop memakai terminologi tipitaka.
saya hanya menyarankan, untuk memahami kata2 pak hudoyo, jangan dihubungkan dengan terminologi tipitaka anda. sesudah anda mengerti, silakan pake lagi tipitaka anda.

maksudnya Arahat tidak mempersepsikan "ini aku, ini milikku, ini diriku" terhadap segala sesuatu yang muncul dalam batinnya, karena sakkaya ditthi dan berbagai kemelekatan yang terhalus sekalipun telah lenyap.
kalau menurut saya tak ada aku disana hanya kemelekatan/lobha yang muncul terhadap jam tangannya tersebut, dan kemelekatan/lobha juga anicca. Contohnya bila jam itu sudah terlalu tua, terlalu jelek atau harganya telah turun tak ada harganya sama sekali, bila pecah ia tentu biasa saja. Jadi sekali lagi pandangan bahwa "segala sesuatu berasal dari aku" adalah pandangan salah sakkaya ditthi.
sama seperti di atas.
dalam prakteknya, mudah sekali melihat penderitaan pecahnya jam itu berasal dari asosiasi si aku dengan barang tersebut, ketimbang mencoba melihat lobha sebagai sesuatu yg terpisah dari diri.


menurut Sang Buddha: dengan kondisi-kondisi (sankhara) sebagai sebab, maka sebab-sebab itu juga bersifat tidak kekal. Karena tidak kekal maka menimbulkan penderitaan.
Sang Buddha mengatakan "kalau "kemelekatan" tidak lahir maka penderitaan tidak mengikuti, pada saat kemelekatan lahir,penderitaan mulai"
Apakah teman-teman ada yang bisa membantu menunjukkan dimana Sang Buddha mengatakan "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai"? Setahu saya Sang Buddha mengatakan dimana ada kondisi (sankhara) maka penderitaan mengikuti. Karena seorang Arahat yang tak memiliki "keakuan" masih mengalami penderitaan jasmani.
sekali lagi, yg lebih penting adalah bagaimana dukkha itu lenyap, seperti yg dikatakan Buddha:
"Kalau begitu, Bahiya, engkau harus berlatih demikian: berkaitan dengan apa yang terlihat, hanya ada yang terlihat. Berkaitan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang terdengar. Berkaitan dengan apa yang tercerap [dengan ketiga indra lain], hanya ada yang tercerap. Berkaitan dengan apa yang dikenal [dalam batin], hanya ada yang dikenal. Demikianlah engkau harus berlatih. Bila bagimu hanya ada yang terlihat berkaitan dengan apa yang terlihat, hanya ada yang terdengar berkaitan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang tercerap berkaitan dengan apa yang tercerap, hanya ada yang dikenal berkaitan dengan apa yang dikenal, maka, Bahiya, tidak ada engkau sehubungan dengan itu. Bila tidak ada engkau sehubungan dengan itu, maka tidak ada engkau di situ. Bila tidak ada engkau di situ, maka engkau tidak ada di sini, atau di sana, atau di antara keduanya. Inilah, hanya inilah, akhir dukkha."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 01:06:21 PM
ok, aktifitas pikiran seseorang yang aware itu seperti bagaimana?
apakah dia masih berpikir atau tidak?
yg ini saya gak tau. masih perlu dibuktikan... apakah ini penting?
menurut anda?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 01:16:09 PM
betul sekali. siapapun yang masih hidup, tentu ia mengalami penderitaan jasmani. tidak seorangpun yang memiliki tubuh, tidak mengalami penderitaan tubuh. setidaknya, tidak pernah saya temukan dalam sutta sang Buddha bersabda bahwa ada manusia yang memiliki tubuh, tapi sudah tidak mengalami  penderitaan jasmani.

apa bedanya dua kalimat berikut ini :

mana sebenarnya yang dikatakan oleh sang Buddha? yang pertama, yang kedua atau keduanya?
Bagaimana cara menyimpulkan kedua kalimat tersebut? Bro Satria yang baik, keduanya menimbulkan penderitaan, dimana dengan diawali avijja lalu timbullah sankhara, lalu nama-rupa....hingga upadana (kemelekatan) semua ini adalah bagian dari paticca samuppada.

Quote
semua kemelekatan itu sankhara. true or false?

semua sankhara itu kemelekatan. true or false?
Berdasarkan kondisi-kondisi (sankhara), timbullah kemelekatan

Quote
apakah hubungan kedua kalimat tersebut dengan kalimat berikut :

semua keakuan adalah sankara. true or false?
semua sankara adalah keakuan. true or false?
Keakuan adalah ditthi (pandangan) yang muncul oleh sebab-sebab tertentu.

Quote
semua keakuan adalah kemelekatan. true or false?
semua kemelekatan adalah keakuan. tru or false?
Keakuan timbul dari kemelekatan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 01:20:08 PM
Saya rasa sama dalam tujuannya, Sdr. Morpheus, hanya istilah anda dan caranya saja beda, yang satu ingin bebas dari dukkha menjadi arahat. dan yang lain: bebas dari aku (keinginan, dst) dan menerbitkan sadar. Yang membedakan adalah PH tidak mengakui adanya cara atau jalan dan menganggap sepenuhnya aku (keinginan, dst) tidak bermanfat sama sekali. Sedangkan dalam sutta nampak ada jalan dan nampak bahwa aku (keinginan, dst) ada manfaatnya sebagai batu loncatan untuk memadamkan aku (keinginan, dst) itu sendiri, abandon desire by means of desire.
seperti yg saya bilang di atas, yg berbeda adalah konteksnya, om.
bisa jadi keduanya benar.

mengenai ph menganggap pikiran tidak bermanfaat sama sekali, berulang kali dia bilang pikiran masih diperlukan dalam kehidupan sehari2. yg ini ditanyakan ke yg bersangkutan aja.


Jika PH tidak mengakui adanya jalan, cara dan mengatakan aku (keinginan, dst) harus dimusnahkan, lalu praktik meditasi bagaimana bisa jalan? Siapa yang bisa bayar retreat MMD ke PH jika tidak ada keinginan untuk bayar MMD? 
setahu saya mmd itu gratis:
"Pada prinsipnya, pelatihan ini diberikan secara gratis. Pembimbing dan para petugas dalam retret ini tidak menerima imbalan dalam bentuk apa pun. Namun, apabila retret ini diadakan di sebuah vihara, pada akhir retret para peserta diharapkan menyumbang secara sukarela (dengan jumlah yang tidak ditentukan besarnya) kepada vihara. Bila retret ini diadakan di sebuah tempat yang disewa untuk itu, maka biaya akomodasi dan konsumsi ditanggung bersama-sama secara transparan oleh para peserta."

Dan seperti yang saya duga, jika penjelasan Sdr. Morpheus benar seperti yang dimaksud PH, maka semakin jelas bagi saya bahwa selama ini PH dalam promosi MMD-nya tidak memisahkan antara kondisi sebelum praktik meditasi dengan kondisi saat meditasi. Dalam pembahasannya ia tidak memisahkan yang sudah sampai diseberang dengan yang sedang menyeberang dan dengan yang belum menyeberang. Semua dicampur aduk sehingga timbullah kekeacauan pemahaman.
perbedaan dalam konteks.
dan saya bisa mengerti sebagai pengajar, ph mau tidak mau harus mengatakan hal itu tanpa kompromi.

sampai di sini, om.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Satria on 30 December 2010, 01:23:39 PM
Quote from: febian C
Bagaimana cara menyimpulkan kedua kalimat tersebut? Bro Satria yang baik, keduanya menimbulkan penderitaan, dimana dengan diawali avijja lalu timbullah sankhara, lalu nama-rupa....hingga upadana (kemelekatan) semua ini adalah bagian dari paticca samuppada.

anda betul.  dari sankara, timbulah nama rupa. ketika nama rupa ini muncul, apakah penderitaan muncul bersamanya, ataukah muncul kemudian? jika muncul kemudian, maka seberapa tempo yang diperlukan dari nama rupa hingga penderitaan?

Quote from: Febian C
Keakuan timbul dari kemelekatan.

dari mana asal muasal pengetahuan Anda ini?
apakah keakuan timbul bersama munculnya kemelekatan. ataukah keakuan muncul beberapa waktu setelah munculnya kemelekatan?

jika "aku" tidak ada, maka apakah yang melekat pada objek?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 01:38:52 PM
om fabi, kapan ph bilang batin dilekati aku? saya mohon anda pakai kata yg persis, karena maknanya bisa berubah banyak kalo pake filter anda sendiri...
Baiklah bro, lebih tepatnya pikiran. Sekarang saya tanyakan bila anda berpikir 700 X 5, apakah ada keakuan disana? bila anda melihat batu jelek di pinggir jalan, apakah timbul "keakuan...."?

Quote
om fabi, kedua ajaran itu sama saja kalo anda mau mengerti terminologinya. saya memandang aku itu tidak lain adalah avijja itu juga.
Saya tak mau mengatakan mana salah mana benar, menurut saya "keakuan" timbul dari avijja bukan sebaliknya.

Quote
anda memandangnya dari segi doktrinal, ph memandangnya dari segi praktis meditatif.
Menurut saya PH melihatnya dari segi persepsi dan teorinya sendiri. Saya lebih suka memendam ini dari segi kebenaran masing-masing, tapi yang jelas anda keliru kalau menganggap bahwa saya hanya memandang segala persoalan dari segi doktrinal. Saya melihat segala sesuatu berdasarkan pengalaman saya dan menggunakan doktrin sebagai referensi.

Quote
kedua2nya hanya menjadi spekulasi kalo tidak dialami dalam meditasi...
Time will tell the truth....

Quote
keduanya sah2 saja mengklaim sebagai penafsiran yg benar, namun yg tidak baik adalah mengkafirkan penafsiran yg lain dan mengatakan penafsirannya sendiri yg paling benar dan direstui Buddha.
Ini adalah pernyataan yang sifatnya personal bro... Saya tidak pernah mengatakan bahwa pernyataan saya direstui Buddha atau tidak... saya mempersilahkan membandingkan pernyataan saya dan PH dibandingkan dengan Tipitaka sebagai referensi.

Quote
yg lebih penting daripada spekulasi2 itu adalah bagaimana dukkha itu bisa lenyap.
Benar... berbagai kepercayaan menggunakan berbagai metode berusaha melenyapkan dukkha, apakah dukkha bisa lenyap dengan cara lain?

Quote
saya gak meminta anda membuang tipitaka dan stop memakai terminologi tipitaka.
saya hanya menyarankan, untuk memahami kata2 pak hudoyo, jangan dihubungkan dengan terminologi tipitaka anda. sesudah anda mengerti, silakan pake lagi tipitaka anda.
Saya rasa pernyataan PH sendiri sudah jelas bahwa apa yang dikemukakannya tidak sesuai dengan Tipitaka, hanya sesuai dengan ti Sutta, ya kan...? Apakah ada yang lebih tepat dari pernyataannya sendiri...?

Quote
sama seperti di atas.
dalam prakteknya, mudah sekali melihat penderitaan pecahnya jam itu berasal dari asosiasi si aku dengan barang tersebut, ketimbang mencoba melihat lobha sebagai sesuatu yg terpisah dari diri.
Kalau begitu menurut anda mana yang lebih tepat?
Lobha, dosa, moha dan avijja sebagai sebab dan "aku" sebagai akibat atau
"Aku" sebagai sebab dan lobha, dosa, moha sebagai akibat...?
Atau anda memiliki pendapat sendiri...?

Quote
sekali lagi, yg lebih penting adalah bagaimana dukkha itu lenyap, seperti yg dikatakan Buddha:
"Kalau begitu, Bahiya, engkau harus berlatih demikian: berkaitan dengan apa yang terlihat, hanya ada yang terlihat. Berkaitan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang terdengar. Berkaitan dengan apa yang tercerap [dengan ketiga indra lain], hanya ada yang tercerap. Berkaitan dengan apa yang dikenal [dalam batin], hanya ada yang dikenal. Demikianlah engkau harus berlatih. Bila bagimu hanya ada yang terlihat berkaitan dengan apa yang terlihat, hanya ada yang terdengar berkaitan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang tercerap berkaitan dengan apa yang tercerap, hanya ada yang dikenal berkaitan dengan apa yang dikenal, maka, Bahiya, tidak ada engkau sehubungan dengan itu. Bila tidak ada engkau sehubungan dengan itu, maka tidak ada engkau di situ. Bila tidak ada engkau di situ, maka engkau tidak ada di sini, atau di sana, atau di antara keduanya. Inilah, hanya inilah, akhir dukkha."
Saya kira mengenai hal ini telah dibahas dalam reply saya kepada bro Kainyn.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: choroqie on 30 December 2010, 01:51:47 PM
jika "aku" tidak ada, maka apakah yang melekat pada objek?

salam,
ijinkan nubie menjawab yg ini, menurut abhidhamma bukanlah "aku" yg melekat pada objek,melainkan rangkaian citta dan cetasika yg selalu timbul tenggelam dengan sangat cepat yg kemudian sering disalah-pahami sebagai "aku"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 01:52:49 PM
ya itulah, maka harus diberikan pandangan2, ini saat samadi, ini saat keseharian.

seseorang samadi bagus tapi keseharian tidak bagus maka sepetinya itu sia2.

ibarat, ketika samadi aware terus, tapi ketika sudah tidak samadi eh pikirannya kemana2.
Keseharian seseorang terefleksi dalam samadhinya, dan apa yang diperoleh dalam samadhinya itu biasa terefleksi pula dalam kesehariannya. Walaupun kita tidak bisa benar-benar tahu samadhi seseorang, tapi bisa sedikit banyak dinilai dari kesehariannya.

Kalau (katanya) samadhinya bagus tapi kesehariannya berperilaku tidak baik, bukan berarti samadhinya sia-sia, tapi mungkin samadhinya tidak berhasil.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Satria on 30 December 2010, 01:58:25 PM
salam,
ijinkan nubie menjawab yg ini, menurut abhidhamma bukanlah "aku" yg melekat pada objek,melainkan rangkaian citta dan cetasika yg selalu timbul tenggelam dengan sangat cepat yg kemudian sering disalah-pahami sebagai "aku"

jika seseorang tidak menyalah fahami rangkaian citta dan cetasika sebagai aku, maka apakah ia masih memiliki kemelekatan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 02:16:53 PM
Baiklah bro, lebih tepatnya pikiran. Sekarang saya tanyakan bila anda berpikir 700 X 5, apakah ada keakuan disana? bila anda melihat batu jelek di pinggir jalan, apakah timbul "keakuan...."?
saya gak tau gimana pemahaman ph, jadi saya jawab menurut pemahaman saya.

apa sih "aku" itu?
bagi saya, aku itu adalah sebuah garis ilusi. garis yg memisahkan antara aku (di dalam garis) dan lingkungan (di luar garis).
karena ada ilusi ini, segala sesuatu kita kelompokan sebagai aku dan bukan aku.
jadi pada saat saya melihat batu jelek di pinggir jalan, pikiran saya otomatis menggolongkannya sebagai bukan aku.

pada orang yg akunya gede, banyak sekali yg ada di dalam garis: tubuhku, mobilku, rumahku, karyaku, istriku, agamaku, doktrinku, viharaku, pencapaianku, dsb. dan diluar garis: tubuhmu, mobilmu, rumahmu, dsb.
nyenggol segala sesuatu yg ada di dalam garis, dia akan menderita.
kalo yg ada di luar garis kesenggol, dia santai2 aja.

pada orang yg tipis akunya, sedikit yg ada di dalam garis...
pada orang yg tercerahkan, garis ilusi ini lenyap...


Saya tak mau mengatakan mana salah mana benar, menurut saya "keakuan" timbul dari avijja bukan sebaliknya.
di sini lah cara pandang kita beda. bagi saya, dalam doktrin theravada, aku itu adalah avijja.

Ini adalah pernyataan yang sifatnya personal bro... Saya tidak pernah mengatakan bahwa pernyataan saya direstui Buddha atau tidak... saya mempersilahkan membandingkan pernyataan saya dan PH dibandingkan dengan Tipitaka sebagai referensi.
nah itu dia. ph mengklaim dia juga berbasis tipitaka.

Saya rasa pernyataan PH sendiri sudah jelas bahwa apa yang dikemukakannya tidak sesuai dengan Tipitaka, hanya sesuai dengan ti Sutta, ya kan...? Apakah ada yang lebih tepat dari pernyataannya sendiri...?
saya pikir tipitaka bukan harga mati.
segenggam sutta kalo itu bisa membawa pembebasan dan akhir dukkha, itu udah cukup.
sah2 saja kalo orang diluaran menolak abhidhamma, tidak perlu memaksakan kepercayaan dan pemahaman kepada orang lain.

Kalau begitu menurut anda mana yang lebih tepat?
Lobha, dosa, moha dan avijja sebagai sebab dan "aku" sebagai akibat atau
"Aku" sebagai sebab dan lobha, dosa, moha sebagai akibat...?
saya melihat delusi sang aku itulah avijja.
dalam kesehariannya, lebih mudah melihat sang aku yg membuat dukkha, ketimbang mencoba melihat lobha, dosa, moha.
itulah perbedaan pandangannya. let ph keeps his view and om fabian keeps his view. serahkan sama pembaca.

btw, saya jadi mau tau pendapat anda. menurut teori atau pengalaman anda, gimana caranya lobha bisa menjadi sebab aku?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 02:43:25 PM
Bro Kainyn yang baik, Apakah bisa diperjelas maksud pertanyaannya...?
Untuk menggambarkan "ilusi pikiran", Pak Hudoyo menggunakan istilah "aku"; Saya dalam contoh anak kecil menggambarkannya dengan "monster".
Sebelum memahami, "aku" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "aku" itu hilang.
Sebelum memahami, "monster" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "monster" itu hilang.

Mengapa Bro Fabian mengatakan itu pandangan salah? Apakah ketika saya mengatakan "monster" itu ada di dalam pikiran, berarti saya termasuk pada salah satu pandangan salah ("monster" identik/ada pada/terpisah/memiliki pikiran)?


Quote
Saya akan memperjelas apa yang dimaksud oleh Sutta ini, seorang Arahat sudah tidak mempersepsikan apa yang masuk ke panca inderanya/dialaminya, jadi Mereka melihat apa adanya. Karena melihat apa adanya maka tidak timbul anggapan-anggapan dan persepsi terhadap apa yang dialaminya.
Ini pernyataan saya sebelumnya:
"Sebab para Arahat melihat jasmani sebagai jasmani, tidak berpikir ada aku di sana, tidak berpikir ada aku di dalam, tidak berpikir ada aku di luar. Karena tidak melekat, maka tidak ada penderitaan (berupa kemarahan)."
Adakah yang tidak sesuai?


Quote
"Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sesungguhnya, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan."
Quote
Jadi kalimat warna biru sebenarnya adalah keterangan untuk lebih mempertegas kalimat yang saya bold.
Yang berpandangan paling benar adalah mereka yang melihat sesuatu apa adanya, tanpa persepsi.
Betul itu adalah keterangannya. Karena Bro Fabian awalnya menolak keterangan saya dengan mengatakan "Lebih tepatnya Arahat hanya melihat jasmani sebagai jasmani, titik.", maka saya mencantumkan sutta yang memberikan keterangan.

Setahu saya, sebetulnya yang biasa Pak Hudoyo maksud dengan "menghentikan pikiran" adalah proses "titik" yang disebut Bro Fabian tersebut. Setelah mengenali "objek sebagai objek", maka berhenti, tidak dilanjutkan lagi. Inilah yang saya pahami bahwa sebetulnya dalam hal ini, Pak Hudoyo juga sesuai dengan Buddhisme (walaupun saya tidak tahu meditasinya bagaimana bentuknya). 


Quote
Yang membentuk persepsi aku adalah lobha, dosa, moha dan avijja. yang menimbulkan delusi persepsi (sanna vipallasa), delusi pikiran (citta vipallasa) dan delusi pandangan (ditthi vipallasa).
Bisa dijelaskan lebih detail, dan berhubungan dengan (khanda) apa sajakah lobha-dosa-moha ini?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 30 December 2010, 02:48:42 PM
saya gak tau gimana pemahaman ph, jadi saya jawab menurut pemahaman saya.

apa sih "aku" itu?
bagi saya, aku itu adalah sebuah garis ilusi. garis yg memisahkan antara aku (di dalam garis) dan lingkungan (di luar garis).
karena ada ilusi ini, segala sesuatu kita kelompokan sebagai aku dan bukan aku.
jadi pada saat saya melihat batu jelek di pinggir jalan, pikiran saya otomatis menggolongkannya sebagai bukan aku.

Bagaimana proses-nya terjadi penggolongan di pikiran anda dalam melihat sesuatu?

Sekarang misalnya ada sebuah mobil yang terletak di pinggir jalan. Bagaimana bisa terjadi keputusan bahwa itu mobilku atau bukan mobilku?Di luar garis atau didalam garis?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 02:49:59 PM
[...]
pada orang yg akunya gede, banyak sekali yg ada di dalam garis: tubuhku, mobilku, rumahku, karyaku, istriku, agamaku, doktrinku, viharaku, pencapaianku, dsb. dan diluar garis: tubuhmu, mobilmu, rumahmu, dsb.
nyenggol segala sesuatu yg ada di dalam garis, dia akan menderita.
kalo yg ada di luar garis kesenggol, dia santai2 aja.

pada orang yg tipis akunya, sedikit yg ada di dalam garis...
pada orang yg tercerahkan, garis ilusi ini lenyap...
[...]
Menurut saya tergantung pada kecenderungan "aku"-nya.
Jika berupa penolakan, maka banyak yang ada di luar garis: tubuh jelek ini bukan "aku", mobil butut gini seharusnya bukan "milikku", rumah gubuk ini adalah bukan milikku, dst.

Pada orang yang "aku"-nya gede, banyak hal yang terpisahkan oleh garis. Pada orang yang "aku"-nya cenderung melemah, maka garisnya semakin sedikit. Ia cenderung melihat objek sebagai objek saja, tidak di luar atau di dalam garis.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 02:59:22 PM
yg ini saya gak tau. masih perlu dibuktikan... apakah ini penting?
menurut anda?

sama kaga tau ;D

cuma kalau dalam pikiran aye, seharusnya pikiran itu tetap ada, tapi pikiran yang telah lepas dari duka atau menuju lepas dari duka dia tenang tidak tergoyahkan oleh LDM.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 02:59:40 PM
Keseharian seseorang terefleksi dalam samadhinya, dan apa yang diperoleh dalam samadhinya itu biasa terefleksi pula dalam kesehariannya. Walaupun kita tidak bisa benar-benar tahu samadhi seseorang, tapi bisa sedikit banyak dinilai dari kesehariannya.

Kalau (katanya) samadhinya bagus tapi kesehariannya berperilaku tidak baik, bukan berarti samadhinya sia-sia, tapi mungkin samadhinya tidak berhasil.
setuju ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 03:00:14 PM
Bagaimana proses-nya terjadi penggolongan di pikiran anda dalam melihat sesuatu?

Sekarang misalnya ada sebuah mobil yang terletak di pinggir jalan. Bagaimana bisa terjadi keputusan bahwa itu mobilku atau bukan mobilku?Di luar garis atau didalam garis?
saya gak tau persis.
mungkin dengan analogi komputer:
* cek array memory, apakah mobil itu terdaftar di list barangku?
* jika ada, kasih flag "aku", "milikku"
* jika tidak ada, kasih flag "bukan milikku"
* kalo barang ini barusan diklaim, dibeli, diterima, masukin ke dalam memori list barangku
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 03:05:27 PM
anda betul.  dari sankara, timbulah nama rupa. ketika nama rupa ini muncul, apakah penderitaan muncul bersamanya, ataukah muncul kemudian? jika muncul kemudian, maka seberapa tempo yang diperlukan dari nama rupa hingga penderitaan?
Penderitaan muncul dari ketidak puasan, ketidak puasan terhadap apa? Ketidak puasan terhadap perubahan.

Quote
dari mana asal muasal pengetahuan Anda ini?
:)
Quote
apakah keakuan timbul bersama munculnya kemelekatan. ataukah keakuan muncul beberapa waktu setelah munculnya kemelekatan?
Keakuan timbul karena kemelekatan.

Quote
jika "aku" tidak ada, maka apakah yang melekat pada objek?
Keserakahan dan kebencian disertai kegelapan batin yang menyebabkan kita melekat pada objek..

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 03:12:10 PM
Salah klik "quote" jadi "thanks". ;D

Penderitaan muncul dari ketidak puasan, ketidak puasan terhadap apa? Ketidak puasan terhadap perubahan.
Bagaimana dengan orang yang seumur hidup menderita, tidak puas dengan "keabadian" penderitaan ini? Bukankah sebetulnya ia mengharapkan perubahan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 03:14:07 PM
Menurut saya tergantung pada kecenderungan "aku"-nya.
Jika berupa penolakan, maka banyak yang ada di luar garis: tubuh jelek ini bukan "aku", mobil butut gini seharusnya bukan "milikku", rumah gubuk ini adalah bukan milikku, dst.

Pada orang yang "aku"-nya gede, banyak hal yang terpisahkan oleh garis. Pada orang yang "aku"-nya cenderung melemah, maka garisnya semakin sedikit. Ia cenderung melihat objek sebagai objek saja, tidak di luar atau di dalam garis.
tepat sekali, tepat sekali.

pada kasus ekstrim, penolakan ini bisa berefek fatal.

bisa seseorang membaca secara intelek sebuah kondisi ideal, katakanlah mengenai marah, maka pada saat kemarahan muncul di diri, dia mencoba mengingkari dan menolak kenyataan dirinya yg sedang marah, karena inteleknya memaksakan paham "marah itu tidak baik". pada kasus yg sangat ekstrim, orang ini menjadi sangat menderita atas konflik ini... itulah awal dari split personality, menciptakan personality kedua untuk sifat2 yg ditolak tadi, karena dia tidak pengen "aku" memiliki sifat jelek, dia berpikir "aku tidak boleh marah".

disitulah bedanya meditasi dengan self help. buku2 self help mencoba memaksa, memanipulasi, mengekang, memoles bagaimana agar kita memiliki sifat2 baik, yg sukses, yg memiliki banyak teman, efisien walaupun berbeda dengan realitanya. sedangkan meditasi hanya mencoba sadar, melihat realita sehingga keburukan itu lenyap dengan sendirinya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 03:17:16 PM
Untuk menggambarkan "ilusi pikiran", Pak Hudoyo menggunakan istilah "aku"; Saya dalam contoh anak kecil menggambarkannya dengan "monster".
Sebelum memahami, "aku" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "aku" itu hilang.
Sebelum memahami, "monster" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "monster" itu hilang.

Mengapa Bro Fabian mengatakan itu pandangan salah? Apakah ketika saya mengatakan "monster" itu ada di dalam pikiran, berarti saya termasuk pada salah satu pandangan salah ("monster" identik/ada pada/terpisah/memiliki pikiran)?



bukankah karena pandangan salah maka ada "monster" dalam pikiran?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 03:24:36 PM
sama kaga tau ;D

cuma kalau dalam pikiran aye, seharusnya pikiran itu tetap ada, tapi pikiran yang telah lepas dari duka atau menuju lepas dari duka dia tenang tidak tergoyahkan oleh LDM.
dalam bahasa Sang Buddha, ia tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku".

mengenai pertanyaan anda, ph sering ngomong pikiran tetap diperlukan dalam survival sehari2...
mungkin jelasnya tanyakan yg bersangkutan.
saya memilih jawaban "gak tau" aja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 03:37:14 PM
dalam bahasa Sang Buddha, ia tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku".

mengenai pertanyaan anda, ph sering ngomong pikiran tetap diperlukan dalam survival sehari2...
mungkin jelasnya tanyakan yg bersangkutan.
saya memilih jawaban "gak tau" aja.

karena pikiran diperlukan dalam survival, maka untuk apakah pikiran di "on" dan "off" kan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 30 December 2010, 03:40:12 PM
saya gak tau persis.
mungkin dengan analogi komputer:
* cek array memory, apakah mobil itu terdaftar di list barangku?
* jika ada, kasih flag "aku", "milikku"
* jika tidak ada, kasih flag "bukan milikku"
* kalo barang ini barusan diklaim, dibeli, diterima, masukin ke dalam memori list barangku


Kalau menurut saya:
- Yang awal terjadi,setelah kita mempunyai pandangan yang menyesatkan tentang tubuh dan pikiran.
Tubuh dan pikiran yang bisa diatur, sendiri kita namakan aku. Dan yang bukan diatur oleh kita, maka kita namakan kamu.
Disaat kita kecil, pengetahuan tentang itu telah dijejalkan dalam pikiran. Contoh:Ambil bajumu.Ini mainanmu.

Dan setelah kita lebih besar,pengetahuan kita bertambah. Salah satu contoh, apa yang kita dapatkan dari usaha sendiri itu adalah milikku. Uang yang kita dapat dari usaha sendiri adalah uangku. Dan barang apa yang kubeli dari uangku adalah milikku. Begitulah kecenderungan terbentuk.

Kecenderungan aku yang terbentuk ditambah dengan nafsu serakah, maka terjadi pengejaran dalam mengumpulkan harta. Bukan hanya dalam mengumpulkan, juga terjadi dalam mempertahankan hak milik. Sehingga dalam mempertahankan hak milik terkadang terjadi pembunuhan, pertengkaran,perang dll.

Nafsu serakah yang sangat besar disertai  ketidak-bijaksanaan(kebodohan batin) , maka membuat orang  terkadang tidak peduli dengan milik orang lain.Sehingga dia ingin menguasai yang bukan milik-nya.

Cara bekerja otak/pikiran bisa dilihat salah satu contohnya: seperti membawa sepeda motor.Saat baru pertama belajar,gigi satu untuk memulai awal.Kita merasakan bagaimana saat gigi satu terlalu besar di gas,maka motor bisa melompat.Jadi perlahan saja, setelah jalan sekian jauh, kita mendengar bunyi mesin dan merasakan,dan diberi tahu bahwa itu harus masuk gigi 2. Masuk gigi 3, dan seterusnya..

Setelah kita mahir, kita tidak memikirkan sama sekali.Kapan harus masuk atau memulangkan gigi/ Kapan harus pijak rem?
Contoh:Disaat kita lagi kencang,tiba-tiba ada seorang anak melintas dijalan.Kita bisa dengan begitu cepat melakukan gerakan memijak rem,mengurangi gas dan memulangkan gigi.Hanya dalam waktu beberapa detik,semua gerakan itu terjadi.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 03:40:16 PM
bukankah karena pandangan salah maka ada "monster" dalam pikiran?
Betul. Namun anak itu tidak akan memahaminya hanya dengan diberikan teori "monster tidak ada" atau "itu hanyalah pandangan salah." Satu-satunya cara adalah dengan menyelidiki "monster" itu sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 03:44:05 PM
saya gak tau gimana pemahaman ph, jadi saya jawab menurut pemahaman saya.

apa sih "aku" itu?
bagi saya, aku itu adalah sebuah garis ilusi. garis yg memisahkan antara aku (di dalam garis) dan lingkungan (di luar garis).
karena ada ilusi ini, segala sesuatu kita kelompokan sebagai aku dan bukan aku.
jadi pada saat saya melihat batu jelek di pinggir jalan, pikiran saya otomatis menggolongkannya sebagai bukan aku.

pada orang yg akunya gede, banyak sekali yg ada di dalam garis: tubuhku, mobilku, rumahku, karyaku, istriku, agamaku, doktrinku, viharaku, pencapaianku, dsb. dan diluar garis: tubuhmu, mobilmu, rumahmu, dsb.
nyenggol segala sesuatu yg ada di dalam garis, dia akan menderita.
kalo yg ada di luar garis kesenggol, dia santai2 aja.

pada orang yg tipis akunya, sedikit yg ada di dalam garis...
pada orang yg tercerahkan, garis ilusi ini lenyap...
Bro Morpheus yang baik, berdasarkan pertanyaan saya apakah pada waktu anda menghitung 700 X 5 timbul keakuan? Demikian juga apa reaksi anda melihat batu jelek di pinggir jalan apakah timbul keakuan? Jawaban terhadap dua pertanyaan ini mungkin bisa menjelaskan sikap saya terhadap konsep "aku" dari Jiddu Krishnamurti.

Quote
di sini lah cara pandang kita beda. bagi saya, dalam doktrin theravada, aku itu adalah avijja.
Setahu saya aku itu adalah sakkaya ditthi/atta ditthi, apakah bro Morpheus yakin ada bagian Tipitaka/doktrin theravada yang menyatakan bahwa aku adalah avijja?

Quote
nah itu dia. ph mengklaim dia juga berbasis tipitaka.
lebih tepatnya tiSutta

Quote
saya pikir tipitaka bukan harga mati.
segenggam sutta kalo itu bisa membawa pembebasan dan akhir dukkha, itu udah cukup.
Ya benar, di jaman Sang Buddha banyak yang mampu mencapai Kebebasan bahkan hanya dengan beberapa baris kalimat.
Tetapi jaman sekarang tak ada yang seperti itu, sekarang yang muncul adalah neyya puggala yang harus mendengarkan Dhamma panjang lebar dan berlatih dengan sungguh-sungguh baru bisa mencapai Kebebasan.

Quote
sah2 saja kalo orang diluaran menolak abhidhamma, tidak perlu memaksakan kepercayaan dan pemahaman kepada orang lain.
Agree.. bahkan menolak Tipitakapun tak apa-apa, tetapi bila mengatakan sesuatu sesuai dengan Tipitaka/Ajaran Sang Buddha padahal tidak, itulah yang saya tidak setujui, kalau beda ya terima saja perbedaannya, bila sama ya terima persamaannya, tak perlu disama-samakan atau dibeda-bedakan.

Quote
saya melihat delusi sang aku itulah avijja.
Saya menghargai pendapat bro walaupun tidak sependapat.
Quote
dalam kesehariannya, lebih mudah melihat sang aku yg membuat dukkha, ketimbang mencoba melihat lobha, dosa, moha.
Entahlah saya tak berusaha melihat aku, saya hanya melihat lobha dan dosa yang bagi saya mudah sekali dirasakan kehadirannya, walaupun masih sering terseret fenomena batin tersebut.

Quote
itulah perbedaan pandangannya. let ph keeps his view and om fabian keeps his view. serahkan sama pembaca.
Yup agree...
Quote
btw, saya jadi mau tau pendapat anda. menurut teori atau pengalaman anda, gimana caranya lobha bisa menjadi sebab aku?
Lobha (craving) adalah kecenderungan batin untuk mendapatkan (keinginan). Arus keinginan yang muncul terus- menerus terhadap sesuatu menyebabkan timbul keserakahan. Karena terus menerus ingin memiliki maka kemudian bisa timbul berbagai persepsi untuk mempertahankan sesuatu itu, dstnya. Semua proses inilah yang dianggap salah sebagai aku/keakuan, padahal semua itu hanya proses batin belaka. Yang timbul dari interaksi pancakhandha berdasarkan hukum sebab akibat yang saling bergantungan.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 03:51:11 PM
Salah klik "quote" jadi "thanks". ;D
Bagaimana dengan orang yang seumur hidup menderita, tidak puas dengan "keabadian" penderitaan ini? Bukankah sebetulnya ia mengharapkan perubahan?

Bro Kainyn yang baik, mau dibalikin thanksnya...?  ;D  Coba renungkan baik-baik apakah benar ada orang yang sungguh-sungguh selalu menderita selama hidupnya...? Tidak pernah berubah? Sebaiknya coba amati sungguh-sungguh, mudah mengamatinya: bila ia tak pernah tertawa atau tersenyum selama hidupnya mungkin benar ia memang selalu menderita.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 03:53:23 PM
karena pikiran diperlukan dalam survival, maka untuk apakah pikiran di "on" dan "off" kan?
soal yg berhubungan pikiran yg diperlukan dalam survival, tanyakan langsung saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 03:59:46 PM
soal yg berhubungan pikiran yg diperlukan dalam survival, tanyakan langsung saja.

kalau ditanya nanti pasti masuk keranjang sampah ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 04:02:21 PM
Betul. Namun anak itu tidak akan memahaminya hanya dengan diberikan teori "monster tidak ada" atau "itu hanyalah pandangan salah." Satu-satunya cara adalah dengan menyelidiki "monster" itu sendiri.

dengan teori juga bisa kok, sama seperti narkoba tidak baik, masa harus diselidiki dahulu baru tahu, dari pengalaman orang lain juga bisa di beritahu kan ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 04:16:17 PM
Bro Kainyn yang baik, mau dibalikin thanksnya...?  ;D 
Sama sekali tidak perlu, lagi suasana Natal harus banyak berdana. ;D


Quote
Coba renungkan baik-baik apakah benar ada orang yang sungguh-sungguh selalu menderita selama hidupnya...? Tidak pernah berubah? Sebaiknya coba amati sungguh-sungguh, mudah mengamatinya: bila ia tak pernah tertawa atau tersenyum selama hidupnya mungkin benar ia memang selalu menderita.
Sebetulnya ada saja. Contohnya anak-anak yang lahir di medan perang, sejak lahir mungkin sudah kena bom, penyakit, kelaparan dan sebagainya.

Bukan saya tidak mengerti maksud Bro Fabian, tapi saya hanya rasa kurang cocok saja dengan kalimat "Penderitaan muncul dari ketidak puasan, ketidak puasan terhadap apa? Ketidak puasan terhadap perubahan." Karena bisa mengindikasikan kalau kita puas dengan perubahan (yang biasanya mengarah ke kondisi lebih baik), maka tidak ada penderitaan. Tidak ada kelahiran, tua, sakit, dan mati.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 04:16:43 PM
Bro Morpheus yang baik, berdasarkan pertanyaan saya apakah pada waktu anda menghitung 700 X 5 timbul keakuan? Demikian juga apa reaksi anda melihat batu jelek di pinggir jalan apakah timbul keakuan? Jawaban terhadap dua pertanyaan ini mungkin bisa menjelaskan sikap saya terhadap konsep "aku" dari Jiddu Krishnamurti.
udah saya jawab di atas.

Setahu saya aku itu adalah sakkaya ditthi/atta ditthi, apakah bro Morpheus yakin ada bagian Tipitaka/doktrin theravada yang menyatakan bahwa aku adalah avijja?
pemikiran "ini aku, ini milikku, ini diriku" membuat derita, dan itulah avijja.

Ya benar, di jaman Sang Buddha banyak yang mampu mencapai Kebebasan bahkan hanya dengan beberapa baris kalimat.
Tetapi jaman sekarang tak ada yang seperti itu, sekarang yang muncul adalah neyya puggala yang harus mendengarkan Dhamma panjang lebar dan berlatih dengan sungguh-sungguh baru bisa mencapai Kebebasan.
om fabi tau darimana di jaman sekarang tak ada yg seperti itu? apakah ada bagian tipitaka yg menyatakannya?
siapa tahu om fabi ternyata bisa mencapai kesucian hanya bermeditasi dengan basis satu sutta seperti ariya2 di jaman Buddha. mungkinkah?

Agree.. bahkan menolak Tipitakapun tak apa-apa, tetapi bila mengatakan sesuatu sesuai dengan Tipitaka/Ajaran Sang Buddha padahal tidak, itulah yang saya tidak setujui, kalau beda ya terima saja perbedaannya, bila sama ya terima persamaannya, tak perlu disama-samakan atau dibeda-bedakan.
nah itu dia. ada yg melihatnya sejalan dan sesuai dengan ajaran Sang Buddha, ada yg tidak.
piye?

Lobha (craving) adalah kecenderungan batin untuk mendapatkan (keinginan). Arus keinginan yang muncul terus- menerus terhadap sesuatu menyebabkan timbul keserakahan. Karena terus menerus ingin memiliki maka kemudian bisa timbul berbagai persepsi untuk mempertahankan sesuatu itu, dstnya. Semua proses inilah yang dianggap salah sebagai aku/keakuan, padahal semua itu hanya proses batin belaka. Yang timbul dari interaksi pancakhandha berdasarkan hukum sebab akibat yang saling bergantungan.
dimanakah anda melihat, merasakan, mengamati arus keinginan dan proses batin belaka itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 04:19:28 PM
Untuk menggambarkan "ilusi pikiran", Pak Hudoyo menggunakan istilah "aku"; Saya dalam contoh anak kecil menggambarkannya dengan "monster".
Sebelum memahami, "aku" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "aku" itu hilang.
Sebelum memahami, "monster" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "monster" itu hilang.

Bro kainyn yang baik, coba renungkan bila mobil anda dicuri orang, kemudian memahami bahwa itu hanya bentuk "keakuan". Setelah menyadari bahwa kehilangan itu hanya bentuk keakuan, apakah "keakuan" anda hilang...? Apakah anda tidak berusaha tetap mencari...?

Atau misalnya pacar anda direbut orang, kemudian anda menyadari bahwa kehilangan itu hanya bentuk keakuan, apakah dengan kesadaran itu keakuan anda hilang lalu serta merta merelakan pacar anda direbut orang...?
Quote
Mengapa Bro Fabian mengatakan itu pandangan salah? Apakah ketika saya mengatakan "monster" itu ada di dalam pikiran, berarti saya termasuk pada salah satu pandangan salah ("monster" identik/ada pada/terpisah/memiliki pikiran)?
Pandangan benar melihat bentuk pikiran apapun juga hanyalah bentuk pikiran. Bedakan dengan persepsi atta, karena perumpamaan monster tidak nyambung.

Quote
Ini pernyataan saya sebelumnya:
"Sebab para Arahat melihat jasmani sebagai jasmani, tidak berpikir ada aku di sana, tidak berpikir ada aku di dalam, tidak berpikir ada aku di luar. Karena tidak melekat, maka tidak ada penderitaan (berupa kemarahan)."
Adakah yang tidak sesuai?
Betul itu adalah keterangannya. Karena Bro Fabian awalnya menolak keterangan saya dengan mengatakan "Lebih tepatnya Arahat hanya melihat jasmani sebagai jasmani, titik.", maka saya mencantumkan sutta yang memberikan keterangan.
Apakah saya mengatakan tak sesuai...? Saya hanya menjelaskan.

Quote
Setahu saya, sebetulnya yang biasa Pak Hudoyo maksud dengan "menghentikan pikiran" adalah proses "titik" yang disebut Bro Fabian tersebut. Setelah mengenali "objek sebagai objek", maka berhenti, tidak dilanjutkan lagi. Inilah yang saya pahami bahwa sebetulnya dalam hal ini, Pak Hudoyo juga sesuai dengan Buddhisme (walaupun saya tidak tahu meditasinya bagaimana bentuknya). 
Sampai pada titik ini benar, tetapi menjadi tidak benar setelah ia mengatakan bahwa ada aku yang terlibat, yang sebenarnya: pikiran hanyalah proses batin yang timbul-tenggelam, tak lebih, tak ada aku yang melekati.

Quote
Bisa dijelaskan lebih detail, dan berhubungan dengan (khanda) apa sajakah lobha-dosa-moha ini?
Lobha dosa  bisa disebabkan oleh semua khandha.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 04:24:52 PM
dengan teori juga bisa kok, sama seperti narkoba tidak baik, masa harus diselidiki dahulu baru tahu, dari pengalaman orang lain juga bisa di beritahu kan ;D
Menyelidiki tidak selalu berarti dan terbatas pada "melakukan hal yang sama yang dilakukan orang lain." Misalnya narkoba, kita bisa menyelidiki efek dari orang yang pakai narkoba. Bisa selidiki pengaruh narkoba ke otak dalam dosis rendah. Kita bisa tahu kebenarannya tanpa melakukan (kebodohan) yang sama yang dilakukan orang lain. 

Dengan teori yang menjelaskan kenyataan (yang bisa dipahami oleh anak itu) juga bisa. Tetapi bukan dengan 'indoktrinasi' teori "monster tidak ada" atau "itu pandangan salah". Bisa-bisa anak itu membalas, "saya tahu itu pandangan salah, tapi apakah monsternya tahu kalau itu pandangan salah?" Runyam jadinya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 30 December 2010, 04:36:22 PM
Kalau menurut saya:
- Yang awal terjadi,setelah kita mempunyai pandangan yang menyesatkan tentang tubuh dan pikiran.
Tubuh dan pikiran yang bisa diatur, sendiri kita namakan aku. Dan yang bukan diatur oleh kita, maka kita namakan kamu.
Disaat kita kecil, pengetahuan tentang itu telah dijejalkan dalam pikiran. Contoh:Ambil bajumu.Ini mainanmu.

Dan setelah kita lebih besar,pengetahuan kita bertambah. Salah satu contoh, apa yang kita dapatkan dari usaha sendiri itu adalah milikku. Uang yang kita dapat dari usaha sendiri adalah uangku. Dan barang apa yang kubeli dari uangku adalah milikku. Begitulah kecenderungan terbentuk.

Kecenderungan aku yang terbentuk ditambah dengan nafsu serakah, maka terjadi pengejaran dalam mengumpulkan harta. Bukan hanya dalam mengumpulkan, juga terjadi dalam mempertahankan hak milik. Sehingga dalam mempertahankan hak milik terkadang terjadi pembunuhan, pertengkaran,perang dll.

Nafsu serakah yang sangat besar disertai  ketidak-bijaksanaan(kebodohan batin) , maka membuat orang  terkadang tidak peduli dengan milik orang lain.Sehingga dia ingin menguasai yang bukan milik-nya.

Cara bekerja otak/pikiran bisa dilihat salah satu contohnya: seperti membawa sepeda motor.Saat baru pertama belajar,gigi satu untuk memulai awal.Kita merasakan bagaimana saat gigi satu terlalu besar di gas,maka motor bisa melompat.Jadi perlahan saja, setelah jalan sekian jauh, kita mendengar bunyi mesin dan merasakan,dan diberi tahu bahwa itu harus masuk gigi 2. Masuk gigi 3, dan seterusnya..

Setelah kita mahir, kita tidak memikirkan sama sekali.Kapan harus masuk atau memulangkan gigi/ Kapan harus pijak rem?
Contoh:Disaat kita lagi kencang,tiba-tiba ada seorang anak melintas dijalan.Kita bisa dengan begitu cepat melakukan gerakan memijak rem,mengurangi gas dan memulangkan gigi.Hanya dalam waktu beberapa detik,semua gerakan itu terjadi.
dari sudut pandang ini, betul juga, bu. makasih.
saya cenderung lebih cocok memandangnya dari sudut aku, daripada nafsu serakah, dsb, karena seolah2 ada aku yg dicemari oleh nafsu serakah tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 December 2010, 04:48:52 PM
Sebetulnya ada saja. Contohnya anak-anak yang lahir di medan perang, sejak lahir mungkin sudah kena bom, penyakit, kelaparan dan sebagainya.

Bukan saya tidak mengerti maksud Bro Fabian, tapi saya hanya rasa kurang cocok saja dengan kalimat "Penderitaan muncul dari ketidak puasan, ketidak puasan terhadap apa? Ketidak puasan terhadap perubahan." Karena bisa mengindikasikan kalau kita puas dengan perubahan (yang biasanya mengarah ke kondisi lebih baik), maka tidak ada penderitaan. Tidak ada kelahiran, tua, sakit, dan mati.

menurut buda, lahir, tua, sakit, mati adalah duka, menyadari atau tidak, semua mengalaminya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 04:53:56 PM
Sama sekali tidak perlu, lagi suasana Natal harus banyak berdana. ;D
Anumodana deh kalau begitu  ;D niru ah....  ;D

Quote
Sebetulnya ada saja. Contohnya anak-anak yang lahir di medan perang, sejak lahir mungkin sudah kena bom, penyakit, kelaparan dan sebagainya.
Apakah bro Kainyn yakin mereka tak pernah bergembira...?

Quote
Bukan saya tidak mengerti maksud Bro Fabian, tapi saya hanya rasa kurang cocok saja dengan kalimat "Penderitaan muncul dari ketidak puasan, ketidak puasan terhadap apa? Ketidak puasan terhadap perubahan." Karena bisa mengindikasikan kalau kita puas dengan perubahan (yang biasanya mengarah ke kondisi lebih baik), maka tidak ada penderitaan. Tidak ada kelahiran, tua, sakit, dan mati.
Saya rasa saya tidak mengatakan bahwa kalau kita puas dengan perubahan tak ada penderitaan. Saya hanya mengatakan kalau kita dapat menerima perubahan yang berkaitan dengan keadaan itu kita tidak menderita (tidak muncul penderitaan yang berkaitan hal itu). Persepsi yang menyebabkan kita menderita atau tidak menderita.

Mungkin saya perlu mengambil contoh yang lebih ekstrim supaya bro Kainyn mengerti. Seekor cacing akan bergembira bila kita letakkan di lumpur atau di tempat tinja manusia dan mereka akan menderita bila diletakkan di ranjang yang empuk dan mewah. Demikian juga sebaliknya dengan manusia, seorang manusia akan menderita bila diletakkan di lumpur atau di tempat tinja, dan akan bergembira bila diletakkan di ranjang yang empuk dan mewah.

Tapi dalam keadaan tertentu pikiran dapat mempersepsikan kebahagiaan dengan lumpur atau tinja tersebut, contohnya bila seorang petani yang mengerti manfaat tahi ayam akan merasa gembira dan bahagia bila diberikan tahi ayam yang sangat banyak. Tapi bila petani yang lain lagi yang tak tahu manfaat tahi ayam (atau menganggap tahi ayam sebagai najis yang harus dijauhi) kita berikan tahi ayam maka, ia dapat menganggap perbuatan itu sebagai penghinaan.

Aku adalah permainan persepsi bro.... yang disebabkan ketidak tahuan terhadap proses sebab-akibat yang terjadi pada batin dan jasmani.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 04:58:33 PM
Bro kainyn yang baik, coba renungkan bila mobil anda dicuri orang, kemudian memahami bahwa itu hanya bentuk "keakuan". Setelah menyadari bahwa kehilangan itu hanya bentuk keakuan, apakah "keakuan" anda hilang...? Apakah anda tidak berusaha tetap mencari...?

Atau misalnya pacar anda direbut orang, kemudian anda menyadari bahwa kehilangan itu hanya bentuk keakuan, apakah dengan kesadaran itu keakuan anda hilang lalu serta merta merelakan pacar anda direbut orang...?
Dalam konteks dhamma, ketika 'pandangan salah aku" hilang, otomatis pandangan akan kepemilikan pun hilang. Dengan begitu, tidak ada yang namanya 'kehilangan' dan tidak ada yang perlu 'dicari'.

Dalam konteks hidup sehari-hari, tentu saja hal yang dibutuhkan tersebut dicari. Memangnya Arahat kalau jubahnya diambil maling jemuran akan berpindapatta sambil bugil ria karena berpikir tidak ada yang namanya 'jubahku'?


Quote
Pandangan benar melihat bentuk pikiran apapun juga hanyalah bentuk pikiran. Bedakan dengan persepsi atta, karena perumpamaan monster tidak nyambung.
Kalau perumpamaan monster tidak nyambung, coba Bro Fabian saja yang berikan perumpamaan.


Quote
Apakah saya mengatakan tak sesuai...? Saya hanya menjelaskan.
Sampai pada titik ini benar, tetapi menjadi tidak benar setelah ia mengatakan bahwa ada aku yang terlibat, yang sebenarnya: pikiran hanyalah proses batin yang timbul-tenggelam, tak lebih, tak ada aku yang melekati.
Nah, justru saya mau tanya, bagian mana dari penjelasan saya yang tidak benar sehingga perlu dipotong dengan 'titik' tersebut? 



Pertama Bro Fabian menuliskan:
"Sedangkan saya beranggapan bahwa kita ada kecenderungan laten berpandangan salah yang menganggap bahwa pancakhandha, entah terpisah dari, di dalam, identik maupun memiliki aku."

Lalu saya tanya:
"OK, kalau gitu saya mau tanya. Menurut Bro Fabian, jika bukan (salah satu dari unsur) panca khanda yang membentuk persepsi aku, lalu darimana asalnya pandangan salah "ini milikku"?"

Bro Fabian menjawab:
"Yang membentuk persepsi aku adalah lobha, dosa, moha dan avijja. yang menimbulkan delusi persepsi (sanna vipallasa), delusi pikiran (citta vipallasa) dan delusi pandangan (ditthi vipallasa)."

Saya tanya lagi:
"Bisa dijelaskan lebih detail, dan berhubungan dengan (khanda) apa sajakah lobha-dosa-moha ini?"

Terakhir dijawab:
"Lobha dosa  bisa disebabkan oleh semua khandha."

Saya rangkum:
LD(M?) bisa disebabkan semua khanda, LDM membentuk persepsi aku. Tapi bukan (salah satu dari) unsur panca khanda yang menimbulkan persepsi aku. 

Perbandingan.
Kenyang bisa disebabkan oleh makan, kenyang bikin ngantuk. Tapi bukan makan yang bikin ngantuk.

Saya kurang mengerti.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 05:04:03 PM
menurut buda, lahir, tua, sakit, mati adalah duka, menyadari atau tidak, semua mengalaminya.
Betul, oleh karena itu, penderitaan bukan berasal dari ketidakpuasan terhadap perubahan. Ketidakpuasan itu sendiri ada karena perubahan. Ketidakpuasan itu adalah penderitaan, disadari atau tidak, semua mengalaminya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Satria on 30 December 2010, 05:12:08 PM
Betul, oleh karena itu, penderitaan bukan berasal dari ketidakpuasan terhadap perubahan. Ketidakpuasan itu sendiri ada karena perubahan. Ketidakpuasan itu adalah penderitaan, disadari atau tidak, semua mengalaminya.

jika ketidak puasan ada karena perubahan, dan segala sesuatu itu berubah (anicca), berarti segala sesuatu tidak mmuaskan. bila segala sesuatu tidak memuaskan, maka bagaimana cara manusia mencapai kebahagiaan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 05:17:10 PM
Anumodana deh kalau begitu  ;D niru ah....  ;D
 Apakah bro Kainyn yakin mereka tak pernah bergembira...?
Saya rasa saya tidak mengatakan bahwa kalau kita puas dengan perubahan tak ada penderitaan. Saya hanya mengatakan kalau kita dapat menerima perubahan yang berkaitan dengan keadaan itu kita tidak menderita (tidak muncul penderitaan yang berkaitan hal itu). Persepsi yang menyebabkan kita menderita atau tidak menderita.

Mungkin saya perlu mengambil contoh yang lebih ekstrim supaya bro Kainyn mengerti. Seekor cacing akan bergembira bila kita letakkan di lumpur atau di tempat tinja manusia dan mereka akan menderita bila diletakkan di ranjang yang empuk dan mewah. Demikian juga sebaliknya dengan manusia, seorang manusia akan menderita bila diletakkan di lumpur atau di tempat tinja, dan akan bergembira bila diletakkan di ranjang yang empuk dan mewah.

Tapi dalam keadaan tertentu pikiran dapat mempersepsikan kebahagiaan dengan lumpur atau tinja tersebut, contohnya bila seorang petani yang mengerti manfaat tahi ayam akan merasa gembira dan bahagia bila diberikan tahi ayam yang sangat banyak. Tapi bila petani yang lain lagi yang tak tahu manfaat tahi ayam (atau menganggap tahi ayam sebagai najis yang harus dijauhi) kita berikan tahi ayam maka, ia dapat menganggap perbuatan itu sebagai penghinaan.

Aku adalah permainan persepsi bro.... yang disebabkan ketidak tahuan terhadap proses sebab-akibat yang terjadi pada batin dan jasmani.


Soal ini saya tidak lanjutkan. Seperti saya bilang, saya tahu maksud Bro Fabian tapi tidak cocok dengan kalimatnya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 December 2010, 05:19:13 PM
jika ketidak puasan ada karena perubahan, dan segala sesuatu itu berubah (anicca), berarti segala sesuatu tidak mmuaskan. bila segala sesuatu tidak memuaskan, maka bagaimana cara manusia mencapai kebahagiaan?
Dengan tidak melekat pada satu kondisi, maka tidak ada lagi puas maupun tidak puas. Jika tidak ada lagi puas maupun tidak puas, maka perubahan apa pun tidak menjadikannya menderita. Itulah akhir dari penderitaan yang disebut sebagai kebahagiaan tertinggi.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: JimyTBH on 30 December 2010, 05:46:52 PM
menurut buda, lahir, tua, sakit, mati adalah duka, menyadari atau tidak, semua mengalaminya.
buda > Buddha...\/\/
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Satria on 30 December 2010, 05:52:43 PM
Quote from: kk
Dengan tidak melekat pada satu kondisi, maka tidak ada lagi puas maupun tidak puas. Jika tidak ada lagi puas maupun tidak puas, maka perubahan apa pun tidak menjadikannya menderita. Itulah akhir dari penderitaan yang disebut sebagai kebahagiaan tertinggi.

jika perubahan apapun tidak menjadikannya menderita, maka kesimpulan bahwa "ketidakpuasan ada karena perubahan" tidaklah dapat dibenarkan.

ketidak puasan adalah penderitaan.
ketidak puasan muncul karena perubahan.

berarti penderitaan muncul karena perubahan.

tetapi, bila di ada perubahan, tapi disitu tidak ada penderitaan, berarti perubahan itu bukan sebab, bagi penderitaan. dan berarti, bukan sebab bagi ketidak puasan.

ada faktor lain yang menjadi sebab penderitaan itu. berdasarkan pernyataan anda, faktor lain itu adalah kemelekatan.

dan adakah yang menyatakan bahwa "kemelekatan ada karena perubahan" ? jika ada, maka berdasarkan semua argumen yang terungkap di sini, kebenaran pernyataan itupun tidak dapat diterima akal.

jadi, menurut Anda, apa sebab kemelekatan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: JimyTBH on 30 December 2010, 06:00:59 PM
Izin nyimak ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 30 December 2010, 06:12:25 PM
Dalam konteks dhamma, ketika 'pandangan salah aku" hilang, otomatis pandangan akan kepemilikan pun hilang. Dengan begitu, tidak ada yang namanya 'kehilangan' dan tidak ada yang perlu 'dicari'.

Dalam konteks hidup sehari-hari, tentu saja hal yang dibutuhkan tersebut dicari. Memangnya Arahat kalau jubahnya diambil maling jemuran akan berpindapatta sambil bugil ria karena berpikir tidak ada yang namanya 'jubahku'?

Bro Kainyn yang baik, Apakah anda menyamakan Arahat dengan orang bodoh yang tidak mengerti bahwa ia memiliki sesuatu?

Seorang Arahat bukan kesadaran pemilikan atau aku yang hilang, tetapi "kemelekatan terhadap segala sesuatu", baik kemelekatan terhadap pancakhandha, maupun hal-hal lainnya. Tetapi apakah "sense of belonging" terhadap jubahnya hilang? Saya rasa memang tak ada, apakah beliau tak tahu bahwa jubah itu miliknya (dalam segi hukum?) tentu saja tahu. Tetapi need of robe menyebabkan Arahat akan berusaha mencari gantinya sebelum pindapatta. Jadi kesimpulannya: disebabkan "kemelekatan terhadap segala sesuatu" telah lenyap pada Arahat.

Quote
Kalau perumpamaan monster tidak nyambung, coba Bro Fabian saja yang berikan perumpamaan.
Pikiran monster maupun pikiran tak ada monster hanyalah bentuk pikiran. Itu hanyalah sebuah proses, tak ada aku disana.

Quote
Nah, justru saya mau tanya, bagian mana dari penjelasan saya yang tidak benar sehingga perlu dipotong dengan 'titik' tersebut?
Bro.. bila ingin bertanya coba quote kan kembali karena susah saya mengulang-ulang kembali karena saya harus menjawab pertanyaan anda dan bro Morpheus. jadi tak perlu saya membuka kembali, karena format reply penulisan kita telah berubah. kadang-kadang jawaban akhirnya melantur jadi menjauh dari pokok perbincangan. Yaitu persepsi salah mengenai aku.


Quote
Pertama Bro Fabian menuliskan:
"Sedangkan saya beranggapan bahwa kita ada kecenderungan laten berpandangan salah yang menganggap bahwa pancakhandha, entah terpisah dari, di dalam, identik maupun memiliki aku."
Ini ada di Sutta.

Quote
Lalu saya tanya:
"OK, kalau gitu saya mau tanya. Menurut Bro Fabian, jika bukan (salah satu dari unsur) panca khanda yang membentuk persepsi aku, lalu darimana asalnya pandangan salah "ini milikku"?"

Bro Fabian menjawab:
"Yang membentuk persepsi aku adalah lobha, dosa, moha dan avijja. yang menimbulkan delusi persepsi (sanna vipallasa), delusi pikiran (citta vipallasa) dan delusi pandangan (ditthi vipallasa)."

Saya tanya lagi:
"Bisa dijelaskan lebih detail, dan berhubungan dengan (khanda) apa sajakah lobha-dosa-moha ini?"

Terakhir dijawab:
"Lobha dosa  bisa disebabkan oleh semua khandha."
Bukankah jawaban saya terakhir telah menjawab...? Semua khandha bisa menyebabkan pandangan salah, lobha -dosa-moha timbul.
Anda tidak nyambung karena anda berpikir dengan cara pikir pak Hudoyo: yaitu pikiran membentuk persepsi aku.
Sedangkan saya menjawab tidak mengikuti cara pikir Hudoyo. Saya menjawab bahwa rangkaian sebab-akibat yang dapat menyebabkan pandangan salah mengenai aku (sakkkaya ditthi/atta ditthi) menjadi timbul, bisa disebabkan pancakhandha atau hal-hal diluar pancakhandha, berakarkan lobha, dosa dan moha.


Quote
Saya rangkum:
LD(M?) bisa disebabkan semua khanda, LDM membentuk persepsi aku. Tapi bukan (salah satu dari) unsur panca khanda yang menimbulkan persepsi aku.
  Sekali lagi anda berpikir cara Hudoyo, yaitu pikiran membentuk persepsi aku. Tetapi saya melihat dalam hukum sebab-akibat, yaitu semua pancakhandha dapat menyebabkan "persepsi aku" timbul.

Quote
Perbandingan.
Kenyang bisa disebabkan oleh makan, kenyang bikin ngantuk. Tapi bukan makan yang bikin ngantuk.

Saya kurang mengerti.
Kenyang bukan hanya disebabkan makan, bisa juga karena minum, kenyang belum tentu bikin ngantuk, ngantuk bisa disebabkan berbagai hal.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 30 December 2010, 06:51:54 PM
[at] fabian
semua pancakhandha dapat menyebabkan "persepsi aku" timbul.

Maaf bro, saya bukan Buddhisme. Jadi saya ingin tahu arti jelas pancakhanda.

-Apakah arti kata pikiran yang diterima oleh masyarakat umum?
-Apakah arti kata pikiran yang diterima oleh seorang pemeditasi?
-Apakah pikiran itu tidak termasuk pancakhanda?


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: JimyTBH on 30 December 2010, 07:19:02 PM
[at] fabian
semua pancakhandha dapat menyebabkan "persepsi aku" timbul.

Maaf bro, saya bukan Buddhisme. Jadi saya ingin tahu arti jelas pancakhanda.

-Apakah arti kata pikiran yang diterima oleh masyarakat umum?
-Apakah arti kata pikiran yang diterima oleh seorang pemeditasi?
-Apakah pikiran itu tidak termasuk pancakhanda?



agamanya apa sis??
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 December 2010, 01:07:35 AM
agamanya apa sis??
ka****k.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Satria on 31 December 2010, 06:07:12 AM
"aku" adalah salah satu dari bentukan mental yang berada di dalam pancakhanda. tapi bukan pancakhanda itu yang menyebabkan terbentuknya "aku".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 31 December 2010, 06:32:16 AM
"aku" adalah salah satu dari bentukan mental yang berada di dalam pancakhanda. tapi bukan pancakhanda itu yang menyebabkan terbentuknya "aku".

pancakhanda yang menyebabkan timbulnya persepsi 'aku'
 
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 06:42:45 AM
udah saya jawab di atas.
Mengenai batu jelek sudah dijawab, bagaimana dengan menghitung 700 X 5 apakah "keakuan" timbul dengan menghitung 700 X 5...?

Quote
pemikiran "ini aku, ini milikku, ini diriku" membuat derita, dan itulah avijja.
Bila seseorang mendapatkan rumah yang lama diidam-idamkannya karena dapat rejeki besar, apakah ia menderita karena "berpikir ini milikku" terhadap rumah yang baru kemarin didapatkannya tersebut...? I don't think so.

Quote
om fabi tau darimana di jaman sekarang tak ada yg seperti itu? apakah ada bagian tipitaka yg menyatakannya?
Tipitaka menerangkan empat jenis manusia tersebut yaitu:
1. Ughatitannu, cukup beberapa baris saja untuk mencapai kesucian
2. Vipancitannu, perlu hingga akhir sutta untuk mencapai kesucian
3. Neyya, perlu belajar teori dan praktek intensive untuk mencapai kesucian.
4. padaparama, tak akan mencapai kesucian apapun. Walau siapapun yang mengajar dan sekuat apapun latihannya.

Quote
siapa tahu om fabi ternyata bisa mencapai kesucian hanya bermeditasi dengan basis satu sutta seperti ariya2 di jaman Buddha. mungkinkah?
Nope... impossible. Tak ada manusia seperti itu terlahir di jaman sekarang.

Quote
nah itu dia. ada yg melihatnya sejalan dan sesuai dengan ajaran Sang Buddha, ada yg tidak. piye?
Anda salah mengerti maksud saya. Ajaran non-Buddhis yang berbeda dengan Buddhis biarkan saja perbedaannya, jangan disama-samakan. Ajaran non-Buddhis yang sama dengan Buddhis wajar bila kita akui persamaannya.

Penyebab saya tak setuju dengan pak Hudoyo karena ia mengatakan bahwa penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta, lebih lanjut secara implisit ia mengatakan bahwa Krishnamurti lebih benar daripada tipitaka (kecuali tiSutta) bahwa ajaran Krishnamurti lebih sejalan dengan ajaran Sang Buddha dibandingkan dengan Tipitaka.

Quote
dimanakah anda melihat, merasakan, mengamati arus keinginan dan proses batin belaka itu?
Apakah menurut anda hal-hal seperti itu terlihat pada orang yang tak pernah bermeditasi...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 06:51:43 AM
[at] fabian
semua pancakhandha dapat menyebabkan "persepsi aku" timbul.

Maaf bro, saya bukan Buddhisme. Jadi saya ingin tahu arti jelas pancakhanda.

-Apakah arti kata pikiran yang diterima oleh masyarakat umum?
-Apakah arti kata pikiran yang diterima oleh seorang pemeditasi?
-Apakah pikiran itu tidak termasuk pancakhanda?


Pancakhandha: lima kelompok kemelekatan. Terdiri atas:
- rupakhandha yaitu jasmani
- vinnanakhandha yaitu kesadaran
- sannakhandha yaitu persepsi atau ingatan
- vedanakhandha yaitu perasaan
- sankharakhandha yaitu bentuk-bentuk pikiran.

Selain rupakhandha, empat khandha yang lain disebut nama (batin). Jadi dalam Buddhis hanya ada batin dan jasmani.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 06:58:40 AM
"aku" adalah salah satu dari bentukan mental yang berada di dalam pancakhanda. tapi bukan pancakhanda itu yang menyebabkan terbentuknya "aku".

Bro Satria yang baik,

- coba lihat kaki anda apakah anda menganggap kaki anda bukan milik anda? (rupa) Bagaimana bila kaki anda tak ada, apakah anda akan timbul "keakuan" terhadap kaki?
- coba rasakan kenikmatan indera, apakah anda merasa bukan anda yang menikmati? (vedana) Bagaimana bila kenikmatan indera yang anda inginkan tak ada? Apakah akan timbul "keakuan" terhadap kenikmatan indera tersebut? contohnya makanan yang anda senangi tak ada atau tak bisa dijumpai.
- coba lihat bila seseorang yang akan kehilangan kesadarannya, apakah ia tidak berusaha agar jangan hilang kesadarannya? (vinnana) bagaimana bila ia tidur (tak sadar) apakah muncul "keakuan" terhadap kesadaran?
- coba ingat-ingat pernahkah anda berusaha mempertahankan lamunan indah anda? dan marah bila ada yang mengganggu lamunan indah anda? (sankhara) bagaimana bila anda dalam keadaan genting memerlukan perhatian terus menerus sehingga tak bisa melamun, apakah muncul "keakuan" terhadap lamunan tersebut?
- coba bagaimana menurut anda, relakah anda kehilangan ingatan anda akan sesuatu yang indah? (sanna) bagaimana bila ingatan tersebut tak pernah muncul atau tak pernah ada?

Apakah keakuan bukan disebabkan oleh kelima khandha? Itulah sebabnya saya katakan:
"Keakuan" dapat muncul disebabkan oleh kelima khandha
Sebab timbulnya persepsi "aku" adalah kemelekatan terhadap kelima khandha yang disebabkan ketidak-tahuan/kegelapan batin (moha/avijja) yang menimbulkan kondisi-kondisi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Satria on 31 December 2010, 07:24:32 AM
saya sudah mengerti, bro Febian, apa yang anda maksud. di sini ada perbedaan makna dari istilah "sebab" yang kita gunakan. tapi, saya tidak akan membahas atau menguraikannya secara lebih penjang lebar lagi. cukuplah bagi saya, bila saya sudah merasa mengerti apa yang anda maksud.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 31 December 2010, 09:17:05 AM
Mengenai batu jelek sudah dijawab, bagaimana dengan menghitung 700 X 5 apakah "keakuan" timbul dengan menghitung 700 X 5...?
oh, itu maksudnya...
ada, om. sewaktu menghitung 700 x 5, saya berpikir "saya diminta om fabi menghitung 700 x 5".

Bila seseorang mendapatkan rumah yang lama diidam-idamkannya karena dapat rejeki besar, apakah ia menderita karena "berpikir ini milikku" terhadap rumah yang baru kemarin didapatkannya tersebut...? I don't think so.
nah, menurut saya, ini pengertian yg sangat sangat sangat penting mengenai dukkha.

dalam pengertian saya, dukkha itu bukanlah hanya sakit, bukanlah sedih, atau hal2 negatif lainnya.

bagi saya, dukkha itu selalu ada karena dukkha adalah gap antara realita dengan keinginan si aku.

selama saya hidup dan belum tercerahkan, keinginan saya akan selalu satu langkah di depan realita seperti keledai yg ditunggangi orang yg memancingnya pake wortel.

dalam contoh anda, apakah dengan mendapatkan rumah lalu dukkha berhenti? no way. di saat itu juga, didetik itu juga, rumah masuk ke dalam garis "milikku" dan keinginan dia maju lagi satu langkah kepada hal2 diluar garis yg "bukan milikku". keinginan ini akan terus menerus menggerakkan kita kesana kemari, jungkir balik, mengejar hp model baru, cewe yg hot, pendidikan yg lebih tinggi, belajar teori buddhis, makan makanan enak, ketenangan jhana, pengetahuan yg lebih dalam, tamat sd, tamat smp, tamat sma, tamat s1, s2, pegawai senior, manager, direktur, ceo, kepala suku, rumah rss, rumah dua tingkat, apartemen... segalanya. belum ditambah dukkha yg timbul dari menjaga keabadian "milikku" tadi.

gap antara realita dan keinginan si aku ini tidak akan pernah tertutup, hanya bisa tertutup, tidak ada gap lagi disaat aku berhenti.
ini yg dikatakan Buddha: tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku".

bukankah ini sangat jelas terlihat di dalam sana?
inilah pengertian yg saya anggap amat sangat penting, mengenai dukkha.


Tipitaka menerangkan empat jenis manusia tersebut yaitu:
1. Ughatitannu, cukup beberapa baris saja untuk mencapai kesucian
2. Vipancitannu, perlu hingga akhir sutta untuk mencapai kesucian
3. Neyya, perlu belajar teori dan praktek intensive untuk mencapai kesucian.
4. padaparama, tak akan mencapai kesucian apapun. Walau siapapun yang mengajar dan sekuat apapun latihannya.
Nope... impossible. Tak ada manusia seperti itu terlahir di jaman sekarang.
lah, tulisan anda di atas sekalipun kan tidak menjabarkan si neyya ini harus belajar buanyak sutta dan buku2. bisa saja si neyya ini belajar satu sutta dan mempraktekkannya dengan intensive. instruksi meditasi di satu sutta saja mungkin gak akan habis2 kalo dipraktekkan seumur hidup.

dan anda menyimpulkan itu impossible berdasarkan ....?


Anda salah mengerti maksud saya. Ajaran non-Buddhis yang berbeda dengan Buddhis biarkan saja perbedaannya, jangan disama-samakan. Ajaran non-Buddhis yang sama dengan Buddhis wajar bila kita akui persamaannya.
sampai sekarang pernahkah saya menjawab pake kitabnya jk? bukannya semua pertanyaan anda saya jawab dengan teori buddhis?
jadi menurut saya, ada orang2 yg merasa apa yg diajarkan ph itu buddhism, dan ada orang2 yg merasa itu bukan seperti anda.
wajar saja, boleh saja, selama yg satu tidak mengkafirkan pemahaman yg lain...

Penyebab saya tak setuju dengan pak Hudoyo karena ia mengatakan bahwa penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta, lebih lanjut secara implisit ia mengatakan bahwa Krishnamurti lebih benar daripada tipitaka (kecuali tiSutta) bahwa ajaran Krishnamurti lebih sejalan dengan ajaran Sang Buddha dibandingkan dengan Tipitaka.
saya yakin ph tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan "penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta". sekali lagi saya mohon anda memakai kata2 yg akurat. jelas2 ph sering sekali memakai referensi sutta2 lain. kalo menolak abhidhamma sih emang jelas iya dan itu tidak aneh di dunia buddhism. wong mereka yg menyelidiki dan mempelajari secara mendalam seperti ajahn brahm dan skolar2 lain juga menolak abhidhamma kok... biasa aja. tipitaka bukan harga mati buat buddhis.

Apakah menurut anda hal-hal seperti itu terlihat pada orang yang tak pernah bermeditasi...?
arah pertanyaan saya adalah anda mengaku melihat, merasakan, mengamati arus keinginan dan proses batin belaka.
pertanyaannya: dimanakah anda melihat dan merasakannya? di batinku ataukah batin orang lain atau di tempat lain?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 31 December 2010, 09:20:04 AM
--salah pencet--
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 31 December 2010, 09:29:08 AM
jika perubahan apapun tidak menjadikannya menderita, maka kesimpulan bahwa "ketidakpuasan ada karena perubahan" tidaklah dapat dibenarkan.

ketidak puasan adalah penderitaan.
ketidak puasan muncul karena perubahan.

berarti penderitaan muncul karena perubahan.

tetapi, bila di ada perubahan, tapi disitu tidak ada penderitaan, berarti perubahan itu bukan sebab, bagi penderitaan. dan berarti, bukan sebab bagi ketidak puasan.

ada faktor lain yang menjadi sebab penderitaan itu. berdasarkan pernyataan anda, faktor lain itu adalah kemelekatan.

dan adakah yang menyatakan bahwa "kemelekatan ada karena perubahan" ? jika ada, maka berdasarkan semua argumen yang terungkap di sini, kebenaran pernyataan itupun tidak dapat diterima akal.

jadi, menurut Anda, apa sebab kemelekatan?
OK, terima kasih atas masukannya yang kritis. Yang saya sebutkan tentang perubahan dan penderitaan adalah corak umum makhluk dalam samsara. Hal tersebut sifatnya general saja. Kalau ingin dibahas secara logika, maka tentu perlu membuat modelnya. Ini model menurut saya yang disederhanakan:

WHILE (x=1)
   LAHIR()
      WHILE (umur > 0)
         Kesadaran()
         Pikiran()
         Bentuk Pikiran()
         Perasaan()
            Perasaan bathin= (x Sin(0.5πC)/x) * I
            Perasaan jasmani= sin({1/2+C}π)
         Jasmani()
         WAIT (1 momen)
         umur = umur - 1
      END [WHILE(umur>0)]
   MATI()
END [WHILE (x=1)]

x adalah kemelekatan, 1 jika ada, 0 jika tidak ada.
Ketika x=1, maka pasti terjadi proses lahir dan mati.
Waktu antara lahir sampai mati adalah umur yang dihitung dalam satuan momen pikiran (yang kalau tidak salah dalam satu detik ada 10 pangkat 27 momen).
Dalam setiap momen itu, semua khanda (kesadaran, pikiran, bentuk pikiran, perasaan, jasmani) berproses. Karena yang kita bahas adalah penderitaan -yang adalah berhubungan dengan perasaan- maka saya hanya bahas perasaannya saja.

Dalam konteks ini, perasaan saya bagi menjadi 2 yaitu bathin dan jasmani.

Perasaan bathin ini dipengaruhi oleh kemelekatan terhadap diri. Maka ketika diri (x) mempersepsi suatu kondisi (C, yang diisi dengan bilangan bulat berapapun yang melambangkan kondisi yang terjadi), dibandingkan dengan kemelekatannya sendiri. Maka terjadi fungsi (x Sin(0.5πC)/x) di mana hasilnya selalu 1 (menyenangkan) atau 0 (netral) atau -1 (tidak menyenangkan). I itu sendiri adalah intensitas kemelekatan. Makin besar kemelekatan seseorang, maka makin senang jika bertemu dengan kondisi yang diharapkan, dan makin menderita jika bertemu dengan kondisi yang tidak diharapkan.

Perasaan jasmani ini hanya dipengaruhi oleh kondisi jasmani dan lingkungan. Biarpun anda seorang masochist yang senang secara bathin ketika disiksa, tetap tubuh merasakan perasaan tidak menyenangkan dan ada penolakan (seperti jika terjadi pendarahan, tubuh tetap bereaksi mengirimkan impuls sakit ke otak, lalu terjadi mekanisme pembekuan darah). Begitu juga walaupun orang sudah tidak melekat, tetap merasakan sakit, seperti misalnya Buddha yang kakinya terkena serpihan batu. Karena itu, fungsi ini tidak dipengaruhi oleh kemelekatan, dan hanya menghasilkan 1 (jika tubuh 'menerima' kondisi) atau -1 (jika tubuh 'menolak' kondisi). Tidak ada netral.

Proses 5 khanda ini berlangsung terus sampai umur kehidupan habis, maka terjadi proses kematian. Jika pada saat kematian, sudah tidak ada kemelekatan, maka tidak ada lagi kelahiran kembali.

Lalu pertanyaan anda adalah argumen berubah tapi tidak menimbulkan penderitaan. Berubah atau tidak berubah tentu harus ada persepsi (yang mengalami) dan pembanding (kondisi). Misalnya ada kondisi dalam satu perusahaan diumumkan libur tanggal 31/12/2010, lalu ternyata berubah tidak jadi libur. Jika perusahaan itu ada karyawan, maka karyawan tersebut terkondisi oleh perubahan libur itu. Tapi jika tidak ada karyawan, maka siapakah yang terkena perubahan?
Demikian pula ketika orang tidak lagi melekat, maka tidak ada pikiran "aku" di mana pun. Jika tidak ada "aku" sebagai pembanding, maka tidak ada yang terkena perubahan. Maka dalam fungsi (x Sin(0.5πC)/x) * I, terjadi 0/0 atau "tidak terdefinisikan".

Mengenai apa itu kemelekatan, menurut definisi saya adalah kecenderungan untuk mempertahankan sesuatu yang dianggap menyenangkan.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 31 December 2010, 09:30:11 AM
saya yakin ph tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan "penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta". sekali lagi saya mohon anda memakai kata2 yg akurat. jelas2 ph sering sekali memakai referensi sutta2 lain. kalo menolak abhidhamma sih emang jelas iya dan itu tidak aneh di dunia buddhism. wong mereka yg menyelidiki dan mempelajari secara mendalam seperti ajahn brahm dan skolar2 lain juga menolak abhidhamma kok... biasa aja. tipitaka bukan harga mati buat buddhis.
bagi PH, sutta yang lain diragukan itu perkataan sang buda, hanya tisutta yang di anggap PH sebagai perkataan buda yang sebenarnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 31 December 2010, 09:32:59 AM
WHILE (x=1)
   LAHIR()
      WHILE (umur > 0)
         Kesadaran()
         Pikiran()
         Bentuk Pikiran()
         Perasaan()
            Perasaan bathin= (x Sin(0.5πC)/x) * I
            Perasaan jasmani= sin({1/2+C}π)
         Jasmani()
         WAIT (1 momen)
         umur = umur - 1
      END [WHILE(umur>0)]
   MATI()
END [WHILE (x=1)]


sungguh agama Buddha adalah ajaran yg rumit, agama khusus programmer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 31 December 2010, 09:36:40 AM
bagi PH, sutta yang lain diragukan itu perkataan sang buda, hanya tisutta yang di anggap PH sebagai perkataan buda yang sebenarnya.
buktikan perkataan anda. setahu saya dia meragukan maha satipatthana sutta dan itu sah2 saja. wong ajahn buddhadasa juga meragukannya kok.
tipitaka bukan harga mati.

saya beri bukti yg sebaliknya dari internet bahwa ph memakai ref sutta lain:
Quote
POTALIYA-SUTTA (A.ii.97) - Mengecam & memuji

Petapa kelana Potaliya mendapatkan Sang Buddha & bertukar sapa. Sang
Buddha berkata kepadanya:
"Potaliya, ada empat jenis manusia di dunia. Apakah itu?

(1) Ada orang yang mengecam apa yang patut dikecam, tapi tidak memuji apa yang
patut dipuji, secara benar & pada saat yang tepat;

(2) ada orang yang memuji apa yang patut dipuji, tapi tidak mengecam apa yang
patut dikecam, secara benar & pada saat yang tepat;

(3) ada orang yang tidak mengecam apa yang patut dikecam, dan tidak memuji apa
yang patut dipuji, secara benar & pada saat yang tepat;

(4) ada orang yang mengecam apa yang patut dikecam, dan memuji apa yang patut
dipuji, secara benar & pada saat yang tepat.

Potaliya, di antara keempat jenis manusia ini, manakah yang terbaik dan
termulia?"

Jawab Potaliya:

"Gotama yang baik, di antara keempat jenis manusia ini, orang yang tidak
mengecam apa yang patut dikecam, dan tidak memuji apa yang patut dipuji, secara
benar & pada saat yang tepat, adalah yang terbaik dan termulia. Mengapa begitu?
Oleh karena ia telah memiliki keseimbangan batin (upekkha) yang tinggi."

Kata Sang Buddha:

"Potaliya, di antara keempat jenis manusia ini, orang yang mengecam apa yang
patut dikecam, dan memuji apa yang patut dipuji, secara benar & pada saat yang
tepat, adalah yang terbaik dan termulia. Mengapa begitu? Oleh karena ia tahu apa
yang harus dikatakan pada saat yang tepat."

Jawab Potaliya:

"Betapa sempurna, Gotama yang baik, betapa sempurna! Bagaikan menegakkan kembali
apa yang terbalik, mengungkap apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada
orang yang tersesat, menyalakan pelita bagi mereka yang mempunyai mata untuk
melihat wujud-wujud. Begitulah Gotama yang baik telah menjelaskan Dhamma dengan
berbagai cara. Saya berlindung pada Sang Bhagava Gotama, pada Dhamma dan Sangha
para bhikkhu. Semoga saya diingat sebagai orang awam (upasaka) yang telah
berlindung, mulai sekarang, sepanjang hidup."

[Terjemahan: Hudoyo Hupudio]
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 31 December 2010, 09:46:25 AM
Bro Kainyn yang baik, Apakah anda menyamakan Arahat dengan orang bodoh yang tidak mengerti bahwa ia memiliki sesuatu?
Bukan, saya mengatakan Arahat yang tidak ada kemelekatan saja mencari sesuatu yang hilang karena mempertimbangkan fungsinya, apalagi saya yang masih melekat lalu kehilangan mobil.

Quote
Seorang Arahat bukan kesadaran pemilikan atau aku yang hilang, tetapi "kemelekatan terhadap segala sesuatu", baik kemelekatan terhadap pancakhandha, maupun hal-hal lainnya. Tetapi apakah "sense of belonging" terhadap jubahnya hilang? Saya rasa memang tak ada, apakah beliau tak tahu bahwa jubah itu miliknya (dalam segi hukum?) tentu saja tahu. Tetapi need of robe menyebabkan Arahat akan berusaha mencari gantinya sebelum pindapatta. Jadi kesimpulannya: disebabkan "kemelekatan terhadap segala sesuatu" telah lenyap pada Arahat.
Ya, betul. Demikian juga walaupun saya tidak punya sense of belonging, tapi kalau saya tahu adalah kewajiban saya menjaga mobil tersebut, saya akan mencarinya.
Saya juga tidak memahami relevansi "hilangnya pikiran khayal" yang saya contohkan, dengan "hilangnya mobil/pacar yang nyata".

Quote
Pikiran monster maupun pikiran tak ada monster hanyalah bentuk pikiran. Itu hanyalah sebuah proses, tak ada aku disana.
Bro.. bila ingin bertanya coba quote kan kembali karena susah saya mengulang-ulang kembali karena saya harus menjawab pertanyaan anda dan bro Morpheus. jadi tak perlu saya membuka kembali, karena format reply penulisan kita telah berubah. kadang-kadang jawaban akhirnya melantur jadi menjauh dari pokok perbincangan. Yaitu persepsi salah mengenai aku.
Sayang sekali. Saya pikir Bro Fabian selalu mengikuti semua posting sebagai satu kesatuan, ternyata hanya satu per satu saja. Tidak apa, tidak ada lagi yang saya tanyakan.

Quote
Ini ada di Sutta.
Bukankah jawaban saya terakhir telah menjawab...? Semua khandha bisa menyebabkan pandangan salah, lobha -dosa-moha timbul.
Anda tidak nyambung karena anda berpikir dengan cara pikir pak Hudoyo: yaitu pikiran membentuk persepsi aku.
Sedangkan saya menjawab tidak mengikuti cara pikir Hudoyo. Saya menjawab bahwa rangkaian sebab-akibat yang dapat menyebabkan pandangan salah mengenai aku (sakkkaya ditthi/atta ditthi) menjadi timbul, bisa disebabkan pancakhandha atau hal-hal diluar pancakhandha, berakarkan lobha, dosa dan moha.
Begitu yah? :) Saya sih tidak terbayang jasmani ini entah bagaimana caranya bisa mempersepsi adanya aku.
Saya hanya terbayang sebatas pikiranlah yang mempersepsi jasmani (atau yang dipersepsi oleh jasmani) sebagai aku.

Quote
  Sekali lagi anda berpikir cara Hudoyo, yaitu pikiran membentuk persepsi aku. Tetapi saya melihat dalam hukum sebab-akibat, yaitu semua pancakhandha dapat menyebabkan "persepsi aku" timbul.
Kenyang bukan hanya disebabkan makan, bisa juga karena minum, kenyang belum tentu bikin ngantuk, ngantuk bisa disebabkan berbagai hal.
Saya berpikir cara saya. Itulah pendapat saya bahkan sebelum bertemu Pak Hudoyo. Juga saya tahu perasaan adalah hasil dari kontak indera dan objek indera, yang kemudian menghasilkan perasaan menyenangkan, netral dan tidak menyenangkan. Saya tidak terbayang perasaan bisa menimbulkan 'persepsi aku' yang saya tahu sebatas pikiranlah yang mempersepsi perasaan ini sebagai aku.

Jadi sudah jelas yah bahwa pemikiran kita berbeda. Jadi saya tidak lanjutkan lagi.
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 31 December 2010, 09:51:23 AM
buktikan perkataan anda. setahu saya dia meragukan maha satipatthana sutta dan itu sah2 saja. wong ajahn buddhadasa juga meragukannya kok.
tipitaka bukan harga mati.

saya beri bukti yg sebaliknya dari internet bahwa ph memakai ref sutta lain:
salah satu contoh :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3921.msg66928#msg66928
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 31 December 2010, 10:04:25 AM
salah satu contoh :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3921.msg66928#msg66928
ini saya tampilkan:
hudoyo: Sejauh menyangkut praktik, saya melihat tidak semua isi Tipitaka itu bagus.

apakah ini bukti "hanya tisutta yang di anggap PH sebagai perkataan buda yang sebenarnya"?
seperti tidak tuh. kata2 anda sepertinya tidak benar karena sangat sering ph memakai sutta2 lain di luar tiga sutta sebagai referensi. contohnya: potaliya, theragatha 257, dll. kalo kata2 itu tidak benar dan tidak membuktikan seperti itu bisa dikatakan fitnah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 31 December 2010, 10:31:26 AM
ini saya tampilkan:
hudoyo: Sejauh menyangkut praktik, saya melihat tidak semua isi Tipitaka itu bagus.

apakah ini bukti "hanya tisutta yang di anggap PH sebagai perkataan buda yang sebenarnya"?
seperti tidak tuh. kata2 anda sepertinya tidak benar karena sangat sering ph memakai sutta2 lain di luar tiga sutta sebagai referensi. contohnya: potaliya, theragatha 257, dll. kalo kata2 itu tidak benar dan tidak membuktikan seperti itu bisa dikatakan fitnah.

sutta yang dia ambil sebagai referensi hanyalah yang bisa menguatkan ajarannya, yang tidak menguatkan maka dianggap bukan perkataan Buda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 31 December 2010, 10:37:47 AM
sutta yang dia ambil sebagai referensi hanyalah yang bisa menguatkan ajarannya, yang tidak menguatkan maka dianggap bukan perkataan Buda.
dengan kata lain, "hanya tisutta yang di anggap PH sebagai perkataan buda yang sebenarnya" tidaklah terbukti?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 December 2010, 11:16:02 AM
Bila seseorang mendapatkan rumah yang lama diidam-idamkannya karena dapat rejeki besar, apakah ia menderita karena "berpikir ini milikku" terhadap rumah yang baru kemarin didapatkannya tersebut...? I don't think so.
Ini namanya sesuatu yang menyenangkan(diinginkan/disukai/dicintai).

Bagaimana jika rumah yang diidam-idamkannya dan sudah menjadi miliknya terbakar?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 31 December 2010, 12:01:41 PM
Ini namanya sesuatu yang menyenangkan(diinginkan/disukai/dicintai).

Bagaimana jika rumah yang diidam-idamkannya dan sudah menjadi miliknya terbakar?


umumnya pastilah sedih  :o bahkan menangis  :'(
karena tidak bisa menerima perubahan ke buruk

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 December 2010, 12:15:22 PM
umumnya pastilah sedih  :o bahkan menangis  :'(
karena tidak bisa menerima perubahan ke buruk

 _/\_

Bagaimana jika rumah orang lain yang terbakar?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 12:24:55 PM
oh, itu maksudnya...
ada, om. sewaktu menghitung 700 x 5, saya berpikir "saya diminta om fabi menghitung 700 x 5".

Saya kutipkan kembali:
Quote
Mengenai batu jelek sudah dijawab, bagaimana dengan menghitung 700 X 5 apakah "keakuan" timbul dengan menghitung 700 X 5...?
'keakuan" apa yang timbul? Apakah atta anda timbul waktu menghitung 700 X 5...?

Quote
nah, menurut saya, ini pengertian yg sangat sangat sangat penting mengenai dukkha.

dalam pengertian saya, dukkha itu bukanlah hanya sakit, bukanlah sedih, atau hal2 negatif lainnya.

bagi saya, dukkha itu selalu ada karena dukkha adalah gap antara realita dengan keinginan si aku.

selama saya hidup dan belum tercerahkan, keinginan saya akan selalu satu langkah di depan realita seperti keledai yg ditunggangi orang yg memancingnya pake wortel.
Ini pernyataan anda sendiri kan...? referensinya ada...?
 
Quote
dalam contoh anda, apakah dengan mendapatkan rumah lalu dukkha berhenti? no way.
Anda katakan bahwa seseorang yang muncul pikiran ini milikku akan menderita? Apakah kasus orang yang mendapatkan rumah idamannya ini menderita?

Quote
di saat itu juga, didetik itu juga, rumah masuk ke dalam garis "milikku" dan keinginan dia maju lagi satu langkah kepada hal2 diluar garis yg "bukan milikku".
Ini adalah spekulasi anda bro... bisa juga ia merasa puas dan merasa cukup dengan rumah tersebut.

Quote
keinginan ini akan terus menerus menggerakkan kita kesana kemari, jungkir balik, mengejar hp model baru, cewe yg hot, pendidikan yg lebih tinggi, belajar teori buddhis, makan makanan enak, ketenangan jhana, pengetahuan yg lebih dalam, tamat sd, tamat smp, tamat sma, tamat s1, s2, pegawai senior, manager, direktur, ceo, kepala suku, rumah rss, rumah dua tingkat, apartemen... segalanya. belum ditambah dukkha yg timbul dari menjaga keabadian "milikku" tadi.
jawaban ini melantur bro... tak berhubungan dengan pertanyaannya.

Quote
gap antara realita dan keinginan si aku ini tidak akan pernah tertutup, hanya bisa tertutup, tidak ada gap lagi disaat aku berhenti.
ini yg dikatakan Buddha: tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku".
Perlu diperjelas dan jangan dicampurkan bro... ini bukan perkataan Sang Buddha kecuali yang saya bold.

Quote
bukankah ini sangat jelas terlihat di dalam sana?
inilah pengertian yg saya anggap amat sangat penting, mengenai dukkha.
Ini adalah pengertian anda sendiri bro.

Quote
lah, tulisan anda di atas sekalipun kan tidak menjabarkan si neyya ini harus belajar buanyak sutta dan buku2.
Saya bukan katakan hanya baca sutta buku, tetapi harus meditasi intensive bro.

Quote
bisa saja si neyya ini belajar satu sutta dan mempraktekkannya dengan intensive. instruksi meditasi di satu sutta saja mungkin gak akan habis2 kalo dipraktekkan seumur hidup.
Poinnya apa...?

Quote
dan anda menyimpulkan itu impossible berdasarkan ....?
Karena kekotoran batin manusia sekarang semakin tebal sehingga kebijaksanaan/pannanya juga semakin tipis, sehingga lebih sulit mencapai kesucian.

Quote
sampai sekarang pernahkah saya menjawab pake kitabnya jk? bukannya semua pertanyaan anda saya jawab dengan teori buddhis?
Anda menjawab berdasarkan pemikiran anda sendiri bro, saya tak pernah Sang Buddha mengajarkan ada gap antara realita dan si"aku".
Quote
jadi menurut saya, ada orang2 yg merasa apa yg diajarkan ph itu buddhism, dan ada orang2 yg merasa itu bukan seperti anda.
Yang pasti orang-orang itu seperti anda.

Quote
wajar saja, boleh saja, selama yg satu tidak mengkafirkan pemahaman yg lain...
Mengkafirkan pemahaman yang lain adalah bagian dari freedom of thought bro...

Quote
saya yakin ph tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan "penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta".
sekali lagi saya mohon anda memakai kata2 yg akurat. jelas2 ph sering sekali memakai referensi sutta2 lain. kalo menolak abhidhamma sih emang jelas iya dan itu tidak aneh di dunia buddhism. wong mereka yg menyelidiki dan mempelajari secara mendalam seperti ajahn brahm dan skolar2 lain juga menolak abhidhamma kok... biasa aja. tipitaka bukan harga mati buat buddhis.
Coba untuk penyegaran kembali baca link ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4351.600  selain itu coba baca hal 43,
Ia menyalahkan para guru penghafal Tipitaka, yang berarti secara implisit ia menyalahkan Tipitaka yang ditulis oleh para penghafal Tipitaka tersebut.

Quote
arah pertanyaan saya adalah anda mengaku melihat, merasakan, mengamati arus keinginan dan proses batin belaka.
Pertanyaannya: dimanakah anda melihat dan merasakannya? di batinku ataukah batin orang lain atau di tempat lain?
Pada waktu saya melihat landasan kesadaran sendiri sewaktu meditasi. Menurut anda dimana?
Anda mencoba mengarahkan bahwa ada aku disana (di batin)... maaf bro... kenyataannya tidak demikian, keinginan hanyalah proses batin belaka yang timbul dan lenyap kembali tak lebih. Tak ada aku disana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 December 2010, 01:05:28 PM
[at]fabian

39. ‘Poṭṭhapāda, ada tiga jenis ‘diri’:17 diri yang kasar, diri yang ciptaan-pikiran, dan diri yang tanpa bentuk. Apakah diri yang kasar? Diri ini berbentuk, tersusun dari empat unsur utama, memakan makanan padat. Apakah diri yang ciptaan-pikiran? Diri ini berbentuk, lengkap dengan semua bagian-bagiannya, tidak cacat dalam semua organ-indria. Apakah diri yang tanpa bentuk? Diri ini tanpa bentuk, dan terbuat dari persepsi.’

Kalau membaca dari bro fabian, berarti Sang Buddha mengajarkan dengan cara ini tidak lah benar. Kata-kata Sang Buddha tidak tepat. Seharusnya Sang Buddha tidak menguraikan begitu. Kata diri harus diganti dengan serangkaian sebab akibat karena pancakhanda atau yang diluar pancakhanda.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 31 December 2010, 01:26:12 PM
Saya kutipkan kembali: 'keakuan" apa yang timbul? Apakah atta anda timbul waktu menghitung 700 X 5...?
pikiran saya tidak mungkin menghitung 700 x 5 seperti komputer. pikiran saya akan berkata "saya sedang menghitung 700 x 5 atas permintaan om fabi".
sampai di sini saya tidak meneruskan lagi.

Ini pernyataan anda sendiri kan...?
referensinya ada...?
percakapan ini sudah berubah menjadi perang referensi :)
saya udah gak ada energi untuk mencari referensi, tapi saya yakin pernyataan saya itu sejalan dengan pengertian ajaran Buddha.
kalo yg anda mengharapkan kata demi kata yg keluar dari keyboard saya 100% sama dari tipitaka, saya menyerah saja daripada jadi tukang copy paste tipitaka.

Anda katakan bahwa seseorang yang muncul pikiran ini milikku akan menderita? Apakah kasus orang yang mendapatkan rumah idamannya ini menderita?
Ini adalah spekulasi anda bro... bisa juga ia merasa puas dan merasa cukup dengan rumah tersebut.
yg saya tuliskan di atas adalah pengertian paling dasar untuk memahami dukkha yg diajarkan Buddha yg akan selalu ditemukan siapapun yg belajar Buddha Dhamma. kebenarannya dibuktikan di dalam diri (oh ya, anda akan bilang gak ada diri. ini kata2 diperlukan untuk komunikasi, om) masing2 saja.
cukup sampai di sini ya, om.

Saya bukan katakan hanya baca sutta buku, tetapi harus meditasi intensive bro.
Poinnya apa...?
saya ngeliat stamina dan fokus anda udah berkurang (maaf kalo salah), demikian juga dengan stamina saya.
cukup sampai di sini saja, om fabi.

Coba untuk penyegaran kembali baca link ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4351.600  selain itu coba baca hal 43,
Ia menyalahkan para guru penghafal Tipitaka, yang berarti secara implisit ia menyalahkan Tipitaka yang ditulis oleh para penghafal Tipitaka tersebut.
terserah anda kalo merasa tipitaka kata demi kata adalah 100% asli dari mulut Buddha dan tidak ada perubahan, penambahan maupun pengurangan.
saya sendiri sependapat dengan ph kalo isi tipitaka perlu dicermati, dikritisi, direnungkan dan digali lebih dalam. tidak semuanya diterima dan ditelan bulat2.
bagi saya sah2 saja menyalahkan bagian2 tipitaka yg gak membawa kemajuan batin.
sampai di sini juga untuk topik ini, om.


Pada waktu saya melihat landasan kesadaran sendiri sewaktu meditasi. Menurut anda dimana?
Anda mencoba mengarahkan bahwa ada aku disana (di batin)... maaf bro... kenyataannya tidak demikian, keinginan hanyalah proses batin belaka yang timbul dan lenyap kembali tak lebih. Tak ada aku disana.
:)
ada salah sambung dalam komunikasi kita, om. saya udah kecapean untuk meneruskan. saya serahkan pada pembaca saja. silakan kalo anda mau terus.
cukup sekian, om fabian. terima kasih and selamat tahun baru.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 01:26:36 PM
Bukan, saya mengatakan Arahat yang tidak ada kemelekatan saja mencari sesuatu yang hilang karena mempertimbangkan fungsinya, apalagi saya yang masih melekat lalu kehilangan mobil.
Ya bro, oleh karena itu saya mengatakan tak ada aku disana, hanya kadang-kadang persepsi aku timbul pada puthujana, tetapi tidak selalu.

Quote
Ya, betul. Demikian juga walaupun saya tidak punya sense of belonging, tapi kalau saya tahu adalah kewajiban saya menjaga mobil tersebut, saya akan mencarinya.
Saya juga tidak memahami relevansi "hilangnya pikiran khayal" yang saya contohkan, dengan "hilangnya mobil/pacar yang nyata"
. Inilah yang dikatakan mempersepsikan sesuatu, sebenarnya persepsi adalah permainan pikiran, dengan hilangnya persepsi maka kita dapat melihat segala sesuatu apa adanya. Bagaimana reaksi kita terhadap apa yang kita alami tergantung dari bagaimana kita me 'manage" batin kita. Persepsi setiap orang kadang berlainan contohnya bila di langit cuaca mendung: "yang satu beranggapan wah mendung sebentar lagi akan hujan". yang lainnya beranggapan "ah mendung sedikit sebentar lagi juga cerah" Persepsi menimbulkan konsep, dan konsep itulah yang seringkali berbuah konflik. Ini mobilku, ini rumahku... semua adalah konsep yang timbul dari persepsi.

Di berbagai negara, tanaman yang tumbuh di tanah seseorang merupakan milik sang pemilik tanah.
Di Papua saya menemukan bahwa masyarakat sana beranggapan bahwa, tumbuhan yang tumbuh di tanah kita atau di tanah milik orang lain ditumbuhkan oleh Tuhan, sehingga setiap orang boleh mengambil hasil tumbuhan tersebut, karena merupakan anugerah Tuhan.
Perhatikan konsep pemilikan berbeda maka sikap terhadap orang yang mengambil hasil tanaman diatas tanahnya juga berbeda.

Apakah "aku" orang Papua berbeda dengan "aku" kita? Saya rasa tidak, semua itu hanya konsep yang timbul dari persepsi, tak ada aku.

Quote
Sayang sekali. Saya pikir Bro Fabian selalu mengikuti semua posting sebagai satu kesatuan, ternyata hanya satu per satu saja. Tidak apa, tidak ada lagi yang saya tanyakan.
Sulit bagi saya mengingat kembali postingan sebelumnya setelah kita berdiskusi sedemikian jauh (saya juga memiliki memori yang kurang baik), sehingga repot membuka kembali postingan yang lama.

Quote
Begitu yah? :) Saya sih tidak terbayang jasmani ini entah bagaimana caranya bisa mempersepsi adanya aku.
Aneh sekali bagaimana mungkin jasmani memiliki persepsi? yang jelas jasmani dapat menyebabkan timbul persepsi aku, coba baca kembali postingan saya.
Quote
Saya hanya terbayang sebatas pikiranlah yang mempersepsi jasmani (atau yang dipersepsi oleh jasmani) sebagai aku.
Memang benar, pikiran yang mempersepsi jasmani, tapi pikiran tidak selalu mempersepsi aku.

Quote
Saya berpikir cara saya. Itulah pendapat saya bahkan sebelum bertemu Pak Hudoyo. Juga saya tahu perasaan adalah hasil dari kontak indera dan objek indera, yang kemudian menghasilkan perasaan menyenangkan, netral dan tidak menyenangkan. Saya tidak terbayang perasaan bisa menimbulkan 'persepsi aku' yang saya tahu sebatas pikiranlah yang mempersepsi perasaan ini sebagai aku.
Sama dengan yang diatas, apakah saya pernah mengatakan bahwa perasaan mempersepsi aku? saya mengatakan bahwa pancakhandha dapat menyebabkan persepsi "aku" timbul.

Quote
Jadi sudah jelas yah bahwa pemikiran kita berbeda. Jadi saya tidak lanjutkan lagi.
Lebih tepatnya  salah mengerti, dan juga perbedaan terutama mengenai "pikiran selalu mempersepsi aku" menurut saya kemelekatanlah yang menyebabkan kita selalu terseret oleh berbagai bentuk pikiran yang muncul, yang kemudian dianggap oleh bro Kainyn sebagai "timbulnya persepsi aku".

Coba perhatikan adakah dikatakan "aku" dalam paticca samuppada? tak ada. Yang ada hanya nama-rupa/pancakhandha. semua yang terjadi dalam kehidupan kita hanyalah proses yang muncul dan lenyap kembali, tanpa aku.
 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 01:31:36 PM
Ini namanya sesuatu yang menyenangkan(diinginkan/disukai/dicintai).

Bagaimana jika rumah yang diidam-idamkannya dan sudah menjadi miliknya terbakar?

Itu soal lain lagi sis. Yang jelas waktu mendapatkan rumah tersebut ia bahagia, tetapi perasaan bahagia inipun juga tidak kekal.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 December 2010, 01:50:25 PM
Itu soal lain lagi sis. Yang jelas waktu mendapatkan rumah tersebut ia bahagia, tetapi perasaan bahagia inipun juga tidak kekal.
Dari mana soal lainnya bro, bukankah ketika rumah-ku terbakar.Disitu ada pikiran AKU???
Saya tanya pada bro apa arti pikiran menurut mayoritas dan pemeditasi seperti bro?

Persepsi, kecenderungan, ide, konsep.Dimanakah prosesnya itu terjadi semua, dengan kata apakah kita sebut?
Apakah dimulut ? Apakah ditelinga? Atau dihidung mungkin?

Dan saya rasa bukan karena rangkaian sebab akibat seperti yang bro bilang, tapi lebih tepat rangkaian yang saling dukung mendukung.
Yang terjadi dalam diskusi ini, cuma bagaimana kata-kata siapa yang lebih tepat.

Bro, berkata sekarang, persepsi menghasilkan konsep. Dan bro berkata pandangan salah jika persepsi menghasilkan aku. Aku itu apa? Apa bukan konsep juga?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 31 December 2010, 02:00:46 PM
Quote
bagi saya, dukkha itu selalu ada karena dukkha adalah gap antara realita dengan keinginan si aku.

kali ini gue setuju dengan pernyataan diatas. Referensinya dari kalama sutta. Secara akal sehat dan fakta rumus Dhamma memang begitu. Kalau tulisannya persis di tipitaka memang tidak ada  ^-^. Jika semua harus sesuai copy paste tipitaka berarti semua yang disini tidak sesuai ajaran Buddha  :)). Sebenarnya hal diatas pengertiannya sudah benar tidak perlu referensi macam-macam orang awam pun bisa mencerna dengan jelas secara intelektual pun mudah dicerna.

Aku = persepsi diri/ ilusion of belongingness/upadana( ini yang saya mengerti dari bhante Pannavaro ketika bicara "aku") dan tidak ada entitas disana.  kalau pak hudoyo sekarang menggunakan pengertian aku sama dengan pengertian diatas berarti ada kemajuan . 

Sepanjang yang saya tangkap aku disini = LDM CMIIW_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 31 December 2010, 02:02:43 PM
Dari mana soal lainnya bro, bukankah ketika rumah-ku terbakar.Disitu ada pikiran AKU???
Saya tanya pada bro apa arti pikiran menurut mayoritas dan pemeditasi seperti bro?

Persepsi, kecenderungan, ide, konsep.Dimanakah prosesnya itu terjadi semua, dengan kata apakah kita sebut?
Apakah dimulut ? Apakah ditelinga? Atau dihidung mungkin?

Dan saya rasa bukan karena rangkaian sebab akibat seperti yang bro bilang, tapi lebih tepat rangkaian yang saling dukung mendukung.
Yang terjadi dalam diskusi ini, cuma bagaimana kata-kata siapa yang lebih tepat.

Bro, berkata sekarang, persepsi menghasilkan konsep. Dan bro berkata pandangan salah jika persepsi menghasilkan aku. Aku itu apa? Apa bukan konsep juga?



menurut sis Sri, kesimpulan nya gimana ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 31 December 2010, 02:05:50 PM
Bagaimana jika rumah orang lain yang terbakar?

bertanya, kenapa terbakar ?

 ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 31 December 2010, 02:18:46 PM
 [at]  Bro Fabian

Hanya tambahan saja. Yang dimaksud si "aku" bukan berarti segala pikiran harus "membuat akunya dulu", tetapi semua "penilaian" berdasarkan kemelekatan yang 'lebih dari sebagaimana adanya'.

Contoh super sederhana: Cewek itu cakep.
Dalam pikiran itu, tidak ada pembentukan aku adalah di dalam/di luar cewek. Tetapi penilaian itu sendiri adalah berdasarkan "aku" yang menilai.

Kalau diuraikan adalah "Perasaan lampau yang menganggap itu menyenangkan dilekati sehingga menimbulkan kecenderungan suka pada objek tersebut, dan ketika bertemu kembali dengan objek serupa, ditangkap oleh indera dan diproses oleh pikiran, dibandingkan dengan ingatan masa lampau, dianggap sebagai menyenangkan."

Secara singkat: "keakuan."
:D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 December 2010, 02:23:44 PM
bertanya, kenapa terbakar ?

 ;D

Saya yang bakar, karena saya ingin melihat, apakah orang itu bahagia atau tidak jika rumahnya dibakar. Karena saya harus ehipasiko dulu baru bisa belajar dengan benar. Dan hasilnya............
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 31 December 2010, 02:25:32 PM
Dear all,

Mungkin yang perlu diperjelas definisi " aku " kalau definisinya jelas maka barulah ada titik temu.

Kalau dianggap " aku " ada = benar-benar ada/adanya entitas----> false

Kalau dianggap "aku " persepsi diri/ilusion/LDM = hanya sebuah penyederhanaan kata dari berbagai macam kilesa  ----> benar .


keinginan------> tau ada kesan yang muncul dan tidak dilanjutkan maka tidak ada upadana dan lobha disana
Tetapi Keinginan---> ada kesan yang dilekati---> munculah lobha--> perbuatan yang diulang2/tidak puas

Metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 02:28:22 PM
[at]fabian

39. ‘Poṭṭhapāda, ada tiga jenis ‘diri’:17 diri yang kasar, diri yang ciptaan-pikiran, dan diri yang tanpa bentuk. Apakah diri yang kasar? Diri ini berbentuk, tersusun dari empat unsur utama, memakan makanan padat. Apakah diri yang ciptaan-pikiran? Diri ini berbentuk, lengkap dengan semua bagian-bagiannya, tidak cacat dalam semua organ-indria. Apakah diri yang tanpa bentuk? Diri ini tanpa bentuk, dan terbuat dari persepsi.’

Kalau membaca dari bro fabian, berarti Sang Buddha mengajarkan dengan cara ini tidak lah benar. Kata-kata Sang Buddha tidak tepat. Seharusnya Sang Buddha tidak menguraikan begitu. Kata diri harus diganti dengan serangkaian sebab akibat karena pancakhanda atau yang diluar pancakhanda.



Sis Sriyeklina yang baik, Pothapada sutta ini adalah mengenai konsep roh (atta) inilah yang saya katakan dalam diskusi ini bahwa atta tak ada, itu hanyalah pandangan (atta ditthi) konsep bentukan pikiran. Jadi disini Pothapada beranggapan ada roh dan sulit menerima bahwa yang dianggap roh tak ada, yang ada hanya kelompok batin (nama). Ini saya kutip dari "access to insight dan mettalanka.net".

http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/1Digha-Nikaya/Digha1/09-potthapada-e.html

access to insight:
Quote
"What self do you posit, Potthapada?"

"I posit a gross self, possessed of form, made up of the four great existents [earth, water, fire, and wind], feeding on physical food."

"Then, Potthapada, your self would be gross, possessed of form, made up of the four great existents, feeding on physical food. That being the case, then for you perception would be one thing and self another. And it's through this line of reasoning that one can realize how perception will be one thing and self another: even as there remains this gross self — possessed of form, made up of the four great existents, and feeding on food — one perception arises for that person as another perception passes away. It's through this line of reasoning that one can realize how perception will be one thing and self another."

mettalanka.net
Quote
21. `Is then, Sir, the consciousness identical with a man's soul, or is consciousness one thing, and the soul another [20]?

`But what then, Poññhapàda? Do you really fall back on the soul?'

[186] `I take for granted, [21] Sir, `a material soul, having [\q 253/] form, built up of the four elements, nourished by solid food [22]

`And if there were such a soul, Poññhapàda, then, even so, your consciousness would be one thing, and your soul another. That, Poññhapàda, you may know by the following considerations. Granting, Poññhapàda, a material soul, having form, built up of the four elements, nourished by solid food; still some ideas, some states of consciousness, would arise to the man, and others would pass away. On this account also, Poññhapàda, you can see how consciousness must be one thing, and soul another.'

22. `Then, Sir, I fall back on a soul made of mind, with all its major and minor parts complete, not deficient in any organ.' [23]

And granting, Poññhapàda, you had such a soul, the

same argument would apply.'

[187] 23. `Then, Sir, I fall back on a soul without form, and made of consciousness.'

`And granting, Poññhapàda, you had such a soul, still the same argument would apply.' [24]

[\q 254/] 24. `But is it possible, Sir, for me to understand whether consciousness is the man's soul, or the one is, different from the other?'

`Hard is it for you, Poññhapàda, holding, as you do, different views, other things approving themselves to you, setting different aims before yourself, striving, after a different perfection, trained in a different system of doctrine, to grasp this matter!'
[/b]


Perhatikan beda penerjemahan access to insight yang sering membuat orang salah mengerti disebabkan konsep "not self"nya bhikkhu Thanissaro. Mettalanka secara jelas dan tepat menerjemahkan roh (soul) bukan diri (self)

Disini Sang Buddha mengatakan jika roh (soul) bermaterial, memiliki bentuk, terdiri dari empat unsur dan perlu diberi makan maka, kesadaran dan roh berbeda.
(banyak orang yang bermeditasi dengan cara non-Buddhis mengalami yang mereka anggap out of body experience (pengalaman keluar tubuh), sehingga mereka beranggapan bahwa ada sesuatu yang keluar tubuh dan inilah yang mereka anggap "atta" atau roh atau jiwa atau suatu entitas dalam diri manusia yang berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Padahal menurut Buddhis tak ada.

Oleh karena itu Sang Buddha berkata kepada Potthapada, sulit bagi dia untuk mengerti hal ini, karena ia memiliki pandangan berbeda, menyetujui pemikiran-pemikiran yang lain, memiliki sasaran yang berbeda, berjuang dan setelah berbagai pencapaian, berlatih dalam sistem dan doktrin yang berbeda. jadi sulit baginya menyelami.

Sebagai tambahan menurut mettalanka penerjemahannya adalah sebagai berikut:
Quote
39. `The following three modes of personality, are common Poññhapàda, (are commonly acknowledged in the world): material, immaterial, and formless. [37] The [\q 260/] first has form, is made up of the four elements, and is nourished by solid food. The second has no form, is made up of mind, has all its greater and lesser limbs complete, and all the organs perfect. The third is without form, and is made up of consciousness only.
jadi yang dimaksud disini adalah tubuh yang bermateri, tanpa materi dan tanpa bentuk. Yang tanpa bentuk hanya terdiri dari kesadaran saja. Jadi bait ini bukan membahas atta tetapi jenis kehidupan mahluk.

mahluk bermateri (manusia, hewan dsbnya) yang kedua adalah dewa, brahma, dsbnya, dan yang ketiga adalah mahluk Arupa Brahma.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 31 December 2010, 02:33:06 PM
Dear all,

Mungkin yang perlu diperjelas definisi " aku " kalau definisinya jelas maka barulah ada titik temu.

Kalau dianggap " aku " ada = benar-benar ada/adanya entitas----> false

Kalau dianggap "aku " persepsi diri/ilusion/LDM = hanya sebuah penyederhanaan kata dari berbagai macam kilesa  ----> benar .


keinginan------> tau ada kesan yang muncul dan tidak dilanjutkan maka tidak ada upadana dan lobha disana
Tetapi Keinginan---> ada kesan yang dilekati---> munculah lobha--> perbuatan yang diulang2/tidak puas

Metta.
Itu yang dari dulu hendak saya sampaikan, Bro bond. "Aku" yang hancur ketika pencapaian kesucian; "pikiran berhenti" dalam meditasi, semua hanyalah sebatas istilah. Makna dari istilah itu yang menentukan benar/salahnya satu pernyataan.
:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 December 2010, 02:47:24 PM
Sis Sriyeklina yang baik, Pothapada sutta ini adalah mengenai konsep roh (atta) inilah yang saya katakan dalam diskusi ini bahwa atta tak ada, itu hanyalah pandangan (atta ditthi) konsep bentukan pikiran. Jadi disini Pothapada beranggapan ada roh dan sulit menerima bahwa yang dianggap roh tak ada, yang ada hanya kelompok batin (nama). Ini saya kutip dari "access to insight dan mettalanka.net".


http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/1Digha-Nikaya/Digha1/09-potthapada-e.html

access to insight:mettalanka.net

Perhatikan beda penerjemahan access to insight yang sering membuat orang salah mengerti disebabkan konsep "not self"nya bhikkhu Thanissaro. Mettalanka secara jelas dan tepat menerjemahkan roh (soul) bukan diri (self)

Disini Sang Buddha mengatakan jika roh (soul) bermaterial, memiliki bentuk, terdiri dari empat unsur dan perlu diberi makan maka, kesadaran dan roh berbeda.
(banyak orang yang bermeditasi dengan cara non-Buddhis mengalami yang mereka anggap out of body experience (pengalaman keluar tubuh), sehingga mereka beranggapan bahwa ada sesuatu yang keluar tubuh dan inilah yang mereka anggap "atta" atau roh atau jiwa atau suatu entitas dalam diri manusia yang berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Padahal menurut Buddhis tak ada.

Oleh karena itu Sang Buddha berkata kepada Potthapada, sulit bagi dia untuk mengerti hal ini, karena ia memiliki pandangan berbeda, menyetujui pemikiran-pemikiran yang lain, memiliki sasaran yang berbeda, berjuang dan setelah berbagai pencapaian, berlatih dalam sistem dan doktrin yang berbeda. jadi sulit baginya menyelami.

Sory bro....TIDAK NYAMBUNG karena saya tidak bisa bahasa Inggris.
Bagi saya arti atta bukan roh tapi diri. Saya mengerti dan terbantu dari cara sang Buddha ketika memisahkan itu menjadi 3.
Ketika Sang Buddha mengatakan diri yang kasar, saya mengerti bahwa itu yang dimaksud 4 unsur.
Ketika Sang Buddha mengatakan diri yang ciptaan pikiran, saya mengerti itu yang dimaksud kita selama ini tentang diri.
Ketika Sang Buddha mengatakan diri yang tanpa bentuk, saya mengerti itu yang ada di pikiran saya.

Saat Sang Buddha menjelaskan tentang kesadaran, itulah yang selama ini saya pikir ROH.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 02:59:16 PM
Sory bro....TIDAK NYAMBUNG karena saya tidak bisa bahasa Inggris.
Bagi saya arti atta bukan roh tapi diri. Saya mengerti dan terbantu dari cara sang Buddha ketika memisahkan itu menjadi 3.
Ketika Sang Buddha mengatakan diri yang kasar, saya mengerti bahwa itu yang dimaksud 4 unsur.
Ketika Sang Buddha mengatakan diri yang ciptaan pikiran, saya mengerti itu yang dimaksud kita selama ini tentang diri.
Ketika Sang Buddha mengatakan diri yang tanpa bentuk, saya mengerti itu yang ada di pikiran saya.

Saat Sang Buddha menjelaskan tentang kesadaran, itulah yang selama ini saya pikir ROH.


Saya kutip ulang:
Quote
39. `The following three modes of personality, are common Poññhapàda, (are commonly acknowledged in the world): material, immaterial, and formless. [37] The [\q 260/] first has form, is made up of the four elements, and is nourished by solid food. The second has no form, is made up of mind, has all its greater and lesser limbs complete, and all the organs perfect. The third is without form, and is made up of consciousness only.
Terjemahannya:
Berikut adalah tiga bentuk personalitas, yang umum Potthapada, (anggapan umum di dunia): bermateri, tak bermateri dan tanpa bentuk.

- Yang pertama memiliki bentuk, tersusun dari empat unsur dan berlangsung ditopang makanan padat.
- Yang kedua tak memiliki bentuk, terdiri dari batin/pikiran, dan anggota tubuhnya yang besar maupun kecil lengkap dan semua organ sempurna.
- Yang ketiga tanpa bentuk, dan terdiri dari kesadaran saja.

Menurut saya yang pertama manusia, hewan
yang kedua adalah mahluk halus
dan yang ketiga adalah mahluk Arupa-Brahma.
Apakah aku ditopang makanan padat...? tentu tidak kan? Hanya tubuh yang ditopang makanan padat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 03:07:48 PM
pikiran saya tidak mungkin menghitung 700 x 5 seperti komputer. pikiran saya akan berkata "saya sedang menghitung 700 x 5 atas permintaan om fabi".
sampai di sini saya tidak meneruskan lagi.
percakapan ini sudah berubah menjadi perang referensi :)
saya udah gak ada energi untuk mencari referensi, tapi saya yakin pernyataan saya itu sejalan dengan pengertian ajaran Buddha.
kalo yg anda mengharapkan kata demi kata yg keluar dari keyboard saya 100% sama dari tipitaka, saya menyerah saja daripada jadi tukang copy paste tipitaka.
yg saya tuliskan di atas adalah pengertian paling dasar untuk memahami dukkha yg diajarkan Buddha yg akan selalu ditemukan siapapun yg belajar Buddha Dhamma. kebenarannya dibuktikan di dalam diri (oh ya, anda akan bilang gak ada diri. ini kata2 diperlukan untuk komunikasi, om) masing2 saja.
cukup sampai di sini ya, om.
saya ngeliat stamina dan fokus anda udah berkurang (maaf kalo salah), demikian juga dengan stamina saya.
cukup sampai di sini saja, om fabi.
terserah anda kalo merasa tipitaka kata demi kata adalah 100% asli dari mulut Buddha dan tidak ada perubahan, penambahan maupun pengurangan.
saya sendiri sependapat dengan ph kalo isi tipitaka perlu dicermati, dikritisi, direnungkan dan digali lebih dalam. tidak semuanya diterima dan ditelan bulat2.
bagi saya sah2 saja menyalahkan bagian2 tipitaka yg gak membawa kemajuan batin.
sampai di sini juga untuk topik ini, om.

:)
ada salah sambung dalam komunikasi kita, om. saya udah kecapean untuk meneruskan. saya serahkan pada pembaca saja. silakan kalo anda mau terus.
cukup sekian, om fabian. terima kasih and selamat tahun baru.

Bro Morpheus yang baik, anda benar... memang diskusi seperti ini melelahkan, lebih enak kita saling mengucapkan selamat tahun baru ya...? Selamat tahun baru juga untuk anda dan teman-teman semua...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 03:17:02 PM
[at]  Bro Fabian

Hanya tambahan saja. Yang dimaksud si "aku" bukan berarti segala pikiran harus "membuat akunya dulu", tetapi semua "penilaian" berdasarkan kemelekatan yang 'lebih dari sebagaimana adanya'.

Contoh super sederhana: Cewek itu cakep.
Dalam pikiran itu, tidak ada pembentukan aku adalah di dalam/di luar cewek. Tetapi penilaian itu sendiri adalah berdasarkan "aku" yang menilai.

Kalau diuraikan adalah "Perasaan lampau yang menganggap itu menyenangkan dilekati sehingga menimbulkan kecenderungan suka pada objek tersebut, dan ketika bertemu kembali dengan objek serupa, ditangkap oleh indera dan diproses oleh pikiran, dibandingkan dengan ingatan masa lampau, dianggap sebagai menyenangkan."

Secara singkat: "keakuan."
:D
Bro Kai yang baik, menurut apa yang saya ketahui tak ada aku yang menilai, secara cepat batin membandingkan dengan pengalaman lalu mengenai persepsi wanita cantik, lalu ia mengatakan wanita itu cantik.
Orang lain melihat lalu membandingkan dengan pengalaman yang lalu, dan membandingkan dengan konsep kecantikan yang telah ada sebelumnya mungkin ia akan mengatakan jelek.

Sekali lagi yang bermain disini adalah persepsi/konsep, tak ada aku.
Ada orang yang mnenilai kecantikan wanita dari: kurus atau gemuknya, leher jenjang atau pendek, mancung atau pesek, bibir yang kecil atau dower, mata yang tajam atau sayu, dsbnya.

Sebagai perbandingan:
- kita menganggap wanita yang langsing cantik. Tapi ada satu suku di Afrika yang menganggap bahwa gemuk lebih cantik daripada kurus.
- Ada suku pegunungan di pegunungan Shan (Myanmar) yang menganggap bahwa leher yang semakin panjang (dihitung dari jumlah gelang di lehernya) semakin cantik. Tapi kita beranggapan mereka mahluk aneh.

Persepsi bro... tak lebih...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 03:36:34 PM
Dari mana soal lainnya bro, bukankah ketika rumah-ku terbakar.Disitu ada pikiran AKU???
Saya tanya pada bro apa arti pikiran menurut mayoritas dan pemeditasi seperti bro?

Persepsi, kecenderungan, ide, konsep.Dimanakah prosesnya itu terjadi semua, dengan kata apakah kita sebut?
Apakah dimulut ? Apakah ditelinga? Atau dihidung mungkin?

Dan saya rasa bukan karena rangkaian sebab akibat seperti yang bro bilang, tapi lebih tepat rangkaian yang saling dukung mendukung.
Yang terjadi dalam diskusi ini, cuma bagaimana kata-kata siapa yang lebih tepat.

Bro, berkata sekarang, persepsi menghasilkan konsep. Dan bro berkata pandangan salah jika persepsi menghasilkan aku. Aku itu apa? Apa bukan konsep juga?


Sis Sriyeklina yang baik, jawabannya saya rangkum saja ya...?
Batin manusia seringkali mempersepsikan segala sesuatu yang diterima oleh pancainderanya, lalu dibandingkan dengan kesan yang lalu, kemudian mengkonsepkannya.
Dari contoh yang telah saya ungkapkan timbulnya pandangan yang disangka "aku" berasal dari kesan yang muncul, bila dianggap lebih baik maka kita cenderung ingin memiliki, bila dirasa lebih buruk atau tak berguna mungkin batin kita menolak.

Mungkin saya bisa tambahkan contoh lainnya:
Katakanlah sis Sri tak pernah tahu mengenai kotoran kelelawar, lalu seseorang membawa kotoran kelelawar satu truk dan memberikan kepada sis Sri, apa yang terjadi? kemungkinan marah, karena berpikir kok diberi tahi? karena konsep yang timbul pada manusia umumnya pemberian tahi adalah penghinaan.

Tetapi apakah yang terjadi bila orang yang sama tersebut memberikan kotoran kelelawar satu truk dan sis Sri kebetulan tahu bahwa harga kotoran kelelawar adalah 2,5 US dollar per lbs di pasar retail. (satu lbs adalah 0,42 kg) Apakah sis Sri akan marah?   :)

Sekali lagi hanya permainan persepsi sis....

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 December 2010, 03:39:51 PM
Saya kutip ulang:Terjemahannya:
Berikut adalah tiga bentuk personalitas, yang umum Potthapada, (anggapan umum di dunia): bermateri, tak bermateri dan tanpa bentuk.

- Yang pertama  KEPRIBADIAN memiliki bentuk, tersusun dari empat unsur dan berlangsung ditopang makanan padat.
- Yang kedua KEPRIBADIAN tak memiliki bentuk, terdiri dari batin/pikiran, dan anggota tubuhnya yang besar maupun kecil lengkap dan semua organ sempurna.
- Yang ketiga KEPRIBADIAN tanpa bentuk, dan terdiri dari kesadaran saja.

Menurut saya yang pertama manusia, hewan
yang kedua adalah mahluk halus
dan yang ketiga adalah mahluk Arupa-Brahma.
Apakah aku ditopang makanan padat...? tentu tidak kan? Hanya tubuh yang ditopang makanan padat.

Personalitas itu artinya bagi saya kepribadian.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 December 2010, 04:05:31 PM
SELAMAT TAHUN BARU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 December 2010, 07:29:20 PM
Sis Sriyeklina yang baik, Pothapada sutta ini adalah mengenai konsep roh (atta) inilah yang saya katakan dalam diskusi ini bahwa atta tak ada, itu hanyalah pandangan (atta ditthi) konsep bentukan pikiran. Jadi disini Pothapada beranggapan ada roh dan sulit menerima bahwa yang dianggap roh tak ada, yang ada hanya kelompok batin (nama). Ini saya kutip dari "access to insight dan mettalanka.net".

http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/1Digha-Nikaya/Digha1/09-potthapada-e.html

access to insight:mettalanka.net

Perhatikan beda penerjemahan access to insight yang sering membuat orang salah mengerti disebabkan konsep "not self"nya bhikkhu Thanissaro. Mettalanka secara jelas dan tepat menerjemahkan roh (soul) bukan diri (self)

Disini Sang Buddha mengatakan jika roh (soul) bermaterial, memiliki bentuk, terdiri dari empat unsur dan perlu diberi makan maka, kesadaran dan roh berbeda.
(banyak orang yang bermeditasi dengan cara non-Buddhis mengalami yang mereka anggap out of body experience (pengalaman keluar tubuh), sehingga mereka beranggapan bahwa ada sesuatu yang keluar tubuh dan inilah yang mereka anggap "atta" atau roh atau jiwa atau suatu entitas dalam diri manusia yang berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Padahal menurut Buddhis tak ada.

Oleh karena itu Sang Buddha berkata kepada Potthapada, sulit bagi dia untuk mengerti hal ini, karena ia memiliki pandangan berbeda, menyetujui pemikiran-pemikiran yang lain, memiliki sasaran yang berbeda, berjuang dan setelah berbagai pencapaian, berlatih dalam sistem dan doktrin yang berbeda. jadi sulit baginya menyelami.

Sebagai tambahan menurut mettalanka penerjemahannya adalah sebagai berikut:jadi yang dimaksud disini adalah tubuh yang bermateri, tanpa materi dan tanpa bentuk. Yang tanpa bentuk hanya terdiri dari kesadaran saja. Jadi bait ini bukan membahas atta tetapi jenis kehidupan mahluk.

mahluk bermateri (manusia, hewan dsbnya) yang kedua adalah dewa, brahma, dsbnya, dan yang ketiga adalah mahluk Arupa Brahma.
Sis Sriyeklina yang baik, jawabannya saya rangkum saja ya...?
Batin manusia seringkali mempersepsikan segala sesuatu yang diterima oleh pancainderanya, lalu dibandingkan dengan kesan yang lalu, kemudian mengkonsepkannya.
Dari contoh yang telah saya ungkapkan timbulnya pandangan yang disangka "aku" berasal dari kesan yang muncul, bila dianggap lebih baik maka kita cenderung ingin memiliki, bila dirasa lebih buruk atau tak berguna mungkin batin kita menolak.

Mungkin saya bisa tambahkan contoh lainnya:
Katakanlah sis Sri tak pernah tahu mengenai kotoran kelelawar, lalu seseorang membawa kotoran kelelawar satu truk dan memberikan kepada sis Sri, apa yang terjadi? kemungkinan marah, karena berpikir kok diberi tahi? karena konsep yang timbul pada manusia umumnya pemberian tahi adalah penghinaan.

Tetapi apakah yang terjadi bila orang yang sama tersebut memberikan kotoran kelelawar satu truk dan sis Sri kebetulan tahu bahwa harga kotoran kelelawar adalah 2,5 US dollar per lbs di pasar retail. (satu lbs adalah 0,42 kg) Apakah sis Sri akan marah?   :)

Sekali lagi hanya permainan persepsi sis....



Jika saya berkata itu hanya permainan pikiran? Bagaimana menurut bro? Cocok atau tidak?

Dari contoh bro diatas, anggap saya senang karena  dapat duit. Berarti saya mempersepsikan tahi itu adalah duit. Benar  begitu?

Dan karena saya menyenangi-nya, sehingga timbul keinginan dan saya mencari tahi itu lagi. Jika itu saya lakukan terus menerus, maka lama-lama jadi melekat-kan? Jika ada orang yang mengambil tahi itu saya jadi marah. Karena saya jadi kehilangan.

Pada apakah saya melekat dari kejadian itu? Pada tahi-nya atau persepsi-nya?


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 31 December 2010, 09:02:56 PM
Jika saya berkata itu hanya permainan pikiran? Bagaimana menurut bro? Cocok atau tidak?
Bisa juga...

Quote
Dari contoh bro diatas, anggap saya senang karena  dapat duit. Berarti saya mempersepsikan tahi itu adalah duit. Benar  begitu?
Maksudnya informasi tahi yang maksud ke indera kita, terlebih dahulu dibandingkan dengan pengalaman lalu, lalu timbul persepsi bahwa itu penghinaan. Bila pengalaman lalunya mengetahui bahwa harga retailnya 2,5 dollar per 0,42 kg maka persepsinya tentu beda dibandingkan jika tak tahu.

Quote
Dan karena saya menyenangi-nya, sehingga timbul keinginan dan saya mencari tahi itu lagi. Jika itu saya lakukan terus menerus, maka lama-lama jadi melekat-kan? Jika ada orang yang mengambil tahi itu saya jadi marah. Karena saya jadi kehilangan.
ya ini semua diakibatkan telah timbul persepsi.

Quote
Pada apakah saya melekat dari kejadian itu? Pada tahi-nya atau persepsi-nya?
Persepsi tersebutlah yang menyebabkan saya melekat.

Sebelumnya saya memberikan contoh orang yang tak pernah melihat dan tak pernah tahu sama sekali laptop. menurut sis Sri bila orang kampung yang tinggal digunung terpencil misalnya suku baduy dalam yang tak pernah keluar kampung, disuruh memilih antara beras sekarung dan laptop macintosh pilih mana? Tentu memilih sekarung beras, karena persepsinya terhadap laptop belum timbul dan macintos tak bermanfaat di baduy karena belum ada listrik (padahal harga laptop jauh lebih mahal), sedangkan persepsi terhadap beras sudah ada, sehingga ia berusaha mendapatkan beras.

Tak ada pembentukan aku disini, hanya pembentukan persepsi.



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 01 January 2011, 01:00:36 AM
Bisa juga...
Ok...berarti kan tidak salah jika ada seseorang yang bilang, pikiran inilah yang membuat kita menderita. Karena untuk orang yang awam akan lebih mudah memahami begitu. Sama seperti saya dulu. Tidak nyangkut-nyangkut juga di kepala saya, ketika dibilang karena persepsi. Karena saya tidak tahu arti kata persepsi. Sama seperti kata kecenderungan, saya akan langsung mengerti jika kata kecenderungan itu diganti dengan kata kebiasaan berpikir atau kebiasaan pola pikir.

Quote
Maksudnya informasi tahi yang maksud ke indera kita, terlebih dahulu dibandingkan dengan pengalaman lalu, lalu timbul persepsi bahwa itu penghinaan. Bila pengalaman lalunya mengetahui bahwa harga retailnya 2,5 dollar per 0,42 kg maka persepsinya tentu beda dibandingkan jika tak tahu.
ya ini semua diakibatkan telah timbul persepsi.
Persepsi tersebutlah yang menyebabkan saya melekat.

Pancakhandha: lima kelompok kemelekatan. Terdiri atas:
- rupakhandha yaitu kemelekatan jasmani
- vinnanakhandha yaitu kemelekatan  kesadaran
- sannakhandha yaitu kemelekatan persepsi atau ingatan
- vedanakhandha yaitu kemelekatan  perasaan
- sankharakhandha yaitu kemelekatan bentuk-bentuk pikiran.

Dari daftar yang bro beri, berarti pada kasus tahi kelelawar. Kemelekatan saya berada pada sannakhandha. Benarkah? Yang arti-nya saya melekat pada persepsi tahi, bukan pada tahi-nya.


Quote
Sebelumnya saya memberikan contoh orang yang tak pernah melihat dan tak pernah tahu sama sekali laptop. menurut sis Sri bila orang kampung yang tinggal digunung terpencil misalnya suku baduy dalam yang tak pernah keluar kampung, disuruh memilih antara beras sekarung dan laptop macintosh pilih mana? Tentu memilih sekarung beras, karena persepsinya terhadap laptop belum timbul dan macintos tak bermanfaat di baduy karena belum ada listrik (padahal harga laptop jauh lebih mahal), sedangkan persepsi terhadap beras sudah ada, sehingga ia berusaha mendapatkan beras.
 Tak ada pembentukan aku disini, hanya pembentukan persepsi.
Iya, dalam hal ini tidak ada pembentukan aku.

saya mengatakan bahwa pancakhandha dapat menyebabkan persepsi "aku" timbul.

Itu perkataan bro fabian di postingan sebelumnya. Dan saya mencoba menyimpulkan dari pemberitahuan bro kepada saya.
Persepsi aku(diri maupun roh) timbul karena pandangan salah(moha). Pandangan yang salah itu dianggap benar dan disukai/diterima/diinginkan/disenangi/dicintai sehingga terjadilah berbagai kemelekatan baik pada jasmani maupun batin-nya. Bukankah begitu bro?



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 01 January 2011, 08:21:24 AM
Ok...berarti kan tidak salah jika ada seseorang yang bilang, pikiran inilah yang membuat kita menderita. Karena untuk orang yang awam akan lebih mudah memahami begitu. Sama seperti saya dulu. Tidak nyangkut-nyangkut juga di kepala saya, ketika dibilang karena persepsi. Karena saya tidak tahu arti kata persepsi. Sama seperti kata kecenderungan, saya akan langsung mengerti jika kata kecenderungan itu diganti dengan kata kebiasaan berpikir atau kebiasaan pola pikir.
Mungkin terjemahan Indonesia yang tepat untuk persepsi adalah anggapan. Persepsi timbul setelah ada suatu memori sebelumnya. Setelah ada persepsi baru kemudian menilai. Menilai timbul berdasarkan perbandingan terhadap apa yang kita alami dengan rekam ingatan yang lalu.

Quote
Pancakhandha: lima kelompok kemelekatan. Terdiri atas:
- rupakhandha yaitu kemelekatan jasmani
- vinnanakhandha yaitu kemelekatan  kesadaran
- sannakhandha yaitu kemelekatan persepsi atau ingatan
- vedanakhandha yaitu kemelekatan  perasaan
- sankharakhandha yaitu kemelekatan bentuk-bentuk pikiran.

Dari daftar yang bro beri, berarti pada kasus tahi kelelawar. Kemelekatan saya berada pada sannakhandha. Benarkah? Yang arti-nya saya melekat pada persepsi tahi, bukan pada tahi-nya.
Ya pada kasus yang satu sehingga timbul dosa/marah, sedangkan pada kasus yang lain melekat pada persepsi 2,5 dollar US per pound retail sehingga timbul lobha/serakah.

 
Quote
Iya, dalam hal ini tidak ada pembentukan aku.

saya mengatakan bahwa pancakhandha dapat menyebabkan persepsi "aku" timbul.

Itu perkataan bro fabian di postingan sebelumnya. Dan saya mencoba menyimpulkan dari pemberitahuan bro kepada saya.
Persepsi aku(diri maupun roh) timbul karena pandangan salah(moha). Pandangan yang salah itu dianggap benar dan disukai/diterima/diinginkan/disenangi/dicintai sehingga terjadilah berbagai kemelekatan baik pada jasmani maupun batin-nya. Bukankah begitu bro?

Iya... tapi ini hanya berlaku bila hal itu menyenangkan maka timbul lobha. Tapi kemelekatan batin bukan hanya pada hal-hal yang menyenangkan, tapi juga pada hal-hal yang tak menyenangkan. Bedanya bila hal-hal tersebut dalam persepsi kita menyenangkan maka lobha timbul, tapi bila persepsi tak menyenangkan maka dosa yang timbul.

Contoh: umpamanya seseorang sakit gigi, apakah hal itu menyenangkan...? tentu tidak kan?  Tapi apakah bisa kita bisa melepaskan perhatian dari kemelekatan terhadap rasa sakit itu...? Tak bisa kan...? Itulah bentuk kemelekatan terhadap sesuatu yang tidak kita senangi.
Contoh lain lagi bila kita membenci seseorang (dosa), rasa tidak suka yang timbul tentu akan lama sekali hilangnya, bahkan mungkin kita tak ingin bertemu lagi orang itu seumur hidup. Kebalikan halnya bila kita mencintai seseorang (lobha), kita selalu merindukan dan bahkan selalu ingin berada di dekatnya, bukankah demikian?
Tapi semua itu anicca tak kekal.

Oleh karena itu umat Buddha yang bijaksana yang melihat ketidak kekalan segala sesuatu, tidak terlalu membenci dan tidak terlalu serakah, dan siap menerima segala perubahan yang tak terduga.
 
Contoh lain lagi: Terasi, blue cheese (keju biru) dan sashimi (daging ikan mentah)

Ketika saya masih kecil saya paling tidak suka terasi, bila mencium bau sambal terasi bahkan menyentuhpun tidak mau, ini adalah persepsi tidak enak karena bau yang tak menyenangkan.
Suatu ketika karena lapar tak ada sayur lain tak ada pilihan lain (hanya ada ikan asin dan terasi) saya coba juga makan, eh ternyata enak sejak itu suka terasi, bahkan sangat suka.

Ketika saya pergi ke Sizzler ada pilihan dressing (saus untuk salad) antara thousand island, italian dressing dan blue cheese. Karena pertama kali makan disana tidak tahu rasanya, jadi kesan saya keju tentu enak rasanya, siapa sangka ternyata setelah dimakan baunya seperti keju/mentega tengik. Sejak itu saya tak suka blue cheese. Karena saya telah memiliki persepsi bau mentega tengik tak bagus.
Tapi besan sepupu saya yang memang Amerika keturunan Eropa malah lebih suka blue cheese.

Sejak kecil saya merinding mendengar orang Jepang memakan hasil laut mentah-mentah, suatu ketika diajak paman saya makan sushi di restoran Jepang awalnya memakan tuna roll, lalu belakangan salad dan lain-lain... akhirnya...? Sekarang antipati terhadap sashimi telah luntur.

Jadi semua adalah persepsi yang bisa berobah, tak lebih.




Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 01 January 2011, 09:37:25 AM
Wow, penjelasan yang magnificient dari bro Fabian, memadukan pengetahuan teori dan ketajaman praktek..... Mungkin bro bisa menulis buku/artikel tentang bagaimana melenyapkan pandangan salah tentang "aku" berdasarkan pengalaman meditatif anda.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 01 January 2011, 03:35:17 PM
Mungkin terjemahan Indonesia yang tepat untuk persepsi adalah anggapan. Persepsi timbul setelah ada suatu memori sebelumnya. Setelah ada persepsi baru kemudian menilai. Menilai timbul berdasarkan perbandingan terhadap apa yang kita alami dengan rekam ingatan yang lalu.
Ya pada kasus yang satu sehingga timbul dosa/marah, sedangkan pada kasus yang lain melekat pada persepsi 2,5 dollar US per pound retail sehingga timbul lobha/serakah.

 
Iya... tapi ini hanya berlaku bila hal itu menyenangkan maka timbul lobha. Tapi kemelekatan batin bukan hanya pada hal-hal yang menyenangkan, tapi juga pada hal-hal yang tak menyenangkan. Bedanya bila hal-hal tersebut dalam persepsi kita menyenangkan maka lobha timbul, tapi bila persepsi tak menyenangkan maka dosa yang timbul.

Contoh: umpamanya seseorang sakit gigi, apakah hal itu menyenangkan...? tentu tidak kan?  Tapi apakah bisa kita bisa melepaskan perhatian dari kemelekatan terhadap rasa sakit itu...? Tak bisa kan...? Itulah bentuk kemelekatan terhadap sesuatu yang tidak kita senangi.
Contoh lain lagi bila kita membenci seseorang (dosa), rasa tidak suka yang timbul tentu akan lama sekali hilangnya, bahkan mungkin kita tak ingin bertemu lagi orang itu seumur hidup. Kebalikan halnya bila kita mencintai seseorang (lobha), kita selalu merindukan dan bahkan selalu ingin berada di dekatnya, bukankah demikian?
Tapi semua itu anicca tak kekal.

Oleh karena itu umat Buddha yang bijaksana yang melihat ketidak kekalan segala sesuatu, tidak terlalu membenci dan tidak terlalu serakah, dan siap menerima segala perubahan yang tak terduga.
 
Contoh lain lagi: Terasi, blue cheese (keju biru) dan sashimi (daging ikan mentah)

Ketika saya masih kecil saya paling tidak suka terasi, bila mencium bau sambal terasi bahkan menyentuhpun tidak mau, ini adalah persepsi tidak enak karena bau yang tak menyenangkan.
Suatu ketika karena lapar tak ada sayur lain tak ada pilihan lain (hanya ada ikan asin dan terasi) saya coba juga makan, eh ternyata enak sejak itu suka terasi, bahkan sangat suka.

Ketika saya pergi ke Sizzler ada pilihan dressing (saus untuk salad) antara thousand island, italian dressing dan blue cheese. Karena pertama kali makan disana tidak tahu rasanya, jadi kesan saya keju tentu enak rasanya, siapa sangka ternyata setelah dimakan baunya seperti keju/mentega tengik. Sejak itu saya tak suka blue cheese. Karena saya telah memiliki persepsi bau mentega tengik tak bagus.
Tapi besan sepupu saya yang memang Amerika keturunan Eropa malah lebih suka blue cheese.

Sejak kecil saya merinding mendengar orang Jepang memakan hasil laut mentah-mentah, suatu ketika diajak paman saya makan sushi di restoran Jepang awalnya memakan tuna roll, lalu belakangan salad dan lain-lain... akhirnya...? Sekarang antipati terhadap sashimi telah luntur.

Jadi semua adalah persepsi yang bisa berobah, tak lebih.

Terima kasih bro, atas penjelasan yang sangat lengkap.

Kalau dibuat urutan kejadian yang sebenarnya pada kasus tahi mungkin seperti ini:

Tahap I   : Tahi -- kontak -- mata -- rasa -- persepsi (yang selanjutnya akan jadi objek pikiran)
              Dalam kasus ini, tahi adalah yang terlihat dan terjadi kontak sehingga kesadaran mata   
              menerima gambar tersebut. Saat menerima gambar,timbul cuma 2 rasa :diterima atau tidak
              diterima.Contoh tidak diterima,jika kita kena cahaya yang menyilaukan.Otomatis mata kita
              menutup.Kalau pada kasus ini, berarti bisa diterima. Kemudian gambar tersebut masuk ke
             pikiran menjadi persepsi.Sampai pada tahap ini, tahi itu
              masih tetap tahi karena belum terkontaminasi dengan hal lain.Dan selanjutnya persepsi ini akan
              menjadi objek bagi inderawi pikiran.

Tahap II :
 Persepsi tahi -- kontak -- pikiran -- bentukan pikiran -- rasa -- keinginan -- pencarian -- perolehan --pengambil keputusan --nafsu keinginan -- kemelekatan.

Pada tahap ini, persepsi terjadi kontak dengan pikiran. Pikiran yang saya maksud ini bisa berupa kecenderungan,ingatan,pengetahuan.Setelahh diproses di pikiran akan keluar bentukan pikiran. Bentukan pikiran ini bisa berupa ide,konsep,gambaran dll.Bentukan pikiran ini menimbulkan rasa.Yang pada tahap ini rasa itu ada 3: menyenangkan atau tidak menyenangkan atau netral.

Dan itu berlanjut menjadi keinginan (ingin mencari/menghindari/menerima).Pada keinginan disini belum terjadi kemelekatan.
Dari keinginan menimbulkan pencarian. Pencarian akan menimbulkan perolehan dan selanjutnya pengambil keputusan.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa menyenangkan akan menjadi nafsu keserakahan dan timbul kemelekatan.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa tidak menyenangkan akan menjadi nafsu kebencian dan timbul kemelekatan.
Pada 2 hal diatas akan mengakibatkan batin tidak seimbang. Yang dalam sehari-hari terkadang berupa gembira, senang, marah, tertekan dll

Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa netral akibat kebodohan(tidak tahu benar atau tidak benar) bisa jatuh ke tindakan yang tidak benar.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa netral akibat kebijaksanaan akan mengarah ke yang lebih baik.
Pada 2 hal diatas ini, mengakibatkan keadaan batin seimbang.
   -Contoh seimbang karena moha: seseorang bisa membunuh tanpa ada rasa takut/kasihan/kejam. Bisa kita lihat pada pemotong ayam.Dia membunuh bukan karena menyukai atau tidak menyukai.
   -Contoh seimbang karena kebijaksanaan : seseorang menghindari pembunuhan ayam bukan karena dia tidak menyukai pembunuhan atau dia menyukai. Tapi dia menghindari karena dia tahu, perbuatan itu tidak benar.

Bukankah seperti ini bro yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari? Sehingga kita disuruh melihat apa adanya? Kita baru bisa melihat apa ada-nya jika kita mengerti proses-nya. Dan semua ini lebih mudah diamati jika konsentrasi bagus. Konsentrasi bagus hanya bisa didapatkan dengan melatih meditasi.Setelah konsentrasi bagus jika kita menggunakan meditasi vipasana maka semua akan terlihat jelas. Itu-kan yang bro maksudkan?






Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 02 January 2011, 07:19:43 AM
Terima kasih bro, atas penjelasan yang sangat lengkap.

Kalau dibuat urutan kejadian yang sebenarnya pada kasus tahi mungkin seperti ini:

Tahap I   : Tahi -- kontak -- mata -- rasa -- persepsi (yang selanjutnya akan jadi objek pikiran)
              Dalam kasus ini, tahi adalah yang terlihat dan terjadi kontak sehingga kesadaran mata   
              menerima gambar tersebut. Saat menerima gambar,timbul cuma 2 rasa :diterima atau tidak
              diterima.Contoh tidak diterima,jika kita kena cahaya yang menyilaukan.Otomatis mata kita
              menutup.Kalau pada kasus ini, berarti bisa diterima. Kemudian gambar tersebut masuk ke
             pikiran menjadi persepsi.Sampai pada tahap ini, tahi itu
              masih tetap tahi karena belum terkontaminasi dengan hal lain.Dan selanjutnya persepsi ini akan
              menjadi objek bagi inderawi pikiran.

Tahap II :
 Persepsi tahi -- kontak -- pikiran -- bentukan pikiran -- rasa -- keinginan -- pencarian -- perolehan --pengambil keputusan --nafsu keinginan -- kemelekatan.

Pada tahap ini, persepsi terjadi kontak dengan pikiran. Pikiran yang saya maksud ini bisa berupa kecenderungan,ingatan,pengetahuan.Setelahh diproses di pikiran akan keluar bentukan pikiran. Bentukan pikiran ini bisa berupa ide,konsep,gambaran dll.Bentukan pikiran ini menimbulkan rasa.Yang pada tahap ini rasa itu ada 3: menyenangkan atau tidak menyenangkan atau netral.

Dan itu berlanjut menjadi keinginan (ingin mencari/menghindari/menerima).Pada keinginan disini belum terjadi kemelekatan.
Dari keinginan menimbulkan pencarian. Pencarian akan menimbulkan perolehan dan selanjutnya pengambil keputusan.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa menyenangkan akan menjadi nafsu keserakahan dan timbul kemelekatan.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa tidak menyenangkan akan menjadi nafsu kebencian dan timbul kemelekatan.
Pada 2 hal diatas akan mengakibatkan batin tidak seimbang. Yang dalam sehari-hari terkadang berupa gembira, senang, marah, tertekan dll

Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa netral akibat kebodohan(tidak tahu benar atau tidak benar) bisa jatuh ke tindakan yang tidak benar.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa netral akibat kebijaksanaan akan mengarah ke yang lebih baik.
Pada 2 hal diatas ini, mengakibatkan keadaan batin seimbang.
   -Contoh seimbang karena moha: seseorang bisa membunuh tanpa ada rasa takut/kasihan/kejam. Bisa kita lihat pada pemotong ayam.Dia membunuh bukan karena menyukai atau tidak menyukai.
   -Contoh seimbang karena kebijaksanaan : seseorang menghindari pembunuhan ayam bukan karena dia tidak menyukai pembunuhan atau dia menyukai. Tapi dia menghindari karena dia tahu, perbuatan itu tidak benar.

Bukankah seperti ini bro yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari? Sehingga kita disuruh melihat apa adanya? Kita baru bisa melihat apa ada-nya jika kita mengerti proses-nya. Dan semua ini lebih mudah diamati jika konsentrasi bagus. Konsentrasi bagus hanya bisa didapatkan dengan melatih meditasi.Setelah konsentrasi bagus jika kita menggunakan meditasi vipasana maka semua akan terlihat jelas. Itu-kan yang bro maksudkan?

Boleh tahu apakah sis Sri belajar Abhidhamma? penjelasan sis Sri bagus sekali seperti penjelasan Abhidhamma, mungkin baik sekali bila sis Sri belajar Abhidhamma.
Mau menambahkan sedikit sis, melihat prosesnya adalah bagian dari melihat apa adanya.
Bila kita melihat apa adanya maka kita melihat bagaimana segala fenomena yang muncul pada empat landasan perhatian mulai berproses, berkembang dan kemudian berhenti.





Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 02 January 2011, 09:06:19 AM
Boleh tahu apakah sis Sri belajar Abhidhamma? penjelasan sis Sri bagus sekali seperti penjelasan Abhidhamma, mungkin baik sekali bila sis Sri belajar Abhidhamma.
Saya belum belajar abhidhamma, cuma ada salah satu anggota forum ini yang pernah menerangkan kepada saya. Apalagi sejak menerima buku DN dari bro Hendra, jadi tambah mengerti. Kemudian saya coba perhatikan sendiri proses-nya dalam sehari-hari tapi belum dalam keadaan meditasi. Jadi belum dapat hasil maksimal.
 
Quote
Mau menambahkan sedikit sis, melihat prosesnya adalah bagian dari melihat apa adanya.
Bila kita melihat apa adanya maka kita melihat bagaimana segala fenomena yang muncul pada empat landasan perhatian mulai berproses, berkembang dan kemudian berhenti.
Nanti bila saat-nya sudah tiba saya tanya bro fabian. Sekarang meditasi-nya baru 20menit.

Jika yang diatas itu sudah benar. Maka ada yang saya bingungkan bro.

Apakah "aku" ada? Dalam konteks sebenar-benarnya, tidak ada yang bisa disebut sebagai "aku". Namun dalam keseharian, "aku" yang adalah bentukan pikiran itu ADA dan bahkan dilekati (oleh mereka yang belum melenyapkan noda sepenuhnya)
 Ini posting-nya bro kainyn

Setahu saya yang mempelajari Buddhisme sekian lama tak pernah saya mendengar ada pernyataan di Tipitaka yang mengatakan ada aku bentukan pikiran yang dilekati
 Dan ini tanggapan bro fabian.

Kenapa kok bisa bro fabian bilang begitu?? Jika saya urutkan kejadiannya seharusnya AKU itu memang bentuk pikiran. Dari seseorang melihat jasmani dan merasakan batin-nya, kemudian terkontaminasi dengan pandangan salah maka keluar bentukan pikiran/konsep aku(diri dan roh). Dan karena seseorang itu melekat pada  konsep itu maka timbul kata AKU dalam kehidupan. Tubuh dan pikiran itu menjadi aku, yang biasa kita sebut sehari-hari.Dan karena itulah terjadi kemelekatan yang lebih besar lagi.Aku ini menjadi lebih ego sehingga terjadi kepemilikan.

Contoh: Kita menyayangi seseorang (pacar) karena dia milikku.Walaupun sebenarnya yang menjadi pacar itu suami orang sekalipun.
Jika dilanjutkan lagi urutan-nya setelah kepemilikan, akan terjadi penjagaan.Karena penjagaan terjadi penyediaan alat seperti pedang,tongkat dll. Dan ini semua yang membuat perang,pertengkaran dll.

Bagaimana menurut bro? Apakah saya salah?









Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 02 January 2011, 10:44:36 AM
Saya belum belajar abhidhamma, cuma ada salah satu anggota forum ini yang pernah menerangkan kepada saya. Apalagi sejak menerima buku DN dari bro Hendra, jadi tambah mengerti. Kemudian saya coba perhatikan sendiri proses-nya dalam sehari-hari tapi belum dalam keadaan meditasi. Jadi belum dapat hasil maksimal.
 Nanti bila saat-nya sudah tiba saya tanya bro fabian. Sekarang meditasi-nya baru 20menit.

Jika yang diatas itu sudah benar. Maka ada yang saya bingungkan bro.

Apakah "aku" ada? Dalam konteks sebenar-benarnya, tidak ada yang bisa disebut sebagai "aku". Namun dalam keseharian, "aku" yang adalah bentukan pikiran itu ADA dan bahkan dilekati (oleh mereka yang belum melenyapkan noda sepenuhnya)
 Ini posting-nya bro kainyn

Sis Sriyeklina yang baik, menurut Abhidhamma pikiran dapat menciptakan materi, dapat menciptakan substansi. Pernyataan bro Kainyn pikiran membentuk "aku" maka seolah-olah ada suatu "entitas aku" yang dibentuk. Lain halnya bila "aku" hanya suatu persepsi/konsep, suatu anggapan belaka. kalau menurut saya segala hal yang kita alami hanya kita persepsikan/konsepkan, tetapi tak ada pembentukan aku, hanya anggapan ini adalah aku, ini milikku.

Ada perbedaan antara pikiran yang membentuk "aku" dan pikiran yang mempersepsikan "aku". Oleh karena itu disebut pandangan salah mengenai aku (sakkaya ditthi/atta ditthi).

Quote
Setahu saya yang mempelajari Buddhisme sekian lama tak pernah saya mendengar ada pernyataan di Tipitaka yang mengatakan ada aku bentukan pikiran yang dilekati
 Dan ini tanggapan bro fabian.
Jawaban diatas sudah menjawab pertanyaan ini. Jadi kita melekat pada pandangan salah bahwa ada "aku" dalam diri kita yang kita lekati, padahal tidak ada aku. pandangan salah ini bukan hanya menjangkiti umat awam, bahkan Bhikkhu terkenal sekalipun bisa terjangkit pandangan salah ini. Hanya meditasi Vipassana dapat melenyapkan pandangan salah ini.

Quote
Kenapa kok bisa bro fabian bilang begitu?? Jika saya urutkan kejadiannya seharusnya AKU itu memang bentuk pikiran. Dari seseorang melihat jasmani dan merasakan batin-nya, kemudian terkontaminasi dengan pandangan salah maka keluar bentukan pikiran/konsep aku(diri dan roh). Dan karena seseorang itu melekat pada  konsep itu maka timbul kata AKU dalam kehidupan. Tubuh dan pikiran itu menjadi aku, yang biasa kita sebut sehari-hari.Dan karena itulah terjadi kemelekatan yang lebih besar lagi.Aku ini menjadi lebih ego sehingga terjadi kepemilikan.
Anggapan salah "aku" tidak selalu muncul pada waktu kita berpikir, umpamanya perumpamaan yang saya berikan kepada bro Morpheus mengenai menghitung 700 X 5. Apakah ada "pembentukan aku" bila kita menghitung 700 X 5? Tentu tidak kan?

Anusaya (kecenderungan laten) adalah kecenderungan seseorang untuk berpikir dengan cara itu berulang-ulang, ini dikarenakan sanna (memori). Jadi setiap kita mengalami sesuatu kita membandingkan dengan pengalaman yang lalu, umpamanya bila seseorang melihat uang 100 ribuan di pinggir jalan, selalu ia membandingkan dengan pengalamannya yang lalu. lalu timbul ke "akuan", (sebenarnya lebih tepat disebut keserakahan, bukan keakuan). Tak ada pembentukan "aku". Tapi mungkin juga kita mempersepsikan itu sebagai aku, tapi mungkin juga tidak.

Contoh lain lagi: bila sis Sri melihat sebutir berlian mentah yang belum diasah dipinggir jalan mungkin sis sri tak tertarik dan tak timbul "keakuan" karena tak ada perbandingan, tak mengerti nilai dan tak tahu sangat berharga sehingga mungkin sis Sri tak peduli. Tetapi bila saya yang melihat maka, sekali lihat saya langsung tahu nilainya dan langsung timbul "keakuan" untuk memiliki, oleh karena itu pasti saya akan ambil, bila tahu pasti bahwa itu tak ada pemiliknya dan bukan milik orang yang terjatuh. Bagaimana bila kata "keakuan" saya ganti dengan "keserakahan/lobha" tepat atau tidak?

Ada ceritera diantara ahli-ahli permata mengenai penemuan sebutir permata di Arkansas (Amerika) suatu ketika seorang anak ketika bermain di "diamond crater arkansas" menemukan sebutir kristal mirip kaca lebih besar dari kelereng, lalu karena tidak tahu apa itu kemudian ia letakkan di kotak sepatu. (pada tahap ini persepsi belum bermain karena tak ada rekam ingatan sebelumnya), adakah pembentukan aku? paling hanya sekedar memiliki benda aneh, mungkin ditukar sepasang sepatu ia sudah sangat senang.

Di belakang hari ia menanyakan benda tersebut dan diberitahu bahwa benda tersebut adalah berlian, (persepsi baru timbul) Setelah ia tahu tentu ia bisa marah besar bila orang ingin menukar berlian tersebut dengan sepasang sepatu. Pertanyaan saya mana yang lebih tepat: Apakah akunya dibentuk bertambah besar setelah mengetahui nilai berlian tersebut? Atau apakah persepsi baru timbul, lalu kemudian mengubah sikapnya terhadap berlian tersebut?

Quote
Contoh: Kita menyayangi seseorang (pacar) karena dia milikku.Walaupun sebenarnya yang menjadi pacar itu suami orang sekalipun.
Jika dilanjutkan lagi urutan-nya setelah kepemilikan, akan terjadi penjagaan.Karena penjagaan terjadi penyediaan alat seperti pedang,tongkat dll. Dan ini semua yang membuat perang,pertengkaran dll.

Bagaimana menurut bro? Apakah saya salah?
Ini adalah bentuk lobha sis...
jadi yang disebut oleh teman-teman ini milikku, ini bukan milikku... adalah bentuk lobha dan dosa belaka yang disebabkan oleh moha dan avijja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 02 January 2011, 12:21:10 PM
Sis Sriyeklina yang baik, menurut Abhidhamma pikiran dapat menciptakan materi, dapat menciptakan substansi. Pernyataan bro Kainyn pikiran membentuk "aku" maka seolah-olah ada suatu "entitas aku" yang dibentuk. Lain halnya bila "aku" hanya suatu persepsi/konsep, suatu anggapan belaka. kalau menurut saya segala hal yang kita alami hanya kita persepsikan/konsepkan, tetapi tak ada pembentukan aku, hanya anggapan ini adalah aku, ini milikku.

Berarti salah pemahaman yah. Saya cuma penasaran tentang ini.


Quote
Ada perbedaan antara pikiran yang membentuk "aku" dan pikiran yang mempersepsikan "aku". Oleh karena itu disebut pandangan salah mengenai aku (sakkaya ditthi/atta ditthi).
Jawaban diatas sudah menjawab pertanyaan ini. Jadi kita melekat pada pandangan salah bahwa ada "aku" dalam diri kita yang kita lekati, padahal tidak ada aku. pandangan salah ini bukan hanya menjangkiti umat awam, bahkan Bhikkhu terkenal sekalipun bisa terjangkit pandangan salah ini. Hanya meditasi Vipassana dapat melenyapkan pandangan salah ini.
Mungkin iya hanya meditasi vipassana. Karena saya belum mencoba-nya jadi tidak bisa komentar. Tapi saya percaya bahwa aku(diri dan roh) itu tidak ada. Bukan dari vipassana, tapi saya mengerti dari buku RAPB dan pengetahuan yang saya dapati. Saya tahu tubuh ini terdiri dari unsur-unsur dan tidak kekal.Itu saaat masih sekolah dulu. Tapi kalau soal roh baru-baru ini.
Contoh: Telinga jika rusak saja gendang-nya. Maka sudah tidak bisa mendengar, Itu menunjukkan bahwa roh tidak ada di telinga.
              Seseorang yang terkena stroke maka tubuh-nya menjadi lumpuh.Lumpuh bukan karena roh-nya pada pergi, tapi karena syaraf-nya yang rusak.

Quote
Anggapan salah "aku" tidak selalu muncul pada waktu kita berpikir, umpamanya perumpamaan yang saya berikan kepada bro Morpheus mengenai menghitung 700 X 5. Apakah ada "pembentukan aku" bila kita menghitung 700 X 5? Tentu tidak kan?
Tentu tidak. Karena aku itu baru keluar disaat yang berhubungan pula.

Quote
Anusaya (kecenderungan laten) adalah kecenderungan seseorang untuk berpikir dengan cara itu berulang-ulang, ini dikarenakan sanna (memori). Jadi setiap kita mengalami sesuatu kita membandingkan dengan pengalaman yang lalu, umpamanya bila seseorang melihat uang 100 ribuan di pinggir jalan, selalu ia membandingkan dengan pengalamannya yang lalu. lalu timbul ke "akuan", (sebenarnya lebih tepat disebut keserakahan, bukan keakuan). Tak ada pembentukan "aku". Tapi mungkin juga kita mempersepsikan itu sebagai aku, tapi mungkin juga tidak.
Kalau kecenderungan jelas ada. Tapi menurut saya kejadian-nya bukan seperti yang bro contohkan. Disaat sudah timbul konsep aku dan dilekati.Maka konsep aku itu menjadi kecenderungan bagi orang yang melekat dan sudah menjadi ingatan. Ini menurut saya saja lho. Sehingga begitu ada objek pikiran yang berhubungan dengan aku masuk maka kecenderungan aku yang keluar.
Contoh objek pikiran orang tua saya sakit dan sudah koma. Maka kecenderungan aku bekerja maka saya merasa sedih. Ketika orang tua bro fabian yang kondisi-nya begitu, saya bukan sedih tapi malah cuek.
 Tapi benar atau tidak-nya suatu saat nanti saya akan mengerti. Karena saya masih tetap belajar.

Dan terima kasih atas diskusi yang menarik-nya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sukuhong on 02 January 2011, 03:19:05 PM
Kenapa kok bisa bro fabian bilang begitu?? Jika saya urutkan kejadiannya seharusnya AKU itu memang bentuk pikiran. Dari seseorang melihat jasmani dan merasakan batin-nya, kemudian terkontaminasi dengan pandangan salah maka keluar bentukan pikiran/konsep aku(diri dan roh). Dan karena seseorang itu melekat pada  konsep itu maka timbul kata AKU dalam kehidupan. Tubuh dan pikiran itu menjadi aku, yang biasa kita sebut sehari-hari.Dan karena itulah terjadi kemelekatan yang lebih besar lagi.Aku ini menjadi lebih ego sehingga terjadi kepemilikan.

Contoh: Kita menyayangi seseorang (pacar) karena dia milikku.Walaupun sebenarnya yang menjadi pacar itu suami orang sekalipun.
Jika dilanjutkan lagi urutan-nya setelah kepemilikan, akan terjadi penjagaan.Karena penjagaan terjadi penyediaan alat seperti pedang,tongkat dll. Dan ini semua yang membuat perang,pertengkaran dll.

Bagaimana menurut bro? Apakah saya salah?


jika tidak salah di Abhidhamma agama tetangga waktu makan berdoa kepada tuhan termasuk pandangan salah
saya tidak bisa menjelaskannya tapi pernah membacanya di ulasan tentang Abhidhamma
termasuk juga 'tetangga2' yang percaya adanya tuhan yang bersifat pribadi (penguasa tunggal)
maaf bukan mau aja ribut hanya ulasan pribadi, suka atau tidak tergantung kepercayaan masing2 pribadi.

kamsia
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 02 January 2011, 04:16:01 PM
jika tidak salah di Abhidhamma agama tetangga waktu makan berdoa kepada tuhan termasuk pandangan salah
saya tidak bisa menjelaskannya tapi pernah membacanya di ulasan tentang Abhidhamma
termasuk juga 'tetangga2' yang percaya adanya tuhan yang bersifat pribadi (penguasa tunggal)
maaf bukan mau aja ribut hanya ulasan pribadi, suka atau tidak tergantung kepercayaan masing2 pribadi.
Kalau bagi saya pribadi, tidak ada permasalahan Tuhan itu ada atau tidak. Tapi sayang-nya kami tidak membahas soal Tuhan saat ini.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 02 January 2011, 11:42:58 PM
Mungkin iya hanya meditasi vipassana. Karena saya belum mencoba-nya jadi tidak bisa komentar. Tapi saya percaya bahwa aku(diri dan roh) itu tidak ada. Bukan dari vipassana, tapi saya mengerti dari buku RAPB dan pengetahuan yang saya dapati. Saya tahu tubuh ini terdiri dari unsur-unsur dan tidak kekal.Itu saaat masih sekolah dulu. Tapi kalau soal roh baru-baru ini.
Contoh: Telinga jika rusak saja gendang-nya. Maka sudah tidak bisa mendengar, Itu menunjukkan bahwa roh tidak ada di telinga.
              Seseorang yang terkena stroke maka tubuh-nya menjadi lumpuh.Lumpuh bukan karena roh-nya pada pergi, tapi karena syaraf-nya yang rusak.
Tentu tidak. Karena aku itu baru keluar disaat yang berhubungan pula.
Kalau kecenderungan jelas ada. Tapi menurut saya kejadian-nya bukan seperti yang bro contohkan. Disaat sudah timbul konsep aku dan dilekati.Maka konsep aku itu menjadi kecenderungan bagi orang yang melekat dan sudah menjadi ingatan. Ini menurut saya saja lho. Sehingga begitu ada objek pikiran yang berhubungan dengan aku masuk maka kecenderungan aku yang keluar.
Contoh objek pikiran orang tua saya sakit dan sudah koma. Maka kecenderungan aku bekerja maka saya merasa sedih. Ketika orang tua bro fabian yang kondisi-nya begitu, saya bukan sedih tapi malah cuek.
 Tapi benar atau tidak-nya suatu saat nanti saya akan mengerti. Karena saya masih tetap belajar.

Dan terima kasih atas diskusi yang menarik-nya.

Sis Sriyeklina yang baik, saya mengerti dan memaklumi pendapat sis Sri, semoga sis Sri memiliki kesempatan baik untuk berlatih Vipassana, sehingga bisa mengetahui sendiri proses yang terjadi pada batin dan jasmani, dengan demikian mengetahui kebenarannya.

Oh ya saya cuma mau menambahkan sedikit, pernyataan sis Sri orang lain meninggal sis Sri cuek...? Belum tentu sis. Tergantung persepsi yang bermain, contohnya bila tokoh dalam film yang sis Sri kagumi meninggal (peran dalam film tersebut) kadang sis Sri sedih dan menangis kan...? Apakah kesedihan itu karena pembentukan "aku...?" Saya rasa tidak. Itulah kemelekatan terhadap persepsi, bukan kemelekatan terhadap "aku". Tokoh film adalah fiktif, sis Sri juga tahu bahwa film itu fiktif, tetapi tetap menangis, padahal tokoh film tersebut tak ada kaitannya dengan sis Sri...? Sekali lagi hanya persepsi sis......
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 03:47:35 PM

Oh ya saya cuma mau menambahkan sedikit, pernyataan sis Sri orang lain meninggal sis Sri cuek...? Belum tentu sis. Tergantung persepsi yang bermain, contohnya bila tokoh dalam film yang sis Sri kagumi meninggal (peran dalam film tersebut) kadang sis Sri sedih dan menangis kan...? Apakah kesedihan itu karena pembentukan "aku...?" Saya rasa tidak. Itulah kemelekatan terhadap persepsi, bukan kemelekatan terhadap "aku". Tokoh film adalah fiktif, sis Sri juga tahu bahwa film itu fiktif, tetapi tetap menangis, padahal tokoh film tersebut tak ada kaitannya dengan sis Sri...? Sekali lagi hanya persepsi sis......

Sory bro, saya tidak punya tokoh yang dikagumi jadi tidak perlu menangis. Saya cuma menangis kalau segala yang menyangkut dengan saya terganggu. Kalau saya dirugikan/disakiti. Baik itu orang tua saya, harta saya, saudara saya,teman saya,anjing saya dll.Tapi kalau orang lain, saya tidak pernah menangis. Kalau orang lain tertimpa musibah yang muncul cuma rasa kasihan. Dan itu tidak membuat saya menderita.

Contoh:Orang lain boleh membunuh anjing depan mata saya. Saya tidak akan menjadi marah. Karena itu urusan mereka, anjing mereka dan hasil perbuatan ditanggung sendiri-sendiri. Tapi coba mereka membunuh anjing peliharaan saya didepan mata saya. Orang yang membunuh anjing saya itu bisa gantian saya bunuh seperti anjing itu.

Diskusi kita seperti satu bicara kadal dan satu biawak. Berpuluh postingan yang saya ketik untuk memberitahu bro bahwa yang saya lihat kadal.Dan berpuluh postingan anda ketik untuk memberitahu saya tentang biawak. Akhirnya cuma buang- buang tenaga.



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 04 January 2011, 09:44:26 PM
 [at] sri:

Mungkin maksud bro Fabian adalah: jika ada film yang jalan ceritanya/tokohnya menggugah rasa haru kita, kita pun akan menangis karena persepsi kita atas tayangan yang kita tonton tersebut. Saya sendiri mengalami hal yang sama ketika menonton film2 tertentu yang sangat sedih ceritanya, padahal saya tahu itu hanya tayangan fiktif/tidak nyata, tetapi saya tidak dapat menahan rasa haru tsb dan menangis dengan sendirinya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 10:36:37 PM
[at] sri:

Mungkin maksud bro Fabian adalah: jika ada film yang jalan ceritanya/tokohnya menggugah rasa haru kita, kita pun akan menangis karena persepsi kita atas tayangan yang kita tonton tersebut. Saya sendiri mengalami hal yang sama ketika menonton film2 tertentu yang sangat sedih ceritanya, padahal saya tahu itu hanya tayangan fiktif/tidak nyata, tetapi saya tidak dapat menahan rasa haru tsb dan menangis dengan sendirinya.
Yah, saya mengerti dengan yang anda katakan. Kalau itu pernah terjadi. Bahkan melihat binatang yang sakit dan kelihatan-nya menderita sekali. Itu pun membuat saya mengeluarkan air mata. Karena rasa iba. Saya iba karena berpikir seandai-nya, saya yang jadi seperti itu. Sungguh tidak enak rasa-nya. Sungguh menderita rasa-nya.

Mungkin bro fabian sudah tidak punya AKU. Jadi tidak bisa mengerti dengan orang yang punya AKU. Dan bagaimana anda bisa memberitahu saya, jika anda tidak mengerti posisi saya bro fabian?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 04 January 2011, 11:13:53 PM
Yah, saya mengerti dengan yang anda katakan. Kalau itu pernah terjadi. Bahkan melihat binatang yang sakit dan kelihatan-nya menderita sekali. Itu pun membuat saya mengeluarkan air mata. Karena rasa iba. Saya iba karena berpikir seandai-nya, saya yang jadi seperti itu. Sungguh tidak enak rasa-nya. Sungguh menderita rasa-nya.

Sis Sriyeklina yang baik, bro Seniya telah menjelaskan maksud saya dengan tepat sekali. Itulah yang dimaksud dengan kemelekatan pada persepsi. Film hanya persepsi kan...?

Quote
Mungkin bro fabian sudah tidak punya AKU. Jadi tidak bisa mengerti dengan orang yang punya AKU. Dan bagaimana anda bisa memberitahu saya, jika anda tidak mengerti posisi saya bro fabian?
Mungkin maksud sis Sri dengan aku adalah egoisme/selfishness. Bukan hanya itu yang saya bicarakan, "aku" yang saya diskusikan dengan teman-teman lain bukan hanya sekedar selfishness, melainkan lebih daripada itu.

Contohnya: kalau kaki merasa sakit karena duduk bersila menurut teman-teman ada "aku" yang sakit. Ini bukan karena selfishness kan?
Kalau menurut saya hanya ada kemelekatan terhadap rasa sakit, tak ada aku disana. Jadi ada perbedaan sudut pandang.

Kalau selfishness saya juga memilikinya, saya bukan Arahat.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 11:24:16 PM
Sis Sriyeklina yang baik, bro Seniya telah menjelaskan maksud saya dengan tepat sekali. Itulah yang dimaksud dengan kemelekatan pada persepsi. Film hanya persepsi kan...?
Mungkin maksud sis Sri dengan aku adalah egoisme/selfishness. Bukan hanya itu yang saya bicarakan, "aku" yang saya diskusikan dengan teman-teman lain bukan hanya sekedar selfishness, melainkan lebih daripada itu.

Contohnya: kalau kaki merasa sakit karena duduk bersila menurut teman-teman ada "aku" yang sakit. Ini bukan karena selfishness kan?
Kalau menurut saya hanya ada kemelekatan terhadap rasa sakit, tak ada aku disana. Jadi ada perbedaan sudut pandang.

Kalau selfishness saya juga memilikinya, saya bukan Arahat.



Jujur saja yah bro. Sejak kita diskusi, saya jadi tambah bingung. Bukan jadi tambah mengerti. Saya membaca buku DN yang menuliskan itu kata diri. Dan dari cara bro jawab, berarti penerjemahnya salah. Malah pembahasannya ke arah yang saya tambah tidak mengerti. Informasi dari bro malah bentrok semua dengan yang saya pelajari selama ini tentang buddhisme. Jadinya blank...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 05 January 2011, 12:05:07 AM
Jujur saja yah bro. Sejak kita diskusi, saya jadi tambah bingung. Bukan jadi tambah mengerti. Saya membaca buku DN yang menuliskan itu kata diri. Dan dari cara bro jawab, berarti penerjemahnya salah. Malah pembahasannya ke arah yang saya tambah tidak mengerti.
Sis Sriyeklina yang baik, saya rasa bukan penerjemahnya yang salah, mungkin sis Sri yang salah mengerti. Pandangan Salah mengenai atta ini sulit dimengerti tanpa praktek Vipassana.
Terjemahan atta bisa berarti: aku, ego, diri, jiwa, roh. jadi harus benar-benar diresapi konteks keseluruhan dari sutta tersebut, jangan hanya diambil secuplik.
Quote
Informasi dari bro malah bentrok semua dengan yang saya pelajari selama ini tentang buddhisme. Jadinya blank...
Apakah semua yang dipelajari oleh sis Sri selama ini mengenai Buddhisme mengatakan aku/atta ada?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 05 January 2011, 03:43:55 AM
Sis Sriyeklina yang baik, saya rasa bukan penerjemahnya yang salah, mungkin sis Sri yang salah mengerti. Pandangan Salah mengenai atta ini sulit dimengerti tanpa praktek Vipassana.
Terjemahan atta bisa berarti: aku, ego, diri, jiwa, roh. jadi harus benar-benar diresapi konteks keseluruhan dari sutta tersebut, jangan hanya diambil secuplik.Apakah semua yang dipelajari oleh sis Sri selama ini mengenai Buddhisme mengatakan aku/atta ada?

Sekarang bro mengatakan permainan persepsi, melekat pada persepsi.sebelum-nya bro membantah. Tidak ada yang melekat pada persepsi. Yang ada cuma melekat pada pancakhanda.

Bro, saya tidak berminat untuk melanjutkan diskusi. Karena saya sudah melekat dengan persepsi saya tentang bro. Begitu saya harus diskusi dengan bro, langsung yang terbayang RUMIT-NYA. Kalau sudah terbayang rumit-nya, saya sudah tidak punya keinginan buat belajar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 05 January 2011, 06:00:13 AM
Sekarang bro mengatakan permainan persepsi, melekat pada persepsi.sebelum-nya bro membantah. Tidak ada yang melekat pada persepsi. Yang ada cuma melekat pada pancakhanda.

Bro, saya tidak berminat untuk melanjutkan diskusi. Karena saya sudah melekat dengan persepsi saya tentang bro. Begitu saya harus diskusi dengan bro, langsung yang terbayang RUMIT-NYA. Kalau sudah terbayang rumit-nya, saya sudah tidak punya keinginan buat belajar.


memang rumit kalau 'hanya' dibayangin  :))

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 05 January 2011, 08:15:38 AM
Berhubung ada yang membawa-bawa nama Zen, saya terpanggil untuk menanggapi untuk meluruskan duduk persoalannya.
Zen tidak lebih tinggi atau rendah dibandingkan aliran Buddhisme lainnya.

Zen memang ajaran yang di luar kitab suci maupun bahasa karena Zen hanya membahas meditasi dan meditasi bisa dilakukan oleh semua orang dari berbagai agama sekalipun. Namun bukan berarti pula Zen tak punya sutra yang spesifik. Pada kenyataannya praktisi Zen dianjurkan membaca Tipitaka maupun Tripitaka namun dengan anjuran untuk tidak melekat kepada kitab-kitab itu.

ZEN : TIDAK BERGANTUNG PADA KATA-KATA DAN MENUNJUK LANGSUNG PADA PIKIRAN

Apa makna tidak bergantung pada kata-kata dalam Zen?

Seseorang harus SKEPTIS terhadap segala macam kitab suci (termasuk Tripitaka Sanskrit maupun Tipitaka Pali). Semua itu hanyalah susunan kata-kata dan bahasa yang walaupun benar bisa jadi disalahtafsirkan terutama dalam rangka meditasi yang merupakan Zen itu sendiri.

Petunjuk meditasi/samadhi yang diberikan orang lain sangat KECIL SEKALI KEMUNGKINANNYA bisa membantu seseorang mencapai keterbebasan pikiran. Mengapa? Karena setiap orang adalah unik. Dan metode meditasi yang telah baku belum tentu dan seringkali tidak cocok untuk semua orang.

Petunjuk dalam Zen/meditasi adalah petunjuk yang diperoleh secara langsung dari praktek dan kadang petunjuk itu datang secara mendadak/ tiba-tiba/ tidak disangka-sangka yang seringkali disebut sebagai pencerahan seketika. Pencerahan seketika ini tidak langsung membuat seseorang menjadi arahat atau bodhisattva atau sejenisnya namun hanya membuat seseorang semakin terbebas pikirannya dan semakin mengerti mengenai makna dan tujuan hidupnya sendiri yang tentu saja berlainan untuk tiap praktisi Zen.

Bagi seorang Guru/Master Zen mengajar meditasi/zen adalah sebuah seni. Yang namanya seni adalah unik, tak ada yang standard. Setiap guru Zen memiliki metode yang berbeda-beda dalam mengajar namun tujuannya tetap sama yaitu mencapai keterbebasan pikiran.

Apa itu meditasi Zen? PIKIRAN yang tenang, damai dan bebas dari kondisi baik/buruk di luar diri, bebas dari kemelekatan pada objek di luar diri.

Seseorang dalam bermeditasi haruslah menyadari mengenai ANATTA atau SUNYATA bahwa diri ini sesungguhnya KOSONG/SUNYA/WU karena yang namanya diri ini hanya tersusun dari jasmani dan batin yang dua-duanya tidak kekal / anicca / anitya.

Seseorang harus menyadari bahwa anatta ataupun sunyata itu sendiri hanyalah sebuah PANDANGAN/ view dalam bermeditasi dan jangan MELEKAT pada pandangan/view ini. Kalau kita sudah melekat pada anatta dan sunyata maka kita akan semati benda mati.

Kata-kata adalah simbol bahasa sedangkan pikiran adalah bahasa tanpa kata-kata.
Semua dhamma/dharma sesungguhnya sudah ada dalam pikiran kita.

Itulah yang disebut mengarah langsung pada pikiran dalam Zen.

NAFAS ITULAH BASIC YANG PALING BASIC DALAM ZEN

Konon Buddha pernah memberi teka-teki kepada semua murid utama mengenai apa yang disebut hidup itu. Semua murid utama memberikan berbagai jawaban yang kemudian ditolak oleh Buddha. Dan kemudian Buddha memberikan pencerahan dengan berkata, “Hidup adalah sepanjang nafas ini.” Dan semua murid utama takjub. Inilah kunci utama dalam bermeditasi.

Zen adalah meditasi. Meditasi adalah Zen. Karena Zen itu sendiri artinya meditasi. Namun berbeda dengan berbagai aliran lain dalam Buddhisme, meditasi dalam Zen tidak hanya dilakukan dalam keadaan duduk dengan posisi teratai/lotus (duduk bersila) namun juga dalam berbagai aktivitas sehari-hari. Inilah yang membedakan meditasi Zen dengan meditasi lainnya.

Kunci utama dalam bermeditasi Zen adalah mengatur panjang pendeknya nafas. Dan ini adalah sebuah seni tersendiri yang mana setiap orang harus mengalaminya sendiri dalam sebuah praktek langsung.

Secara alami, manusia yang tak pernah bermeditasi sekalipun secara refleks akan menghela nafas panjang untuk menyingkirkan beban dalam batinnya.

Nafas penting sekali peranannya dalam menenangkan atau mendamaikan pikiran. Hal yang sangat sederhana ini sangatlah disadari oleh Master-master Zen.

Dalam bermeditasi kita berupaya untuk mengatur nafas agar semakin panjang. Semakin panjang suatu nafas maka pikiran akan semakin rileks/santai dan tenang/damai.

Setelah pikiran rileks dan tenang barulah kita merenungkan kembali mengenai sunyata/anatta, anitya/anicca, dan dukkha atau yang biasa disebut sebagai tilakkhana atau tiga corak umum (anatta, dukkha, anicca)

Sambil bermeditasi merenungkan tilakkhana (tiga corak umum) itu kita juga bisa menyadari bahwa hidup ini hanyalah sepanjang nafas ini.

Nafas adalah jembatan yang menghubungkan hidup dengan kesadaran.

Nafas menyatukan tubuh/jasmani dengan pikiran/kesadaran (citta/vijnana).

Nafas adalah tanda kehidupan. Bila Anda tak lagi bernafas berarti Anda sudah mati.

Zen dengan cerdas menggunakan nafas ini untuk menghubungkan hidup dengan pikiran/kesadaran.

Menarik nafas panjang secara alami dapat menyatukan kembali pikiran yang terceraiberai atau terpencar sehingga menjadi terpusat. Itulah yang disebut sebagai konsentrasi pikiran dalam zen/meditasi (yang paling basic).

Ketika pikiran kita sudah terfokus/terkonsentrasi maka dengan nafas itu pula kita berusaha menyadari bahwa hidup itu hanya sepanjang nafas, badan ini ada hanya sepanjang nafas.

Boleh jadi detik berikutnya kita berhenti bernafas karena suatu hal yang mencabut kehidupan kita. Inilah yang disebut sebagai nafas yang menghubungkan pikiran dengan badan/tubuh/jasmani ini.

HIDUP INI BERHARGA / MEDITASI DALAM SETIAP HEMBUSAN NAFAS

Setelah menyadari bahwa hidup adalah sepanjang nafas atau keberadaan badan ini hanyalah sepanjang nafas yang kita tarik dan hembuskan maka kita arahkan pikiran kita untuk merenungi satu hal yang juga sangat basic/mendasar dalam meditasi/zen yaitu bahwa hidup ini sangatlah berharga dan tak bisa ditukar dengan materi apapun yang ada di dunia ini.

Setiap detik adalah berharga. Setiap tarikan dan hembusan nafas adalah berharga. Kalau pikiran kita setiap saat selalu dapat mempertahankan kesadaran/pikiran yang terpusat/terfokus semacam ini maka kita  dianggap berhasil dalam meditasi/zen.

Itulah yang disebut sebagai meditasi dalam berbagai macam aktivitas yang kita lakukan sehari-hari. Dan ini bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan walau secara konseptual nampaknya sederhana.

Secara alamiah bila badan kita bergerak maka pikiran kita cenderung bergerak pula sehingga akhirnya pikiran kita akhirnya terceraiberai dan tidak lagi terpusat/terfokus. Jadi walaupun secara konseptual nampaknya mudah/sederhana namun memusatkan pikiran/kesadaran dalam keadaan badan bergerak tidaklah mudah bahkan sangat sulit dalam prakteknya. Anda boleh mencobanya sendiri, dan kalau Anda bisa menguasainya dengan cepat berarti Anda berbakat dalam Zen.

Seorang pemula dalam meditasi Zen akan berlatih memusatkan pikiran ketika sedang berjalan. Biasanya dengan berjalan secara perlahan dan memperhatikan setiap langkah kita, karena bila kita berjalan cepat dan tergesa-gesa maka konsentrasi pikiran lebih mudah buyar.

Setiap kaki kita melangkah perlahan, seimbangkan langkah dengan nafas, dan sadari betapa ajaibnya kaki kita bisa melangkah dan badan kita bisa bergerak seiring dengan nafas yang kita tarik dan hembuskan. Sadari betapa berharganya nafas ini dalam setiap langkah kaki Anda. Namun jangan sampai Anda terlalu tegang dalam menyadarinya. Santai/rileks adalah salah satu syarat mutlak dalam meditasi bergerak.

Berjalan dalam kesadaran penuh seperti itu bukan perkara yang mudah.

Konon ada praktisi Zen yang berlatih hingga puluhan tahun hanya untuk bisa meditasi sambil berjalan. Mayoritas kita-kita ini memang seperti itu. Seringkali dalam keadaan yang dikejar waktu (cepat-cepat mau ke kampus/sekolah, ke kantor, atau pulang ke  rumah) membuat kita melupakan meditasi sambil berjalan.

Kita dapat memperhatikan gerakan langkah seorang Master Zen dalam berjalan yang biasanya pelan dan melangkah tanpa menimbulkan suara, tidak seperti manusia awam yang berjalan tergesa-gesa dan berisik.

Dalam tingkatan yang sudah mahir, seorang praktisi/master Zen dapat berjalan cepat namun tetap hening alias tidak menimbulkan suara.

Ada satu teknik yang cukup praktis dan mudah yaitu berjalan dengan sambil menyunggingkan sebuah senyum. Ini akan membuat kita lebih rileks dan tenang dan akan membuat kita dengan cepat menguasai meditasi saat berjalan. Tapi harus lihat-lihat situasi juga jangan sampai orang lain menyangka Anda gila karena suka tersenyum sendiri.
 
Berjalan sendirian sambil sedikit tersenyum lebih mudah dalam mengkonsentrasikan pikiran. Bagaimana bila kita harus berjalan bersama dengan orang lain dan orang lain itu mengajak kita berbicara? Ini jelas merupakan tantangan tersendiri kalau kita sudah bisa menguasai meditasi saat berjalan/bergerak.

Bagaimana kita memperhatikan ucapan lawan bicara kita namun di sisi lain kita tetap harus bermeditasi penuh kesadaran ketika sedang berjalan. Anda harus menemukan sendiri cara/tekniknya. Ini tak bisa diberikan oleh orang lain, harus dicoba/dipraktekkan sendiri dan setiap orang harus mencari pemecahannya sendiri.

Terlebih lagi bila kita berbicara sambil berjalan. Berbicara cenderung membuat kesadaran/pikiran kita buyar sama seperti kita berjalan/bergerak bahkan menurut saya pribadi berbicara lebih dahsyat membuyarkan konsentrasi pikiran.  Bagaimana pikiran kita tetap terpusat sambil kita  berbicara dan bergerak adalah tantangan terbesar dalam meditasi setiap saat/detik. Dan ini semua harus dilatih dengan tekun oleh diri Anda sendiri sebelum Anda menjadi mahir.

Seorang Master Zen biasanya berbicara dengan pelan agar dapat selalu menjaga konsentrasi pikiran. Hal ini disarankan juga bagi praktisi Zen pemula. Bukan berarti tidak ada seorang Master Zen yang bisa berbicara dengan suara keras namun konsentrasi pikirannya tetap terjaga. Master Zen Linji terkenal dengan suara teriakan kerasnya sebagai metode untuk pencerahan seketika. Tapi suara keras ini tidak disarankan bagi praktisi Zen pemula yang bahkan belum mahir mengkonsentrasikan pikiran ketika sedang berbicara dengan pelan atau normal. Harus ada tahap-tahapnya, mulai dari bicara pelan dan lembut, normal, hingga cepat dan keras. Mungkin diperlukan latihan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sebelum menjadi mahir untuk berbicara normal (tidak pelan namun juga tidak cepat, tidak lembut dan juga tidak keras).

Lagi-lagi tersenyum saat berbicara boleh Anda jadikan sebagai salah satu metode dalam berbicara sambil mempertahankan konsentrasi pikiran. Tersenyum sedikit membuat Anda lebih rileks ketika berbicara sambil tetap menjaga konsentrasi pikiran.

Yang lebih susah lagi adalah ketika kita harus menjalankan profesi yang membutuhkan pikiran itu sendiri (selain bergerak dan berbicara) untuk menyelesaikan tugas/kerja kita. Misalnya Anda adalah seorang dokter, insinyur, akuntan, pengacara yang memerlukan pikiran (selain bergerak dan berbicara) dalam mengerjakan tugas/kerja sehari-hari. Bagaimana Anda bisa melakukan semua aktivitas itu (berjalan/bergerak, berbicara/mendengar, berpikir) namun tetap bermeditasi setiap tarikan nafas adalah sebuah tantangan yang harus Anda temukan sendiri caranya.

Izinkan saya mengutip pendapat Master Zen Thich Nhat Hanh:

-------------------------------------------

Ketika berjalan seorang praktisi harus sadar bahwa ia sedang berjalan.
Ketika duduk, ia harus sadar bahwa ia sedang duduk.
Ketika berbaring, ia harus sadar bahwa ia sedang berbaring
Apapun posisi tubuhnya, ia harus menyadarinya

Napas adalah jembatan yang menghubungkan hidup dengan kesadaran,
yang menyatukan tubuh dengan pikiran.
Kapanpun pikiran terpencar berserakan, gunakan napas sebagai alat untuk mengumpulkan kembali pikiran.

Pikiran tidak menggenggam pikiran
Pikiran tidak mengusir pikiran
Pikiran hanya bisa mengamati dirinya sendiri

Jika seorang praktisi memahami pikirannya dengan jernih, ia akan bisa mencapai kemajuan tanpa banyak usaha.
Tetapi jika ia tidak tahu apa-apa tentang pikirannya, semua usahanya akan sia-sia.

Hanya dengan berlatih kesadaran, kita tidak menderita, tetapi merasakan kebahagiaan dan kedamaian sejati.
Hanya dengan berlatih kesadaran, kita bisa membuka pikiran dan mata cinta kasih.

--------------------------------------------------------

Hanya dengan tekun berlatih hingga mahir maka barulah Anda berhasil. Kuncinya sekali lagi hanya pada mengatur nafas dan kesadaran/pikiran mengenai keberhargaan hidup ini sekaligus kesadaran/pikiran bahwa hidup ini anatta, dukkha, anicca, yang mana semua kesadaran/pikiran itu harus tetaplah tenang dan damai setenang permukaan air yang tenang sehingga permukaan air itu menjadi cermin bagi apapun.

Mengenai nafas dalam kaitannya dengan keberhargaan dalam hidup ini, izinkan saya kembali mengutip pendapat Master Zen Thich Nhat Hanh yang menurut saya pribadi adalah tujuan paling tertinggi yang mestinya menjadi tujuan setiap praktisi Zen:

------------------------------------------------------------------------

SAAT INI adalah satu-satunya orang yang kita miliki.
ORANG YANG PALING PENTING adalah orang yang saat ini sedang bersama Anda, karena kita tidak akan permah tahu kita akan bersama siapa di masa yang akan datang.
TUGAS TERPENTING yang layak dikerjakan adalah membuat orang yang bersama Anda bahagia, itulah tujuan hidup ini.

------------------------------------------------------------------------

Bermeditasilah setiap saat.
Berlatih Zen dalam setiap tarikan dan hembusan nafas.

----------------------------------------------------------------------------------


KEAJAIBAN HIDUP SADAR
THE MIRACLE OF MINDFULNESS
(Sebuah perpaduan unik dan alami antara tradisi Theravada dan Mahayana di Vietnam)

Oleh: Thich Nhat Hanh
Sesepuh Zen dari Vietnam, Tokoh Perdamaian Internasional

Kutipan dari buku Keajaiban Hidup Sadar terbitan tahun 2010 (yang awal tahun 2011 ini masih beredar di Gramedia seharga Rp 30.000).

Halaman 6:

Ketika berjalan seorang praktisi harus sadar bahwa ia sedang berjalan.
Ketika duduk, ia harus sadar bahwa ia sedang duduk.
Ketika berbaring, ia harus sadar bahwa ia sedang berbaring
Apapun posisi tubuhnya, ia harus menyadarinya

Halaman 21:

Napas adalah jembatan yang menghubungkan hidup dengan kesadaran,
yang menyatukan tubuh dengan pikiran.
Kapanpun pikiran terpencar berserakan, gunakan napas sebagai alat untuk mengumpulkan kembali pikiran.

Halaman 39:

Pikiran tidak menggenggam pikiran
Pikiran tidak mengusir pikiran
Pikiran hanya bisa mengamati dirinya sendiri

Halaman 48 :

Jika seorang praktisi memahami pikirannya dengan jernih, ia akan bisa mencapai kemajuan tanpa banyak usaha.
Tetapi jika ia tidak tahu apa-apa tentang pikirannya, semua usahanya akan sia-sia.

Halaman 65 :

Hanya dengan berlatih kesadaran, kita tidak menderita, tetapi merasakan kebahagiaan dan kedamaian sejati.
Hanya dengan berlatih kesadaran, kita bisa membuka pikiran dan mata cinta kasih.

Halaman 75 :

Ketika realitas bisa diselami pada tataran tertingginya, seorang praktisi telah mencapai tingkat kebijaksanaan yang disebut pikiran non-diskriminatif – sebuah kemanunggalan menakjubkan yang mana tidak ada lagi pembedaan antara subjek dan objek.

Halaman 87 :

SAAT INI adalah satu-satunya orang yang kita miliki.
ORANG YANG PALING PENTING adalah orang yang saat ini sedang bersama Anda, karena kita tidak akan permah tahu kita akan bersama siapa di masa yang akan datang.
TUGAS TERPENTING yang layak dikerjakan adalah membuat orang yang bersama Anda bahagia, itulah tujuan hidup ini.

-------------------------------------------------------------------------

Buku Master Thich Nhat Hanh ini adalah buku mengenai Zen yang sangat sederhana karena mudah dipahami oleh orang awam sekalipun namun juga sangat bermutu karena langsung menyentuh pokok-pokok Zen yang selama ini saya ketahui dan praktekkan. Saya sarankan kepada teman-teman sedharma untuk membeli buku yang saya yakin akan sangat berguna untuk kemajuan batin kita.

Sutarman
(Praktisi Zen)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 05 January 2011, 08:20:02 AM
Sekarang bro mengatakan permainan persepsi, melekat pada persepsi.sebelum-nya bro membantah. Tidak ada yang melekat pada persepsi. Yang ada cuma melekat pada pancakhanda.
Setahu saya, saya tak pernah membantah bahwa ada kemelekatan pada persepsi, yang saya katakan tidak selalu kita melekat pada persepsi. baca reply #465 hal 31, juga reply #491 hal 33.

Quote
Bro, saya tidak berminat untuk melanjutkan diskusi. Karena saya sudah melekat dengan persepsi saya tentang bro. Begitu saya harus diskusi dengan bro, langsung yang terbayang RUMIT-NYA. Kalau sudah terbayang rumit-nya, saya sudah tidak punya keinginan buat belajar.

Sis Sri yang baik, tak ada orang yang langsung bisa mengerti begitu saja Buddhisme karena ajarannya sangat dalam dan luas, apalagi tanpa praktek. Bila sis Sri beranggapan ada shortcut/jalan pintas yang mudah untuk mempelajari Buddhisme tentu sis Sri akan kecewa. Bila Buddhisme demikian sederhana, maka tak perlu ada 41 buku untuk menguraikan ajaran Sang Buddha.

Saya belajar Buddhisme sejak umur belasan tahun, dan sekarang puluhan tahun berlalu masih banyak yang belum saya ketahui mengenai Buddhism. Buddhism adalah ajaran yang lebih mudah dimengerti bila disertai praktek. Bukankah dalam banyak cabang ilmu juga demikian...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 05 January 2011, 09:05:20 AM
 [at]  sutarman

Terima kasih telah mengenalkan Zen yang "normal".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 05 January 2011, 09:14:53 AM
om sutarman, tolong masup ke sini untuk mengenalkan zen:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=12959.0
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 05 January 2011, 09:22:00 AM
[at]  sutarman

Terima kasih telah mengenalkan Zen yang "normal".
kalau yang tidak "normal" siapa? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 05 January 2011, 11:52:59 AM
kalau yang tidak "normal" siapa? ;D
Yang katanya 'menjembatani' keekstreman 'Mahayana Vs Theravada', yang punya pandangan kadang 'tanpa aku' ada, kadang 'tanpa aku' hilang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 05 January 2011, 11:55:17 AM
Yang katanya 'menjembatani' keekstreman 'Mahayana Vs Theravada', yang punya pandangan kadang 'tanpa aku' ada, kadang 'tanpa aku' hilang.
ohh I see ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 05 January 2011, 01:22:34 PM
 [at] sri & fabian:

Kayaknya cuma salah pengertian antara anda berdua. Yg saya tangkap adl sis sri memahami "aku","diri","milikku" sbg egoisme/keakuan,sedangkan bro fabian (yg notabene mantan samanera) menjelaskan dlm pengertian yg lebih luas yg mencakup aspek psikologis-metafisik. Dlm cth yg diberikan sis ttg kesedihan akibat kehilangan org yg dicintai jg tdk salah. Krn keakuan yg berasal dr kemelekatan pd org/objek yg dicintai,timbul kesedihan ketika berpisah dr org/objek tsb. Cth bro ttg kesedihan akibat nonton TV tdk melibatkan keakuan spt cth dr sis,melainkan kemekatan pd persepsi (mungkin di sini objek kemelekatannya adl persepsi itu sendiri y?).

Jd keduanya sama2 tdk menunjuk pd adanya "aku",melainkan hanya kemelekatan yg menimbulkan anggapan seakan2 "aku" itu ada (baik dlm pengertian "aku" sbg keakuan maupun pengertian yg lebih luas). Cmiiw

Menurut saya,kesalahpahaman ini timbul krn memakai bhs/istilah yg berbeda utk menunjuk pd hal yg sama.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 05 January 2011, 01:40:52 PM
Kalau saya tangkap, malah Sis Sri menyatakan bahwa "aku" itu eksis karena bla bla bla...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 05 January 2011, 02:57:39 PM
Kalau saya tangkap, malah Sis Sri menyatakan bahwa "aku" itu eksis karena bla bla bla...
Karena bro tidak baca dari awal sehingga bro mengatakan begitu, kalau dari posting-posting saya yang terakhir maka benar yang bro katakan diatas.



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 05 January 2011, 03:11:51 PM

Jd keduanya sama2 tdk menunjuk pd adanya "aku",melainkan hanya kemelekatan yg menimbulkan anggapan seakan2 "aku" itu ada (baik dlm pengertian "aku" sbg keakuan maupun pengertian yg lebih luas).
Kenapa anda begitu mudah menangkap maksud saya?? Kenapa dengan bro fabian, saya sampai harus memeras pikiran sedemikian rupa? Sampai saya harus membuka sutta untuk menyampaikan maksud saya, sampai saya harus mencoba dengan teori abhiddhamma untuk menjelaskan proses yang terjadi di pikiran saya. Itu-pun tetap tidak sampai tujuan.

Mungkin karena saya antena-nya terlalu jongkok dan bro fabian antena-nya terlalu tinggi. Jadi frekuensi-nya tidak sejajar maka tidak nyambung. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 05 January 2011, 04:22:03 PM
Karena bro tidak baca dari awal sehingga bro mengatakan begitu, kalau dari posting-posting saya yang terakhir maka benar yang bro katakan diatas.

Kalau posting terakhir seperti itu ? Kok malah alur-nya jadi terbalik... Dari An-atta menjadi Atta ? Apakah sekarang makin mempelajari Dhamma (khususnya ber"diskusi" di Dhammacitta) malah menjadi Atta view daripada An-atta view ?
hehehehehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 05 January 2011, 04:30:23 PM
Kalau posting terakhir seperti itu ? Kok malah alur-nya jadi terbalik... Dari An-atta menjadi Atta ? Apakah sekarang makin mempelajari Dhamma (khususnya ber"diskusi" di Dhammacitta) malah menjadi Atta view daripada An-atta view ?
hehehehehe

 ;D  Kan tidak selalu harus begitu urutannya. Kadang membahasnya dari atas ke bawah, atau dari bawah ke atas.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 05 January 2011, 05:22:09 PM
 [at]  sis

coba back to basic dulu, bagaimana anda & bro fabian mengartikan anatta
1. no self
2. not self
3. no soul (essence)
4. not soul

saya lihat dari sini saja sudah beda.
saya pribadi mengatakan not self (bukan diri), tetapi bukan mengartikan "adanya diri"
lebih dari itu "ada atau tidak adanya diri bukanlah topik utk bebas dari dukkha" :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 05 January 2011, 08:10:45 PM
[at]  sutarman

Terima kasih telah mengenalkan Zen yang "normal".

berarti banyak yang tidak normal ! :)) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 05 January 2011, 08:15:44 PM
[at]  sis

coba back to basic dulu, bagaimana anda & bro fabian mengartikan anatta
1. no self
2. not self
3. no soul (essence)
4. not soul

saya lihat dari sini saja sudah beda.
saya pribadi mengatakan not self (bukan diri), tetapi bukan mengartikan "adanya diri"
lebih dari itu "ada atau tidak adanya diri bukanlah topik utk bebas dari dukkha" :)
Bro, saya rasa ini tidak ada manfaat-nya dibahas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: shandtz on 06 January 2011, 09:32:52 AM
 _/\_

forum ini, fungsi nya menyarankan/ mengenalkan mahzab...bukan menjatuhkan...
yang perbedaan emang ada, tapi haruz kah d'tangapi seperti itu...
dalam diri kita ajj udah jelas berbeda, (menurut bhante utamo) kaki kiri sama kaki kanan, jelas berbeda...namun jika kompak akan bagus...tapi tidak bisa d'samakan...ayo donk kompakan, antar mahzab dalam buddhist...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 06 January 2011, 09:54:07 AM
_/\_

forum ini, fungsi nya menyarankan/ mengenalkan mahzab...bukan menjatuhkan...
yang perbedaan emang ada, tapi haruz kah d'tangapi seperti itu...
dalam diri kita ajj udah jelas berbeda, (menurut bhante utamo) kaki kiri sama kaki kanan, jelas berbeda...namun jika kompak akan bagus...tapi tidak bisa d'samakan...ayo donk kompakan, antar mahzab dalam buddhist...

Sepanjang diskusi masih dalam koridor etika, sopan santun dan tidak ad hominen (menyerang pribadi), saya rasa tidak ada yang menjatuhkan, merendahkan, menghina orang lain.

LANJUTTTTT...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 06 January 2011, 11:01:07 AM
Bagaimana dengan pemahaman Anatta berikut, tolong dikoreksi jika ini adalah pemahaman yang menyimpang:

Panca Kandha berkumpul dan berpadu membentuk apa yang disebut/dianggap secara umum adalah Aku/Diri.

Sifat Dunia termasuk Panca Kandha adalah tidak kekal, berubah, Anicca, sehingga mereka tidak bisa dipegang terus, dimiliki, tidak bisa berkondisi sesuai dengan keinginan, inilah mengapa dikatakan Dunia itu Anatta, Bukan Diri.

Jika Dunia termasuk Panca Kandha itu adalah Atta atau Diri, maka mereka akan selalu bisa dipegang terus, dimiliki, dan akan bisa dikendalikan sepenuhnya sesuai dengan keinginan.

Thanks
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 06 January 2011, 11:46:04 AM
Panca Kandha berkumpul dan berpadu membentuk apa yang disebut/dianggap secara umum adalah Aku/Diri.
imho, yg disebut aku/diri bukan panca khandha nya.
tetapi "melekat" pada panca khandha yg membentuk aku.

kemelekatan sendiri (imho lagi) membentuk satu eksistensi & eksistensi bagaimanapun membutuhkan "jati diri".
maka salah satu atau lebih dari panca khandha ini akan dianggap sbg "jati diri". entah itu fisik, batin, ataupun keduanya.

tolong dikoreksi juga :)
_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 06 January 2011, 12:07:14 PM
imho, yg disebut aku/diri bukan panca khandha nya.
tetapi "melekat" pada panca khandha yg membentuk aku.

kemelekatan sendiri (imho lagi) membentuk satu eksistensi & eksistensi bagaimanapun membutuhkan "jati diri".
maka salah satu atau lebih dari panca khandha ini akan dianggap sbg "jati diri". entah itu fisik, batin, ataupun keduanya.

tolong dikoreksi juga :)
_/\_
setuju...
nambahin, aku itu bisa meluas dan menyempit. meluas kalo terasosiasi kepada hal2 dan barang2 lain: mobilku, harga diriku, imageku, kepercayaanku, pengertianku, tuhanku, dll. menyenggol hal2 ini sama dengan menyenggol aku.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 06 January 2011, 07:36:19 PM
Bagaimana dengan pemahaman Anatta berikut, tolong dikoreksi jika ini adalah pemahaman yang menyimpang:

Panca Kandha berkumpul dan berpadu membentuk apa yang disebut/dianggap secara umum adalah Aku/Diri.

Sifat Dunia termasuk Panca Kandha adalah tidak kekal, berubah, Anicca, sehingga mereka tidak bisa dipegang terus, dimiliki, tidak bisa berkondisi sesuai dengan keinginan, inilah mengapa dikatakan Dunia itu Anatta, Bukan Diri.

Jika Dunia termasuk Panca Kandha itu adalah Atta atau Diri, maka mereka akan selalu bisa dipegang terus, dimiliki, dan akan bisa dikendalikan sepenuhnya sesuai dengan keinginan.

Thanks

Mau nambahin bro, sifat anatta disebabkan semua fenomena dunia berubah (tidak kekal) tanpa dapat diatur (agar menjadi kekal), karena semua pancakhandha kita adalah perubahan belaka, oleh sebab itu anatta.

Nibbana (Parinibbana) adalah kebebasan dari ketidak kekalan, tetapi bukan berarti perubahan menjadi kekal apa yang tidak kekal.
Dalam hal ini yang dimaksud Nibbana adalah berhentinya semua fenomena.

Oleh karena itu yang anatta juga tetap anatta setelah Nibbana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 08:57:09 PM
ribet bener...

manusia/mahluk -> panca khanda -> masing2 komponen anicca -> semua itu jadinya dukkha -> karena smeuanya dukkha,  semuanya anatta -> memahami itu, jd kecewa pada panca khanda -> tidak tertarik -> tidak melekat/terbebas

soal ini milikku, mobil ku, dkk, kalau tidak ada si aku itu sama sekali pada "diri kita", yg eksternal itu jadi tidak relevan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 06 January 2011, 09:33:57 PM
imho, yg disebut aku/diri bukan panca khandha nya.
tetapi "melekat" pada panca khandha yg membentuk aku.

kemelekatan sendiri (imho lagi) membentuk satu eksistensi & eksistensi bagaimanapun membutuhkan "jati diri".
maka salah satu atau lebih dari panca khandha ini akan dianggap sbg "jati diri". entah itu fisik, batin, ataupun keduanya.

tolong dikoreksi juga :)
_/\_

Lalu, Sdr. Tesla, siapa/apa yang "melekat" pada panca khandha?

Thanks
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 06 January 2011, 09:55:23 PM
ribet bener...

manusia/mahluk -> panca khanda -> masing2 komponen anicca -> semua itu jadinya dukkha -> karena smeuanya dukkha,  semuanya anatta -> memahami itu, jd kecewa pada panca khanda -> tidak tertarik -> tidak melekat/terbebas

soal ini milikku, mobil ku, dkk, kalau tidak ada si aku itu sama sekali pada "diri kita", yg eksternal itu jadi tidak relevan.

 
Bro fabian, tanggapilah kata AKU diatas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 06 January 2011, 09:58:33 PM
Baiknya diskusi ttg anatta dijadikan thread tersendiri biar gak OOT....

Btw,saya mau nanya nih,ttg anatta. Selama ini saya memahami anatta melalui paticcasamuppada. Spt yg kt ketahui,semua yg berkondisi (sankhata dhamma: rupa,citta,cetasika) timbul & lenyap berdasarkan sebab akibat yg saling bergantungan. Oleh sebab itu yg berkondisi itu anatta. Tetapi yg tdk berkondisi (asankhata dhamma: Nibbana) tdk timbul ataupun lenyap,krn dikatakan dlm Udana bhw Nibbana itu Yang Mutlak,yg tdk menjadi,dst. Jd paticcasamuppada tdk berlaku thd Nibbana. Cmiiw

Jg kalau kt memahami anatta melalui ketidakkekalan/anicca. Hal yg sama terjadi: yg berkondisi tdk kekal,oleh sebabnya anatta. Tetapi yg tdk berkondisi kekal,namun tetap anatta.

So bagaimana kita memahami sifat anatta dr yg tdk berkondisi? Kayaknya pendekatan paticcasamuppada maupun anicca-dukkha "macet" jk diterapkan pd yg berkondisi alias Nibbana. Mohon pencerahannya krn ini bs menimbulkan pandangan salah bhw Nibbana itu Atta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 07 January 2011, 06:13:00 AM
ribet bener...

manusia/mahluk -> panca khanda -> masing2 komponen anicca -> semua itu jadinya dukkha -> karena smeuanya dukkha,  semuanya anatta -> memahami itu, jd kecewa pada panca khanda -> tidak tertarik -> tidak melekat/terbebas

soal ini milikku, mobil ku, dkk, kalau tidak ada si aku itu sama sekali pada "diri kita", yg eksternal itu jadi tidak relevan.


bro su, turun gunung nih ! =)) =))

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 07:06:43 AM
Lalu, Sdr. Tesla, siapa/apa yang "melekat" pada panca khandha?

Thanks

ga ada official answer utk ini dalam paham Theravada,
jadi ini bukan jawaban theravada ya, imho ada sesuatu diluar pancakhanda yg tidak dapat dijelaskan. sesuatu ini dikatakan nanti bebas dari LDM, bebas dari penderitaan, Yg Tersadarkan, Yg Pergi & Tak Kembali, yg menyebrangi pantai eksistensi.

dalam paham Mahayana ada 1 istilah yg sangat pas utk ini... cmiiw
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 07 January 2011, 08:03:25 AM
IMHO, bila kita semua sudah menyadari (secara teoritis) mengenai 'anatta' bahwa yang disebut 'atta' / 'diri' ini sebenarnya ilusif alias tak pernah ada karena hanya gabungan dari kandha, maka semestinya kita tak mungkin kembali lagi terjebak dalam praktek sejenis 'atta'.

Dalam kehidupan sehari-hari, anatta ini, IMHO, diwujudkan dengan hidup penuh kesadaran setiap saat. Hidup sadar setiap saat (mengenai anatta, dukkha, anicca) akan mengubah pikiran kita yang timbul tenggelam menjadi tenang, jernih dan fokus, dan otomatis ucapan/perilaku kita yang semula (misalnya) kasar/ceroboh menjadi (misalnya) lembut/berhati-hati.

Kalau 'anatta' kemudian hanya menjadi teori melulu dan tanpa praktek, ujung-ujungnya ya kembali menjadi semacam 'atta'. Jadi walaupun secara teoritis kita menolak habis-habisan keberadaan 'atta' namun tanpa kita sadari perilaku/ucapan kita bisa jadi bahkan lebih buruk dari orang yang jelas-jelas mengakui keberadaan 'atta'.

IMHO, anatta adalah merupakan pendekatan yang bersifat 'semi-psikologis' agar pikiran kita tidak melekat pada 'atta' (yang erat kaitannya, bahkan sama dengan ego) sebagaimana yang dipromosikan Brahmanisme. Dan setelah kita mengakui 'anatta' maka seharusnya dalam praktek pikiran-ucapan-badan (yang ketiga-tiganya adalah 'karma')  sehari-hari, kita bisa lebih baik dan bukannya malah menjadi lebih buruk dibandingkan orang-orang yang jelas-jelas mengakui keberadaan 'atta'.

Jadi bukan Dharma Buddha yang salah, namun pemahaman Dharma yang kurang membumi dan mengawang-awang sehingga akhirnya tak punya korelasi dengan praktek hidup sehari-hari yang seharusnya menunjukkan keunikan dan keistimewaan Buddha Dharma.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 08:23:24 AM
IMHO, bila kita semua sudah menyadari (secara teoritis) mengenai 'anatta' bahwa yang disebut 'atta' / 'diri' ini sebenarnya ilusif alias tak pernah ada karena hanya gabungan dari kandha, maka semestinya kita tak mungkin kembali lagi terjebak dalam praktek sejenis 'atta'.
saya rasa ada 2 macam pendapat secara garis besar:
1. anatta = atta tidak ada, ilusif, penggabungan penyebutan khandha, referensi: dapat dilihat pada dialog antara YA Nagasena & Raja Millinda.
2. anatta = bukan atta, panca khanda ini bukan atta, referensi: anatta-lakkhana-sutta

mohon saling menghargai :)

Quote
Dalam kehidupan sehari-hari, anatta ini, IMHO, diwujudkan dengan hidup penuh kesadaran setiap saat. Hidup sadar setiap saat (mengenai anatta, dukkha, anicca) akan mengubah pikiran kita yang timbul tenggelam menjadi tenang, jernih dan fokus, dan otomatis ucapan/perilaku kita yang semula (misalnya) kasar/ceroboh menjadi (misalnya) lembut/berhati-hati.
imho, sadar & tidak sadar tidak mengubah orang ceroboh menjadi hati2... tidak mengubah orang bodoh menjadi pandai. tidak mengubah orang kasar jadi orang lembut, tidak mengubah orang batak jadi orang sunda.
hanya semakin tidak melekat, semakin bebas dari penderitaan.

Quote
IMHO, anatta adalah merupakan pendekatan yang bersifat 'semi-psikologis' agar pikiran kita tidak melekat pada 'atta' (yang erat kaitannya, bahkan sama dengan ego) sebagaimana yang dipromosikan Brahmanisme.
setuju...

Quote
Dan setelah kita mengakui 'anatta' maka seharusnya dalam praktek pikiran-ucapan-badan (yang ketiga-tiganya adalah 'karma')  sehari-hari, kita bisa lebih baik dan bukannya malah menjadi lebih buruk dibandingkan orang-orang yang jelas-jelas mengakui keberadaan 'atta'.
imho, lagi2 ini hanya keinginan seseorang. mengakui anatta tidak lebih baik dari mengakui atta. 2 2 sama saja. bagi saya akibatnya hanya semakin tidak melekat, semakin bebas dari penderitaan...

Quote
Jadi bukan Dharma Buddha yang salah, namun pemahaman Dharma yang kurang membumi dan mengawang-awang sehingga akhirnya tak punya korelasi dengan praktek hidup sehari-hari yang seharusnya menunjukkan keunikan dan keistimewaan Buddha Dharma.
straight saja, saya translatekan ke bahasa langsung:
bukan buddha dhamma yg salah, ente2 yg ga paham... begitu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 07 January 2011, 08:31:41 AM
Bro fabian, tanggapilah kata AKU diatas.


Sis Sriyeklina yang baik, kadang saya merasa buat apa saya menanggapi hal-hal mengenai anatta ini, bila saya terangkan toh tak dapat anda terima dengan akal anda. Seperti yang telah anda katakan bahwa pengertian kita berbeda.

Tak ada manfaatnya bagi saya menerangkan hal-hal yang mungkin memang belum saatnya anda mengerti. Lebih mudah bagi anda untuk menganggap bahwa "aku" ada.

Coba saya kutipkan dari Visuddhi Magga mengenai ini:

"There is only deed, and no doer to be found"

Lebih lanjut dalam sebuah situs ada seorang penulis yang membantah mengenai hal ini dengan mengatakan "bila demikian lantas siapakah yang menerima akibat dari perbuatan?"

Mungkin pengertian orang tersebut karma adalah hukuman atau hadiah, tapi ada artikel menarik mengenai pandangan salah yang tertuang dalam Brahmajala Sutta di Majalah Dhammacakka:

"In nature there is no reward nor punishment, there are only consequenses", semoga membantu pengertian anda.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 07 January 2011, 08:43:23 AM
Mungkin pengertian orang tersebut karma adalah hukuman atau hadiah, tapi ada artikel menarik mengenai pandangan salah yang tertuang dalam Brahmajala Sutta di Majalah Dhammacakka:

"In nature there is no reward nor punishment, there are only consequenses", semoga membantu pengertian anda.



koreksi mbah, Brahmajala Sutta terdapat dalam Digha Nikaya, bukan majalah Dhammacakka
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 07 January 2011, 08:56:46 AM
koreksi mbah, Brahmajala Sutta terdapat dalam Digha Nikaya, bukan majalah Dhammacakka

Maksudnya artikel komentar Brahmajala Sutta di Majalah Dhammacakka. Terima kasih koreksinya bro...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: silemot on 07 January 2011, 09:02:19 AM
saya rasa ada 2 macam pendapat secara garis besar:
1. anatta = atta tidak ada, ilusif, penggabungan penyebutan khandha, referensi: dapat dilihat pada dialog antara YA Nagasena & Raja Millinda.
2. anatta = bukan atta, panca khanda ini bukan atta, referensi: anatta-lakkhana-sutta

mohon saling menghargai :)
imho, sadar & tidak sadar tidak mengubah orang ceroboh menjadi hati2... tidak mengubah orang bodoh menjadi pandai. tidak mengubah orang kasar jadi orang lembut, tidak mengubah orang batak jadi orang sunda.
hanya semakin tidak melekat, semakin bebas dari penderitaan.
setuju...
imho, lagi2 ini hanya keinginan seseorang. mengakui anatta tidak lebih baik dari mengakui atta. 2 2 sama saja. bagi saya akibatnya hanya semakin tidak melekat, semakin bebas dari penderitaan...
straight saja, saya translatekan ke bahasa langsung:
bukan buddha dhamma yg salah, ente2 yg ga paham... begitu?

ko tesla bisa tolong bantu jelaskan mengapa anatta disebut dengan tidak ada atta?
saya pernah bertanya kpd salah satu romo mengenai anatta berikut pemaparannya :
saya : apakah atta itu? dan apakah ada hubungannya dengan karma?
dan beliau menjawab : atta tsb adl citta / kesadaran, tapi kesadaran itu pun bersifat anatta. apakah maksudnya sama dengan pernyataan koko?
dan dari referensi buku anattalakhana - sutta disanapun di jelaskan bahwa citta tsb adalah bukan aku.
mohon bantuannya :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 07 January 2011, 09:25:10 AM
Quote
saya rasa ada 2 macam pendapat secara garis besar:
1. anatta = atta tidak ada, ilusif, penggabungan penyebutan khandha, referensi: dapat dilihat pada dialog antara YA Nagasena & Raja Millinda.
2. anatta = bukan atta, panca khanda ini bukan atta, referensi: anatta-lakkhana-sutta

1. Jika atta tidak ada alias penggabungan khanda maka itu semua juga bukan atta.

2. Jika pancakhanda bukan atta maka apakah ada atta tentu tidak ada atta.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 07 January 2011, 09:33:45 AM
Quote
by silemot
saya pernah bertanya kpd salah satu romo mengenai anatta berikut pemaparannya :
saya : apakah atta itu? dan apakah ada hubungannya dengan karma?
dan beliau menjawab : atta tsb adl citta / kesadaran, tapi kesadaran itu pun bersifat anatta.

Coba lihat yg dibold. Seharusnya dan kalau bisa tanyakan ke romo itu lagi apa yang dimaksud "kesadaran/citta itupun bersifat anatta " sekaligus minta contohnya.... _/\_

Metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 07 January 2011, 11:02:21 AM
ga ada official answer utk ini dalam paham Theravada,
jadi ini bukan jawaban theravada ya, imho ada sesuatu diluar pancakhanda yg tidak dapat dijelaskan. sesuatu ini dikatakan nanti bebas dari LDM, bebas dari penderitaan, Yg Tersadarkan, Yg Pergi & Tak Kembali, yg menyebrangi pantai eksistensi.

dalam paham Mahayana ada 1 istilah yg sangat pas utk ini... cmiiw
Imo, ada pandangan yang berbeda dengan anda mengenai apa itu diri/atta dalam anggapan umum, sekali lagi dalam anggapan umum.
Diri/atta dalam anggapan umum, bagi Theravada adalah hanya gabungan dari panca khanda sekali lagi gabungan dari panca khanda (bukan panca khanda yang berdiri sendiri-sendiri).  Singkatnya : gabungan Panca Khanda = Diri/atta dalam anggapan umum

Sedangkan anda berpendapat (cmiiw) ada hal lain yang membentuk Diri/atta dalam anggapan umum, yaitu “T”. Singkatnya: : gabungan Panca Khanda + “T” = Diri/atta dalam anggapan umum.

Bagaimana apakah sependapat dengan perbandingannya seperti ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: silemot on 07 January 2011, 11:14:14 AM
Coba lihat yg dibold. Seharusnya dan kalau bisa tanyakan ke romo itu lagi apa yang dimaksud "kesadaran/citta itupun bersifat anatta " sekaligus minta contohnya.... _/\_

Metta.

ko bond : krn kesadaran itu berubah maka anatta. kalau tidak berubah kita pasti mati :)) gt penjelasan selanjutnya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 11:31:20 AM
ko tesla bisa tolong bantu jelaskan mengapa anatta disebut dengan tidak ada atta?
saya pernah bertanya kpd salah satu romo mengenai anatta berikut pemaparannya :
saya : apakah atta itu? dan apakah ada hubungannya dengan karma?
dan beliau menjawab : atta tsb adl citta / kesadaran, tapi kesadaran itu pun bersifat anatta. apakah maksudnya sama dengan pernyataan koko?
dan dari referensi buku anattalakhana - sutta disanapun di jelaskan bahwa citta tsb adalah bukan aku.
mohon bantuannya :)
yah ada 2 pendapat & pendapat ini walau tidak bertolak belakang, namun memiliki arti yg berbeda... kalau dicampur yah jadi binggung :)

1. anatta = tidak ada atta
terus terang saya pribadi pun tidak sependapat dg pendapat bahwa anatta = tidak ada atta, dalam pemahaman ini atta sebenarnya cuma ilusi. yg paling mutlaknya cuma ada tubuh & batin (mind & matter)... mungkin fabian lebih kompeten membahas ini.

2. anatta = bukan diri
saya lebih setuju dg ini, yaitu panca khandha (atau disingkat saja tubuh & batin), bukanlah diri. bedanya dg pendapat romo tsb, menurut saya batin (citta) pun bukan diri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 11:35:01 AM
1. Jika atta tidak ada alias penggabungan khanda maka itu semua juga bukan atta.

2. Jika pancakhanda bukan atta maka apakah ada atta tentu tidak ada atta.

sepintas memang kelihatan pendapat ini tidak bertolak belakang,
tapi pada kesimpulan akhirnya, pendapat pertama sampai pada tidak ada atta
sedang pendapat kedua tidak sampai pada kesimpulan demikian.
kesimpulan akhirnya adalah, panca khanda bukan atta. itu saja. titik. ada atau tidak ada <--- tidak dibicarakan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 07 January 2011, 11:48:31 AM
sepintas memang kelihatan pendapat ini tidak bertolak belakang,
tapi pada kesimpulan akhirnya, pendapat pertama sampai pada tidak ada atta
sedang pendapat kedua tidak sampai pada kesimpulan demikian.
kesimpulan akhirnya adalah, panca khanda bukan atta. itu saja. titik. ada atau tidak ada <--- tidak dibicarakan

Memang seperti itu, dan ini hebat-nya ajaran BUDDHA. hehehehe... Tidak berspekulasi ada atta atau tidak ada atta... yang bisa memicu pada pertanyaan yang paling pamungkas... CAUSA PRIMA...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 11:56:20 AM
Imo, ada pandangan yang berbeda dengan anda mengenai apa itu diri/atta dalam anggapan umum, sekali lagi dalam anggapan umum.
Diri/atta dalam anggapan umum, bagi Theravada adalah hanya gabungan dari panca khanda sekali lagi gabungan dari panca khanda (bukan panca khanda yang berdiri sendiri-sendiri).  Singkatnya : gabungan Panca Khanda = Diri/atta dalam anggapan umum

Sedangkan anda berpendapat (cmiiw) ada hal lain yang membentuk Diri/atta dalam anggapan umum, yaitu “T”. Singkatnya: : gabungan Panca Khanda + “T” = Diri/atta dalam anggapan umum.

Bagaimana apakah sependapat dengan perbandingannya seperti ini?

ralat bro,

sejauh yg saya tau, ada 2 macam pandangan theravada:
1. anatta = tidak ada atta (hanya gabungan panca khandha)
2. anatta = bukan atta, anatta adalah doktrin utk mengajarkan kita agar melepaskan ego kita, bukan pembahasan ada atau tidak adanya atta.

kedua pandangan ini masih umum dan saya condong ke yg ke2.
ini ter-documen dg baik, bukan jawaban essay singkat dari saya, berikut kutipannya:
Quote
If there's no self, then who gets enlightened?   
If there's no self, then what gets reborn?
If there's no self, then why...?


    Nowhere in the Pali canon does Buddha categorically declare, without qualification, "There is no self."[1] Any question that begins along the lines of, "If there's no self..." is thus inherently misleading, dooming the questioner to a hopeless tangle of confusion — "a thicket of [wrong] views" [MN 2]. Such questions are best put aside altogether in favor of more fruitful lines of questioning.[2]

ref: http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bullitt/bfaq.html#noself




Quote
Sedangkan anda berpendapat (cmiiw) ada hal lain yang membentuk Diri/atta dalam anggapan umum, yaitu “T”. Singkatnya: : gabungan Panca Khanda + “T” = Diri/atta dalam anggapan umum.

Bagaimana apakah sependapat dengan perbandingannya seperti ini?
mengenai ini, kalau boleh saya menjelaskan pakai bahasa saya dahulu:
ada "T" yg melekat pada eksistensi (jati diri), oleh karena itu ia mengambil terus suatu wujud, terlahir (mati dan terlahir terus).
imho, pandangan ini sama sekali tidak diajarkan dalam Theravada, krn hanya akan menjadi deadlock utk lepas dari rasa melekat utk mencari jati diri (keluar dari pantai eksistensi).
so ini bukan topik Buddhisme Theravada ya.
lebih detailnya lagi pandangan saya adalah demikian:
alasan lain T tidak dijelaskan dalam sutta adalah karena "T" adalah sesuatu itu, diluar mind & matter, (alasan lebih kuat tetap yg saya bold red)
menjelaskan sesuatu yg diluar mind & matter adalah tidak mungkin, imho byk upaya utk menjelaskan ini tetapi selalu kembali pada mind & matter (mis saja bhikkhu yg menyimpulkan bahwa citta yg tidak berkondisi --- saya pribadi tidak meragukan pencapaian bhikkhu tsb, tp imho bhikkhu tsb tidak dapat menjelaskan dg baik --- memang tidak bisa, siapapun termasuk Buddha).
so akhir kata, kita tidak bisa bahas lebih lanjut soal "T"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 07 January 2011, 12:32:07 PM
ribet bener...
manusia/mahluk -> panca khanda -> masing2 komponen anicca -> semua itu jadinya dukkha -> karena smeuanya dukkha,  semuanya anatta -> memahami itu, jd kecewa pada panca khanda -> tidak tertarik -> tidak melekat/terbebas
soal ini milikku, mobil ku, dkk, kalau tidak ada si aku itu sama sekali pada "diri kita", yg eksternal itu jadi tidak relevan.

Saya mencoba untuk menguraikan sebagian penjelasan Suhu Medho (untuk baris yang di tebalkan saja) , cmiiw.

Panca Khanda yang sifatnya anicca ini bergabung membentuk diri/atta dalam anggapan/istilah umum. Supaya mudah kita ganti saja istilah: diri/atta dalam anggapan/istilah umum dengan kata “si Amir”

Kemudian si Amir  ini menerima sensasi dari luar dan dalam ditambah LDM sehingga muncul kemelekatan pada dirinya sendiri (diri/atta dalam anggapan umum / si Amir melekat pada dirinya sendiri) dan hal-hal di luar dirinya. Tanpa pengetahuan yang sesungguhnya maka timbullah konsepsi, pemikiran, ide mengenai adanya: Aku/Diri sejati, dia milikku, ini milikku, mobilku, egoistis, dsb pada diri si Amir.

Realitasnya,Dunia itu tidak kekal, anicca, berubah,sehingga Dunia termasuk si Amir tidak selamanya tetap, si Amir tidak bisa menginginkan dirinya sesuai dengan keinginannya, si Amir tidak bisa memegang/menahan kondisi dirinya agar tetap. Si Amir bukanlah Diri sesungguhnya, karena seperti perumpamaan sebuah buku, jika buku tersebut adalah milik kita maka kita bisa memperlakukannya sekehendak kita, mau dibakar, atau digoreng, tapi jika bukan milik kita tapi orang lain maka tidak bisa sekehendak kita. Inilah definisi dari Anatta/Bukan Diri, yaitu sesuatu yang tidak bisa di pegang, yang tidak bisa perlakukan sekehendak ‘hati’ karena adanya sifat Anicca.

Maka terjadilah gesekan, pertentangan, tarik-menarik, ketidaksesuaian antara konsepsi, pemikiran, idenya si Amir tersebut dengan realitas yang ada, dimana si amir tidak bisa memperlakukan segala hal termasuk dirinya sesuai kehendaknya maka muncullah stress, kesusahan, beban pada si Amir, inilah Dukkha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 07 January 2011, 01:20:06 PM
Saya mencoba untuk menguraikan sebagian penjelasan Suhu Medho (untuk baris yang di tebalkan saja) , cmiiw.

Panca Khanda yang sifatnya anicca ini bergabung membentuk diri/atta dalam anggapan/istilah umum. Supaya mudah kita ganti saja istilah: diri/atta dalam anggapan/istilah umum dengan kata “si Amir”

Kemudian si Amir  ini menerima sensasi dari luar dan dalam ditambah LDM sehingga muncul kemelekatan pada dirinya sendiri (diri/atta dalam anggapan umum / si Amir melekat pada dirinya sendiri) dan hal-hal di luar dirinya. Tanpa pengetahuan yang sesungguhnya maka timbullah konsepsi, pemikiran, ide mengenai adanya: Aku/Diri sejati, dia milikku, ini milikku, mobilku, egoistis, dsb pada diri si Amir.

Realitasnya,Dunia itu tidak kekal, anicca, berubah,sehingga Dunia termasuk si Amir tidak selamanya tetap, si Amir tidak bisa menginginkan dirinya sesuai dengan keinginannya, si Amir tidak bisa memegang/menahan kondisi dirinya agar tetap. Si Amir bukanlah Diri sesungguhnya, karena seperti perumpamaan sebuah buku, jika buku tersebut adalah milik kita maka kita bisa memperlakukannya sekehendak kita, mau dibakar, atau digoreng, tapi jika bukan milik kita tapi orang lain maka tidak bisa sekehendak kita. Inilah definisi dari Anatta/Bukan Diri, yaitu sesuatu yang tidak bisa di pegang, yang tidak bisa perlakukan sekehendak ‘hati’ karena adanya sifat Anicca.

Maka terjadilah gesekan, pertentangan, tarik-menarik, ketidaksesuaian antara konsepsi, pemikiran, idenya si Amir tersebut dengan realitas yang ada, dimana si amir tidak bisa memperlakukan segala hal termasuk dirinya sesuai kehendaknya maka muncullah stress, kesusahan, beban pada si Amir, inilah Dukkha.


saya setuju sekali dengan penjelasan di atas untuk lingkup 1 kehidupan misalnya...
Tetapi kalau pertanyaan-nya adalah mengenai CAUSA PRIMA (penyebab) awal, di-runut ke belakang terus menerus... itu-lah yang sering dipertentang-kan dengan adanya ATTA atau TIDAK ADA-nya ATTA (atau bisa juga bertanya tentang PENYEBAB AWAL) dari semua itu...

Dan memang di dalam PALI KANON, tidak ada terdapat referensi tentang PENYEBAB AWAL, ASAL MUASAL SEGALA SESUATU, TERMASUK juga menyatakan bahwa ADA atau TIDAK ADA-NYA ATTA...
Seperti yang dipaparkan oleh sdr.Tesla dengan sangat baik, bahwa yang ada di anattalakkhana sutta hanya dikatakan bahwa PANCAKHANDA bukan ATTA...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 07 January 2011, 01:28:55 PM
JIVA ATTA DAN PARAMA ATTA

Para penganut Atta menyatakan bahwa Atta terdiri dari dua
jenis:  Jiva Atta dan  Parama atta. Menurut mereka, masingmasing makhluk, apakah manusia, dewa, atau binatang
memiliki diri, dan inti jiwa atau zat yang disebut Jiva atta. Jiwa
ini atau entitas hidup dipercaya sebagai ciptaan Tuhan. Tetapi
beberapa penganut menganggap bahwa Jiva atta perseorangan
ini adalah bagian kecil dari Atta yang terpancar dari Atta besar
dari Tuhan.
Parama atta adalah Atta besar Tuhan yang telah menciptakan
dunia bersama dengan semua makhluk di dalamnya. Menurut
beberapa penganut,  Atta besar Tuhan ini meliputi seluruh
dunia, tetapi yang lainnya mengatakan bahwa ia berada di
Alam Surga. Gagasan Diri kecil dan Diri besar ini, tentu saja,
semuanya hanya khayalan, hanya berupa spekulasi.
Tidak seorangpun yang pernah bertemu atau melihat Tuhan
yang merupakan perwujudan dari Parama atta. Kepercayaan
akan penciptaan oleh Tuhan juga adalah khayalan, kepercayaan
spekulatif, yang telah berlangsung lama sebelum munculnya
Buddha yang  Tercerahkan Sempurna. Ini jelas dari kisah
Brahmà Baka.

sumber: Komentar Anattalakkhana Sutta oleh Mahasi Sayadaw(DC Press)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 07 January 2011, 01:38:06 PM
EMPAT JENIS KEMELEKATAN ATTA

Ada empat jenis kemelekatan Atta muncul dari kepercayaan
akan Diri atau jiwa.

(1) Kemelekatan Sàmi atta: Kepercayaan bahwa ada, di dalam tubuh seseorang, suatu entitas hidup, yang mengatur dan mengarahkan keinginan dan perbuatan. Adalah jiwa yang hidup ini yang berjalan, berdiri, duduk, tidur, berbicara kapanpun ia inginkan.

“Kemelekatan Sàmi atta adalah kepercayaan akan adanya suatu entitas hidup di dalam tubuh seseorang, yang mengendalikan dan mengarahkan sesuai keinginannya.”

Anattalakkhana Sutta yang diajarkan oleh Sang Bhagavà secara khusus bertujuan untuk melenyapkan kemelekatan Sàmi atta ini. Sekarang, karena Sutta ini pertama kali diajarkan kepada Kelompok Lima Bhikkhu yang telah menjadi Pemasuk-Arus, tidakkah patut dipertanyakan apakah seorang Pemasuk-Arus masih dirintangi oleh kemelekatan Atta?

“Pemasuk-Arus telah meninggalkan kemelekatan Atta, tetapi masih berpegang pada kesombongan.”

Pada tingkat Sotàpanna, Pemasuk-Arus, belenggu-belenggu kepercayaan akan diri (pandangan salah tentang diri), keragu-raguan dan kebimbangan, dan keterikatan pada upacara dan ritual telah dilenyapkan secara total. Tetapi seorang Pemasuk-Arus belum terbebas dari Asmi-màna,
kesombongan-aku. Bangga akan kemampuannya, statusnya, “Aku dapat melakukan; Aku mulia,” adalah genggaman pada kesombongan-aku. Tetapi kesombongan seorang Pemenang Arus berhubungan dengan kualitas sesungguhnya, ia memang benar memiliki dan bukan keangkuhan palsu berdasarkan pada kualitas yang tidak ada.

Oleh karena itu, Pemasuk-Arus harus, melanjutkan praktik  Vipassanà untuk melenyapkan kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih merupakan belenggu baginya.
Ketika Vipassanà-nana telah lebih terkembang, kesombonganaku ini berhenti dan sebagian telah dilenyapkan oleh Jalan Sakadàgàmi. Tetapi belum benar-benar dilenyapkan. Jalan Anàgàmi semakin memperlemahnya, tetapi Jalan ini juga hanya melenyapkan sebagian. Hanya melalui Arahatta magga, kesombongan-aku ini dapat dilenyapkan secara total. Dengan
demikian dapat dianggap bahwa Anattalakkhana Sutta diajarkan oleh Sang Bhagavà untuk melenyapkan secara total kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih menempel
pada Kelompok Lima Bhikkhu walaupun mereka telah mencapai tingkat Pemasuk-Arus.

(2) Kemelekatan  Nivàsī atta: Kepercayaan bahwa ada suatu entitas hidup yang secara permanen berada dalam tubuh seseorang.

“Kemelekatan Nivàsī atta adalah kepercayaan bahwa ada suatu entitas hidup yang secara permanen berada dalam tubuh seseorang. Ini adalah kepercayaan umum banyak orang bahwa
mereka ada secara permanen sebagai makhluk hidup sejak saat dilahirkan hingga saat kematian. Ini adalah kemelekatan Nivàsī atta. Beberapa orang menganggap bahwa tidak ada yang tersisa
setelah kematian; ini adalah pandangan keliru pemusnahan.

Dan beberapa orang lainnya percaya pada pandangan keliru keabadian yang menganggap bahwa entitas hidup dalam tubuh tetap tidak terhancurkan setelah kematian; ia berlanjut
menempati tubuh baru dalam kehidupan baru. Adalah dengan pandangan untuk melenyapkan dua pandangan  keliru ini bersama dengan kemelekatan pada kesombongan-aku maka
Anattalakkhana Sutta diajarkan oleh Sang Bhagavà, yaitu, untuk melenyapkan kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih membelenggu Kelompok Lima Bhikkhu dan Para
Mulia lainnya; dan untuk melenyapkan dua pandangan keliru serta kesombongan-aku pada kaum duniawi biasa.”

Selama seseorang melekat pada kepercayaan bahwa ada secara permanen suatu entitas hidup atau jiwa, maka selama itu pula ia menganggap bahwa tubuhnya dapat
dikendalikan sesuai keinginannya. Dapat dipahami bahwa Anattalakkhana Sutta dibabarkan untuk melenyapkan bukan hanya kemelekatan Sàmi atta tetapi juga kemelekatan Nivàsī
atta. Begitu kemelekatan Sàmi atta dilenyapkan, jenis lainnya dari kemelekatan Atta dan pandangan-pandangan keliru juga secara bersamaan dilenyapkan secara total.

(3) Kemelekatan  Kàraka atta: Kepercayaan bahwa adalah entitas hidup, jiwa yang mengakibatkan setiap perbuatan fisik, ucapan dan pikiran.

“Kemelekatan  Kàraka atta adalah kepercayaan bahwa suatu entitas hidup yang bertanggung jawab atas setiap perbuatan fisik, ucapan dan pikiran.”
Kemelekatan  Kàraka atta lebih banyak berhubungan dengan Saïkhàrakkhandà, gugus bentukan-bentukan. Kita akan membahasnya lebih luas ketika kita sampai pada gugus bentukan-bentukan.

(4) Kemelekatan  Vedaka atta: Kepercayaan bahwa semua perasaan apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan.

“Kemelekatan Vedaka atta adalah kepercayaan bahwa semua perasaan apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan dirasakan oleh entitas hidup, diri.”
Kemelekatan Vedaka atta lebih banyak berhubungan dengan Vedanakkhandà, gugus perasaan yang akan kita bahas pada hari purnama bulan Nayon yang akan datang.
Rupakkhandà, gugus materi adalah bukan Diri, ataupun entitas hidup, Atta melainkan Bukan-diri, Anatta telah cukup dijelaskan tetapi masih perlu untuk menjelaskan bagaimana
para yogī yang berlatih meditasi Vipassanà dapat melihat sifat dari  Anatta, bukan-diri dengan tanpa mengerahkan usaha.
Kita akan membahasnya dengan penjelasan bagaimana ini dilakukan.

sumber: Komentar Anattalakkhana Sutta oleh Mahasi Sayadaw (DC Press)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 07 January 2011, 02:35:04 PM
ralat bro,

sejauh yg saya tau, ada 2 macam pandangan theravada:
1. anatta = tidak ada atta (hanya gabungan panca khandha)
2. anatta = bukan atta, anatta adalah doktrin utk mengajarkan kita agar melepaskan ego kita, bukan pembahasan ada atau tidak adanya atta.

kedua pandangan ini masih umum dan saya condong ke yg ke2.
ini ter-documen dg baik, bukan jawaban essay singkat dari saya, berikut kutipannya:



Dari yang saya tahu, ini terjadi karena bias dari bahasa dari kata 'a-' yang diterjemahkan menjadi 'bukan’ dan ‘tidak'

Ketika pertama kali belajar Buddhisme saya menemukan pengertian anatta:

Anatta = tidak ada diri sejati, di sini diikuti dengan kata ‘sejati’. Ini berarti yang tidak ada adalah diri yang sejati, dan yang ada adalah diri yang tidak sejati yaitu perpaduan panca khanda itu. Diri yang tidak sejati ini disebut ilusi, mimpi karena tidak bisa dipegang, tidak tetap, mengalami perubahan. Seperti fata morgana oasis, nampak ada dan nyata, namun ternyata bukan oasis. Begitu juga diri yang tidak sejati ini ternyata bukan diri = Anatta.

Lihat di atas bagaimana saya merubah arti kata dari Anatta yang berarti TIDAK ada diri sejati menjadi berarti BUKAN diri. Sama-sama Anatta. Kebanyakan orang tidak mencantumkan kata ‘sejati’ yang mengikuti “tidak ada diri” sehingga menutup semua peluang keberadaan diri yang meskipun diri itu adalah diri yang tidak sejati.

Dalam percakapan Milinda dengan Nagasena, saya tidak menemukan Nagasena mengatakan tidak ada diri. Ia mengatakan perpaduan panca khanda itulah Nagasena, titik. Ia juga tidak mengatakan bahwa perpaduan panca khanda itu adalah diri sesungguhnya.

Sekali lagi jika kita perpatokan pada Anattalakkhana Sutta, yang disebut dengan Diri adalah sesuatu yang bisa kita kontrol sepenuhnya, kita pegang, kita perlakukan sekehendak kita. Nah, realitasnya, kebalikannya, kita tidak bisa mengontrolnya, memegang penuh, memperlakukan sekehendak kita, oleh karena itu di sebut sebagai lawan dari Diri yaitu Bukan Diri , Anatta.

Anatta bukan hanya sekedar doktrin untuk melepaskan ego sebagai tujuan akhirnya, tetapi untuk memahami terlebih dulu realitas diri bukan sejati ini, ego sebagai sesuatu yang tidak bisa dipegang, tidak bisa sesuai keinginan karena adanya sifat Anicca.

Pembahasan yang lain kita kesampingkan dulu.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 07 January 2011, 03:32:00 PM

Dari yang saya tahu, ini terjadi karena bias dari bahasa dari kata 'a-' yang diterjemahkan menjadi 'bukan’ dan ‘tidak'

Ketika pertama kali belajar Buddhisme saya menemukan pengertian anatta:

Anatta = tidak ada diri sejati, di sini diikuti dengan kata ‘sejati’. Ini berarti yang tidak ada adalah diri yang sejati, dan yang ada adalah diri yang tidak sejati yaitu perpaduan panca khanda itu. Diri yang tidak sejati ini disebut ilusi, mimpi karena tidak bisa dipegang, tidak tetap, mengalami perubahan. Seperti fata morgana oasis, nampak ada dan nyata, namun ternyata bukan oasis. Begitu juga diri yang tidak sejati ini ternyata bukan diri = Anatta.

Lihat di atas bagaimana saya merubah arti kata dari Anatta yang berarti TIDAK ada diri sejati menjadi berarti BUKAN diri. Sama-sama Anatta. Kebanyakan orang tidak mencantumkan kata ‘sejati’ yang mengikuti “tidak ada diri” sehingga menutup semua peluang keberadaan diri yang meskipun diri itu adalah diri yang tidak sejati.

Dalam percakapan Milinda dengan Nagasena, saya tidak menemukan Nagasena mengatakan tidak ada diri. Ia mengatakan perpaduan panca khanda itulah Nagasena, titik. Ia juga tidak mengatakan bahwa perpaduan panca khanda itu adalah diri sesungguhnya.

Sekali lagi jika kita perpatokan pada Anattalakkhana Sutta, yang disebut dengan Diri adalah sesuatu yang bisa kita kontrol sepenuhnya, kita pegang, kita perlakukan sekehendak kita. Nah, realitasnya, kebalikannya, kita tidak bisa mengontrolnya, memegang penuh, memperlakukan sekehendak kita, oleh karena itu di sebut sebagai lawan dari Diri yaitu Bukan Diri , Anatta.

Anatta bukan hanya sekedar doktrin untuk melepaskan ego sebagai tujuan akhirnya, tetapi untuk memahami terlebih dulu realitas diri bukan sejati ini, ego sebagai sesuatu yang tidak bisa dipegang, tidak bisa sesuai keinginan karena adanya sifat Anicca.

Pembahasan yang lain kita kesampingkan dulu.

 _/\_

Bro Kelana yang baik, bila kita gabungkan postingan bro Kelana dengan bro Indra maka kita dapatkan bahwa seringkali banyak yang keliru menggabungkan asmi mana sebagai atta juga, padahal maksud asmi mana adalah kesombongan yang umum, umpamanya: gue anak konglomerat lu siapa...? Gue yang bikin gedung ini apa yang lu bisa..? Gue bisa apal tuh nama-nama di buku telpon, berapa banyak yang bisa lu apalin...? Dsbnya. Ini asmi mana, bukan ini yang dimaksud atta. Padahal inilah yang sering di salah artikan sebagai ego / atta. Ini adalah asmi mana, oleh karena itu diskusi sering tidak nyambung, saya bicara atta yang lain bicara asmi mana.

Selain itu seringkali atta dicampur adukkan dengan lobha, dosa atau moha, umpamanya bila seseorang yang ingin mengangkangi hak milik orang lain, dibilang bahwa attanya yang besar, padahal yang benar adalah lobhanya yang besar.

Anggapan salah atta yang sesungguhnya adalah anggapan bahwa ada diri sejati yang berada di luar pancakhandha atau berada di dalam pancakhandha atau pancakhandha itu sendiri dan yang terakhir menganggap bahwa diri sejati atta memiliki pancakhandha.

Atta (atta ditthi/sakkaya ditthi) adalah pandangan salah yang menganggap ada diri sejati.
Anatta adalah tak ada diri sejati. Yang ada hanya pancakhandha.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 03:42:24 PM

Dari yang saya tahu, ini terjadi karena bias dari bahasa dari kata 'a-' yang diterjemahkan menjadi 'bukan’ dan ‘tidak'

Ketika pertama kali belajar Buddhisme saya menemukan pengertian anatta:

Anatta = tidak ada diri sejati, di sini diikuti dengan kata ‘sejati’. Ini berarti yang tidak ada adalah diri yang sejati, dan yang ada adalah diri yang tidak sejati yaitu perpaduan panca khanda itu. Diri yang tidak sejati ini disebut ilusi, mimpi karena tidak bisa dipegang, tidak tetap, mengalami perubahan. Seperti fata morgana oasis, nampak ada dan nyata, namun ternyata bukan oasis. Begitu juga diri yang tidak sejati ini ternyata bukan diri = Anatta.

Lihat di atas bagaimana saya merubah arti kata dari Anatta yang berarti TIDAK ada diri sejati menjadi berarti BUKAN diri. Sama-sama Anatta. Kebanyakan orang tidak mencantumkan kata ‘sejati’ yang mengikuti “tidak ada diri” sehingga menutup semua peluang keberadaan diri yang meskipun diri itu adalah diri yang tidak sejati.
setuju bisa juga dikatakan bahwa panca khanda adalah diri yg tidak sejati.

Quote
Dalam percakapan Milinda dengan Nagasena, saya tidak menemukan Nagasena mengatakan tidak ada diri. Ia mengatakan perpaduan panca khanda itulah Nagasena, titik.
oh ya, sepertinya Anda benar... ternyata dalam percakapannya juga tidak ada referensi pernyataan "tidak ada diri"... berarti saya salah referensi... saya sudah tidak tahu darimana referensi "tidak ada diri" berasal...

Quote
Ia juga tidak mengatakan bahwa perpaduan panca khanda itu adalah diri sesungguhnya.
em... sepertinya dia mengatakan perpaduan panca khandha inilah yg disebut orang (person)... bukan adalah diri sesungguhnya.
nagasena hanyalah penamaan...

Quote
Sekali lagi jika kita perpatokan pada Anattalakkhana Sutta, yang disebut dengan Diri adalah sesuatu yang bisa kita kontrol sepenuhnya, kita pegang, kita perlakukan sekehendak kita. Nah, realitasnya, kebalikannya, kita tidak bisa mengontrolnya, memegang penuh, memperlakukan sekehendak kita, oleh karena itu di sebut sebagai lawan dari Diri yaitu Bukan Diri , Anatta.

Anatta bukan hanya sekedar doktrin untuk melepaskan ego sebagai tujuan akhirnya, tetapi untuk memahami terlebih dulu realitas diri bukan sejati ini, ego sebagai sesuatu yang tidak bisa dipegang, tidak bisa sesuai keinginan karena adanya sifat Anicca.
oh jgn salah artikan kalau saya bilang doktrin melepaskan ego itu berarti anatta itu hanya akal2an...
bukan demikian, menurut saya, anatta memang menunjukkan karakteristik --- realitas (kata bro) --- dari panca khandha, bukan doktrin akal2an.
yg saya tegaskan adalah, anatta hanya membahas panca khanda bukan diri. titik. tidak sampai pada kesimpulan tidak ada diri. anatta berangkat dari pandangan umum mahkluk, bahwa panca khandha ini adalah diri & doktrin ini mengkoreksi pandangan demikian dg hanya memberi tahu, "bukan".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 03:49:03 PM
Pembahasan yang lain kita kesampingkan dulu.

ya, pembahasan yg lain mis:

panca khanda bukan diri yg sejati... (jadi) "tidak ada diri sejati" (atau) "ada diri sejati"
imo memang harus dikesampingkan

Quote
Anatta = tidak ada diri sejati, di sini diikuti dengan kata ‘sejati’. Ini berarti yang tidak ada adalah diri yang sejati, dan yang ada adalah diri yang tidak sejati yaitu perpaduan panca khanda itu. Diri yang tidak sejati ini disebut ilusi, mimpi karena tidak bisa dipegang, tidak tetap, mengalami perubahan. Seperti fata morgana oasis, nampak ada dan nyata, namun ternyata bukan oasis. Begitu juga diri yang tidak sejati ini ternyata bukan diri = Anatta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 03:54:40 PM
Anggapan salah atta yang sesungguhnya adalah anggapan bahwa ada diri sejati yang berada di luar pancakhandha atau berada di dalam pancakhandha atau pancakhandha itu sendiri dan yang terakhir menganggap bahwa diri sejati atta memiliki pancakhandha.

Atta (atta ditthi/sakkaya ditthi) adalah pandangan salah yang menganggap ada diri sejati.

Anatta adalah tak ada diri sejati. Yang ada hanya pancakhandha.

ah, tidak ada diri sejati pun adalah pandangan yg salah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 07 January 2011, 04:05:11 PM
ah, tidak ada diri sejati pun adalah pandangan yg salah.

jadi bagaimanakah pandangan benar itu sehubungan dengan diri ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 04:08:46 PM
jadi bagaimanakah pandangan benar itu sehubungan dengan diri ini?
kalau menyangkut soal diri, kira2 begini:
1. siapa yg berpandangan ada diri ----> akan jatuh ke pandangan salah eternalis.
2. siapa yg berpandangan tidak ada diri ---> akan jatuh ke pandangan salah nihilis.

jadi right view tidak ada diantara kedua itu... ini jawaban sangaaat serius dari saya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 07 January 2011, 04:30:55 PM
kalau menyangkut soal diri, kira2 begini:
1. siapa yg berpandangan ada diri ----> akan jatuh ke pandangan salah eternalis.
2. siapa yg berpandangan tidak ada diri ---> akan jatuh ke pandangan salah nihilis.

jadi right view tidak ada diantara kedua itu... ini jawaban sangaaat serius dari saya
Pandangan nihilis mengatakan ada yang disebut diri, kemudian hancur. Ini berbeda dengan paham tidak ada diri.

Menurut saya, kalau melekat pada 'bukan diri/tanpa diri' akhirnya cenderung melekat pada "atta" yang tidak memiliki kesadaran, persepsi, perasaan, pikiran, bentuk. Sebetulnya "atta" juga, tapi "atta" yang merk-nya "anatta".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 07 January 2011, 04:48:34 PM
Pandangan nihilis mengatakan ada yang disebut diri, kemudian hancur. Ini berbeda dengan paham tidak ada diri.
http://dictionary.reference.com/browse/nihilism
4. Philosophy .
a. an extreme form of skepticism: the denial of all real existence or the possibility of an objective basis for truth.
b. nothingness or nonexistence.
...
6. annihilation of the self, or the individual consciousness, esp. as an aspect of mystical experience.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 04:49:20 PM
Pandangan nihilis mengatakan ada yang disebut diri, kemudian hancur. Ini berbeda dengan paham tidak ada diri.
nihilisme from wiki

Nihilisme adalah sebuah pandangan filosofi yang sering dihubungkan dengan Friedrich Nietzsche. Nihilisme mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki suatu tujuan. Nihilis biasanya memiliki beberapa atau semua pandangan ini: tidak ada bukti yang mendukung keberadaan pencipta, moral sejati tidak diketahui, dan etika sekular adalah tidak mungkin. Karena itu, kehidupan tidak memiliki arti, dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain.


Quote
Menurut saya, kalau melekat pada 'bukan diri/tanpa diri' akhirnya cenderung melekat pada "atta" yang tidak memiliki kesadaran, persepsi, perasaan, pikiran, bentuk. Sebetulnya "atta" juga, tapi "atta" yang merk-nya "anatta".
tunggu dulu... disini jadi ambigu...
1. melekat pada "yg bukan diri" seperti panca khandha...
2. melekat pada pandangan bahwa anatta = bukan diri...

cmiiw, kalau ini ditujukan pada saya, saya rasa adalah yg ke2, terima kasih atas warningnya _/\_
kepentingan saya menyatakan ada sesuatu diluar panca khanda adalah hanya menjadi fondasi utk menjalani kehidupan sesuai dhamma... selebih itu saya sadar bahwa ini adalah perangkap yg sangat halus, yg 1 micro lagi sudah jatuh pada pandangan ada nya diri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 07 January 2011, 05:47:27 PM
Bhikkhu Thanissaro dalam access to insight seringkali memberi penjelasan yang membingungkan banyak orang dengan pernyataan ambigunya terhadap atta ditthi. ia menerjemahkan anatta sebagai not-self.
Lantas pertanyaan yang jelas muncul, jadi bagaimana..?

Apakah atta (diri sejati) ada?
Apakah atta (diri sejati) tak ada?
Apakah atta ada dan tak ada?
Apakah atta bukan tak ada juga bukan ada?

Bila atta (diri sejati) ada, dimanakah adanya?

Bila ada dan tak ada bagaimana?
bila bukan ada dan juga bukan tak ada bagaimana...?


Mettalanka lebih straight forward dan tidak ambigu, menjelaskan mengenai anatta sebagai tak ada diri sejati.
bahwa tak ada satu aggregatpun dari pancakhandha yang bisa diasosiasikan dengan atta. Jadi atta (diri / diri sejati) hanya pandangan salah. saya kutipkan Maha Punnama Sutta:

http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/109-mahapunnama-e.html

ßVenerable sir, how does the view of a self arise?

ßBhikkhu, the not learned ordinary man, who has not seen noble ones and Great Men not clever and not trained in their Teaching, sees matter in self, or sees a material form of the self, or in self sees matter, or in matter sees self. Sees feelings in self, or sees a feeling self, or in self sees feelings, or in feelings sees self. Sees perceptons in self, or sees a perceptual self, or in self sees perceptions, or in peceptions sees self. Sees determinations in self, or sees a determining self, or in self sees determinations, or in determinations sees self Sees consciousness in self, or sees a conscious self, or in self sees consciousness or in consciousess sees self. Bhikkhu, thus arises the self view,' .

Bhikkhu orang biasa yang tak belajar (Dhamma), yang tak pernah bertemu para Ariya dan manusia Agung, tidak cerdas dan tidak terlatih menurut ajaran, melihat rupa/jasmani dalam diri, atau melihat bentuk jasmani dari diri, atau dalam diri melihat jasmani, atau dalam jasmani melihat diri. Melihat perasaan dalam diri, atau diri yang merasa, atau dalam diri melihat perasaan, atau dalam perasaan melihat diri.Melihat persepsi dalam diri, atau diri yang mempersepsikan, atau dalam diri melihat persepsi, atau dalam persepsi melihat diri. Melihat bentuk-bentuk pikiran/tekad (kehendak/determinations/sankhara) dalam diri, atau diri yang membentuk pikiran, atau dalam diri melihat bentuk pikiran, atau dalam bentuk pikiran melihat diri. Melihat kesadaran dalam diri, atau diri yang menyadari, atau dalam diri melihat kesadaran, atau dalam kesadaran melihat diri.

ßVenerable sir, how does the view of a self not arise?
Bhante, bagaimanakah pandangan mengenai diri (sejati) tidak muncul?

ßBhikkhu, the learned noble disciple who has seen noble ones and Great Men clever and trained in their Teaching, does not see matter in self, or a material form of the self, or in self matter, or in matter self. Does not see feelings in self, or a feeling self, or in self feelings, or in feelings self. Does not see perceptons in self, or a perceptual self, or in self perceptions, or in peceptions self. Does not see determinations in self, or a determining self, or in self determinations, or in determinations self Does not see consciousness in self, or a conscious self, or in self consciousness or in consciousess self. Bhikkhu, thus the self view does not arise.

Bhikkhu orang biasa yang belajar (Dhamma), yang telah bertemu para Ariya dan manusia Agung, cerdas dan terlatih menurut ajaran, tidak melihat jasmani dalam diri, atau melihat bentuk jasmani dari diri, atau dalam diri melihat jasmani, atau dalam jasmani melihat diri. Tidak melihat perasaan dalam diri, atau diri yang merasa, atau dalam diri melihat perasaan, atau dalam perasaan melihat diri. Tidak melihat persepsi dalam diri, atau diri yang mempersepsikan, atau dalam diri melihat persepsi, atau dalam persepsi melihat diri. Tidak melihat bentuk-bentuk pikiran/tekad (determinations/sankhara) dalam diri, atau diri yang membentuk pikiran, atau dalam diri melihat bentuk pikiran, atau dalam bentuk pikiran melihat diri. tidak melihat kesadaran dalam diri, atau diri yang menyadari, atau dalam diri melihat kesadaran, atau dalam kesadaran melihat diri.

Satu lagi dalam Khandha Samyutta, Arahatta Vagga, secara jelas mengatakan tiada diri (lacks of self).

http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/3Samyutta-Nikaya/Samyutta3/21-Khandha-Samyutta/02-02-Arahattavaggo-e.html

Anatta Lack a Self

1. I heard thus. At one time the Blessed One was living in the monastery offered by Anàthapindika in Jeta's grove in Sàvatthi.
2. Then a certain monk approached the Blessed One worshipped and sat on a side.
3. That monk seated on a side said to the Blessed One: Venerable sir, it is good if the Blessed One would teach me in short, so that I, hearing it, could seclude and, withdrawing from the crowd, abide diligent to dispel.û
4. Monk, you should dispel whatever interest for that which lacks self.
ßBlessed One I understand it! Well Gone One I understand it!û
5. Monk, how do you know the detailed meaning of my short exposition?
6. Venerable sir, matter lacks self; I should dispel interest for it. Feelings, perceptions, intentions, and consciousness lack self. I should dispel interest for them.
Venerable sir, I know the detailed meaning of the short exposition given by the Blessed One, thus.
7. Excellent! Monk, you know the detailed meaning of my short exposition. Monk, matter lacks self. You should dispel interest for it. Feelings, perceptions, intentions, and consciousness lack self. You should dispel interest for them.


Anatta "tiada diri"

1. Demikianlah yang kudengar, suatu ketika Sang Buddha menetap di Savatthi di Jetavana di Anathapindika Arama.
2. Kemudian seorang Bhikkhu mendekati Sang Bhagava setelah bernamakkhara lalu duduk di satu sisi.
3. Bhikkhu tersebut yang duduk di satu sisi berkata kepada Sang Bhagava: Bhante, saya bersukur bila bhante mau memberi petunjuk kepada saya secara singkat, sehingga saya, setelah mendengarnya, dapat menyepi dan, mengasingkan diri dari keramaian, dengan rajin berusaha membersihkan diri.
4. Bhikkhu, kamu harus melenyapkan ketertarikan akan sesuatu yang tiada diri. Bhagava saya mengerti! Thatagata saya mengerti!
5. Bhikkhu, bagaimana kamu tahu arti detil dari keterangan singkatKu?
6. Bhante, jasmani tiada diri; saya harus melenyapkan ketertarikan padanya. Perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran tiada diri. Saya harus melenyapkan ketertarikan pada mereka.
7. Hebat! Bhikkhu, kamu tahu arti detail dari petunjuk singkat yang diberikan oleh Sang Bhagava. Bhikkhu, jasmani tiada diri. kamu harus melenyapkan ketertarikan kepadanya. Perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran/kehendak, dan kesadaran tiada diri. Kamu harus melenyapkan ketertarikan kepada mereka.

Mettalanka.net ini jelas menerjemahkan anatta sebagai "lacks of self" (tiada diri).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: silemot on 07 January 2011, 05:59:03 PM
yah ada 2 pendapat & pendapat ini walau tidak bertolak belakang, namun memiliki arti yg berbeda... kalau dicampur yah jadi binggung :)

1. anatta = tidak ada atta
terus terang saya pribadi pun tidak sependapat dg pendapat bahwa anatta = tidak ada atta, dalam pemahaman ini atta sebenarnya cuma ilusi. yg paling mutlaknya cuma ada tubuh & batin (mind & matter)... mungkin fabian lebih kompeten membahas ini.

2. anatta = bukan diri
saya lebih setuju dg ini, yaitu panca khandha (atau disingkat saja tubuh & batin), bukanlah diri. bedanya dg pendapat romo tsb, menurut saya batin (citta) pun bukan diri.

jd pandangan romo mengenai citta itu atta masuk ke 1 atau 2 ko? knp bisa ada 2 persepsi yang berbeda gini yah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 06:01:00 PM
Bhikkhu Thanissaro dalam access to insight seringkali memberi penjelasan yang membingungkan banyak orang dengan pernyataan ambigunya terhadap atta ditthi. ia menerjemahkan anatta sebagai not-self.
Lantas pertanyaan yang jelas muncul, jadi bagaimana..?
menurut saya ini subjektif, bagi fabian ambigu belum tentu bagi orang lain.

Quote
Apakah atta (diri sejati) ada?
Apakah atta (diri sejati) tak ada?
Apakah atta ada dan tak ada?
Apakah atta bukan tak ada juga bukan ada?

Bila atta (diri sejati) ada, dimanakah adanya?

Bila ada dan tak ada bagaimana?
bila tidak ada, setelah parinibbana, Buddha lenyap
bila bukan ada dan juga bukan tak ada bagaimana...?

ada yg kurang,
bila tidak ada, setelah parinibbana, Buddha lenyap <--- nihilisme

Quote
6. Venerable sir, matter lacks self; I should dispel interest for it. Feelings, perceptions, intentions, and consciousness lack self. I should dispel interest for them.
dari yg saya baca ini sama saja dg anatta lakhana sutta... bahwa panca-khandha lack self...
tampaknya saya masih tidak punya referensi utk tidak adanya diri bahkan setelah fabian muncul :( hmmm...
sebenarnya kalau abhidhamma dikaitkan dg panca khanda bisa dihasilkan kesimpulan demikian...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: silemot on 07 January 2011, 06:03:57 PM
pertanyaan juga nih : apakah konsep atta ini sama dengan konsep tuhan? yang kosong adl isi dan isi adalah kosong? hmm
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 06:07:54 PM
jd pandangan romo mengenai citta itu atta masuk ke 1 atau 2 ko? knp bisa ada 2 persepsi yang berbeda gini yah?
romo tsb berkata panca khanda bukanlah diri ---> disini saya setuju.

mengenai, citta adalah diri ---> disini saya tidak setuju... karena citta adalah salah 1 khanda (cmiiw nama lainnya adalah vinnana/kesadaran)...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 07 January 2011, 06:11:15 PM
pertanyaan juga nih : apakah konsep atta ini sama dengan konsep tuhan? yang kosong adl isi dan isi adalah kosong? hmm
atta = tuhan? ---> tidak
isi = kosong? ---> maaf, saya ga ngerti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 07 January 2011, 06:27:49 PM

Quote
Ia juga tidak mengatakan bahwa perpaduan panca khanda itu adalah diri sesungguhnya.

Quote
em... sepertinya dia mengatakan perpaduan panca khandha inilah yg disebut orang (person)... bukan adalah diri sesungguhnya. nagasena hanyalah penamaan...

Betul, oleh karena itu saya katakan Nagasena juga TIDAK mengatakan bahwa perpaduan panca khanda itu adalah diri sesungguhnya.


Quote
oh jgn salah artikan kalau saya bilang doktrin melepaskan ego itu berarti anatta itu hanya akal2an...
bukan demikian, menurut saya, anatta memang menunjukkan karakteristik --- realitas (kata bro) --- dari panca khandha, bukan doktrin akal2an.
yg saya tegaskan adalah, anatta hanya membahas panca khanda bukan diri. titik. tidak sampai pada kesimpulan tidak ada diri. anatta berangkat dari pandangan umum mahkluk, bahwa panca khandha ini adalah diri & doktrin ini mengkoreksi pandangan demikian dg hanya memberi tahu, "bukan".

Saya tidak pernah mengatakan: “anatta adalah doktrin melepaskan ego merupakan sebuah akal-akalan”, tetapi dari ajaran anatta saya mencoba untuk melihat lebih dalam lagi dasar, akar dari proses melepaskan ego, yaitu memahami karakteristik, lakkhana, ego itu sendiri.

Quote
ah, tidak ada diri sejati pun adalah pandangan yg salah.

Tidak menurut saya. Jika anda perhatikan bagaimana definisi anatta yang saya sampaikan dari pengertian anatta sebagai Tidak Ada Diri Sejati berubah menjadi pengertian Bukan Aku, maka bukanlah hal yang berbeda. Berdasarkan ini, jika anda katakan bahwa Tidak Ada Diri Sejati adalah pandangan salah maka Bukan Aku adalah juga pandangan salah. Hal berbeda jika kita mengatakan tidak ada diri, titik, tanpa ada kata ‘sejati’. Menambah atau meniadakan satu kata dapat merubah definisi yang terkandung dalam sebuah kata.
 
Anatta = tidak ada diri sejati = bukan aku --> ini hal yang benar
Anatta = tidak ada diri  --> ini hal yang tidak benar, dan ini yang selalu digembar-gemborkan, diusung selama diskusi disini.

Demikian pendapat saya.

Saya rasa cukup. Thanks atas diskusinya Sdr. Tesla.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 07 January 2011, 06:48:57 PM
http://dictionary.reference.com/browse/nihilism
4. Philosophy .
a. an extreme form of skepticism: the denial of all real existence or the possibility of an objective basis for truth.
b. nothingness or nonexistence.
...
6. annihilation of the self, or the individual consciousness, esp. as an aspect of mystical experience.


nihilisme from wiki

Nihilisme adalah sebuah pandangan filosofi yang sering dihubungkan dengan Friedrich Nietzsche. Nihilisme mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki suatu tujuan. Nihilis biasanya memiliki beberapa atau semua pandangan ini: tidak ada bukti yang mendukung keberadaan pencipta, moral sejati tidak diketahui, dan etika sekular adalah tidak mungkin. Karena itu, kehidupan tidak memiliki arti, dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain.


"Ada, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana yang menganut paham pemusnahan, yang menyatakan pemusnahan, penghancuran, dan ketiadaan makhluk-makhluk, dan mereka melakukannya dalam tujuh cara:

'[...] diri ini adalah materi yang tersusun dari empat unsur (1) ... deva, materi, yang berdiam di alam indriah, memakan makanan nyata (2) ... dewa, bermateri, ciptaan pikiran (3) ... dengan melewatkan seluruhnya melampaui sensasi jasmani, dengan lenyapnya semua penolakan dan dengan ketidak-tertarikan pada persepsi yang beraneka-ragam, melihat bahwa ruang adalah tidak terbatas (4) ... kesadaran adalah tanpa batas (5) ... kesadaran adalah tidak ada apapun (6) ... telah mencapai alam bukan persepsi, juga bukan bukan-persepsi (7). Engkau tidak mengetahuinya atau melihatnya, tetapi aku mengetahuinya dan melihatnya. Diri ini saat hancurnya jasmani, akan musnah dan binasa, dan tidak ada setelah kematian.'

Ini adalah tujuh cara bagi petapa dan para brahmana menyatakan ajaran pemusnahan"

DN 1.



Quote
tunggu dulu... disini jadi ambigu...
1. melekat pada "yg bukan diri" seperti panca khandha...
2. melekat pada pandangan bahwa anatta = bukan diri...
Maksud saya adalah yang pertama. Saya pernah memberi perumpamaan 'kotak kosong' yang diduga berisi/tidak berisi. Ada orang yang mempertahankan pandangan "kotaknya berisi". Sebagian lagi mempertahankan bahwa "kotaknya kosong" namun keduanya tidak ada yang benar-benar telah membuka kotak. Jadi intinya sama saja melekat pada pandangan, walaupun yang satu lebih mendekati kebenaran.

Eternalis adalah yang menganggap kotak itu berisi dan isinya kekal, nihilis adalah yang menganggap isinya hancur. Sementara yang satu pihak lagi adalah yang mati-matian mengatakan 'kotak kosong' tapi berpola pikir seperti kotak itu tidak kosong.

Contoh: "Kotak ini adalah kosong, kalau anda masih bersikeras mengatakan kotak ini berisi, maka akan saya pukul kepalamu dengan isi kotak ini!"


Quote
cmiiw, kalau ini ditujukan pada saya, saya rasa adalah yg ke2, terima kasih atas warningnya _/\_
kepentingan saya menyatakan ada sesuatu diluar panca khanda adalah hanya menjadi fondasi utk menjalani kehidupan sesuai dhamma... selebih itu saya sadar bahwa ini adalah perangkap yg sangat halus, yg 1 micro lagi sudah jatuh pada pandangan ada nya diri.
Maksud saya bukan yang ke dua, jadi ini bukan ditujukan ke Bro tesla.
Untuk pandangan ke dua ini, menurut saya antara 'tanpa diri' dan 'bukan diri' juga sebetulnya sama saja, mungkin beda perspektif saja di mana 'bukan diri' mengacu pada 'objek dan diri adalah berbeda' (x!=A) sementara 'tanpa diri' lebih ke 'objek adalah kosong dari diri'.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 08 January 2011, 02:22:06 AM
EMPAT JENIS KEMELEKATAN ATTA

Ada empat jenis kemelekatan Atta muncul dari kepercayaan
akan Diri atau jiwa.

(1) Kemelekatan Sàmi atta: Kepercayaan bahwa ada, di dalam tubuh seseorang, suatu entitas hidup, yang mengatur dan mengarahkan keinginan dan perbuatan. Adalah jiwa yang hidup ini yang berjalan, berdiri, duduk, tidur, berbicara kapanpun ia inginkan.

“Kemelekatan Sàmi atta adalah kepercayaan akan adanya suatu entitas hidup di dalam tubuh seseorang, yang mengendalikan dan mengarahkan sesuai keinginannya.”

Anattalakkhana Sutta yang diajarkan oleh Sang Bhagavà secara khusus bertujuan untuk melenyapkan kemelekatan Sàmi atta ini. Sekarang, karena Sutta ini pertama kali diajarkan kepada Kelompok Lima Bhikkhu yang telah menjadi Pemasuk-Arus, tidakkah patut dipertanyakan apakah seorang Pemasuk-Arus masih dirintangi oleh kemelekatan Atta?

“Pemasuk-Arus telah meninggalkan kemelekatan Atta, tetapi masih berpegang pada kesombongan.”

Pada tingkat Sotàpanna, Pemasuk-Arus, belenggu-belenggu kepercayaan akan diri (pandangan salah tentang diri), keragu-raguan dan kebimbangan, dan keterikatan pada upacara dan ritual telah dilenyapkan secara total. Tetapi seorang Pemasuk-Arus belum terbebas dari Asmi-màna,
kesombongan-aku. Bangga akan kemampuannya, statusnya, “Aku dapat melakukan; Aku mulia,” adalah genggaman pada kesombongan-aku. Tetapi kesombongan seorang Pemenang Arus berhubungan dengan kualitas sesungguhnya, ia memang benar memiliki dan bukan keangkuhan palsu berdasarkan pada kualitas yang tidak ada.

Oleh karena itu, Pemasuk-Arus harus, melanjutkan praktik  Vipassanà untuk melenyapkan kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih merupakan belenggu baginya.
Ketika Vipassanà-nana telah lebih terkembang, kesombonganaku ini berhenti dan sebagian telah dilenyapkan oleh Jalan Sakadàgàmi. Tetapi belum benar-benar dilenyapkan. Jalan Anàgàmi semakin memperlemahnya, tetapi Jalan ini juga hanya melenyapkan sebagian. Hanya melalui Arahatta magga, kesombongan-aku ini dapat dilenyapkan secara total. Dengan
demikian dapat dianggap bahwa Anattalakkhana Sutta diajarkan oleh Sang Bhagavà untuk melenyapkan secara total kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih menempel
pada Kelompok Lima Bhikkhu walaupun mereka telah mencapai tingkat Pemasuk-Arus.

[at]bro fabian

Ini yang ingin saya sampaikan pada anda ,sehingga saya menanyakan pada anda, apakah anda tahu syarat pencapaian tingkat kesucian? Kalau menurut yang saya pelajari bahkan seseorang itu bisa gagal mencapai tingkat arahat dan hanya anagami. Karena masih ada kecenderungan aku-nya yang sangat halus.

Kalau mengenai istilah asmi mana, sory...saya tidak tahu soal itu. Saya baru tahu istilah itu sekarang.
Tapi saya sudah menerangkan juga pada anda, saya tahu tubuh itu terdiri dari paduan unsur dll dan itu tidak kekal.Saya juga tahu jiwa/roh itu tidak ada.

Jadi yang saya maksudkan AKU itu adalah keterangan bro indra yang diatas. Tapi saya tidak mampu untuk menerangkan pada anda.Karena anda melihat hal lain terus dari setiap hal yang saya ingin ungkapkan.
 Aku seperti itu yang saya lihat ada pada setiap manusia yang belum tercerahkan.Dan berhubung saya belum pernah ketemu manusia yang sudah tercerahkan, jadi saya bilang AKU ITU ADA pada setiap manusia.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 08 January 2011, 07:25:27 AM
SN 22.22 PTS: S iii 25 CDB i 871
Bhara Sutta: The Burden
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 2001–2011
Alternate translation: Walshe
At Savatthi. "Monks, I will teach you the burden, the carrier of the burden, the taking up of the burden, and the casting off of the burden. [1] Listen & pay close attention. I will speak."

"As you say, lord," the monks responded.

The Blessed One said, "And which is the burden? 'The five clinging-aggregates,' it should be said. Which five? Form as a clinging-aggregate, feeling as a clinging-aggregate, perception as a clinging-aggregate, fabrications as a clinging-aggregate, consciousness as a clinging-aggregate. This, monks, is called the burden.

"And which is the carrier of the burden? 'The person,' it should be said. This venerable one with such a name, such a clan-name. This is called the carrier of the burden.

"And which is the taking up of the burden? The craving that makes for further becoming — accompanied by passion & delight, relishing now here & now there — i.e., craving for sensual pleasure, craving for becoming, craving for non-becoming. This is called the taking up of the burden.

"And which is the casting off of the burden? The remainderless fading & cessation, renunciation, relinquishment, release, & letting go of that very craving. This is called the casting off of the burden."

That is what the Blessed One said. Having said that, the One Well-gone, the Teacher, said further:


A burden indeed
are the five aggregates,
and the carrier of the burden
is the person.
Taking up the burden in the world
   is stressful.
Casting off the burden
   is bliss.
Having cast off the heavy burden
and not taking on another,
pulling up craving,
along with its root,
   one is free from hunger,
      totally unbound.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 08:10:46 AM
'[...] diri ini adalah materi yang tersusun dari empat unsur (1) ... deva, materi, yang berdiam di alam indriah, memakan makanan nyata (2) ... dewa, bermateri, ciptaan pikiran (3) ... dengan melewatkan seluruhnya melampaui sensasi jasmani, dengan lenyapnya semua penolakan dan dengan ketidak-tertarikan pada persepsi yang beraneka-ragam, melihat bahwa ruang adalah tidak terbatas (4) ... kesadaran adalah tanpa batas (5) ... kesadaran adalah tidak ada apapun (6) ... telah mencapai alam bukan persepsi, juga bukan bukan-persepsi (7). Engkau tidak mengetahuinya atau melihatnya, tetapi aku mengetahuinya dan melihatnya. Diri ini saat hancurnya jasmani, akan musnah dan binasa, dan tidak ada setelah kematian.'

Ini adalah tujuh cara bagi petapa dan para brahmana menyatakan ajaran pemusnahan"
imho, implikasinya pada buddhisme adalah pada saat parinibanna (karena kira mengenal kelahiran kembali yg terus berulang sebelum parinibbana). pada saat parinibbana, dikatakan tubuh dan batin sudah hancur & tidak ada lagi yg baru. artinya adalah ajaran Buddha ini adalah ajaran pemusnahan juga, tidak ada penjelasan tentang ini, tapi ada statement dari Buddha yg menyatakan:
setelah parinibbana, Tathagata tidak ada ---> pandagan salah
setelah parinibbana, Tathagata ada ---> pandangan salah
setelah parinibbana, ada dan tidak ada ---> pandangan salah
setelah parinibbana, bukan ada & bukan tidak ada ---> pandangan salah
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 08:24:53 AM
Tidak menurut saya. Jika anda perhatikan bagaimana definisi anatta yang saya sampaikan dari pengertian anatta sebagai Tidak Ada Diri Sejati berubah menjadi pengertian Bukan Aku, maka bukanlah hal yang berbeda. Berdasarkan ini, jika anda katakan bahwa Tidak Ada Diri Sejati adalah pandangan salah maka Bukan Aku adalah juga pandangan salah. Hal berbeda jika kita mengatakan tidak ada diri, titik, tanpa ada kata ‘sejati’. Menambah atau meniadakan satu kata dapat merubah definisi yang terkandung dalam sebuah kata.
bagaimanapun saya tetap melihat, "tidak ada diri sejati" adalah kesimpulan yg dipaksakan.
yg ada hanyalah pancakhanda, a,b,c,d,e = anatta.
saya setuju utk hanya melihat pancakhanda, dan tidak membahas yg lain, sehingga kesimpulan kita yg sama hanya pada ruang lingkup pancakhanda.

Quote
Anatta = tidak ada diri sejati = bukan aku --> ini hal yang benar
Anatta = tidak ada diri  --> ini hal yang tidak benar, dan ini yang selalu digembar-gemborkan, diusung selama diskusi disini.
imho, tidak ada diri sejati != (ga sama dengan) bukan aku
kata "tidak ada diri sejati" dapat berdiri sendiri
kata "bukan aku" tidak dapat berdiri sendiri.
harus ada objek di depannya, jadi panca khanda bukan aku.
kalau anda menarik kesimpulan bahwa panca khanda bukan aku -> maka tidak ada diri sejati, disini ada 1 missing link yaitu:
tidak ada hal lain selain panca khanda, tidak ada fondasi utk ini.

Quote
Demikian pendapat saya.

Saya rasa cukup. Thanks atas diskusinya Sdr. Tesla.
sama2 sdr. Kelana
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 08 January 2011, 08:37:39 AM
Samanera Peacemind kemana ya?

Mungkin harus dilihat kembali terjemahan yang pas buat anatta. Mungkin Samanera bisa membantu dari segi tata bahasa dan sekalian pandangannya.

Smoga bisa terbantu

Metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 08 January 2011, 08:54:42 AM
imho, implikasinya pada buddhisme adalah pada saat parinibanna (karena kira mengenal kelahiran kembali yg terus berulang sebelum parinibbana). pada saat parinibbana, dikatakan tubuh dan batin sudah hancur & tidak ada lagi yg baru.
Kalau di Buddhisme memang "setelah kematian" bisa diganti "setelah parinibbana".

Quote
artinya adalah ajaran Buddha ini adalah ajaran pemusnahan juga, tidak ada penjelasan tentang ini
Walaupun sama-sama menunjukkan satu 'penghentian' eksistensi, tetapi tetap berbeda pada prinsipnya. Ajaran Buddha mengatakan kita ini adalah gabungan unsur yang berproses secara terus-menerus, namun tidak ada suatu 'diri' yang menjadi intinya, yang kekal atau hancur.

Saya ambil contoh misalnya hujan. Jika kita melihat hujan sebagai proses penguapan air menjadi awan, lalu mencapai titik jenuh dan turun karena gravitasi, dan akan berhenti bila kondisi pendukungnya tidak ada lagi. Tidak ada 'diri' dalam hujan, sehingga seandainyapun hujan turun terus (karena pendukungnya ada), tidak ada 'diri' yang kekal di sana; Juga ketika berhenti, tidak ada 'diri' yang hancur di sana.
Jika seseorang melihat adanya 'diri' pada awan atau air jatuhnya, atau kelembabannya, atau unsur lainnya, maka selama hujan turun dan unsur itu ada, dianggap ada 'diri' yang kekal, dan ketika berhenti dan unsur itu tidak ada lagi, dianggap 'diri' itu hancur.


Quote
tapi ada statement dari Buddha yg menyatakan:
setelah parinibbana, Tathagata tidak ada ---> pandagan salah
setelah parinibbana, Tathagata ada ---> pandangan salah
setelah parinibbana, ada dan tidak ada ---> pandangan salah
setelah parinibbana, bukan ada & bukan tidak ada ---> pandangan salah
Menurut saya, pertanyaan ini melewatkan satu fase:
-sebelum parinibbana, apakah Tathagata ada/tidak ada/ada dan tidak ada/bukan ada & bukan tidak ada?

Penjelasannya sama seperti penjelasan Nagasena tentang kereta. Apakah Tathagata 'ada' di tubuhnya, ataukah di pikirannya, di perasaannya, dst? Kalau tidak ada, lantas apa yang kita sebut Tathgata? Itu adalah kumpulan unsur tersebut yang berproses dan tidak kekal juga. Jadi apakah ada dan tidak ada/bukan ada & bukan tidak ada? Ini hanya subjektif pada perspektif orang, namun spekulasi keberadaan dan/atau ke-bukan-ada-an juga bukan bermanfaat bagi lenyapnya dukkha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 08 January 2011, 09:04:34 AM


Betul, oleh karena itu saya katakan Nagasena juga TIDAK mengatakan bahwa perpaduan panca khanda itu adalah diri sesungguhnya.


Saya tidak pernah mengatakan: “anatta adalah doktrin melepaskan ego merupakan sebuah akal-akalan”, tetapi dari ajaran anatta saya mencoba untuk melihat lebih dalam lagi dasar, akar dari proses melepaskan ego, yaitu memahami karakteristik, lakkhana, ego itu sendiri.

Tidak menurut saya. Jika anda perhatikan bagaimana definisi anatta yang saya sampaikan dari pengertian anatta sebagai Tidak Ada Diri Sejati berubah menjadi pengertian Bukan Aku, maka bukanlah hal yang berbeda. Berdasarkan ini, jika anda katakan bahwa Tidak Ada Diri Sejati adalah pandangan salah maka Bukan Aku adalah juga pandangan salah. Hal berbeda jika kita mengatakan tidak ada diri, titik, tanpa ada kata ‘sejati’. Menambah atau meniadakan satu kata dapat merubah definisi yang terkandung dalam sebuah kata.
 
Anatta = tidak ada diri sejati = bukan aku --> ini hal yang benar
Anatta = tidak ada diri  --> ini hal yang tidak benar, dan ini yang selalu digembar-gemborkan, diusung selama diskusi disini.

Demikian pendapat saya.

Saya rasa cukup. Thanks atas diskusinya Sdr. Tesla.


Bro Kelana yang baik, saya ingin menambahkan sedikit,

dengan timbulnya rangsangan bentuk-bentuk, muncullah kesadaran penglihatan
dengan timbulnya rangsangan suara-suara, muncullah kesadaran pendengaran
dengan timbulnya rangsangan bentuk-bentuk pikiran, muncullah kesadaran pikiran dsnya...

dengan tidak munculnya bentuk-bentuk, tidak muncul kesadaran penglihatan
dengan tidak munculnya rangsangan  suara-suara, tidak muncul kesadaran pendengaran
dengan tidak munculnya rangsangan bentuk-bentuk pikiran, maka tidak muncul kesadaran pikiran dstnya....

Jadi semua ini anicca....

Pada waktu tertidur lelap kesadaran indera berhenti sementara... untuk muncul lagi bila ada rangsangan yang mengkondisikannya.
Oleh karena itu kesadaran muncul dan lenyap sesuai kondisi yang menyebabkannya.

Kesadaran, persepsi dll selalu muncul dan lenyap tidak sesuai keinginan kita (tak bisa diperintah misalnya agar sesuai keinginanku, misalnya agar kesadaranku muncul terus, atau tidak merasa sakit bila luka dll).
Kesadaran muncul dan lenyap sesuai kondisi yang saling bergantungan, sesuai kaidah hukum sebab dan akibat, oleh sebab itu tidak kekal (anicca).
Batin dan jasmani selalu berubah-ubah timbul-lenyap sesuai kondisinya, diluar kendali "aku".

Karena kesadaran, persepsi dll berproses muncul dan lenyap tak dapat diperintah atau dipertahankan untuk sesuai keinginan"ku" maka kesadaran, persepsi dll diluar kendali "aku".
Oleh karena diluar kendali "aku" maka kesadaran, persepsi dll bukan milik"ku".
Jadi semua gugus jasmani, kesadaran, persepsi dll bukan milik"ku"

Oleh karena jasmani dan semua gugus batin bukan milik"ku".
Lantas apakah yang menjadi milikku...? Tak ada.
Bila kelima gugus pancakhandha bahkan bukan milik"ku", lantas apakah milik"ku"? Dimanakah "aku"...?
Inilah sebabnya dikatakan bersifat "tanpa aku"/tanpa diri/tanpa diri sejati.

Kesadaran, persepsi dll adalah gugus batin yang berproses sesuai kaidahnya masing-masing.
kesadaran, persepsi dll merupakan gugus batin yang tidak dibawah kendali kita, mereka berproses dibawah hukum sebab-musabab yang saling bergantungan.

Itulah yang dimaksud anatta...

Sang Buddha menerangkan: mahluk hanya terdiri dari batin (nama) dan jasmani (rupa).
jasmani (rupa) adalah tubuh/bentuk.
batin (nama) adalah kelompok perasaan, kesadaran, persepsi/ingatan, dan bentuk-bentuk pikiran.
Yang berproses timbul-lenyap sepanjang waktu....

Hanya itu dan tak ada yang lainnya. Itulah yang disebut mahluk.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 10:52:41 AM
Menurut saya, pertanyaan ini melewatkan satu fase:
-sebelum parinibbana, apakah Tathagata ada/tidak ada/ada dan tidak ada/bukan ada & bukan tidak ada?

Penjelasannya sama seperti penjelasan Nagasena tentang kereta. Apakah Tathagata 'ada' di tubuhnya, ataukah di pikirannya, di perasaannya, dst? Kalau tidak ada, lantas apa yang kita sebut Tathgata? Itu adalah kumpulan unsur tersebut yang berproses dan tidak kekal juga. Jadi apakah ada dan tidak ada/bukan ada & bukan tidak ada? Ini hanya subjektif pada perspektif orang, namun spekulasi keberadaan dan/atau ke-bukan-ada-an juga bukan bermanfaat bagi lenyapnya dukkha.

yup setuju sekali, implikasinya berlanjut kepada apakah sebelum parinibbana, self itu juga tidak ada... dari pandangan seperti ini, dari semula memang tidak ada self, semua hanya proses. air menjadi uap air, uap air kembali menjadi air... <--- dapatkah kita bandingkan demikian?

menurut saya, jika demikian tidak perlu pencerahan, semua hanya proses, seperti air menjadi uap. tidak ada yg bebas, tidak ada yg menderita, dst tidak ada yg melekat, (cuma ada kelekatan --- begitu slogannya). hidup & mati hanya proses, sama seperti air menjadi uap & kembali lagi menjadi air, begitu seterusnya. kenapa Buddha harus mengajar jika demikian? ini pertanyaan yg sangat fundamental.

tambahan dari slogan ini, menurut saya slogan ini kehabisan jawaban utk menjelaskan "apa/siapa yg terlahir kembali?". saya tau kurang lebih jawaban Nagasena, tapi masihkah "segala proses" ini memerlukan pencerahan jika demikian? utk apa pula "proses" ini memerlukan penghentian
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 11:04:44 AM
Sang Buddha menerangkan: mahluk hanya terdiri dari batin (nama) dan jasmani (rupa).
jasmani (rupa) adalah tubuh/bentuk.
batin (nama) adalah kelompok perasaan, kesadaran, persepsi/ingatan, dan bentuk-bentuk pikiran.
Yang berproses timbul-lenyap sepanjang waktu....

Hanya itu dan tak ada yang lainnya. Itulah yang disebut mahluk.

Sang Buddha fabian kan, bukan Buddha Gotama kan?

coba kita bandingkan dg referensi Buddha Gotama dulu. untungnya ada 1 orang (Radha) yg dengan tepat mengajukan pertanyaan, "apakah yg disebut mahkluk?" silahkan dibaca sendiri, karena kalau ditambah komentar saya akan tidak fair

Spoiler: ShowHide

Satta Sutta


I have heard that on one occasion the Blessed One was staying near Savatthi at Jeta's Grove, Anathapindika's monastery. Then Ven. Radha went to the Blessed One and, on arrival, having bowed down to him sat to one side. As he was sitting there he said to the Blessed One: "'A being,' lord. 'A being,' it's said. To what extent is one said to be 'a being'?"

"Any desire, passion, delight, or craving for form, Radha: when one is caught up[1] there, tied up[2] there, one is said to be 'a being.'[3]

"Any desire, passion, delight, or craving for feeling... perception... fabrications...

"Any desire, passion, delight, or craving for consciousness, Radha: when one is caught up there, tied up there, one is said to be 'a being.'

"Just as when boys or girls are playing with little sand castles:[4] as long as they are not free from passion, desire, love, thirst, fever, & craving for those little sand castles, that's how long they have fun with those sand castles, enjoy them, treasure them, feel possessive of them. But when they become free from passion, desire, love, thirst, fever, & craving for those little sand castles, then they smash them, scatter them, demolish them with their hands or feet and make them unfit for play.

"In the same way, Radha, you too should smash, scatter, & demolish form, and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for form.

"You should smash, scatter, & demolish feeling, and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for feeling.

"You should smash, scatter, & demolish perception, and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for perception.

"You should smash, scatter, & demolish fabrications, and make them unfit for play. Practice for the ending of craving for fabrications.

"You should smash, scatter, & demolish consciousness and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for consciousness — for the ending of craving, Radha, is Unbinding."



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 08 January 2011, 11:09:03 AM
imho, implikasinya pada buddhisme adalah pada saat parinibanna (karena kira mengenal kelahiran kembali yg terus berulang sebelum parinibbana). pada saat parinibbana, dikatakan tubuh dan batin sudah hancur & tidak ada lagi yg baru. artinya adalah ajaran Buddha ini adalah ajaran pemusnahan juga, tidak ada penjelasan tentang ini, tapi ada statement dari Buddha yg menyatakan:
setelah parinibbana, Tathagata tidak ada ---> pandagan salah
setelah parinibbana, Tathagata ada ---> pandangan salah
setelah parinibbana, ada dan tidak ada ---> pandangan salah
setelah parinibbana, bukan ada & bukan tidak ada ---> pandangan salah

CMIIW, setahu saya Buddha hanya tidak menjawab pertanyaan tentang hal itu, bukan tentang pandangan salah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 08 January 2011, 11:27:06 AM
Dear all,

Kelihatan njelimet banget ya anatta dari dulu ^-^

Kalau Sang Buddha pernah kasih tau gue begini :

Bond : Sang Bhagava, mengapa saat itu Sang Tathagata tidak menjawab mengenai ada dan tiada dst dan hanya mengatakan semua anatta titik.

Sang Buddha  : Gue diam aja, lu orang bingung. Apalagi gue jelasin lebih detil. pikiran kalian akan lebih lincah berkembang tentang anatta.

Bond  : (dalam hati nih Sang Buddha gaul juga ^-^)  Jadi gimana dong solusinya Guru yang Maha Suci ?

Sang Buddha : Sana vipasanna dulu nanti balik lagi kalo uda mengalami sesuatu. Kata kunci pada upadana nanti ketahuan apa yang dimaksud anatta..

Bond : Ama Bhante.

 :o ???

Metta.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 11:32:13 AM
CMIIW, setahu saya Buddha hanya tidak menjawab pertanyaan tentang hal itu, bukan tentang pandangan salah.
termasuk salah satu ditthi. <--- ditthi disini diterjemahkan sbg pandangan salah kan?

Spoiler: ShowHide


Ditthi Sutta


Another wanderer said, "The cosmos is finite... The cosmos is infinite... The soul & the body are the same... The soul is one thing and the body another... After death a Tathagata exists... After death a Tathagata does not exist... After death a Tathagata both does & does not exist... After death a Tathagata neither does nor does not exist. Only this is true; anything otherwise is worthless. This is the sort of view I have."

When this had been said, Anathapindika the householder said to the wanderers, "As for the venerable one who says, 'The cosmos is eternal. Only this is true; anything otherwise is worthless. This is the sort of view I have,' his view arises from his own inappropriate attention or in dependence on the words of another. Now this view has been brought into being, is fabricated, willed, dependently originated. Whatever has been brought into being, is fabricated, willed, dependently originated, that is inconstant. Whatever is inconstant is stress. This venerable one thus adheres to that very stress, submits himself to that very stress." (Similarly for the other positions.)




oh ya yg jawab ini bukan Buddha, tp Anathapindika, dan dibagian akhir sutta ini, Sang Buddha memuji Anathapindika , karena ini referensinya AN... kalau ga salah di DN, ada kok jawab Buddha. --- sorry cuma bisa menampilkan yg AN, soalnya saya modal google juga, udah lama ga baca Tipitaka, jadi susah mo search... kalau AN mostly judulnya aja dah kenak
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 11:40:51 AM
Kalau Sang Buddha pernah kasih tau gue begini :

Bond : Sang Bhagava, mengapa saat itu Sang Tathagata tidak menjawab mengenai ada dan tiada dst dan hanya mengatakan semua anatta titik.

Sang Buddha  : Gue diam aja, lu orang bingung. Apalagi gue jelasin lebih detil. pikiran kalian akan lebih lincah berkembang tentang anatta.

Bond  : (dalam hati nih Sang Buddha gaul juga ^-^)  Jadi gimana dong solusinya Guru yang Maha Suci ?

Sang Buddha : Sana vipasanna dulu nanti balik lagi kalo uda mengalami sesuatu. Kata kunci pada upadana nanti ketahuan apa yang dimaksud anatta..

Bond : Ama Bhante.

ini perjalanan meditasi bond yah?

kalau versi Tesla:

me: Sang Bhagava, mengapa saat itu Sang Tathagata tidak menjawab mengenai ada dan tiada dst dan hanya mengatakan semua anatta titik.
Buddha: adhominem, mana buktinya?
me: ! [at] #$$%^&*
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Satria on 08 January 2011, 11:52:09 AM
alhamdulillah! sudah lebih banyak orang yang menjadi Buddha saat ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 08 January 2011, 02:04:16 PM
Sang Buddha fabian kan, bukan Buddha Gotama kan?

coba kita bandingkan dg referensi Buddha Gotama dulu. untungnya ada 1 orang (Radha) yg dengan tepat mengajukan pertanyaan, "apakah yg disebut mahkluk?" silahkan dibaca sendiri, karena kalau ditambah komentar saya akan tidak fair


Satta Sutta


I have heard that on one occasion the Blessed One was staying near Savatthi at Jeta's Grove, Anathapindika's monastery. Then Ven. Radha went to the Blessed One and, on arrival, having bowed down to him sat to one side. As he was sitting there he said to the Blessed One: "'A being,' lord. 'A being,' it's said. To what extent is one said to be 'a being'?"

"Any desire, passion, delight, or craving for form, Radha: when one is caught up[1] there, tied up[2] there, one is said to be 'a being.'[3]

"Any desire, passion, delight, or craving for feeling... perception... fabrications...

"Any desire, passion, delight, or craving for consciousness, Radha: when one is caught up there, tied up there, one is said to be 'a being.'

"Just as when boys or girls are playing with little sand castles:[4] as long as they are not free from passion, desire, love, thirst, fever, & craving for those little sand castles, that's how long they have fun with those sand castles, enjoy them, treasure them, feel possessive of them. But when they become free from passion, desire, love, thirst, fever, & craving for those little sand castles, then they smash them, scatter them, demolish them with their hands or feet and make them unfit for play.

"In the same way, Radha, you too should smash, scatter, & demolish form, and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for form.

"You should smash, scatter, & demolish feeling, and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for feeling.

"You should smash, scatter, & demolish perception, and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for perception.

"You should smash, scatter, & demolish fabrications, and make them unfit for play. Practice for the ending of craving for fabrications.

"You should smash, scatter, & demolish consciousness and make it unfit for play. Practice for the ending of craving for consciousness — for the ending of craving, Radha, is Unbinding."





Bro Tesla yang baik, kelihatannya anda perlu lebih banyak membaca Sutta.
Sehingga lebih banyak lagi mengetahui  cara penulisan Sutta. (no offense)
Saya kutipkan lagi tulisan saya apakah mahluk itu? terdiri dari apa? Bandingkan yang saya bold dengan Sutta kutipan anda, bila perlu baca Palinya.

Quote
Sang Buddha menerangkan: mahluk hanya terdiri dari batin (nama) dan jasmani (rupa).
jasmani (rupa) adalah tubuh/bentuk.
batin (nama) adalah kelompok perasaan, kesadaran, persepsi/ingatan, dan bentuk-bentuk pikiran.
Yang berproses timbul-lenyap sepanjang waktu....

Hanya itu (nama-rupa) dan tak ada yang lainnya. Itulah yang disebut mahluk.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 02:24:37 PM
^ saya yakin anda dah ngerti tapi pura2 bego aja. anda orang yg cerdas, ga perlu membohongi diri sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 08 January 2011, 02:33:38 PM
yup setuju sekali, implikasinya berlanjut kepada apakah sebelum parinibbana, self itu juga tidak ada... dari pandangan seperti ini, dari semula memang tidak ada self, semua hanya proses. air menjadi uap air, uap air kembali menjadi air... <--- dapatkah kita bandingkan demikian?
Iya, menurut saya memang seharusnya kita melihatnya demikian.

Quote
menurut saya, jika demikian tidak perlu pencerahan, semua hanya proses, seperti air menjadi uap. tidak ada yg bebas, tidak ada yg menderita, dst tidak ada yg melekat, (cuma ada kelekatan --- begitu slogannya). hidup & mati hanya proses, sama seperti air menjadi uap & kembali lagi menjadi air, begitu seterusnya. kenapa Buddha harus mengajar jika demikian? ini pertanyaan yg sangat fundamental.
Semua memang hanya proses. Yang menjadi pertanyaan, apakah proses yang berlangsung terus menerus adalah memuaskan atau tidak memuaskan? Bagi yang merasa itu semua menyenangkan, tidak perlu belajar Ajaran Buddha, karena menurut Buddha, proses perulangan tersebut adalah dukkha.

Quote
tambahan dari slogan ini, menurut saya slogan ini kehabisan jawaban utk menjelaskan "apa/siapa yg terlahir kembali?". saya tau kurang lebih jawaban Nagasena, tapi masihkah "segala proses" ini memerlukan pencerahan jika demikian? utk apa pula "proses" ini memerlukan penghentian
Nah, ini dia yang paling sering ditanyakan. Kalau saya pribadi tidak punya jawaban teknis tertentu terhadap pertanyaan ini. Untuk kali ini saya mau bertanya balik, kalau seseorang memaki kita "BABI KAU!" lalu kita marah, sebetulnya siapa yang dihina?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 08 January 2011, 02:34:50 PM
^ saya yakin anda dah ngerti tapi pura2 bego aja. anda orang yg cerdas, ga perlu membohongi diri sendiri.

No... saya  memang tidak mengerti apa maksud anda, saya tidak biasa dan tidak suka membohongi diri sendiri, saya tidak melihat Sutta tersebut bertentangan dengan postingan saya.

Tapi Sutta tersebut jelas bertentangan dengan postingan anda mengenai ada sesuatu di luar pancakhandha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 08 January 2011, 02:38:06 PM
ikutan :D

Buda : apakah kalian ingin tahu mengenai anatta?

me : percuma Bud, gak akan ada yang percaya ucapan anda, apalagi nanti di tulis juga pasti tidak akan percaya itu ucapan bud ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 08 January 2011, 02:38:13 PM
Samanera Peacemind kemana ya?

Mungkin harus dilihat kembali terjemahan yang pas buat anatta. Mungkin Samanera bisa membantu dari segi tata bahasa dan sekalian pandangannya.

Smoga bisa terbantu

Metta
Saya pikir terjemahannya memang "bukan/tanpa aku". Kalau dalam Pali, ingkaran yang umum itu ada 3: na (tidak), ma (jangan), dan a- (bukan/tanpa). Bagaimana 'anatta' dijelaskan itu berbeda-beda tergantung dari mana orang membahas, karena 'atta'-nya setiap orang berbeda. Maka kadang Buddha membahas khanda adalah anatta, kadang bahas 6 landasan indriah adalah anatta, kadang bahas unsur adalah anatta, tergantung kesesuaian dengan si pendengar.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 08 January 2011, 02:40:19 PM
ikutan :D

Buda : apakah kalian ingin tahu mengenai anatta?

me : percuma Bud, gak akan ada yang percaya ucapan anda, apalagi nanti di tulis juga pasti tidak akan percaya itu ucapan bud ;D

Lebih percaya ucapan hud    ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 03:05:00 PM
Iya, menurut saya memang seharusnya kita melihatnya demikian.
Semua memang hanya proses. Yang menjadi pertanyaan, apakah proses yang berlangsung terus menerus adalah memuaskan atau tidak memuaskan? Bagi yang merasa itu semua menyenangkan, tidak perlu belajar Ajaran Buddha, karena menurut Buddha, proses perulangan tersebut adalah dukkha.
ketika dikatakan tidak ada diri sejak awal (dari awal sebelum pencerahan ya),
maka sebelum pencerahan juga tidak ada yg menderita, benar?
disinilah ajaran Buddha menjadi tidak berarti, dari tidak ada yg menderita --- menjadi tidak ada yg menderita.

Quote
Nah, ini dia yang paling sering ditanyakan. Kalau saya pribadi tidak punya jawaban teknis tertentu terhadap pertanyaan ini. Untuk kali ini saya mau bertanya balik, kalau seseorang memaki kita "BABI KAU!" lalu kita marah, sebetulnya siapa yang dihina?
lho justru saya yg harus tanya... kok malah saya yg ditanya balik :hammer:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 03:16:17 PM
No... saya  memang tidak mengerti apa maksud anda, saya tidak biasa dan tidak suka membohongi diri sendiri, saya tidak melihat Sutta tersebut bertentangan dengan postingan saya.
walau kata2 saya dirasa kasar oleh anda, saya tulus utk berdiskusi, bukan mencari argumen utk tentang-menentang.

Quote
Tapi Sutta tersebut jelas bertentangan dengan postingan anda mengenai ada sesuatu di luar pancakhandha.
jadi ini bukan tentang "apa yg disebut mahkluk", tapi anda mau buktikan bahwa dimana2 tidak ada sesuatu selain panca kandha, sebaiknya energinya dialihkan ke jalan yg benar saja :)

yg saya katakan adalah tidak ada sesuatu selain panca kandha adalah statement yg tidak berdasar. itu saja... di mana2 tidak ditemukan statement tegas demikian. namun di satu sutta (udana) ditemukan statement:

"Para bhikkhu, ada yang tak dilahirkan, tak tercipta, tak terbuat, tak terbentuk; kalau (itu) tidak ada, maka tidak mungkin orang bebas dari yang dilahirkan, tercipta, terbuat, terbentuk ..."

saya disini bukan ingin menjatuhkan anda, tetapi ingin anda melihat sendiri... saya kira sudah cukup jelas, anda cermati saja sabda Buddha demi kebaikan diri anda sendiri. mohon maaf jika kata2 saya ada yg menyakiti anda

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 08 January 2011, 03:24:00 PM
ketika dikatakan tidak ada diri sejak awal (dari awal sebelum pencerahan ya),
maka sebelum pencerahan juga tidak ada yg menderita, benar?
Menurut saya bukan begitu. Memang tidak ada 'atta' yang menderita, tapi perasaan (bathin) menderita itu ada. Mengapa perasaan (bathin) menderita itu ada? Karena menganggap apa yang 'bukan aku' sebagai 'aku'. Bagi orang yang tidak memiliki perasaan (bathin) menderita dalam bentuk apa pun juga, adalah benar tidak perlu Ajaran Buddha.


Quote
disinilah ajaran Buddha menjadi tidak berarti, dari tidak ada yg menderita --- menjadi tidak ada yg menderita.
lho justru saya yg harus tanya... kok malah saya yg ditanya balik :hammer:
Salah satu cara menjawab 'kan dengan bertanya balik :D
Ga boleh yah? Kalau begitu saya ganti.

Penderitaan adalah perasaan, timbul karena kemelekatan. Yang mengalami adalah kesadaran. Kesadaran ini pun berubah, sehingga tidak bisa disebut 'diri'.
Contohnya saya datang ke warnet Tesla, main 10 jam tidak bayar, rusakin keyboard, makan bakso kuah, tumpah di mana-mana. Apakah di sini ada suatu ada yang saya sakiti? Tidak ada. Tetapi mungkin kumpulan khanda yang kita sebut "si tesla" menjadi menderita, karena ia menganggap 'warnetku tidak seharusnya dibegitukan'. Lalu bukankah kita bisa bilang ada 'si tesla' yang menderita? Kalau kita bilang 'si tesla' yang menderita, maka ketika kemelekatan (pada warnetnya) sudah tidak ada, tidak ada lagi penderitaan, 'si tesla' ini ke mana? Ada di manakah sebetulnya 'tesla' ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 03:38:26 PM
Menurut saya bukan begitu. Memang tidak ada 'atta' yang menderita, tapi perasaan (bathin) menderita itu ada. Mengapa perasaan (bathin) menderita itu ada? Karena menganggap apa yang 'bukan aku' sebagai 'aku'. Bagi orang yang tidak memiliki perasaan (bathin) menderita dalam bentuk apa pun juga, adalah benar tidak perlu Ajaran Buddha.

Salah satu cara menjawab 'kan dengan bertanya balik :D
Ga boleh yah? Kalau begitu saya ganti.

Penderitaan adalah perasaan, timbul karena kemelekatan. Yang mengalami adalah kesadaran. Kesadaran ini pun berubah, sehingga tidak bisa disebut 'diri'.
Contohnya saya datang ke warnet Tesla, main 10 jam tidak bayar, rusakin keyboard, makan bakso kuah, tumpah di mana-mana. Apakah di sini ada suatu ada yang saya sakiti? Tidak ada. Tetapi mungkin kumpulan khanda yang kita sebut "si tesla" menjadi menderita, karena ia menganggap 'warnetku tidak seharusnya dibegitukan'. Lalu bukankah kita bisa bilang ada 'si tesla' yang menderita? Kalau kita bilang 'si tesla' yang menderita, maka ketika kemelekatan (pada warnetnya) sudah tidak ada, tidak ada lagi penderitaan, 'si tesla' ini ke mana? Ada di manakah sebetulnya 'tesla' ini?

jadi ajaran Buddha adalah: dari batin yg menderita menjadi ... ? nihilisme kan? :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 08 January 2011, 03:42:44 PM
jadi ajaran Buddha adalah: dari batin yg menderita menjadi ... ? nihilisme kan? :)
Tidak ada 'diri' yang hancur, bagaimana disebut nihilisme? Perasaan (senang/netral/tidak senang), pikiran, dsb hanyalah bagian dari proses seperti air hujan jatuh ke bawah. Perasaan itu timbul dan tenggelam, jadi di mana letaknya 'diri' yang ada kemudian hancur tersebut?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 03:48:08 PM
Tidak ada 'diri' yang hancur, bagaimana disebut nihilisme? Perasaan (senang/netral/tidak senang), pikiran, dsb hanyalah bagian dari proses seperti air hujan jatuh ke bawah. Perasaan itu timbul dan tenggelam, jadi di mana letaknya 'diri' yang ada kemudian hancur tersebut?

karena tdk ada diri, permasalahannya bergeser menjadi batin. awalnya adalah batin yg menderita, akhirnya adalah parinibbana, tubuh dan batin padam tanpa sisa. nihilisme bukan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 08 January 2011, 03:51:21 PM
karena tdk ada diri, permasalahannya bergeser menjadi batin. awalnya adalah batin yg menderita, akhirnya adalah parinibbana, tubuh dan batin padam tanpa sisa. nihilisme bukan?
Jika berhentinya satu proses disebut nihilisme, maka boleh dibilang begitu.
Bagi saya, nihilisme itu adalah hancurnya sesuatu yang dianggap sebagai diri. Jika tidak ada yang sesungguhnya dianggap sebagai diri, maka apa yang dihancurkan? Hanya ada proses yang berhenti saja.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: JimyTBH on 08 January 2011, 03:55:53 PM
karena tdk ada diri, permasalahannya bergeser menjadi batin. awalnya adalah batin yg menderita, akhirnya adalah parinibbana, tubuh dan batin padam tanpa sisa. nihilisme bukan?
mnrt pandgn pribadi,
Nibbana itu adalah kebahagiaan Tertinggi.
Anupadisesa Nibbana (Nibbana tanpa sisa), ia tetap anatta, tapi nicca (kekal) & adukkha (tanpa dukkha).
Apa 'ia' itu? Dalam paham mahayana, itu disebut BODHI.
tapi bukan nama dan rupa, not self. Bodhi yang dimaksud Nibbana juga.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 03:58:09 PM
Jika berhentinya satu proses disebut nihilisme, maka boleh dibilang begitu.
Bagi saya, nihilisme itu adalah hancurnya sesuatu yang dianggap sebagai diri. Jika tidak ada yang sesungguhnya dianggap sebagai diri, maka apa yang dihancurkan? Hanya ada proses yang berhenti saja.

em, pointnya bagi saya bukan ingin menuduhkan nihilisme, tetapi berangkat dari sesuatu yg ada (batin yg menderita), menjadi tidak ada. begitu bukan?

utk apa proses tsb berhenti? kalau demi batin yg menderita, bukankah subjeknya disini adalah si batin?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 08 January 2011, 04:02:51 PM
walau kata2 saya dirasa kasar oleh anda, saya tulus utk berdiskusi, bukan mencari argumen utk tentang-menentang.
Kembalikan saja ke pokok persoalan, kita diskusi berdasarkan referensi yang benar, bukan sesuatu yang bersifat pribadi, menentang suatu argumen yang kita anggap salah wajar saja.

Quote
jadi ini bukan tentang "apa yg disebut mahkluk", tapi anda mau buktikan bahwa dimana2 tidak ada sesuatu selain panca kandha, sebaiknya energinya dialihkan ke jalan yg benar saja :)
Bila menurut anda dalam diri mahluk ada yang lain, selain pancakhandha, buktikan saja berikan referensinya, mudah kan...?

Quote
yg saya katakan adalah tidak ada sesuatu selain panca kandha adalah statement yg tidak berdasar. itu saja... di mana2 tidak ditemukan statement tegas demikian.
Bila dalam Tipitaka anda menemukan bahwa menurut Sang Buddha ada sesuatu yang lain, selain pancakhandha anda ungkapkan, jadi pernyataan anda bahwa yang saya katakan satement saya tak berdasar adalah benar, mudah kan...?

Quote
namun di satu sutta (udana) ditemukan statement:
"Para bhikkhu, ada yang tak dilahirkan, tak tercipta, tak terbuat, tak terbentuk; kalau (itu) tidak ada, maka tidak mungkin orang bebas dari yang dilahirkan, tercipta, terbuat, terbentuk ..."

Baca lagi baik-baik Sutta tersebut bro... apakah Nibbana itu adalah mahluk?

Quote
saya disini bukan ingin menjatuhkan anda, tetapi ingin anda melihat sendiri... saya kira sudah cukup jelas, anda cermati saja sabda Buddha demi kebaikan diri anda sendiri. mohon maaf jika kata2 saya ada yg menyakiti anda

_/\_

Saya juga tidak beranggapan anda demikian, anda sendiri yang merasa. Saya kira sebelum anda menasehati saya, cobalah anda periksa diri sendiri, coba untuk berdiskusi berdasarkan referensi, bukan berdasarkan anggapan pribadi. Kasihan nanti banyak pembaca yang menjadi salah mengerti terhadap ajaran Sang Buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 08 January 2011, 04:05:06 PM
Lebih percaya ucapan hud    ;D

pizza hud ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 04:17:31 PM
Bila menurut anda dalam diri mahluk ada yang lain, selain pancakhandha, buktikan saja berikan referensinya, mudah kan...?
 Bila dalam Tipitaka anda menemukan bahwa menurut Sang Buddha ada sesuatu yang lain, selain pancakhandha anda ungkapkan, jadi pernyataan anda bahwa yang saya katakan satement saya tak berdasar adalah benar, mudah kan...?
yg membahas soal mahkluk adalah anda fabian c.
anda bilang yg disebut mahkluk adalah panca kandha
saya koreksi, yg disebut di mana ada kemelekatan thd panca kandha, ia disebut mahkluk

Quote
Baca lagi baik-baik Sutta tersebut bro... apakah Nibbana itu adalah mahluk?
anda sangat hebat membaca sutta sehingga bisa baca hidden text ya? di mana ada kata nibbana di sana? komentar siapa pulak ini hehe...

lagian, ini sudah hal yg berbeda tapi anda sangkut2-kan. 1. tentang mahkluk, 2. ada tidaknya sesuatu di luar panca kandha. mungkin anda sedang minum alcohol ya? kok ga bisa focus gitu, dari definisi anda saja. saya bilang ada yg selain panca kandha, anda ubah jadi mahkluk ada terdiri dari sesuatu yg bukan panca kandha <--- ini jurus baca hidden text ya?

Quote
Saya juga tidak beranggapan anda demikian, anda sendiri yang merasa. Saya kira sebelum anda menasehati saya, cobalah anda periksa diri sendiri, coba untuk berdiskusi berdasarkan referensi, bukan berdasarkan anggapan pribadi. Kasihan nanti banyak pembaca yang menjadi salah mengerti terhadap ajaran Sang Buddha.
thanks, ya saya merasa anda penuh kebencian dg saya, shg kalimat sederhana saja anda artikan lain dan tidak mengerti. hehe.. syukurlah kalau saya yg salah, saya jadi lega :)

soal referensi, saya menampilkan referensi dari sutta.

peace bro,
_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: JimyTBH on 08 January 2011, 04:27:31 PM
Kembalikan saja ke pokok persoalan, kita diskusi berdasarkan referensi yang benar, bukan sesuatu yang bersifat pribadi, menentang suatu argumen yang kita anggap salah wajar saja.
Bila menurut anda dalam diri mahluk ada yang lain, selain pancakhandha, buktikan saja berikan referensinya, mudah kan...?
 Bila dalam Tipitaka anda menemukan bahwa menurut Sang Buddha ada sesuatu yang lain, selain pancakhandha anda ungkapkan, jadi pernyataan anda bahwa yang saya katakan satement saya tak berdasar adalah benar, mudah kan...?

Baca lagi baik-baik Sutta tersebut bro... apakah Nibbana itu adalah mahluk?

Saya juga tidak beranggapan anda demikian, anda sendiri yang merasa. Saya kira sebelum anda menasehati saya, cobalah anda periksa diri sendiri, coba untuk berdiskusi berdasarkan referensi, bukan berdasarkan anggapan pribadi. Kasihan nanti banyak pembaca yang menjadi salah mengerti terhadap ajaran Sang Buddha.
bro fabian, jangan gitu donk, kl kt diskusi jgn menjudge tesla spti ingin memberi pengertian salah kpd para pembaca, saya yakin niat tesla tdk bgtu, krn disini diskusi bukan membuat artikel pengajaran. thx ya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 08 January 2011, 04:34:54 PM
yg membahas soal mahkluk adalah anda fabian c.
anda bilang yg disebut mahkluk adalah panca kandha
saya koreksi, yg disebut di mana ada kemelekatan thd panca kandha, ia disebut mahkluk
Dan saya koreksi lagi pernyataan anda, apakah menurut anda bila tak ada kemelekatan terhadap pancakhandha bukan mahluk?

Quote
anda sangat hebat membaca sutta sehingga bisa baca hidden text ya? di mana ada kata nibbana di sana? komentar siapa pulak ini hehe...
Kalau menurut anda yang dimaksud bukan Nibbana disebutkan saja, apa yang dimaksud Sutta Udana tersebut.

Quote
lagian, ini sudah hal yg berbeda tapi anda sangkut2-kan. 1. tentang mahkluk, 2. ada tidaknya sesuatu di luar panca kandha. mungkin anda sedang minum alcohol ya? kok ga bisa focus gitu, dari definisi anda saja. saya bilang ada yg selain panca kandha, anda ubah jadi mahkluk ada terdiri dari sesuatu yg bukan panca kandha <--- ini jurus baca hidden text ya?
Apakah perlu saya kutipkan pernyataan anda sendiri bahwa ada sesuatu yang lain diluar pancakhandha...?

Quote
thanks, ya saya merasa anda penuh kebencian dg saya, shg kalimat sederhana saja anda artikan lain dan tidak mengerti. hehe.. syukurlah kalau saya yg salah, saya jadi lega :)
Saya beranggapan sebaliknya bro... Saya tak pernah menghina anda kan? Sebaiknya perbaiki cara anda berdiskusi.

Quote
soal referensi, saya menampilkan referensi dari sutta.
Sebutkan suttanya bahwa ada sesuatu yang lain diluar pancakhandha.

Quote
peace bro,
_/\_

Cobalah untuk jujur pada diri anda sendiri.   :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 08 January 2011, 04:37:48 PM
bro fabian, jangan gitu donk, kl kt diskusi jgn menjudge tesla spti ingin memberi pengertian salah kpd para pembaca, saya yakin niat tesla tdk bgtu, krn disini diskusi bukan membuat artikel pengajaran. thx ya.

Bro jimmy yang baik, saya tidak menjudge bro Tesla ingin memberi pengertian salah. Tetapi suatu pernyataan salah mungkin dianggap benar oleh mereka yang tidak mengerti, pada akhirnya tetap akan menyesatkan, walaupun tak ada niat menyesatkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: JimyTBH on 08 January 2011, 05:01:31 PM
Bro jimmy yang baik, saya tidak menjudge bro Tesla ingin memberi pengertian salah. Tetapi suatu pernyataan salah mungkin dianggap benar oleh mereka yang tidak mengerti, pada akhirnya tetap akan menyesatkan, walaupun tak ada niat menyesatkan.
apakh itu artinya pembc lebih berpihak pd pendpat bro tesla drpd bro fabian? atau tesla lebih berpengaruh drpd bro fabian?   
polling donk para pembaca ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: JimyTBH on 08 January 2011, 05:08:41 PM
sorry all, mau nanya mslnya seseorg tidak ada niat menyesatkan tapi tetap menyesatkan, apakah seseorg tlah mlakukan kamma buruk dan ada kamma buruk yg berbuah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 08 January 2011, 05:20:28 PM
sorry all, mau nanya mslnya seseorg tidak ada niat menyesatkan tapi tetap menyesatkan, apakah seseorg tlah mlakukan kamma buruk dan ada kamma buruk yg berbuah?

Siapa menyesat-kan siapa ? ** Tunjuk Hidung terus saja... Jangan malu-malu dan juga memperkeruh suasana...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: JimyTBH on 08 January 2011, 05:28:32 PM
Siapa menyesat-kan siapa ? ** Tunjuk Hidung terus saja... Jangan malu-malu dan juga memperkeruh suasana...
akw pucing jg jka ada kamma, maybe bnyak skali akw mgkinlah pernah menyesatkan orang lain wlw tanpa niat, takwtnya ada kamma burux dan buah buruxnya. bnyak keterlibatan kyaxnya. mudahanlah akw gx pernah membuat org laen sampai tersesat wlaw tanpa niat. krna salah-salah bz terlibat bnyk kasus sana-sini. buddham saranam gacchami. dhammam saranam gacchami. sangham saranam gacchami.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 08 January 2011, 05:43:56 PM
akw pucing jg jka ada kamma, maybe bnyak skali akw mgkinlah pernah menyesatkan orang lain wlw tanpa niat, takwtnya ada kamma burux dan buah buruxnya. bnyak keterlibatan kyaxnya. mudahanlah akw gx pernah membuat org laen sampai tersesat wlaw tanpa niat. krna salah-salah bz terlibat bnyk kasus sana-sini. buddham saranam gacchami. dhammam saranam gacchami. sangham saranam gacchami.

akw
pucing
bnyk
wlw
wlaw
burux
bz
bynk
kyaxnya

Masya Auloh, bisakah kita menggunakan bahasa yg baik dan benar di sini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: JimyTBH on 08 January 2011, 05:47:29 PM
akw
pucing
bnyk
wlw
wlaw
burux
bz
bynk
kyaxnya

Masya Auloh, bisakah kita menggunakan bahasa yg baik dan benar di sini?
~o)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 05:52:57 PM
Quote
   

tesla: lagian, ini sudah hal yg berbeda tapi anda sangkut2-kan. 1. tentang mahkluk, 2. ada tidaknya sesuatu di luar panca kandha. mungkin anda sedang minum alcohol ya? kok ga bisa focus gitu, dari definisi anda saja. saya bilang ada yg selain panca kandha, anda ubah jadi mahkluk ada terdiri dari sesuatu yg bukan panca kandha <--- ini jurus baca hidden text ya?

fabian: Apakah perlu saya kutipkan pernyataan anda sendiri bahwa ada sesuatu yang lain diluar pancakhandha...?

sekarang balik lagi --- sesuatu di luar panca kandha

let sing together until end of time :whistle:

fabian c: mana referensi sesuatu di luar panca kandha?

Chorus:
tesla:Udana 8.3
fabian c: itu bukan mahkluk
tesla: lho bilang itu mahkluk siapa?
fabian: perlu saya quote kan anda bilang ada sesuatu di luar panca kandha?
tesla: ya, emg ada sesuatu di luar panca kandha
fabian: referensi?
(repeat chorus)

peace bro... saya menolak berdiskusi model begini... baca2 aja lyric lagu di atas terus.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 08 January 2011, 06:03:37 PM
sorry all, mau nanya mslnya seseorg tidak ada niat menyesatkan tapi tetap menyesatkan, apakah seseorg tlah mlakukan kamma buruk dan ada kamma buruk yg berbuah?

imho, niat itulah yg disebut karma. jadi tanpa niat = tanpa karma.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 08 January 2011, 06:17:20 PM
imho, niat itulah yg disebut karma. jadi tanpa niat = tanpa karma.

Perbuatan yang tidak disengaja tidak ada karmanya ? Perbuatan yang tidak disertai dengan niat tetap ada karmanya dong, namun tidak sebesar yang disertai niat...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 08 January 2011, 06:57:56 PM
Bro jimmy yang baik, saya tidak menjudge bro Tesla ingin memberi pengertian salah. Tetapi suatu pernyataan salah mungkin dianggap benar oleh mereka yang tidak mengerti, pada akhirnya tetap akan menyesatkan, walaupun tak ada niat menyesatkan.

setuju !!!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 08 January 2011, 09:25:38 PM
sekarang balik lagi --- sesuatu di luar panca kandha

let sing together until end of time :whistle:
fabian c: mana referensi sesuatu di luar panca kandha?
Chorus:
tesla:Udana 8.3
fabian c: itu bukan mahkluk
tesla: lho bilang itu mahkluk siapa?
fabian: perlu saya quote kan anda bilang ada sesuatu di luar panca kandha?
tesla: ya, emg ada sesuatu di luar panca kandha
fabian: referensi?
(repeat chorus)

peace bro... saya menolak berdiskusi model begini... baca2 aja lyric lagu di atas terus.

Saya tak ada waktu melayani anda berbelit-belit.... jawab saja straightforward, anda telah telah mengatakan "dimana ada kemelekatan terhadap pancakhandha ia disebut mahluk".
Dan anda belum menjawab pertanyaan saya: "apakah menurut anda bila tak ada kemelekatan terhadap pancakhandha bukan mahluk?"

Saya bertanya apakah ada sesuatu diluar pancakhandha, anda mengelak dengan mengatakan bahwa ada sesuatu selain pancakhandha dengan mengutip Udana VIII.3 :

Udana 8-3: Tatiyanibbànasuttaü (73)

1. Evaü me sutaü: ekaü samayaü Bhagavà Sàvatthiyaü viharati Jetavane Anàthapiõóikassa àràme. Tena kho pana samayena Bhagavà bhikkhå nibbànapañisaüyuttàya dhammiyà kathàya sandasseti samàdapeti samuttejeti sampahaüseti. Te ca bhikkhå aññhã katvà manasikatvà sabbaü cetaso samannàharitvà ohitasotà dhammaü suõanti.

2. Atha kho Bhagavà etam-atthaü viditvà tàyaü velàyaü imaü udànaü udànesi:

ßatthi bhikkhave ajàtaü abhåtaü akataü asaïkhataü. No ce taü bhikkhave abhavissà ajàtaü abhåtaü akataü asaïkhataü, na-y-idha jàtassa bhåtassa katassa saïkhatassa nissaraõaü pa¤¤àyetha. [PTS Page 081] [\q 81/] Yasmà ca kho bhikkhave atthi ajàtaü abhåtaü akataü asaïkhataü, tasmà jàtassa bhåtassa katassa saïkhatassa nissaraõaü pa¤¤àyatãû-ti.


Hmm...Inikah klaim anda sesuatu lainnya selain pancakhandha adalah referensi Sutta Udana VIII.3 ini?   

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 08 January 2011, 10:31:31 PM
em, pointnya bagi saya bukan ingin menuduhkan nihilisme, tetapi berangkat dari sesuatu yg ada (batin yg menderita), menjadi tidak ada. begitu bukan?
Saya pikir mungkin bro tesla harus merumuskan dulu apa definisi nihilisme. Kalau hanya dari ada menjadi tidak ada = nihilisme, maka benar, Buddha yang mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha juga adalah nihilisme.

Quote
utk apa proses tsb berhenti? kalau demi batin yg menderita, bukankah subjeknya disini adalah si batin?
Proses bukan harus berhenti. Tetapi ketika menyadari itu adalah ketidakpuasan, maka dengan sendirinya tidak lagi melekat. Namun bukan melekat/menginginkan kondisi berhenti tersebut. Menurut saya begitu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 08 January 2011, 11:44:55 PM
saya menawarkan jasa pijet gratis bagi yg merasa kecapekan disalahmengertikan ataupun pegal mulut karena menyanyikan chorus...
penawaran berlaku sepanjang thread ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 09 January 2011, 12:27:09 AM
No... saya  memang tidak mengerti apa maksud anda, saya tidak biasa dan tidak suka membohongi diri sendiri, saya tidak melihat Sutta tersebut bertentangan dengan postingan saya.
* penonton naik panggung*

gini, gini, berhubung kedua pemain capek, saya bantu.

om fabian kan bilang:
"Sang Buddha menerangkan: mahluk hanya terdiri dari batin (nama) dan jasmani (rupa).
jasmani (rupa) adalah tubuh/bentuk.
batin (nama) adalah kelompok perasaan, kesadaran, persepsi/ingatan, dan bentuk-bentuk pikiran."

sedangkan kutipan sutta bilang:
"Any desire, passion, delight, or craving for [form... feeling... perception... fabrications...consciousness], Radha: when one is caught up[1] there, tied up[2] there, one is said to be 'a being.'[3]

jadi bedanya, yg satu mengatakan mahluk "terdiri dari", sedang yg satunya mahluk itu "when one is caught up there, tied up there". there itu adalah "any desire, passion, delight or craving for blablabla.

liat bedanya?

* penonton turun panggung, balik lagi nonton sambil makan popcorn... kriuk! *
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Peacemind on 09 January 2011, 12:56:54 AM
Wah.... dah ketinggalan kereta nih.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 09 January 2011, 04:15:52 AM
Saya pikir mungkin bro tesla harus merumuskan dulu apa definisi nihilisme. Kalau hanya dari ada menjadi tidak ada = nihilisme, maka benar, Buddha yang mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha juga adalah nihilisme.
imho yah... dukkha itu "menderita" <--- kata kerja, sedang batin itu "subjek". kalau kata kerja menjadi tidak ada, bahasanya "berhenti", kalau subjek tidak ada sederhananya adalah "hilang/lenyap".

saya setuju buddhisme mengajarkan dari ada ego menjadi tidak ada ego, di sini yg hancur adalah yg disebut diri/ego. tetapi tujuan akhirnya (tentu saja ini masih spekulasi saya), apakah murni hanya tidak ada apa2 lagi... ini yg saya ragukan. dalam sutta banyak digunakan kata "seseorang". seseorang pergi, seseorang menjadi dingin, seseorang melekat pada kesadaran, bentukan mental, dll... kalau tidak salah ingat di salah satu cerita, Buddha menjawab: kita tidak dapat mendeskripsikan orang yg telah pergi, orang tsb telah meninggalkan dunia, shg segala cara di dunia tidak bisa dipakai utk menjelaskannya (mungkin bro Kainyn tau suttanya?)imho hal ini tidak sesederhana tidak ada.

Quote
Proses bukan harus berhenti. Tetapi ketika menyadari itu adalah ketidakpuasan, maka dengan sendirinya tidak lagi melekat. Namun bukan melekat/menginginkan kondisi berhenti tersebut. Menurut saya begitu.
oke, bukan harus berhenti, namun demi kepentingan apa? tentu harus ada subjek nya di sini kan? lalu siapa yg "menyadari", "melekat", dll...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 09 January 2011, 06:17:29 AM
Saya tak ada waktu melayani anda berbelit-belit.... jawab saja straightforward, anda telah telah mengatakan "dimana ada kemelekatan terhadap pancakhandha ia disebut mahluk".
Dan anda belum menjawab pertanyaan saya: "apakah menurut anda bila tak ada kemelekatan terhadap pancakhandha bukan mahluk?"

Saya bertanya apakah ada sesuatu diluar pancakhandha, anda mengelak dengan mengatakan bahwa ada sesuatu selain pancakhandha dengan mengutip Udana VIII.3 :

Udana 8-3: Tatiyanibbànasuttaü (73)

1. Evaü me sutaü: ekaü samayaü Bhagavà Sàvatthiyaü viharati Jetavane Anàthapiõóikassa àràme. Tena kho pana samayena Bhagavà bhikkhå nibbànapañisaüyuttàya dhammiyà kathàya sandasseti samàdapeti samuttejeti sampahaüseti. Te ca bhikkhå aññhã katvà manasikatvà sabbaü cetaso samannàharitvà ohitasotà dhammaü suõanti.

2. Atha kho Bhagavà etam-atthaü viditvà tàyaü velàyaü imaü udànaü udànesi:

ßatthi bhikkhave ajàtaü abhåtaü akataü asaïkhataü. No ce taü bhikkhave abhavissà ajàtaü abhåtaü akataü asaïkhataü, na-y-idha jàtassa bhåtassa katassa saïkhatassa nissaraõaü pa¤¤àyetha. [PTS Page 081] [\q 81/] Yasmà ca kho bhikkhave atthi ajàtaü abhåtaü akataü asaïkhataü, tasmà jàtassa bhåtassa katassa saïkhatassa nissaraõaü pa¤¤àyatãû-ti.


Hmm...Inikah klaim anda sesuatu lainnya selain pancakhandha adalah referensi Sutta Udana VIII.3 ini?   


beberapa umat Buddhis dan umat lainnya di Indonesia juga memakai Udana VIII.3 sebagai referensi adanya makhluk 'tuhan' (adi cipta, penguasa tunggal di alam semesta, seperti kepercayaan tetangga). :)) :))
 
 _/\_

 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 09 January 2011, 06:55:37 AM
Udana 8.3

Nibbana Sutta

I have heard that on one occasion the Blessed One was staying near Savatthi, in Jeta's Grove, Anathapindika's monastery. Now at that time the Blessed One was instructing urging, rousing, and encouraging the monks with Dhamma-talk concerned with Unbinding. The monks — receptive, attentive, focusing their entire awareness, lending ear — listened to the Dhamma.

Then, on realizing the significance of that, the Blessed One on that occasion exclaimed:

There is, monks, an unborn — unbecome — unmade — unfabricated. If there were not that unborn — unbecome — unmade — unfabricated, there would not be the case that emancipation from the born — become — made — fabricated would be discerned. But precisely because there is an unborn — unbecome — unmade — unfabricated, emancipation from the born — become — made — fabricated is discerned.







baik judul maupun yg dibicarakan adalah tentang Nibbana, Unbinding. --- ini prolog & judul berasal dari penyusun. tetapi yg dijelaskan Buddha adalah tujuan Nibbana, Unbinding, atau padam. ada bedanya :) judul & prolog sudah tepat, karena tidak ada judul lain lagi bisa disematkan ke sini.

kalau soal Tuhan, itu hanya dari interpretasi umat saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Wijayananda on 09 January 2011, 12:56:53 PM
Ada diskusi menarik di wall pak hudoyo...

 [at] Karto W: <<setauku aku
khan terdiri dr panca khanda
yg salah satunya adalah pikiran
n kesadaran. apakah aku yg
saya bicarakan berbeda dgn
aku yg romo bicarakan? saya jd
bingung romo. mhn
pencerahannya>>
Menurut psikologi Buddhis
manusia itu terdiri dari 5 unsur
(panca-khandha): 1. jasmani, 2.
perasaan, 3. pencerapan, 4.
bentuk-bentuk batin, 5.
kesadaran.
Seorang yg masih belum bebas
(Anda & saya) mempunyai
panca-khandha itu. Buddha &
para arahat pun mempunyai
panca-khandha itu.
Jadi, di mana perbedaan panca-
khandha Anda dan panca-
khandha Arahat Sariputta,
misalnya?
Perbedaannya ialah: di dalam
batin Anda & saya, ada
KELEKATAN kepada panca-
khandha! Oleh karena itu,
panca-khandha Anda & saya
disebut 'panca-upadana-
khandha' (upadana =
kelekatan).
Di dalam batin buddha & para
arahat tidak ada lagi kelekatan
(upadana) pada panca-
khandha. Panca-khandha
mereka cukup disebut 'panca-
khandha' saja.
Nah, KELEKATAN seorang
biasa (puthujjana) kepada
panca-khandha-nya sendiri,
itulah yg melahirkan
'atta' (aku/diri, rasa subjektif,
rasa terpisah dari segala
sesuatu yg bukan-aku). Itu
tidak ada lagi dalam batin
buddha & para arahat,
Di dalam meditasi vipassana,
yogi menyadari kelekatan
(upadana) kepada panca-
khandha ini terus-menerus.
Sampai akhirnya kelekatan itu
runtuh (tetapi panca-
khandhanya tetap ada). Itulah
pencerahan, pembebasan,
kepadaman (nibbana);
padamnya kelekatan,
padamnya si aku.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 09 January 2011, 01:35:18 PM
Ada diskusi menarik di wall pak hudoyo...

 [at] Karto W: <<setauku aku
khan terdiri dr panca khanda
yg salah satunya adalah pikiran
n kesadaran. apakah aku yg
saya bicarakan berbeda dgn
aku yg romo bicarakan? saya jd
bingung romo. mhn
pencerahannya>>
Menurut psikologi Buddhis
manusia itu terdiri dari 5 unsur
(panca-khandha): 1. jasmani, 2.
perasaan, 3. pencerapan, 4.
bentuk-bentuk batin, 5.
kesadaran.
Seorang yg masih belum bebas
(Anda & saya) mempunyai
panca-khandha itu. Buddha &
para arahat pun mempunyai
panca-khandha itu.
Jadi, di mana perbedaan panca-
khandha Anda dan panca-
khandha Arahat Sariputta,
misalnya?
Perbedaannya ialah: di dalam
batin Anda & saya, ada
KELEKATAN kepada panca-
khandha! Oleh karena itu,
panca-khandha Anda & saya
disebut 'panca-upadana-
khandha' (upadana =
kelekatan).
Di dalam batin buddha & para
arahat tidak ada lagi kelekatan
(upadana) pada panca-
khandha. Panca-khandha
mereka cukup disebut 'panca-
khandha' saja.
Nah, KELEKATAN seorang
biasa (puthujjana) kepada
panca-khandha-nya sendiri,
itulah yg melahirkan
'atta' (aku/diri, rasa subjektif,
rasa terpisah dari segala
sesuatu yg bukan-aku). Itu
tidak ada lagi dalam batin
buddha & para arahat,
Di dalam meditasi vipassana,
yogi menyadari kelekatan
(upadana) kepada panca-
khandha ini terus-menerus.
Sampai akhirnya kelekatan itu
runtuh (tetapi panca-
khandhanya tetap ada). Itulah
pencerahan, pembebasan,
kepadaman (nibbana);
padamnya kelekatan,
padamnya si aku.

Bro Wijayananda yang baik, iseng-iseng tanya kepada beliau, apakah yang melekat kepada pancakhandha tersebut? Apakah yang melekat pada pancakhandha tersebut terpisah atau bersatu dengan pancakhandha?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 09 January 2011, 02:33:55 PM
Quote
seorang manusia yang telah mencapi pencerahan sebagai contoh sang Buddha
dikatakan telah tercerahkan, lalu apa yang tercerahkan,?

sebagai manusia kita memiliki komponen hidup sebagai mahluk yang bernama
manusia, dia memiliki 2 komponen pokok, yaitu;

"nama dan rupa"

lalu apa bedanya manusia biasa dengan para buddha (termasuk arahat)
apanya yang berbeda, secara kasat mata kita tidak dapat membedakan
keduanya jika dilihat fisiknya, tentunya mereka yang tercerahkan berbeda dengan manusia pada umumnya
banyak literatur dalam tipitaka ataupun tulisan-tulisan para intelektual buddhis
tidak merinci secara jelas perbedaanya, hanya menyatakan tingkat spiritual saja,

mari kita lihat sifat dhamma itu sendiri, dhamma dapat di buktikan, tampa jeda
waktu, dapat di selami oleh para bijaksana,

disini mengandung arti di buktikan artinya kita praktekan sendiri lalu terbukti
kandungan tulisan makna yang tersurat maupun yang tersirat dari dhamma
tampa jeda, maksudnya jika kita melakukan/praktek dhamma buahnya nyata
sekarang juga dapat di lihat;
(banyak umat salah kaprah disini antara dhamma spiritual dan dhamma
perbuatan yang berbuah)

... content ga penting dihapus ...

kembali pada bentuk manusia ada nama dan rupa yg terdiri dari;

- kesadaran
- perasaan
- pencerapan/ingatan pikiran (memori)
- bentuk-bentuk pikiran
- tubuh jasmani

yang mana yang berubah dari lima elemen ini jika manusia mencapai
pencerahan, apakah satu, dua, tiga, empat atau kelimanya berubah menjadi
tercerahkan,
disini kita dapat menyingkirkan tubuh jasmani karena para arahat jaman dulu
tidak ada perbedaan antara waktu manusia biasa dan yg sudah tercerahkan.
tinggal 4 faktor, lalu kita dapat menyingkirkan faktor pencerapan/ingatan
karena ini semacam data bank kejadian lampau, tinggal 3 faktor

- kesadaran
- perasaan
- bentuk-bentuk pikiran
banyak dalam sutta menyatakan pencapaiyan nibbana adalah saat perasaan
berhenti (artinya tidak bekerja) jadi kita juga dapat menyingkirkan faktor
perassaan sebagai komponen yang tercerahkan dari manusia,
lalu tinggal 2 faktor,
- kesadaran
- bentuk-bentuk pikiran.
yang mana yang tercerahkan,? pada manusia yang telah mengapai kebuddhaan?
apakah kesadaran atau bentuk-bentuk pikiran,?
bentuk-bentuk pikiran adalah masa depan atau respon terhadap kontak dia
tidak berbentuk statik, dia terbentuk berdasarkan kesadaran orang tsb dimana
level kebijaksanaan dan femahaman seseorang, seperti kita dapat membedakan
bentuk-bentuk pikiran anak sekolah sd dengan bentuk-bentuk pikiran mahasiswa misalnya,

berarti tingal "kesadaran" ini adalah faktor yang berubah pada saat seseorang
atau manusia dari manusia biasa menjadi manusia suci, pertanyaanya
apakah kesadaran para buddha berbeda dengan kesadaran manusia yang belum
tercerahkan,?? tentu saja, inilah yang membedakan antara orang sadar dan
orang yang belum sadar, makanya di sebut "buddha" yang telah sadar.


semoga kita dapat meningkatkan kesadaran kita akan dhamma, dan dapat
menjadi buddha dalam kehidupan ini juga dengan jalan "mempraktekan dhamma"

yang merupakan "guru" setelah maha parinibbananya Yang Terberkahi

metta cettana,

bagaimana menurut teman2?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 09 January 2011, 03:30:36 PM
Wah.... dah ketinggalan kereta nih.

Wkwkwkwkwk... Ven. Peacemind yg ditunggu komentarnya cuma jwb seperti ini...  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Peacemind on 09 January 2011, 05:33:18 PM
Saya tidak membaca semua komen di sini, tapi mohon maaf.. ikut nimbrung nih. Menurut saya, pada hakekatnya, tidak ada 'being / makhluk / diri (satta) dalam pañcakkhandha. Yang ada hanyalah pañcakkhandha. Namun dalam bahasa dunia, kita harus menggunakan istilah 'being, diri, makhluk atau satta, meskipun untuk para arahat sekalipun. Ini bisa dilihat dari Vajirāsutta, Samyuttanikāya. Dlm sutta ini, ketika Mara menanyakan ke bhikkhuni Vajirā siapakah yang menciptakan makhluk, Bhikkhuni Vajirā menjawab sebagai berikut:

"Why now do you assume 'a being (satta)'?
Mara, is that your speculative view?
This is a heap of sheer formations:
Here 'no being' is found".

"Just as, with an assemblage of parts,
the word 'chariot' is used,
so when the aggregates (khandhā) exist,
there is the convention (sammuti) 'a being'.

Dua syair di atas menunjukkan bahwa pada hakekatnya tidak ada makhluk. Yang ada hanyalah pañcakkhandha. Namun secara konvensionil, makhluk itu ada jika lima khandhā ada. Menurut kitab komentar, syair pertama merujuk pada paramatthasacca, sedangkan syair kedua sammutisacca.

Meskipun pada hakekatnya / menurut paramatthasacca tidak ditemukan 'makhluk' dan yang ada hanya makhluk secara konvensionil terutama jika ada gabungan pañcakkhandhā, manusia yang masih terikat dengan kekotoran batin memiliki kecenderungan bahwa 'makhluk' benar-benar ada. Ketika di sana ada kemelekatan terhadap lima khandha, di sana ada kecenderungan pikiran bahwa 'makhluk / diri / aku / satta' benar-benar ada. Namun jika tidak ada kemelekatan terhadap lima khandhā, kecenderungan ini pun lenyap. Kondisi batin ini sudah dicapai oleh para arahat. Karena hal inilah, Sattasutta dikhotbahkan oleh Sang Buddha kepada Radha. Kesimpulannya adalah pada hakekatnya tidak ada makhluk. Yang ada hanya makhluk secara konvensionil (sammuti) ketika lima khandhā eksis. Ini telah dijelaskan dalam Vajirāsutta. Dalam Radhasutta, yang disebut makhluk adalah kecenderungan pikiran yang masih diliputi oleh kemelekatan terhadap lima khandhā. Jika ada kemelekatan terhadap lima khandhā, meskipun pada hakekatnya tidak ada yang bisa dianggap sebagai makhluk, seseorang masih memiliki kecenderungan bahwa makhluk adalah benar adanya. Sebaliknya, jika tidak ada kemelekatan terhadap lima khandhā, seseorang tidak akan memiliki kecenderungan pikiran semacam ini.

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 10 January 2011, 12:00:39 AM
Saya tidak membaca semua komen di sini, tapi mohon maaf.. ikut nimbrung nih. Menurut saya, pada hakekatnya, tidak ada 'being / makhluk / diri (satta) dalam pañcakkhandha. Yang ada hanyalah pañcakkhandha. Namun dalam bahasa dunia, kita harus menggunakan istilah 'being, diri, makhluk atau satta, meskipun untuk para arahat sekalipun. Ini bisa dilihat dari Vajirāsutta, Samyuttanikāya. Dlm sutta ini, ketika Mara menanyakan ke bhikkhuni Vajirā siapakah yang menciptakan makhluk, Bhikkhuni Vajirā menjawab sebagai berikut:

"Why now do you assume 'a being (satta)'?
Mara, is that your speculative view?
This is a heap of sheer formations:
Here 'no being' is found".


"Just as, with an assemblage of parts,
the word 'chariot' is used,
so when the aggregates (khandhā) exist,
there is the convention (sammuti) 'a being'.

Dua syair di atas menunjukkan bahwa pada hakekatnya tidak ada makhluk. Yang ada hanyalah pañcakkhandha. Namun secara konvensionil, makhluk itu ada jika lima khandhā ada. Menurut kitab komentar, syair pertama merujuk pada paramatthasacca, sedangkan syair kedua sammutisacca.

Meskipun pada hakekatnya / menurut paramatthasacca tidak ditemukan 'makhluk' dan yang ada hanya makhluk secara konvensionil terutama jika ada gabungan pañcakkhandhā, manusia yang masih terikat dengan kekotoran batin memiliki kecenderungan bahwa 'makhluk' benar-benar ada. Ketika di sana ada kemelekatan terhadap lima khandha, di sana ada kecenderungan pikiran bahwa 'makhluk / diri / aku / satta' benar-benar ada. Namun jika tidak ada kemelekatan terhadap lima khandhā, kecenderungan ini pun lenyap. Kondisi batin ini sudah dicapai oleh para arahat. Karena hal inilah, Sattasutta dikhotbahkan oleh Sang Buddha kepada Radha. Kesimpulannya adalah pada hakekatnya tidak ada makhluk. Yang ada hanya makhluk secara konvensionil (sammuti) ketika lima khandhā eksis. Ini telah dijelaskan dalam Vajirāsutta. Dalam Radhasutta, yang disebut makhluk adalah kecenderungan pikiran yang masih diliputi oleh kemelekatan terhadap lima khandhā. Jika ada kemelekatan terhadap lima khandhā, meskipun pada hakekatnya tidak ada yang bisa dianggap sebagai makhluk, seseorang masih memiliki kecenderungan bahwa makhluk adalah benar adanya. Sebaliknya, jika tidak ada kemelekatan terhadap lima khandhā, seseorang tidak akan memiliki kecenderungan pikiran semacam ini.

Mettacittena,

Samanera yang saya hormati, terima kasih.   ^:)^

Yang beranggapan mahluk itu ada, mungkin akan menuduh Samanera dan Sutta mengajarkan nihilisme nih   ;D
 
_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 10 January 2011, 07:28:27 AM
Saya tidak membaca semua komen di sini, tapi mohon maaf.. ikut nimbrung nih. Menurut saya, pada hakekatnya, tidak ada 'being / makhluk / diri (satta) dalam pañcakkhandha. Yang ada hanyalah pañcakkhandha. Namun dalam bahasa dunia, kita harus menggunakan istilah 'being, diri, makhluk atau satta, meskipun untuk para arahat sekalipun. Ini bisa dilihat dari Vajirāsutta, Samyuttanikāya.
saya rasa ini sudah menjawab pertanyaan "ketika tidak ada kemelekatan thd pancakandha, dapatkah disebut mahkluk?" imo, dalam penjelasannya, dalam Buddhisme arahat & buddha tidak disebut mahkluk lagi. ini implikasi langsung dari satta sutta.

Quote
Mara, is that your speculative view?
ada bbrp terjemahan utk ini, mis:

is that your speculative view?
Do you take a position? -- Thanissaro
Mara, have you grasped a view? -- Bhikkhu Bodhi


tentunya penerjemahan kata ini berhubungan dg pengetahuan seseorang cmiiw. imho speculative view melihat dari sudut pandang "hakekat yg sebenarnya" vs "konvensional" (benar atau salahnya sebuah pandangan). sementara yg lain adalah tentang, diri/mahkluk/self adalah sebuah view. setuju dg ven. Peacemind bahwa ini adalah kecenderungan pikiran yg tidak muncul lagi pada arahat, sementara masih muncul terus pada non-arahat. imho dimana ada kemelekatan pada pancakandha, disitu akan muncul pandangan akan diri. dimana kemelekatan itu telah sirna, tidak ada pandangan yg muncul tentang diri, termasuk pandangan benar tentang diri. pancakandha akan dilihat sbg pancakandha (This is a heap of sheer constructions) tidak ada diri di sini (here = pancakandha).

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 10 January 2011, 08:13:27 AM
kalau menyangkut soal diri, kira2 begini:
1. siapa yg berpandangan ada diri ----> akan jatuh ke pandangan salah eternalis.
2. siapa yg berpandangan tidak ada diri ---> akan jatuh ke pandangan salah nihilis.

jadi right view tidak ada diantara kedua itu... ini jawaban sangaaat serius dari saya
saya sebagai praktisi Zen tak bisa untuk tidak mengatakan tidak setuju untuk jawaban Anda. Salut. Itulah yang juga saya mengerti selama ini.
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 10 January 2011, 08:38:57 AM
saya rasa ini sudah menjawab pertanyaan "ketika tidak ada kemelekatan thd pancakandha, dapatkah disebut mahkluk?" imo, dalam penjelasannya, dalam Buddhisme arahat & buddha tidak disebut mahkluk lagi. ini implikasi langsung dari satta sutta.

Jadi hanya Buddha dan Arahat yang disebut bukan mahluk? Manusia, dewa, brahma, Sotapanna, Sakadagami, Anagami disebut mahluk...?

Pada waktu seorang Anagami bermeditasi mencapai Pencerahan (tingkat kesucian Arahat) saat itu ia berubah dari mahluk menjadi bukan mahluk...? Hmmmm.......

Quote
ada bbrp terjemahan utk ini, mis:

is that your speculative view?
Do you take a position? -- Thanissaro
Mara, have you grasped a view? -- Bhikkhu Bodhi

tentunya penerjemahan kata ini berhubungan dg pengetahuan seseorang cmiiw. imho speculative view melihat dari sudut pandang "hakekat yg sebenarnya" vs "konvensional" (benar atau salahnya sebuah pandangan). sementara yg lain adalah tentang, diri/mahkluk/self adalah sebuah view(ditthi). setuju dg ven. Peacemind bahwa ini adalah kecenderungan pikiran yg tidak muncul lagi pada arahat, sementara masih muncul terus pada non-arahat. imho dimana ada kemelekatan pada pancakandha, disitu akan muncul pandangan (ditthi) akan diri. dimana kemelekatan itu telah sirna, tidak ada pandangan (ditthi) yg muncul tentang diri, termasuk pandangan (ditthi) benar tentang diri. pancakandha akan dilihat sbg pancakandha (This is a heap of sheer constructions) tidak ada diri di sini (here = pancakandha).

_/\_

Tidak berpandangan salah tentang diri, muncul dari melihat sebagaimana apa adanya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 10 January 2011, 11:18:03 AM
imho yah... dukkha itu "menderita" <--- kata kerja, sedang batin itu "subjek". kalau kata kerja menjadi tidak ada, bahasanya "berhenti", kalau subjek tidak ada sederhananya adalah "hilang/lenyap".
Maksudnya prosesnya berubah, dari menderita, berhenti menjadi tidak menderita; bathin dari ada, hilang menjadi tidak ada, begitu?
Memang bisa juga seperti itu. Tetapi di mana sisi 'nihilisme'-nya?

Quote
saya setuju buddhisme mengajarkan dari ada ego menjadi tidak ada ego, di sini yg hancur adalah yg disebut diri/ego. tetapi tujuan akhirnya (tentu saja ini masih spekulasi saya), apakah murni hanya tidak ada apa2 lagi... ini yg saya ragukan.
Tujuan 'murni tidak ada apa2 lagi' ini Bro tesla dapat dari mana?

Quote
dalam sutta banyak digunakan kata "seseorang". seseorang pergi, seseorang menjadi dingin, seseorang melekat pada kesadaran, bentukan mental, dll... kalau tidak salah ingat di salah satu cerita, Buddha menjawab: kita tidak dapat mendeskripsikan orang yg telah pergi, orang tsb telah meninggalkan dunia, shg segala cara di dunia tidak bisa dipakai utk menjelaskannya (mungkin bro Kainyn tau suttanya?)
Saya pernah baca juga, tapi tidak ingat di mana.

Quote
imho hal ini tidak sesederhana tidak ada.
Tentu saja tidak sesederhana 'tidak ada'.

Quote
oke, bukan harus berhenti, namun demi kepentingan apa?
Kalau ditanya ke saya, saya tidak akan bilang harus atau bukan harus, ataupun mengatakan penting/tidak. Silahkan diselidiki sendiri tentang kemelekatan tersebut, apakah membuat menyenangkan atau bikin menderita. Setelah itu bisa didiskusikan lagi, lalu diselidik lagi, dan begitu seterusnya. Jadi sebaiknya tidak melakukan sesuatu berdasarkan 'kesimpulan' orang lain, tetapi melakukan sesuatu karena kita memahaminya.

Quote
tentu harus ada subjek nya di sini kan? lalu siapa yg "menyadari", "melekat", dll...
Subjeknya adalah bathin itu sendiri. Yang mengetahui adalah kesadaran.
Kalau saya lihat, sepertinya yang menjadi masalah adalah sikap terlalu menghindari kata 'aku'. Bagi saya, tidak masalah mengatakan ini kesadaranku, ini perasaanku, ini pikiranku. 'Aku' di sini hanyalah sebagai petunjuk saja. Yang dibahas dalam 'anatta', menurut saya adalah satu entitas yang kekal tidak berubah.

Spoiler: ShowHide
Permasalahan istilah lainnya adalah 'ego' dalam 'egois' dan 'ego/diri' yang disebut atta. Kalau dalam kehidupan sosial, ada kepentingan pribadi dan ada kepentingan umum. Ego dalam egois ini menunjuk pada kepentingan diri. Tapi kalau dalam cakupan dhamma, 'diri/atta/ego' adalah kemelekatan terhadap suatu ide/gagasan. Jadi 'atta' bisa menyebabkan seseorang bertindak egois maupun altruis dalam istilah sosial.


Kalau kita bisa sepakat pada istilahnya, maka tidak akan 'salah sambung'. Jadi kembali lagi misalnya ke perasaan, pertama kali bedah mayat, seorang calon dokter merasa takut. Setelah terbiasa, perasaan itu hilang. Lalu apakah bisa dibilang subjeknya hilang?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 10 January 2011, 01:20:41 PM
Maksudnya prosesnya berubah, dari menderita, berhenti menjadi tidak menderita; bathin dari ada, hilang menjadi tidak ada, begitu?
Memang bisa juga seperti itu. Tetapi di mana sisi 'nihilisme'-nya?
label "nihilisme" tidak penting. point saya, mungkin hanya berlaku bagi saya, dg demikian pencerahan menjadi tidak berarti, jika pencerahan adalah batin yg menderita, maka kemudian batin itu hilang. mungkin nilai pencerahan itu hanya berlaku ketika seorang arahat masih hidup, di sana masih ada batin yg bebas .benarkah?

Quote
Tujuan 'murni tidak ada apa2 lagi' ini Bro tesla dapat dari mana?
Saya pernah baca juga, tapi tidak ingat di mana.
berangkat dari karena kesimpulan bahwa "tidak ada diri", jadi pada hakikatnya tidak ada yg tercerahkan bukan?
hanya semua pancakandha ini hancur... termasuk batin (kesadaran dkk)
hanya proses yg berhenti... begitukah?
Spoiler: ShowHide

Udana 8.9

Then, on realizing the significance of that, the Blessed One on that occasion exclaimed:
The body disintegrated, perception ceased, pain & rapture were entirely consumed, fabrications were stilled: consciousness has come to its end.


Quote
Kalau kita bisa sepakat pada istilahnya, maka tidak akan 'salah sambung'. Jadi kembali lagi misalnya ke perasaan, pertama kali bedah mayat, seorang calon dokter merasa takut. Setelah terbiasa, perasaan itu hilang. Lalu apakah bisa dibilang subjeknya hilang?
bagi saya, yah dokter itu subjeknya. apakah dokter itu tidak ada? inilah yg jadi perbedaan pendapat kita paling mendasar. termasuk pada arti yg sebenarnya/hakekatnya/paramattha dokter itu ada. tesla itu ada. Kainyn itu ada. itu pendapat saya.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 10 January 2011, 03:39:02 PM
label "nihilisme" tidak penting. point saya, mungkin hanya berlaku bagi saya, dg demikian pencerahan menjadi tidak berarti, jika pencerahan adalah batin yg menderita, maka kemudian batin itu hilang. mungkin nilai pencerahan itu hanya berlaku ketika seorang arahat masih hidup, di sana masih ada batin yg bebas .benarkah?
Oh, maksudnya bro tesla, tadinya bathin ada dan merasakan penderitaan. Kemudian setelah penderitaan hilang, bathin juga hilang. Jadi yang mengalami pencerahan sebetulnya hanya sebatas bathin tanpa penderitaan, yaitu para Arahat yang belum parinibbana. Begitu bukan?

Saya melihatnya berbeda. Bathin (& jasmani) itu bagaimanapun adalah produk dari penderitaan (kemelekatan karena avijja). Buat saya, pencerahan itu bukan 'sesuatu' yang ada di bathin, namun hanya kesepakatan istilah dari terhentinya pembentuk bathin (& jasmani) tersebut. Jadi bathin di sini hanya seperti 'perantara' saja yang mengenali telah berhentinya pembentuk bathin tersebut dan otomatis pula tidak lagi terkondisi pada penderitaan. Dalam kesepakatan bersama pula, itu dikatakan 'kebahagiaan tertinggi', walaupun sebetulnya yang namanya kebahagiaan adanya di perasaan.

Namun setelah parinibbana, di mana bathin-jasmani tidak lagi terbentuk, apakah ada yang ada/hancur semua, saya tidak tahu (dan tidak ingin menspekulasikannya).


Quote
berangkat dari karena kesimpulan bahwa "tidak ada diri", jadi pada hakikatnya tidak ada yg tercerahkan bukan?
Diri yang mana yang dimaksud? Atta yang abadi, ataukah diri sebagai kumpulan panca khanda?
Kalau ada atta yang abadi, saya pikir memang tidak ada. Kalau diri sebagai penunjuk khanda, saya rasa ada. Sama seperti hujan itu saja, tidak bisa dikatakan air/awan/angin mengalami penghentian, tetapi karena sebabnya berhenti maka dikatan "hujan" itu berhenti.


Quote
hanya semua pancakandha ini hancur... termasuk batin (kesadaran dkk)
hanya proses yg berhenti... begitukah?
Spoiler: ShowHide

Udana 8.9

Then, on realizing the significance of that, the Blessed One on that occasion exclaimed:
The body disintegrated, perception ceased, pain & rapture were entirely consumed, fabrications were stilled: consciousness has come to its end.

Ya, menurut saya begitu.


Quote
bagi saya, yah dokter itu subjeknya. apakah dokter itu tidak ada? inilah yg jadi perbedaan pendapat kita paling mendasar. termasuk pada arti yg sebenarnya/hakekatnya/paramattha dokter itu ada. tesla itu ada. Kainyn itu ada. itu pendapat saya.
OK, jadi maksudnya tentang hakikat ada/tidaknya itu. Saya masih belum mengerti maksud bro tesla, jadi saya tanya lagi. Tesla/Kainyn/Bedu/dll itu bisa disebut ada (menurut bro tesla) jika memenuhi kriteria apa saja?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 10 January 2011, 04:09:29 PM
OK, jadi maksudnya tentang hakikat ada/tidaknya itu. Saya masih belum mengerti maksud bro tesla, jadi saya tanya lagi. Tesla/Kainyn/Bedu/dll itu bisa disebut ada (menurut bro tesla) jika memenuhi kriteria apa saja?

imho, tesla, kainyn, bedu, dll semua ada. kita tau kita ada, bukan tidak ada. ini bukan tentang tubuh & batin. ini bukan tentang komposisi, hanya sebatas kita ada, nyata, dan terus mengalami (experience). diri/ego/self/atta adalah wujud kemelekatan dimana kita ingin membedakan, memecah, menandakan, dll agar kita punya pegangan "jati diri", agar kita dapat menyebut "ini aku". lihat bagaimana anatta ter-slip dari permasalahan kemelekatan thd menjadi permasalahan komposisi. mengapa kita terus melihat dari segi komposisi? mengapa pandangan tentang diri terus muncul? apakah aku, aku ada, aku tidak ada, semua ini adalah tentang pencarian jati diri. jika aku ada, pertanyaannya adalah apakah aku... ini sudah natural, saya akui inipun adalah pencarian jati diri, mencari sesuatu utk dipegang.

itu baru atta yg sebagai ego yah? bagaimana dg atta sbg jiwa yg kekal... lihat, bukankah ini pencarian jati diri lagi? bahkan kesimpulan "tidak ada jiwa yg kekal" (maaf) adalah rasa terpojok dari pencarian jati diri, tidak ada lagi yg bisa dipegang. pencarian jati diri tetap berlangsung bukan, walau jawabannya adalah tidak ada. ketika kemelekatannya berakhir, keinginan utk mencari jati diri ini berakhir, seseorang (arahat) tidak lenyap, hanya pencariannya berakhir, ia tidak berpandangan aku ada, aku tidak ada, aku adalah ini, dst... (setelah badan & batin terakhirnya hancur, ia tidak mengambil wujud baru --- utk apa juga)

demikianlah yg saya mengerti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 10 January 2011, 05:18:50 PM
imho, tesla, kainyn, bedu, dll semua ada. kita tau kita ada, bukan tidak ada. ini bukan tentang tubuh & batin. ini bukan tentang komposisi, hanya sebatas kita ada, nyata, dan terus mengalami (experience).
Ya, dari sisi ini, kita semua ada. 

Quote
diri/ego/self/atta adalah wujud kemelekatan dimana kita ingin membedakan, memecah, menandakan, dll agar kita punya pegangan "jati diri", agar kita dapat menyebut "ini aku". lihat bagaimana anatta ter-slip dari permasalahan kemelekatan thd menjadi permasalahan komposisi.
Ya, antara ego/kemelekatan memang bukan masalah komposisi, jadi tidak nyambung dengan anatta, menurut saya. Misalnya saya suka makanan begini, tesla suka yang begitu, itu adalah 'ego' masing-masing.

Quote
mengapa kita terus melihat dari segi komposisi? mengapa pandangan tentang diri terus muncul? apakah aku, aku ada, aku tidak ada, semua ini adalah tentang pencarian jati diri. jika aku ada, pertanyaannya adalah apakah aku... ini sudah natural, saya akui inipun adalah pencarian jati diri, mencari sesuatu utk dipegang.
Ini juga masih belum menyentuh 'anatta'. Dengan pandangan ada atau tidak ada aku, atau yang tidak berpandangan apa-apa, tetap saja kita semua juga punya kecenderungan masing-masing. Apa yang kita lihat sebagai ideal dari diri kita, maka kita sebut jati diri.

Quote
itu baru atta yg sebagai ego yah? bagaimana dg atta sbg jiwa yg kekal... lihat, bukankah ini pencarian jati diri lagi? bahkan kesimpulan "tidak ada jiwa yg kekal" (maaf) adalah rasa terpojok dari pencarian jati diri, tidak ada lagi yg bisa dipegang. pencarian jati diri tetap berlangsung bukan, walau jawabannya adalah tidak ada. ketika kemelekatannya berakhir, keinginan utk mencari jati diri ini berakhir, seseorang (arahat) tidak lenyap, hanya pencariannya berakhir, ia tidak berpandangan aku ada, aku tidak ada, aku adalah ini, dst... (setelah badan & batin terakhirnya hancur, ia tidak mengambil wujud baru --- utk apa juga)
Ya, betul. Dalam hal ini, seperti yang saya bilang, atta-nya seseorang berwujud 'anatta'. Kalau untuk bagian Arahat yang parinibbana, itu sudah tidak bisa kita konsepkan lagi karena juga tidak ada tolok ukur yang tepat untuk dibandingkan. Kalau dibilang ada, dari sudut pandang tertentu ada. Dibilang tidak ada, juga benar dari sudut pandang lainnya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 10 January 2011, 09:37:45 PM
ya, ternyata suttanya sudah saya temukan... di DC juga
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18145.msg313405#msg313405

Spoiler: ShowHide

20. “Demikian pula, Vaccha, Sang Tathāgata telah meninggalkan bentuk materi yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya; [ ]Beliau telah memotongnya pada akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya sehingga tidak mungkin muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata terbebaskan dari penganggapan dalam hal bentuk materi, Vaccha, Beliau dalam, tidak terbatas, sulit diukur bagaikan samudra. ‘Beliau muncul kembali’ tidak berlaku; [‘]‘Beliau tidak muncul kembali’ tidak berlaku; [488] ‘Beliau muncul kembali juga tidak muncul kembali’ tidak berlaku; ‘Beliau bukan muncul kembali juga bukan tidak muncul kembali’ tidak berlaku.  Sang Tathāgata telah meninggalkan perasaan yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya … Sang Tathāgata telah meninggalkan persepsi yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya … Sang Tathāgata telah meninggalkan bentukan-bentukan yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya … Sang Tathāgata telah meninggalkan kesadaran yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya; Beliau telah memotongnya pada akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya sehingga tidak mungkin muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata terbebaskan dari penganggapan dalam hal kesadaran, Vaccha, Beliau dalam, tidak terbatas, sulit diukur bagaikan samudra. ‘Beliau muncul kembali’ tidak berlaku; [‘]‘Beliau tidak muncul kembali’ tidak berlaku; [488] ‘Beliau muncul kembali juga tidak muncul kembali’ tidak berlaku; ‘Beliau bukan muncul kembali juga bukan tidak muncul kembali’ tidak berlaku.”


tapi ada pula istilah "bagaikan samudra" di sutta ini hahaha... okelah, tidak begitu penting
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 10 January 2011, 09:49:14 PM
ya, ternyata suttanya sudah saya temukan... di DC juga
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18145.msg313405#msg313405

Spoiler: ShowHide

20. “Demikian pula, Vaccha, Sang Tathāgata telah meninggalkan bentuk materi yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya; [ ]Beliau telah memotongnya pada akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya sehingga tidak mungkin muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata terbebaskan dari penganggapan dalam hal bentuk materi, Vaccha, Beliau dalam, tidak terbatas, sulit diukur bagaikan samudra. ‘Beliau muncul kembali’ tidak berlaku; [‘]‘Beliau tidak muncul kembali’ tidak berlaku; [488] ‘Beliau muncul kembali juga tidak muncul kembali’ tidak berlaku; ‘Beliau bukan muncul kembali juga bukan tidak muncul kembali’ tidak berlaku.  Sang Tathāgata telah meninggalkan perasaan yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya … Sang Tathāgata telah meninggalkan persepsi yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya … Sang Tathāgata telah meninggalkan bentukan-bentukan yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya … Sang Tathāgata telah meninggalkan kesadaran yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya; Beliau telah memotongnya pada akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya sehingga tidak mungkin muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata terbebaskan dari penganggapan dalam hal kesadaran, Vaccha, Beliau dalam, tidak terbatas, sulit diukur bagaikan samudra. ‘Beliau muncul kembali’ tidak berlaku; [‘]‘Beliau tidak muncul kembali’ tidak berlaku; [488] ‘Beliau muncul kembali juga tidak muncul kembali’ tidak berlaku; ‘Beliau bukan muncul kembali juga bukan tidak muncul kembali’ tidak berlaku.”


tapi ada pula istilah "bagaikan samudra" di sutta ini hahaha... okelah, tidak begitu penting

sehubungan dengan "bagaikan samudra" penerjemah menambahkan catatan kaki sebagai berikut


723) Paragraf ini harus dihubungakan dengan perumpamaan padamnya api. Seperti halnya padamnya api tidak dapat digambarkan sebagai pergi ke arah manapun, demikian pula Sang Tathāgata yang telah mencapai Nibbāna akhir tidak dapat digambarkan dalam hal empat alternatif. Perumpaan itu hanya berkaitan dengan legitimasi penggunaan konseptual dan bahasa dan bukan dimaksudkan untuk menyiratkan, seperti yang dianut oleh beberapa terpelajar, bahwa Sang” Tathāgata mencapai suatu pencerapan mistis dalam Yang  Mutlak. Kata-kata  “dalam, tidak terbatas, sulit diukur” menunjukkan dimensi transenden dari kebebasan yang dicapai oleh Yang Sempurna, ketidak-terjangkauannya oleh pikiran yang berkeliaran.

Sepertinya bahwa pada titik ini dalam percakapan itu, Sang Buddha menggunakan perumpamaan untuk menyampaikan apa yang tidak dapat disampaikan oleh konsep-konsep. Kedua perumpamaan – padamnya api dan samudera dalam – dengan sendirinya membentuk ketegangan dialektika, dan dengan demikian keduanya harus diperhitungkan untuk menghindari pandangan-pandangan satu sisi. Perumpamaan padamnya api, secara berdiri sendiri, berbelok ke arah pemadaman total, dan dengan demikian harus diimbangi dengan perumpamaan samudera; Perumpamaan samudera, secara berdiri sendiri, menyiratkan  beberapa modus penjelmaan abadi, dan dengan demikian harus diimbangi dengan perumpamaan padamnya api. Selanjutnya, kebenaran terletak di tengah-tengah yang melampaui kedua ekstrim yang tidak dapat dipertahankan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 10 January 2011, 11:01:54 PM
Dear all,

Kelihatan njelimet banget ya anatta dari dulu ^-^

Kalau Sang Buddha pernah kasih tau gue begini :

Bond : Sang Bhagava, mengapa saat itu Sang Tathagata tidak menjawab mengenai ada dan tiada dst dan hanya mengatakan semua anatta titik.

Sang Buddha  : Gue diam aja, lu orang bingung. Apalagi gue jelasin lebih detil. pikiran kalian akan lebih lincah berkembang tentang anatta.

Bond  : (dalam hati nih Sang Buddha gaul juga ^-^)  Jadi gimana dong solusinya Guru yang Maha Suci ?

Sang Buddha : Sana vipasanna dulu nanti balik lagi kalo uda mengalami sesuatu. Kata kunci pada upadana nanti ketahuan apa yang dimaksud anatta..

Bond : Ama Bhante.

 :o ???

Metta.



ama pake ngopi bareng?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 11 January 2011, 07:08:15 AM
sehubungan dengan "bagaikan samudra" penerjemah menambahkan catatan kaki sebagai berikut


723) Paragraf ini harus dihubungakan dengan perumpamaan padamnya api. Seperti halnya padamnya api tidak dapat digambarkan sebagai pergi ke arah manapun, demikian pula Sang Tathāgata yang telah mencapai Nibbāna akhir tidak dapat digambarkan dalam hal empat alternatif. Perumpaan itu hanya berkaitan dengan legitimasi penggunaan konseptual dan bahasa dan bukan dimaksudkan untuk menyiratkan, seperti yang dianut oleh beberapa terpelajar, bahwa Sang” Tathāgata mencapai suatu pencerapan mistis dalam Yang  Mutlak. Kata-kata  “dalam, tidak terbatas, sulit diukur” menunjukkan dimensi transenden dari kebebasan yang dicapai oleh Yang Sempurna, ketidak-terjangkauannya oleh pikiran yang berkeliaran.

Sepertinya bahwa pada titik ini dalam percakapan itu, Sang Buddha menggunakan perumpamaan untuk menyampaikan apa yang tidak dapat disampaikan oleh konsep-konsep. Kedua perumpamaan – padamnya api dan samudera dalam – dengan sendirinya membentuk ketegangan dialektika, dan dengan demikian keduanya harus diperhitungkan untuk menghindari pandangan-pandangan satu sisi. Perumpamaan padamnya api, secara berdiri sendiri, berbelok ke arah pemadaman total, dan dengan demikian harus diimbangi dengan perumpamaan samudera; Perumpamaan samudera, secara berdiri sendiri, menyiratkan  beberapa modus penjelmaan abadi, dan dengan demikian harus diimbangi dengan perumpamaan padamnya api. Selanjutnya, kebenaran terletak di tengah-tengah yang melampaui kedua ekstrim yang tidak dapat dipertahankan.


Bro Indra yang baik, postingan yang sangat baik, yang menjelaskan inti persoalan: yaitu apakah yang terjadi setelah Parinibbana? Saya kira hal itu berada diluar jangkauan kita, sehingga mengatakan setelah Parinibbana Sang Tathagata ada, tidak ada, ada dan tidak ada dsbnya, menjadi tidak relevan (hanya bentuk spekulasi belaka).

Yang pasti terjadi setelah Parinibbana, mengikuti kaidah sebab-akibat/ sebab musabab yang saling bergantungan, yaitu:

Oleh karena Sang Buddha dan Arahat tidak membentuk kondisi-kondisi baru sebagai sebab, maka tak ada kondisi penjelmaan kembali sebagai akibat.

Inilah yang pasti terjadi setelah Parinibbana.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 11 January 2011, 09:57:43 AM
Bro Indra yang baik, postingan yang sangat baik, yang menjelaskan inti persoalan: yaitu apakah yang terjadi setelah Parinibbana? Saya kira hal itu berada diluar jangkauan kita, sehingga mengatakan setelah Parinibbana Sang Tathagata ada, tidak ada, ada dan tidak ada dsbnya, menjadi tidak relevan (hanya bentuk spekulasi belaka).

Yang pasti terjadi setelah Parinibbana, mengikuti kaidah sebab-akibat/ sebab musabab yang saling bergantungan, yaitu:

Oleh karena Sang Buddha dan Arahat tidak membentuk kondisi-kondisi baru sebagai sebab, maka tak ada kondisi penjelmaan kembali sebagai akibat.

Inilah yang pasti terjadi setelah Parinibbana.


Selesai !, tamat !,  habis !, berakhir !, padam !, tidak ada lagi !,
mana lebih tepat ya  ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 11 January 2011, 02:14:19 PM
Selesai !, tamat !,  habis !, berakhir !, padam !, tidak ada lagi !,
mana lebih tepat ya  ???

Perumpamaan Padam-nya api dan Perumpamaan Samudra...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 11 January 2011, 07:53:13 PM
Bila menurut anda dalam diri mahluk ada yang lain, selain pancakhandha, buktikan saja berikan referensinya, mudah kan...?

yg membahas soal mahkluk adalah anda fabian c.
anda bilang yg disebut mahkluk adalah panca kandha
saya koreksi, yg disebut di mana ada kemelekatan thd panca kandha, ia disebut mahkluk

Boleh ikutan nyumbang dikit…
Dalam Vāseṭṭha sutta MN.98 Sang Buddha membedakan mahkluk menjadi 3 jenis, Tumbuhan, Binatang dan Manusia, oleh sebab itu Bhikkhu dilarang menebang pohon salah satu alasan adalah tumbuhan juga merupakan mahkluk hidup. Demikian juga termasuk membunuh binatang apalagi manusia berarti melakukan pelanggaran pembunuhan. Termasuk adanya masa vassa juga salah satu alasan untuk melindungi rumputan/tumbuhan yang sedang tunas, karena setiap masa hujan adalah masa tumbuh2an untuk tunas.


‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ yathātathaṃ;
Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ, aññamaññāhi jātiyo.
(The Blessed One said:
Vāseṭṭha, I will tell you step by step how it happens,
The classification of living things in this and other births.)

‘‘Tiṇarukkhepi jānātha, na cāpi paṭijānare;
Liṅgaṃ jātimayaṃ tesaṃ, aññamaññā hi jātiyo.
(Look at the grass and trees, although they are not aware,
This and the other have attributes peculiar to their births.)

‘‘Catuppadepi jānātha, khuddake ca mahallake;
Liṅgaṃ jātimayaṃ tesaṃ, aññamaññā hi jātiyo.
(Look at the animals small and large
They have attributes peculiar to their births.)

‘‘Yathā etāsu jātīsu, liṅgaṃ jātimayaṃ puthu;
Evaṃ natthi manussesu, liṅgaṃ jātimayaṃ puthu.
(Although these have various attributes, at birth,
In humans various attributes are not evident at birth.)

‘‘Paccattañca sarīresu [paccattaṃ sasarīresu (sī. pī.)], manussesvetaṃ na vijjati;
Vokārañca manussesu, samaññāya pavuccati.
(In the individual bodies of humans, these are not evident,
They are designated by the activities of humans.)

Quote
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.0;message=293759

8. Buddha
   7. “Aku akan mengajarkan engkau secara berurutan sebagaimana adanya,
   Vāseṭṭha,” Sang Bhagavā berkata,
   “Pengelompokan umum makhluk-makhluk hidup;
   Karena banyak jenis kelahiran.

   8. Pertama-tama ketahuilah rumput dan pepohonan:
   Walaupun tidak memiliki kesadaran-diri,
   Kelahirannya adalah tanda khususnya;
   Karena banyak jenis kelahiran.

   10. Kemudian ketahuilah jenis-jenis binatang kaki empat
   [dari berbagai jenisnya] baik kecil maupun besar:
   Kelahirannya adalah tanda khususnya;
   Karena banyak jenis kelahiran.


14. “Sementara dalam kelahiran-kelahiran ini perbedaan-perbedaan
   Kelahiran menjadi tanda khususnya,
   Pada manusia tidak ada perbedaan kelahiran
   Yang menjadi tanda khususnya.

18. Pada tubuh manusia
   Tidak ada tanda khusus dapat ditemukan
   Perbedaan di antara manusia
   Hanyalah sebutan verbal

mettacittena,


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 11 January 2011, 08:12:26 PM
yg membahas soal mahkluk adalah anda fabian c.
anda bilang yg disebut mahkluk adalah panca kandha
saya koreksi, yg disebut di mana ada kemelekatan thd panca kandha, ia disebut mahkluk


Boleh ikutan nyumbang dikit…
Dalam Vāseṭṭha sutta MN.98 Sang Buddha membedakan mahkluk menjadi 3 jenis, Tumbuhan, Binatang dan Manusia, oleh sebab itu Bhikkhu dilarang menebang pohon salah satu alasan adalah tumbuhan juga merupakan mahkluk hidup. Demikian juga termasuk membunuh binatang apalagi manusia berarti melakukan pelanggaran pembunuhan. Termasuk adanya masa vassa juga salah satu alasan untuk melindungi rumputan/tumbuhan yang sedang tunas, karena setiap masa hujan adalah masa tumbuh2an untuk tunas.


‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ yathātathaṃ;
Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ, aññamaññāhi jātiyo.
(The Blessed One said:
Vāseṭṭha, I will tell you step by step how it happens,
The classification of living things in this and other births.)

‘‘Tiṇarukkhepi jānātha, na cāpi paṭijānare;
Liṅgaṃ jātimayaṃ tesaṃ, aññamaññā hi jātiyo.
(Look at the grass and trees, although they are not aware,
This and the other have attributes peculiar to their births.)

‘‘Catuppadepi jānātha, khuddake ca mahallake;
Liṅgaṃ jātimayaṃ tesaṃ, aññamaññā hi jātiyo.
(Look at the animals small and large
They have attributes peculiar to their births.)

‘‘Yathā etāsu jātīsu, liṅgaṃ jātimayaṃ puthu;
Evaṃ natthi manussesu, liṅgaṃ jātimayaṃ puthu.
(Although these have various attributes, at birth,
In humans various attributes are not evident at birth.)

‘‘Paccattañca sarīresu [paccattaṃ sasarīresu (sī. pī.)], manussesvetaṃ na vijjati;
Vokārañca manussesu, samaññāya pavuccati.
(In the individual bodies of humans, these are not evident,
They are designated by the activities of humans.)

mettacittena,


tumbuhan/tanaman bukan mahluk hidup tapi benda hidup
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 11 January 2011, 08:13:50 PM
‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ yathātathaṃ;
Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ, aññamaññāhi jātiyo.
(The Blessed One said:
Vāseṭṭha, I will tell you step by step how it happens,
The classification of living things in this and other births.)

maaf, saya tidak paham Pali, tapi dari englishnya IMO living things=benda-benda hidup yg tidak sama dengan makhluk hidup yg biasanya menggunakan kata "living beings"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 11 January 2011, 09:04:18 PM
tumbuhan/tanaman bukan mahluk hidup tapi benda hidup
Quote
 
  ‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
    Anupubbaṃ yathātathaṃ;
    Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ, aññamaññāhi jātiyo.
    (The Blessed One said:
    Vāseṭṭha, I will tell you step by step how it happens,
    The classification of living things in this and other births.)

maaf, saya tidak paham Pali, tapi dari englishnya IMO living things=benda-benda hidup yg tidak sama dengan makhluk hidup yg biasanya menggunakan kata "living beings"

bro Adi Lim & batara Indra, ini sy carikan artinya kata demi kata, lalu sy ketemu di hal.451, bhw mahkluk hidup pun disebut sbg pāṇānaṃ.
‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ (gradual) yathātathaṃ (according to truth);
Jātivibhaṅgaṃ (Jāti= birth, vibhaṅgaṃ=classification)  pāṇānaṃ (breathing, usually a living being endowed with the breath of life, p.451), aññamaññāhi (identical) jātiyo (birth).

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 11 January 2011, 09:17:31 PM
maaf, saya tidak paham Pali, tapi dari englishnya IMO living things=benda-benda hidup yg tidak sama dengan makhluk hidup yg biasanya menggunakan kata "living beings"


bro Adi Lim & batara Indra, ini sy carikan artinya kata demi kata, lalu sy ketemu di hal.451, bhw mahkluk hidup pun disebut sbg pāṇānaṃ.
‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ (gradual) yathātathaṃ (according to truth);
Jātivibhaṅgaṃ (Jāti= birth, vibhaṅgaṃ=classification)  pāṇānaṃ (breathing, usually a living being endowed with the breath of life, p.451), aññamaññāhi (identical) jātiyo (birth).

mettacittena,


ini menimbulkan implikasi yg cukup serius, karena selama ini sebagian besar buddhist tidak menganggap tumbuhan sebagai makhluk. sekarang, apakah tumbuhan juga terpengaruh oleh hukum karma? apakah tumbuhan juga mengalami kelahiran kembali? di manakah tumbuhan ini berada dalam 31 alam?

tentu saja, jika kriterianya hanya pada "bernafas" saya setuju bahwa tumbuhan juga bernafas. tetapi sekadar bernafas tidak cukup untuk mengidentifikasi tumbuhan sebagai makhluk hidup
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 11 January 2011, 10:12:25 PM
kalau lihat di Pali Text Society diterjemahkan sbg:

Vibhanga [vi+bhanga, of bhaj1] distribution, division, distinction, classification Vin i.359; Sn 600 (jāti˚ classification of species; expld as jāti-- vitthāra at SnA 464); J

kalau lihat suggest nya sih species (one of the basic units of biological classification and a taxonomic rank), yg mana adalah kosa kata sangat "ilmiah" lho... mengejutkan, mungkin di zaman Buddha sudah ada ilmu science yg cukup berkembang...

pananam = sesuatu yg bernafas... <--- ini juga patokan objek dari sila pertama kan? ;) kalau di terjemahkan ke bahasa Indonesia emg repot, akhirnya disamakan aja dengan mahkluk hidup... OOT dulu: jadi tumbuhan termasuk salah satu objek "pananam" ya? :o
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 11 January 2011, 10:27:46 PM
ini menimbulkan implikasi yg cukup serius, karena selama ini sebagian besar buddhist tidak menganggap tumbuhan sebagai makhluk. sekarang, apakah tumbuhan juga terpengaruh oleh hukum karma? apakah tumbuhan juga mengalami kelahiran kembali? di manakah tumbuhan ini berada dalam 31 alam?

tentu saja, jika kriterianya hanya pada "bernafas" saya setuju bahwa tumbuhan juga bernafas. tetapi sekadar bernafas tidak cukup untuk mengidentifikasi tumbuhan sebagai makhluk hidup

iya bro, Sang Buddha menetapkan dalam Vinaya tentang masa Vassa tentu tidak didasarkan keputusan main2 lah, untuk menjaga dari hancurnya tunas2 rumput dan tanaman lainnya karena termasuk mahkluk hidup...

saya sendiri ingin tahu lebih lanjut pandangan dari member, maka dari itu saya melempar hal ini di forum, silahkan di diskusikan...

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 11 January 2011, 10:38:26 PM
kalau lihat di Pali Text Society diterjemahkan sbg:

Vibhanga [vi+bhanga, of bhaj1] distribution, division, distinction, classification Vin i.359; Sn 600 (jāti˚ classification of species; expld as jāti-- vitthāra at SnA 464); J

kalau lihat suggest nya sih species (one of the basic units of biological classification and a taxonomic rank), yg mana adalah kosa kata sangat "ilmiah" lho... mengejutkan, mungkin di zaman Buddha sudah ada ilmu science yg cukup berkembang...

pananam = sesuatu yg bernafas... <--- ini juga patokan objek dari sila pertama kan? ;) kalau di terjemahkan ke bahasa Indonesia emg repot, akhirnya disamakan aja dengan mahkluk hidup... OOT dulu: jadi tumbuhan termasuk salah satu objek "pananam" ya? :o

bro Tesla yg baik,

jangan lupa bro, Taxila adalah Universitas terkemuka dijaman Sang Buddha, termasuk semua Science sudah ada dijaman itu. Plato pun malah lebih awal lahirnya dibanding Sang Buddha. bahkan Universitas Nalanda yg juga seumuran dg Taxila itupun memiliki perpustakaan yang maha luas, sehingga ketika buku2 nya ditumpuk untuk dibakar, baru padam dengan sendirinya setelah 3 tahun, hanya buku2 saja lo bro. betapa luar biasanya kemajuan science dikala itu.

anda rupanya sepaham dengan saya bro,
Vibhanga [vi+bhanga, of bhaj1] distribution, division, distinction, classification Vin i.359; Sn 600 (jāti˚ classification of species; expld as jāti-- vitthāra at SnA 464); J

dan kata pāṇānaṃ (breathing, usually a living being endowed with the breath of life, p.451) sama2 menunjukkan living beings khan bro...

nah maka dari itu saya juga menanyakan ke forum dg menyajikan cuplikan Vāseṭṭha sutta MN.98 karena ingin mendapatkan lebih mendalam diskusi ttg mahkluk.

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 11 January 2011, 11:29:48 PM
jangan lupa bro, Taxila adalah Universitas terkemuka dijaman Sang Buddha, termasuk semua Science sudah ada dijaman itu. Plato pun malah lebih awal lahirnya dibanding Sang Buddha. bahkan Universitas Nalanda yg juga seumuran dg Taxila itupun memiliki perpustakaan yang maha luas, sehingga ketika buku2 nya ditumpuk untuk dibakar, baru padam dengan sendirinya setelah 3 tahun, hanya buku2 saja lo bro. betapa luar biasanya kemajuan science dikala itu.
Plato tidak lebih awal dari Sang Buddha.

Spoiler: ShowHide


Plato, The definite place and time of Plato's birth are not known, but what is certain is that he belonged to an aristocratic and influential family. based on ancient sources, most modern scholars believe that he was born in Athens or Aegina between 429 and 423 BC.

Buddha, The actual date of the Buddha's birth is unknown. According to Buddhist tradition, the Buddha's birth took place in 624 BCE, although some recent estimates place the Buddha's birth much later — perhaps as late as 448 BCE {1}. 560 BCE is one commonly accepted date for the Buddha's birth, and the "historical" date for that event that I adopt here.


Quote
anda rupanya sepaham dengan saya bro,
Vibhanga [vi+bhanga, of bhaj1] distribution, division, distinction, classification Vin i.359; Sn 600 (jāti˚ classification of species; expld as jāti-- vitthāra at SnA 464); J

dan kata pāṇānaṃ (breathing, usually a living being endowed with the breath of life, p.451) sama2 menunjukkan living beings khan bro...

nah maka dari itu saya juga menanyakan ke forum dg menyajikan cuplikan Vāseṭṭha sutta MN.98 karena ingin mendapatkan lebih mendalam diskusi ttg mahkluk.

mettacittena,
karena kurangnya kosa kata kita baik English maupun bahasa Indonesia, sepertinya sulit utk mencari padanan kata dari kosakata Pali :| sepertinya utk melengkapi sila pertama, para upasaka & upasika jg jgn merusak hidupnya tanaman --- kayanya ini sudah nature umat Buddhist, jadi ga begitu masalah, bukan menyombong (tapi emg sombong dari sananya) hehehe...

back to topic, sepertinya Buddha menggunakan "pananam" sebagai kategori mahkluk hidup dalam ruang lingkup ilmiah (sesuatu yg bernafas) mungkin disini cocoknya ditranslatekan sebagai organisme (canggih 8) juga ya), dan menggunakan kata "satta" sebagai kategori mahkluk hidup (dalam english sangat cocok  ditranslate menjadi kata being karena be-ing memiliki kaitan erat dg sisi psikologis --- is an English word used for conceptualizing subjective and objective aspects of reality, including those fundamental to the self — related to and somewhat interchangeable with terms like "reality", "existence" and "living") dalam ruang lingkup ajarannya (ajaran agar terbebas dari Dukkha).

Spoiler: ShowHide
pada ilmu pengetahuan sekarang sepertinya tidak ada pembedaan antara mahkluk hidup dg benda hidup, yg ada adalah benda hidup vs benda mati. yg benda hidup dibilang mahkluk hidup, yg benda mati dibilang barang aja... nah ilmu pengetahuan sekarang juga kesulitan sebenarnya menarik garis batas antara benda hidup dan benda mati. tidak ada definisi yg tepat, krn ada aja sesuatu yg berada diantara hidup & mati ini... ini pengetahuan saya yah... kalau salah mohon maaf & mohon dikoreksi


Spoiler: ShowHide
dalam kosa kata Buddhism ada lagi kata bhava = menjadi = be-ing... saya pernah baca essay seorang Bhikkhu hutan (Thai Forest Tradition) yg membahas soal bhava ini, yg diajarkan cukup unik, singkatnya kita cukup berhenti dari being & having, kita sebenarnya tidak pernah berhenti being, being a bhikkhu, being a good boy, being a father, being a children, being a buddhist, dst... menarik kan? dan ini bisa terjadi sekarang. saya lupa nama bhikkhu nya & jg baca di mana... sorry... oh dan Dalai Lama (ga tau yg keberapa) juga pernah bilang lebih baik kita berhenti being a Buddhist, dan ini menuai protes. kalau saja orang yg protes berpikir seperti saya (sombong lagi...), pasti dia berterimakasih sama Dalai Lama tsb

wah jadi ngelantur terus saya nih  :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 12 January 2011, 05:52:31 AM
iya bro, Sang Buddha menetapkan dalam Vinaya tentang masa Vassa tentu tidak didasarkan keputusan main2 lah, untuk menjaga dari hancurnya tunas2 rumput dan tanaman lainnya karena termasuk mahkluk hidup...

saya sendiri ingin tahu lebih lanjut pandangan dari member, maka dari itu saya melempar hal ini di forum, silahkan di diskusikan...

mettacittena,

IMO
para Bhikkhu jika merusak atau menanam tanaman/tumbuhan bukan maksud diatas.
tapi utk menghindari binatang/hewan kecil yang ditanaman atau didalam tanah bisa ikut mati apalagi pada musim hujan banyak hewan kecil butuh perlindungan tumbuhan, belum lagi makhluk halus/dewa pohon juga terganggu. [-X
kemudian para Bhikkhu harusnya berlatih praktek diri lebih intensive pada masa vassa dan jangan terfokus masalah lain. ;D
yang pasti urusan tanam-menanam tidak ada mamfaatnya bagi para Bhikkhu, selain Bhavana lebih intensiv.

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 12 January 2011, 07:11:33 AM
iya bro, Sang Buddha menetapkan dalam Vinaya tentang masa Vassa tentu tidak didasarkan keputusan main2 lah, untuk menjaga dari hancurnya tunas2 rumput dan tanaman lainnya karena termasuk mahkluk hidup...

saya sendiri ingin tahu lebih lanjut pandangan dari member, maka dari itu saya melempar hal ini di forum, silahkan di diskusikan...

mettacittena,

untuk menjaga dari hancurnya tunas dan rumput karena termasuk makhluk hidup? apakah tunas dan rumput ini hanya tumbuh pada masa vassa? atau apakah di luar masa vassa para bhikkhu boleh membunuh makhluk hidup tunas dan rumput?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 12 January 2011, 07:31:00 AM
Teman-teman... setahu saya tumbuhan tidak dianggap sebagai mahluk hidup (teman-teman pakar Abhidhamma bisa lebih jelas menerangkan mengenai hal ini).
Penyebab utama Sang Buddha memberikan peraturan itu karena dicela oleh umat yang berpaham Jaina (kaum Nigantha), yaitu tumbuhan juga dianggap sebagai mahluk hidup.
Jadi memetik atau mematikan tanaman dianggap melukai atau membunuh mahluk hidup.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 12 January 2011, 07:39:39 AM
Boleh ikut nimbrung bahas Anatta? IMHO, Anatta LEBIH BENAR dibandingkan Atta, namun kalau kita melekat pada Anatta, ya jelas salah jadinya. Kalau tak salah Kainyn pernah mengatakannya walau dalam bahasa yang sedikit berbeda. Saya pribadi kalau meditasi biasanya setelah memahami anatta kemudian melanjutkannya dengan kontemplasi bahwa sesungguhnya saya tidak berbeda dengan orang lain hanya saja orang lain masih melekat pada pandangan salah atta, jadi tugas saya hanya mendorong orang lain terbebas dari pandangan salah atta dengan semangat metta karuna. Itulah yang disebut 'penyelamatan'. Sebenarnya mereka sendiri yang membebaskan diri mereka sendiri. Bukan kita yang membebaskan mereka. Kita hanya mendorong mereka ke arah pembebasan itu. Yang harus diingat adalah sebelum kita mengetahui Buddha Dharma, kita dulu sama dengan mereka, melekat pada pandangan salah atta yang membuat seseorang MENDERITA. Tugas kita hanyalah 'sadar' dan 'menyadarkan' saja. Namun setelah 'sadar' kita harus melepaskan 'perahu' anatta, menuju tahap berikutnya. Tahap berikutnya itu IMHO ya semangat Bodhisattva: membebaskan/menyadarkan banyak orang dengan semangat metta karuna. Menurut saya itulah SPIRIT sejati Buddhisme.
Mungkin saya boleh tambahkan: tilakkhana (dukkha, anatta, anicca) adalah 'benar' namun bukan sebuah 'kebenaran' yang harus dilekati, tapi sebaliknya kita hanya berusaha memahaminya lalu kita berusaha 'terbebaskan' dari pengaruh dukkha. Jadi, IMHO, tilakkhana hanyalah sarana untuk mencapai tahap/tujuan berikutnya. IMHO, kalau kita melekat pada anatta, bukan tak mungkin kita akan jatuh dalam pandangan salah nihilis yang menjadi lawan pandangan eternalis (yang biasanya dimiliki oleh orang yang terjebak dalam pandangan salah atta). Jadi agar tidak jatuh ke pandangan salah lainnya, kita harus melangkah ke tahap berikutnya yaitu semangat Bodhisattva. Dalam Zen, hal ini sederhana, cukup kita selalu menjaga pikiran kita sendiri agar tenang, dan saya menyaksikan sendiri bagaimana pikiran, ucapan, tindakan saya yang tenang bisa mengubah orang-orang di sekitar saya ke arah yang lebih baik. Dan kemudian orang yang semula tak tertarik agama Buddha atau meditasi menjadi tertarik mempelajarinya.
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 12 January 2011, 08:04:18 AM
untuk menjaga dari hancurnya tunas dan rumput karena termasuk makhluk hidup? apakah tunas dan rumput ini hanya tumbuh pada masa vassa? atau apakah di luar masa vassa para bhikkhu boleh membunuh makhluk hidup tunas dan rumput?

cmiiw, ini bukan berlaku bagi bhikkhu saja, tapi bagi upasaka/upasika... kita teliti ya:

Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi

Pānātipātā
pana = Skt. [Sanskrit] prana - life breath
ati + pat = attack
pat from patati - to fly, to fall. (From this, Latin praepes - quick, peto - to go for, impetus, attack, etc.) To fall, jump, fall down on.
Panatipata = to cause prana to fall; to attack life breath.

dari object nya kategorinya adalah nafas (sesuatu yg bernafas). jadi berdasarkan Vasettha Sutta, ketika kita membunuh mengakhiri nafas (respirasi) pada tanaman, ini termasuk Panatipata.

imho, tunas yg baru tumbuh kalau dilalui (diinjak) dapat mati, jadi dihindari, termasuk pada masa di luar vassa. kalau tidak salah vassa ini musim hujan ya? jadi pada zaman itu, tunas2 baru byk yg muncul. kalau zaman ini sih musim dah ga jelas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 12 January 2011, 08:29:25 AM
cmiiw, ini bukan berlaku bagi bhikkhu saja, tapi bagi upasaka/upasika... kita teliti ya:

Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi

Pānātipātā
pana = Skt. [Sanskrit] prana - life breath
ati + pat = attack
pat from patati - to fly, to fall. (From this, Latin praepes - quick, peto - to go for, impetus, attack, etc.) To fall, jump, fall down on.
Panatipata = to cause prana to fall; to attack life breath.

dari object nya kategorinya adalah nafas (sesuatu yg bernafas). jadi berdasarkan Vasettha Sutta, ketika kita membunuh mengakhiri nafas (respirasi) pada tanaman, ini termasuk Panatipata.

imho, tunas yg baru tumbuh kalau dilalui (diinjak) dapat mati, jadi dihindari, termasuk pada masa di luar vassa. kalau tidak salah vassa ini musim hujan ya? jadi pada zaman itu, tunas2 baru byk yg muncul. kalau zaman ini sih musim dah ga jelas.

topik ini bisa berkembang menjadi tidak terkendali. dengan perkembangan terakhir ini, diskusi akan merembet pada apakah mata pencarian benar dalam buddhism? apakah bercocok tanam/bertani adalah mata pencarian benar? (apakah melakukan pelanggaran?) karena pasti melibatkan pembunuhan. apakah tukang membangun rumah juga melakukan pembunuhan? dan banyak lagi lainnya.

tapi perkembangan topik ini juga tidak menyalahi topik utama yaitu "pertanyaan kritis ..." jadi sepertinya boleh dilanjutkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 12 January 2011, 08:36:20 AM
yg membahas soal mahkluk adalah anda fabian c.
anda bilang yg disebut mahkluk adalah panca kandha
saya koreksi, yg disebut di mana ada kemelekatan thd panca kandha, ia disebut mahkluk


Boleh ikutan nyumbang dikit…
Dalam Vāseṭṭha sutta MN.98 Sang Buddha membedakan mahkluk menjadi 3 jenis, Tumbuhan, Binatang dan Manusia, oleh sebab itu Bhikkhu dilarang menebang pohon salah satu alasan adalah tumbuhan juga merupakan mahkluk hidup. Demikian juga termasuk membunuh binatang apalagi manusia berarti melakukan pelanggaran pembunuhan. Termasuk adanya masa vassa juga salah satu alasan untuk melindungi rumputan/tumbuhan yang sedang tunas, karena setiap masa hujan adalah masa tumbuh2an untuk tunas.


‘‘Tesaṃ vo ahaṃ byakkhissaṃ, (vāseṭṭhāti bhagavā)
Anupubbaṃ yathātathaṃ;
Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ, aññamaññāhi jātiyo.
(The Blessed One said:
Vāseṭṭha, I will tell you step by step how it happens,
The classification of living things in this and other births.)

‘‘Tiṇarukkhepi jānātha, na cāpi paṭijānare;
Liṅgaṃ jātimayaṃ tesaṃ, aññamaññā hi jātiyo.
(Look at the grass and trees, although they are not aware,
This and the other have attributes peculiar to their births.)

‘‘Catuppadepi jānātha, khuddake ca mahallake;
Liṅgaṃ jātimayaṃ tesaṃ, aññamaññā hi jātiyo.
(Look at the animals small and large
They have attributes peculiar to their births.)

‘‘Yathā etāsu jātīsu, liṅgaṃ jātimayaṃ puthu;
Evaṃ natthi manussesu, liṅgaṃ jātimayaṃ puthu.
(Although these have various attributes, at birth,
In humans various attributes are not evident at birth.)

‘‘Paccattañca sarīresu [paccattaṃ sasarīresu (sī. pī.)], manussesvetaṃ na vijjati;
Vokārañca manussesu, samaññāya pavuccati.
(In the individual bodies of humans, these are not evident,
They are designated by the activities of humans.)

mettacittena,
Samaneri Panna, menurut saya, Vasettha Sutta tidak membahas 'makhluk hidup'-nya, tetapi atribut atau ciri-ciri yang ada sewaktu lahir. Jadi rumput dan tumbuhan, walaupun tidak memiliki kesadaran, tapi setiap tumbuhan sejenis memiliki atribut dan ciri yang sama. Kita menyebutnya "tumbuhan" karena atribut tersebut. Demikian pula halnya dengan binatang.

Sedangkan pada manusia, seseorang tidak dapat disebut Brahmana karena atribut kelahirannya. Tidak ada atribut brahmana di kepala, rambut, mata, kaki, tubuh, dan lain sebagainya. Atribut Brahmana tersebut ada di moralitasnya.


Mengenai mengapa Buddha melarang merusak tanaman adalah karena walaupun tanaman tidak hidup, namun banyak makhluk hidup bergantung padanya. Penetapan vinaya tersebut, kalau tidak salah karena ada seorang bhikkhu menebang pohon yang mengenai anak dari rukkhata (deva pohon). (Kisahnya di dhammapada atthakatha 222.)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 12 January 2011, 08:52:23 AM
topik ini bisa berkembang menjadi tidak terkendali. dengan perkembangan terakhir ini, diskusi akan merembet pada apakah mata pencarian benar dalam buddhism? apakah bercocok tanam/bertani adalah mata pencarian benar? (apakah melakukan pelanggaran?) karena pasti melibatkan pembunuhan. apakah tukang membangun rumah juga melakukan pembunuhan? dan banyak lagi lainnya.

tapi perkembangan topik ini juga tidak menyalahi topik utama yaitu "pertanyaan kritis ..." jadi sepertinya boleh dilanjutkan.

jadi boleh lanjut ya....thanks bro...

sebenarnya saya ingin menanggapi tapi sayang waktu udah mepet mo berangkat ke campus, sory ....

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 12 January 2011, 08:56:26 AM
Boleh ikut nimbrung bahas Anatta? IMHO, Anatta LEBIH BENAR dibandingkan Atta, namun kalau kita melekat pada Anatta, ya jelas salah jadinya.

Bro Sutarman yang baik, Anatta bukan benar atau tidak benar, anatta adalah kebenaran absolut. Anatta untuk diselami (dialami) bukan untuk dihafalkan. Adalah tidak tepat mengatakan seseorang yang telah menyelami anatta melekat pada anatta. Hanya orang yang belum pernah mengalami anatta, yang mengerti hanya sebatas konsep, yang terjebak melekat pada konsep anatta.

Sama tidak tepatnya mengatakan seseorang yang telah tahu 7 X 5 = 35 lalu melekat pada 35. Atau seseorang yang telah tahu bila menampar seseorang akan balas ditampar lalu dikatakan melekat pada hal itu.

Anatta adalah kebenaran absolut, pengetahuan mengenai anatta yang sesungguhnya timbul dari mengalami sendiri, bukan dengan berspekulasi mengenai hal itu. Bila kita sendiri belum mengalami anatta maka pengetahuan kita hanya sebatas spekulasi belaka.

Quote
Kalau tak salah Kainyn pernah mengatakannya walau dalam bahasa yang sedikit berbeda. Saya pribadi kalau meditasi biasanya setelah memahami anatta kemudian melanjutkannya dengan kontemplasi bahwa sesungguhnya saya tidak berbeda dengan orang lain hanya saja orang lain masih melekat pada pandangan salah atta,

Menyelami anatta hanya didapat pada waktu kita bermeditasi Vipassana, bukan didapat sebelum meditasi Vipassana, dan pengalaman anatta juga tak bisa di dapat dengan meditasi cara lain selain Vipassana.
Mengetahui bahwa pengalaman yang kita dapatkan dalam meditasi adalah pengalaman anatta didapat setelah selesai bermeditasi Vipassana, kemudian menganalisa pengalaman-pengalaman yang telah dialami tanpa berusaha menghubung-hubungkan dengan pengetahuan teori anatta.

Quote
jadi tugas saya hanya mendorong orang lain terbebas dari pandangan salah atta dengan semangat metta karuna. Itulah yang disebut 'penyelamatan'.


Pengetahuan/pengalaman anatta didapat dengan meditasi Vipassana, bukan dengan semangat metta karuna. Agar orang lain dapat menyelami anatta hanya orang itu sendiri yang mampu melihatnya, guru hanya bisa mengarahkan dengan meditasi Vipassana/Satipatthana.

Quote
Sebenarnya mereka sendiri yang membebaskan diri mereka sendiri. Bukan kita yang membebaskan mereka. Kita hanya mendorong mereka ke arah pembebasan itu. Yang harus diingat adalah sebelum kita mengetahui Buddha Dharma, kita dulu sama dengan mereka, melekat pada pandangan salah atta yang membuat seseorang MENDERITA. Tugas kita hanyalah 'sadar' dan 'menyadarkan' saja. Namun setelah 'sadar' kita harus melepaskan 'perahu' anatta, menuju tahap berikutnya. Tahap berikutnya itu IMHO ya semangat Bodhisattva: membebaskan/menyadarkan banyak orang dengan semangat metta karuna. Menurut saya itulah SPIRIT sejati Buddhisme.

Membaca sejuta buku mengenai anatta dan mendengar segala hal mengenai anatta dari sejuta guru tidak membuat seseorang menyelami anatta, seperti perumpamaan orang yang berusaha menyelami rasa buah apricot dengan membaca jutaan buku mengenai rasa buah apricot.
Hanya mengalami sendiri yang membuat seseorang mengerti dengan jelas rasa apricot, demikian juga dengan anatta.

Anatta bukan "perahu teori" anatta adalah pengetahuan langsung. Orang yang "sadar" (mengalami langsung anatta) otomatis terbebas dari pandangan salah mengenai "atta" maupun pandangan salah mengenai "anatta".

Quote
Mungkin saya boleh tambahkan: tilakkhana (dukkha, anatta, anicca) adalah 'benar' namun bukan sebuah 'kebenaran' yang harus dilekati, tapi sebaliknya kita hanya berusaha memahaminya lalu kita berusaha 'terbebaskan' dari pengaruh dukkha
.
Sekali lagi untuk menyelami tilakkhana harus dialami, bukan cuma sekedar dipahami secara teori.

Quote
Jadi, IMHO, tilakkhana hanyalah sarana untuk mencapai tahap/tujuan berikutnya. IMHO, kalau kita melekat pada anatta, bukan tak mungkin kita akan jatuh dalam pandangan salah nihilis yang menjadi lawan pandangan eternalis (yang biasanya dimiliki oleh orang yang terjebak dalam pandangan salah atta).

Melekat pada konsep anatta hanya dialami oleh mereka yang belum pernah mengalami anatta. Bagi yang telah mengalami, secara otomatis tidak melekat. Karena pengetahuan yang sesungguhnya telah dialaminya.

Quote
Jadi agar tidak jatuh ke pandangan salah lainnya, kita harus melangkah ke tahap berikutnya yaitu semangat Bodhisattva. Dalam Zen, hal ini sederhana, cukup kita selalu menjaga pikiran kita sendiri agar tenang, dan saya menyaksikan sendiri bagaimana pikiran, ucapan, tindakan saya yang tenang bisa mengubah orang-orang di sekitar saya ke arah yang lebih baik. Dan kemudian orang yang semula tak tertarik agama Buddha atau meditasi menjadi tertarik mempelajarinya.
 _/\_

Untuk menenangkan pikiran tak perlu memiliki semangat Bodhisattva, setiap orang bisa melatihnya.

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 12 January 2011, 09:56:19 AM
topik ini bisa berkembang menjadi tidak terkendali. dengan perkembangan terakhir ini, diskusi akan merembet pada apakah mata pencarian benar dalam buddhism? apakah bercocok tanam/bertani adalah mata pencarian benar? (apakah melakukan pelanggaran?) karena pasti melibatkan pembunuhan. apakah tukang membangun rumah juga melakukan pembunuhan? dan banyak lagi lainnya.

tapi perkembangan topik ini juga tidak menyalahi topik utama yaitu "pertanyaan kritis ..." jadi sepertinya boleh dilanjutkan.

menurut saya, bercocok tanam adalah basic paling dasar utk hidup manusia (utk makan). ini jawaban gampang saja, bercocok tanam diperbolehkan (menurut saya), memang ada Pānātipātā yg terjadi, tapi Pānātipātā yg tidak terhindarkan (pembenaran kah?) sama seperti seorang nelayan <--- whats? jika dilakukan karena terpaksa, utk menghidupi keluarga, ya tekad utk menghindari ada, tapi ga terhindarkan... gimana yah? kedengaran sekali seperti pembenaran ya. tapi bagi saya pancasila adalah tekad utk menjadi lebih baik (dalam hal moralitas), bukan suatu peraturan (lain kalau sila bhikkhu/vinaya). kalau ada kesempatan utk menghindari pekerjaan ini ya hindarinlah, biarkan orang non-Buddhist yg mengerjakannya <--- whats? munafik...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 12 January 2011, 10:01:59 AM
Samaneri Panna, menurut saya, Vasettha Sutta tidak membahas 'makhluk hidup'-nya, tetapi atribut atau ciri-ciri yang ada sewaktu lahir. Jadi rumput dan tumbuhan, walaupun tidak memiliki kesadaran, tapi setiap tumbuhan sejenis memiliki atribut dan ciri yang sama. Kita menyebutnya "tumbuhan" karena atribut tersebut. Demikian pula halnya dengan binatang.
ya, jati+vibhaga memang klasifikasi kelahiran, tp kalimatnya adalah: Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ.
kalau ditranslatekan secara lurus: klasifikasi kelahiran pada sesuatu-yg-bernafas.

kita kesampingkan dulu kata "mahkluk", krn emg kata "satta" tidak ada di sutta ini. masalahnya adalah pada sila pertama juga menggunakan kata: Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi, merujuk pada objek yg sama, nafas, disini pun tidak digunakan kata mahkluk/satta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 12 January 2011, 10:31:56 AM
ya, jati+vibhaga memang klasifikasi kelahiran, tp kalimatnya adalah: Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ.
kalau ditranslatekan secara lurus: klasifikasi kelahiran pada sesuatu-yg-bernafas.

kita kesampingkan dulu kata "mahkluk", krn emg kata "satta" tidak ada di sutta ini. masalahnya adalah pada sila pertama juga menggunakan kata: Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi, merujuk pada objek yg sama, nafas, disini pun tidak digunakan kata mahkluk/satta.
OK, ini juga sesuatu yang menarik. Kalau memang pembunuhan itu hanya dilihat dari nafas, berarti aborsi pada saat janin belum membentuk paru-paru juga bukan pembunuhan.
Kalau saya pribadi menganggap sila 1 itu hanyalah pembunuhan secara umum saja. Kalau mau sampai ke arah ilmiah, nanti kita bahas proses anaerobik juga, malah tambah rumit.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 12 January 2011, 11:14:30 AM
OK, ini juga sesuatu yang menarik. Kalau memang pembunuhan itu hanya dilihat dari nafas, berarti aborsi pada saat janin belum membentuk paru-paru juga bukan pembunuhan.
Kalau saya pribadi menganggap sila 1 itu hanyalah pembunuhan secara umum saja. Kalau mau sampai ke arah ilmiah, nanti kita bahas proses anaerobik juga, malah tambah rumit.
tidak juga, kenyataannya tumbuhan juga tidak memiliki paru-paru, tetapi dikategorikan sbg "pananam" (breathing, bagaimana orang dulu bisa tau kalau tanaman membutuhkan gas ya?). disini yg menarik kalau mau ditarik garis kesimpulan ya memang seperti pada umumnya, pananam ada 3: tumbuhan, hewan, manusia. pada janin, perpindahan gas (oksigen) dan makanan terjadi melalui placenta, ini terjadi sebelum paru2 ada. jadi sila pertama ya sama pada pengertian umumnya, menghindari membunuh tanaman, tumbuhan dan manusia
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 12 January 2011, 12:40:19 PM
Bro Sutarman yang baik, Anatta bukan benar atau tidak benar, anatta adalah kebenaran absolut. Anatta untuk diselami (dialami) bukan untuk dihafalkan. Adalah tidak tepat mengatakan seseorang yang telah menyelami anatta melekat pada anatta. Hanya orang yang belum pernah mengalami anatta, yang mengerti hanya sebatas konsep, yang terjebak melekat pada konsep anatta.

Mungkin kita memang berbeda tradisi dan pengalaman. Saya tak menyalahkan kalau bro Fabian menganggap itu sebagai kebenaran absolut. Namun walaupun itu kebenaran absolut, saya tetap bersikap untuk tidak melekat pada kebenaran absolut tersebut. Karena itulah yang diajarkan dalam Zen untuk tidak melekat pada dualisme. Pengalaman saya dalam bermeditasi atau mengajarkan orang bermeditasi menunjukkan bahwa untuk mencapai ketenangan pikiran, bahkan orang yang masih melekat pada atta (seperti teman saya yang kr****n) pun bisa mencapai ketenangan pikiran, hanya saja, menurut pengalaman saya, ketenangan pikiran itu tidak berlangsung lama dan terus menerus namun hanya sebentar dan tidak kontinu. Sedangkan dalam Zen, ketenangan pikiran itu dijaga dalam setiap hembusan dan tarikan nafas, jadi bukan waktu meditasi saja. Tapi ini mungkin karena kita beda tradisi dan pengalaman saja.

Quote
Sama tidak tepatnya mengatakan seseorang yang telah tahu 7 X 5 = 35 lalu melekat pada 35. Atau seseorang yang telah tahu bila menampar seseorang akan balas ditampar lalu dikatakan melekat pada hal itu.

Mungkin tidak tepat kalau disamakan dengan matematika. Mungkin kisah Zen mengenai Shenhui yang diketok kepalanya oleh Master Huineng dapat menjelaskan dengan tepat mengenai atta dan anatta ini. Tapi saya tidak berani memastikan apakah bro menyetujui pemikiran Master Zen Huineng itu atau tidak, karena sekali lagi, kita berbeda tradisi.

Quote
Anatta adalah kebenaran absolut, pengetahuan mengenai anatta yang sesungguhnya timbul dari mengalami sendiri, bukan dengan berspekulasi mengenai hal itu. Bila kita sendiri belum mengalami anatta maka pengetahuan kita hanya sebatas spekulasi belaka.
 
Menyelami anatta hanya didapat pada waktu kita bermeditasi Vipassana, bukan didapat sebelum meditasi Vipassana, dan pengalaman anatta juga tak bisa di dapat dengan meditasi cara lain selain Vipassana.
Mengetahui bahwa pengalaman yang kita dapatkan dalam meditasi adalah pengalaman anatta didapat setelah selesai bermeditasi Vipassana, kemudian menganalisa pengalaman-pengalaman yang telah dialami tanpa berusaha menghubung-hubungkan dengan pengetahuan teori anatta.

Sekali lagi mungkin karena kita berbeda tradisi bahkan dalam meditasi.

Quote
Pengetahuan/pengalaman anatta didapat dengan meditasi Vipassana, bukan dengan semangat metta karuna. Agar orang lain dapat menyelami anatta hanya orang itu sendiri yang mampu melihatnya, guru hanya bisa mengarahkan dengan meditasi Vipassana/Satipatthana.

Membaca sejuta buku mengenai anatta dan mendengar segala hal mengenai anatta dari sejuta guru tidak membuat seseorang menyelami anatta, seperti perumpamaan orang yang berusaha menyelami rasa buah apricot dengan membaca jutaan buku mengenai rasa buah apricot.
Hanya mengalami sendiri yang membuat seseorang mengerti dengan jelas rasa apricot, demikian juga dengan anatta.

Anatta bukan "perahu teori" anatta adalah pengetahuan langsung. Orang yang "sadar" (mengalami langsung anatta) otomatis terbebas dari pandangan salah mengenai "atta" maupun pandangan salah mengenai "anatta".
.
Sekali lagi untuk menyelami tilakkhana harus dialami, bukan cuma sekedar dipahami secara teori.
 
Melekat pada konsep anatta hanya dialami oleh mereka yang belum pernah mengalami anatta. Bagi yang telah mengalami, secara otomatis tidak melekat. Karena pengetahuan yang sesungguhnya telah dialaminya.

Sekali lagi mungkin kita memang berbeda tradisi. Saya tak menyalahkan kalau bro punya pandangan seperti itu.

Quote
Untuk menenangkan pikiran tak perlu memiliki semangat Bodhisattva, setiap orang bisa melatihnya.

Mungkin Bro salah mengerti, ketenangan pikiran adalah semacam syarat mendasar bukan hanya dalam meditasi namun dalam aktivitas sehari-hari, Zen sangat serius untuk hal ini, inilah yang disebut sebagai mindfulness / eling/ sadar setiap saat. Dan semangat Bodhisattva yang mendorong orang lain untuk bebas dari atta memang membutuhkan ketenangan pikiran. Sama seperti perumpamaan yang diberikan Buddha bahwa gajah liar hanya bisa dijinakkan oleh gajah jinak. Bagaimana mungkin kita bisa mendamaikan dunia yang tidak tenang ini, penuh dengan kemarahan, kebencian, ketakutan, kalau pikiran kita sendiri tidak tenang? Dan saya yakin satu tindakan lebih berarti dari sejuta ucapan. Tindakan yang tenang yang dihasilkan dari pikiran yang tenang adalah lebih ampuh dibandingkan kata-kata, bahasa, ucapan, ceramah nasihat dll yang semuanya dikeluarkan oleh mulut kita. Dan benar sekali semua orang bisa melatih pikiran tenang, yang menjadi pertanyaan besar adalah APAKAH SETIAP SAAT dia melatihnya atau hanya saat meditasi saja? Apakah dia menjadikannya sebagai konsep dan teori saja atau menerapkannya dalam praktik sehari-hari khususnya ketika berhubungan dengan orang lain?  Zen sangat menekankan pentingnya mindfulness bahkan dalam setiap langkah kaki yang kita ambil. Pikiran yang tenang dan fokus setiap saat, sepanjang pengalaman hidup saya, bisa menjaga agar kita selalu sadar, dan kalau kita selalu sadar setiap saat maka, menurut tradisi Zen, kita sudah tak berbeda dengan Buddha dan para Patriak. Manusia biasanya hangat-hangat tahi ayam, manusia tak bisa mempertahankan level kesadarannya dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus karena pikiran tak bisa selalu tenang namun malah terseret mengikuti gejolak perasaan/emosi. Sedangkan Buddha dapat mempertahankan level kesadarannya dalam setiap detiknya dan dalam setiap detik pikiran Sang Buddha juga sangat tenang dan tak terseret gejolak perasaan/emosi. Ketenangan pikiran-ucapan-tindakan itulah yang ingin dicapai praktisi Zen. Cita-cita yang mungkin bagi Bro Fabian sangat sepele dan terlalu sederhana, namun itulah Zen. Zen tidak muluk-muluk namun sederhana dan alamiah.  Namun walaupun sepele dan sederhana, saya yakin berdasarkan pengalaman hidup saya sendiri, sebagian besar orang tak mampu melaksanakan pikiran-ucapan-tindakan tenang setiap saat dengan baik. Mungkin Bro bisa membaca buku Thich Nhat Hanh yang berjudul 'Miracle of Mindfulness' untuk memahami tradisi meditasi Zen yang unik ini.

Quote
Mettacittena,

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 12 January 2011, 04:43:25 PM
tidak juga, kenyataannya tumbuhan juga tidak memiliki paru-paru, tetapi dikategorikan sbg "pananam" (breathing, bagaimana orang dulu bisa tau kalau tanaman membutuhkan gas ya?). disini yg menarik kalau mau ditarik garis kesimpulan ya memang seperti pada umumnya, pananam ada 3: tumbuhan, hewan, manusia. pada janin, perpindahan gas (oksigen) dan makanan terjadi melalui placenta, ini terjadi sebelum paru2 ada. jadi sila pertama ya sama pada pengertian umumnya, menghindari membunuh tanaman, tumbuhan dan manusia
Kalau menurut bro tesla, sementara tumbuhan, binatang dan manusia sama-sama bernafas (pananam), mengapa dalam sila petapa, pembunuhan dan perusakan tanaman dipisahkan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dhammadinna on 12 January 2011, 04:54:39 PM
ya, jati+vibhaga memang klasifikasi kelahiran, tp kalimatnya adalah: Jātivibhaṅgaṃ pāṇānaṃ.
kalau ditranslatekan secara lurus: klasifikasi kelahiran pada sesuatu-yg-bernafas.

kita kesampingkan dulu kata "mahkluk", krn emg kata "satta" tidak ada di sutta ini. masalahnya adalah pada sila pertama juga menggunakan kata: Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi, merujuk pada objek yg sama, nafas, disini pun tidak digunakan kata mahkluk/satta.

Sy baru tau sila ke-1 merujuk pada nafas? Sy tidak tau bahasa pali, tapi kalopun tidak mengandung kata satta (makhluk hidup), tapi salah satu syarat suatu tindakan disebut pembunuhan adalah bila ada makhluk hidup yang terbunuh... :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 12 January 2011, 04:59:01 PM
Kalau menurut bro tesla, sementara tumbuhan, binatang dan manusia sama-sama bernafas (pananam), mengapa dalam sila petapa, pembunuhan dan perusakan tanaman dipisahkan?

pengrusakan benih & hasil panen yah... ga tau jg, tp nanya balik, apakah sila yg dijelaskan di awal DN itu tidak ada yg overlapped?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 12 January 2011, 05:36:29 PM
pengrusakan benih & hasil panen yah...
Kalau hanya masalah benih dan panen, sama saja dengan ternak, bukan? Maksudnya tidak perlu mengatakan 'menghindari membunuh ternak/panen' cukup 'menghindari membunuh makhluk' yang tentu sudah mencakup ternak dan panen.

Yang saya tahu, tumbuhan memang terkategorikan sendiri. Dalam culasila di DN, adalah yang tumbuh dari benih (bijagama), dan dari akar, dahan, cabang, ranting, atau kecambah (bhutagama). Dalam Vinaya, juga diatur dalam bhutagamavagga, menyangkut pacittiya.


Quote
ga tau jg, tp nanya balik, apakah sila yg dijelaskan di awal DN itu tidak ada yg overlapped?
Overlap maksudnya berulang dua kali atau lebih? Saya belum sempat teliti satu per satu. Setahu saya juga, kalau sepertinya berulang, mungkin adalah kategori berbeda. Misalnya menerima binatang ada yang untuk diambil produknya (kambing/domba), ada yang untuk dibunuh (babi/unggas) ada yang untuk kendaraan beban (gajah/kuda/sapi). Kesemuanya tidak diterima oleh seorang bhikkhu. Saya menangkapnya begitu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 12 January 2011, 09:36:05 PM
Teman-teman... setahu saya tumbuhan tidak dianggap sebagai mahluk hidup (teman-teman pakar Abhidhamma bisa lebih jelas menerangkan mengenai hal ini).
Penyebab utama Sang Buddha memberikan peraturan itu karena dicela oleh umat yang berpaham Jaina (kaum Nigantha), yaitu tumbuhan juga dianggap sebagai mahluk hidup.
Jadi memetik atau mematikan tanaman dianggap melukai atau membunuh mahluk hidup.

 _/\_


Benar sekali, sdr. Fabian. Saya pernah membaca di situs Jainisme (lupa alamatnya) bahwa mereka menganggap ajaran Buddha tidak berbelas kasih karena salah satunya adalah masih memperbolehkan memetik/menghancurkan tanaman. Yang lainnya adalah mereka mengganggap ajaran Buddha sebagai akriyavada (tidak percaya pada akibat perbuatan/kamma) karena mengajarkan anatta yang menyatakan tidak ada aku/atman. Penalaran mereka, jika atman tidak ada maka tidak ada yang menerima akibat perbuatan, karena tidak ada yg menerima akibat perbuatan, maka tidak ada akibat perbuatan. Jelas ini pandangan salah terhadap Buddhisme.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 12 January 2011, 10:19:17 PM
Mungkin kita memang berbeda tradisi dan pengalaman. Saya tak menyalahkan kalau bro Fabian menganggap itu sebagai kebenaran absolut. Namun walaupun itu kebenaran absolut, saya tetap bersikap untuk tidak melekat pada kebenaran absolut tersebut. Karena itulah yang diajarkan dalam Zen untuk tidak melekat pada dualisme. Pengalaman saya dalam bermeditasi atau mengajarkan orang bermeditasi menunjukkan bahwa untuk mencapai ketenangan pikiran, bahkan orang yang masih melekat pada atta (seperti teman saya yang kr****n) pun bisa mencapai ketenangan pikiran, hanya saja, menurut pengalaman saya, ketenangan pikiran itu tidak berlangsung lama dan terus menerus namun hanya sebentar dan tidak kontinu. Sedangkan dalam Zen, ketenangan pikiran itu dijaga dalam setiap hembusan dan tarikan nafas, jadi bukan waktu meditasi saja. Tapi ini mungkin karena kita beda tradisi dan pengalaman saja.

Boleh tahu bro Sutarman mengajarkan meditasinya bagaimana? Bagaimana praktek meditasinya...?

Quote
Mungkin tidak tepat kalau disamakan dengan matematika. Mungkin kisah Zen mengenai Shenhui yang diketok kepalanya oleh Master Huineng dapat menjelaskan dengan tepat mengenai atta dan anatta ini. Tapi saya tidak berani memastikan apakah bro menyetujui pemikiran Master Zen Huineng itu atau tidak, karena sekali lagi, kita berbeda tradisi.

Bagaimana hubungan diketok kepala dengan pengetahuan anatta...? Apakah maksud bro dengan diketok kepalanya pengetahuan anatta jadi muncul...?

Quote
Sekali lagi mungkin karena kita berbeda tradisi bahkan dalam meditasi.

Saya tidak meragukan hal ini.

Quote
Sekali lagi mungkin kita memang berbeda tradisi. Saya tak menyalahkan kalau bro punya pandangan seperti itu.

Tidak menyalahkan...? Apakah pandangan saya tidak benar...? Bila tidak benar ungkapkan saja bro.. Saya menganggap wajar saja bila bro beranggapan pandangan saya tidak benar...

Quote
Mungkin Bro salah mengerti, ketenangan pikiran adalah semacam syarat mendasar bukan hanya dalam meditasi namun dalam aktivitas sehari-hari, Zen sangat serius untuk hal ini, inilah yang disebut sebagai mindfulness / eling/ sadar setiap saat.

Entah siapa yang mengajarkan anda bahwa ketenangan pikiran disebut juga sebagai mindfulness/eling/sadar? apakah menurut Zen demikian? Apakah ada bagian Tripitaka yang mengajarkan demikian?

Quote
Dan semangat Bodhisattva yang mendorong orang lain untuk bebas dari atta memang membutuhkan ketenangan pikiran.

Bebas dari atta? Apakah menurut Zen atta itu ada...?

Quote
Sama seperti perumpamaan yang diberikan Buddha bahwa gajah liar hanya bisa dijinakkan oleh gajah jinak. Bagaimana mungkin kita bisa mendamaikan dunia yang tidak tenang ini, penuh dengan kemarahan, kebencian, ketakutan, kalau pikiran kita sendiri tidak tenang? Dan saya yakin satu tindakan lebih berarti dari sejuta ucapan. Tindakan yang tenang yang dihasilkan dari pikiran yang tenang adalah lebih ampuh dibandingkan kata-kata, bahasa, ucapan, ceramah nasihat dll yang semuanya dikeluarkan oleh mulut kita. Dan benar sekali semua orang bisa melatih pikiran tenang, yang menjadi pertanyaan besar adalah APAKAH SETIAP SAAT dia melatihnya atau hanya saat meditasi saja?


Apakah menurut anda ketenangan hanya bisa dicapai bila orang tak pernah berhenti bermeditasi...?

Quote
Apakah dia menjadikannya sebagai konsep dan teori saja atau menerapkannya dalam praktik sehari-hari khususnya ketika berhubungan dengan orang lain?  Zen sangat menekankan pentingnya mindfulness bahkan dalam setiap langkah kaki yang kita ambil. Pikiran yang tenang dan fokus setiap saat, sepanjang pengalaman hidup saya, bisa menjaga agar kita selalu sadar, dan kalau kita selalu sadar setiap saat maka, menurut tradisi Zen, kita sudah tak berbeda dengan Buddha dan para Patriak.


Bro Sutarman yang baik, boleh minta sumbernya rujukannya di Tripitaka? Menurut Zen..?

Quote
Manusia biasanya hangat-hangat tahi ayam, manusia tak bisa mempertahankan level kesadarannya dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus karena pikiran tak bisa selalu tenang namun malah terseret mengikuti gejolak perasaan/emosi. Sedangkan Buddha dapat mempertahankan level kesadarannya dalam setiap detiknya dan dalam setiap detik pikiran Sang Buddha juga sangat tenang dan tak terseret gejolak perasaan/emosi.


Maaf saya koreksi sedikit, Sang Buddha tak terseret gejolak perasaan/emosi bukan karena mempertahankan level kesadaran dan ketenangan. Tetapi disebabkan Beliau telah memutus akar penyebabnya, yaitu kemelekatan/keinginan, Itulah penyebab Sang Buddha tak akan pernah/tak mungkin terseret gejolak perasaan/emosi.

Quote
Ketenangan pikiran-ucapan-tindakan itulah yang ingin dicapai praktisi Zen. Cita-cita yang mungkin bagi Bro Fabian sangat sepele dan terlalu sederhana, namun itulah Zen. Zen tidak muluk-muluk namun sederhana dan alamiah.  Namun walaupun sepele dan sederhana, saya yakin berdasarkan pengalaman hidup saya sendiri, sebagian besar orang tak mampu melaksanakan pikiran-ucapan-tindakan tenang setiap saat dengan baik. Mungkin Bro bisa membaca buku Thich Nhat Hanh yang berjudul 'Miracle of Mindfulness' untuk memahami tradisi meditasi Zen yang unik ini.

 _/\_

Bhiksu Thich Nhat Hanh mencampurkan antara ajaran Theravada dengan ajaran Mahayana, sehingga kita tak tahu yang mana ajaran Theravada dan ajaran Mahayana (Zen), coba selidiki lebih jauh sumber rujukan beliau bro.
Mengenai ketenangan pikiran, ucapan dan tindakan bisa dilatih dalam banyak cara, tak usah berlatih Zen bro... praktisi Brahmanisme juga banyak yang mampu melakukan hal ini.
 
Mettacittena.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 12 January 2011, 10:27:47 PM
Benar sekali, sdr. Fabian. Saya pernah membaca di situs Jainisme (lupa alamatnya) bahwa mereka menganggap ajaran Buddha tidak berbelas kasih karena salah satunya adalah masih memperbolehkan memetik/menghancurkan tanaman. Yang lainnya adalah mereka mengganggap ajaran Buddha sebagai akriyavada (tidak percaya pada akibat perbuatan/kamma) karena mengajarkan anatta yang menyatakan tidak ada aku/atman. Penalaran mereka, jika atman tidak ada maka tidak ada yang menerima akibat perbuatan, karena tidak ada yg menerima akibat perbuatan, maka tidak ada akibat perbuatan. Jelas ini pandangan salah terhadap Buddhisme.
Bro Seniya yang baik, ini disebabkan mereka masih memiliki pemikiran bahwa karma merupakan hadiah dan hukuman (reward and punishment)
Sedangkan menurut Buddhist bukan reward dan punishment, tetapi hanya konsekuensi (mere consequences).

Mettacittena.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 13 January 2011, 07:07:39 AM
Boleh tahu bro Sutarman mengajarkan meditasinya bagaimana? Bagaimana praktek meditasinya...?


Bro Fabian yang baik,

Agar tak terjadi salah paham dan untuk mengerti komentar saya sebelumnya, ada baiknya saya kutip beberapa  ‘metode’ meditasi ala Master Zen Thich Nhat Hanh. Catatan: keterangan tambahan dalam ‘tanda kurung ( )’ adalah interpretasi/penafsiran saya pribadi (correct me if I’m wrong).

-----------------------------------------------------------------------

Dikutip dari Keajaiban Hidup Sadar / The Miracle of Mindfulness halaman 107:

Duduklah dengan posisi teratai atau setengah teratai.
Mulailah mengatur napas.
Renungkanlah hakikat kekosongan (sunyata) dalam perpaduan lima agregat (panca skandha): tubuh, perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran, kesadaran.
Amati unsur demi unsur.
Lihat bahwa semuanya bertransformasi, tidak kekal (anitya/anicca) dan tanpa aku (anatta).
Perpaduan lima agregat sama dengan perpaduan semua fenomena yang ada: semuanya patuh pada hukum kesaling-ketergantungan.
Penyatuan dan pemisahan lima agregat sama dengan berkumpul dan lenyapnya awan yang menyelimuti puncak gunung.
Jangan melekat atau menolak lima agregat itu.
Ketahui bahwa perasaan suka dan tidak suka adalah fenomena perpaduan lima agregat.
Lihat dengan jelas bahwa lima agregat tidak memiliki inti (anatta) dan oleh sebab itu kosong (sunya), tetapi mereka ajaib/menakjubkan, sama ajaib/menakjubkan dengan semua fenomena di alam semesta ini.
Cobalah untuk melihat ini dengan merenungkan bahwa ketidakkekalan (anitya/anicca) adalah sebuah konsep, tanpa aku (anatta) adalah sebuah konsep, kekosongan (sunyata) adalah sebuah konsep sehingga Anda tidak akan terpenjara dalam konsep ketidakkekalan (anicca/anitya), tanpa aku (anatta/anatman), dan kekosongan (sunyata).
Anda akan melihat bahwa kekosongan (sunyata) juga kosong (sunya), dan bahwa hakikat sejati kekosongan (sunyata) tidak berbeda dengan hakikat sejati kelima agregat (panca skandha).
Catatan: Latihan ini hanya boleh dilakukan setelah melatih lima latihan sebelumnya. Waktu latihan tergantung masing-masing individu, bisa satu atau dua jam.

-------------------------------------------------------------------------------

Dikutip dari Keajaiban Hidup Sadar / The Miracle of Mindfulness halaman 113:

Duduklah dengan posisi teratai atau setengah teratai.
Amati napas.
Lakukanlah salah satu latihan atas kesaling-ketergantungan: diri Anda sendiri, tulang belulang Anda, atau seseorang yang telah meninggal dunia.
Sadari bahwa segalanya tidak kekal (anitya/anicca) dan tidak memiliki identitas abadi.
Sadari bahwa meskipun segalanya demikian, namun segalanya juga ajaib/menakjubkan.
Anda tidak terikat oleh hal-hal yang berkondisi, Anda juga tidak terikat hal-hal yang tidak berkondisi.
Sadari bahwa para Bodhisattva, meskipun mereka tidak terjebak/terbawa oleh ajaran kesaling-ketergantungan, namun mereka berdiam diri di dalamnya dan tidak tenggelam, seperti sebuah perahu di atas danau.
Renungkanlah bahwa orang-orang yang tercerahkan, meskipun tidak terperangkap oleh kerja melayani makhluk hidup, namun mereka tetap tidak pernah meninggalkan kerja mereka melayani makhluk hidup.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 13 January 2011, 07:27:44 AM
Bagaimana hubungan diketok kepala dengan pengetahuan anatta...? Apakah maksud bro dengan diketok kepalanya pengetahuan anatta jadi muncul...?

Bro Fabian yang baik,

saya berikan kisah Shenhui 神會 yang diketok kepalanya oleh Master Huineng itu.
Shenhui adalah pendiri aliran/zong 宗 , satu dari lima aliran Zen , yang disebut Heze 荷泽 (baca: Hece) atau Heze zong(荷泽宗) - yang sekarang telah punah. Karena itu Shenhui disebut juga Heze Shenhui.

Heze Shenhui (650-758) walau masih muda namun sudah memiliki pemahaman yang cukup mendalam terhadap Dharma.

Suatu hari Master Huineng bertanya kepadanya: “Kamu datang dari jauh. Apa kamu juga membawa yang paling mendasar/basic bersamamu? Coba jelaskan padaku soal itu.”

Shenhui: “Yang paling mendasar adalah ketidakmelekatan. Subjeknya adalah melihat.”

Master Huineng terdiam.

Kemudian Shenhui bertanya: “Saat duduk bermeditasi, Guru melihat atau tidak melihat?”

Master Huineng kemudian menghampiri Shenhui dan mengetok kepalanya lalu berkata: “Saat aku ketok kepalamu, kamu sakit atau tidak?”

Shenhui: “Saya merasa sakit dan tidak sakit”

Huineng: “Kalau begitu aku juga melihat dan tidak melihat.”

Shenhui nampak kebingungan dan kemudian bertanya: “Apa yang Guru maksud melihat dan tidak melihat?”

Huineng: “Aku melihat dengan jelas kesalahanku sendiri dan aku tidak melihat orang lain baik atau buruk, bijaksana atau jahat.”

Shenhui terdiam.

Huineng melanjutkan: “Lalu apa yang kamu maksud dengan sakit dan tidak sakit? Jika kamu merasa sakit berarti kamu sama saja dengan orang biasa yang gampang tersinggung dan marah. Bila kamu tidak merasa sakit berarti kamu sama saja dengan benda mati seperti batu atau kayu.”

“Melihat - tidak melihat yang kamu kaitkan dengan subjek dalam meditasi itu adalah pandangan ekstrem. Kamu tidak bisa melihat hakikat dirimu sendiri namun masih berani mengolok orang lain?”

(Catatan: yang disebut hakikat diri dalam Zen adalah kesadaran murni dalam diri)

Mendengar penjelasan itu, Shenhui bersujud sebagai tanda penghormatan sekaligus permintaan maaf. Sejak itu Shenhui menjadi murid Patriak keenam Huineng dan Shenhui kemudian menjadi seorang Master Zen yang disegani.

-----------------------------------------------

Nah, apakah Bro Fabian sudah memahami apa yang saya maksudkan dengan 'tidak melekat' bahkan kepada kebenaran 'anatta'?


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 13 January 2011, 07:38:58 AM
Bro Fabian yang baik,

Agar tak terjadi salah paham dan untuk mengerti komentar saya sebelumnya, ada baiknya saya kutip beberapa  ‘metode’ meditasi ala Master Zen Thich Nhat Hanh. Catatan: keterangan tambahan dalam ‘tanda kurung ( )’ adalah interpretasi/penafsiran saya pribadi (correct me if I’m wrong).

Bro Sutarman yang baik, kalau boleh tahu metode meditasi sesuai yang diajarkan master Thich Nhat Hanh inikah yang anda ajarkan...?

-----------------------------------------------------------------------

Quote
Dikutip dari Keajaiban Hidup Sadar / The Miracle of Mindfulness halaman 107:

Duduklah dengan posisi teratai atau setengah teratai.
Mulailah mengatur napas.
Renungkanlah hakikat kekosongan (sunyata) dalam perpaduan lima agregat (panca skandha): tubuh, perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran, kesadaran.
Amati unsur demi unsur.
Lihat bahwa semuanya bertransformasi, tidak kekal (anitya/anicca) dan tanpa aku (anatta).
Perpaduan lima agregat sama dengan perpaduan semua fenomena yang ada: semuanya patuh pada hukum kesaling-ketergantungan.
Penyatuan dan pemisahan lima agregat sama dengan berkumpul dan lenyapnya awan yang menyelimuti puncak gunung.
Jangan melekat atau menolak lima agregat itu.
Ketahui bahwa perasaan suka dan tidak suka adalah fenomena perpaduan lima agregat.
Lihat dengan jelas bahwa lima agregat tidak memiliki inti (anatta) dan oleh sebab itu kosong (sunya), tetapi mereka ajaib/menakjubkan, sama ajaib/menakjubkan dengan semua fenomena di alam semesta ini.
Cobalah untuk melihat ini dengan merenungkan bahwa ketidakkekalan (anitya/anicca) adalah sebuah konsep, tanpa aku (anatta) adalah sebuah konsep, kekosongan (sunyata) adalah sebuah konsep sehingga Anda tidak akan terpenjara dalam konsep ketidakkekalan (anicca/anitya), tanpa aku (anatta/anatman), dan kekosongan (sunyata).
Anda akan melihat bahwa kekosongan (sunyata) juga kosong (sunya), dan bahwa hakikat sejati kekosongan (sunyata) tidak berbeda dengan hakikat sejati kelima agregat (panca skandha).
Catatan: Latihan ini hanya boleh dilakukan setelah melatih lima latihan sebelumnya. Waktu latihan tergantung masing-masing individu, bisa satu atau dua jam.

Meditasi menurut master Thich Nhat Hanh ini memang beda bro, menurut meditasi Theravada, ini bukan meditasi, ini berpikir bro.
Dalam Theravada pada waktu praktek meditasi tidak diajarkan berpikir demikian, karena meditasi Vipassana Theravada diajarkan untuk melepas (tidak memikirkan) konsep bukan menambah konsep seperti yang diajarkan master Thich Nhat Hanh.

Menurut Theravada pengetahuan Anatta dll yang sesungguhnya muncul pada waktu bermeditasi. Pengetahuan anatta bukan muncul karena direnungkan.

Merenungkan bahwa anicca, dukkha, anatta adalah konsep. Pertimbangan supaya tidak terpenjara oleh konsep anicca, dukkha dan anatta akan dengan halus menyebabkan kita masuk dalam konsep juga, yaitu konsep "anicca, dukkha dan anatta bukan konsep". Jadi konsep dalam konsep. Atau konsep mengatasi konsep.

Pengetahuan Yang sejati muncul dengan sendirinya setelah mengalami, umpamanya perumpamaan orang yang memakan buah apricot lalu berkata, "Ooh demikian toh rasanya....." Demikian juga dengan pengetahuan anicca, dukkha dan anatta, setelah mengalami lalu berkata,"Ooh ternyata itu toh yang dimaksud anatta... dstnya...."

-------------------------------------------------------------------------------

Quote
Dikutip dari Keajaiban Hidup Sadar / The Miracle of Mindfulness halaman 113:

Duduklah dengan posisi teratai atau setengah teratai.
Amati napas.
Lakukanlah salah satu latihan atas kesaling-ketergantungan: diri Anda sendiri, tulang belulang Anda, atau seseorang yang telah meninggal dunia.
Sadari bahwa segalanya tidak kekal (anitya/anicca) dan tidak memiliki identitas abadi.
Sadari bahwa meskipun segalanya demikian, namun segalanya juga ajaib/menakjubkan.
Anda tidak terikat oleh hal-hal yang berkondisi, Anda juga tidak terikat hal-hal yang tidak berkondisi.
Sadari bahwa para Bodhisattva, meskipun mereka tidak terjebak/terbawa oleh ajaran kesaling-ketergantungan, namun mereka berdiam diri di dalamnya dan tidak tenggelam, seperti sebuah perahu di atas danau.
Renungkanlah bahwa orang-orang yang tercerahkan, meskipun tidak terperangkap oleh kerja melayani makhluk hidup, namun mereka tetap tidak pernah meninggalkan kerja mereka melayani makhluk hidup.

Maaf bro menurut saya (pendapat saya) ini bukan bimbingan meditasi, ini adalah bimbingan filsafat. Meditasi adalah memperhatikan objek, bukan berpikir ngalor-ngidul, walaupun yang dipikirkan adalah Dhamma ajaran Sang Buddha.

Yah mungkin memang beda.
 
Mettacittena.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 13 January 2011, 08:03:08 AM
Overlap maksudnya berulang dua kali atau lebih? Saya belum sempat teliti satu per satu. Setahu saya juga, kalau sepertinya berulang, mungkin adalah kategori berbeda. Misalnya menerima binatang ada yang untuk diambil produknya (kambing/domba), ada yang untuk dibunuh (babi/unggas) ada yang untuk kendaraan beban (gajah/kuda/sapi). Kesemuanya tidak diterima oleh seorang bhikkhu. Saya menangkapnya begitu.
misalnya ya...
hidup murni, menerima apa yang diberikan, menunggu apa yang diberikan, tanpa mencuri.
dg 1 baris kalimat ini sebenarnya sudah mencangkup byk yg dibawah2nya. kenapa harus dijabarkan terpisah lagi...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 13 January 2011, 08:15:28 AM
Penalaran mereka, jika atman tidak ada maka tidak ada yang menerima akibat perbuatan, karena tidak ada yg menerima akibat perbuatan, maka tidak ada akibat perbuatan. Jelas ini pandangan salah terhadap Buddhisme.

Thanissaro yg saya tidak diragukan "Theravadin" jg mempertanyakan kok, "If no-self, then... bla bla bla..." tidak perlu melihat jauh sampai ke Jain, dalam Buddhisme juga ada kritikan thd translate no-self, dan imo, orang yg tidak mengerti kritikan tsb akan melihat seolah-olah, sebentar eternalis, sebentar nihilis. yg bilang no-self, seolah2 Thanissaro bilang self, yg bilang self, seolah2 Thanissaro bilang no-self.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 13 January 2011, 08:38:57 AM
Bro Sutarman yang baik, kalau boleh tahu metode meditasi sesuai yang diajarkan master Thich Nhat Hanh inikah yang anda ajarkan...?

Tidak persis sama sih, biasanya saya malah lebih sederhana, intinya dari menit ke menit cuma memahami badan, perasaan, persepsi, pikiran, kesadaran.
Dan saya meluangkan waktu khusus meditasi biasanya pada pagi hari, sekitar jam 3 atau 4 pagi (saya tidur biasanya jam 8 atau 9 malam).
Selebihnya saya mengamati semua tindakan dan ucapan. Misalnya ketika makan, saya akan mengunyah lebih lama dibandingkan orang lain, karena saya menikmati cita rasa makanan dengan penuh rasa takjub dan syukur. Mencuci piring yang bagi banyak orang merupakan beban atau membosankan, saya lakukan dengan senang hati dan lagi-lagi merasa takjub dan syukur dengan berfungsinya anggota gerak badan. Ketika Anda mengambil sebuah benda, Anda mengamatinya pula dengan penuh kesadaran. Bagusnya adalah Zen membuat saya disiplin dalam menempatkan barang, dan saya selalu menjaga kerapian rumah saya. Dan saya ingat dimana sebuah benda ditaruh terakhir kali karena saya melakukannya dengan penuh mindfulness. Itu memang khas dalam Zen.

Quote
Meditasi menurut master Thich Nhat Hanh ini memang beda bro, menurut meditasi Theravada, ini bukan meditasi, ini berpikir bro.
Dalam Theravada pada waktu praktek meditasi tidak diajarkan berpikir demikian, karena meditasi Vipassana Theravada diajarkan untuk melepas (tidak memikirkan) konsep bukan menambah konsep seperti yang diajarkan master Thich Nhat Hanh.

Menurut Theravada pengetahuan Anatta dll yang sesungguhnya muncul pada waktu bermeditasi. Pengetahuan anatta bukan muncul karena direnungkan.

Merenungkan bahwa anicca, dukkha, anatta adalah konsep. Pertimbangan supaya tidak terpenjara oleh konsep anicca, dukkha dan anatta akan dengan halus menyebabkan kita masuk dalam konsep juga, yaitu konsep "anicca, dukkha dan anatta bukan konsep". Jadi konsep dalam konsep. Atau konsep mengatasi konsep.


saya tahu kita berbeda tradisi karena justru Zen menunjuk langsung pada pikiran. Pikiran dalam Zen adalah tak terukur. Pikiran baik dikembangkan sebaliknya pikiran jahat dikendalikan bahkan kalau bisa dimusnahkan. Ini merefer pada petunjuk Sang Buddha itu sendiri. Semua itu untuk menuju pada kesadaran murni yang merupakan isu penting dalam Zen. Dan bagi praktisi Zen, ini bukan sekedar konsep melainkan praktik. Zen lebih mementingkan praktik 'perhatian penuh kesadaran' atau 'konsentrasi pikiran' atau 'mindfulness' atau 'eling' atau apapun sebutannya. Zen berusaha untuk tidak melekat pada istilah atau kata atau bahasa. Ibarat jari menunjuk bulan. Itulah bahasa, kata, istilah, konsep, dll. Itulah pepatah terkenal dari patriak Huineng yang buta huruf namun telah mencapai kesadaran murni. Pikiran adalah Buddha. Itulah pepatah terkenal dari Master Zen Mazu Daoyi yang sangat berani.

Quote
Maaf bro menurut saya (pendapat saya) ini bukan bimbingan meditasi, ini adalah bimbingan filsafat. Meditasi adalah memperhatikan objek, bukan berpikir ngalor-ngidul, walaupun yang dipikirkan adalah Dhamma ajaran Sang Buddha.

Yah mungkin memang beda.
 

Namun dalam tradisi Zen, pikiran adalah awal segalanya. Sesuai petunjuk Sang Buddha itu sendiri dalam Dhammapada. Pikiran adalah sumber dari semua ucapan dan tindakan. Ibarat mencabut rumput (ucapan dan tindakan) bila tidak sampai pada akarnya (pikiran) maka akan sia-sia belaka, karma akan terus tumbuh/muncul, bila kita tidak mencabut hingga ke akarnya, dan tumimbal lahir akan terus terjadi.

Pikiran menemukan pikiran. Buddha menemukan Buddha. Itu juga pepatah terkenal dalam tradisi Zen.

Yah, kita memang berbeda tradisi.

Quote
Mettacittena.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 13 January 2011, 09:05:36 AM
misalnya ya...
hidup murni, menerima apa yang diberikan, menunggu apa yang diberikan, tanpa mencuri.
dg 1 baris kalimat ini sebenarnya sudah mencangkup byk yg dibawah2nya. kenapa harus dijabarkan terpisah lagi...
Bagian itu didahului dengan "menghindari/menjauhi mengambil apa yang tidak diberikan", lalu maksud bro tesla, di bawahnya itu adalah "overlapped". Pertama-tama saya singgung dulu bahwa ini masih dalam satu sila, jadi bukan seperti sila 'pembunuhan makhluk' muncul lalu 'pembunuhan' tumbuhan muncul lagi di sila lain.

Mengenai penjelasannya, juga tidak 'mubazir' karena "menerima" dan "menunggu" pemberian menjelaskan bahwa selain tidak mengambil apa yang tidak diberikan, petapa Gotama juga tidak meminta dan hidupnya hanya bergantung dari pemberian.
Kejelasan dari sila ini yang membedakan antara petapa yang hanya berjalan dan menerima dana jika dipanggil, dengan petapa yang menyodorkan mangkuk dan meminta dana. Keduanya sama-sama tidak mencuri, namun perilakunya berbeda.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 13 January 2011, 09:24:53 AM
yg ini kah maksudnya?

Quote
[4] 1.8. ‘“Menghindari pembunuhan, Petapa Gotama berdiam dengan menjauhi9 pembunuhan, tanpa tongkat atau pedang, cermat, penuh belas kasih, bergerak demi kesejahteraan semua makhluk hidup.”

Quote
1.10. ‘“Petapa Gotama adalah seorang yang menjauhi merusak benih dan hasil panen.

Quote
1.11. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, cenderung merusak benih-benih itu yang tumbuh dari akar-akar, dari tangkai, dari ruas-ruas, dari irisan, dari biji, Petapa Gotama menghindari perusakan demikian.” Demikianlah orang-orang biasa akan memuji Sang Tathāgata.’ [6]
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 13 January 2011, 09:57:51 AM
tidak juga, kenyataannya tumbuhan juga tidak memiliki paru-paru, tetapi dikategorikan sbg "pananam" (breathing, bagaimana orang dulu bisa tau kalau tanaman membutuhkan gas ya?). disini yg menarik kalau mau ditarik garis kesimpulan ya memang seperti pada umumnya, pananam ada 3: tumbuhan, hewan, manusia. pada janin, perpindahan gas (oksigen) dan makanan terjadi melalui placenta, ini terjadi sebelum paru2 ada. jadi sila pertama ya sama pada pengertian umumnya, menghindari membunuh tanaman, tumbuhan dan manusia

Kalau mengarti-kan makhluk/being/satta hanya berdasarkan kebutuhan akan udara/gas/semacam-nya maka kita akan bingung dengan kehidupan yang tidak memerlukan udara seperti bakteri an-aerob... karena ada bakteri aerob (memerlukan udara), ada bakteri an-aerob (tidak memerlukan udara/gas) tetapi masih bisa hidup.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 13 January 2011, 10:01:18 AM
Thanissaro yg saya tidak diragukan "Theravadin" jg mempertanyakan kok, "If no-self, then... bla bla bla..." tidak perlu melihat jauh sampai ke Jain, dalam Buddhisme juga ada kritikan thd translate no-self, dan imo, orang yg tidak mengerti kritikan tsb akan melihat seolah-olah, sebentar eternalis, sebentar nihilis. yg bilang no-self, seolah2 Thanissaro bilang self, yg bilang self, seolah2 Thanissaro bilang no-self.

Makanya saya setuju sekali dengan kesimpulan bro TESLA bahwa apa yang dipaparkan di dalam anattalakkhana sutta adalah bahwa pancakhanda bukan atta... tidak dibahas apakah atta itu ada atau tidak, darimana atta itu berawal, apakah atta itu masih ada sesudah parinibbana atau tidak, dst-nya...

Rupaya BUDDHA memang MAHATAHU dan super pintar... hehehe, menyelesaikan polemik yang begitu sulit-nya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 13 January 2011, 12:03:30 PM
yg ini kah maksudnya?

1.10. ‘“Petapa Gotama adalah seorang yang menjauhi merusak benih dan hasil panen.

1.11. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, cenderung merusak benih-benih itu yang tumbuh dari akar-akar, dari tangkai, dari ruas-ruas, dari irisan, dari biji, Petapa Gotama menghindari perusakan demikian.” Demikianlah orang-orang biasa akan memuji Sang Tathāgata.’ [6]
1.11 tersebut adalah bagian ke dua (majjhima sila), yang merupakan penjelasan atau pengembangan dari cula sila.
Dalam 1.10 dikatakan benih dan hasil panen, lalu di 1.11 dijelaskan bahwa perusakan akar, batang, dahan, ranting dan benih (tunas) adalah termasuk perusakan benih dan hasil panen tersebut.

Contoh penjelasan lain adalah di 1.10 juga dikatakan tentang menghindari menonton tarian, nyanyian, musik, atau pertunjukan, lalu di 1.13 dijelaskan contoh pertunjukan apa sajakah yang dimaksud.

Contoh penambahan yang berhubungan cula sila adalah di 1.14 menjelaskan pencarian kesenangan yang dihindari bukan hanya dari menonton pertunjukan, tetapi juga dari permainan-permainan lainnya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 13 January 2011, 12:43:27 PM
lalu ini maksudnya dipisahkan gimana ya? (imo kan penjabaran definisi aja)

Kalau menurut bro tesla, sementara tumbuhan, binatang dan manusia sama-sama bernafas (pananam), mengapa dalam sila petapa, pembunuhan dan perusakan tanaman dipisahkan?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 13 January 2011, 01:56:29 PM
lalu ini maksudnya dipisahkan gimana ya? (imo kan penjabaran definisi aja)

Kalau menurut bro tesla, sementara tumbuhan, binatang dan manusia sama-sama bernafas (pananam), mengapa dalam sila petapa, pembunuhan dan perusakan tanaman dipisahkan?
Maksud saya kalau memang sama-sama 'pembunuhan', maka bagian panatipata sudah mencakup tumbuhan, jadi sila merusak tumbuhan tidak berdiri sendiri, sebagaimana tidak ada dipisahkan pembunuhan manusia dan pembunuhan hewan. 

Kemudian bagian pertama (cula sila) dijelaskan di bagian ke dua (majjhima sila). Sedangkan sila panatipata dan benih itu sama-sama di dalam cula sila juga. Jadi sepertinya itu bukan penjelasan, tapi berdiri sendiri masing-masing. Baru di bagian ke dua, yang tumbuhan itu dijelaskan lebih terperinci.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 13 January 2011, 03:53:17 PM
dalam cula sila paragraf terakhir memang di ulang2 kok utk menegaskan mungkin:

Quote
1.10. ‘“Petapa Gotama adalah seorang yang menjauhi merusak benih dan hasil panen. Beliau makan sekali sehari dan tidak makan pada waktu malam, menjauhi makan pada waktu yang salah.13 Beliau menghindari menonton tari-tarian, nyanyian, musik, dan pertunjukan. Beliau menghindari memakai karangan bunga, pengharum, kosmetik, dan perhiasan. Beliau menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi atau lebar. Beliau menghindari menerima emas dan perak.14 Beliau menghindari menerima beras mentah atau daging mentah, Beliau tidak menerima perempuan atau gadis muda, budak laki-laki atau perempuan, domba dan kambing, ayam dan babi, gajah, sapi, kuda jantan dan betina, ladang dan bidang tanah;15 Beliau menghindari menjadi kurir, membeli dan menjual, menipu dengan timbangan dan takaran yang salah, dari menyuap dan korupsi, dari penipuan dan kemunafikan, dari melukai, membunuh, memenjarakan, perampok jalanan, dan mengambil makanan dengan paksa.” Demikianlah orang-orang biasa akan memuji Sang Tathāgata.’

itu perampok jalanan juga dipisahin... tuing??

imo, tumbuhan dipisahkan karena tumbuhan tidak bergerak, jadi ga perlu pakai tongkat/pedang... dg gampang bisa dibunuh... sedangkan utk orang jahat dibedain lagi utk menghilangkan keraguan apakah Buddha membalas jahat dg jahat... secara pasti harus tanya pada Buddha...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 13 January 2011, 04:46:07 PM
dalam cula sila paragraf terakhir memang di ulang2 kok utk menegaskan mungkin:
Quote
1.10. ‘“Petapa Gotama adalah seorang yang menjauhi merusak benih dan hasil panen. Beliau makan sekali sehari dan tidak makan pada waktu malam, menjauhi makan pada waktu yang salah.13 Beliau menghindari menonton tari-tarian, nyanyian, musik, dan pertunjukan. Beliau menghindari memakai karangan bunga, pengharum, kosmetik, dan perhiasan. Beliau menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi atau lebar. Beliau menghindari menerima emas dan perak.14 Beliau menghindari menerima beras mentah atau daging mentah, Beliau tidak menerima perempuan atau gadis muda, budak laki-laki atau perempuan, domba dan kambing, ayam dan babi, gajah, sapi, kuda jantan dan betina, ladang dan bidang tanah;15 Beliau menghindari menjadi kurir, membeli dan menjual, menipu dengan timbangan dan takaran yang salah, dari menyuap dan korupsi, dari penipuan dan kemunafikan, dari melukai, membunuh, memenjarakan, perampok jalanan, dan mengambil makanan dengan paksa.” Demikianlah orang-orang biasa akan memuji Sang Tathāgata.’

itu perampok jalanan juga dipisahin... tuing??
Bagian dari 'kurir' sampai 'mengambil makanan dengan paksa' itu adalah menjelaskan tentang penghidupan salah yang dihindari. Ingat ada member yang mengatakan ada pembunuhan yang disetujui Buddha? Aplikasinya seperti ini: Pembunuhan jelas dihindari. Tapi ada orang-orang tertentu membunuh bukan karena kebencian, bukan karena senang menyakiti, namun karena terpaksa untuk mencari makan atau mempertahankan diri. Tetapi di sini Buddha mengatakan pembunuhan demikian juga dihindari.

Penghidupan salah ini diuraikan lagi dalam Maha sila.


Quote
imo, tumbuhan dipisahkan karena tumbuhan tidak bergerak, jadi ga perlu pakai tongkat/pedang... dg gampang bisa dibunuh... sedangkan utk orang jahat dibedain lagi utk menghilangkan keraguan apakah Buddha membalas jahat dg jahat... secara pasti harus tanya pada Buddha...
Ya, tentu sah saja bro tesla berpendapat demikian.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 13 January 2011, 05:12:03 PM
itu perampok jalanan juga dipisahin... tuing??

Bagian dari 'kurir' sampai 'mengambil makanan dengan paksa' itu adalah menjelaskan tentang penghidupan salah yang dihindari. Ingat ada member yang mengatakan ada pembunuhan yang disetujui Buddha? Aplikasinya seperti ini: Pembunuhan jelas dihindari. Tapi ada orang-orang tertentu membunuh bukan karena kebencian, bukan karena senang menyakiti, namun karena terpaksa untuk mencari makan atau mempertahankan diri. Tetapi di sini Buddha mengatakan pembunuhan demikian juga dihindari.
wah susah juga yah, kalau kita kategorikan ini penghidupan salah, tp ini pun tidak mencangkup semua, mengapa perdagangan mahkluk, minuman keras, senjata tidak disebutkan? dan ini sila pertapa kan? kalau sila pertapa kan dah jelas sebenarnya hidup dg menerima aja (tidak ber-usaha seperti perumah tangga) seperti yg dijelaskan sebelumnya.

Quote
Penghidupan salah ini diuraikan lagi dalam Maha sila.

Ya, tentu sah saja bro tesla berpendapat demikian.
pendapat saya sebenarnya sila di sini tidak simetris... mungkin saja dalam pemikiran Buddha, tanaman bukan mahkluk hidup (breathing things) tetapi menjadi kontradiksi dg Vasetha Sutta (yg mengatakan classification birth of breathing things). mungkin Vasetha Sutta adalah penambahan belakang. saya melihat translate pananam menjadi living thing *bukan living being* karena para penterjemah sudah melihat kontradiksi ini. btw patokan pancasila utk upasaka & upasika di sutta mana yah... coba kita teliti lagi dari sumbernya langsung. awal DN ini kan sila pertapa, bukan sila perumah tangga, cmiiw...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 13 January 2011, 05:27:22 PM
Bro Fabian yang baik,

saya berikan kisah Shenhui 神會 yang diketok kepalanya oleh Master Huineng itu.
Shenhui adalah pendiri aliran/zong 宗 , satu dari lima aliran Zen , yang disebut Heze 荷泽 (baca: Hece) atau Heze zong(荷泽宗) - yang sekarang telah punah. Karena itu Shenhui disebut juga Heze Shenhui.

Heze Shenhui (650-758) walau masih muda namun sudah memiliki pemahaman yang cukup mendalam terhadap Dharma.

Suatu hari Master Huineng bertanya kepadanya: “Kamu datang dari jauh. Apa kamu juga membawa yang paling mendasar/basic bersamamu? Coba jelaskan padaku soal itu.”

Shenhui: “Yang paling mendasar adalah ketidakmelekatan. Subjeknya adalah melihat.”

Master Huineng terdiam.

Kemudian Shenhui bertanya: “Saat duduk bermeditasi, Guru melihat atau tidak melihat?”

Master Huineng kemudian menghampiri Shenhui dan mengetok kepalanya lalu berkata: “Saat aku ketok kepalamu, kamu sakit atau tidak?”
Shenhui: “Saya merasa sakit dan tidak sakit”

Bro Sutarman yang baik, bila saya dalam posisi Shenhui inilah jawaban saya: Apakah Master Huineng tidak tahu bagaimana rasanya digetok kepalanya...?

Quote
Huineng: “Kalau begitu aku juga melihat dan tidak melihat.”

Shenhui nampak kebingungan dan kemudian bertanya: “Apa yang Guru maksud melihat dan tidak melihat?”

Huineng: “Aku melihat dengan jelas kesalahanku sendiri dan aku tidak melihat orang lain baik atau buruk, bijaksana atau jahat.”

Shenhui terdiam.

Huineng melanjutkan: “Lalu apa yang kamu maksud dengan sakit dan tidak sakit? Jika kamu merasa sakit berarti kamu sama saja dengan orang biasa yang gampang tersinggung dan marah. Bila kamu tidak merasa sakit berarti kamu sama saja dengan benda mati seperti batu atau kayu.”
Ini kok nggak nyambung dengan topik persoalan yaitu: waktu meditasi master Huineng melihat atau tidak melihat..? Apakah master Huineng sedang meditasi atau sedang introspeksi diri?

Quote
“Melihat - tidak melihat yang kamu kaitkan dengan subjek dalam meditasi itu adalah pandangan ekstrem. Kamu tidak bisa melihat hakikat dirimu sendiri namun masih berani mengolok orang lain?”

(Catatan: yang disebut hakikat diri dalam Zen adalah kesadaran murni dalam diri)

Mendengar penjelasan itu, Shenhui bersujud sebagai tanda penghormatan sekaligus permintaan maaf. Sejak itu Shenhui menjadi murid Patriak keenam Huineng dan Shenhui kemudian menjadi seorang Master Zen yang disegani.
Pertanyaannya sederhana begitu kok tidak dijawab oleh master Huineng...? Malah balik menyerang orang lain...?
Jawabannya sederhana kok cuma ada tiga: 1. melihat   2. tidak melihat     3. tidak tahu....
-----------------------------------------------

Quote
Nah, apakah Bro Fabian sudah memahami apa yang saya maksudkan dengan 'tidak melekat' bahkan kepada kebenaran 'anatta'?
Maaf bro, sejujurnya saya tetap tidak mengerti yang dimaksud "tidak melekat" versi anda...

Mettacittena,



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 13 January 2011, 05:34:14 PM
:))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 13 January 2011, 05:45:46 PM
Thanissaro yg saya tidak diragukan "Theravadin" jg mempertanyakan kok, "If no-self, then... bla bla bla..." tidak perlu melihat jauh sampai ke Jain, dalam Buddhisme juga ada kritikan thd translate no-self, dan imo, orang yg tidak mengerti kritikan tsb akan melihat seolah-olah, sebentar eternalis, sebentar nihilis. yg bilang no-self, seolah2 Thanissaro bilang self, yg bilang self, seolah2 Thanissaro bilang no-self.

Seorang bhikkhu Theravadin belum tentu berpandangan benar. Di Thailand ada aliran Dhammakaya yang membuat heboh Thailand, pengikutnya jutaan, mereka memiliki pandangan atta, bukan berpandangan anatta. Pandangan-pandangan mereka kadang lebih mirip Mahayana.

Pandangan bhikkhu Thanissaro sendiri ambigu (tak jelas).

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 13 January 2011, 06:07:21 PM
Tidak persis sama sih, biasanya saya malah lebih sederhana, intinya dari menit ke menit cuma memahami badan, perasaan, persepsi, pikiran, kesadaran.
Dan saya meluangkan waktu khusus meditasi biasanya pada pagi hari, sekitar jam 3 atau 4 pagi (saya tidur biasanya jam 8 atau 9 malam).
Selebihnya saya mengamati semua tindakan dan ucapan. Misalnya ketika makan, saya akan mengunyah lebih lama dibandingkan orang lain, karena saya menikmati cita rasa makanan dengan penuh rasa takjub dan syukur. Mencuci piring yang bagi banyak orang merupakan beban atau membosankan, saya lakukan dengan senang hati dan lagi-lagi merasa takjub dan syukur dengan berfungsinya anggota gerak badan.

Kalau boleh tahu bersyukur kepada siapa bro...?

Quote
Ketika Anda mengambil sebuah benda, Anda mengamatinya pula dengan penuh kesadaran. Bagusnya adalah Zen membuat saya disiplin dalam menempatkan barang, dan saya selalu menjaga kerapian rumah saya.
Adik saya tidak belajar Zen tapi dia disiplin dan juga rapi dalam menempatkan barang bro.

Quote
Dan saya ingat dimana sebuah benda ditaruh terakhir kali karena saya melakukannya dengan penuh mindfulness. Itu memang khas dalam Zen.
Adik saya juga ingat tempat dia menaruh terakhir kali walaupun tidak belajar Zen bro....

Quote
saya tahu kita berbeda tradisi karena justru Zen menunjuk langsung pada pikiran. Pikiran dalam Zen adalah tak terukur. Pikiran baik dikembangkan sebaliknya pikiran jahat dikendalikan bahkan kalau bisa dimusnahkan. Ini merefer pada petunjuk Sang Buddha itu sendiri. Semua itu untuk menuju pada kesadaran murni yang merupakan isu penting dalam Zen. Dan bagi praktisi Zen, ini bukan sekedar konsep melainkan praktik. Zen lebih mementingkan praktik 'perhatian penuh kesadaran' atau 'konsentrasi pikiran' atau 'mindfulness' atau 'eling' atau apapun sebutannya.

 Mengenai praktek... semua agama juga mengajarkan yang penting praktek.... Tapi praktek tiap agama beda-beda bro...  Sebelumnya anda katakan bahwa ketenangan pikiran itulah mindfulness/eling/... Boleh saya bertanya lagi dimana rujukannya dalam Tripitaka...?

Quote
Zen berusaha untuk tidak melekat pada istilah atau kata atau bahasa. Ibarat jari menunjuk bulan. Itulah bahasa, kata, istilah, konsep, dll. Itulah pepatah terkenal dari patriak Huineng yang buta huruf namun telah mencapai kesadaran murni. Pikiran adalah Buddha. Itulah pepatah terkenal dari Master Zen Mazu Daoyi yang sangat berani.
Bagaimana pikiran kriminal? Apakah itu pikiran Buddha juga...? Apakah pikiran kriminal adalah pikiran Buddha dengan istilah lain...?

Quote
Namun dalam tradisi Zen, pikiran adalah awal segalanya. Sesuai petunjuk Sang Buddha itu sendiri dalam Dhammapada. Pikiran adalah sumber dari semua ucapan dan tindakan. Ibarat mencabut rumput (ucapan dan tindakan) bila tidak sampai pada akarnya (pikiran) maka akan sia-sia belaka, karma akan terus tumbuh/muncul, bila kita tidak mencabut hingga ke akarnya, dan tumimbal lahir akan terus terjadi.
Setuju bro....

Quote
Pikiran menemukan pikiran. Buddha menemukan Buddha. Itu juga pepatah terkenal dalam tradisi Zen.

Yah, kita memang berbeda tradisi.

 _/\_

Ya, memang beda bro...

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 13 January 2011, 07:02:18 PM
Seorang bhikkhu Theravadin belum tentu berpandangan benar. Di Thailand ada aliran Dhammakaya yang membuat heboh Thailand, pengikutnya jutaan, mereka memiliki pandangan atta, bukan berpandangan anatta. Pandangan-pandangan mereka kadang lebih mirip Mahayana.

Pandangan bhikkhu Thanissaro sendiri ambigu (tak jelas).


setuju.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Triyana2009 on 13 January 2011, 07:19:55 PM
Namo Buddhaya,

setuju.

Lho kok ambigu, berarti Dhammakaya movement tidak bisa dikatakan keliru dong......

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 13 January 2011, 07:45:17 PM
Seorang bhikkhu Theravadin belum tentu berpandangan benar. Di Thailand ada aliran Dhammakaya yang membuat heboh Thailand, pengikutnya jutaan, mereka memiliki pandangan atta, bukan berpandangan anatta. Pandangan-pandangan mereka kadang lebih mirip Mahayana.

Pandangan bhikkhu Thanissaro sendiri ambigu (tak jelas).

maaf ! setuju utk tulisan biru

  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 13 January 2011, 10:55:45 PM
OK, ini juga sesuatu yang menarik. Kalau memang pembunuhan itu hanya dilihat dari nafas, berarti aborsi pada saat janin belum membentuk paru-paru juga bukan pembunuhan.
Kalau saya pribadi menganggap sila 1 itu hanyalah pembunuhan secara umum saja. Kalau mau sampai ke arah ilmiah, nanti kita bahas proses anaerobik juga, malah tambah rumit.


sory udah ketinggalan banyak, baru ga online sehari dah panjang halamannya.

bukankah yg memenuhi kriteria diatas disebut pembunuhan krn adanya consciousness disitu, begitu adanya pembuahan maka si "kesadaran" ini segera menempati rumah baru (pembentukan janin dlm proses). sory blm mencantumkan suttanya krn barusan buka jadi blm sempat nyari, besok lusa baru sempat nyari stlh mengantarkan teman Singapore ini. sekali lagi sory ya.

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 13 January 2011, 11:00:01 PM
tidak juga, kenyataannya tumbuhan juga tidak memiliki paru-paru, tetapi dikategorikan sbg "pananam" (breathing, bagaimana orang dulu bisa tau kalau tanaman membutuhkan gas ya?). disini yg menarik kalau mau ditarik garis kesimpulan ya memang seperti pada umumnya, pananam ada 3: tumbuhan, hewan, manusia. pada janin, perpindahan gas (oksigen) dan makanan terjadi melalui placenta, ini terjadi sebelum paru2 ada. jadi sila pertama ya sama pada pengertian umumnya, menghindari membunuh tanaman, tumbuhan dan manusia

bagaimana dg daun? bukankah didaun terjadi proses tumbuhan memasak chlorofil dan melepas O2, tentunya bukan bentuk paru2 spt manusia, tp toh fungsinya spt bernafas...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 13 January 2011, 11:09:42 PM
dalam cula sila paragraf terakhir memang di ulang2 kok utk menegaskan mungkin:

itu perampok jalanan juga dipisahin... tuing??

imo, tumbuhan dipisahkan karena tumbuhan tidak bergerak, jadi ga perlu pakai tongkat/pedang... dg gampang bisa dibunuh... sedangkan utk orang jahat dibedain lagi utk menghilangkan keraguan apakah Buddha membalas jahat dg jahat... secara pasti harus tanya pada Buddha...

kalo dah nanya quote disini ya bro.... ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 14 January 2011, 07:03:01 AM
Bro Sutarman yang baik, bila saya dalam posisi Shenhui inilah jawaban saya: Apakah Master Huineng tidak tahu bagaimana rasanya digetok kepalanya...?
 Ini kok nggak nyambung dengan topik persoalan yaitu: waktu meditasi master Huineng melihat atau tidak melihat..? Apakah master Huineng sedang meditasi atau sedang introspeksi diri?
Pertanyaannya sederhana begitu kok tidak dijawab oleh master Huineng...? Malah balik menyerang orang lain...?
Jawabannya sederhana kok cuma ada tiga: 1. melihat   2. tidak melihat     3. tidak tahu....
-----------------------------------------------
Maaf bro, sejujurnya saya tetap tidak mengerti yang dimaksud "tidak melekat" versi anda...

Mettacittena,

Bro fabian yang baik,

Saya pikir Bro cukup cerdas menangkap yang dimaksud Master Zen Huineng, saya jadi kecewa bila harus menjelaskannya dengan kata-kata 'lugas' yang bisa jadi 'menusuk' hati Bro. Karena kita memang berbeda tradisi seperti yang sudah saya katakan dari awal.
Baiklah saya jelaskan dengan kata-kata saya yang lebih lugas, mohon dimaafkan sebelumnya, kuncinya adalah 'meditasi' jenis apa yang diikuti Shenhui yang 'subjek' nya 'melihat' objek sebagaimanamestinya. Nah, semoga Bro Fabian cukup cerdas untuk mengetahui sendiri jawabannya. Dan Bro juga tahu apa hubungannya dengan tidak melekat pada anatta seperti yang saya argumenkan sebelumnya.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 14 January 2011, 07:38:05 AM
Kalau boleh tahu bersyukur kepada siapa bro...?

Bersyukur pada HIDUP itu sendiri. Menyadari bahwa kita masih HIDUP / BERNAPAS. Setelah kita menyadari bahwa semua itu hanya gabungan lima agregat yang hakikat sejatinya sunya. Jadi walau SUNYA namun HIDUP. Di sinilah keajaiban/miracle-nya yang sering dilupakan Buddhist sehingga mereka tak bisa bersyukur RIGHT HERE dan RIGHT NOW.

Quote
Adik saya tidak belajar Zen tapi dia disiplin dan juga rapi dalam menempatkan barang bro.
Adik saya juga ingat tempat dia menaruh terakhir kali walaupun tidak belajar Zen bro....

Kalau benar demikian, dia punya bakat dalam meditasi Mindfulness. 

Quote

 Mengenai praktek... semua agama juga mengajarkan yang penting praktek.... Tapi praktek tiap agama beda-beda bro...  Sebelumnya anda katakan bahwa ketenangan pikiran itulah mindfulness/eling/... Boleh saya bertanya lagi dimana rujukannya dalam Tripitaka...?

Sekarang lupakanlah dulu Tripitaka (saya sebagai praktisi Zen juga menjaga sikap skeptis terhadap Tripitaka maupun Tipitaka dalam batas-batas tertentu). Saya balik tanya kepada Anda apakah Buddha mengajarkan agar: Pikiran kita kacau balau atau tenang? Pikiran kita keruh kotor atau suci murni? Pikiran kita fokus atau terceraiberai?

Quote
Bagaimana pikiran kriminal? Apakah itu pikiran Buddha juga...? Apakah pikiran kriminal adalah pikiran Buddha dengan istilah lain...?

Jawabannya sudah terwakili dengan pertanyaan saya di atas.

Quote
Mettacittena,

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 14 January 2011, 07:44:22 AM
Bro fabian yang baik,

Saya pikir Bro cukup cerdas menangkap yang dimaksud Master Zen Huineng, saya jadi kecewa bila harus menjelaskannya dengan kata-kata 'lugas' yang bisa jadi 'menusuk' hati Bro. Karena kita memang berbeda tradisi seperti yang sudah saya katakan dari awal.

Yang jelas saya tidak biasa menginterpretasikan apa yang saya baca, seperti anda bro... Kita memang beda karena saya tak suka mencari pembenaran-pembenaran. Prinsip saya bila ada sebutkan, bila tak ada bilang saja tak ada. Saya memang suka bicara lugas.

Quote
Baiklah saya jelaskan dengan kata-kata saya yang lebih lugas, mohon dimaafkan sebelumnya, kuncinya adalah 'meditasi' jenis apa yang diikuti Shenhui yang 'subjek' nya 'melihat' objek sebagaimanamestinya. Nah, semoga Bro Fabian cukup cerdas untuk mengetahui sendiri jawabannya. Dan Bro juga tahu apa hubungannya dengan tidak melekat pada anatta seperti yang saya argumenkan sebelumnya.

 _/\_

Yang bold, bila anda katakan itu adalah Vipassana, itu adalah pendapat anda sendiri bro. Harap jangan berputar-putar bro... Sebutkan saja objek meditasi apa yang di ikuti oleh Shenhui...? Apakah di percakapan tersebut disebutkan jenis meditasinya...? Atau itu hanya interpretasi anda sendiri..?

Anda perlu lebih banyak belajar Vipassana sebelum memberi komentar menyama-nyamakan Vipassana dengan meditasi Zen, menurut saya anda belum banyak mengerti mengenai Vipassana, contohnya dua pernyataan berikut berasal dari anda:

Di satu pihak anda mengatakan melihat sebagaimana adanya
Di pihak lain anda mengatakan mencabut pikiran-pikiran jahat.

Disatu sisi melihat segala sesuatu sebagai anicca, dukkha dan anatta
Disisi lain merenungkan anicca, dukkha dan anatta sebagai konsep belaka.

Nampak sekali anda hanya bicara berputar-putar bro...
Saya tidak melihat konsistensi dalam tulisan anda.  (no offense)

Cobalah untuk lebih konsisten dan straight to the point dalam diskusi bro...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 14 January 2011, 07:58:30 AM
kalo dah nanya quote disini ya bro.... ;D ;D
nanti khan buda akan dateng ke indo, bisa di tanya tuh =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 14 January 2011, 08:00:29 AM
Seorang bhikkhu Theravadin belum tentu berpandangan benar. Di Thailand ada aliran Dhammakaya yang membuat heboh Thailand, pengikutnya jutaan, mereka memiliki pandangan atta, bukan berpandangan anatta. Pandangan-pandangan mereka kadang lebih mirip Mahayana.

Pandangan bhikkhu Thanissaro sendiri ambigu (tak jelas).


kalau begitu apalagi pandangan umat awam bang ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 14 January 2011, 08:03:19 AM
Bersyukur pada HIDUP itu sendiri. Menyadari bahwa kita masih HIDUP / BERNAPAS. Setelah kita menyadari bahwa semua itu hanya gabungan lima agregat yang hakikat sejatinya sunya. Jadi walau SUNYA namun HIDUP. Di sinilah keajaiban/miracle-nya yang sering dilupakan Buddhist sehingga mereka tak bisa bersyukur RIGHT HERE dan RIGHT NOW.

Anda ini Buddhist tetapi jalan berpikirnya seperti agama tetangga saja.
Mengenai sunya, darimana anda tahu anda sunya...hanya dalam konsep anda kan?

Quote
Kalau benar demikian, dia punya bakat dalam meditasi Mindfulness. 
Pertanyaan saya, hanya itukah yang didapat dalam meditasi Zen..? Adik saya tak berlatih juga memilikinya, demikian juga banyak orang-orang lainnya yang tak berlatih Zen.

Quote
Sekarang lupakanlah dulu Tripitaka (saya sebagai praktisi Zen juga menjaga sikap skeptis terhadap Tripitaka maupun Tipitaka dalam batas-batas tertentu).

Maaf bila demikian berarti saya diskusi dengan orang yang bicara berdasarkan pendapat pribadinya sendiri, tidak berdasarkan rujukan yang sah. Berarti ini saatnya saya menghentikan diskusi kita.

Quote
Saya balik tanya kepada Anda apakah Buddha mengajarkan agar: Pikiran kita kacau balau atau tenang? Pikiran kita keruh kotor atau suci murni? Pikiran kita fokus atau terceraiberai?
Inilah jawaban meditator Vipassana: Pikiran hanyalah pikiran, perhatikan saja apa adanya.

Quote
Jawabannya sudah terwakili dengan pertanyaan saya di atas.

 _/\_
Saya tidak melihat anda menjawab pertanyaan saya.

Saya kira cukup sekian diskusi kita bro, anda hanya berputar-putar, terlalu banyak pertanyaan saya yang tidak anda jawab.

Metttacittena.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 14 January 2011, 08:13:08 AM
kalau begitu apalagi pandangan umat awam bang ;D

Pengertian didapat bukan dengan memakai jubah bro... pandangan salah bisa menghinggapi mereka yang berjubah Bhikkhu, bahkan di jaman Sang Buddha, ada Bhikkhu yang berpandangan salah sudah di kasih pengertian oleh Bhikkhu-Bhikkhu lain tetap tidak menerima, akhirnya ditegur oleh Sang Buddha sendiri.

Umat awam seringkali bila sudah ngefans seorang Bhikkhu sering tak dapat berpikir jernih, contohnya pengikut Devadatta (berjumlah kira-kira 500 keluarga) tetap ngefans Devadatta walaupun Devadatta banyak melakukan kejahatan-kejahatan sehingga akhirnya mereka masuk neraka juga seperti Devadatta.

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 14 January 2011, 08:22:58 AM
Pengertian didapat bukan dengan memakai jubah bro... pandangan salah bisa menghinggapi mereka yang berjubah Bhikkhu, bahkan di jaman Sang Buddha, ada Bhikkhu yang berpandangan salah sudah di kasih pengertian oleh Bhikkhu-Bhikkhu lain tetap tidak menerima, akhirnya ditegur oleh Sang Buddha sendiri.

Umat awam seringkali bila sudah ngefans seorang Bhikkhu sering tak dapat berpikir jernih, contohnya pengikut Devadatta (berjumlah kira-kira 500 keluarga) tetap ngefans Devadatta walaupun Devadatta banyak melakukan kejahatan-kejahatan sehingga akhirnya mereka masuk neraka juga seperti Devadatta.

Mettacittena,
begitulah, logikanya kita bisa ambil dari atas dulu, apabila gurunya berpandangan salah maka ke bawahnya bisa semakin salah, dan kita tidak bisa mengetahui semua pandangan2 orang lain yang begitu banyak, bahkan bisa saja penulis sutta pun berpandangan salah khan ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 14 January 2011, 08:44:18 AM
begitulah, logikanya kita bisa ambil dari atas dulu, apabila gurunya berpandangan salah maka ke bawahnya bisa semakin salah, dan kita tidak bisa mengetahui semua pandangan2 orang lain yang begitu banyak, bahkan bisa saja penulis sutta pun berpandangan salah khan ;D

Menulis Sutta bukan kerja satu orang bro... itu adalah kerja kolektif ratusan orang Bhikkhu berdasarkan persetujuan sidang (pada konsili ke-4) di Aluvihara Srilanka.

Saya menerima penulisan di Aluvihara sebagai rujukan syah bentuk pandangan Theravada, terlepas benar atau salah. (Walaupun pengalaman saya pribadi beberapa yang tertulis di Tipitaka sejauh yang saya jalani terbukti sejalan dengan praktek).

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 14 January 2011, 09:12:25 AM
sory udah ketinggalan banyak, baru ga online sehari dah panjang halamannya.

bukankah yg memenuhi kriteria diatas disebut pembunuhan krn adanya consciousness disitu, begitu adanya pembuahan maka si "kesadaran" ini segera menempati rumah baru (pembentukan janin dlm proses).
Betul, Samaneri. Di sini sudah ada persetujuan tentang makhluk. Yang jadi perbedaan adalah 'pana' dalam panatipata ini, menurut saya merujuk pada kehidupan makhluk walaupun tidak bernafas, namun tidak termasuk benda hidup yang tidak memiliki kesadaran, walaupun benda hidup itu bernafas. 


Quote
sory blm mencantumkan suttanya krn barusan buka jadi blm sempat nyari, besok lusa baru sempat nyari stlh mengantarkan teman Singapore ini. sekali lagi sory ya.

mettacittena,
Tidak masalah sama sekali, saya tidak buru-buru kok. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 14 January 2011, 09:37:14 AM
wah susah juga yah, kalau kita kategorikan ini penghidupan salah, tp ini pun tidak mencangkup semua, mengapa perdagangan mahkluk, minuman keras, senjata tidak disebutkan? dan ini sila pertapa kan? kalau sila pertapa kan dah jelas sebenarnya hidup dg menerima aja (tidak ber-usaha seperti perumah tangga) seperti yg dijelaskan sebelumnya.
Saya rasa memang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Mungkin itu hanyalah yang umum terjadi saja pada saat itu. Soal overlap ini, saya pikir tidak bisa ditentukan karena subjektif pada persepsi orang masing-masing. Misalnya soal sila membunuh itu, bro tesla melihat sebagai 'overlapped' karena 'tidak membunuh' sudah mencakup semua. Saya memang paham juga maksudnya secara logika. Tetapi logika setiap orang pun berbeda. Saya sudah beri contoh ex-member DC dengan pembunuhan sucinya. Contoh lain adalah petapa/brahmana juga menganut sila tidak membunuh, tapi dalam kasus tertentu, seperti upacara korban, mereka punya pengecualian.


Quote
pendapat saya sebenarnya sila di sini tidak simetris... mungkin saja dalam pemikiran Buddha, tanaman bukan mahkluk hidup (breathing things) tetapi menjadi kontradiksi dg Vasetha Sutta (yg mengatakan classification birth of breathing things). mungkin Vasetha Sutta adalah penambahan belakang. saya melihat translate pananam menjadi living thing *bukan living being* karena para penterjemah sudah melihat kontradiksi ini. btw patokan pancasila utk upasaka & upasika di sutta mana yah... coba kita teliti lagi dari sumbernya langsung. awal DN ini kan sila pertapa, bukan sila perumah tangga, cmiiw...
Kalau 'pananam' itu setahu saya menjelaskan hal yang bernafas, tetapi tidak disebut sebagai makhluk atau benda. Jadi itu tidak kontradiktif. Yang bernafas bisa makhluk hidup, bisa juga benda hidup.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 14 January 2011, 10:14:11 AM
ya jadi kembali lagi, kalau pananam ---> cuma melihat sebagai nafas

demikian juga dg  Panatipata...

Spoiler: ShowHide


sila-1
Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi

Pānātipātā
pana = Skt. [Sanskrit] prana - life breath
ati + pat = attack
pat from patati - to fly, to fall. (From this, Latin praepes - quick, peto - to go for, impetus, attack, etc.) To fall, jump, fall down on.
Panatipata = to cause prana to fall; to attack life breath.


Panatipata dalam arti lurus adalah to cause breath to fall, sama sekali tidak merujuk ke mahkluk hidup juga...

btw ada yg punya referensi pancasila dari sutta? kemudian kalau tidak salah ada murid Buddha yg tukang jagal ya? hmmm...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 14 January 2011, 10:26:37 AM
ya jadi kembali lagi, kalau pananam ---> cuma melihat sebagai nafas

demikian juga dg  Panatipata...

Spoiler: ShowHide


sila-1
Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi

Pānātipātā
pana = Skt. [Sanskrit] prana - life breath
ati + pat = attack
pat from patati - to fly, to fall. (From this, Latin praepes - quick, peto - to go for, impetus, attack, etc.) To fall, jump, fall down on.
Panatipata = to cause prana to fall; to attack life breath.


Panatipata dalam arti lurus adalah to cause breath to fall, sama sekali tidak merujuk ke mahkluk hidup juga...

btw ada yg punya referensi pancasila dari sutta? kemudian kalau tidak salah ada murid Buddha yg tukang jagal ya? hmmm...

AN 8.39 PTS: A iv 245
Abhisanda Sutta: Rewards
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 1997–2011
"Monks, there are these eight rewards of merit, rewards of skillfulness, nourishments of happiness, celestial, resulting in happiness, leading to heaven, leading to what is desirable, pleasurable, & appealing, to welfare & happiness. Which eight?

"There is the case where a disciple of the noble ones has gone to the Buddha for refuge. This is the first reward of merit, reward of skillfulness, nourishment of happiness, celestial, resulting in happiness, leading to heaven, leading to what is desirable, pleasurable, & appealing; to welfare & to happiness.

"Furthermore, the disciple of the noble ones has gone to the Dhamma for refuge. This is the second reward of merit...

"Furthermore, the disciple of the noble ones has gone to the Sangha for refuge. This is the third reward of merit...

"Now, there are these five gifts, five great gifts — original, long-standing, traditional, ancient, unadulterated, unadulterated from the beginning — that are not open to suspicion, will never be open to suspicion, and are unfaulted by knowledgeable contemplatives & priests. Which five?

"There is the case where a disciple of the noble ones, abandoning the taking of life, abstains from taking life. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the first gift, the first great gift — original, long-standing, traditional, ancient, unadulterated, unadulterated from the beginning — that is not open to suspicion, will never be open to suspicion, and is unfaulted by knowledgeable contemplatives & priests. And this is the fourth reward of merit...

"Furthermore, abandoning taking what is not given (stealing), the disciple of the noble ones abstains from taking what is not given. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the second gift, the second great gift... and this is the fifth reward of merit...

"Furthermore, abandoning illicit sex, the disciple of the noble ones abstains from illicit sex. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the third gift, the third great gift... and this is the sixth reward of merit...

"Furthermore, abandoning lying, the disciple of the noble ones abstains from lying. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the fourth gift, the fourth great gift... and this is the seventh reward of merit...

"Furthermore, abandoning the use of intoxicants, the disciple of the noble ones abstains from taking intoxicants. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the fifth gift, the fifth great gift — original, long-standing, traditional, ancient, unadulterated, unadulterated from the beginning — that is not open to suspicion, will never be open to suspicion, and is unfaulted by knowledgeable contemplatives & priests. And this is the eighth reward of merit, reward of skillfulness, nourishment of happiness, celestial, resulting in happiness, leading to heaven, leading to what is desirable, pleasurable, & appealing; to welfare & to happiness.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 14 January 2011, 11:43:35 AM
ya jadi kembali lagi, kalau pananam ---> cuma melihat sebagai nafas

demikian juga dg  Panatipata...

Spoiler: ShowHide


sila-1
Pānātipātā veramanī sikkhāpadam samādiyāmi

Pānātipātā
pana = Skt. [Sanskrit] prana - life breath
ati + pat = attack
pat from patati - to fly, to fall. (From this, Latin praepes - quick, peto - to go for, impetus, attack, etc.) To fall, jump, fall down on.
Panatipata = to cause prana to fall; to attack life breath.


Panatipata dalam arti lurus adalah to cause breath to fall, sama sekali tidak merujuk ke mahkluk hidup juga...

btw ada yg punya referensi pancasila dari sutta? kemudian kalau tidak salah ada murid Buddha yg tukang jagal ya? hmmm...
Baru saja saya terpikir beberapa konsekwensi, jadi saya mau tanya bro tesla sebelum melanjutkan. Apa sebetulnya tujuan bro tesla mengatakan panatipata mencakup tumbuhan?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 14 January 2011, 11:45:24 AM
AN 8.39 PTS: A iv 245
Abhisanda Sutta: Rewards
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 1997–2011

Spoiler: ShowHide

"Monks, there are these eight rewards of merit, rewards of skillfulness, nourishments of happiness, celestial, resulting in happiness, leading to heaven, leading to what is desirable, pleasurable, & appealing, to welfare & happiness. Which eight?

"There is the case where a disciple of the noble ones has gone to the Buddha for refuge. This is the first reward of merit, reward of skillfulness, nourishment of happiness, celestial, resulting in happiness, leading to heaven, leading to what is desirable, pleasurable, & appealing; to welfare & to happiness.

"Furthermore, the disciple of the noble ones has gone to the Dhamma for refuge. This is the second reward of merit...

"Furthermore, the disciple of the noble ones has gone to the Sangha for refuge. This is the third reward of merit...

"Now, there are these five gifts, five great gifts — original, long-standing, traditional, ancient, unadulterated, unadulterated from the beginning — that are not open to suspicion, will never be open to suspicion, and are unfaulted by knowledgeable contemplatives & priests. Which five?

"There is the case where a disciple of the noble ones, abandoning the taking of life, abstains from taking life. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the first gift, the first great gift — original, long-standing, traditional, ancient, unadulterated, unadulterated from the beginning — that is not open to suspicion, will never be open to suspicion, and is unfaulted by knowledgeable contemplatives & priests. And this is the fourth reward of merit...

"Furthermore, abandoning taking what is not given (stealing), the disciple of the noble ones abstains from taking what is not given. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the second gift, the second great gift... and this is the fifth reward of merit...

"Furthermore, abandoning illicit sex, the disciple of the noble ones abstains from illicit sex. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the third gift, the third great gift... and this is the sixth reward of merit...

"Furthermore, abandoning lying, the disciple of the noble ones abstains from lying. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the fourth gift, the fourth great gift... and this is the seventh reward of merit...

"Furthermore, abandoning the use of intoxicants, the disciple of the noble ones abstains from taking intoxicants. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the fifth gift, the fifth great gift — original, long-standing, traditional, ancient, unadulterated, unadulterated from the beginning — that is not open to suspicion, will never be open to suspicion, and is unfaulted by knowledgeable contemplatives & priests. And this is the eighth reward of merit, reward of skillfulness, nourishment of happiness, celestial, resulting in happiness, leading to heaven, leading to what is desirable, pleasurable, & appealing; to welfare & to happiness.


thanks bro, content-nya sama dengan pancasila, tapi pointnya berbeda, disini dijelaskan manfaat dari moralitas, tp ga ditemukan tuntutan kepada upasaka/upasika utk melaksanakannya... hmmm...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 14 January 2011, 11:49:58 AM
thanks bro, content-nya sama dengan pancasila, tapi pointnya berbeda, disini dijelaskan manfaat dari moralitas, tp ga ditemukan tuntutan kepada upasaka/upasika utk melaksanakannya... hmmm...
Perumahtangga tidak 'dituntut' menjalankan semua sila karena keperluan rumahtangga tersebut, tetapi sebatas sila uposatha. Jika tidak mampu berselibat, maka hanya melakukan hubungan seksual dengan istrinya. Tambahannya, menyokong orang tua, dan berlaku jujur dalam berusaha/berdagang. (Sutta Nipata, Dhammika Sutta).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 14 January 2011, 11:57:51 AM
Baru saja saya terpikir beberapa konsekwensi, jadi saya mau tanya bro tesla sebelum melanjutkan. Apa sebetulnya tujuan bro tesla mengatakan panatipata mencakup tumbuhan?

kan disini membahas dari sudut pandang berbeda (kritis) bro... jadi melanjutkan dari umpan yg diberi samaneri pannadevi, fondasi bahwa sila upasaka & upasika itu harus mencangkup lebih luas... (kemudian saya mencari pondasi/rujukan sila bagi upasaka-upasika krn saya pikir rujukannya harus dilihat juga, selama ini saya tidak pernah teliti, cuma ikut2an aja)

selain itu juga ada satu hal yg saya ragukan dalam Vasettha Sutta, yaitu bagaimana tumbuhan bisa dikategorikan sebagai "breathing". saya kira di zaman itu, breathing (pana/prana) hanya diketahui dari adanya keluar masuknya gas/udara. ilmu pengetahuan sekarang juga membedakan "breathing" & "respiration" loh... karena "breathing" itu lebih spesifik ke pernafasan dg sistem organ. sedang "respiration" bersifat lebih micro...

tapi dalam pikiran saya kemudian dan arah berkembangnya diskusi, ini berlanjut jadi dilema bagi upasaka/upasika utk melaksanakan penghidupan benar, dalam pemikiran saya garis batas antara pembunuhan langsung & tidak langsung semakin tidak jelas... ini topik nanti aja...

Perumahtangga tidak 'dituntut' menjalankan semua sila karena keperluan rumahtangga tersebut, tetapi sebatas sila uposatha. Jika tidak mampu berselibat, maka hanya melakukan hubungan seksual dengan istrinya. Tambahannya, menyokong orang tua, dan berlaku jujur dalam berusaha/berdagang. (Sutta Nipata, Dhammika Sutta).

meluncur ke TKP dulu...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 14 January 2011, 02:16:56 PM
kan disini membahas dari sudut pandang berbeda (kritis) bro... jadi melanjutkan dari umpan yg diberi samaneri pannadevi, fondasi bahwa sila upasaka & upasika itu harus mencangkup lebih luas... (kemudian saya mencari pondasi/rujukan sila bagi upasaka-upasika krn saya pikir rujukannya harus dilihat juga, selama ini saya tidak pernah teliti, cuma ikut2an aja)

selain itu juga ada satu hal yg saya ragukan dalam Vasettha Sutta, yaitu bagaimana tumbuhan bisa dikategorikan sebagai "breathing". saya kira di zaman itu, breathing (pana/prana) hanya diketahui dari adanya keluar masuknya gas/udara. ilmu pengetahuan sekarang juga membedakan "breathing" & "respiration" loh... karena "breathing" itu lebih spesifik ke pernafasan dg sistem organ. sedang "respiration" bersifat lebih micro...

tapi dalam pikiran saya kemudian dan arah berkembangnya diskusi, ini berlanjut jadi dilema bagi upasaka/upasika utk melaksanakan penghidupan benar, dalam pemikiran saya garis batas antara pembunuhan langsung & tidak langsung semakin tidak jelas... ini topik nanti aja...
OK, berarti tidak 'berbahaya'. Hal yang saya khawatirkan adalah pandangan 'tanaman adalah makhluk, ada kesadaran di sana' di satu sisi, dan satu sisi lain adalah 'tanaman tidak apa dibunuh, karena bukan makhluk'.

Kalau kita lihat ke pana/prana di vassetha sutta, tidak semata-mata 'breathing', tetapi semua yang memiliki energi hidup. Tanaman juga memiliki prana ini. Sedangkan kalau pana yang berarti 'nafas' seharusnya seperti dalam anapanasati, yaitu keluar-masuknya udara. Dalam konteks ini, bahkan tidak semua binatang mengalaminya, misalnya ikan jelas tidak menarik & menghembus, apalagi tumbuhan, jamur, dan lainnya. (Klas pycnogonid dari athropoda {hewan berbuku-buku} bahkan tidak punya sistem respirasi sama sekali.)

Menurut saya itu hanya penggunaan istilah yang berbeda konteks saja. Mempertahankan makna satu ke dalam konteks lainnya, pasti berakhir keliru. Kalau dari sila, bagi umat awam tidak begitu lengkap jadi susah juga melihatnya. Bagi bhikkhu larangan pembunuhan ada 2 konsekwensi yaitu parajika jika manusia, pacittiya jika hewan. Dikatakan membunuh kalau makhluknya mengalami kematian (marana). Sedangkan untuk tanaman, setahu saya istilahnya adalah merusak/menghancurkan (samarambha) yaitu kalau merobek, memisahkan (memetik) atau mencabut.

Bagaimanapun masing-masing memandangnya, memang lebih baik tidak merusak tanaman karena sebetulnya kita juga yang terkena akibatnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 14 January 2011, 03:10:37 PM
OK, berarti tidak 'berbahaya'. Hal yang saya khawatirkan adalah pandangan 'tanaman adalah makhluk, ada kesadaran di sana' di satu sisi, dan satu sisi lain adalah 'tanaman tidak apa dibunuh, karena bukan makhluk'.
sama sekali tidak ada tolak ukur "kesadaran" (vinnana) di sila.

Quote
Kalau kita lihat ke pana/prana di vassetha sutta, tidak semata-mata 'breathing', tetapi semua yang memiliki energi hidup. Tanaman juga memiliki prana ini. Sedangkan kalau pana yang berarti 'nafas' seharusnya seperti dalam anapanasati, yaitu keluar-masuknya udara. Dalam konteks ini, bahkan tidak semua binatang mengalaminya, misalnya ikan jelas tidak menarik & menghembus, apalagi tumbuhan, jamur, dan lainnya. (Klas pycnogonid dari athropoda {hewan berbuku-buku} bahkan tidak punya sistem respirasi sama sekali.)
pana = prana = nafas = energi = live (= cakra = chi = ki :hammer: jgn terlalu percaya yg bagian ini)
prana bahasa sansekerta, sedang pana pali, jadi kalau mahayana, dalam agama akan dibilang ana-prana-sati (cmiiw). kata prana identik dg energi / live krn org dulu pikir nafas = live. tidak bernafas = tidak live = mati... hehe... simple.

Quote
Menurut saya itu hanya penggunaan istilah yang berbeda konteks saja. Mempertahankan makna satu ke dalam konteks lainnya, pasti berakhir keliru. Kalau dari sila, bagi umat awam tidak begitu lengkap jadi susah juga melihatnya. Bagi bhikkhu larangan pembunuhan ada 2 konsekwensi yaitu parajika jika manusia, pacittiya jika hewan. Dikatakan membunuh kalau makhluknya mengalami kematian (marana). Sedangkan untuk tanaman, setahu saya istilahnya adalah merusak/menghancurkan (samarambha) yaitu kalau merobek, memisahkan (memetik) atau mencabut.
ya ya ya... permasalahannya sebenarnya adalah mana yg disebut mahkluk hidup (& mana yg bukan)? ini juga membingungkan science sampai saat ini loh. dari sini baru kita bisa tau mana yg harus kita hindari (pembunuhannya). sejauh yg saya lihat sih semua mengartikan sendiri2. cmiiw, saya pernah mendengar bahwa ada aliran Buddhisme Tantra yg menganggap tumbuhan adalah mahkluk hidup sih.

Quote
Bagaimanapun masing-masing memandangnya, memang lebih baik tidak merusak tanaman karena sebetulnya kita juga yang terkena akibatnya.
setuju, dalam praktek nyata, kita memang naturally bukan perusak  8)




next topic,

Quote
"Now I will tell you the layman's duty. Following it a lay-disciple would be virtuous; for it is not possible for one occupied with the household life to realize the complete bhikkhu practice (dhamma).

"He should not kill a living being, nor cause it to be killed, nor should he incite another to kill. Do not injure any being, either strong or weak, in the world.

di mana batasannya cause it to be killed. cmiiw, kita termasuk Buddha bukan vegetarian, tetapi masih makan bangkai. nah di zaman ini, bukankah kita tau bangkai tsb emg disiapkan dari lahir, besar, gemuk utk kita makan... hmmm... noted: sampai saat ini saya masih makan daging, jd ga ada kampanye vegetarian di sini
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 14 January 2011, 03:31:48 PM
Anda perlu lebih banyak belajar Vipassana sebelum memberi komentar menyama-nyamakan Vipassana dengan meditasi Zen, menurut saya anda belum banyak mengerti mengenai Vipassana.
Nah, sekarang saya ingin bertanya apakah pandangan terang / vipassana khusus untuk buddhist atau bisa diikuti non buddhist? Yang saya tahu sih orang yang non Buddhist juga boleh vipassana.
Apa tujuan vipassana bagi Bro Fabian sendiri? Untuk mencapai keterbebasan? Nibbana?
Sepanjang yang saya tahu dalam vipassana juga ada yang dinamakan pengendalian tindakan-ucapan-pikiran. Kalau nggak ada pengendalian tindakan-ucapan-pikiran dengan SSP (sila, samadhi dan prajna) ya berarti saya ngaku saya selama ini telah SALAH mengerti mengenai vipassana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 14 January 2011, 03:55:13 PM
om sutarman, apa yg anda terangkan dan praktikan pada post2 yg di atas, menurut saya sejalan dengan vipassana dan meditasi yang diajarkan Sang Buddha. wajar saja kalo masing2 aliran memiliki teknik yg berbeda2. sekolah2 vipassana yg berbeda saja memiliki perbedaan teknik yg sangat beragam.

santai aja sama perbedaan pendapat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 14 January 2011, 04:09:56 PM
Menulis Sutta bukan kerja satu orang bro... itu adalah kerja kolektif ratusan orang Bhikkhu berdasarkan persetujuan sidang (pada konsili ke-4) di Aluvihara Srilanka.

Saya menerima penulisan di Aluvihara sebagai rujukan syah bentuk pandangan Theravada, terlepas benar atau salah. (Walaupun pengalaman saya pribadi beberapa yang tertulis di Tipitaka sejauh yang saya jalani terbukti sejalan dengan praktek).

Mettacittena,

Bro Fabian yang baik,

Apakah kerja kolektif ratusan Bhikkhu bisa menjamin KEBENARAN isinya? Tanpa salah sedikitpun?
Bila Bro mengakui BUKAN BUDDHA sendiri yang menulis Tipitaka, lalu apakah Bro menganggap apa yang DISADARI BUDDHA setara dan sama persis dengan apa yang disadari ratusan Bhikkhu itu?
Zen tetap menjaga sikap skeptis, karena itu Zen disebut ajaran di luar kitab yang berusaha mentransmisikan PIKIRAN BUDDHA yang tidak dapat ditemukan dalam rangkaian kata-kata. Karena kata-kata memiliki keterbatasan mengungkapkan maksud sebenarnya.
Saya berikan contoh: coba Anda deskrispsikan keharuman mawar dan melati dan juga perbedaannya kepada orang yang belum pernah membaui keharuman kedua bunga itu.
Karena itu Zen berusaha menemukan makna sebenarnya dalam praktek meditasi secara langsung. Tipitaka/Tripitaka dan konsep-konsep yang ada di dalamnya hanya semacam pengantar saja untuk tahap yang lebih lanjut yang ditemukan dalam meditasi dan HIDUP itu sendiri.
 
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 14 January 2011, 04:15:37 PM
om sutarman, apa yg anda terangkan dan praktikan pada post2 yg di atas, menurut saya sejalan dengan vipassana dan meditasi yang diajarkan Sang Buddha. wajar saja kalo masing2 aliran memiliki teknik yg berbeda2. sekolah2 vipassana yg berbeda saja memiliki perbedaan teknik yg sangat beragam.

santai aja sama perbedaan pendapat.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 14 January 2011, 04:26:58 PM
Bro Fabian yang baik,

Kalau saya mengutip dari wikipedia mengenai meditasi Vipassana /Pandangan Terang maka saya sebenarnya melihat kemiripan meditasi Vipassana dengan meditasi Zen. Hanya saja Zen mungkin lebih to the point menunjuk pada PIKIRAN sebagai subjek sekaligus objek meditasinya dan tidak mau melekat pada konsep apapun. Dapat dikatakan meditasi Zen adalah meditasi yang bertujuan menenangkan dan menyucikan pikiran. Tujuannya sederhana dan jelas.

Vipassanā (Pāli) or vipaśyanā (Sanskrit) means "insight". While it is often referred to as Buddhist meditation, the practice taught by the Buddha was non-sectarian, and has universal application. It does not require conversion to Buddhism. While the meditation practices themselves vary from school to school, the underlying principle is the investigation of phenomena as they manifest in the five aggregates (skandhas) namely, matter or form (rupa), sensation or feelings (vedana), perception (samjna, Pāli sanna), mental formations (samskara, Pāli sankhara) and consciousness (vijnana, Pāli vinnana). This process leads to direct experiential perception, vipassanā

Vipassanā is a Pali word from the Sanskrit prefix "vi-" and verbal root √drś. It is often translated as "insight" or "clear-seeing," though, the "in-" prefix may be misleading; "vi" in Indo-Aryan languages is cognate to our "dis." The "vi" in vipassanā may then mean to see apart, or discern. Alternatively, the "vi" can function as an intensive, and thus vipassanā may mean "seeing deeply". In any case, this is used metaphorically for a particularly powerful mental self-perception.

Vipassanā meditation is a very simple, logical technique which depends on direct experience, observation, rather than belief. It has three parts - adherence to a sīla (Sanskrit: śīla) (abstinence from killing, stealing, lying, sexual misconduct and intoxication), which is not an end in itself but a requirement for the second part, concentration of the mind (samādhi). With this concentrated mind, the third part of the technique (paññā, Sanskrit prajñā) is detached observation of the reality of the mind and body from moment to moment.

Kemiripan itu adalah tiga tahap (dalam tradisi Zen):

Dalam meditasi Zen, tahap pertama sebelum melangkah menuju meditasi/Zen, seseorang harus mematuhi Panca Sila Buddhist untuk mengendalikan tindakan dan ucapan. Khusus sila pertama, Zen memiliki tradisi ‘vegetarian’ yang mungkin tidak ‘wajib’ dalam tradisi Theravada.

Tahap kedua adalah samadhi/meditasi/Zen itu sendiri atau konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu / mindfulness. Pikiran adalah yang terpenting dalam tradisi Zen, karena pikiran adalah sumber dari tindakan dan ucapan. Ini terkait dengan karma yang terdiri dari tindakan, ucapan, pikiran. Ini seperti mencabut rumput (tindakan & ucapan) yang harus sampai ke akar (pikiran).

Di dalam tradisi Zen, teknik bernapas yang baik memerankan peran sangat penting dalam konsentrasi pikiran dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.
Hasil tahap kedua adalah mindfulness / eling/ hidup sadar yang ditandai dengan  pikiran-ucapan-tindakan praktisi meditasi yang menjadi ‘tenang’ atau ‘terkendali dengan baik’ (kalau Anda tidak menyukai kata ‘tenang’).
 
Namun yang perlu dicatat adalah sampai pada tahap kedua ini (mindfulness/ eling/ sadar) pikiran buruk/jahat masih dapat timbul dan belum dapat dihancurkan.

Pada tahap ketiga atau terakhir, kita harus menggunakan perhatian penuh kesadaran/ eling/ mindfulness yang sudah diperoleh pada tahap kedua tersebut ditambah dengan wisdom/prajna/panna kita sendiri yang diperoleh dari pengalaman HIDUP sehari-hari yang memungkinkan kita menghancurkan semua pikiran jahat/buruk.

Wisdom/Prajna yang dimaksud adalah wisdom/prajna seorang Bodhisattva.

Di dalam tradisi Zen, orang yang berhasil pada tahap ketiga ini telah menjadi seorang Bodhisattva atau minimal seorang Master Zen.

Biasanya sebelum menjadi Master Zen, seorang praktisi Zen mengalami apa yang biasa disebut beberapa pencerahan mendadak/seketika.

Diperlukan latihan eling/mindfulness yang kontinyu dan satu atau beberapa pengalaman hidup ‘pencerahan seketika’ yang tak disangka-sangka datangnya itu untuk menjadi seorang Master Zen.

Namun karena pencerahan seketika itu bersifat pribadi maka seringkali Master Zen enggan menceritakan pengalaman pencerahan seketika itu atau enggan mengaku sebagai Master Zen.

Dalam sejarah Zen, seringkali cerita pencerahan seorang Master Zen itu diperoleh dari teman seperguruan sang Master Zen itu yang menyaksikan sendiri bagaimana temannya mencapai pencerahan mendadak berkat petunjuk Gurunya.

Saya yakin saat ini di dunia ini banyak Master Zen yang menyembunyikan identitasnya dan pencerahannya sehingga tidak diketahui khalayak umum. Master Zen Thich Nhat Hanh termasuk yang diketahui umum, yang tersembunyi mungkin ratusan bahkan ribuan Master.

Yang lain mungkin boleh saja mempromosikan teh, kopi, soft drink dll yang memiliki aroma dan cita rasa yang menggoda lidah, tapi lidah saya tetap menyukai air minum biasa yang bening, jernih, dan menyehatkan. Itulah Zen dan meditasinya yang unik dan simple. Saya tetap menyukai (meditasi) Zen yang menurut saya simple, alamiah, menyegarkan dan menenangkan pikiran saya.

Pepatah Zen: Sebagai manusia biasa, pikiran tak berkurang. Sebagai Buddha, pikiran tak berlebih.

(Meditasi) Zen adalah semacam pendekatan etika dan psikologis yang sesungguhnya diperlukan oleh semua orang di dunia ini, tak melihat status sosial, etnis, bahkan agama, untuk mencapai ketenangan dan kedamaian individual yang pada akhirnya ‘cahaya’ ketenangan dan kedamaian itu ‘menyebar’ ke seluruh dunia. Sebagaimana meditasi Vipassana itu sendiri yang bersifat lintas agama dan berusaha agar semua orang yang mengikutinya mencapai 'Pandangan Terang'. Correct me if I'm wrong.

 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 14 January 2011, 04:38:49 PM
sama sekali tidak ada tolak ukur "kesadaran" (vinnana) di sila.
Betul, tapi kalau kita mau bahas, tentu harus mempertimbangkan juga apa yang disepakati secara umum, tidak bisa menetapkan tolok ukur dan interpretasi kita sendiri saja.


Quote
pana = prana = nafas = energi = live (= cakra = chi = ki :hammer: jgn terlalu percaya yg bagian ini)
prana bahasa sansekerta, sedang pana pali, jadi kalau mahayana, dalam agama akan dibilang ana-prana-sati (cmiiw). kata prana identik dg energi / live krn org dulu pikir nafas = live. tidak bernafas = tidak live = mati... hehe... simple.
Tidak juga. Pana/prana ini juga memang mengacu pada energi kehidupan. Pada saat nirodha-samapati, seseorang tidak lagi menunjukkan tanda kehidupan, tetapi tetap memiliki pana ini. Ini juga terserah pendapat masing-masing, tapi saya tetap melihat pana dalam 2 konteks berbeda.


Quote
ya ya ya... permasalahannya sebenarnya adalah mana yg disebut mahkluk hidup (& mana yg bukan)? ini juga membingungkan science sampai saat ini loh. dari sini baru kita bisa tau mana yg harus kita hindari (pembunuhannya). sejauh yg saya lihat sih semua mengartikan sendiri2. cmiiw, saya pernah mendengar bahwa ada aliran Buddhisme Tantra yg menganggap tumbuhan adalah mahkluk hidup sih.
Definisi makhluk hidup (satta) juga sudah ada. Tergantung masing-masing mau menggunakan tolok ukur pribadi atau mengikuti yang konvensional. Walaupun memiliki 'nafas', saya pribadi tidak akan mengatakan 'semoga pohon ini berbahagia' karena pohon tidak bisa berbahagia atau menderita.


Quote
next topic,

di mana batasannya cause it to be killed. cmiiw, kita termasuk Buddha bukan vegetarian, tetapi masih makan bangkai. nah di zaman ini, bukankah kita tau bangkai tsb emg disiapkan dari lahir, besar, gemuk utk kita makan... hmmm... noted: sampai saat ini saya masih makan daging, jd ga ada kampanye vegetarian di sini
Apakah kita tahu bangkai tersebut dari lahir, besar, gemuk tidak akan dibunuh jika kita tidak makan?
Misalnya di warung tetangga kita datang bertanya apakah ada daging ayam, dan ternyata tidak ada; kemudian besoknya tiba-tiba ada ayam goreng, bisa jadi memang kita yang mendorong orang itu untuk mengadakan pembunuhan ayam.
Tapi kalau kita bilang dalam skala McD, jika kita tidak makan, maka tidak ada pembunuhan, saya pikir itu terlalu naif.

Menurut saya, jika apa yang kita lakukan bisa berpengaruh langsung pada si penjual bangkai, maka kita bisa mengusahakan penghindaran pembunuhan tersebut. Tapi kalau memang tidak bisa, lebih baik tidak perlu mengkhayal yang tidak-tidak. Lebih baik yang realistis saja. 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 14 January 2011, 04:51:30 PM
Definisi makhluk hidup (satta) juga sudah ada. Tergantung masing-masing mau menggunakan tolok ukur pribadi atau mengikuti yang konvensional. Walaupun memiliki 'nafas', saya pribadi tidak akan mengatakan 'semoga pohon ini berbahagia' karena pohon tidak bisa berbahagia atau menderita.
mengacu pada satta sutta, arahat layak dibunuh (wogh... tambahan: kayanya ada sutta yg menyatakan arahat akan bersyukur kalau ada yg bantu mereka parinibbana  :o) akhirnya imo, pakai common sense aja, yg bisa feel pain = mahkluk hidup...

Quote
Apakah kita tahu bangkai tersebut dari lahir, besar, gemuk tidak akan dibunuh jika kita tidak makan?
Misalnya di warung tetangga kita datang bertanya apakah ada daging ayam, dan ternyata tidak ada; kemudian besoknya tiba-tiba ada ayam goreng, bisa jadi memang kita yang mendorong orang itu untuk mengadakan pembunuhan ayam.
Tapi kalau kita bilang dalam skala McD, jika kita tidak makan, maka tidak ada pembunuhan, saya pikir itu terlalu naif.

Menurut saya, jika apa yang kita lakukan bisa berpengaruh langsung pada si penjual bangkai, maka kita bisa mengusahakan penghindaran pembunuhan tersebut. Tapi kalau memang tidak bisa, lebih baik tidak perlu mengkhayal yang tidak-tidak. Lebih baik yang realistis saja. 
wah ini jadi repot... sebenarnya kalau mau dicari pembenarannya yah, kata dokter "kalau saya ga bantu, dia ke dukun utk gugurin, tar lebih berabe kena infeksi" (contoh ekstrim pembunuhan langsung pun dibenar2kan) & kalau mau dicari pen-salah-an-nya pun bisa2 aja... makanya saya sebut dilema...

contoh lebih halus, kita geser ke peternak, kalau saya tidak ternak pun orang lain ternak juga (peternak tidak membunuh secara langsung)

kayanya kalau mengacu terpaku kepada sutta, pembunuhan tidak langsung bagaimanapun tidak terhindarkan, jadi sutta tsb tidak realistis. sebab pembunuhan tidak langsung bisa diperluas "tidak langsungnya" hingga tidak terbatas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 14 January 2011, 06:23:07 PM
wah ini jadi repot... sebenarnya kalau mau dicari pembenarannya yah, kata dokter "kalau saya ga bantu, dia ke dukun utk gugurin, tar lebih berabe kena infeksi" (contoh ekstrim pembunuhan langsung pun dibenar2kan) & kalau mau dicari pen-salah-an-nya pun bisa2 aja... makanya saya sebut dilema...

contoh lebih halus, kita geser ke peternak, kalau saya tidak ternak pun orang lain ternak juga (peternak tidak membunuh secara langsung)
Perbandingannya tidak sesuai.
1. Produsen menyiapkan daging -> konsumen makan daging.
2. Dokter/dukun aborsi menyediakan jasa -> konsumen datang aborsi.

Di contoh 1, produsen telah menyiapkan daging terlebih dahulu. Jadi apakah kita datang atau tidak ke restoran itu, daging telah disiapkan. Dalam contoh ekstrem, walaupun hari itu dunia kiamat tidak ada yang makan daging, namun ayamnya sudah terbunuh dahulu.

Di contoh 2, dokter/dukun hanya bisa aborsi jika pasien datang. Dalam contoh ekstrem, biarpun seluruh dunia berprofesi di klinik aborsi, jika kita tidak menggugurkan kandungan, maka tidak terjadi aborsi.


Untuk memudahkan, saya coba bagi menjadi 3 unsur: penyedia, konsumen, dan pembunuhan. Lalu penyedia ada alternatifnya yaitu penyedia 2, konsumen pun demikian, ada konsumen 2.

Dalam kasus makanan fast food:
Resto A & B mengadakan penyediaan daging -> Apakah konsumen X atau Y, datang atau tidak datang, ke Resto A atau B, daging telah tersedia. Kehadiran X dan Y tidak berpengaruh pada penyediaan daging tersebut.

Dalam kasus peternakan, jika kita yang jadi supplier:
Kita menyediakan daging -> diambil oleh resto A/B, maka akan terjadi pembunuhan.
Y juga menyediakan daging -> diambil oleh resto A/B, juga terjadi pembunuhan.

Terlepas dari adanya Y atau tidak, jika kita tidak menyediakan daging, maka kita tidak mendukung terjadinya pembunuhan. Yang difokus bukanlah 'pembunuhan terjadi atau tidak' tetapi 'apakah kita berperan dalam terjadinya pembunuhan tersebut'.


Quote
kayanya kalau mengacu terpaku kepada sutta, pembunuhan tidak langsung bagaimanapun tidak terhindarkan, jadi sutta tsb tidak realistis. sebab pembunuhan tidak langsung bisa diperluas "tidak langsungnya" hingga tidak terbatas.
Darimana bro tesla menarik kesimpulan pembunuhan tidak langsung tidak terhindarkan, sementara Bhikkhu Chakkupala yang secara langsung menginjak serangga tanpa mengetahuinya, tidak dipersalahkan oleh Buddha?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 14 January 2011, 09:25:58 PM
Bro Fabian yang baik,

Kalau saya mengutip dari wikipedia mengenai meditasi Vipassana /Pandangan Terang maka saya sebenarnya melihat kemiripan meditasi Vipassana dengan meditasi Zen. Hanya saja Zen mungkin lebih to the point menunjuk pada PIKIRAN sebagai subjek sekaligus objek meditasinya dan tidak mau melekat pada konsep apapun. Dapat dikatakan meditasi Zen adalah meditasi yang bertujuan menenangkan dan menyucikan pikiran. Tujuannya sederhana dan jelas.

Vipassanā (Pāli) or vipaśyanā (Sanskrit) means "insight". While it is often referred to as Buddhist meditation, the practice taught by the Buddha was non-sectarian, and has universal application. It does not require conversion to Buddhism. While the meditation practices themselves vary from school to school, the underlying principle is the investigation of phenomena as they manifest in the five aggregates (skandhas) namely, matter or form (rupa), sensation or feelings (vedana), perception (samjna, Pāli sanna), mental formations (samskara, Pāli sankhara) and consciousness (vijnana, Pāli vinnana). This process leads to direct experiential perception, vipassanā

Vipassanā is a Pali word from the Sanskrit prefix "vi-" and verbal root √drś. It is often translated as "insight" or "clear-seeing," though, the "in-" prefix may be misleading; "vi" in Indo-Aryan languages is cognate to our "dis." The "vi" in vipassanā may then mean to see apart, or discern. Alternatively, the "vi" can function as an intensive, and thus vipassanā may mean "seeing deeply". In any case, this is used metaphorically for a particularly powerful mental self-perception.

Vipassanā meditation is a very simple, logical technique which depends on direct experience, observation, rather than belief. It has three parts - adherence to a sīla (Sanskrit: śīla) (abstinence from killing, stealing, lying, sexual misconduct and intoxication), which is not an end in itself but a requirement for the second part, concentration of the mind (samādhi). With this concentrated mind, the third part of the technique (paññā, Sanskrit prajñā) is detached observation of the reality of the mind and body from moment to moment.

Kemiripan itu adalah tiga tahap (dalam tradisi Zen):

Dalam meditasi Zen, tahap pertama sebelum melangkah menuju meditasi/Zen, seseorang harus mematuhi Panca Sila Buddhist untuk mengendalikan tindakan dan ucapan. Khusus sila pertama, Zen memiliki tradisi ‘vegetarian’ yang mungkin tidak ‘wajib’ dalam tradisi Theravada.

Tahap kedua adalah samadhi/meditasi/Zen itu sendiri atau konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu / mindfulness. Pikiran adalah yang terpenting dalam tradisi Zen, karena pikiran adalah sumber dari tindakan dan ucapan. Ini terkait dengan karma yang terdiri dari tindakan, ucapan, pikiran. Ini seperti mencabut rumput (tindakan & ucapan) yang harus sampai ke akar (pikiran).

Di dalam tradisi Zen, teknik bernapas yang baik memerankan peran sangat penting dalam konsentrasi pikiran dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.
Hasil tahap kedua adalah mindfulness / eling/ hidup sadar yang ditandai dengan  pikiran-ucapan-tindakan praktisi meditasi yang menjadi ‘tenang’ atau ‘terkendali dengan baik’ (kalau Anda tidak menyukai kata ‘tenang’).
 
Namun yang perlu dicatat adalah sampai pada tahap kedua ini (mindfulness/ eling/ sadar) pikiran buruk/jahat masih dapat timbul dan belum dapat dihancurkan.

Pada tahap ketiga atau terakhir, kita harus menggunakan perhatian penuh kesadaran/ eling/ mindfulness yang sudah diperoleh pada tahap kedua tersebut ditambah dengan wisdom/prajna/panna kita sendiri yang diperoleh dari pengalaman HIDUP sehari-hari yang memungkinkan kita menghancurkan semua pikiran jahat/buruk.

Wisdom/Prajna yang dimaksud adalah wisdom/prajna seorang Bodhisattva.

Di dalam tradisi Zen, orang yang berhasil pada tahap ketiga ini telah menjadi seorang Bodhisattva atau minimal seorang Master Zen.

Biasanya sebelum menjadi Master Zen, seorang praktisi Zen mengalami apa yang biasa disebut beberapa pencerahan mendadak/seketika.

Diperlukan latihan eling/mindfulness yang kontinyu dan satu atau beberapa pengalaman hidup ‘pencerahan seketika’ yang tak disangka-sangka datangnya itu untuk menjadi seorang Master Zen.

Namun karena pencerahan seketika itu bersifat pribadi maka seringkali Master Zen enggan menceritakan pengalaman pencerahan seketika itu atau enggan mengaku sebagai Master Zen.

Dalam sejarah Zen, seringkali cerita pencerahan seorang Master Zen itu diperoleh dari teman seperguruan sang Master Zen itu yang menyaksikan sendiri bagaimana temannya mencapai pencerahan mendadak berkat petunjuk Gurunya.

Saya yakin saat ini di dunia ini banyak Master Zen yang menyembunyikan identitasnya dan pencerahannya sehingga tidak diketahui khalayak umum. Master Zen Thich Nhat Hanh termasuk yang diketahui umum, yang tersembunyi mungkin ratusan bahkan ribuan Master.

Yang lain mungkin boleh saja mempromosikan teh, kopi, soft drink dll yang memiliki aroma dan cita rasa yang menggoda lidah, tapi lidah saya tetap menyukai air minum biasa yang bening, jernih, dan menyehatkan. Itulah Zen dan meditasinya yang unik dan simple. Saya tetap menyukai (meditasi) Zen yang menurut saya simple, alamiah, menyegarkan dan menenangkan pikiran saya.

Pepatah Zen: Sebagai manusia biasa, pikiran tak berkurang. Sebagai Buddha, pikiran tak berlebih.

(Meditasi) Zen adalah semacam pendekatan etika dan psikologis yang sesungguhnya diperlukan oleh semua orang di dunia ini, tak melihat status sosial, etnis, bahkan agama, untuk mencapai ketenangan dan kedamaian individual yang pada akhirnya ‘cahaya’ ketenangan dan kedamaian itu ‘menyebar’ ke seluruh dunia. Sebagaimana meditasi Vipassana itu sendiri yang bersifat lintas agama dan berusaha agar semua orang yang mengikutinya mencapai 'Pandangan Terang'. Correct me if I'm wrong.

 _/\_



Bro Sutarman yang baik, sudahlah... saya sudah mengatakan  sampai disini saja, saya tak perlu melanjutkan diskusi kita, karena saya menduga dari apa yang anda tulis, bahwa anda baru mengikuti retret Thich Nhat Hanh, dan mengambil kesimpulan retret itu sama dengan retret Vipassana Theravada, padahal tidak sama.

Tak pernah ada retret Vipassana Theravada dengan sengaja disertai iringan musik.
Cara Thich Nhat Hanh yang bersukur karena ini, bersukur karena itu mungkin dipengaruhi agama tetangga, karena agama tetangga cukup kuat mempengaruhi guru-guru Buddhis dari Vietnam seperti Suma Chinghai misalnya.

Tak ada retret Vipassana Theravada diajarkan untuk bersukur karena ini atau bersukur karena itu.

Anda bahkan tak bisa membedakan ketenangan dengan mindfulness...

Jadi anda perlu belajar lebih jauh Vipassana untuk mengambil kesimpulan bro...

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 14 January 2011, 09:38:40 PM
Di contoh 1, produsen telah menyiapkan daging terlebih dahulu. Jadi apakah kita datang atau tidak ke restoran itu, daging telah disiapkan. Dalam contoh ekstrem, walaupun hari itu dunia kiamat tidak ada yang makan daging, namun ayamnya sudah terbunuh dahulu.
nah intinya kan tanpa kita pun pembunuhan terjadi kan? hal yg sama dg dokter aborsi... hanya saja pembunuhannya benar2 di tangan si dokter.

Quote
Dalam kasus makanan fast food:
Resto A & B mengadakan penyediaan daging -> Apakah konsumen X atau Y, datang atau tidak datang, ke Resto A atau B, daging telah tersedia. Kehadiran X dan Y tidak berpengaruh pada penyediaan daging tersebut.

Dalam kasus peternakan, jika kita yang jadi supplier:
Kita menyediakan daging -> diambil oleh resto A/B, maka akan terjadi pembunuhan.
Y juga menyediakan daging -> diambil oleh resto A/B, juga terjadi pembunuhan.
yup, kurang lebih intinya kalau saya berada di belakang rantai pembunuhan saya hindari, tapi kalau saya sesudah rantai pembunuhan, tidak apa2... imho sebenarnya sama aja, cuma kita memberi ruang pada diri sendiri karena pembunuhannya terjadi sebelum kita.

Quote
Darimana bro tesla menarik kesimpulan pembunuhan tidak langsung tidak terhindarkan, sementara Bhikkhu Chakkupala yang secara langsung menginjak serangga tanpa mengetahuinya, tidak dipersalahkan oleh Buddha?
yup, kan tidak tahu & tidak niat, sekarang kalau bro mau berpikir, pasti byk hal yg bro tau :)
yg udah jelas ya peternak, nelayan. lanjut ke yg tidak langsung ya, krn utk orang sekaliber bro Kainyn pasti tau, bukan tidak tau. perkebunan, pembangun rumah, pertambangan. jadi byk pekerjaan basic yg mensupport kehidupan skr ga sah... sisa pekerjaan2 modren yg berada di layer lebih atas kan? mis perdagangan, desainer, dll tapi ya kalau ga ada mereka kita ga bisa hidup dg culture seperti sekarang, jatuhnya pasti ga jauh2 dari hidup pertapa. imo, kita cuma memposisikan diri di sisi sebelah setelah pembuhunan, padahal semua ini rantainya ya saling terkait. singkat kata utk pemegang sila diharapkan menempati posisi di bagian demand (dari supply & demand), hasilnya ya ga mengurangi pembunuhan (saya bilang mengurangi ya... krn menghilangkan sempurna, krn kalau ini emg naif, tidak semua org buddhis), terlihat ga pembenarannya  bro?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 15 January 2011, 05:39:48 AM
Bro Sutarman yang baik, sudahlah... saya sudah mengatakan  sampai disini saja, saya tak perlu melanjutkan diskusi kita, karena saya menduga dari apa yang anda tulis, bahwa anda baru mengikuti retret Thich Nhat Hanh, dan mengambil kesimpulan retret itu sama dengan retret Vipassana Theravada, padahal tidak sama.

Tak pernah ada retret Vipassana Theravada dengan sengaja disertai iringan musik.
Cara Thich Nhat Hanh yang bersukur karena ini, bersukur karena itu mungkin dipengaruhi agama tetangga, karena agama tetangga cukup kuat mempengaruhi guru-guru Buddhis dari Vietnam seperti Suma Chinghai misalnya.

Tak ada retret Vipassana Theravada diajarkan untuk bersukur karena ini atau bersukur karena itu.

Anda bahkan tak bisa membedakan ketenangan dengan mindfulness...

Jadi anda perlu belajar lebih jauh Vipassana untuk mengambil kesimpulan bro...

Mettacittena,

bro Sutarman, apa benar vipasana ala TNH ada Iringan MUSIK ?  :o

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 15 January 2011, 07:18:41 AM
Bro Sutarman yang baik, sudahlah... saya sudah mengatakan  sampai disini saja, saya tak perlu melanjutkan diskusi kita, karena saya menduga dari apa yang anda tulis, bahwa anda baru mengikuti retret Thich Nhat Hanh, dan mengambil kesimpulan retret itu sama dengan retret Vipassana Theravada, padahal tidak sama.

Tak pernah ada retret Vipassana Theravada dengan sengaja disertai iringan musik.
Cara Thich Nhat Hanh yang bersukur karena ini, bersukur karena itu mungkin dipengaruhi agama tetangga, karena agama tetangga cukup kuat mempengaruhi guru-guru Buddhis dari Vietnam seperti Suma Chinghai misalnya.

Tak ada retret Vipassana Theravada diajarkan untuk bersukur karena ini atau bersukur karena itu.

Anda bahkan tak bisa membedakan ketenangan dengan mindfulness...

Jadi anda perlu belajar lebih jauh Vipassana untuk mengambil kesimpulan bro...

Mettacittena,

Bro Fabian yang baik,

Anda salah duga, saya walaupun praktisi Zen bukanlah murid Master Zen Thich Nhat Hanh. Saya punya Guru Zen tersendiri yang namanya saya tak bisa sebutkan di forum ini karena memang Guru saya tidak suka disebut sebagai Guru atau Master.

Namun saya setelah membaca buku-buku Master Zen Thich Nhat Hanh tahu bahwa apa yang Beliau ajarkan mirip dengan yang Guru Zen saya ajarkan. Dalam tradisi Zen, tidak ada yang dinamakan persaingan antar Guru malah seringkali ada kerjasama antar Guru/Master walaupun metode meditasinya agak bahkan sangat berbeda.

Saya tidak bisa berkomentar mengenai musik yang dipakai Master Zen Thich Nhat Hanh karena saya TAK PERNAH mengikuti retretnya. Saya pikir MUNGKIN itu termasuk metode untuk menenangkan perasaan sebelum masuk ke meditasi yang sebenarnya. Saya pribadi tak pernah memakai musik dalam bermeditasi, saya malah menyukai keheningan, karena itu saya seringkali bangun jam 3 pagi untuk bermeditasi saat (maaf) SEBELUM agama tetangga lain menyuarakan panggilan sembahyangnya.

Dan oh ya, saya bukan penggemar Suma Chinghai dan sejenisnya. Bagi saya, Suma Chinghai bukan Buddhist. Saya hanya memandang dia dari segi positifnya saja, yaitu dia mendirikan rumah makan vegetarian di seluruh dunia yang kebetulan cocok dengan pola makan saya.

Saya setuju dengan pendapat Master Cheng Yen bahwa manusia itu seperti gelas/mug yang pasti ada cacat di satu sisinya, namun lebih baik kita tidak melihat sisi cacatnya itu, namun melihat sisi yang tidak cacat dan mendorongnya berbuat kebajikan dari sisi yang tidak cacat itu. Itu pula yang dinasihatkan Master Huineng kepada Shenhui yang diketok kepalanya itu, kalau Anda memahami kisah Zen yang saya berikan sebelumnya. 

Master Cheng Yen walaupun dari Mahayana San Lun namun Beliau mengaplikasikan nilai-nilai Zen pula. Contoh lain adalah sikap Master Cheng Yen yang menerapkan ajaran Master Zen Baizhang dari Dinasti Tang  yang menekankan kemandirian hidup bhiksu/ni.

Mengenai pengaruh agama 'tetangga' terhadap Master Zen Thich Nhat Hanh, saya pikir Anda terlalu berprasangka buruk dan menyimpulkan terlalu jauh. Ada baiknya Anda membaca beberapa postingan rekan-rekan lain di forum Chan/Zen mengenai Master Zen Thich Nhat Hanh.

Saya pikir memang lebih baik diskusi saya dengan Anda diakhiri karena kita memang berbeda tradisi.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 15 January 2011, 07:34:27 AM
bro Sutarman, apa benar vipasana ala TNH ada Iringan MUSIK ?  :o

 _/\_

Bro Adi Lim yang baik,

Saya tidak tahu karena saya tidak pernah mengikuti retret Beliau (saya bukan murid Beliau), ada baiknya rekan lain yang pernah mengikuti retret itu membantu memberikan informasi dan membantu meluruskan duduk persoalannya.
 _/\_
Sutarman
(Praktisi Zen)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 15 January 2011, 08:23:14 AM
bro Sutarman, apa benar vipasana ala TNH ada Iringan MUSIK ?  :o

 _/\_




kalau gak salah dulu pernah ada postingan gambar Sang Master on stage bersama personnel orchestra-nya, ada yg bisa bantu membongkar arsip?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 15 January 2011, 08:58:00 AM
kalau gak salah dulu pernah ada postingan gambar Sang Master on stage bersama personnel orchestra-nya, ada yg bisa bantu membongkar arsip?

itu saya masih ingat ada di file 'Biku mian gitar',  ^:)^
tapi bukannya waktu itu TNH lagi show on music bukan sedang acara meditasi !
atau memang TNH sedang meditasi sekalian show musik ? ???

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 15 January 2011, 09:09:05 AM
Bro Adi Lim yang baik,

Saya tidak tahu karena saya tidak pernah mengikuti retret Beliau (saya bukan murid Beliau), ada baiknya rekan lain yang pernah mengikuti retret itu membantu memberikan informasi dan membantu meluruskan duduk persoalannya.
 _/\_
Sutarman
(Praktisi Zen)


jadi bro Sutarman praktisi Meditasi Zen ada beda dengan meditasi Zen TNH  ^-^
ok, terima kasih bro Sutarman yang baik.  ;D

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 15 January 2011, 09:18:01 AM
Saya yakin saat ini di dunia ini banyak Master Zen yang menyembunyikan identitasnya dan pencerahannya sehingga tidak diketahui khalayak umum. Master Zen Thich Nhat Hanh termasuk yang diketahui umum, yang tersembunyi mungkin ratusan bahkan ribuan Master.

Bro Sutarman, karena Mister TNH termasuk yg diketahui umum, artinya beliau tidak menyembunyikan identitas dan pencerahannya, bisakah anda share pengetahuan anda mengenai bagaimana pencapaian pencerahan oleh TNH ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 15 January 2011, 09:19:46 AM
nah intinya kan tanpa kita pun pembunuhan terjadi kan? hal yg sama dg dokter aborsi... hanya saja pembunuhannya benar2 di tangan si dokter.
Betul, berperan atau tidaknya kita, pembunuhan tetap berlangsung. Lalu apa pointnya? Pointnya adalah jika kita berperan, maka pembunuhan tetap terjadi + 1. Jika kita tidak berperan, maka tidak ada penambahan.
(Idealnya, kita bantu agar pembunuhan - x, tapi ini belum tentu ada dalam kapasitas kemampuan kita.)

Quote
yup, kurang lebih intinya kalau saya berada di belakang rantai pembunuhan saya hindari, tapi kalau saya sesudah rantai pembunuhan, tidak apa2... imho sebenarnya sama aja, cuma kita memberi ruang pada diri sendiri karena pembunuhannya terjadi sebelum kita.
Ini sudah mencakup 2 hal yang berbeda. Pertama adalah pembunuhannya, ke dua adalah kemelekatan pada hasil pembunuhannya. Menghindari pembunuhannya sudah selangkah lebih maju. Betul mungkin masih melekat, tetapi setidaknya menahan diri dari pembunuhan. Dalam perbandingan, seperti orang masih bernafsu melihat wanita, namun tetap menjaga sila susilanya. Ini tetap sudah jauh lebih baik ketimbang tidak menjaganya sama sekali.

Mengenai kemelekatannya, ini yang sebetulnya harus dilepas pertama-tama. Karena jika terus 'dipelihara', maka kita tetap akan mencari kepuasan tersebut. Prioritasnya memang yang 'dilegalkan sila' tetapi kalau dorongan keinginan terus dipelihara, bisa-bisa nanti tidak terkendalikan lagi.

Dalam Buddhisme, sebetulnya yang pertama adalah kemelekatannya dulu yang dikikis. Setelah itu, baru kita menjaga perilaku kita sebisa mungkin jangan sampai menyebabkan terjadinya pembunuhan. Dalam hidup sehari-hari, tentu tidak semudah itu mengikis kemelekatan, maka digunakanlah batasan sila.

Spoiler: ShowHide
Sebetulnya kalau kita bisa terus-menerus berperhatian benar, maka otomatis semua sila juga sudah tercakup. Itulah mengapa sati adalah 'sila' tertinggi. Masalahnya, bisakah sepanjang waktu kita sati tanpa terputus?



Quote
yup, kan tidak tahu & tidak niat, sekarang kalau bro mau berpikir, pasti byk hal yg bro tau :)
yg udah jelas ya peternak, nelayan. lanjut ke yg tidak langsung ya, krn utk orang sekaliber bro Kainyn pasti tau, bukan tidak tau. perkebunan, pembangun rumah, pertambangan. jadi byk pekerjaan basic yg mensupport kehidupan skr ga sah... sisa pekerjaan2 modren yg berada di layer lebih atas kan? mis perdagangan, desainer, dll tapi ya kalau ga ada mereka kita ga bisa hidup dg culture seperti sekarang, jatuhnya pasti ga jauh2 dari hidup pertapa.
Yang bro tesla katakan memang sangat benar. Apakah hidup kita sebetulnya bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi alam, itulah sebetulnya yang harus direnungkan. Walaupun masih perumahtangga, kita bisa melihat sendiri apakah perilaku ini condong pada pengembangan keserakahan, ataukah pada kehidupan petapa.


Quote
imo, kita cuma memposisikan diri di sisi sebelah setelah pembuhunan, padahal semua ini rantainya ya saling terkait. singkat kata utk pemegang sila diharapkan menempati posisi di bagian demand (dari supply & demand), hasilnya ya ga mengurangi pembunuhan (saya bilang mengurangi ya... krn menghilangkan sempurna, krn kalau ini emg naif, tidak semua org buddhis), terlihat ga pembenarannya  bro?
Untuk hal ini, adalah tergantung kasus. Terlalu banyak faktor yang diperhitungkan.
Betul dalam kasus tertentu, 'sila' ini sama sekali tidak mengurangi pembunuhan. Misalnya saya jadi pemiliki resto sea food hidup, lalu konsumen saya besok semua pindah jadi Buddhis. Maka saya bisa juga mengganti menu hidup menjadi segar, jadi konsumen Buddhis tetap makan di tempat saya. Intinya pembunuhan tetap terjadi, tidak berkurang walaupun orang memegang sila. Lalu kalau ditanya Buddhis 1, jawabnya: 'kalau saya makan juga ada Buddhis 2, 3, ... , x yang makan'.

Karena itu, berlakulah point ke 3 dari Jivaka Sutta: 'kalau kita menduga daging itu disiapkan untuk kita, maka kita tidak memakannya.' Jika kita memang menduga demikian, janganlah makan. Bagaimana jika kita senang menduga-duga bahwa semuanya disiapkan untuk kita? Gampang, jangan makan semuanya, kecuali kita yakin memang itu tidak dipersiapkan untuk kita. Sikap ini berbeda dengan vegetarian-freak yang melihat makan daging seperti memakan makhluk hidup-hidup (=membunuhnya). Kita boleh menghindari jika menduga kita ikut andil dalam pembunuhannya, tapi tetap selalu melihat daging sebagai daging, makanan sebagai makanan, bukan sesuatu yang kotor yang bikin mati kalau dimakan.

Kembali lagi, seharusnya prioritas adalah mengikis kemelekatan dulu, jika tidak bisa, baru dibatasi sila. Jangan jadikan sila sebagai 'tujuan akhir' karena itu tidak memberikan manfaat maksimal sebagai pengikut Ajaran Buddha. 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 15 January 2011, 09:34:18 AM
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 15 January 2011, 09:40:23 AM
Bro Fabian yang baik,

Wisdom/Prajna yang dimaksud adalah wisdom/prajna seorang Bodhisattva.

Di dalam tradisi Zen, orang yang berhasil pada tahap ketiga ini telah menjadi seorang Bodhisattva atau minimal seorang Master Zen.

Biasanya sebelum menjadi Master Zen, seorang praktisi Zen mengalami apa yang biasa disebut beberapa pencerahan mendadak/seketika.

Diperlukan latihan eling/mindfulness yang kontinyu dan satu atau beberapa pengalaman hidup ‘pencerahan seketika’ yang tak disangka-sangka datangnya itu untuk menjadi seorang Master Zen.

Namun karena pencerahan seketika itu bersifat pribadi maka seringkali Master Zen enggan menceritakan pengalaman pencerahan seketika itu atau enggan mengaku sebagai Master Zen.

Dalam sejarah Zen, seringkali cerita pencerahan seorang Master Zen itu diperoleh dari teman seperguruan sang Master Zen itu yang menyaksikan sendiri bagaimana temannya mencapai pencerahan mendadak berkat petunjuk Gurunya.

Saya yakin saat ini di dunia ini banyak Master Zen yang menyembunyikan identitasnya dan pencerahannya sehingga tidak diketahui khalayak umum. Master Zen Thich Nhat Hanh termasuk yang diketahui umum, yang tersembunyi mungkin ratusan bahkan ribuan Master.

Pepatah Zen: Sebagai manusia biasa, pikiran tak berkurang. Sebagai Buddha, pikiran tak berlebih.

(Meditasi) Zen adalah semacam pendekatan etika dan psikologis yang sesungguhnya diperlukan oleh semua orang di dunia ini, tak melihat status sosial, etnis, bahkan agama, untuk mencapai ketenangan dan kedamaian individual yang pada akhirnya ‘cahaya’ ketenangan dan kedamaian itu ‘menyebar’ ke seluruh dunia. Sebagaimana meditasi Vipassana itu sendiri yang bersifat lintas agama dan berusaha agar semua orang yang mengikutinya mencapai 'Pandangan Terang'. Correct me if I'm wrongb

 _/\_


Bro Sutarman, karena Mister TNH termasuk yg diketahui umum, artinya beliau tidak menyembunyikan identitas dan pencerahannya, bisakah anda share pengetahuan anda mengenai bagaimana pencapaian pencerahan oleh TNH ini?

bold biru
Bro Sutarman pernah mendengar pengalaman guru Zen yang dapat 'pencerahan mendadak', bisakah anda berbagi cerita tersebut.
karena saya masih bingung dengan 'pencerahan' dimaksud, apakah dimaksud  'masuk arus' ( jadi mahluk Ariya ) atau sekedar mendapat ketenangan mendadak sesudah pikiran yang tadinya 'liar' jadi tenang . ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 15 January 2011, 09:42:27 AM
bold biru
Bro Sutarman pernah mendengar pengalaman guru Zen yang dapat 'pencerahan mendadak', bisakah anda berbagi cerita tersebut.
karena saya masih bingung dengan 'pencerahan' dimaksud, apakah dimaksud  'masuk arus' ( jadi mahluk Ariya ) atau sekedar mendapat ketenangan mendadak sesudah pikiran yang tadinya 'liar' jadi tenang . ^:)^

kalau dari komik-komik zen, yg dimaksudkan pencerahan dalam zen itu adalah mengetahui jawaban dari suatu teka-teki.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 15 January 2011, 09:50:02 AM
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 15 January 2011, 09:55:33 AM
kalau dari komik-komik zen, yg dimaksudkan pencerahan dalam zen itu adalah mengetahui jawaban dari suatu teka-teki.

emank ZEN itu hanya dari cerita komik ! :o
tidak ada referensi pitaka ? ???

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 15 January 2011, 09:57:03 AM
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D

kalau tidak ada Vinaya, patokannya apa dalam menjalankan praktek kehidupan monastik/keBhikkhuan ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 15 January 2011, 10:02:23 AM
itu saya masih ingat ada di file 'Biku mian gitar',  ^:)^
tapi bukannya waktu itu TNH lagi show on music bukan sedang acara meditasi !
atau memang TNH sedang meditasi sekalian show musik ? ???

 _/\_

Bro Adi Lim yang baik, ini linknya:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18103.0

Apakah Bhiksu Thich sedang meditasi atau bukan waktu bermain musik...?

Logikanya demikian:

Dalam Zen dikatakan mindful, eling, sadar setiap saat. Itulah meditasi Zen.

Bila sedang main musik apakah kita bisa mindful atau tidak?
- bila jawabannya bisa mindful berarti yang main musik juga sedang meditasi Zen.
- bila jawabannya tidak bisa mindful berarti meditator zen tidak mindful pada waktu bermain musik, berarti tak cocok dengan pernyataan mindful, eling, sadar setiap saat.

Apakah ketika bermain musik mindful atau tidak mindful?
- bila tidak mindful berarti Bhiksu Thich tidak mengajarkan meditasi Zen yang benar (karena mengajarkan orang tidak mindful).
- bila mindful berarti Bhiksu Thich sedang main musik sambil meditasi Zen. Berarti mengajarkan meditasi Zen diiringi musik.

Mettacittena

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 15 January 2011, 10:40:37 AM
kalau dari komik-komik zen, yg dimaksudkan pencerahan dalam zen itu adalah mengetahui jawaban dari suatu teka-teki.
Koan itu cara kerjanya seperti waktu Buddha Gotama menyuruh Kisa Gotami mencari biji lada tersebut. Kadang bukan jawaban dari teka-tekinya yang berguna, tetapi apa yang didapat dalam pencarian teka-teki tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 10:41:51 AM

bro Tesla yg baik,

Plato pun malah lebih awal lahirnya dibanding Sang Buddha.

Plato tidak lebih awal dari Sang Buddha.

Spoiler: ShowHide


Plato, The definite place and time of Plato's birth are not known, but what is certain is that he belonged to an aristocratic and influential family. based on ancient sources, most modern scholars believe that he was born in Athens or Aegina between 429 and 423 BC.

Buddha, The actual date of the Buddha's birth is unknown. According to Buddhist tradition, the Buddha's birth took place in 624 BCE, although some recent estimates place the Buddha's birth much later — perhaps as late as 448 BCE {1}. 560 BCE is one commonly accepted date for the Buddha's birth, and the "historical" date for that event that I adopt here.


saya ingin mengoreksi, bukan Plato yg saya maksud, sory ya bro, udah pikun nih, tapi Pythagoras (sekali lagi sory, karena sama2 pake huruf "P" utk huruf awalnya).

link ttg Pythagoras http://en.wikipedia.org/wiki/Pythagoras
Spoiler: ShowHide

Pythagoras of Samos (Ancient Greek: Ὁ Πυθαγόρας ὁ Σάμιος O Pythagoras o Samios "Pythagoras the Samian", or simply Ὁ Πυθαγόρας; c. 570-c. 495 BC[1]) was an Ionian Greek philosopher, mathematician, and founder of the religious movement called Pythagoreanism. Most of the information about Pythagoras was written down centuries after he lived, so that very little reliable information is known about him. He was born on the island of Samos, and may have travelled widely in his youth, visiting Egypt and other places seeking knowledge. He had a teacher named Themistoclea, who introduced him to the principles of ethics.[2][3] Around 530 BC, he moved to Croton, a Greek colony in southern Italy, and there set up a religious sect. His followers pursued the religious rites and practices developed by Pythagoras, and studied his philosophical theories. The society took an active role in the politics of Croton, but this eventually led to their downfall. The Pythagorean meeting-places were burned, and Pythagoras was forced to flee the city. He is said to have ended his days in Metapontum.

Pythagoras made influential contributions to philosophy and religious teaching in the late 6th century BC. He is often revered as a great mathematician, mystic and scientist, and he is best known for the Pythagorean theorem which bears his name. However, because legend and obfuscation cloud his work even more than with the other pre-Socratic philosophers, one can say little with confidence about his teachings, and some have questioned whether he contributed much to mathematics and natural philosophy. Many of the accomplishments credited to Pythagoras may actually have been accomplishments of his colleagues and successors. Whether or not his disciples believed that everything was related to mathematics and that numbers were the ultimate reality is unknown. It was said that he was the first man to call himself a philosopher, or lover of wisdom,[4] and Pythagorean ideas exercised a marked influence on Plato, and through him, all of Western philosophy.



Berdasarkan catatan kuliah saya ada 3 macam perhitungan Sang Buddha Mahaparinibbana, dari sini kita bisa mendapatkan data kelahiran beliau dengan menambah 80 tahun :
1.   Long chronology – 544 BC (lahir 624 BC)
2.   Short chronology – 386 BC (lahir 466 BC)
3.   Corrected long chronology – 483/480 BC (lahir 563/560 BC)
Keterangan :
1.   Sebelum abad 11 M negara Srilanka, Burma, Thailand menggunakan Long chronology karena mereka berdasarkan perhitungan tradisi saja, bahkan para negara ini telah menyelenggarakan “Peringatan 2500 tahun Sang Buddha Mahaparinibbana” pada th.1956 dan “Peringatan 2550 tahun Sang Buddha Mahaparinibbana”.  Untuk mendukung pandangan ini mereka mencoba menggunakan beberapa inscription (prasasti tulisan kuno) serta Mahavamsa dan Dipavamsa yang mencatat King Asoka naik tahta 218 tahun setelah Sang Buddha Mahaparinibbana.

2.   Berdasarkan tradisi dari India Utara King Asoka naik tahta pada th.270 SM, yaitu 116 tahun (bukunya Vasumitra) atau 100 tahun (Asokāvadāna) setelah Sang Buddha Mahaparinibbana. Tetapi hal ini mendapat tentangan karena Persamuan Agung ke-2 diselenggarakan 100 tahun setelah Sang Buddha Mahaparinibbana. Sehingga pandangan ini dianggap salah perhitungan.

3.   Berdasarkan tradisi dari Selatan (Negara Srilanka, Burma, Thailand) king Asoka naik tahta 218 tahun setelah Sang Buddha Mahaparinibbana. Perhitungan ini dapat dicocokkan dengan Dipavamsa, Mahavamsa dan Samantapasadika (VinA) yang mencatat King Asoka naik tahta th.270 SM. Banyak para scholar menerima perhitungan ini.

Berdasarkan catatan Buddhist text, Mahavira (Jain’s leader/guru kaum Jain), yang bersamaan waktu hidupnya dengan Sang Buddha wafat sebelum Sang Buddha, beliau meninggal th.468 SM atau 478 SM, jika benar demikian maka catatan perhitungan corrected long chronology adalah yang benar.


mettacittena,


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 10:55:54 AM
begitulah, logikanya kita bisa ambil dari atas dulu, apabila gurunya berpandangan salah maka ke bawahnya bisa semakin salah, dan kita tidak bisa mengetahui semua pandangan2 orang lain yang begitu banyak, bahkan bisa saja penulis sutta pun berpandangan salah khan ;D

maksud bro sejak Konsili pertama Persamuan Agung itu hanya sebuah produk saja yang semacam pencetakan buku jaman sekarang ? wah perlu suatu usaha keras utk membangunkan Sang Buddha utk menanyakan yang sebenarnya.  ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 10:59:34 AM
Baru saja saya terpikir beberapa konsekwensi, jadi saya mau tanya bro tesla sebelum melanjutkan. Apa sebetulnya tujuan bro tesla mengatakan panatipata mencakup tumbuhan?



maksud bro Tesla adalah mengaitkan kata awalnya pāṇānaṃ (breathing, usually a living being endowed with the breath of life, p.451)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 11:12:44 AM
Bro Fabian yang baik,

Apakah kerja kolektif ratusan Bhikkhu bisa menjamin KEBENARAN isinya? Tanpa salah sedikitpun?
Bila Bro mengakui BUKAN BUDDHA sendiri yang menulis Tipitaka,
lalu apakah Bro menganggap apa yang DISADARI BUDDHA setara dan sama persis dengan apa yang disadari ratusan Bhikkhu itu?
Zen tetap menjaga sikap skeptis, karena itu Zen disebut ajaran di luar kitab yang berusaha mentransmisikan PIKIRAN BUDDHA yang tidak dapat ditemukan dalam rangkaian kata-kata. Karena kata-kata memiliki keterbatasan mengungkapkan maksud sebenarnya.
Saya berikan contoh: coba Anda deskrispsikan keharuman mawar dan melati dan juga perbedaannya kepada orang yang belum pernah membaui keharuman kedua bunga itu.
Karena itu Zen berusaha menemukan makna sebenarnya dalam praktek meditasi secara langsung. Tipitaka/Tripitaka dan konsep-konsep yang ada di dalamnya hanya semacam pengantar saja untuk tahap yang lebih lanjut yang ditemukan dalam meditasi dan HIDUP itu sendiri.
 
 _/\_

sayang sekali Sang Buddha sudah ditawarin royalti menolak, karena beliau bukan seorang yang berprofesi penulis, kearahatan adalah pencapaian tahap kesucian yang hanya bisa dicapai dg praktek langsung, bukan suatu resep masakan yang bisa diperjualbelikan.

dalam Dh.275 & 276 anda bisa temukan pesan Sang Buddha, dg jelas beliau berpesan
"hanya kita sendirilah yang langsung berpraktek untuk mencapai kesucian (Arahat) tsb, beliau hanya menunjukkan jalan saja".

Quote
275.  Etañhi tumhe paṭipannā, dukkhassantaṃ karissatha;
Akkhāto ve mayā maggo, aññāya sallasanthanaṃ
(dengan menjalani jalan ini kau akan mengakhiri penderitaan jalan yang kutunjukkan ini adalah yang telah kutemui ketika aku mencabut duri diriku.)

276. Tumhehi kiccamātappaṃ, akkhātāro tathāgatā;
Paṭipannā pamokkhanti, jhāyino mārabandhanā.
(perjuangan harus kau laksanakan sendiri Sang Tathagata hanya Penunjuk jalan orang yang melaksanakan meditasi yang mengalami jalan ini akan terbebas dari jerat dan cengkraman Mara.)

dalam konsep Mahayana, Sang Buddha tidak pernah mengajarkan "Ajarannya" beliau hanya duduk sempurna meditasi tanpa mengeluarkan sepatah katapun. jadi sebaiknya kita tidak perlu memperpanjang diskusi ini krn lebih ke Mahayana. bagi saya, sebelum saya mencapai Arahat, maka ajaran beliau yang bisa saya dapatkan dari Tipitaka dapat dipertanggungjawabkan dari pada tulisan karya Buda Hidup. sory bro...saya pribadi masih menganggap Tipitaka dapat dipertanggungjawabkan.

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 11:30:42 AM
emank ZEN itu hanya dari cerita komik ! :o
tidak ada referensi pitaka ? ???

 _/\_


khan dalam zen tidak ada vinaya ;D


ohh... maksudnya KOMIK lebih tinggi kedudukannya dan lebih dpt dipertanggungjawabkan daripada TIPITAKA yg ditulis oleh kaum ARAHAT yang amat menjaga Vinaya, begitukah?

tentunya agama baru yang boleh tanpa vinaya, melanggar semua sila dan dapat mencapai PENCERAHAN akan mendapatkan sebanyak2nya umat, yakin dah...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 15 January 2011, 11:43:39 AM
Bro Adi Lim yang baik, ini linknya:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18103.0

Apakah Bhiksu Thich sedang meditasi atau bukan waktu bermain musik...?

Logikanya demikian:

Dalam Zen dikatakan mindful, eling, sadar setiap saat. Itulah meditasi Zen.

Bila sedang main musik apakah kita bisa mindful atau tidak?
- bila jawabannya bisa mindful berarti yang main musik juga sedang meditasi Zen.
- bila jawabannya tidak bisa mindful berarti meditator zen tidak mindful pada waktu bermain musik, berarti tak cocok dengan pernyataan mindful, eling, sadar setiap saat.

Apakah ketika bermain musik mindful atau tidak mindful?
- bila tidak mindful berarti Bhiksu Thich tidak mengajarkan meditasi Zen yang benar (karena mengajarkan orang tidak mindful).
- bila mindful berarti Bhiksu Thich sedang main musik sambil meditasi Zen. Berarti mengajarkan meditasi Zen diiringi musik.

Mettacittena


dilihat dari gambarnya, TNH sedang meresapi keindahan alunan musik ! ^-^
jika sedang meditasi atau tidak ! hanyalah TNH yang tahu. :-?

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 15 January 2011, 11:52:26 AM
Karena itu, berlakulah point ke 3 dari Jivaka Sutta: 'kalau kita menduga daging itu disiapkan untuk kita, maka kita tidak memakannya.' Jika kita memang menduga demikian, janganlah makan. Bagaimana jika kita senang menduga-duga bahwa semuanya disiapkan untuk kita? Gampang, jangan makan semuanya, kecuali kita yakin memang itu tidak dipersiapkan untuk kita. Sikap ini berbeda dengan vegetarian-freak yang melihat makan daging seperti memakan makhluk hidup-hidup (=membunuhnya). Kita boleh menghindari jika menduga kita ikut andil dalam pembunuhannya, tapi tetap selalu melihat daging sebagai daging, makanan sebagai makanan, bukan sesuatu yang kotor yang bikin mati kalau dimakan.
nah ini dia intinya, kalau mau melihat lebih jauh, "yg kita makan adalah yg disiapkan utk kita". argumen melihat orang lain (non Buddhist) sbg pasar (market) nya adalah keliru, kalau kita makan yah memang kita marketnya. brp sih dari kita yg makan daging dari mahkluk yg mati krn kecelakaan, tua, sakit?  brp sih yg hanya makan pemberian orang lain tanpa upaya/usaha? makanya saya sebut sila tidak relevan bagi bukan-pertapa.

misalkan shifting dari jual "seafood hidup" menjadi "seafood segar". sebagai konsumennya sebenarnya yah "kita men-tidak tahu kan saja pembunuhannya", padahal jelas2 cuma beda lokasi saja pembunuhannya, dari dapat dilihat (akuarium depan) menjadi tidak dilihat (di dapur). sama saja dg beli daging di pasar, kita men-tidak-tahu-kan pembunuhannya (padahal ya sebenarnya tau jg). kesimpulan saya sih, sbg konsumen ya sama aja, yg ke resto seafood segar tidak lebih baik dari yg ke resto seafood hidup.

lebih lanjut lagi, juga konsumen tidak lebih baik dari tukang jagalnya, distributornya, nelayannya... mau atau tidak saja kita membuka mata kita (pikiran).

Quote
Kembali lagi, seharusnya prioritas adalah mengikis kemelekatan dulu, jika tidak bisa, baru dibatasi sila. Jangan jadikan sila sebagai 'tujuan akhir' karena itu tidak memberikan manfaat maksimal sebagai pengikut Ajaran Buddha. 
ya sila kan tools* utk mengatasi "kemelekatan". makan daging atau sayur sebenarnya ya sama aja. bedanya makan utk bertahan hidup, atau makan utk memenuhi nafsu, begitukan? namun kenyataannya adalah umat awam (yg tidak mirip bro) ya patokannya sila & pelanggaran sila. penghidupan benar ya ga melanggar sila, bukan mengikis kemelekatan. benarkan? patokannya udah jadi sila diperkuat dg Jivaka Sutta lagi yg sebenarnya hanya men-shifting pembunuhan & menurut saya (pada umumnya orang) pura2 tidak tau saja, dari risih jika melanggar sila menjadi tidak risih krn tidak melanggar sila. parahnya lagi peran orang dibalik layar pembunuhan dianggap lebih hina (lebih kotor) sementara orang yg di depan panggung (terima bersih aja udah jadi bangkai) dianggap moralitasnya lebih baik. pemikiran demikian menyebabkan kalau ada nelayan yg jadi Buddhist dianjurkan berhenti, atau peternak, atau penjual pecel lele, dll... ini berlaku utk pengkebun-pensuplai sayur (yg menyiram pestisida), pembuka lahan (yg memusnahkan tempat tinggal beserta mahkluknya)... sebenarnya kita ya sama aja.

Spoiler: ShowHide
saya lebih memilih "menghindari penghambur2an", daripada "menghindari pembunuhan".

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 15 January 2011, 12:38:01 PM
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D



ohh... maksudnya KOMIK lebih tinggi kedudukannya dan lebih dpt dipertanggungjawabkan daripada TIPITAKA yg ditulis oleh kaum ARAHAT yang amat menjaga Vinaya, begitukah?

tentunya agama baru yang boleh tanpa vinaya, melanggar semua sila dan dapat mencapai PENCERAHAN akan mendapatkan sebanyak2nya umat, yakin dah...

Mahayana (khususnya Zen) bukan berdasarkan KOMIK, tetapi dharma diajarkan langsung dari hubungan antar guru ke murid. praktisi Mahayana memang lebih berpatokan pada guru, benda hidup daripada Kitab, benda mati. Disini secara fundamental memang antara Theravada dan Mahayana berbeda, sudah nature Mahayanist lebih yakin sama gurunya & Theravadin lebih yakin sama kitabnya. tidak ada titik temu disini... Mahayanist tentu yakin dg guru mereka (mis: TNH).



saran utk semua yg mengkritisi Mahayana
mohon jgn melakukan penyerangan pribadi thd guru mereka. kita tidak tau apakah mereka tercerahkan / tidak. bagaimana mahkluk yg tercerahkan itu ciri2nya saya kira tidak ada yg tau, jd jgn anggap gambaran pencerahan di-pikiran kita adalah yg paling benar, sebab dg gambaran demikian pun (walau berasal dari Kitab Tertinggi) kita belum/tidak tercerahkan sampai sekarang.



apakah Tipitaka dapat dipercaya 100%? <--- imo, disinilah memang thread utk memberi ruang membahas secara kritis dari sudut pandang berbeda. ayo lanjutkan diskusi dg netral... semua tradisi sebenarnya ada **** (cencored) kok, jadi santai aja...

:backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 15 January 2011, 01:35:20 PM
 [at] Sutarman...

Jari menunjuk bulan,
walaupun jari bukan-lah bulan,
ada yang melalui jari baru bisa melihat bulan,
ada yang tidak perlu jari juga berhasil melihat bulan,
Jadi kadang ada yang perlu jari untuk melihat bulan, ada yang tidak perlu.
Walaupun Jari bukan-lah bulan,
Biarkanlah Jari menunjuk bulan tetaplah jari menunjuk bulan.
Anda tidak perlu jari, mungkin saya perlu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 15 January 2011, 02:56:24 PM
nah ini dia intinya, kalau mau melihat lebih jauh, "yg kita makan adalah yg disiapkan utk kita". argumen melihat orang lain (non Buddhist) sbg pasar (market) nya adalah keliru, kalau kita makan yah memang kita marketnya. brp sih dari kita yg makan daging dari mahkluk yg mati krn kecelakaan, tua, sakit?  brp sih yg hanya makan pemberian orang lain tanpa upaya/usaha? makanya saya sebut sila tidak relevan bagi bukan-pertapa.
Walaupun demikian, saya pikir faktor-faktor lain juga berperan. Misalnya eksploitasi oleh produsen. Kalau diperhatikan, sangat banyak juga daging yang terbuang karena produksi berlebih. Kalau kita tetap mau hitung-hitungan, tetap tidak akan ada titik temunya untuk memastikan apakah konsumsi kita menyebabkan pembunuhan itu atau bukan. Selalu ada 'pembenaran' & 'penyalahan'. Maka saya lebih condong pada yang jelas terlihat saja, tapi juga jangan pernah mengabaikan bahwa kemungkinan 'kita adalah penyebabnya' selalu ada.

Masalah begini menurut saya paling baik adalah kita jujur menyadari, namun tetap bersikap wajar: tidak ekstrem menolak, juga menerima saja (selama kelihatannya sesuai sila).


Quote
misalkan shifting dari jual "seafood hidup" menjadi "seafood segar". sebagai konsumennya sebenarnya yah "kita men-tidak tahu kan saja pembunuhannya", padahal jelas2 cuma beda lokasi saja pembunuhannya, dari dapat dilihat (akuarium depan) menjadi tidak dilihat (di dapur). sama saja dg beli daging di pasar, kita men-tidak-tahu-kan pembunuhannya (padahal ya sebenarnya tau jg). kesimpulan saya sih, sbg konsumen ya sama aja, yg ke resto seafood segar tidak lebih baik dari yg ke resto seafood hidup.
Secara umum, saya setuju sama saja. Secara khusus, tergantung situasi, baru bisa berbeda.


Quote
lebih lanjut lagi, juga konsumen tidak lebih baik dari tukang jagalnya, distributornya, nelayannya... mau atau tidak saja kita membuka mata kita (pikiran).
Di sisi tertentu memang betul. Bahkan tukang jagal/nelayan itu sebetulnya 'berkorban' melakukan bagian yang tidak enaknya untuk kenyamanan kita. Yang dilihat sebagai pembunuh juga mereka.


Quote
ya sila kan tools* utk mengatasi "kemelekatan". makan daging atau sayur sebenarnya ya sama aja. bedanya makan utk bertahan hidup, atau makan utk memenuhi nafsu, begitukan?
Betul sekali. Untuk kemelekatan pada cita rasa, daging atau non-daging bukan masalah. Fokusnya adalah terikat pada kesenangan indera.


Quote
namun kenyataannya adalah umat awam (yg tidak mirip bro) ya patokannya sila & pelanggaran sila. penghidupan benar ya ga melanggar sila, bukan mengikis kemelekatan. benarkan? patokannya udah jadi sila diperkuat dg Jivaka Sutta lagi yg sebenarnya hanya men-shifting pembunuhan & menurut saya (pada umumnya orang) pura2 tidak tau saja, dari risih jika melanggar sila menjadi tidak risih krn tidak melanggar sila. parahnya lagi peran orang dibalik layar pembunuhan dianggap lebih hina (lebih kotor) sementara orang yg di depan panggung (terima bersih aja udah jadi bangkai) dianggap moralitasnya lebih baik. pemikiran demikian menyebabkan kalau ada nelayan yg jadi Buddhist dianjurkan berhenti, atau peternak, atau penjual pecel lele, dll... ini berlaku utk pengkebun-pensuplai sayur (yg menyiram pestisida), pembuka lahan (yg memusnahkan tempat tinggal beserta mahkluknya)... sebenarnya kita ya sama aja.
Saya pikir untuk hal ini, kebanyakan orang TIDAK mengamati sila dengan baik. Misalnya pembunuhan, bukan hanya tidak melakukan, namun juga tidak menyetujui dan tidak menganjurkan. Bisa diterima waktu bunuh tidak meminta persetujuan kita, tapi kalau saja misalnya kita bilang "wah enak lho ikannya, boleh sering-sering nih!" Bisa jadi itu adalah penganjuran "besok-besok beli/tangkap ikan lagi yah!" Memang tidak selalu sampai sebegitunya, tetapi dalam kasus tertentu, bisa jadi seperti itu.


Quote
saya lebih memilih "menghindari penghambur2an", daripada "menghindari pembunuhan".
Menghindari 'pemborosan' ini menurut saya paling tepat. Soal makan atau tidak makan daging, susah menentukan apakah itu berpengaruh pada pembunuhannya secara langsung atau tidak. Tapi sikap yang boros, mengkonsumsi berlebihan, selalu adalah tidak bermanfaat. Sebaliknya sikap sederhana SELALU bermanfaat, setidaknya untuk diri sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: williamhalim on 15 January 2011, 03:06:54 PM
makan daging atau sayur sebenarnya ya sama aja. bedanya makan utk bertahan hidup, atau makan utk memenuhi nafsu, begitukan?

Pendapat ini saya setuju. Tujuan Sila adalah untuk mengikis kemelekatan (dalam tahapan kasar, yah).
Kita makan sayuran ataupun daging, jika dimakan dengan penuh nafsu, tiada beda-nya...
Kalau mau jujur, banyak dari kita yg makan daging krn memang lezat (alias lobha banget...) Sdr. Tesla benar soal ini.

Tapi kenapa mesti ada Sila pertama (dan kaitannya dengan menghindari pembunuhan scr langsung atas makanan yg kita makan untuk kita)?

Sila pertama ini jelas tujuannya kita menghormati hidup makhluk lain, mencintai kehidupan lain dan jangan menyakiti mereka. Sila ini juga bertujuan agar -sebelum pemahaman dan kesadaran kita benar2 mendalam- setidaknya kita tidak merusak kondisi batin kita dgn dosa (sering2 membunuh) dan lobha (makan daging terus).

Sila tidak dapat mengikis kilesa halus dalam batin. Sila hanya berperan sampai tingkatan kasar tertentu. Tidak terkecuali Sila Pertama. Sila adalah langkah awal bagi manusia dengan tingkatan batin rata2 untuk mengarungi Sang Jalan. Dengan melaksanakan sila, maka samadhi dan panna akan lbh mudah dilatih dibanding tidak peduli sila.

Tapi, kenyataannya, tidak terhindarkan, bagi segelintir umat hanya menjalankan sila tanpa berusaha melatih samadhi dan meningkatkan panna. Jika begini, maka kegunaan sila tsb menjadi tumpul. Tujuan sila menjadi melenceng.

Sila yg benar adalah yg dapat menumpu latihan samadhi dan meningkatkan panna.
Sila yg benar adalah sila yg ditumpu oleh panna dan samadhi.

Quote
Spoiler: ShowHide

saya lebih memilih "menghindari penghambur2an", daripada "menghindari pembunuhan".



Menghindari pembunuhan juga perlu mungkin Bro.. setidaknya melatih batin kita sendiri untuk lebih care..

Yg menarik dari Sila hindari pembunuhan ini, misalnya:
dulu kita asal ada nyamuk, maen tepok aja, udah reflek lah gitu.
Sejak melatih sila pertama, kita jadi lebih mikir sewaktu mau tepok nyamuk yg nempel di kulit kita.
Kadang kita usir2 aja, kadang saking sebel, kita tepok juga...
Lama kelamaan, reflek kita untuk maen tepok saja, sudah tergantikan dengan mikir dulu sebelum tepok.
Artinya kita sudah mulai memperhatikan gerakan yg akan kita lakukan.
gerakan reflek yg tidak disadari sudah mulai menjadi gerakan yg disadari penuh.
Ini salah satu efek melatih sila, belum lagi jika diiringi panna..

::

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 03:15:50 PM
Mahayana (khususnya Zen) bukan berdasarkan KOMIK, tetapi dharma diajarkan langsung dari hubungan antar guru ke murid. praktisi Mahayana memang lebih berpatokan pada guru, benda hidup daripada Kitab, benda mati. Disini secara fundamental memang antara Theravada dan Mahayana berbeda, sudah nature Mahayanist lebih yakin sama gurunya & Theravadin lebih yakin sama kitabnya. tidak ada titik temu disini... Mahayanist tentu yakin dg guru mereka (mis: TNH).



saran utk semua yg mengkritisi Mahayana
mohon jgn melakukan penyerangan pribadi thd guru mereka. kita tidak tau apakah mereka tercerahkan / tidak. bagaimana mahkluk yg tercerahkan itu ciri2nya saya kira tidak ada yg tau, jd jgn anggap gambaran pencerahan di-pikiran kita adalah yg paling benar, sebab dg gambaran demikian pun (walau berasal dari Kitab Tertinggi) kita belum/tidak tercerahkan sampai sekarang.



apakah Tipitaka dapat dipercaya 100%? <--- imo, disinilah memang thread utk memberi ruang membahas secara kritis dari sudut pandang berbeda. ayo lanjutkan diskusi dg netral... semua tradisi sebenarnya ada **** (cencored) kok, jadi santai aja...

:backtotopic:

judulnya thread aja pertanyaan kritis ...jadi saya rasa boleh dilanjut donk....(*peace bro...ini diskusi yah...*)

kalo saya minta sekarang Tesla dan saya berhadapan secara gentle, saya tanya ANDA secara pribadi, "apabila tidak ada Tipitaka, bisakah anda mendapatkan dhamma yang berasal dari ajaran Sang Buddha?" memang dhamma ada dimana2, tapi bagaimana kita menemukan dhamma itu tanpa adanya petunjuk? kagak mungkinlah Tesla tiba2 "Jeduaarr" langsung jadi Sammasambuddha tanpa adanya Tipitaka. dengan adanya Tipitaka saya dan anda jadi dpt mengenal Dhamma, bila ada yang bicara "Jangan Percaya Tipitaka, krn belum tentu benar, itu hanya produk bhikkhu2 penghapal" maap...maap deh itu adalah "ORANG KEBLINGER" saya yakin dan seyakin-yakin nya, Bhikkhu2 yang telah mencapai Magga dan phala MUSTAHIL akan berucap demikian, itu pasti ucapan dari seorang Puthujjana yg Keblinger...sory sekali bila ada yg kurang berkenan dg pandangan saya ini. bagi saya aneh, sungguh2 ANEH, orang bisa mengenal dhamma dari Tipitaka, lalu gembor2 "Jangan percaya Tipitaka", ngaku nya Buddhist, ngaku nya Bhikkhu, ngaku nya Romo, dll, tapi gembar gembor jangan percaya Tipitaka, JUJUR saya pribadi langsung tidak bakalan mau percaya dg ybs. sudah terlihat "KUALITAS" pribadinya, yaitu orang KEBLINGER. sory Bro Tesla ya, kita ini bicara jujur ya...

bila anda tidak setuju saling serang Mahayana dan Theravada, sama saya pun demikian juga, saya pribadi tidak suka ada adu jotos atau saling menjelekkan antar aliran. tapi yg sy bicarakan adalah FAKTA. saya menulis bhw Mahayana menanggap Sang Buddha tidak pernah mengajarkan ajarannya, hanya duduk terpejam dlm posisi meditasi sempurna, karena ajarannya teramat sulit dipahami dan beliau mengetahui hal ini sehingga tidak diajarkan kepada manusia didunia. saya ada catatan dari kuliah sy. nanti sy quote kan, dari bangku kuliah sy ttg Mahayana, jadi kami diberikan materi perbedaan dan persamaan antara Mahayana dan Theravada. sehingga tulisan saya adalah materi kuliah bukan GOSIP semata.

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 15 January 2011, 03:34:23 PM
judulnya thread aja pertanyaan kritis ...jadi saya rasa boleh dilanjut donk....(*peace bro...ini diskusi yah...*)

kalo saya minta sekarang Tesla dan saya berhadapan secara gentle, saya tanya ANDA secara pribadi, "apabila tidak ada Tipitaka, bisakah anda mendapatkan dhamma yang berasal dari ajaran Sang Buddha?" memang dhamma ada dimana2, tapi bagaimana kita menemukan dhamma itu tanpa adanya petunjuk? kagak mungkinlah Tesla tiba2 "Jeduaarr" langsung jadi Sammasambuddha tanpa adanya Tipitaka. dengan adanya Tipitaka saya dan anda jadi dpt mengenal Dhamma, bila ada yang bicara "Jangan Percaya Tipitaka, krn belum tentu benar, itu hanya produk bhikkhu2 penghapal" maap...maap deh itu adalah "ORANG KEBLINGER" saya yakin dan seyakin-yakin nya, Bhikkhu2 yang telah mencapai Magga dan phala MUSTAHIL akan berucap demikian, itu pasti ucapan dari seorang Puthujjana yg Keblinger...sory sekali bila ada yg kurang berkenan dg pandangan saya ini. bagi saya aneh, sungguh2 ANEH, orang bisa mengenal dhamma dari Tipitaka, lalu gembor2 "Jangan percaya Tipitaka", ngaku nya Buddhist, ngaku nya Bhikkhu, ngaku nya Romo, dll, tapi gembar gembor jangan percaya Tipitaka, JUJUR saya pribadi langsung tidak bakalan mau percaya dg ybs. sudah terlihat "KUALITAS" pribadinya, yaitu orang KEBLINGER. sory Bro Tesla ya, kita ini bicara jujur ya...

bila anda tidak setuju saling serang Mahayana dan Theravada, sama saya pun demikian juga, saya pribadi tidak suka ada adu jotos atau saling menjelekkan antar aliran. tapi yg sy bicarakan adalah FAKTA. saya menulis bhw Mahayana menanggap Sang Buddha tidak pernah mengajarkan ajarannya, hanya duduk terpejam dlm posisi meditasi sempurna, karena ajarannya teramat sulit dipahami dan beliau mengetahui hal ini sehingga tidak diajarkan kepada manusia didunia. saya ada catatan dari kuliah sy. nanti sy quote kan, dari bangku kuliah sy ttg Mahayana, jadi kami diberikan materi perbedaan dan persamaan antara Mahayana dan Theravada. sehingga tulisan saya adalah materi kuliah bukan GOSIP semata.

mettacittena,

Nggak percaya produk Bhikkhu-Bhikkhu penghafal lantas percaya kepada siapa....? Tentu saja percaya kepada Krishnamurti dong....   ;D   ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 03:43:17 PM
Nggak percaya produk Bhikkhu-Bhikkhu penghafal lantas percaya kepada siapa....? Tentu saja percaya kepada Krishnamurti dong....   ;D   ^:)^

 :P ^-^ ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 15 January 2011, 04:11:59 PM
judulnya thread aja pertanyaan kritis ...jadi saya rasa boleh dilanjut donk....(*peace bro...ini diskusi yah...*)

kalo saya minta sekarang Tesla dan saya berhadapan secara gentle, saya tanya ANDA secara pribadi, "apabila tidak ada Tipitaka, bisakah anda mendapatkan dhamma yang berasal dari ajaran Sang Buddha?" memang dhamma ada dimana2, tapi bagaimana kita menemukan dhamma itu tanpa adanya petunjuk? kagak mungkinlah Tesla tiba2 "Jeduaarr" langsung jadi Sammasambuddha tanpa adanya Tipitaka. dengan adanya Tipitaka saya dan anda jadi dpt mengenal Dhamma, bila ada yang bicara "Jangan Percaya Tipitaka, krn belum tentu benar, itu hanya produk bhikkhu2 penghapal" maap...maap deh itu adalah "ORANG KEBLINGER" saya yakin dan seyakin-yakin nya, Bhikkhu2 yang telah mencapai Magga dan phala MUSTAHIL akan berucap demikian, itu pasti ucapan dari seorang Puthujjana yg Keblinger...sory sekali bila ada yg kurang berkenan dg pandangan saya ini. bagi saya aneh, sungguh2 ANEH, orang bisa mengenal dhamma dari Tipitaka, lalu gembor2 "Jangan percaya Tipitaka", ngaku nya Buddhist, ngaku nya Bhikkhu, ngaku nya Romo, dll, tapi gembar gembor jangan percaya Tipitaka, JUJUR saya pribadi langsung tidak bakalan mau percaya dg ybs. sudah terlihat "KUALITAS" pribadinya, yaitu orang KEBLINGER. sory Bro Tesla ya, kita ini bicara jujur ya...

ya secara gentle (lembut), bukan adu jotos :)

apakah Tipitaka dapat dipercaya 100%, 100% begitu pertanyaannya... saya menjawab "tidak, tidak 100%". saya kira ini yg disinggung oleh rekan Sutarman. jadi mungkin sekitar 70% dari Tipitaka adalah benar, 30% nya meragukan. begitu kira2...

Quote
bila anda tidak setuju saling serang Mahayana dan Theravada, sama saya pun demikian juga, saya pribadi tidak suka ada adu jotos atau saling menjelekkan antar aliran. tapi yg sy bicarakan adalah FAKTA. saya menulis bhw Mahayana menanggap Sang Buddha tidak pernah mengajarkan ajarannya, hanya duduk terpejam dlm posisi meditasi sempurna, karena ajarannya teramat sulit dipahami dan beliau mengetahui hal ini sehingga tidak diajarkan kepada manusia didunia. saya ada catatan dari kuliah sy. nanti sy quote kan, dari bangku kuliah sy ttg Mahayana, jadi kami diberikan materi perbedaan dan persamaan antara Mahayana dan Theravada. sehingga tulisan saya adalah materi kuliah bukan GOSIP semata.
maksud saya 'dalam diskusi' ini aja... jujur ya, byk hasutan yg memperkeruh suasana.

Spoiler: ShowHide

indra: kalau dari komik-komik zen, yg dimaksudkan pencerahan dalam zen itu adalah mengetahui jawaban dari suatu teka-teki.
adi lim: emank ZEN itu hanya dari cerita komik !
terakhir adalah sis samaneri...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 15 January 2011, 04:18:12 PM
kalo saya minta sekarang Tesla dan saya berhadapan secara gentle, saya tanya ANDA secara pribadi, "apabila tidak ada Tipitaka, bisakah anda mendapatkan dhamma yang berasal dari ajaran Sang Buddha?" memang dhamma ada dimana2, tapi bagaimana kita menemukan dhamma itu tanpa adanya petunjuk? kagak mungkinlah Tesla tiba2 "Jeduaarr" langsung jadi Sammasambuddha tanpa adanya Tipitaka. dengan adanya Tipitaka saya dan anda jadi dpt mengenal Dhamma, bila ada yang bicara "Jangan Percaya Tipitaka, krn belum tentu benar, itu hanya produk bhikkhu2 penghapal" maap...maap deh itu adalah "ORANG KEBLINGER" saya yakin dan seyakin-yakin nya, Bhikkhu2 yang telah mencapai Magga dan phala MUSTAHIL akan berucap demikian, itu pasti ucapan dari seorang Puthujjana yg Keblinger...sory sekali bila ada yg kurang berkenan dg pandangan saya ini. bagi saya aneh, sungguh2 ANEH, orang bisa mengenal dhamma dari Tipitaka, lalu gembor2 "Jangan percaya Tipitaka", ngaku nya Buddhist, ngaku nya Bhikkhu, ngaku nya Romo, dll, tapi gembar gembor jangan percaya Tipitaka, JUJUR saya pribadi langsung tidak bakalan mau percaya dg ybs. sudah terlihat "KUALITAS" pribadinya, yaitu orang KEBLINGER. sory Bro Tesla ya, kita ini bicara jujur ya...

oh ya, menanggapi ini... anggap saya orang KEBLINGER, (walau dibilang gitupun :p) saya menganggap Tipitaka berasal dari bbrp zaman, ada yg merupakan penambahan belakangan. --- dan dulu saya adalah korban yg disesatkan >:D krn asal ambil saja, komentar pun ditelan, dan diperjuangkan (vs orang lain). sekarang jujur, bagi saya abhidhamma bukan dari Sang Buddha. Sutta sendiri pun tidak terbukti otentik 100% dari mulut Buddha, tp lebih bisa dipegang.

akhir kata, itu menurut saya... saya tidak memaksa orang lain utk tidak percaya Abhidhamma, jd no-flamming ya... peace.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 05:00:16 PM
ya secara gentle (lembut), bukan adu jotos :)

apakah Tipitaka dapat dipercaya 100%, 100% begitu pertanyaannya... saya menjawab "tidak, tidak 100%". saya kira ini yg disinggung oleh rekan Sutarman. jadi mungkin sekitar 70% dari Tipitaka adalah benar, 30% nya meragukan. begitu kira2...
maksud saya 'dalam diskusi' ini aja... jujur ya, byk hasutan yg memperkeruh suasana.

Spoiler: ShowHide

indra: kalau dari komik-komik zen, yg dimaksudkan pencerahan dalam zen itu adalah mengetahui jawaban dari suatu teka-teki.
adi lim: emank ZEN itu hanya dari cerita komik !
terakhir adalah sis samaneri...


posting saya inikah yang anda anggap menghasut?

khan dalam zen tidak ada vinaya ;D



ohh... maksudnya KOMIK lebih tinggi kedudukannya dan lebih dpt dipertanggungjawabkan daripada TIPITAKA yg ditulis oleh kaum ARAHAT yang amat menjaga Vinaya, begitukah?

tentunya agama baru yang boleh tanpa vinaya, melanggar semua sila dan dapat mencapai PENCERAHAN akan mendapatkan sebanyak2nya umat, yakin dah...

mohon maaf ya bro, kita diskusi dhamma, kita diskusi ajaran Buddha, jadi SORY mohon jangan salah paham, referensi yang sah adalah Tipitaka, jadi tidaklah mungkin kita diskusi dhamma pake referensi BUKAN TIPITAKA. tetaplah sources valid yg kita jadikan acuan, semisal kita mau diskusi dhamma lantas kita pake referensi komik, ya ga mungkinlah, Arahatnya pun arahat komik. sory bro, saya tidak bisa mengerti jalan pikiran anda yg berpegang bahwa Tipitaka tidak bisa dipegang sbg referensi yg valid. bagi saya selama saya belum Arahat maka saya tetap perpedoman Tipitaka daripada komik.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 05:05:00 PM
judulnya thread aja pertanyaan kritis ...jadi saya rasa boleh dilanjut donk....(*peace bro...ini diskusi yah...*)

bila anda tidak setuju saling serang Mahayana dan Theravada, sama saya pun demikian juga, saya pribadi tidak suka ada adu jotos atau saling menjelekkan antar aliran. tapi yg sy bicarakan adalah FAKTA. saya menulis bhw Mahayana menanggap Sang Buddha tidak pernah mengajarkan ajarannya, hanya duduk terpejam dlm posisi meditasi sempurna, karena ajarannya teramat sulit dipahami dan beliau mengetahui hal ini sehingga tidak diajarkan kepada manusia didunia. saya ada catatan dari kuliah sy. nanti sy quote kan, dari bangku kuliah sy ttg Mahayana, jadi kami diberikan materi perbedaan dan persamaan antara Mahayana dan Theravada. sehingga tulisan saya adalah materi kuliah bukan GOSIP semata.

mettacittena,

menepati janji, tadi udah sy cari catatannya, ketemu ini :

Pemikiran kaum Mahayana ini berdasarkan ada di Kathavatthu :

From the book “Buddhist Sects in India” by Nalinaksha Dutt, p.100-101 :
Quote
“In the Kathavatthu the discussion of the topic Buddhassa Bhagavato vohāro lokkutaro ti, that Buddha’s action [vohāro] are lokottara and that they are treated as lokiya [mundane] and lokottara [supramundane] according as the object of the action is lokiya or lokottara.  Mr.Shwe Zen Aung prefers to confine the sense of the word “vohāro to speak”.
“the Sutras (or discourses) preached by the Buddha are all perfect in themselves (nītārtha). Buddhas speak of nothing but dharma (doctrines); as such their teaching is concerned only with paramārtha-satya (paramattha-sacca). i.e. not with saṃvṛtisatya (sammutisacca). The paramārtha-satya cannot be normally expressed by words. It can be explained only by silence or at the most by an exclamation.”

It is expressed in Vasumitra’s treatise thus “ Buddha can expound all the doctrines with a single utterance and there is nothing which is not in conformity with the truth in what has been preached by the world-honoured one.”

ya jelas aja klo Tipitaka TIDAK DIPERCAYA sbg UCAPAN Sang Buddha, krn wkt itu sang Buddha hanya mengucap sepatah kata saja "A" maka seluruh ajarannya sudah diajarkan.....

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 15 January 2011, 05:20:43 PM
mohon maaf ya bro, kita diskusi dhamma, kita diskusi ajaran Buddha, jadi SORY mohon jangan salah paham, referensi yang sah adalah Tipitaka, jadi tidaklah mungkin kita diskusi dhamma pake referensi BUKAN TIPITAKA. tetaplah sources valid yg kita jadikan acuan, semisal kita mau diskusi dhamma lantas kita pake referensi komik, ya ga mungkinlah, Arahatnya pun arahat komik. sory bro, saya tidak bisa mengerti jalan pikiran anda yg berpegang bahwa Tipitaka tidak bisa dipegang sbg referensi yg valid. bagi saya selama saya belum Arahat maka saya tetap perpedoman Tipitaka daripada komik.
saya mau kasih kejelasan, bahwa lawan diskusi bukan pakai komik... cuma itu, jgn salah paham... maaf beribu maaf, yg mau saya sampaikan adalah "pada diskusi ini tidak ada yg membandingkan Tipitaka vs komik"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 05:21:22 PM
kalo anda tidak percaya Abhidhamma, apakah kita bahasnya ttg Abhidhamma? saya rasa bukan Abhidhamma deh pembahasan kita, tapi ok lah...gpp...

di Srilanka banyak juga para scholar Buddhists yang tidak percaya bhw Abhidhamma adalah Ucapan sang Buddha, gpp kok anda tidak sendirian.

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 05:22:05 PM
saya mau kasih kejelasan, bahwa lawan diskusi bukan pakai komik... cuma itu, jgn salah paham... maaf beribu maaf, yg mau saya sampaikan adalah "pada diskusi ini tidak ada yg membandingkan Tipitaka vs komik"

ok, deal.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 05:24:48 PM
lanjut ttg Mahkluk...

oleh sebab itu kaum Jain banyak yang berpenghidupan dalam perdagangan mata uang, kalo istilah keren bankir, tetapi bagi "I" istilahnya "rentenir". awal saya masuk Srilanka agak kaget juga,kok di sepanjang jalan pertokoan melulu "pawning" kapan nih jualannya? melulu pinjam uang...hehehe...

saya rasa karena mereka mengacu menghindari bisnis pāṇānaṃ (breathing, usually a living being endowed with the breath of life, p.451) itu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 15 January 2011, 05:27:09 PM
adi lim: emank ZEN itu hanya dari cerita komik !

kepada adi lim, harap meng-edit pernyataan ini menjadi:

adi lim: emank ZEN itu hanya dari cerita komik ?

hehehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 15 January 2011, 05:39:20 PM
lanjut ttg Mahkluk...

oleh sebab itu kaum Jain banyak yang berpenghidupan dalam perdagangan mata uang, kalo istilah keren bankir, tetapi bagi "I" istilahnya "rentenir". awal saya masuk Srilanka agak kaget juga,kok di sepanjang jalan pertokoan melulu "pawning" kapan nih jualannya? melulu pinjam uang...hehehe...

saya rasa karena mereka mengacu menghindari bisnis pāṇānaṃ (breathing, usually a living being endowed with the breath of life, p.451) itu.
oke, Jain kalau tidak salah juga berpikir bahwa adanya manusia (kita ini) sendiri sudah menyakiti mahkluk lain. mirip pikiran saya :hammer: baik kain (sandang), tempat tinggal (papan), makanan termasuk sayuran (pangan) yg kita konsumsi punya andil utk menyakiti/membunuh mahkluk lain. jadi ada praktik ekstrimnya, mereka tidak berpakaian, tidak makan sampai mati & kemudian membiarkan bangkai mereka dimakan binatang buas. soal membedakan tumbuhan mahkluk hidup atau bukan saya kurang tau sama sekali.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 05:43:00 PM
ok, thanks bro Tesla yg baik, kita tunggu yang lain, apakah mereka ada tambahan masukan, dari sini kita bisa sama2 belajar.

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 15 January 2011, 06:19:18 PM
walaupun sudah telat bener, kalau tidak salah pancasila itu sepertinya bukan untuk melatih kemelekatan, tapi utk membawa kita pada kehidupan yg lebih berbahagia secara duniawi. Kekna itu hasil turunan dari beberapa sutta, kalau salah satunya adalah kammavibhanga sutta. kalau ada yg punya sumbernya bagi2 yoo \ :D /
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 15 January 2011, 09:27:38 PM
judulnya thread aja pertanyaan kritis ...jadi saya rasa boleh dilanjut donk....(*peace bro...ini diskusi yah...*)

kalo saya minta sekarang Tesla dan saya berhadapan secara gentle, saya tanya ANDA secara pribadi, "apabila tidak ada Tipitaka, bisakah anda mendapatkan dhamma yang berasal dari ajaran Sang Buddha?" memang dhamma ada dimana2, tapi bagaimana kita menemukan dhamma itu tanpa adanya petunjuk? kagak mungkinlah Tesla tiba2 "Jeduaarr" langsung jadi Sammasambuddha tanpa adanya Tipitaka. dengan adanya Tipitaka saya dan anda jadi dpt mengenal Dhamma, bila ada yang bicara "Jangan Percaya Tipitaka, krn belum tentu benar, itu hanya produk bhikkhu2 penghapal" maap...maap deh itu adalah "ORANG KEBLINGER" saya yakin dan seyakin-yakin nya, Bhikkhu2 yang telah mencapai Magga dan phala MUSTAHIL akan berucap demikian, itu pasti ucapan dari seorang Puthujjana yg Keblinger...sory sekali bila ada yg kurang berkenan dg pandangan saya ini. bagi saya aneh, sungguh2 ANEH, orang bisa mengenal dhamma dari Tipitaka, lalu gembor2 "Jangan percaya Tipitaka", ngaku nya Buddhist, ngaku nya Bhikkhu, ngaku nya Romo, dll, tapi gembar gembor jangan percaya Tipitaka, JUJUR saya pribadi langsung tidak bakalan mau percaya dg ybs. sudah terlihat "KUALITAS" pribadinya, yaitu orang KEBLINGER. sory Bro Tesla ya, kita ini bicara jujur ya...

bila anda tidak setuju saling serang Mahayana dan Theravada, sama saya pun demikian juga, saya pribadi tidak suka ada adu jotos atau saling menjelekkan antar aliran. tapi yg sy bicarakan adalah FAKTA. saya menulis bhw Mahayana menanggap Sang Buddha tidak pernah mengajarkan ajarannya, hanya duduk terpejam dlm posisi meditasi sempurna, karena ajarannya teramat sulit dipahami dan beliau mengetahui hal ini sehingga tidak diajarkan kepada manusia didunia. saya ada catatan dari kuliah sy. nanti sy quote kan, dari bangku kuliah sy ttg Mahayana, jadi kami diberikan materi perbedaan dan persamaan antara Mahayana dan Theravada. sehingga tulisan saya adalah materi kuliah bukan GOSIP semata.

mettacittena,
adi lim: emank ZEN itu hanya dari cerita komik !

kepada adi lim, harap meng-edit pernyataan ini menjadi:

adi lim: emank ZEN itu hanya dari cerita komik ?

hehehe

tanda '?' lebih ke bertanya
tanda  '!' bisa melambangkan bingung atau kaget atau ragu2, emank kenapa dan salah dimana ? ???
salah dimana bro tesla ? ???
saya hanya kaget dari jawaban bro Indra !  :))

kalau memang Zen punya referensi, silahkan saja bro tesla utk membabarkan di DC  ^-^
tidak perlu ragu2  ^:)^

 _/\_
 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 15 January 2011, 09:31:48 PM
walaupun sudah telat bener, kalau tidak salah pancasila itu sepertinya bukan untuk melatih kemelekatan, tapi utk membawa kita pada kehidupan yg lebih berbahagia secara duniawi. Kekna itu hasil turunan dari beberapa sutta, kalau salah satunya adalah kammavibhanga sutta. kalau ada yg punya sumbernya bagi2 yoo \ :D /

Tuhanku yang baik,
Bagaimana bila sila sebagai anugerah untuk kemanusiaan?
Sila sebagai suatu pemberian yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi mahluk-mahluk lain.
dalam Abhisanda Sutta. (Anguttara Nikaya 8:39)

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an08/an08.039.than.html
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 15 January 2011, 09:33:50 PM
saya mau kasih kejelasan, bahwa lawan diskusi bukan pakai komik... cuma itu, jgn salah paham... maaf beribu maaf, yg mau saya sampaikan adalah "pada diskusi ini tidak ada yg membandingkan Tipitaka vs komik"

tidak ada yang membandingkan Tipitaka vs komik
hanya dari bro tesla aja ^-^

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 15 January 2011, 10:48:12 PM
tanda '?' lebih ke bertanya
tanda  '!' bisa melambangkan bingung atau kaget atau ragu2, emank kenapa dan salah dimana ? ???
okelah kalau begitu... saya harus belajar lagi pemakaian tanda baca anda.

tidak ada yang membandingkan Tipitaka vs komik
hanya dari bro tesla aja ^-^
oh! okelah, semoga kamu senang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 15 January 2011, 11:00:49 PM
walaupun sudah telat bener, kalau tidak salah pancasila itu sepertinya bukan untuk melatih kemelekatan, tapi utk membawa kita pada kehidupan yg lebih berbahagia secara duniawi. Kekna itu hasil turunan dari beberapa sutta, kalau salah satunya adalah kammavibhanga sutta. kalau ada yg punya sumbernya bagi2 yoo \ :D /

Abhisanda Sutta - 8 Manfaat Sila (credits go to ryu (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=11188.msg317485#msg317485) & fabian c)

Dhammika Sutta - Sila=Latihan/Practice, tp dikatakan jg akan terlahir sebagai deva, self radiant (credit goes to Kainyn (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=11188.msg317492#msg317492))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 16 January 2011, 05:46:39 AM
okelah kalau begitu... saya harus belajar lagi pemakaian tanda baca anda.
oh! okelah, semoga kamu senang.

semoga anda juga berbahagia  ;D

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 07:11:54 AM
Bro Sutarman, karena Mister TNH termasuk yg diketahui umum, artinya beliau tidak menyembunyikan identitas dan pencerahannya, bisakah anda share pengetahuan anda mengenai bagaimana pencapaian pencerahan oleh TNH ini?

Bro Indra yang baik,

IDENTITAS Master Thich Nhat Hanh sebagai Master Zen sudah diketahui secara global. Namun kalau PENCERAHAN Beliau, saya tidak tahu karena saya bukan murid Beliau. Ada baiknya rekan lain di sini yang murid Beliau bisa menjelaskannya.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 07:21:31 AM
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D

Ada vinaya. Hanya saja lebih sederhana dan bersifat fleksibel mengikuti zaman (terutama untuk istilah/terminologi). Saya sudah tulis sebelumnya di artikel Zen: From Huairang to Linji
 http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19164.0  (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19164.0)
Para bhiksu Zen harus mematuhi lima Vinaya dasar (yang juga menjadi sila dasar bagi praktisi Zen):
1)   Tidak membunuh
2)   Tidak melakukan kejahatan seksual
3)   Tidak mencuri atau merampok
4)   Tidak berbohong atau tidak berkata tidak benar
5)   Tidak minum minuman yang memabukkan
Selain itu ada lima Vinaya tambahan bagi bhiksu Zen (TIDAK menjadi sila bagi praktisi Zen):
1)   Tidak tidur di tempat tidur yang mewah dan besar
2)   Tidak memakai perhiasan atau bunga (di kepala)
3)   Tidak bernyanyi dan menari seperti pemain opera
4)   Tidak menyimpan emas dan perak (uang pada zaman itu)
5)   Tidak makan di luar jam makan

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 07:30:56 AM
bold biru
Bro Sutarman pernah mendengar pengalaman guru Zen yang dapat 'pencerahan mendadak', bisakah anda berbagi cerita tersebut.
karena saya masih bingung dengan 'pencerahan' dimaksud, apakah dimaksud  'masuk arus' ( jadi mahluk Ariya ) atau sekedar mendapat ketenangan mendadak sesudah pikiran yang tadinya 'liar' jadi tenang . ^:)^

Bro Adi Lim yang baik,

Di sinilah letak perbedaan tradisi Zen dan Theravada. Theravada membagi-bagi menjadi sotapana-sakadagami-anagami-arahat (cmiiw) sedangkan Zen tidak membagi-bagi serinci itu. Tapi  MUNGKIN maksudnya menunjuk hal yang sama yaitu mengenai STATE of MIND.

Dalam tradisi Zen, seorang Master Zen jelas harus bisa MEMBEBASKAN PIKIRAN Beliau sendiri terlebih dulu (istilah kerennya ya jadi arahat) barulah bisa MEMBEBASKAN PIKIRAN orang lain (istilah kerennya ya jadi bodhisattva). Pencerahan yang dimaksud adalah KETERBEBASAN PIKIRAN.

Zen memang jauh lebih sederhana dalam terminologi/istilah dibandingkan Theravada ataupun Mahayana. Karena Zen langsung menunjuk pada PIKIRAN sesuai tradisi Master Zen Huineng.

Semoga penjelasan saya yang masih rendah dalam pencapaian meditasi / Zen ini dapat membantu Bro Adi Lim.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 08:02:32 AM
sayang sekali Sang Buddha sudah ditawarin royalti menolak, karena beliau bukan seorang yang berprofesi penulis, kearahatan adalah pencapaian tahap kesucian yang hanya bisa dicapai dg praktek langsung, bukan suatu resep masakan yang bisa diperjualbelikan.

dalam Dh.275 & 276 anda bisa temukan pesan Sang Buddha, dg jelas beliau berpesan
"hanya kita sendirilah yang langsung berpraktek untuk mencapai kesucian (Arahat) tsb, beliau hanya menunjukkan jalan saja".

dalam konsep Mahayana, Sang Buddha tidak pernah mengajarkan "Ajarannya" beliau hanya duduk sempurna meditasi tanpa mengeluarkan sepatah katapun. jadi sebaiknya kita tidak perlu memperpanjang diskusi ini krn lebih ke Mahayana. bagi saya, sebelum saya mencapai Arahat, maka ajaran beliau yang bisa saya dapatkan dari Tipitaka dapat dipertanggungjawabkan dari pada tulisan karya Buda Hidup. sory bro...saya pribadi masih menganggap Tipitaka dapat dipertanggungjawabkan.

mettacittena,

Sis Pannadevi yang baik,

Saya bukan mengatakan bahwa Tipitaka itu salah 100%. Tidak. Hanya saja seperti contoh yang saya berikan : mencoba menjelaskan keharuman bunga adalah sangat sulit disampaikan dengan kata-kata. Karena itu Buddha sering menjawab: BUKAN ini dan BUKAN itu, yang bisa jadi membingungkan banyak orang yang mencoba meng-KONSEP-kan ajaran Buddha secara intelektual semata.

Dalam sejarah Zen, diyakini Sang Buddha pernah menggerakkan sejenis bunga lalu membaui keharuman bunga itu. Murid-murid lain bingung dengan perilaku Buddha dan hanya Maha Kasyappa yang tersenyum dan tahu maksud Sang Buddha. Karena itulah kemudian dikenal istilah TRANSMISI PIKIRAN dari Buddha ke Maha Kasyappa. Dan saya tahu persis kisah ini tidak ditemukan dalam satupun sutta Theravada, karena kita memang berbeda tradisi. Memang sulit menggambarkan KEHARUMAN BUNGA itu dengan kata-kata. Karena itu Zen juga disebut ajaran di luar kata, bahasa, kitab/sutra namun langsung menunjuk ke PIKIRAN. Bahasa, kata, istilah, konsep, teori ibarat jari sedangkan PIKIRAN itu adalah bulan yang ditunjuk jari itu.

Karena menurut saya pribadi, kita sebagai manusia selain menggunakan intelektual (IQ) seharusnya juga menggunakan RASA (EQ). Demikian pula dengan Buddha Dharma tak bisa dipahami secara intelektual/rasio semata tapi juga melibatkan semacam 'rasa' dan dalam tradisi Zen, 'rasa' yang dimaksud adalah 'rasa' WELAS ASIH atau METTA/MAITRI KARUNA (harap 'rasa' METTA KARUNA dibedakan dengan rasa dalam pengertian 'vedana' yang sifatnya masih melekat).

Dan semua itu hanya bisa dipahami dalam praktik 'meditasi' mindfulness/eling/sadar. Itulah yang sebenar-benarnya disebut sebagai Zen / Chan / Dhyana. Zen artinya meditasi. Meditasi adalah Zen.

Master Zen hanya menunjukkan jalan bagi praktisi Zen. Praktisi Zen harus berusaha sendiri dalam praktik meditasi itu sendiri. Mencoba 'membaui' KEHARUMAN BUDDHA DHARMA yang tak terjangkau kata-kata itu.

Semoga jawaban saya yang masih rendah dalam meditasi/Zen ini dapat membantu Anda.
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 January 2011, 08:03:33 AM
Bro Indra yang baik,

IDENTITAS Master Thich Nhat Hanh sebagai Master Zen sudah diketahui secara global. Namun kalau PENCERAHAN Beliau, saya tidak tahu karena saya bukan murid Beliau. Ada baiknya rekan lain di sini yang murid Beliau bisa menjelaskannya.

 _/\_

saya tidak mempelajari Zen walaupun saya suka membaca komik2 Zen. tapi apakah yg anda maksudkan sebelumya sebagai Khalayak Umum adalah kelompok murid2 seorang Master, bukan "umum" yg seumum2nya?

Master menyembunyikan pencerahan -> tidak diketahui umum.

Master diketahui umum <- tidak menyembunyikan pencerahan.

benarkah expression di atas? , atau apakah harus ditambah dengan expr ke 3 yaitu:

Umum=Murid.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: williamhalim on 17 January 2011, 08:12:50 AM
Ada vinaya. Hanya saja lebih sederhana dan bersifat fleksibel mengikuti zaman (terutama untuk istilah/terminologi). Saya sudah tulis sebelumnya di artikel Zen: From Huairang to Linji
 http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19164.0  (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19164.0)
Para bhiksu Zen harus mematuhi lima Vinaya dasar (yang juga menjadi sila dasar bagi praktisi Zen):
1)   Tidak membunuh
2)   Tidak melakukan kejahatan seksual
3)   Tidak mencuri atau merampok
4)   Tidak berbohong atau tidak berkata tidak benar
5)   Tidak minum minuman yang memabukkan
Selain itu ada lima Vinaya tambahan bagi bhiksu Zen (TIDAK menjadi sila bagi praktisi Zen):
1)   Tidak tidur di tempat tidur yang mewah dan besar
2)   Tidak memakai perhiasan atau bunga (di kepala)
3)   Tidak bernyanyi dan menari seperti pemain opera
4)   Tidak menyimpan emas dan perak (uang pada zaman itu)
5)   Tidak makan di luar jam makan


Bukan bermaksud menyudutkan Thich Nath Tahn, hanya mengambil contoh untuk pertanyaan:

Vinaya Zen ternyata sedikit dan fleksibel dgn kemajuan zaman. Krn sedikit, tentu lbh mudah untuk diingat.
Bila dikaitkan dengan Vinaya tambahan no. 3, bagaimana penjelasannya Bhikkhu Thich Nath Tahn yg bermain musik dengan orkestra?

::
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 17 January 2011, 08:24:23 AM
Tuhanku yang baik,
Bagaimana bila sila sebagai anugerah untuk kemanusiaan?
Sila sebagai suatu pemberian yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi mahluk-mahluk lain.
dalam Abhisanda Sutta. (Anguttara Nikaya 8:39)

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an08/an08.039.than.html

Mbah fab yg tentunya baik juga,

komentar aye itu adalah utk bagian ini

Pendapat ini saya setuju. Tujuan Sila adalah untuk mengikis kemelekatan (dalam tahapan kasar, yah).
Kita makan sayuran ataupun daging, jika dimakan dengan penuh nafsu, tiada beda-nya...
Kalau mau jujur, banyak dari kita yg makan daging krn memang lezat (alias lobha banget...) Sdr. Tesla benar soal ini.

Tapi kenapa mesti ada Sila pertama (dan kaitannya dengan menghindari pembunuhan scr langsung atas makanan yg kita makan untuk kita)?

Sila pertama ini jelas tujuannya kita menghormati hidup makhluk lain, mencintai kehidupan lain dan jangan menyakiti mereka. Sila ini juga bertujuan agar -sebelum pemahaman dan kesadaran kita benar2 mendalam- setidaknya kita tidak merusak kondisi batin kita dgn dosa (sering2 membunuh) dan lobha (makan daging terus).

Sila tidak dapat mengikis kilesa halus dalam batin. Sila hanya berperan sampai tingkatan kasar tertentu. Tidak terkecuali Sila Pertama. Sila adalah langkah awal bagi manusia dengan tingkatan batin rata2 untuk mengarungi Sang Jalan. Dengan melaksanakan sila, maka samadhi dan panna akan lbh mudah dilatih dibanding tidak peduli sila.

Tapi, kenyataannya, tidak terhindarkan, bagi segelintir umat hanya menjalankan sila tanpa berusaha melatih samadhi dan meningkatkan panna. Jika begini, maka kegunaan sila tsb menjadi tumpul. Tujuan sila menjadi melenceng.

Sila yg benar adalah yg dapat menumpu latihan samadhi dan meningkatkan panna.
Sila yg benar adalah sila yg ditumpu oleh panna dan samadhi.

Menghindari pembunuhan juga perlu mungkin Bro.. setidaknya melatih batin kita sendiri untuk lebih care..

Yg menarik dari Sila hindari pembunuhan ini, misalnya:
dulu kita asal ada nyamuk, maen tepok aja, udah reflek lah gitu.
Sejak melatih sila pertama, kita jadi lebih mikir sewaktu mau tepok nyamuk yg nempel di kulit kita.
Kadang kita usir2 aja, kadang saking sebel, kita tepok juga...
Lama kelamaan, reflek kita untuk maen tepok saja, sudah tergantikan dengan mikir dulu sebelum tepok.
Artinya kita sudah mulai memperhatikan gerakan yg akan kita lakukan.
gerakan reflek yg tidak disadari sudah mulai menjadi gerakan yg disadari penuh.
Ini salah satu efek melatih sila, belum lagi jika diiringi panna..

::



thanks utk rujukan yg itu... bisa saja dianggap sebagai hadiah, tapi tapi buntutnya jg kembali pada

Quote
"There is the case where a disciple of the noble ones has gone to the Buddha for refuge. This is the first reward of merit, reward of skillfulness, nourishment of happiness, celestial, resulting in happiness, leading to heaven, leading to what is desirable, pleasurable, & appealing; to welfare & to happiness.
...
"Furthermore, abandoning the use of intoxicants, the disciple of the noble ones abstains from taking intoxicants. In doing so, he gives freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings. In giving freedom from danger, freedom from animosity, freedom from oppression to limitless numbers of beings, he gains a share in limitless freedom from danger, freedom from animosity, and freedom from oppression. This is the fifth gift, the fifth great gift — original, long-standing, traditional, ancient, unadulterated, unadulterated from the beginning — that is not open to suspicion, will never be open to suspicion, and is unfaulted by knowledgeable contemplatives & priests. And this is the eighth reward of merit, reward of skillfulness, nourishment of happiness, celestial, resulting in happiness, leading to heaven, leading to what is desirable, pleasurable, & appealing; to welfare & to happiness.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 08:25:37 AM
saya tidak mempelajari Zen walaupun saya suka membaca komik2 Zen. tapi apakah yg anda maksudkan sebelumya sebagai Khalayak Umum adalah kelompok murid2 seorang Master, bukan "umum" yg seumum2nya?

Master menyembunyikan pencerahan -> tidak diketahui umum.

Master diketahui umum <- tidak menyembunyikan pencerahan.

benarkah expression di atas? , atau apakah harus ditambah dengan expr ke 3 yaitu:

Umum=Murid.


Bro Indra yang baik,

Yang saya maksud identitas diketahui umum adalah bhiksu Zen yang menetap di satu Vihara kemudian langsung atau tak langsung dianggap Master bagi murid-muridnya ketika dia mengepalai sebuah vihara. Sedangkan kita tahu ada juga bhiksu Zen yang berkelana/mengembara, yang ini lebih sulit diidentifikasi.

Pencerahan tidak terkait dengan status Master. Bisa saja ada kasus dimana orang-orang menyebut seseorang sebagai Master Zen hanya karena dia mengepalai sebuah vihara padahal bisa jadi dia belum mencapai pencerahan.

Namun dalam kasus Master Zen Thich Nhat Hanh, minimal banyak orang Barat yang menjadi murid Beliau mengakui Beliau sebagai Master Zen walau saya sendiri tidak tahu bagaimana pencerahannya. Saya hanya bisa melihat dari tulisan Beliau yang menurut saya memang kental nuansa Zen-nya seperti yang sejauh yang saya ketahui.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 08:44:43 AM
Bukan bermaksud menyudutkan Thich Nath Tahn, hanya mengambil contoh untuk pertanyaan:

Vinaya Zen ternyata sedikit dan fleksibel dgn kemajuan zaman. Krn sedikit, tentu lbh mudah untuk diingat.
Bila dikaitkan dengan Vinaya tambahan no. 3, bagaimana penjelasannya Bhikkhu Thich Nath Tahn yg bermain musik dengan orkestra?

::

Bro William yang baik, untuk lebih fleksibel lagi mengapa tidak dikurangi lagi Vinayanya? Mungkin 5 kebanyakan.

- Mungkin berbohong jangan diwajibkan, bukankah berbohong adalah lumrah sesuai kemajuan jaman sekarang ini..?
- Tidak meminum-minuman yang memabukkan juga saya rasa boleh dihilangkan, karena di barat minum-minuman yang dapat menyebabkan mabuk bukan suatu dosa, bukanlah suatu yang salah.
- Bagaimana dengan mencuri atau merampok...? Merampok masih dilarang, tapi mencuri (korupsi)? sudah jamak nampaknya, jadi mungkin perlu dihilangkan.
- Tidak melakukan kejahatan seksual? Maksudnya bagaimana nih? Apakah anak dan orang tua melakukan hubungan seksual melakukan kejahatan atau tidak? 

Kesimpulan: nampaknya cuma sila membunuh saja yang masih perlu dipegang.

Tapi nanti dulu.... di Indonesia kan mayoritas Islam, membunuh kurban berpahala... sering-sering dilakukan akan membuat Tuhan senang sehingga akan membolehkan kita ke Surga. Jadi demi fleksibilitas mungkin sila pertama juga tak perlu ya, demi toleransi dan menghormati mereka yang beragama Islam...?

Jadi saran saya untuk mereka yang berpikir fleksibel demi kemajuan jaman sebaiknya jangan ada Vinaya,
Bikin repot saja... saran Gus Dur... gitu aja kok repot....

Mettacittena.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 08:49:18 AM
Bukan bermaksud menyudutkan Thich Nath Tahn, hanya mengambil contoh untuk pertanyaan:

Vinaya Zen ternyata sedikit dan fleksibel dgn kemajuan zaman. Krn sedikit, tentu lbh mudah untuk diingat.
Bila dikaitkan dengan Vinaya tambahan no. 3, bagaimana penjelasannya Bhikkhu Thich Nath Tahn yg bermain musik dengan orkestra?

::

Bro William yang baik,

Apakah Master Zen Thich Nhat Hanh itu sendiri menyanyi dan menari? Menyanyi dan menari cenderung membuyarkan konsentrasi pikiran karena itu tidak diperbolehkan bagi bhiksu Zen.

Tapi kalau ada bhiksu ybs bisa tetap fokus walau menari dan menyanyi ya tidak ada yang melarang. Bisa atau tidaknya dia tetap fokus/konsentrasi yang tahu dirinya sendiri.

Kasusnya mungkin sama seperti TERIAKAN Master Zen Linji. Berteriak cenderung membuyarkan pikiran yang berteriak. Tapi kalau Master Zen Linji sudah bisa tetap fokus pikirannya walau berteriak, ya tidak ada yang bisa melarangnya. Di sinilah letak fleksibilitas Zen. Intinya apapun boleh asal tetap bisa konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu.  Yang tahu itu buyar atau fokus ya diri sendiri. 

Jadi di sini diperlukan kejujuran diri kita sendiri. Sebab boleh saja kita membohongi semua orang di dunia mengenai kemajuan meditasi kita, namun diri kita sendiri tak dapat kita bohongi.

Intinya segala sesuatu yang membuyarkan konsentrasi pikiran tidak dianjurkan, misalnya seperti sila kelima ' tidak minum minuman memabukkan' di masa kini bisa diperluas menjadi 'rokok, ganja, morfin, ekstasi' dll.

Saya beri contoh lain: kisah dua orang Master Zen di Jepang. Yang satu minum sake/arak khas Jepang dan yang lain tidak. Padahal minuman keras jelas 'dilarang' dalam Pancasila  Buddhist yang dipatuhi praktisi Zen sekalipun apalagi bhiksu/master Zen . Master/Guru Zen yang tidak minum arak menegur yang minum arak. Jawaban Guru Zen yang minum arak adalah: "Yang tidak minum arak BUKAN manusia.". Lalu Guru Zen yang tidak minum arak menjawab: "Oh ya, kalau bukan manusia lalu apa?". Guru Zen yang minum arak menjawab singkat: "Buddha".

Jadi, Anda bisa lihat sendiri, begitu fleksibel-nya sila/vinaya Zen sehingga tak aneh bila kemudian Zen sendiri terpecah-pecah menjadi entah berapa banyak aliran di masa kini. Termasuk yang MUNGKIN bhiksu-nya memainkan musik yang menjadi isu di sini.

Saya tidak menyalahkan atau membenarkan main musik. Semuanya kembali berpulang ke masing-masing individu praktisi Zen itu sendiri. Seberapa jauh pengaruh 'minum arak' 'main musik' terhadap ELING/ MINDFULNESS itu sendiri? Hanya diri 'mereka' sendiri yang tahu.

 _/\_
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 08:56:28 AM
Mbah fab yg tentunya baik juga,

komentar aye itu adalah utk bagian ini

thanks utk rujukan yg itu... bisa saja dianggap sebagai hadiah, tapi tapi buntutnya jg kembali pada


Oh I see... bagaimana dengan Kimattha Sutta (AN 11.1)

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an11/an11.001.than.html

Ini adalah rangkaian sebab-akibat dari menjalankan Sila hingga pencapaian Nibbana.

Mettacittena
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 08:59:23 AM
Bro William yang baik, untuk lebih fleksibel lagi mengapa tidak dikurangi lagi Vinayanya? Mungkin 5 kebanyakan.

- Mungkin berbohong jangan diwajibkan, bukankah berbohong adalah lumrah sesuai kemajuan jaman sekarang ini..?
- Tidak meminum-minuman yang memabukkan juga saya rasa boleh dihilangkan, karena di barat minum-minuman yang dapat menyebabkan mabuk bukan suatu dosa, bukanlah suatu yang salah.
- Bagaimana dengan mencuri atau merampok...? Merampok masih dilarang, tapi mencuri (korupsi)? sudah jamak nampaknya, jadi mungkin perlu dihilangkan.
- Tidak melakukan kejahatan seksual? Maksudnya bagaimana nih? Apakah anak dan orang tua melakukan hubungan seksual melakukan kejahatan atau tidak? 

Kesimpulan: nampaknya cuma sila membunuh saja yang masih perlu dipegang.

Tapi nanti dulu.... di Indonesia kan mayoritas Islam, membunuh kurban berpahala... sering-sering dilakukan akan membuat Tuhan senang sehingga akan membolehkan kita ke Surga. Jadi demi fleksibilitas mungkin sila pertama juga tak perlu ya, demi toleransi dan menghormati mereka yang beragama Islam...?

Jadi saran saya untuk mereka yang berpikir fleksibel demi kemajuan jaman sebaiknya jangan ada Vinaya,
Bikin repot saja... saran Gus Dur... gitu aja kok repot....

Mettacittena.

Bro fabian yang baik,

Bahkan Master Zen Nanquan (baca: Nan Ciien) pada zaman Dinasti Tang KONON pernah membunuh seekor kucing yang diperebutkan dua kelompok bhiksu.
Saya tidak membenarkan atau menyalahkan karena MUNGKIN tindakan ekstrem Master Zen itu terkait dengan konteks perebutan kucing itu.

Tapi bukan berarti Zen lalu harus menghapuskan semua vinaya atau sila. Itu namanya jatuh ke dalam sebuah ekstremitas seperti yang Buddha itu sendiri jauhi. Ekstrem yang satu memanjakan indra dan ekstrem yang lain menyiksa indra.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 17 January 2011, 09:03:16 AM
oh ya, menanggapi ini... anggap saya orang KEBLINGER, (walau dibilang gitupun :p) saya menganggap Tipitaka berasal dari bbrp zaman, ada yg merupakan penambahan belakangan. --- dan dulu saya adalah korban yg disesatkan >:D krn asal ambil saja, komentar pun ditelan, dan diperjuangkan (vs orang lain). sekarang jujur, bagi saya abhidhamma bukan dari Sang Buddha. Sutta sendiri pun tidak terbukti otentik 100% dari mulut Buddha, tp lebih bisa dipegang.

akhir kata, itu menurut saya... saya tidak memaksa orang lain utk tidak percaya Abhidhamma, jd no-flamming ya... peace.
Antara 'tidak asli' dan menyesatkan itu saya pikir berbeda. Kalau seseorang baca Tipitaka lalu orang itu menjadi lebih buruk, BELUM TENTU Tipitakanya yang ngaco, bisa jadi orang itu sendiri yang salah mengartikannya. Dalam kasus ini, tidak bisa dikatakan 'menyesatkan'. Ini seperti perumpamaan ular di mana orang belajar dhamma dengan cara yang salah, seperti menangkap ular di ekornya. Maka ular itu akan berbalik dan menggigit tangannya. Jika memang setelah diteliti, diselidiki dengan baik, kesimpulannya adalah membuat orang menjadi buruk, maka boleh dibilang itu 'menyesatkan'. Kalau bro tesla bilang ada yang menyesatkan, sebetulnya saya tertarik sekali untuk membahasnya.

Kalau 'tidak asli', sudah jelas Tipitaka TIDAK ASLI perkataan Buddha. Tipitaka adalah tulisan dari kumpulan hafalan para bhikkhu yang diturunkan melalui berbagai generasi. Bahkan generasi yang pertama yang mengulang, Ananda (yang notabene siswa langsung, pembantu tetap Buddha Gotama, Arahat dengan 6 kekuatan bathin, paling baik dalam ingatan), pun tidak mengatakan 'hafalan' itu sebagai omongan Buddha, tetapi sebagai 'apa yang ia dengar', dan karena itulah selalu dimulai dengan 'evam me suttam'. Saya pikir tugas seorang siswa Buddha BUKANLAH mencari tahu Tipitaka asli omongan Buddha karena sudah jelas itu hasil ingatan seseorang yang mendengar dari Buddha, lalu diturunkan secara tradisi; melainkan untuk menyelidiki kebenaran semua fenomena, termasuk yang tertulis dalam Tipitaka.

Menurut saya, ini adalah suatu atribut yang unggul. Suatu saat saya diceritakan seorang teman saya (dari Tantrayana) bahwa ada temannya yang menyindir bahwa "Buddhis kitabnya berdasar gossip" karena ditulis dari hasil "dengar-dengar". Saya hanya senyum-senyum saja. Bagi saya, semua juga 'gossip', hasil dengar dari orang lain yang dengar dari orang lain yang juga dengar dari orang lain entah sampai tingkat ke berapa. Bedanya, yang satu beri label: "Awas, ini hasil dengar-dengar, selidiki dulu sebelum dimakan!", satunya lagi: "Kudu pasti yakin tentu bener 100.1%, telan bulat-bulat tanpa kunyah!" Kalau ternyata benar, minimal saya tahu mengapa itu benar. Kalau ternyata salah, maka bahaya tersebut bisa dihindari melalui penyelidikan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 09:06:34 AM
Bro fabian yang baik,

Bahkan Master Zen Nanquan (baca: Nan Ciien) pada zaman Dinasti Tang KONON pernah membunuh seekor kucing yang diperebutkan dua kelompok bhiksu.
Saya tidak membenarkan atau menyalahkan karena MUNGKIN tindakan ekstrem Master Zen itu terkait dengan konteks perebutan kucing itu.

Tapi bukan berarti Zen lalu harus menghapuskan semua vinaya atau sila. Itu namanya jatuh ke dalam sebuah ekstremitas seperti yang Buddha itu sendiri jauhi. Ekstrem yang satu memanjakan indra dan ekstrem yang lain menyiksa indra.

 _/\_

Bro Sutarman yang baik, bagaimana bila saya katakan: hanya menjalankan 5 sila adalah ekstrim bagi seorang Bhikkhu? Karena menurut saya ia bukan lagi Bhikkhu tapi sama saja dengan saya, anda dan orang-orang lainnya yang menjalankan 5 sila, bila demikian menurut pendapat saya orang tersebut tak lagi pantas disebut Bhikkhu.

Apakah kita menyebut seorang Bhikkhu hanya karena ia berjubah? Atau karena ia ditahbiskan? Apakah kriteria Bhikkhu menurut Zen...?

Jadi kesimpulan saya  berdasarkan keterangan anda: Bhiksu Zen moralitasnya bahkan lebih rendah daripada Anagarika (Upasaka Atthasila) dalam Theravada.

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 09:17:18 AM
Bro Sutarman yang baik, bagaimana bila saya katakan: hanya menjalankan 5 sila adalah ekstrim bagi seorang Bhikkhu? Karena ia menurut saya ia bukan lagi Bhikkhu tapi sama saja dengan saya, anda dan orang-orang lainnya yang menjalankan 5 sila, bila demikian menurut pendapat saya orang tersebut tak lagi pantas disebut Bhikkhu.

Apakah kita menyebut seorang Bhikkhu hanya karena ia berjubah? Atau karena ia ditahbiskan? Apakah kriteria Bhikkhu menurut Zen...?

Mettacittena,

Bro Fabian yang baik,

Masalah definisi seorang bhiksu Zen memang jadi masalah khususnya di masa kini.

Sebagai contoh: guru Zen saya tidak menikah namun Beliau menjalankan sila atau vinaya yang bisa Beliau jalankan kecuali menyimpan uang (karena Beliau bekerja untuk menghidupi diri sendiri, mengikuti tradisi Zen pasca pembubaran Zen oleh dinasti Tang).

Ya, Anda dan saya bisa saja menemui seorang bhiksu Zen yang 'tersembunyi' semacam ini, yang secara penampilan tidak ada bedanya dengan kita-kita yang awam ini.

Yang saya hargai adalah SEMANGAT/SPIRIT BHIKSU itu sendiri bukan PENAMPILAN LUAR BHIKSU. Sebab bisa saja seorang berjubah bhiksu/bhikkhu namun tindakan-ucapan-pikiran-nya sama sekali tidak mencerminkan seorang bhiksu/bhikkhu, mulai dari melakukan hubungan seksual, korup, berkata jorok/kotor, dll. Contohnya sudah banyak dari zaman dulu sampai masa kini.


 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: The Ronald on 17 January 2011, 09:21:02 AM
guru zen..bukan bhikhu zen....
guru = romo = pandita
itu umat awam yg menjalankan sila

bhikkhu beda..terlepas itu palsu or gak...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 09:22:26 AM
Bro Fabian yang baik,

Masalah definisi seorang bhiksu Zen memang jadi masalah khususnya di masa kini.

Sebagai contoh: guru Zen saya tidak menikah namun Beliau menjalankan sila atau vinaya yang bisa Beliau jalankan kecuali menyimpan uang (karena Beliau bekerja untuk menghidupi diri sendiri, mengikuti tradisi Zen pasca pembubaran Zen oleh dinasti Tang).

Ya, Anda dan saya bisa saja menemui seorang bhiksu Zen yang 'tersembunyi' semacam ini, yang secara penampilan tidak ada bedanya dengan kita-kita yang awam ini.

Yang saya hargai adalah SEMANGAT/SPIRIT BHIKSU itu sendiri bukan PENAMPILAN LUAR BHIKSU. Sebab bisa saja seorang berjubah bhiksu/bhikkhu namun tindakan-ucapan-pikiran-nya sama sekali tidak mencerminkan seorang bhiksu/bhikkhu, mulai dari melakukan hubungan seksual, korup, berkata jorok/kotor, dll. Contohnya sudah banyak dari zaman dulu sampai masa kini.


 _/\_

Bro Sutarman yang baik, saya rasa anda belum menjawab pertanyaan saya:

"Apakah kita menyebut seorang Bhikkhu hanya karena ia berjubah? Atau karena ia ditahbiskan? Apakah kriteria Bhikkhu menurut Zen...?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 17 January 2011, 09:23:43 AM
Ada yang mau bikin thread 'Pertanyaan kritis mengenai ZEN menurut pandangan yg berbeda'?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 09:25:10 AM
Ada yang mau bikin thread 'Pertanyaan kritis mengenai ZEN menurut pandangan yg berbeda'?

Benar bro... ini mungkin harus dipisahkan di thread tersendiri di board Mahayana...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: williamhalim on 17 January 2011, 09:26:04 AM
Bro William yang baik,

Apakah Master Zen Thich Nhat Hanh itu sendiri menyanyi dan menari? Menyanyi dan menari cenderung membuyarkan konsentrasi pikiran karena itu tidak diperbolehkan bagi bhiksu Zen.

Tapi kalau ada bhiksu ybs bisa tetap fokus walau menari dan menyanyi ya tidak ada yang melarang. Bisa atau tidaknya dia tetap fokus/konsentrasi yang tahu dirinya sendiri.

Vinaya adalah aturan yg mesti ditaati oleh Bhikkhu.

Jika Vinaya melarang menyanyi dan menari, tapi Bhikkhu tetap melakukannya namun diembel2i... tetap disadari/konsentrasi, bukankah ada 2 akibat yg ditimbulkan:

A. Vinaya harus diubah menjadi:
1)   Tidak membunuh kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
2)   Tidak melakukan kejahatan seksual kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
3)   Tidak mencuri atau merampok kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
4)   Tidak berbohong atau tidak berkata tidak benar kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
5)   Tidak minum minuman yang memabukkan kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
Vinaya tambahan:
1)   Tidak tidur di tempat tidur yang mewah dan besar kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
2)   Tidak memakai perhiasan atau bunga (di kepala) kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
3)   Tidak bernyanyi dan menari seperti pemain opera kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
4)   Tidak menyimpan emas dan perak (uang pada zaman itu) kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
5)   Tidak makan di luar jam makan kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi

B. Tidak usah pake2 Vinaya-an, jadi jelas, masing2 Bhikkhu menerapkan standar sila bagi diri masing2. Ini lebih fair.


Quote
Kasusnya mungkin sama seperti TERIAKAN Master Zen Linji. Berteriak cenderung membuyarkan pikiran yang berteriak. Tapi kalau Master Zen Linji sudah bisa tetap fokus pikirannya walau berteriak, ya tidak ada yang bisa melarangnya. Di sinilah letak fleksibilitas Zen. Intinya apapun boleh asal tetap bisa konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu.  Yang tahu itu buyar atau fokus ya diri sendiri. 

Maaf Bro, menurut saya yg dibold itu micha ditthi

Quote
Jadi di sini diperlukan kejujuran diri kita sendiri. Sebab boleh saja kita membohongi semua orang di dunia mengenai kemajuan meditasi kita, namun diri kita sendiri tak dapat kita bohongi.

Intinya segala sesuatu yang membuyarkan konsentrasi pikiran tidak dianjurkan, misalnya seperti sila kelima ' tidak minum minuman memabukkan' di masa kini bisa diperluas menjadi 'rokok, ganja, morfin, ekstasi' dll.

Saya beri contoh lain: kisah dua orang Master Zen di Jepang. Yang satu minum sake/arak khas Jepang dan yang lain tidak. Padahal minuman keras jelas 'dilarang' dalam Pancasila  Buddhist yang dipatuhi praktisi Zen sekalipun apalagi bhiksu/master Zen . Master/Guru Zen yang tidak minum arak menegur yang minum arak. Jawaban Guru Zen yang minum arak adalah: "Yang tidak minum arak BUKAN manusia.". Lalu Guru Zen yang tidak minum arak menjawab: "Oh ya, kalau bukan manusia lalu apa?". Guru Zen yang minum arak menjawab singkat: "Buddha".

Jadi, Anda bisa lihat sendiri, begitu fleksibel-nya sila/vinaya Zen sehingga tak aneh bila kemudian Zen sendiri terpecah-pecah menjadi entah berapa banyak aliran di masa kini. Termasuk yang MUNGKIN bhiksu-nya memainkan musik yang menjadi isu di sini.

'Fleksibelitas' hanya berlaku untuk yg telah tercerahkan, krn pikiran yg tercerahkan beda dgn pikiran kotor kita. Mungkin dimata kita tingkah laku mereka 'fleksibel', namun itu menurut mata kita yg dualisme.

Bila orang2 yg belum tercerahkan, dan ikut2an gaya 'fleksibel' orh yg tercerahkan, sy cenderung menganggap tindakan tsb sbg suatu kecerobohan (kecerobohan pemahaman dan kecerobohan praktik) dan mau gampang aja. Bisa nyasar kemana-mana....

Pada akhirnya yg diambil fleksibelnya aja.

Quote
Saya tidak menyalahkan atau membenarkan main musik. Semuanya kembali berpulang ke masing-masing individu praktisi Zen itu sendiri. Seberapa jauh pengaruh 'minum arak' 'main musik' terhadap ELING/ MINDFULNESS itu sendiri? Hanya diri 'mereka' sendiri yang tahu.

Bbrp artikel thread lain yg relevan dgn topik ini:
brahmajala sutta :
1.13. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana … masih menikmati pertunjukan seperti tarian, nyanyian, musik, penampilan, pembacaan, musik-tangan, simbal dan tambur, pertunjukan sihir15, akrobatik dan sulap,16 pertandingan gajah, kerbau, sapi, kambing, domba, ayam, burung puyuh, perkelahian dengan tongkat, tinju, gulat, perkelahian pura-pura, parade, pertunjukan manuver dan militer, Petapa Gotama menjauhi menikmati penampilan demikian.”’

>>>>>Pendapat iseng saya:
Bisa dianggap, para Bhikkhu yg menikmati (bahkan melakukan) nyanyi dan tari2an bisa dianggap petapa atau Brahmana, bukan murid Sang Buddha Gotama
<<<<<

ambatha sutta :
"Ia menahan diri untuk tidak merusak benih-benih dan tumbuh-tumbuhan. Ia makan sehari sekali, tidak makan setelah tengah hari. Ia menahan diri dari menonton pertunjukan-pertunjukan, tari-tarian, nyanyian dan musik. Ia menahan diri dari penggunaan alat-alat kosmetik, karangan-karangan bunga, wangi-wangian dan perhiasan-perhiasan. Ia menahan diri dari penggunaan tempat-tidur yang besar dan mewah. Ia menahan diri dari menerima emas dan perak. Ia menahan diri dari menerima gandum (padi) yang belum dimasak. Ia menahan diri dari menerima daging yang belum dimasak. Ia menahan diri menerima wanita dan perempuan-perempuan muda. Ia menahan diri dari menerima budak belian lelaki dan budak belian perempuan. Ia menahan diri dari menerima biri-biri atau kambing. Ia menahan diri dari menerima babi dan unggas. Ia menahan diri dari menerima tanah-tanah pertanian. Ia menahan diri dari berlaku sebagai duta atau pesuruh. Ia menahan diri dari membeli dan menjual. Ia menahan diri dari menipu dengan timbangan, mata uang maupun ukuran-ukuran. Ia menahan diri dari perbuatan menyogok, menipu dan penggelapan. Ia menahan diri dari perbuatan melukai, membunuh, memperbudak, merampok, menodong dan menganiaya. Inilah, Ambattha, sila yang dimilikinya."

mari kita liht cara pandang B. Buddhadasa :
Dari buku “the Truth of Nature” by Bhikkhu Buddhadasa


Buddha bersabda, "Ada perbedaan yang sangat besar dalam cara pandang antara pandangan para ariya dan pandangan umat biasa." Karena itu, dalam pandangan para ariya, dan juga sesuai dengan peraturan para ariya, bernyanyi sama saja dengan menangis; menari adalah ciri khas orang gila; dan tertawa terbahak bahak adalah kelakuan anak anak ingusan. Orang orang pada umumnya menyanyi, tertawa, dan menikmati semua itu tanpa menyadari kapan dirinya akan lelah. Di dalam pandangan para ariya, menyanyi terlihat sama dengan menangis. Jika kita mengamati seorang yang menyanyi dan berteriak sekeras kerasnya, dia tidak hanya kelihatan seperti orang yang sedang menangis, tetapi selain itu, apa yang dilakukannya berasal dari kondisi kondisi emosional. yang sebenarnya sama dengan menangis.

Menari adalah kelakuan orang gila! Jika kita perhatikan sedikit lebih mendalam, kita akan menyadari bahwa ketika kita bangun dari tempat duduk untuk menari, kita paling tidak sudah menjadi sepuluh persen gila. Jika tidak, kita pasti tidak akan mau menari. Karena secara umum menari dipandang sebagai sebuah bentuk kesenangan, kita tidak menganggapnya sebagai kelakuan orang gila. Ada beberapa orang yang suka tertawa; tertawa memang menyenangkan. Mereka tertawa terbahak bahak, bahkan di saat saat yang tidak tepat. Tetapi bagi para ariya, dan di dalam peraturan mereka, tertawa adalah kelakuan anak kecil. Oleh sebab itu, jika kita mampu tidak tertawa, ini tentu baik. Tidak tertawa sama sekali bahkan lebih baik lagi.

Contoh contoh di atas menunjukkan bagaimana latihan displin (sila) para ariya berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Secara umum, menyanyi, berdansa, dan tertawa sepertinya tidak membawa akibat dan bukan sesuatu yang istimewa. Namun bagi para ariya kegiatan kegiatan tersebut dianggap tidak berguna dan tidak terkendali. Demikianlah pandangan seseorang yang pikirannya sudah berkembang pesat.

Buddha tidak mengatakan, jangan lakukan hal-hal itu ketika kita menginginkannya, tetapi mengajarkan kita untuk memahami bahwa ada perbuatan yang terpuji dan perbuatan rendah, dan ada hal hal yang tidak layak untuk dilakukan. Karena belum menjadi seorang ariya, kita mungkin ingin melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah. Ketika kita melakukannya, kita akan sadar bahwa hal itu terkadang memang tampak menyenangkan, tetapi pada akhirnya kita akan kelelahan. Selanjutnya, kita dapat meningkatkan diri kita ke tingkat yang lebih tinggi dan berlatih disiplin para ariya.

Sebagian orang tidak suka mendengar tentang "disiplin". Mereka khawatir bahwa mengendalikan diri menyebabkan "penderitaan." Tetapi, mengendalikan diri untuk tidak mengikuti perasaan adalah sebuah praktik dan latihan penting dalam agama Buddha.

..... dstnya...  http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18087.45

----

Dapat sama-sama kita lihat bahwa Sila (bahkan bagi para Ariya) ternyata lbh penting dibanding umat awam. Kenapa? Krn Sila mereka sudah otomatis dari kesadaran, dgn kata lain Jika kita sadar/fokus, sila otomatis terjaga. Bukan sebaliknya...

::



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 January 2011, 09:27:23 AM
Kasusnya mungkin sama seperti TERIAKAN Master Zen Linji. Berteriak cenderung membuyarkan pikiran yang berteriak. Tapi kalau Master Zen Linji sudah bisa tetap fokus pikirannya walau berteriak, ya tidak ada yang bisa melarangnya. Di sinilah letak fleksibilitas Zen. Intinya apapun boleh asal tetap bisa konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu.  Yang tahu itu buyar atau fokus ya diri sendiri. 
 

Mohon konfirmasi, apakah memang quote di atas terutama pada bagian BOLD adalah inti (pada kata intinya) ajaran Zen?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 17 January 2011, 09:28:58 AM
Ayo, dilanjut ke sini (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19270.new#new)!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 17 January 2011, 09:32:56 AM
astaga udah 3x klik reply kepotong orang reply :))

Oh I see... bagaimana dengan Kimattha Sutta (AN 11.1)

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an11/an11.001.than.html

Ini adalah rangkaian sebab-akibat dari menjalankan Sila hingga pencapaian Nibbana.

Mettacittena
:jempol:

tapi pancasila tetap bukan cara utk mengikis kemelekatan karena itu baru bermain di level permukaan.
Dengan ... -> Samadhi/jhana -> Yathābhūtañāṇadassanā itu yg menyebabkan disenchantment/nibida -> Dispassion/nibbida -> pembebasan/vimutti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 17 January 2011, 09:42:56 AM
astaga udah 3x klik reply kepotong orang reply :))
 :jempol:

tapi pancasila tetap bukan cara utk mengikis kemelekatan karena itu baru bermain di level permukaan.
Dengan ... -> Samadhi/jhana -> Yathābhūtañāṇadassanā itu yg menyebabkan disenchantment/nibida -> Dispassion/nibbida -> pembebasan/vimutti

Sila pada umumnya memang hanya pembatasan, tetapi manfaat dari sila sendiri saya pikir tergantung pada pandangan masing-masing orang yang melakukan. Seperti dana, misalnya, ada yang berdana untuk hal tidak bermanfaat seperti dapat pujian, ada juga yang bermanfaat seperti untuk membantu orang lain. Tapi ada juga yang menjalankan latihan untuk belajar melepas 'milikku' yang adalah latihan menuju padamnya keinginan juga. Demikian juga halnya sila, yang dilakukan dengan pandangan benar, adalah latihan menuju nibbana juga.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 17 January 2011, 09:54:14 AM
Oh I see... bagaimana dengan Kimattha Sutta (AN 11.1)

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an11/an11.001.than.html

Ini adalah rangkaian sebab-akibat dari menjalankan Sila hingga pencapaian Nibbana.

Mettacittena

Apakah mungkin mencapai NIBBANA tanpa menjalan-kan SILA ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 17 January 2011, 10:02:10 AM
Bro Sutarman yang baik, bagaimana bila saya katakan: hanya menjalankan 5 sila adalah ekstrim bagi seorang Bhikkhu? Karena menurut saya ia bukan lagi Bhikkhu tapi sama saja dengan saya, anda dan orang-orang lainnya yang menjalankan 5 sila, bila demikian menurut pendapat saya orang tersebut tak lagi pantas disebut Bhikkhu.

Apakah kita menyebut seorang Bhikkhu hanya karena ia berjubah? Atau karena ia ditahbiskan? Apakah kriteria Bhikkhu menurut Zen...?

Jadi kesimpulan saya  berdasarkan keterangan anda: Bhiksu Zen moralitasnya bahkan lebih rendah daripada Anagarika (Upasaka Atthasila) dalam Theravada.

Mettacittena,

Mohon konfirmasi, apakah memang quote di atas terutama pada bagian BOLD adalah inti (pada kata intinya) ajaran Zen?

Itu akibat kesalahan MENELAN MENTAH-MENTAH kelakuan para Master Zen... Slogan ZEN  kan langsung menuju ke pikiran... LAH, emang-nya tahu apa state of mind (pikiran) para Master Zen saat melakukan perilaku "nyeleneh" itu...

Maka-nya kan saya katakan kepada bro SUTARMAN... harus seperti LINJI (seorang master Zen) kalau mau ngomong MEET BUDDHA, KILL BUDDHA...
(Note : Koan (Gong-An) -- Ketemu Buddha, Bunuh Buddha -- adalah berasal dari Master LINJI)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 17 January 2011, 10:05:58 AM
Antara 'tidak asli' dan menyesatkan itu saya pikir berbeda. Kalau seseorang baca Tipitaka lalu orang itu menjadi lebih buruk, BELUM TENTU Tipitakanya yang ngaco, bisa jadi orang itu sendiri yang salah mengartikannya. Dalam kasus ini, tidak bisa dikatakan 'menyesatkan'. Ini seperti perumpamaan ular di mana orang belajar dhamma dengan cara yang salah, seperti menangkap ular di ekornya. Maka ular itu akan berbalik dan menggigit tangannya. Jika memang setelah diteliti, diselidiki dengan baik, kesimpulannya adalah membuat orang menjadi buruk, maka boleh dibilang itu 'menyesatkan'. Kalau bro tesla bilang ada yang menyesatkan, sebetulnya saya tertarik sekali untuk membahasnya.
em, sebenarnya saya bilang "menyesatkan" itu secara tidak langsung saya udah sok tau mana yg menyesatkan & mana yg tidak menyesatkan ya hehe... yah terus terang, saya kira setiap orang punya gambaran benar & salahnya masing2, jadi apa yg dulu saya anggap benar sekarang saya anggap tidak benar. itu yg terjadi. argumen saya yg salah berpraktek, ya mungkin saja :) sebab walau text nya sama, skr saya membaca Tipitaka dg pemahaman yg berbeda.

soal mana yg menyesatkan bagi saya sangat technical, yg terjadi kalau saya udah berbicara sesuatu yg lain dari pengetahuan umum pasti udah melawan arus pemikiran orang pada umumnya, jadi praktisi sesat/nyeleneh, shg saya merasakan menjadi akar perpecahan (pro vs kontra) hehehe... yg saya lihat lagi, kalau udah begini, pro give thanks to pro, contra give thanks to contra. krn saya bukan arahat/Buddha, saya masih menghindari apa yg tidak ingin saya lihat, saya jijik melihat murid Buddha begini, makanya saya susah berbaur dg umat Buddhist di dunia nyata juga (malah curhat... :hammer:) jadi sedikit2 saja tp kalau ada waktu saya pasti ingin mendiskusikan dg orang yg ingin berdiskusi, terlepas dari siapa yg salah & siapa yg benar.

Quote
Kalau 'tidak asli', sudah jelas Tipitaka TIDAK ASLI perkataan Buddha. Tipitaka adalah tulisan dari kumpulan hafalan para bhikkhu yang diturunkan melalui berbagai generasi. Bahkan generasi yang pertama yang mengulang, Ananda (yang notabene siswa langsung, pembantu tetap Buddha Gotama, Arahat dengan 6 kekuatan bathin, paling baik dalam ingatan), pun tidak mengatakan 'hafalan' itu sebagai omongan Buddha, tetapi sebagai 'apa yang ia dengar', dan karena itulah selalu dimulai dengan 'evam me suttam'. Saya pikir tugas seorang siswa Buddha BUKANLAH mencari tahu Tipitaka asli omongan Buddha karena sudah jelas itu hasil ingatan seseorang yang mendengar dari Buddha, lalu diturunkan secara tradisi; melainkan untuk menyelidiki kebenaran semua fenomena, termasuk yang tertulis dalam Tipitaka.
apa yg ia dengar, kalau benar kata Buddha ya masih otentik. bagaimana kalau saya bilang ada kecenderungaan ada perubahan entah karena ingatan yg gagal atau ada unsur politisnya? bagi orang yg saddhanya kuat thd arahat, konsili, moral bhikkhu2 penghapal pasti akan menganggap ini pelecehan  & tuduhan tidak berdasar lagi...

Quote
Menurut saya, ini adalah suatu atribut yang unggul. Suatu saat saya diceritakan seorang teman saya (dari Tantrayana) bahwa ada temannya yang menyindir bahwa "Buddhis kitabnya berdasar gossip" karena ditulis dari hasil "dengar-dengar". Saya hanya senyum-senyum saja. Bagi saya, semua juga 'gossip', hasil dengar dari orang lain yang dengar dari orang lain yang juga dengar dari orang lain entah sampai tingkat ke berapa. Bedanya, yang satu beri label: "Awas, ini hasil dengar-dengar, selidiki dulu sebelum dimakan!", satunya lagi: "Kudu pasti yakin tentu bener 100.1%, telan bulat-bulat tanpa kunyah!" Kalau ternyata benar, minimal saya tahu mengapa itu benar. Kalau ternyata salah, maka bahaya tersebut bisa dihindari melalui penyelidikan.
hormat kepada kritis bro Kainyn _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 10:07:20 AM
Itu akibat kesalahan MENELAN MENTAH-MENTAH kelakuan para Master Zen... Slogan ZEN  kan langsung menuju ke pikiran... LAH, emang-nya tahu apa state of mind (pikiran) para Master Zen saat melakukan perilaku "nyeleneh" itu...

Maka-nya kan saya katakan kepada bro SUTARMAN... harus seperti LINJI (seorang master Zen) kalau mau ngomong MEET BUDDHA, KILL BUDDHA...
(Note : Koan (Gong-An) -- Ketemu Buddha, Bunuh Buddha -- adalah berasal dari Master LINJI)

Bagaimana bila diperluas jadi "ketemu master, bunuh master...?"
Oh iya lupa... pindah ke board Mahayana "pertanyaan kritis Zen menurut pandangan yang berbeda"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 10:19:06 AM
Antara 'tidak asli' dan menyesatkan itu saya pikir berbeda. Kalau seseorang baca Tipitaka lalu orang itu menjadi lebih buruk, BELUM TENTU Tipitakanya yang ngaco, bisa jadi orang itu sendiri yang salah mengartikannya. Dalam kasus ini, tidak bisa dikatakan 'menyesatkan'. Ini seperti perumpamaan ular di mana orang belajar dhamma dengan cara yang salah, seperti menangkap ular di ekornya. Maka ular itu akan berbalik dan menggigit tangannya. Jika memang setelah diteliti, diselidiki dengan baik, kesimpulannya adalah membuat orang menjadi buruk, maka boleh dibilang itu 'menyesatkan'. Kalau bro tesla bilang ada yang menyesatkan, sebetulnya saya tertarik sekali untuk membahasnya.

Kalau 'tidak asli', sudah jelas Tipitaka TIDAK ASLI perkataan Buddha. Tipitaka adalah tulisan dari kumpulan hafalan para bhikkhu yang diturunkan melalui berbagai generasi. Bahkan generasi yang pertama yang mengulang, Ananda (yang notabene siswa langsung, pembantu tetap Buddha Gotama, Arahat dengan 6 kekuatan bathin, paling baik dalam ingatan), pun tidak mengatakan 'hafalan' itu sebagai omongan Buddha, tetapi sebagai 'apa yang ia dengar', dan karena itulah selalu dimulai dengan 'evam me suttam'. Saya pikir tugas seorang siswa Buddha BUKANLAH mencari tahu Tipitaka asli omongan Buddha karena sudah jelas itu hasil ingatan seseorang yang mendengar dari Buddha, lalu diturunkan secara tradisi; melainkan untuk menyelidiki kebenaran semua fenomena, termasuk yang tertulis dalam Tipitaka.

Menurut saya, ini adalah suatu atribut yang unggul. Suatu saat saya diceritakan seorang teman saya (dari Tantrayana) bahwa ada temannya yang menyindir bahwa "Buddhis kitabnya berdasar gossip" karena ditulis dari hasil "dengar-dengar". Saya hanya senyum-senyum saja. Bagi saya, semua juga 'gossip', hasil dengar dari orang lain yang dengar dari orang lain yang juga dengar dari orang lain entah sampai tingkat ke berapa. Bedanya, yang satu beri label: "Awas, ini hasil dengar-dengar, selidiki dulu sebelum dimakan!", satunya lagi: "Kudu pasti yakin tentu bener 100.1%, telan bulat-bulat tanpa kunyah!" Kalau ternyata benar, minimal saya tahu mengapa itu benar. Kalau ternyata salah, maka bahaya tersebut bisa dihindari melalui penyelidikan.

Yang bold:    :yes:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 17 January 2011, 12:12:37 PM
em, sebenarnya saya bilang "menyesatkan" itu secara tidak langsung saya udah sok tau mana yg menyesatkan & mana yg tidak menyesatkan ya hehe... yah terus terang, saya kira setiap orang punya gambaran benar & salahnya masing2, jadi apa yg dulu saya anggap benar sekarang saya anggap tidak benar. itu yg terjadi. argumen saya yg salah berpraktek, ya mungkin saja :) sebab walau text nya sama, skr saya membaca Tipitaka dg pemahaman yg berbeda.
Sebetulnya pengalaman saya (dan saya rasa hampir setiap orang) juga sama. Karena bathin kita semua juga mengalami perubahan. Kadang (dan semoga) membaik, kadang merosot. Tapi saya setuju bahwa ada satu batas di mana kita selidiki dengan baik, menggunakan akal sehat, tetap subjektif tanpa kesimpulan definitif. Si A pandangannya begini, si B pandangannya begitu. Untuk tahapan ini, saya pikir sudah tidak bisa ditentukan 'sesat' dan tidak.

Quote
soal mana yg menyesatkan bagi saya sangat technical, yg terjadi kalau saya udah berbicara sesuatu yg lain dari pengetahuan umum pasti udah melawan arus pemikiran orang pada umumnya, jadi praktisi sesat/nyeleneh, shg saya merasakan menjadi akar perpecahan (pro vs kontra) hehehe... yg saya lihat lagi, kalau udah begini, pro give thanks to pro, contra give thanks to contra. krn saya bukan arahat/Buddha, saya masih menghindari apa yg tidak ingin saya lihat, saya jijik melihat murid Buddha begini, makanya saya susah berbaur dg umat Buddhist di dunia nyata juga (malah curhat... :hammer:) jadi sedikit2 saja tp kalau ada waktu saya pasti ingin mendiskusikan dg orang yg ingin berdiskusi, terlepas dari siapa yg salah & siapa yg benar.
;D Saya juga dulu begitu karena berharap yang namanya murid Buddha, harus begini-begitu. Tetapi sekarang saya tidak lagi melihat demikian. Bagi saya, Buddhis dan non-Buddhis, sebetulnya sama saja. Yang namanya manusia (termasuk saya) memang demikian, tidak terlepas dari keegoisan dan kebodohan. Cuma beda label kebodohannya saja, mungkin orang lain melakukan kebodohan a la kitab suci lain, saya (dan Buddhis lain) melakukan kebodohan a la tipitaka, atheis melakukan kebodohan dengan caranya sendiri. Tidak ada yang aneh. 

Quote
apa yg ia dengar, kalau benar kata Buddha ya masih otentik. bagaimana kalau saya bilang ada kecenderungaan ada perubahan entah karena ingatan yg gagal atau ada unsur politisnya? bagi orang yg saddhanya kuat thd arahat, konsili, moral bhikkhu2 penghapal pasti akan menganggap ini pelecehan  & tuduhan tidak berdasar lagi...
Menurut saya, itu sangat mungkin terjadi. Kita tahu tidak semua Arahat punya ingatan sebaik Ananda. Berarti Arahat yang tanpa politik juga bisa 'mewariskan' dengan tidak sempurna. Setelah kemudian lewat beberapa generasi, yang mewariskan juga belum tentu Arahat, maka apa anehnya kalau utak-atik Tipitaka terjadi?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 01:37:42 PM
Mohon konfirmasi, apakah memang quote di atas terutama pada bagian BOLD adalah inti (pada kata intinya) ajaran Zen?

Bro Indra yang baik,

Itulah keterbatasan kata-kata dan bahasa yang tidak bisa mengungkapkan maksud saya yang sebenarnya. Ini makin membuat saya yakin betapa sulitnya Buddha mengungkapkan PIKIRAN beliau dalam kata-kata dan bahasa. Karena orang bisa jadi salah mengerti.

Tulisan/komentar saya ini bisa salah total karena saya gagal menyampaikan maksud saya yang sebenarnya. Sama seperti saya berusaha menjelaskan keharuman bunga. Bisa jadi saya akan melakukan banyak 'kesalahan' di sana-sini bila penjelasan saya dikritisi kata per kata tanpa dihubungkan dengan konteksnya. Padahal yang saya sebut 'apapun boleh' itu masih dalam konteks 'samadhi' dan dalam konteks bahwa 'diri kita yang menanggung karma kita sendiri', bukan orang lain.

Kalau tulisan saya dikritisi kata per kata namun dikeluarkan dari konteksnya ya memang salah jadinya. Demikian pula, kalau kita mau membahas yang lebih berat misalnya mengenai anatta, kalau dikeluarkan dari konteks lima agregat, bisa jadi salah total.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 01:43:30 PM
Bro Sutarman yang baik, saya rasa anda belum menjawab pertanyaan saya:

"Apakah kita menyebut seorang Bhikkhu hanya karena ia berjubah? Atau karena ia ditahbiskan? Apakah kriteria Bhikkhu menurut Zen...?"

Bro Fabian yang baik,

Harap dimengerti saya tidak mau mengomentari hal-hal yang menurut saya tidak perlu dikomentari. Takutnya nanti terjadi kesalahpahaman yang makin menjadi-jadi.

No comment adalah hak saya. Dan saya pikir, pertanyaan Bro tidak membawa kita kemana-mana selain debat kusir karena kita berbeda tradisi.

Harap dimaafkan kalau saya tidak mau menjawab walaupun sebenarnya saya bisa.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 January 2011, 01:47:55 PM
Bro Indra yang baik,

Itulah keterbatasan kata-kata dan bahasa yang tidak bisa mengungkapkan maksud saya yang sebenarnya. Ini makin membuat saya yakin betapa sulitnya Buddha mengungkapkan PIKIRAN beliau dalam kata-kata dan bahasa. Karena orang bisa jadi salah mengerti.

Tulisan/komentar saya ini bisa salah total karena saya gagal menyampaikan maksud saya yang sebenarnya. Sama seperti saya berusaha menjelaskan keharuman bunga. Bisa jadi saya akan melakukan banyak 'kesalahan' di sana-sini bila penjelasan saya dikritisi kata per kata tanpa dihubungkan dengan konteksnya. Padahal yang saya sebut 'apapun boleh' itu masih dalam konteks 'samadhi' dan dalam konteks bahwa 'diri kita yang menanggung karma kita sendiri', bukan orang lain.

Kalau tulisan saya dikritisi kata per kata namun dikeluarkan dari konteksnya ya memang salah jadinya. Demikian pula, kalau kita mau membahas yang lebih berat misalnya mengenai anatta, kalau dikeluarkan dari konteks lima agregat, bisa jadi salah total.

_/\_

mohon penjelasannya lebih lanjut, apakah bernyanyi dan bermusik masih termasuk dalam "apapun boleh" itu? mungkin anda perlu menambahkan batasan pada "apapun boleh" itu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 17 January 2011, 01:53:04 PM
Rekan-rekan sekalian yang baik,

Saya berikan lagi kisah Zen lain yang HEBOH namun semuanya dalam konteks menyadarkan / membebaskan /mencerahkan pikiran.

Sila atau Vinaya seorang bhiksu Zen mengenai hubungan seksual YANG TAK TERTULIS misalnya tidak boleh menyentuh perempuan.

Ada kasus seorang Guru Zen Jepang menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal. Muridnya langsung BERPIKIR sang Guru telah melanggar vinaya seorang bhiksu mengenai HUBUNGAN SEKSUAL (padahal faktanya tak separah itu). Sehingga kemudian setelah sang perempuan telah tidak bersama mereka berdua, sang murid mengkritik gurunya sendiri.

Sang Guru Zen menjawab dengan enteng: “Saya sudah menurunkan perempuan itu sejak lama, tapi kamu masih menggendongnya hingga kini.” Giliran PIKIRAN sang murid yang kemudian tercerahkan/tersadarkan.  Jadi sekali lagi ini masalah PIKIRAN. Khususnya apakah ketika Anda menggendong perempuan, pikiran Anda tetap fokus, jernih, suci, tenang. Yang tahu diri Anda sendiri.

Saya beri contoh lain mengenai ‘mesra-mesra’-an. Seorang Master Zen ditemui seorang bhiksuni muda dan cantik yang menanyakan mengenai apa itu sesungguhnya Zen. Master Zen itu kemudian memegang tangan bhiksuni dengan mesra. Dalam tradisi Zen, walau tidak tertulis, memegang tangan perempuan sudah seperti berhubungan seksual dengan perempuan itu. Seperti orang Isl*m radikal yang tidak boleh berjabat tangan dengan perempuan yang bukan muhrim-nya (kasus Tifatul Sembiring vs Michelle Obama).

Tentu saja bhiksuni itu kaget dan berteriak : “Anda adalah seorang Master Zen yang senior dan dihormati banyak orang, mengapa Anda punya pikiran sebejat itu ?!” . Master Zen itu tersenyum dan berkata : “Nah itulah Zen. Semua itu tergantung pada Anda dan PIKIRAN Anda sendiri. Anda yang BEBAS menentukan apakah Anda mau mengikuti PIKIRAN Anda yang suci atau mau mengikuti PIKIRAN Anda yang bejat.”

Saya ingat kejadian dulu sekali ketika Gus Dur dengan berani menyebutkan bahwa Quran adalah kitab cabul/porno karena tertulis mengenai menyusui/meneteki. Gus Dur dengan pernyataan ‘gila’  ini sengaja menyerang pola pikir Isl*m garis keras yang gencar mempromosikan anti pornografi dan pornoaksi tempo dulu.

Tentu saja pernyataan Gus Dur itu membuat heboh dan dikecam Isl*m garis keras sebagai pelecehan terhadap kesucian Quran. Tapi Gus Dur dengan ringan menjawab bahwa semua itu tergantung PIKIRAN kita sendiri. Kalau PIKIRAN kita tidak kotor bahkan kata ‘menyusui/meneteki’ itu pun tidak kotor. 

Dengan cara ‘unik’ ini pula Gus Dur mencoba MENYADARKAN publik mengenai bahaya ‘agama yang kebablasan’ seperti Isl*m garis keras. Ini cara yang JENIUS SEKALIGUS FLEKSIBEL seperti Master Zen yang kadang SENGAJA melanggar vinaya (mulai dari memegang tangan perempuan, menggendong perempuan, minum arak, sampai membunuh kucing!) demi menyadarkan seseorang atau bahkan banyak orang.

Beda dengan kita yang melanggar sila atau vinaya demi kenikmatan pribadi semata bukan dalam konteks menyadarkan/mencerahkan pikiran seseorang/orang banyak.

Jadi saya harap kita jangan buru-buru menghakimi seseorang dulu sebelum tahu motivasinya.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 January 2011, 02:04:02 PM
Rekan-rekan sekalian yang baik,

Saya berikan lagi kisah Zen lain yang HEBOH namun semuanya dalam konteks menyadarkan / membebaskan /mencerahkan pikiran.

Sila atau Vinaya seorang bhiksu Zen mengenai hubungan seksual YANG TAK TERTULIS misalnya tidak boleh menyentuh perempuan.

Ada kasus seorang Guru Zen Jepang menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal. Muridnya langsung BERPIKIR sang Guru telah melanggar vinaya seorang bhiksu mengenai HUBUNGAN SEKSUAL (padahal faktanya tak separah itu). Sehingga kemudian setelah sang perempuan telah tidak bersama mereka berdua, sang murid mengkritik gurunya sendiri.

Sang Guru Zen menjawab dengan enteng: “Saya sudah menurunkan perempuan itu sejak lama, tapi kamu masih menggendongnya hingga kini.” Giliran PIKIRAN sang murid yang kemudian tercerahkan/tersadarkan.  Jadi sekali lagi ini masalah PIKIRAN. Khususnya apakah ketika Anda menggendong perempuan, pikiran Anda tetap fokus, jernih, suci, tenang. Yang tahu diri Anda sendiri.

Saya beri contoh lain mengenai ‘mesra-mesra’-an. Seorang Master Zen ditemui seorang bhiksuni muda dan cantik yang menanyakan mengenai apa itu sesungguhnya Zen. Master Zen itu kemudian memegang tangan bhiksuni dengan mesra. Dalam tradisi Zen, walau tidak tertulis, memegang tangan perempuan sudah seperti berhubungan seksual dengan perempuan itu. Seperti orang Isl*m radikal yang tidak boleh berjabat tangan dengan perempuan yang bukan muhrim-nya (kasus Tifatul Sembiring vs Michelle Obama).

Tentu saja bhiksuni itu kaget dan berteriak : “Anda adalah seorang Master Zen yang senior dan dihormati banyak orang, mengapa Anda punya pikiran sebejat itu ?!” . Master Zen itu tersenyum dan berkata : “Nah itulah Zen. Semua itu tergantung pada Anda dan PIKIRAN Anda sendiri. Anda yang BEBAS menentukan apakah Anda mau mengikuti PIKIRAN Anda yang suci atau mau mengikuti PIKIRAN Anda yang bejat.”

Saya ingat kejadian dulu sekali ketika Gus Dur dengan berani menyebutkan bahwa Quran adalah kitab cabul/porno karena tertulis mengenai menyusui/meneteki. Gus Dur dengan pernyataan ‘gila’  ini sengaja menyerang pola pikir Isl*m garis keras yang gencar mempromosikan anti pornografi dan pornoaksi tempo dulu.

Tentu saja pernyataan Gus Dur itu membuat heboh dan dikecam Isl*m garis keras sebagai pelecehan terhadap kesucian Quran. Tapi Gus Dur dengan ringan menjawab bahwa semua itu tergantung PIKIRAN kita sendiri. Kalau PIKIRAN kita tidak kotor bahkan kata ‘menyusui/meneteki’ itu pun tidak kotor. 

Dengan cara ‘unik’ ini pula Gus Dur mencoba MENYADARKAN publik mengenai bahaya ‘agama yang kebablasan’ seperti Isl*m garis keras. Ini cara yang JENIUS SEKALIGUS FLEKSIBEL seperti Master Zen yang kadang SENGAJA melanggar vinaya (mulai dari memegang tangan perempuan, menggendong perempuan, minum arak, sampai membunuh kucing!) demi menyadarkan seseorang atau bahkan banyak orang.

Beda dengan kita yang melanggar sila atau vinaya demi kenikmatan pribadi semata bukan dalam konteks menyadarkan/mencerahkan pikiran seseorang/orang banyak.

Jadi saya harap kita jangan buru-buru menghakimi seseorang dulu sebelum tahu motivasinya.

 _/\_



kisah ini sudah cukup sering dibahas dalam forum ini, dan dengan penafsiran yg cukup banyak dan berbeda.

menurut Bro Sutarman, apakah motivasi Guru Zen Jepang itu dalam menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal, yang seharusnya dapat diseberangi sendiri tanpa kesulitan oleh perempuan itu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 17 January 2011, 02:16:55 PM

kisah ini sudah cukup sering dibahas dalam forum ini, dan dengan penafsiran yg cukup banyak dan berbeda.

menurut Bro Sutarman, apakah motivasi Guru Zen Jepang itu dalam menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal, yang seharusnya dapat diseberangi sendiri tanpa kesulitan oleh perempuan itu.
ini seperti pengalaman saya. seorang bhante yg sedang sakit keras dan kesakitan. karena perbedaan bahasa, mungkin bhante agak frustrasi mencoba berkomunikasi mencoba mengatakan bagian mana yang terasa luar biasa sakit. akhirnya si bhante mencekal paha si perawat untuk mengatakan "di sini lho sakitnya". si perawat sangat kaget dan buru2 kabur. apakah motivasi si bhante? saya tidak bisa jawab, karena hanya si bhante itu yg tahu... saya sih mikirnya si bhante sangat kesakitan dan merasa gak ada jalan lain...

demikian juga dengar cerita di atas. bagaimana kita tahu kondisi sebenarnya? apakah arus deras dan batu licin? apakah wanita biasa bisa menyeberangi sungai itu? gak ada yg tau... kecuali si pelaku.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 02:17:25 PM
Bro Fabian yang baik,

Harap dimengerti saya tidak mau mengomentari hal-hal yang menurut saya tidak perlu dikomentari. Takutnya nanti terjadi kesalahpahaman yang makin menjadi-jadi.

No comment adalah hak saya. Dan saya pikir, pertanyaan Bro tidak membawa kita kemana-mana selain debat kusir karena kita berbeda tradisi.

Harap dimaafkan kalau saya tidak mau menjawab walaupun sebenarnya saya bisa.

 _/\_

Ya sudah... kalau sekiranya jawaban anda tak ada yang tak mengarah ke debat kusir memang tak usah dijawab bro....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 January 2011, 02:44:25 PM
ini seperti pengalaman saya. seorang bhante yg sedang sakit keras dan kesakitan. karena perbedaan bahasa, mungkin bhante agak frustrasi mencoba berkomunikasi mencoba mengatakan bagian mana yang terasa luar biasa sakit. akhirnya si bhante mencekal paha si perawat untuk mengatakan "di sini lho sakitnya". si perawat sangat kaget dan buru2 kabur. apakah motivasi si bhante? saya tidak bisa jawab, karena hanya si bhante itu yg tahu... saya sih mikirnya si bhante sangat kesakitan dan merasa gak ada jalan lain...

demikian juga dengar cerita di atas. bagaimana kita tahu kondisi sebenarnya? apakah arus deras dan batu licin? apakah wanita biasa bisa menyeberangi sungai itu? gak ada yg tau... kecuali si pelaku.


dan akhirnya dari pihak yg menerima kisah ini, akan mengatakan bahwa guru itu tidak melekat, sementara dari pihak yg kontra akan mengatakan bahwa guru itu hanya mencari pembenaran. IMO kisah ini sama sekali tidak mengajarkan Dhamma.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 17 January 2011, 02:47:02 PM
ini seperti pengalaman saya. seorang bhante yg sedang sakit keras dan kesakitan. karena perbedaan bahasa, mungkin bhante agak frustrasi mencoba berkomunikasi mencoba mengatakan bagian mana yang terasa luar biasa sakit. akhirnya si bhante mencekal paha si perawat untuk mengatakan "di sini lho sakitnya". si perawat sangat kaget dan buru2 kabur. apakah motivasi si bhante? saya tidak bisa jawab, karena hanya si bhante itu yg tahu... saya sih mikirnya si bhante sangat kesakitan dan merasa gak ada jalan lain...

demikian juga dengar cerita di atas. bagaimana kita tahu kondisi sebenarnya? apakah arus deras dan batu licin? apakah wanita biasa bisa menyeberangi sungai itu? gak ada yg tau... kecuali si pelaku.


Maka-nya Kisah-kisah KOAN (Gong-An) Zen itu jangan di-TELAN MENTAH-MENTAH, sehingga hanya seperti mem-BEO saja...
Mis : Yang berkoar-koar dan mengutip KOAN -- KETEMU BUDDHA , BUNUH BUDDHA -- yang di-populer-kan MASTER LINJI itu harus sekaliber MASTER LINJI untuk dapat memberikan KOAN seperti itu... Jika TIDAK... HANYA MEMBEO saja lah...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 17 January 2011, 02:48:56 PM
dan akhirnya dari pihak yg menerima kisah ini, akan mengatakan bahwa guru itu tidak melekat, sementara dari pihak yg kontra akan mengatakan bahwa guru itu hanya mencari pembenaran. IMO kisah ini sama sekali tidak mengajarkan Dhamma.
iya om. tergantung masing2. yg merasa itu pembenaran, silakan jalan terus. yg merasa ada pelajaran dhammanya, silakan singgah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 02:50:42 PM
ini seperti pengalaman saya. seorang bhante yg sedang sakit keras dan kesakitan. karena perbedaan bahasa, mungkin bhante agak frustrasi mencoba berkomunikasi mencoba mengatakan bagian mana yang terasa luar biasa sakit. akhirnya si bhante mencekal paha si perawat untuk mengatakan "di sini lho sakitnya". si perawat sangat kaget dan buru2 kabur. apakah motivasi si bhante? saya tidak bisa jawab, karena hanya si bhante itu yg tahu... saya sih mikirnya si bhante sangat kesakitan dan merasa gak ada jalan lain...

demikian juga dengar cerita di atas. bagaimana kita tahu kondisi sebenarnya? apakah arus deras dan batu licin? apakah wanita biasa bisa menyeberangi sungai itu? gak ada yg tau... kecuali si pelaku.


Bro Morpheus yang baik, saya setuju dengan anda tak ada yang tahu apa motif si pelaku, oleh karena itu sesuai dengan saran bro Sutarman kita jangan buru-buru menghakimi seseorang sebelum tahu motivasinya.

Oleh karena itu bila kita mengetahui seorang Bhikkhu mencuri, mengaku telah mencapai tingkat kesucian Arahat, berduaan saja dengan wanita di kamar di rumah bordil, menipu dsbnya jangan dicurigai macam-macamlah... kita kan tidak tahu apa motivasi si pelaku...

Begitu juga bila dia memerkosa dan membunuh, apalagi bila dia (mungkin) melakukannya dengan fokus dan konsentrasi....

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 17 January 2011, 02:54:32 PM
Maka-nya Kisah-kisah KOAN (Gong-An) Zen itu jangan di-TELAN MENTAH-MENTAH, sehingga hanya seperti mem-BEO saja...
Mis : Yang berkoar-koar dan mengutip KOAN -- KETEMU BUDDHA , BUNUH BUDDHA -- yang di-populer-kan MASTER LINJI itu harus sekaliber MASTER LINJI untuk dapat memberikan KOAN seperti itu... Jika TIDAK... HANYA MEMBEO saja lah...
apapun yg ditelan mentah2 dan dibeokan itu pasti gak bijaksana.
lebih bijaksana apabila sesuatu dikatakan dengan pengertian dan niat yg baik.
kembali ke diri masing2.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 17 January 2011, 03:09:52 PM
Bro Morpheus yang baik, saya setuju dengan anda tak ada yang tahu apa motif si pelaku, oleh karena itu sesuai dengan saran bro Sutarman kita jangan buru-buru menghakimi seseorang sebelum tahu motivasinya.

Oleh karena itu bila kita mengetahui seorang Bhikkhu mencuri, mengaku telah mencapai tingkat kesucian Arahat, berduaan saja dengan wanita di kamar di rumah bordil, menipu dsbnya jangan dicurigai macam-macamlah... kita kan tidak tahu apa motivasi si pelaku...

Begitu juga bila dia memerkosa dan membunuh, apalagi bila dia (mungkin) melakukannya dengan fokus dan konsentrasi....

Mettacittena,
sebagai manusia yg cerdas, tentu kita bisa mencari dan menilai apa alasannya. baru diterima atau ditolak.
bukan seperti program komputer dengan if-then-else.

saya pikir perbedaan ini tidak diperbincangkan lagi.
masing2 memprioritaskan hal yg berbeda seperti yg saya tulis dithread sebelah.
benar dan salah biarlah diserahkan pada value masing2 pembaca.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 03:32:32 PM
sebagai manusia yg cerdas, tentu kita bisa mencari dan menilai apa alasannya. baru diterima atau ditolak.
bukan seperti program komputer dengan if-then-else.

saya pikir perbedaan ini tidak diperbincangkan lagi.
masing2 memprioritaskan hal yg berbeda seperti yg saya tulis dithread sebelah.
benar dan salah biarlah diserahkan pada value masing2 pembaca.


Maksudnya begini bro, motif Bhikkhu-bhikkhu yang saya sebutkan sungguh mulia:

- Mencuri karena ingin menolong membayar ongkos rumah sakit orang tuanya yang sakit keras.
- Mengaku telah mencapai tingkat kesucian Arahat supaya orang lain termotivasi mencapai tingkat kesucian Arahat
- Berduaan saja dengan wanita di rumah bordil, karena ia ingin menolong menyembuhkan penyakit WTS tersebut dengan cara memijat, karena memijat merupakan keahliannya, dan karena harus buka pakaian ya harap dimaklumi sajalah...
- Menipu, orang yang ditipu sebenarnya suka menipu, jadi Bhikkhu tersebut tujuannya untuk memberi pelajaran "spiritual" kepada si penipu tersebut, supaya ia sadar dan tidak menipu, duitnya untuk kasih orang-orang miskin.

Motif bhikkhu-bhikkhu ini sungguh mulia kan...? Apalagi bila ia melakukannya dengan fokus dan konsentrasi....
Luar biasa....

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 17 January 2011, 03:37:34 PM
Maksudnya begini bro, motif Bhikkhu-bhikkhu yang saya sebutkan sungguh mulia:

- Mencuri karena ingin menolong membayar ongkos rumah sakit orang tuanya yang sakit keras.
- Mengaku telah mencapai tingkat kesucian Arahat supaya orang lain termotivasi mencapai tingkat kesucian Arahat
- Berduaan saja dengan wanita di rumah bordil, karena ia ingin menolong menyembuhkan penyakit WTS tersebut dengan cara memijat, karena memijat merupakan keahliannya, dan karena harus buka pakaian ya harap dimaklumi sajalah...
- Menipu, orang yang ditipu sebenarnya suka menipu, jadi Bhikkhu tersebut tujuannya untuk memberi pelajaran "spiritual" kepada si penipu tersebut, supaya ia sadar dan tidak menipu, duitnya untuk kasih orang-orang miskin.
seperti saya katakan di atas, kita saya serahkan pada kecerdasan masing2 untuk menilai alasan2 di atas...
sampai di sini, om fabi...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 17 January 2011, 04:06:06 PM
seperti saya katakan di atas, kita saya serahkan pada kecerdasan masing2 untuk menilai alasan2 di atas...
sampai di sini, om fabi...


Alamak... kembali lagi UPAYA KAUSALYA... bahasa JOKER itu...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 17 January 2011, 04:13:26 PM
Alamak... kembali lagi UPAYA KAUSALYA... bahasa JOKER itu...
Memang betul semua kembali ke "Upaya kosalla". Tidak ada masalah dengan istilah itu. Tapi justru kita bisa menilai seberapa bijaksana seseorang dalam melakukan upaya kosalla. Semakin tinggi 'skill'-nya, maka semakin sedikit pihak yang dirugikan dan semakin banyak yang mendapat manfaat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 17 January 2011, 04:20:44 PM
Memang betul semua kembali ke "Upaya kosalla". Tidak ada masalah dengan istilah itu. Tapi justru kita bisa menilai seberapa bijaksana seseorang dalam melakukan upaya kosalla. Semakin tinggi 'skill'-nya, maka semakin sedikit pihak yang dirugikan dan semakin banyak yang mendapat manfaat.

Parah-nya, ada yang menyalah gunakan TERM Upaya Kausalya itu untuk berlindung dari perbuatan bejat-nya...
Jadi lebih bijak menurut saya adalah tetap mengedepankan Sila (VINAYA dalam hal ini) daripada berkutat pada Upaya Kausalya yang di "mata" awam menjadi nyeleneh dan membingungkan ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 17 January 2011, 05:12:16 PM
Bro Morpheus yang baik, saya setuju dengan anda tak ada yang tahu apa motif si pelaku, oleh karena itu sesuai dengan saran bro Sutarman kita jangan buru-buru menghakimi seseorang sebelum tahu motivasinya.

Oleh karena itu bila kita mengetahui seorang Bhikkhu mencuri, mengaku telah mencapai tingkat kesucian Arahat, berduaan saja dengan wanita di kamar di rumah bordil, menipu dsbnya jangan dicurigai macam-macamlah... kita kan tidak tahu apa motivasi si pelaku...

Begitu juga bila dia memerkosa dan membunuh, apalagi bila dia (mungkin) melakukannya dengan fokus dan konsentrasi....

Mettacittena,

;D
seperti pernyataan dibawah ini
apapun yg ditelan mentah2 dan dibeokan itu pasti gak bijaksana.
lebih bijaksana apabila sesuatu dikatakan dengan pengertian dan niat yg baik :-?

jadi apabila ada kasus Bhikkhu perkosa dan melakukan pembunuhan, berita ini jangan ditelan mentah2 dan jangan juga di beokan, karena pastilah tidak bijaksana.
jadi boleh perkosa dan pembunuhan semuanya dilakukan dengan pengertian dan niat yang baik .
dan tergantung penilaian masing2 umat dan pembaca ^:)^

 :)) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 17 January 2011, 05:19:59 PM
Parah-nya, ada yang menyalah gunakan TERM Upaya Kausalya itu untuk berlindung dari perbuatan bejat-nya...
Jadi lebih bijak menurut saya adalah tetap mengedepankan Sila (VINAYA dalam hal ini) daripada berkutat pada Upaya Kausalya yang di "mata" awam menjadi nyeleneh dan membingungkan ?
Memang begitu, jadi sebaiknya setiap orang jangan melihat yang bermerk "Upaya Kausalya" itu pasti benar.
Setiap orang juga melakukan "upaya kosalla" dan dari situ, bisa dilihat mentalnya.

Contoh: ada seorang pencuri tertangkap.
Mental 1: Gebuki sampai babak belur! kalau begitu, dia akan kapok dan berhenti mencuri.
Mental 2: Potong tangannya! kapok ga kapok, tidak akan bisa mencuri lagi.
Mental 3: Beri kesempatan dengan pekerjaan halal supaya tidak perlu jadi pencuri lagi.

Di sini kita lihat semua juga melakukan "upaya kosalla" demi terhindarnya pencurian di masa depan. Nah, silahkan masing-masing pilih sendiri mental yang cocok untuk berguru.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 17 January 2011, 05:21:44 PM
Alamak... kembali lagi UPAYA KAUSALYA... bahasa JOKER itu...

biasanya kata ini adalah UPAYA KLASIK yang terakhir utk menangkis, boleh membunuh dst ........
asal dilakukan dengan pengertian dan niat baik, misalnya membunuh karena menolong demi mahluk lain dan juga jangan lupa sewaktu melakukan pembunuhan dilakukan dgn pengertian yang benar.  =)) =))

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: The Ronald on 17 January 2011, 05:22:04 PM
dan akhirnya dari pihak yg menerima kisah ini, akan mengatakan bahwa guru itu tidak melekat, sementara dari pihak yg kontra akan mengatakan bahwa guru itu hanya mencari pembenaran. IMO kisah ini sama sekali tidak mengajarkan Dhamma.
setuju dgn bro Indra..kisah ini tak mengandung Dhamma

justru yg jd tanda tanya...
kenapa mencekal wanita? emang sudah tak ada pria disana?
1 hal yg mungkin pasti..dia tak tahan dgn rasa sakitnya...hingga tidak memikirkan vinaya

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 17 January 2011, 05:22:38 PM
jadi apabila ada kasus Bhikkhu perkosa dan melakukan pembunuhan, berita ini jangan ditelan mentah2 dan jangan juga di beokan, karena pastilah tidak bijaksana.
jadi boleh perkosa dan pembunuhan semuanya dilakukan dengan pengertian dan niat yang baik .
dan tergantung penilaian masing2 umat dan pembaca ^:)^
marilah kita gunakan kecerdasan kita, apakah perkosaan dan pembunuhan oleh bhikkhu itu dilakukan dengan pengertian dan niat baik...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 17 January 2011, 05:32:48 PM
setuju dgn bro Indra..kisah ini tak mengandung Dhamma

justru yg jd tanda tanya...
kenapa mencekal wanita? emang sudah tak ada pria disana?
1 hal yg mungkin pasti..dia tak tahan dgn rasa sakitnya...hingga tidak memikirkan vinaya
oh, saya baru sadar itu yg om2 tangkap dari cerita saya?

saya cuman menceritakan pengalaman saya, bukan mau menjustifikasi pencekalan paha tadi. itu tetaplah pelanggaran vinaya.

point saya hanyalah: kita tidak bisa tahu apa yg ada di dalam benak si bhante.

mengingat bhante ini (dari pengamatan bertahun2 dan testimoni banyak orang) tidak tercela vinaya dan tingkah lakunya, sederhana dan tidak pernah mengeluh, tidak sok suci, tidak minta perlakuan spesial ataupun minta dilayani. dan ngapain dia mencekal paha si perawat didepan mata saya dan 2 umat awam lain yg bisa menyebarluaskan hal ini, mending pas berdua2an.

tidak ada niat untuk mengatakan ini adalah pembelajaran dhamma dan si bhante tidak berusaha menjustifikasi "saya gak ada niat pegang paha, itu hanya upaya kausalya".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 17 January 2011, 05:38:22 PM
setuju dgn bro Indra..kisah ini tak mengandung Dhamma

justru yg jd tanda tanya...
kenapa mencekal wanita? emang sudah tak ada pria disana?
1 hal yg mungkin pasti..dia tak tahan dgn rasa sakitnya...hingga tidak memikirkan vinaya


yg bro Indra bilang tidak ada nilai dhammanya itu yg koan (kisah Zen)
yg bro bilang itu bukan koan kok, itu cuma pengalaman om morpheus melihat bhikkhu melanggar vinaya.
tp sama2 tentang pelanggaran vinaya ;D

btw, kalau comment saya, kisah koan tsb emg sindiran kekakuan thd aturan (sila ataupun vinaya), different point of view. jadi memang tidak akan diterima oleh orang pada umumnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: The Ronald on 17 January 2011, 05:56:25 PM
ya... yg aku maksud 2-2nya malah..yg ga ada nilai dhammanya...
hmm..mungkin harus di perjelas.. 2-2nya yg saya maksud..
1. pengalaman bro morpheus
2. cerita lama ttg guru zen menyebragi wanita

koment sisanya... jelas buat yg pengalaman nya bro morpheus...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 17 January 2011, 07:37:32 PM
marilah kita gunakan kecerdasan kita, apakah perkosaan dan pembunuhan oleh bhikkhu itu dilakukan dengan pengertian dan niat baik...


nah itu bro Morpheus,
kepintaran manusia utk 'pembenaran' setiap perbuatannya (walaupun salah), manusia cerdas atau manusia idiot ? :))

kalau bahas 'kecerdasan' berarti yang melakukan praktek Sila & Vinaya bisa dianggap bodoh karena hidup enak2 tidak dilakoni malah hidup susah (cara pandang umat duniawi). ^-^


 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 17 January 2011, 09:00:37 PM
Parah-nya, ada yang menyalah gunakan TERM Upaya Kausalya itu untuk berlindung dari perbuatan bejat-nya...
Jadi lebih bijak menurut saya adalah tetap mengedepankan Sila (VINAYA dalam hal ini) daripada berkutat pada Upaya Kausalya yang di "mata" awam menjadi nyeleneh dan membingungkan ?

Pembenaran bro.... Pembenaran.....    _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 18 January 2011, 07:01:01 AM

kisah ini sudah cukup sering dibahas dalam forum ini, dan dengan penafsiran yg cukup banyak dan berbeda.

menurut Bro Sutarman, apakah motivasi Guru Zen Jepang itu dalam menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal, yang seharusnya dapat diseberangi sendiri tanpa kesulitan oleh perempuan itu.

Kalau tidak salah nih, perempuan itu memakai pakaian yang menutupi seluruh hampir seluruh tubuh dan kakinya dan dia ragu menyebrang karena takut kaki dan bagian pakaian yang menutupi kaki itu basah. Nah Master Zen itu iba lalu membantunya dengan menggendongnya.
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 18 January 2011, 07:12:04 AM
Bro Dilbert dan Bro Fabian yang baik,

Saya walau praktisi Zen, bukan berarti tahu semua kisah Zen yang sangat banyak itu. Konteks kisah/ungkapan/artikel Zen hanya seputar PIKIRAN kita sendiri. Jadi jangan keluar dari konteks pikiran ini karena bisa-bisa salah total.

Zen sesungguhnya ajaran yang sangat sederhana: menunjuk langsung ke PIKIRAN. Jadi walau diputar-putar dan djpelintir habis-habisan oleh Master-master Zen, ujung-ujungnya ya itu itu juga : PIKIRAN.

Apakah salah satu dari Anda berdua bisa menceritakan kepada saya kisah selengkapnya mengenai Master Zen Linji ketika mengatakan Meet Buddha Kill Buddha? Dari situ saya akan coba pelajari kaitannya dengan PIKIRAN kita sendiri.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sutarman on 18 January 2011, 07:19:19 AM
Rekan-rekan sekalian,

Sebagai contoh saya berikan komentar-komentar saya mengenai ucapan-ucapan ‘normal’ dan ‘gila’ Master Zen Linji.

If you want to be no different from the patriarchs and buddhas, then never look for something outside yourselves. The clean pure light in a moment of your MIND--that is the Essence-body of the Buddha lodged in you. (Master Zen Linji)

Master Zen Linji di sini masih ‘normal’ dengan menyarankan agar kita jangan mencari di luar sana namun carilah di dalam diri kita sendiri. Ini sabda Buddha yang terkenal. Hanya saja kemudian Master Linji lebih menegaskan lagi bahwa yang dicari dalam diri itu adalah PIKIRAN / KESADARAN MURNI kita sendiri. Ini sungguh khas Zen.

"Followers of the Way, you take the words that come out of the mouths of a bunch of old teachers to be a description of the true Way. You think, 'This is a most wonderful teacher and friend. I have only the mind of a common mortal, I would never dare to try to fathom such venerableness.' Blind idiots! You go through life with this kind of understanding, betraying your own two eyes, cringing and faltering like a donkey on an icy road, saying, 'I would never dare speak ill of such a good friend, I'd be afraid of making mouth karma!' (Master Zen Linji)

Master Zen Linji di sini mulai keluar ‘gila’ nya dengan mengecam habis perilaku orang yang hanya menjadi ‘kutubuku’ yang sangat menghargai kata-kata yang tertulis dalam kitab suci yang dikarang orang-orang bijak zaman dulu (analisis saya: kitab suci yang dimaksud adalah Tripitaka) dan tidak berani mengkritik kata-kata dalam kitab suci itu karena takut terkena karma ucapan buruk.

Menurut saya pribadi, sesuai tradisi Zen yang saya ketahui, ucapan ‘gila’ Master Zen Linji  ini jangan keluar dari konteks PIKIRAN kita sendiri yang menurut tradisi Zen merupakan (BENIH) BUDDHA dalam diri kita sendiri.

"Followers of the Way, the really good friend is someone who dares speak ill of the Buddha, speak ill of the patriarchs, pass judgment on anyone in the world, throw away the Tripitaka, revile those little children, and in the midst of opposition and assent search out the real person. So for the past twelve years, though I've looked for this thing called karma, I've never found so much as a particle of it the size of a mustard seed. (Master Zen Linji)

Master Zen Linji mengatakan bahwa teman yang baik justru yang berani berkata buruk mengenai Buddha dan para Patriak serta membuang Tripitaka. Bahkan menurut Master Linji tidak ditemukan karma buruk sekecil biji sawipun dari tindakan dan ucapan yang dilakukan teman baik itu.

Menurut saya pribadi, Master Zen Linji dalam konteks ini sedang mendorong PIKIRAN skeptis dan kritis kita bekerja. Pikiran skeptis dan kritis adalah BAIK dalam tradisi Zen karena sesuai dengan petunjuk Buddha itu sendiri kepada suku Kalama yang mana Buddha meminta suku itu berpikir skeptis dan kritis. Jadi jangan keluar dari konteks PIKIRAN atau akan menjadi tindakan dan ucapan ‘ekstrem’ yang bukan hanya benar-benar ‘gila’ tapi juga ‘salah’ total.

Jadi sekali lagi, semua ‘pelintiran’ Master Linji itu terkait dengan MIND/PIKIRAN yang diputar-putar, diaduk-aduk dan dijungkirbalikkan sedemikian rupa agar bisa mencapai KESADARAN MURNI. Jangan keluar dari konteks ini.

Sebenarnya semua ucapan/ungkapan yang ‘gila’ dari Master Zen itu untuk membuat kita MINDFULNESS/ELING yang merupakan praktik meditasi/samadhi khas Zen.

Diperlukan pikiran yang skeptis dan kritis bahkan untuk memahami ucapan Master Zen itu sendiri yang kadang bahkan seringkali 'miring' dan 'gila'. Pikiran yang bebas dari dualisme diperlukan atau kalau tidak PIKIRAN kita akan jatuh ke dalam salah satu ekstrem.
 
Semoga penjelasan saya yang sederhana dan lugas ini dapat membantu rekan-rekan sekalian dalam memahami artikel/ungkapan/kisah Zen.
 
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 07:39:18 AM
Kalau tidak salah nih, perempuan itu memakai pakaian yang menutupi seluruh hampir seluruh tubuh dan kakinya dan dia ragu menyebrang karena takut kaki dan bagian pakaian yang menutupi kaki itu basah. Nah Master Zen itu iba lalu membantunya dengan menggendongnya.
 _/\_

bersentuhan dengan wanita adalah pelanggaran vinaya. apakah master itu hanya membantu si wanita agar pakaiannya tidak basah? atau ada maksud lain? ini yg kita tidak mungkin ketahui. pakaian basah tidak akan membunuh wanita itu. jika sungai itu dalam dan berarus deras, mungkin kemuliaan si master akan lebih terlihat. untuk ke depannya, saya mengusulkan agar kisah ini direvisi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 18 January 2011, 07:39:50 AM
Bro Dilbert dan Bro Fabian yang baik,

Saya walau praktisi Zen, bukan berarti tahu semua kisah Zen yang sangat banyak itu. Konteks kisah/ungkapan/artikel Zen hanya seputar PIKIRAN kita sendiri. Jadi jangan keluar dari konteks pikiran ini karena bisa-bisa salah total.

Zen sesungguhnya ajaran yang sangat sederhana: menunjuk langsung ke PIKIRAN. Jadi walau diputar-putar dan djpelintir habis-habisan oleh Master-master Zen, ujung-ujungnya ya itu itu juga : PIKIRAN.

Apakah salah satu dari Anda berdua bisa menceritakan kepada saya kisah selengkapnya mengenai Master Zen Linji ketika mengatakan Meet Buddha Kill Buddha? Dari situ saya akan coba pelajari kaitannya dengan PIKIRAN kita sendiri.

 _/\_


Bro Sutarman yang baik, saya ingin tahu sampai sejauh mana anda menyelami PIKIRAN anda sendiri.

Bagaimanakah menurut anda pikiran seorang master Zen bila ada sesorang menghinanya dengan mengatakan (maaf) "anak monyet lu..."  Bila anda telah mendalami Zen tentu anda tahu bagaimana pikiran seorang master Zen menghadapi situasi ini?.

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 07:59:10 AM
bersentuhan dengan wanita adalah pelanggaran vinaya. apakah master itu hanya membantu si wanita agar pakaiannya tidak basah? atau ada maksud lain? ini yg kita tidak mungkin ketahui. pakaian basah tidak akan membunuh wanita itu. jika sungai itu dalam dan berarus deras, mungkin kemuliaan si master akan lebih terlihat. untuk ke depannya, saya mengusulkan agar kisah ini direvisi.
kalau saya menilai, kisah ini emang ingin menyentil kekakuan thd vinaya, di sini yg ngotot thd vinaya itu dilambangkan sbg si-murid tsb. si master udah menurunkan wanita tsb, tapi kita belum. jadi tidak mungkin direvisi krn reply bro indra ini emg tujuan dari kisah tsb.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 08:04:42 AM
Bro Sutarman yang baik, saya ingin tahu sampai sejauh mana anda menyelami PIKIRAN anda sendiri.

Bagaimanakah menurut anda pikiran seorang master Zen bila ada sesorang menghinanya dengan mengatakan (maaf) "anak monyet lu..."  Bila anda telah mendalami Zen tentu anda tahu bagaimana pikiran seorang master Zen menghadapi situasi ini?.[/b]

Mettacittena,

kesimpulan maksa,

kalau bro sutarman bisa menyelami pikiran seorang master, maka ia adalah master zen, bahkan lebih. pertanyaan ini sama seperti mengatakan jika anda menyelami theravada, tentu anda tau batin Buddha & Arahat.

Spoiler: ShowHide
 memang sih byk yg sok tau batin Arahat, tidak tertawa, menangis, sedih, dll... tapi benar atau salahnya ga ada yg tau. padahal itusih arahat versi dia sendiri
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 08:09:41 AM
kalau saya menilai, kisah ini emang ingin menyentil kekakuan thd vinaya, di sini yg ngotot thd vinaya itu dilambangkan sbg si-murid tsb. si master udah menurunkan wanita tsb, tapi kita belum. jadi tidak mungkin direvisi krn reply bro indra ini emg tujuan dari kisah tsb.

saya melihat kekakuan terhadap vinaya tidak lebih buruk daripada ketidak-punyaan vinaya. ini akan menjadi pembenaran oleh semua bhikkhu bahwa mereka tidak kaku dengan vinaya sehingga boleh melakukan apa saja dimulai dengan menggendong wanita. preseden begini tidak pernah kita baca dalam kisah2 para arahat jaman Sang Buddha. mungkin bro tesla ingat tentang kisah Arahat Anuruddha yg ditegur oleh Sang Buddha karena bermalam di rumah seorang wanita. Kenapa Sang Buddha begitu kaku?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 08:17:37 AM
saya melihat kekakuan terhadap vinaya tidak lebih buruk daripada ketidak-punyaan vinaya. ini akan menjadi pembenaran oleh semua bhikkhu bahwa mereka tidak kaku dengan vinaya sehingga boleh melakukan apa saja dimulai dengan menggendong wanita. preseden begini tidak pernah kita baca dalam kisah2 para arahat jaman Sang Buddha. mungkin bro tesla ingat tentang kisah Arahat Anuruddha yg ditegur oleh Sang Buddha karena bermalam di rumah seorang wanita. Kenapa Sang Buddha begitu kaku?

saya tidak berada di kubu anti-vinaya bro... tetapi hanya memberitahukan sudut pandang berbeda. saya pribadi tidak terlalu pusing dg vinaya & pelanggaran vinaya oleh orang lain (baca: bhikkhu).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 08:23:13 AM
saya tidak berada di kubu anti-vinaya bro... tetapi hanya memberitahukan sudut pandang berbeda. saya pribadi tidak terlalu pusing dg vinaya & pelanggaran vinaya oleh orang lain (baca: bhikkhu).

yah meskipun tidak anti-vinaya, tapi pertanyaan "kenapa Sang Buddha begitu kaku?" masih boleh dikomentari kan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 08:40:16 AM
yah meskipun tidak anti-vinaya, tapi pertanyaan "kenapa Sang Buddha begitu kaku?" masih boleh dikomentari kan?
menurut saya begini, yg mengubah (mengurangi) vinaya sama sekali bukan serta merta menghapus vinaya. cmiiw Buddha sendiri pada akhirnya berpesan bahwa beberapa aturan yg kaku dapat diubah/disesuaikan, ini bukan masalah sederhana (imo), ini yg menyebabkan perpecahan sangha sebelum konsili ke 3 loh.

& ironisnya, pada praktiknya juga bhikkhu Theravada byk melanggar vinaya kok, dah biasa2 aja tuh. bhikkhu punya hp, punya koneksi inet, punya kamar ber-AC, punya tempat berendam air panas, dll... yg cuma punya jubah & mangkok ya jarang bgttt... so apa gunanya lagi kita meributkan vinaya, kayanya skr sih cuma jadi idealisme doank.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 18 January 2011, 08:58:37 AM
kesimpulan maksa,

kalau bro sutarman bisa menyelami pikiran seorang master, maka ia adalah master zen, bahkan lebih. pertanyaan ini sama seperti mengatakan jika anda menyelami theravada, tentu anda tau batin Buddha & Arahat.

Spoiler: ShowHide
 memang sih byk yg sok tau batin Arahat, tidak tertawa, menangis, sedih, dll... tapi benar atau salahnya ga ada yg tau. padahal itusih arahat versi dia sendiri


Nyimak yang bener dong ah bro...  :)  nih saya kutip lagi tulisan bro Sutarman:

Quote
Apakah salah satu dari Anda berdua bisa menceritakan kepada saya kisah selengkapnya mengenai Master Zen Linji ketika mengatakan Meet Buddha Kill Buddha? Dari situ saya akan coba pelajari kaitannya dengan PIKIRAN kita sendiri.

Jelas kan...? Dari nadanya kelihatannya bro Sutarman ahli mengenai pikiran Zen...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 09:05:42 AM
yah meskipun tidak anti-vinaya, tapi pertanyaan "kenapa Sang Buddha begitu kaku?" masih boleh dikomentari kan?
gini lho pola pikir mahayanis:

peraturan dibikin dengan suatu alasan. dalam hal ini, alasan lebih penting ketimbang peraturannya. peraturan itu sesuatu yg mati, sedangkan hidup ini penuh dinamika. kalo suatu saat ditemukan alasan yg kuat (dengan kecerdasan dewasa tentunya), peraturan bisa saja mengalah.

peraturan itu sendiri bukanlah senjata paling dasyat. karena peraturan itu mati, maka lobang2nya masih bisa terus dipergunakan oleh manusia. contohnya: vinaya gak boleh pegang duit, emas dan perak. oooo, berarti pegang credit card dan rekening digital boleh dong... sila gak boleh minum yg memabukkan. ooo, kalo gitu rokok atau pil ekstasi boleh dong...

ini bukan guyon lho. melainkan sudah terjadi....

see? peraturan itu mati, namun alasan dan kecerdasan itu hidup.
bahkan Sang Buddha sendiri pernah berpesan, peraturan yg gak gitu penting boleh dihapuskan.

* bukan mahayanis *
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 09:10:22 AM
kesimpulan maksa,

kalau bro sutarman bisa menyelami pikiran seorang master, maka ia adalah master zen, bahkan lebih. pertanyaan ini sama seperti mengatakan jika anda menyelami theravada, tentu anda tau batin Buddha & Arahat.
entahlah om. om fabian suka berandai2 dan mengira2 bagaimana pikiran si anu, si itu.
padahal di contoh bhante theravada yg mencekal paha perawat di atas tadi sudah jelas, kita tidak tahu apa yg ada dipikiran si bhante. bagaimana bisa menjawab pertanyaan andai2 dan kira2 pikiran orang lain?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 18 January 2011, 09:26:03 AM
entahlah om. om fabian suka berandai2 dan mengira2 bagaimana pikiran si anu, si itu.
padahal di contoh bhante theravada yg mencekal paha perawat di atas tadi sudah jelas, kita tidak tahu apa yg ada dipikiran si bhante. bagaimana bisa menjawab pertanyaan andai2 dan kira2 pikiran orang lain?


Jadi pada contoh perawat dan bhante, apakah menurut anda kita harus memeriksa pikiran si bhante atau menilai apa yang kita lihat...?    :) Apakah kita harus berandai-andai dan mengira-ngira pikiran Bhante tersebut...?
Kira-kira menurut anda siapa yang berusaha menilai pikiran orang lain...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 09:45:59 AM
Jadi pada contoh perawat dan bhante, apakah menurut anda kita harus memeriksa pikiran si bhante atau menilai apa yang kita lihat...?    :) Apakah kita harus berandai-andai dan mengira-ngira pikiran Bhante tersebut...?
Kira-kira menurut anda siapa yang berusaha menilai pikiran orang lain...?
ini yg saya lakukan ya om, gak tau orang lain. seperti yg dituliskan di atas, saya menggunakan kecerdasan saya memakai pengamatan bertahun2 dan testimoni banyak orang terhadap bhante ini. dari sana saya menyimpulkan: mungkin si bhante tadi luar biasa kesakitan dan frustrasi karena perbedaan bahasa dan tidak dimengerti para dokter dan perawat, ditambah pengaruh penyakit yg diderita pada otaknya.

kalo pada contoh yg lain, itu hanya cerita, nggak kenal si master, nggak tau riwayatnya, gak ada testimoninya, nggak pernah ketemu, jangan2 malah ini cuman karangan... gimana mau menilai? jelas2 cerita itu ingin menyampaikan satu pelajaran seperti yg dikatakan om tesla. ambil pelajarannya sajalah, karena itu kontek cerita tersebut... kalo gak setuju ama pelajarannya, tolak saja. masa mau berandai2 menilai tokoh dalam satu cerita?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 10:09:44 AM
menurut saya begini, yg mengubah (mengurangi) vinaya sama sekali bukan serta merta menghapus vinaya. cmiiw Buddha sendiri pada akhirnya berpesan bahwa beberapa aturan yg kaku dapat diubah/disesuaikan, ini bukan masalah sederhana (imo), ini yg menyebabkan perpecahan sangha sebelum konsili ke 3 loh.

& ironisnya, pada praktiknya juga bhikkhu Theravada byk melanggar vinaya kok, dah biasa2 aja tuh. bhikkhu punya hp, punya koneksi inet, punya kamar ber-AC, punya tempat berendam air panas, dll... yg cuma punya jubah & mangkok ya jarang bgttt... so apa gunanya lagi kita meributkan vinaya, kayanya skr sih cuma jadi idealisme doank.

Jika ada Bhikkhu Theravada banyak melanggar Vinaya itu memang patut dikatakan salah dan melanggar,
tidak ada pembelaan dan pembenaran.
masalah idealisme itu dari sudut pandang bro Tesla

sedangkan ada Bhiksu non Theravada melanggar Vinaya dibenarkan, alasannya :
karena sudut pandang berbeda
karena pikiran umat awam dgn praktisi Master Zen berbeda, Sang Master Zen sudah tercerahkan walaupun salah tapi pikirannya tidak salah dan konsentrasi
.............
terakhir Upaya Kausalya

IMO, karena Vinaya tetap Vinaya dan memang harus kaku.

 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 10:12:15 AM
yah meskipun tidak anti-vinaya, tapi pertanyaan "kenapa Sang Buddha begitu kaku?" masih boleh dikomentari kan?

belum ketemu Jawaban dari yang suka pembenaran dan tidak kaku terhadap Vinaya   ???
sabar bro Indra  ^:)^

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 10:16:42 AM
gini lho pola pikir mahayanis:

peraturan dibikin dengan suatu alasan. dalam hal ini, alasan lebih penting ketimbang peraturannya. peraturan itu sesuatu yg mati, sedangkan hidup ini penuh dinamika. kalo suatu saat ditemukan alasan yg kuat (dengan kecerdasan dewasa tentunya), peraturan bisa saja mengalah.

peraturan itu sendiri bukanlah senjata paling dasyat. karena peraturan itu mati, maka lobang2nya masih bisa terus dipergunakan oleh manusia. contohnya: vinaya gak boleh pegang duit, emas dan perak. oooo, berarti pegang credit card dan rekening digital boleh dong... sila gak boleh minum yg memabukkan. ooo, kalo gitu rokok atau pil ekstasi boleh dong...

ini bukan guyon lho. melainkan sudah terjadi....

see? peraturan itu mati, namun alasan dan kecerdasan itu hidup.
bahkan Sang Buddha sendiri pernah berpesan, peraturan yg gak gitu penting boleh dihapuskan.

* bukan mahayanis *


kenapa Sang Buddha sangat kaku dalam kasus YA. Anurudha ?
karena ..............  ^:)^

silahkan jawab lebih fokus langsung jawaban ! ,jangan putar2 ?  ???

maaf bukan Mahayanis, Bukan Praktisi,
hanya umat Awam  ;D

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 10:18:50 AM
Jika ada Bhikkhu Theravada banyak melanggar Vinaya itu memang patut dikatakan salah dan melanggar,
tidak ada pembelaan dan pembenaran.
masalah idealisme itu dari sudut pandang bro Tesla

sedangkan ada Bhiksu non Theravada melanggar Vinaya dibenarkan, alasannya :
karena sudut pandang berbeda
karena pikiran umat awam dgn praktisi Master Zen berbeda, Sang Master Zen sudah tercerahkan walaupun salah tapi pikirannya tidak salah dan konsentrasi
begini bro,

yg saya katakan adalah bahwa bahkan dalam bhikkhu Theravada yg men-klaim taat vinaya, pelanggaran vinaya terjadi, dan itu sudah terjadi menjadi hal biasa tidak ada hukuman, dll... terserah anda saja mau membuka mata atau menutup mata.

utk master Zen tidak juga, bagi murid yg tidak bisa menerima, sang murid akan meninggalkan master tsb.

Quote
.............
terakhir Upaya Kausalya

IMO, karena Vinaya tetap Vinaya dan memang harus kaku.

 _/\_
nah ini yg saya sebut idealisme, tidak realistis, tidak membuka mata utk melihat kenyataan :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 10:22:06 AM
kenapa Sang Buddha sangat kaku dalam kasus YA. Anurudha ?
karena ..............  ^:)^
lho, gampang sekali jawabnya: karena ada alasannya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 10:29:25 AM
kenapa Sang Buddha sangat kaku dalam kasus YA. Anurudha ?
karena ..............  ^:)^
Saya coba jawab yang ini.
Karena bukan hanya masalah diri sendiri saja, tetapi jika tidak dilarang, maka (1) akan menjadi pergunjingan orang lain di mana bhikkhu bermalam seatap dengan wanita, (2) bhikkhu lain akan ikut-ikutan, dan belum tentu bisa berhasil mengatasi godaan.

Jadi Buddha melarangnya bukan hanya demi keuntungan Anurrudha (yang notabene sudah Arahat), namun juga demi keuntungan semua bhikkhu lain, termasuk yang belum melenyapkan noda.




Jika ada Bhikkhu Theravada banyak melanggar Vinaya itu memang patut dikatakan salah dan melanggar,
tidak ada pembelaan dan pembenaran.
masalah idealisme itu dari sudut pandang bro Tesla
Bro adi, dalam vinaya juga ada kesalahan yang hanya harus diakui. Jika kesalahan itu tidak diakui dan tidak ada yang tahu (melaporkan) juga tidak akan ketahuan. Kehidupan petapa bukan seperti militer, tetapi lebih mengutamakan kesadaran diri sendiri untuk mengakui kesalahannya.
Jadi memang betul, ini masih masalah idealisme. Ada sedikit bhikkhu yang menganggap vinaya sebagai idealismenya, maka berusaha mentaatinya. Sementara kebanyakan yang lain hanya bersifat praktis saja, walaupun bukan berarti mereka bhikkhu2 ngawur.

Di zaman Buddha Gotama, banyak Arahat tapi tidak semua juga memperhatikan vinaya sampai yang sekecil-kecilnya. Yang 'idealis' itu seperti contohnya Upali (maha savaka terunggul dalam vinaya).

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 10:35:35 AM
lho, gampang sekali jawabnya: karena ada alasannya...


oh begitu !
bukan tidak mampu jawab ya ?

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 10:40:09 AM
begini bro,

yg saya katakan adalah bahwa bahkan dalam bhikkhu Theravada yg men-klaim taat vinaya, pelanggaran vinaya terjadi, dan itu sudah terjadi menjadi hal biasa tidak ada hukuman, dll... terserah anda saja mau membuka mata atau menutup mata.

utk master Zen tidak juga, bagi murid yg tidak bisa menerima, sang murid akan meninggalkan master tsb.
nah ini yg saya sebut idealisme, tidak realistis, tidak membuka mata utk melihat kenyataan :)

begini bro,

yg saya katakan adalah bahwa bahkan dalam bhikkhu Theravada yg men-klaim taat vinaya, pelanggaran vinaya terjadi, dan itu sudah terjadi menjadi hal biasa tidak ada hukuman, dll... terserah anda saja mau membuka mata atau menutup mata.

utk master Zen tidak juga, bagi murid yg tidak bisa menerima, sang murid akan meninggalkan master tsb.
nah ini yg saya sebut idealisme, tidak realistis, tidak membuka mata utk melihat kenyataan :)

saya melihat kenyataan, yang pelanggaran tetaplah pelanggaran, konsekuensi pasti ada !
bro tesla, apakah pelanggaran Vinaya dibenarkan atau tidak ?  ^:)^

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 10:42:34 AM
yg saya katakan adalah bahwa bahkan dalam bhikkhu Theravada yg men-klaim taat vinaya, pelanggaran vinaya terjadi, dan itu sudah terjadi menjadi hal biasa tidak ada hukuman, dll... terserah anda saja mau membuka mata atau menutup mata.
untuk memberi konteks, mari kita lihat "nyanyian" seorang bhikkhu STI:
http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/18088 (http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/18088)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 10:46:37 AM
saya melihat kenyataan, yang pelanggaran tetaplah pelanggaran
bro tesla, apakah pelanggaran Vinaya dibenarkan atau tidak ?  ^:)^
 _/\_
begini bro, kalau bicara pelanggaran adalah pelanggaran, maka dalam dimana kisah zen itu ngaku itu bukan pelanggaran? justru misal kisah master menggendong wanita, dia terang2an melakukan pelanggaran. nah pertanyaan yg ke2, pelanggaran vinaya benar atau salah (tidak benar). singkat saja, itu tergantung idealisme masing2. tiap orang punya idealisme berbeda2. pertanyaan ke2 anda udah mengarah pada peng-adu-an idealisme anda dan saya, utk apa? utk menyamakan idealisme? utk membunuh idealisme lain?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 10:51:21 AM
untuk memberi konteks, mari kita lihat "nyanyian" seorang bhikkhu STI:
http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/18088


itu hanya uneg2 ketidak-puasan seseorang
pointnya adalah ...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 10:53:39 AM
Saya coba jawab yang ini.
Karena bukan hanya masalah diri sendiri saja, tetapi jika tidak dilarang, maka (1) akan menjadi pergunjingan orang lain di mana bhikkhu bermalam seatap dengan wanita, (2) bhikkhu lain akan ikut-ikutan, dan belum tentu bisa berhasil mengatasi godaan.

Jadi Buddha melarangnya bukan hanya demi keuntungan Anurrudha (yang notabene sudah Arahat), namun juga demi keuntungan semua bhikkhu lain, termasuk yang belum melenyapkan noda.

Bro adi, dalam vinaya juga ada kesalahan yang hanya harus diakui.
Jika kesalahan itu tidak diakui dan tidak ada yang tahu (melaporkan) juga tidak akan ketahuan.
Kehidupan petapa bukan seperti militer, tetapi lebih mengutamakan kesadaran diri sendiri untuk mengakui kesalahannya.
Jadi memang betul, ini masih masalah idealisme.
Ada sedikit bhikkhu yang menganggap vinaya sebagai idealismenya, maka berusaha mentaatinya.
Sementara kebanyakan yang lain hanya bersifat praktis saja, walaupun bukan berarti mereka bhikkhu2 ngawur.

Di zaman Buddha Gotama, banyak Arahat tapi tidak semua juga memperhatikan vinaya sampai yang sekecil-kecilnya. Yang 'idealis' itu seperti contohnya Upali (maha savaka terunggul dalam vinaya).


oke, kesimpulan
pelanggaran tetaplah pelanggaran
pelanggaran kecil atau besar tetaplah ada konsekuensi   ;D

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 10:55:17 AM
itu hanya uneg2 ketidak-puasan seseorang
pointnya adalah ...?
pointnya: banyak pelanggaran di tempat yg ketat sekalipun. juga ada lobang2 vinaya yg dipakai seperti yg saya sebut di atas (vinaya gak boleh pegang duit, emas dan perak. oooo, berarti pegang credit card dan rekening digital boleh dong...).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 10:56:56 AM
begini bro, kalau bicara pelanggaran adalah pelanggaran, maka dalam dimana kisah zen itu ngaku itu bukan pelanggaran? justru misal kisah master menggendong wanita, dia terang2an melakukan pelanggaran. nah pertanyaan yg ke2, pelanggaran vinaya benar atau salah (tidak benar). singkat saja, itu tergantung idealisme masing2. tiap orang punya idealisme berbeda2. pertanyaan ke2 anda udah mengarah pada peng-adu-an idealisme anda dan saya, utk apa? utk menyamakan idealisme? utk membunuh idealisme lain?

baiklah dengan alasan idealisme atau aliran berbeda.
sekarang kita perkecil khusus Bhikkhu Theravada
bro Tesla, apakah pelanggaran Vinaya dibenarkan atau tidak ? ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 11:03:09 AM
pointnya: banyak pelanggaran di tempat yg ketat sekalipun. juga ada lobang2 vinaya yg dipakai seperti yg saya sebut di atas (vinaya gak boleh pegang duit, emas dan perak. oooo, berarti pegang credit card dan rekening digital boleh dong...).

menurut saya link itu hanya berisi gosip dan tuduhan tanpa bukti dari seseorang yg tidak puas
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 11:10:12 AM
itu hanya uneg2 ketidak-puasan seseorang
pointnya adalah ...?


karena ketidakpuasan maka timbulah kebencian.  :whistle:

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 11:12:24 AM
menurut saya link itu hanya berisi gosip dan tuduhan tanpa bukti dari seseorang yg tidak puas

setuju
karena ketidakpuasan maka timbulah kebencian dan memfitnah.  :whistle:

sedangkan isu ketidakbenaran Bhikkhu nya tidak pernah di ceritakan kepada khayalak ramai

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 11:14:49 AM
baiklah dengan alasan idealisme atau aliran berbeda.
sekarang kita perkecil khusus Bhikkhu Theravada
bro Tesla, apakah pelanggaran Vinaya dibenarkan atau tidak ? ^:)^
saya bukan hakim, dan bagi saya tidak ada manfaatnya (bagi saya, kamu & orang lain) saya menyatakan salah/benar seorang bhikkhu. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 11:17:00 AM
oke, kesimpulan
pelanggaran tetaplah pelanggaran
pelanggaran kecil atau besar tetaplah ada konsekuensi   ;D

 _/\_
Ya, betul. Dalam satu kisah di Samyutta Nikaya, sesosok deva pernah mengkritisi seorang bhikkhu yang mengendus harumnya bunga. Deva itu mengatakan jika itu dilakukan oleh orang yang mentalnya seperti 'popok kotor', maka itu tidak jadi masalah, namun jika dilakukan oleh seorang petapa yang berusaha hidup suci, maka adalah hal yang perlu diperhatikan.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 11:17:10 AM
saya bukan hakim, dan bagi saya tidak ada manfaatnya (bagi saya, kamu & orang lain) saya menyatakan salah/benar seorang bhikkhu. :)

sayang sekali jawaban gampang anda tidak bisa menjawab
sangat bermamfaat bagi saya karena bro tesla sangat banyak komentar disini  :))

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 11:19:13 AM
sayang sekali jawaban gampang anda tidak bisa menjawab
sangat bermamfaat bagi yang lain
 _/\_

haha... lucu... menurut anda, hidup anda benar atau tidak benar? anda jawab dulu pertanyaan2 saya kalau begitu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 11:20:29 AM
menurut saya link itu hanya berisi gosip dan tuduhan tanpa bukti dari seseorang yg tidak puas

Cara penulisannya memang terlihat emosional. Tetapi bukankah perlu juga diselidiki kebenaran rekening STI, penggelapan dana, hubungan dengan janda, dsb? Karena seorang saudari saya pernah bercerita tentang hubungan bhikkhu dengan upasika yang sudah pakai sentuhan fisik di depan umum.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 11:26:45 AM
Cara penulisannya memang terlihat emosional. Tetapi bukankah perlu juga diselidiki kebenaran rekening STI, penggelapan dana, hubungan dengan janda, dsb? Karena seorang saudari saya pernah bercerita tentang hubungan bhikkhu dengan upasika yang sudah pakai sentuhan fisik di depan umum.

kalau memang ada buktinya kenapa gak sekalian dibeberkan? cantumkan nomor rekening, sebutkan nama dan alamat si janda dan bhikkhu dimaksud, dll. kalo cuma ngomong tanpa disertai bukti, bukankah lebih mengarah ke fitnah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 11:36:01 AM
kalau memang ada buktinya kenapa gak sekalian dibeberkan? cantumkan nomor rekening, sebutkan nama dan alamat si janda dan bhikkhu dimaksud, dll. kalo cuma ngomong tanpa disertai bukti, bukankah lebih mengarah ke fitnah?
Nomor rekeningnya ada, tapi tidak bisa dibuktikan juga siapa yang berkuasa atas rekening itu. Misalnya yang pegang buku adalah umat, tapi yang memerintahkan apa yang harus dilakukan dengan uang itu, adalah bhikkhu tertentu. Ini sama saja bhikkhu yang pegang uang dan sulit dibuktikan.
Mengenai Paritta Rp. 39,000 itu kalau sempat, saya akan cari tahu. Saya tidak mengatakan 'uneg-uneg' itu benar, tapi tidak mengatakan itu fitnah juga karena belum jelas kebenarannya.


Spoiler: ShowHide
Bank Central Asia (BCA) Cabang Cikarang
Rekening Nomor: 343.3002900
Atas nama : Yayasan Sangha Theravada Indonesia

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 11:41:10 AM
Nomor rekeningnya ada, tapi tidak bisa dibuktikan juga siapa yang berkuasa atas rekening itu. Misalnya yang pegang buku adalah umat, tapi yang memerintahkan apa yang harus dilakukan dengan uang itu, adalah bhikkhu tertentu. Ini sama saja bhikkhu yang pegang uang dan sulit dibuktikan.
Mengenai Paritta Rp. 39,000 itu kalau sempat, saya akan cari tahu. Saya tidak mengatakan 'uneg-uneg' itu benar, tapi tidak mengatakan itu fitnah juga karena belum jelas kebenarannya.


Spoiler: ShowHide
Bank Central Asia (BCA) Cabang Cikarang
Rekening Nomor: 343.3002900
Atas nama : Yayasan Sangha Theravada Indonesia



kalau begitu, mungkin yg masalah janda cukup menarik dan bisa diselidiki, bahkan berpotensi untuk menjadi top thread, bagaimana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 18 January 2011, 11:44:50 AM
Nomor rekeningnya ada, tapi tidak bisa dibuktikan juga siapa yang berkuasa atas rekening itu. Misalnya yang pegang buku adalah umat, tapi yang memerintahkan apa yang harus dilakukan dengan uang itu, adalah bhikkhu tertentu. Ini sama saja bhikkhu yang pegang uang dan sulit dibuktikan.
Mengenai Paritta Rp. 39,000 itu kalau sempat, saya akan cari tahu. Saya tidak mengatakan 'uneg-uneg' itu benar, tapi tidak mengatakan itu fitnah juga karena belum jelas kebenarannya.


Spoiler: ShowHide
Bank Central Asia (BCA) Cabang Cikarang
Rekening Nomor: 343.3002900
Atas nama : Yayasan Sangha Theravada Indonesia



Kalau Bhikkhu di Indonesia, di-bandingkan dengan bhikkhu di negara Laos, Kamboja, Srilanka mungkin taraf hidupnya lebih baik. mungkin juga karena kamma baik-nya sehingga jika kondisi mendukung (salah satu berkah utama / jaya mangala) seharusnya lebih AFDOL mempraktekkan dhamma, dibanding-kan dengan rekan-rekan bhikkhu di negara buddhis yang miskin tetapi jumlah populasi bhikkhu-nya banyak sekali.

Tidak jarang kan di Indonesia, satu bhikkhu bisa mengepalai beberapa vihara. Kalau di negara lain yang populasi bhikkhu-nya banyak, satu vihara bisa berpuluh bahkan ratusan bhikkhu. Di Indonesia, bhikkhu masih barang langka.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 11:57:50 AM
kalau begitu, mungkin yg masalah janda cukup menarik dan bisa diselidiki, bahkan berpotensi untuk menjadi top thread, bagaimana?
Tapi menurut 'uneg-uneg' sudah mati karena stress. ;D
Kalau ada yang punya kenalan aktivis vihara bersangkutan, mungkin bisa selidiki tentang cerita ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 12:00:40 PM
Kalau Bhikkhu di Indonesia, di-bandingkan dengan bhikkhu di negara Laos, Kamboja, Srilanka mungkin taraf hidupnya lebih baik. mungkin juga karena kamma baik-nya sehingga jika kondisi mendukung (salah satu berkah utama / jaya mangala) seharusnya lebih AFDOL mempraktekkan dhamma, dibanding-kan dengan rekan-rekan bhikkhu di negara buddhis yang miskin tetapi jumlah populasi bhikkhu-nya banyak sekali.

Tidak jarang kan di Indonesia, satu bhikkhu bisa mengepalai beberapa vihara. Kalau di negara lain yang populasi bhikkhu-nya banyak, satu vihara bisa berpuluh bahkan ratusan bhikkhu. Di Indonesia, bhikkhu masih barang langka.
Kalau bhikkhu hidup sesuai dhamma-vinaya punya banyak umat yang makmur dan berbakti, tinggal di daerah yang subur, maka saya katakan itu memang kamma baik mereka berbuah. Tapi kalau bhikkhu tidak hidup sesuai dhamma-vinaya, memanfaatkan kebodohan umat untuk keuntungan pribadi, itu berarti sedang 'makan makanan sisa' dan mendekat ke jurang untuk 'terjun bebas'.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 18 January 2011, 12:09:33 PM
Tapi menurut 'uneg-uneg' sudah mati karena stress. ;D
Kalau ada yang punya kenalan aktivis vihara bersangkutan, mungkin bisa selidiki tentang cerita ini.

Wah tidak jadi donk buat trilogi dengan judul:  Oknum Bhikkhu BerJanda (Trilogi Bhikkhu Bergitar)  :whistle:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 12:20:36 PM
Wah tidak jadi donk buat trilogi dengan judul:  Oknum Bhikkhu BerJanda (Trilogi Bhikkhu Bergitar)  :whistle:
Masih ada "bhikkhu konglomerat" untuk sequel-nya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 12:25:52 PM
haha... lucu... menurut anda, hidup anda benar atau tidak benar? anda jawab dulu pertanyaan2 saya kalau begitu

bro tesla anda lebih senior dan post anda sudah 4800 kali lebih.
yang lucunya saya bertanya soal ketegasan pelanggaran vinaya dibenarkan atau tidak ! tapi anda minta jawaban saya dulu tentang hidup saya ! ^-^
 
tapi tidak apa2 karena saya masih junior maka saya menjawab ^-^
saya umat awam, tentunya berlatih praktek 5 sila dan berlatih bhavana (mengembangkan batin)
tentunya dalam praktek latih 5 sila pasti sering langgar dan bhavana juga sering 'bolong'  :-[

karena hal ini semoga menjadi pembelajaran yang baik bagi bro tesla cara menjawab yang baik dan benar,  jawaban tidak diputar !

 _/\_

 :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 18 January 2011, 12:32:27 PM
Kalau bhikkhu hidup sesuai dhamma-vinaya punya banyak umat yang makmur dan berbakti, tinggal di daerah yang subur, maka saya katakan itu memang kamma baik mereka berbuah. Tapi kalau bhikkhu tidak hidup sesuai dhamma-vinaya, memanfaatkan kebodohan umat untuk keuntungan pribadi, itu berarti sedang 'makan makanan sisa' dan mendekat ke jurang untuk 'terjun bebas'.

Setuju... suka dengan istilah "makan makanan sisa"... hahahhahahaha...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 12:50:06 PM
bro tesla anda lebih senior dan post anda sudah 4800 kali lebih.
yang lucunya saya bertanya soal ketegasan pelanggaran vinaya dibenarkan atau tidak ! tapi anda minta jawaban saya dulu tentang hidup saya ! ^-^
 
tapi tidak apa2 karena saya masih junior maka saya menjawab ^-^
saya umat awam, tentunya berlatih praktek 5 sila dan berlatih bhavana (mengembangkan batin)
tentunya dalam praktek latih 5 sila pasti sering langgar dan bhavana juga sering 'bolong'  :-[

karena hal ini semoga menjadi pembelajaran yang baik bagi bro tesla cara menjawab yang baik dan benar,  jawaban tidak diputar !

lho siapa yg tanya sila anda bolong / tidak? saya tanya hidup anda benar atau tidak benar, itu saja tidak bisa jawab. jawaban berputar2. maling teriak maling :) makanya saya ga perlu menjawab anda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 12:50:47 PM
oh begitu !
bukan tidak mampu jawab ya ?
tinggal puter recorder:

gini lho pola pikir mahayanis:

peraturan dibikin dengan suatu alasan. dalam hal ini, alasan lebih penting ketimbang peraturannya. peraturan itu sesuatu yg mati, sedangkan hidup ini penuh dinamika. kalo suatu saat ditemukan alasan yg kuat (dengan kecerdasan dewasa tentunya), peraturan bisa saja mengalah.

peraturan itu sendiri bukanlah senjata paling dasyat. karena peraturan itu mati, maka lobang2nya masih bisa terus dipergunakan oleh manusia. contohnya: vinaya gak boleh pegang duit, emas dan perak. oooo, berarti pegang credit card dan rekening digital boleh dong... sila gak boleh minum yg memabukkan. ooo, kalo gitu rokok atau pil ekstasi boleh dong...

ini bukan guyon lho. melainkan sudah terjadi....

see? peraturan itu mati, namun alasan dan kecerdasan itu hidup.
bahkan Sang Buddha sendiri pernah berpesan, peraturan yg gak gitu penting boleh dihapuskan.


ps: tatiyampi, jadi alasan / reason itu lebih penting ketimbang peraturan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 18 January 2011, 01:10:35 PM
tinggal puter recorder:

gini lho pola pikir mahayanis:

peraturan dibikin dengan suatu alasan. dalam hal ini, alasan lebih penting ketimbang peraturannya. peraturan itu sesuatu yg mati, sedangkan hidup ini penuh dinamika. kalo suatu saat ditemukan alasan yg kuat (dengan kecerdasan dewasa tentunya), peraturan bisa saja mengalah.

peraturan itu sendiri bukanlah senjata paling dasyat. karena peraturan itu mati, maka lobang2nya masih bisa terus dipergunakan oleh manusia. contohnya: vinaya gak boleh pegang duit, emas dan perak. oooo, berarti pegang credit card dan rekening digital boleh dong... sila gak boleh minum yg memabukkan. ooo, kalo gitu rokok atau pil ekstasi boleh dong...

ini bukan guyon lho. melainkan sudah terjadi....

see? peraturan itu mati, namun alasan dan kecerdasan itu hidup.
bahkan Sang Buddha sendiri pernah berpesan, peraturan yg gak gitu penting boleh dihapuskan.
ps: tatiyampi, jadi alasan / reason itu lebih penting ketimbang peraturan.

Membunuh karena upaya kausalya... Main gitar karena upaya kausalya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 01:14:57 PM
Membunuh karena upaya kausalya... Main gitar karena upaya kausalya...
kalo kecerdasan pembaca percaya pada alasan itu, ya silakan.
tiap individu mungkin memiliki kecerdasan yg berbeda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 18 January 2011, 01:16:05 PM
Semoga dengan pembahasan adanya oknum bhikkhu yang hidup tanpa kepatutan ini, tidak membatalkan, mengurangi niat kita, khususnya umat awam untuk tetap melakukan persembahan dana kepada para bhikkhu sangha dengan pengertian yang benar yaitu melakukan persembahan dana kepada Arya Sangha bukan kepada personal/pribadi seorang bhikkhu.

Semoga para senior sepakat akan hal di atas, dan mau menegaskannya kepada kita-kita yang awam agar tidak ada salah paham.

_/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 01:17:20 PM
see? peraturan itu mati, namun alasan dan kecerdasan itu hidup.
bahkan Sang Buddha sendiri pernah berpesan, peraturan yg gak gitu penting boleh dihapuskan.

tapi ingat, kisah lanjutannya.

karena Sang Buddha sendiri tidak mendefinisikan mana "peraturan yg gak gitu penting" itu, maka para sesepuh yg dipimpin oleh Arahat Mahakassapa memutuskan tidak ada peraturan yg dihapuskan. dalam kapasitas apa para bhikkhu jaman sekarang mengamandemen vinaya itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 01:19:27 PM
ada bbrp fakta menarik utk ditelusuri:

Quote
> Alasan lain seperti STI membuat/menambah
> peraturan sendiri di luar Dhamma Winaya contoh; umat
> membangun wihara diminta agar diserahkan kepada
> Sanggha Theravada Indonesia untuk dikelola, setelah
> diserahkan dijadikan milik/aset STI yang khususnya
> untuk tempat tinggal bhikkhu anggota STI, jika
> bhikkhu bukan anggota STI hanya boleh tinggal dalam
> batas waktu tiga (3) bulan, setelah lewat maka
> bhikkhu tersebut sudah termasuk Finalti dan dilarang
> tinggal di semua wihara milik STI. Padahal menurut
> Dhamma Winaya wihara itu tempat tinggal bhikkhu dari
> empat penjuru yang sudah datang dan tinggal maupun
> yang belum datang.
> Kalau bhikkhu dilarang tinggal di wihara milik
> STI, berarti STI ini melanggar Dhamma Winaya
> (Aparihaniya Dhamma-lihat di atas), lalu dimanakah
> bhikkhu itu harus tinggal? Di Hotel? Memang justru
> bhikkhu Gadungan zaman sekarang lebih suka memilih
> tinggal di hotel apalagi kalau keluar negri.

Quote
> STI menerbitkan buku “Paritta Suci” lalu
> dijual diseluruh toko buku khususnya
> Gramedia dengan harga Rp39.000,-, sedangkan
> isinya hasil terjemahan dari buku
> bahasa Inggris, tapi tidak mau mencantumkan:
> Judul asli, Penulis asli
> (sumbernya), tidak ada kata pengantar ijin
> dari penerbit aslinya, padahal buku
> STI itu menulis dilarang mengkopy, mencetak
> ulang dst..
> Kita tahu peraturan hak cipta dan pelanggarannya
> apa jika dilakukan, hal itu sudah termasuk kriminal,
> yakni harus bayar Rp100 juta atau sekurang-kurangnya
> di penjara selama sekian tahun dan ini kalau diusut
> melalui Dhamma Winaya sudah termasuk pelanggaran
> “Parajika” yang akibatnya siapapun dia bhikkhu itu
> atau sekelompok bhikkhu yang menjadi kepengurusan
> dalam STI harus lepas jubah semua karena hal ini
> sudah menjadi tanggung jawab dan
> konsenkwensinya/resiko mau melakukan tindakan itu
> yang harus dipertanggung jawabkan, dengan
> sesadar-sadarnya, tanpa beralasan apapun lagi.
yg ini kayanya kalau kebukti pun mana ada sih umat yg berani nuntut ;D

Quote
> Saya berkeliling di Thailand, Myanmar dan
> Malaysia termasuk hampir di seluruh Indonesia keluar
> masuk wihara-wihara, tapi belum pernah melihat di
> satu wiharapun yang memasang kotak dana diberi nama
> bhikkhu A, B, C, hanya sepesial adanya di wihara
> Dhammacakkajaya Jakarta, kotak dana diberi nama
> b.sukhemo, b.pannavaro, b.khantidharo, dulu ada
> b.subalaratano pelopor yang pertama, lalu STI, dan
> para bhikkhu.
masih ada ga yah?

Quote
> Sekilas untuk diketahui oleh seluruh umat
> Buddha, bahwa STI banyak membuat peraturan sendiri
> yang isinya diluar Dhamma Winaya bahkan bertentangan
> dengan Dhamma Winaya. Misalnya ada umat pergi ke
> Negara buddhis lalu di upasampada di Myanmar oleh
> Sayadow U. pandita Rama atau Sayadow U. Janaka,
> setelah kembali ke Indonesia mau masuk anggota STI
> harus di upasampada/tahbiskan ulang oleh Bhikkhu
> ke-3 tsb diatas sebagai uppajjaya, jika tidak mau
> resikonya tidak boleh masuk menjadi anggota STI.
butuh bhikkhu STI sendiri yg membongkar nih...

Quote
> Dalam penahbisan/upasampada bhikkhu atau
> samanera, STI membuat/menambah peraturan sendiri di
> luar Dhamma Winaya, dengan sebutan “Skrining” yang
> berisi banyak pertanyaan kurang lebih sampai ratusan
> soal yang tidak ada didalam Dhamma Winaya, hal ini
> sangat jauh melampui Dhamma Winaya yang diajarkan
> oleh Buddha sebagai Guru Junjungan, namun terus
> melakukannya, membenarkan, mengakui dan menggunakan
> nama Sanggha, saya tidak habis pikir mengapa hingga
> sejauh itu? Dan tidak ada seorangpun yang berani
> menegur atau mengingatkan agar diperbaiki, sebab hal
> itu sangat fatal akibatnya nanti, bahkan mengerikan!
pertanyaan bukan berhub dg dhamma & winaya, jadi tentang apa ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 01:22:48 PM
karena Sang Buddha sendiri tidak mendefinisikan mana "peraturan yg gak gitu penting" itu, maka para sesepuh yg dipimpin oleh Arahat Mahakassapa memutuskan tidak ada peraturan yg dihapuskan. dalam kapasitas apa para bhikkhu jaman sekarang mengamandemen vinaya itu?
betul, Sang Buddha tidak mendefinisikannya.
nah, sekarang post mengenai keputusan mahakassapa di atas referensi dan sumbernya berasal dari mana? apakah itu sumber netral?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 01:23:11 PM
lho siapa yg tanya sila anda bolong / tidak? saya tanya hidup anda benar atau tidak benar, itu saja tidak bisa jawab. jawaban berputar2. maling teriak maling :) makanya saya ga perlu menjawab anda.

 ???

Quote
Quote from: tesla on Today at 11:19:13 AM
haha... lucu... menurut anda, hidup anda benar atau tidak benar? anda jawab dulu pertanyaan2 saya kalau begitu


  ???, maksudnya apa ? bercanda doank ! :)) :))

  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 01:24:31 PM
Jika berbicara mengenai Vinaya, IMO Vinaya memang harus kaku tanpa toleransi. jika pelanggaran2 ditoleransi karena alasan motivasi si pelanggar, Vinaya tidak akan dapat ditegakkan.

Ada peraturan2 lain yg memang berguna untuk spiritual seorang bhikkhu, seperti misalnya peraturan yg diusulkan oleh Devadatta, menetap di hutan, wajib pindapatta, dll. ini oleh Sang Buddha tidak memasukkan ini  ke dalam Vinaya, dan karena itu boleh dilakukan tanpa pelanggaran. Tetapi peraturan2 yg termasuk dalam Vinaya wajib dilaksanakan sekaku/seketat mungkin.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 01:26:39 PM
betul, Sang Buddha tidak mendefinisikannya.
nah, sekarang post mengenai keputusan mahakassapa di atas referensi dan sumbernya berasal dari mana? apakah itu sumber netral?


menurut notulen/catatan Sidang Konsili pertama. rujukan saya karena bersumber dari naskah Theravada tentu saja menjadi tidak netral
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 01:30:53 PM
menurut notulen/catatan Sidang Konsili pertama. rujukan saya karena bersumber dari naskah Theravada tentu saja menjadi tidak netral
nah itu dia. jawaban gentleman. tidak netral.
kalo tidak salah, ada dalam dipavamsa, mahavamsa atau kathavatthu yg semuanya merupakan basis berdirinya theravada dan tidak ada naskah senada maupun peer review dari buku2 yg berumur sama dengan kitab2 di atas. berbeda dengan tipitaka dari early buddhism, di mana versi yg satu isinya senada versi yg lainnya. cmiiw.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 01:33:30 PM
Jika berbicara mengenai Vinaya, IMO Vinaya memang harus kaku tanpa toleransi. jika pelanggaran2 ditoleransi karena alasan motivasi si pelanggar, Vinaya tidak akan dapat ditegakkan.
bagaimana kalau dikesampingkan dulu masalah perubahan pada vinaya (baca: masalah akar perpecahan). kita focus pada yg vinaya tetap saja (baca: Theravada). apakah Vinaya dapat ditegakkan? siapa yg berani menuntut bhikkhu utk taat vinaya, taruhlah sudah ada bukti... >:D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 01:36:40 PM
Jika berbicara mengenai Vinaya, IMO Vinaya memang harus kaku tanpa toleransi. jika pelanggaran2 ditoleransi karena alasan motivasi si pelanggar, Vinaya tidak akan dapat ditegakkan.

Ada peraturan2 lain yg memang berguna untuk spiritual seorang bhikkhu, seperti misalnya peraturan yg diusulkan oleh Devadatta, menetap di hutan, wajib pindapatta, dll. ini tidak Sang Buddha tidak memasukkan ini  ke dalam Vinaya, dan karena itu boleh dilakukan tanpa pelanggaran. Tetapi peraturan2 yg termasuk dalam Vinaya wajib dilaksanakan sekaku/seketat mungkin.

setuju bro Sakka   :yes: 
inilah jawaban yang saya inginkan  :jempol:

jika ada yang tidak setuju juga diperbolehkan, selera masing2  >:)<

 semoga bermamfaat ^:)^

 _/\_



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 01:39:00 PM
bagaimana kalau dikesampingkan dulu masalah perubahan pada vinaya (baca: masalah akar perpecahan). kita focus pada yg vinaya tetap saja (baca: Theravada). apakah Vinaya dapat ditegakkan? siapa yg berani menuntut bhikkhu utk taat vinaya, taruhlah sudah ada bukti... >:D

sesuai SOP tentunya Sangha yg berwenang untuk itu. mekanisme penegakannya sudah dijelaskan dalam Vinaya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 01:39:28 PM
menurut notulen/catatan Sidang Konsili pertama. rujukan saya karena bersumber dari naskah Theravada tentu saja menjadi tidak netral

tidak netral belum tentu salah
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 01:39:50 PM
Semoga dengan pembahasan adanya oknum bhikkhu yang hidup tanpa kepatutan ini, tidak membatalkan, mengurangi niat kita, khususnya umat awam untuk tetap melakukan persembahan dana kepada para bhikkhu sangha dengan pengertian yang benar yaitu melakukan persembahan dana kepada Arya Sangha bukan kepada personal/pribadi seorang bhikkhu.

Semoga para senior sepakat akan hal di atas, dan mau menegaskannya kepada kita-kita yang awam agar tidak ada salah paham.

_/\_
Saya bukan senior, tapi ingin mengungkapkan satu hal.
Kalau karena beberapa oknum tertentu lantas umat tidak mau lagi menyokong kehidupan sangha, maka lama kelamaan sangha tidak akan ada lagi, termasuk bhikkhu-bhikkhu yang baik juga akan lenyap. Orang-orang yang beraspirasi murni menjadi bhikkhu yang baik juga tidak akan kesampaian. Kalau menurut saya, jangan berhenti berdana, tapi berdanalah dengan bijak, tidak usah berlebihan. Jangan mendanakan lebih dari yang diperlukan karena sebetulnya membuat godaan lebih banyak pula bagi petapa. 






Setuju... suka dengan istilah "makan makanan sisa"... hahahhahahaha...
Istilahnya Visakha (Migaramata). ;D 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 01:43:04 PM
sesuai SOP tentunya Sangha yg berwenang untuk itu. mekanisme penegakannya sudah dijelaskan dalam Vinaya.
ibaratnya kalau Sangha nya yg udah corrupt gmn? mis kalau bbrp klaim kasus tadi ternyata benar, tentang penerbitan buku 39000 tsb... parajika euy... serem...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 01:53:01 PM
ibaratnya kalau Sangha nya yg udah corrupt gmn? mis kalau bbrp klaim kasus tadi ternyata benar, tentang penerbitan buku 39000 tsb... parajika euy... serem...

tidak ada Sangha yang korup, yang ada oknum Bhikkhu pribadi.

kalau mengenai penerbitan buku Paritta Suci STI untuk mengganti biaya ongkos cetak Rp. 25.000/buku (itu harga di bursa), saya pernah beli 1 dus (25 buku) ketika mengganti ongkos cetak bukutsb, sama dgn kita berdana kepada Sangha karena dana tersebut masuk ke rek Sangha, dan buku Paritta tsb boleh danakan ke VIhara lain atau umat yang membutuhkannya.
 :)) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 01:57:00 PM
ibaratnya kalau Sangha nya yg udah corrupt gmn? mis kalau bbrp klaim kasus tadi ternyata benar, tentang penerbitan buku 39000 tsb... parajika euy... serem...

Sangha adalah siswa Sang Bhagava yg berperilaku baik, jujur, lurus. saya masih merasa Sangha masih bisa diandalkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 18 January 2011, 01:59:43 PM
ini yg saya lakukan ya om, gak tau orang lain. seperti yg dituliskan di atas, saya menggunakan kecerdasan saya memakai pengamatan bertahun2 dan testimoni banyak orang terhadap bhante ini. dari sana saya menyimpulkan: mungkin si bhante tadi luar biasa kesakitan dan frustrasi karena perbedaan bahasa dan tidak dimengerti para dokter dan perawat, ditambah pengaruh penyakit yg diderita pada otaknya.

kalo pada contoh yg lain, itu hanya cerita, nggak kenal si master, nggak tau riwayatnya, gak ada testimoninya, nggak pernah ketemu, jangan2 malah ini cuman karangan... gimana mau menilai? jelas2 cerita itu ingin menyampaikan satu pelajaran seperti yg dikatakan om tesla. ambil pelajarannya sajalah, karena itu kontek cerita tersebut... kalo gak setuju ama pelajarannya, tolak saja. masa mau berandai2 menilai tokoh dalam satu cerita?


Intinya anda tak tahu apa jalan pikiran Bhante tersebut, yang pasti yang kasat mata ia memegang paha perempuan. Apakah cukup jelas...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 02:01:07 PM
tidak ada Sangha yang korup, yang ada oknum Bhikkhu pribadi.

kalau mengenai penerbitan buku Paritta Suci STI untuk mengganti biaya ongkos cetak Rp. 25.000/buku (itu harga di bursa), saya pernah beli 1 dus (25 buku) ketika mengganti ongkos cetak bukutsb, sama dgn kita berdana kepada Sangha karena dana tersebut masuk ke rek Sangha, dan buku Paritta tsb boleh danakan ke VIhara lain atau umat yang membutuhkannya.
 :)) :))

bukan masalah harganya, bagaimana kalau diterbitkan tanpa copyright atau izin dari pemegang copyright nya.
secara hukum ya, utk umat awam berujung ke pengadilan lho...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 02:02:38 PM
ibaratnya kalau Sangha nya yg udah corrupt gmn? mis kalau bbrp klaim kasus tadi ternyata benar, tentang penerbitan buku 39000 tsb... parajika euy... serem...

setiap hari saya masih namaskara terhadap Sang Tiratana, Buddha-Dhamma-Sangha
Sangha harus di sokong dan didukung

Semoga bermamfaat

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 02:06:03 PM
Saya bukan senior, tapi ingin mengungkapkan satu hal.
Kalau karena beberapa oknum tertentu lantas umat tidak mau lagi menyokong kehidupan sangha, maka lama kelamaan sangha tidak akan ada lagi, termasuk bhikkhu-bhikkhu yang baik juga akan lenyap. Orang-orang yang beraspirasi murni menjadi bhikkhu yang baik juga tidak akan kesampaian. Kalau menurut saya, jangan berhenti berdana, tapi berdanalah dengan bijak, tidak usah berlebihan. Jangan mendanakan lebih dari yang diperlukan karena sebetulnya membuat godaan lebih banyak pula bagi petapa. 
wah, bagaimana ya caranya mencerdaskan umat agar secerdas anda?
wong hampir setahun sekali pasti ada kotbah mengenai dana kepada sangha (yg somehow bisa diwakili oleh 5 orang bhikkhu, referensi?) yg sama dengan 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 berdana kepada orang biasa yg bermoral. wah, umat mendengar ini matanya jadi ijo ingin berbuat karma baik sebanyak2nya. keuntungannya jauh melebihi investasi lehman brother ataupun CDO fund lain. kalo kata gordon gekko: "greed is good...".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 02:07:44 PM
bukan masalah harganya, bagaimana kalau diterbitkan tanpa copyright atau izin dari pemegang copyright nya.
secara hukum ya, utk umat awam berujung ke pengadilan lho...

BETUL SEKALI
tapi sayangnya saya puja di bursa vihara Dhammacakka, memang basicnya STI, apakah melanggar hukum ? ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 02:11:14 PM
setiap hari saya masih namaskara terhadap Sang Tiratana, Buddha-Dhamma-Sangha
Sangha harus di sokong dan didukung

Semoga bermamfaat

 _/\_

hehe... tentu saja. _/\_

imo utk sekarang ga perlu khawatir materi deh... soalnya saya salah satu yg pernah mencicip makanan di vihara lengkap dg penutup ice cream :malu: kayanya bukan saya aja, tp byk deh... soalnya bhikkhu : dana kayanya udah 1 : 10
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 02:20:20 PM
hehe... tentu saja. _/\_

imo utk sekarang ga perlu khawatir materi deh... soalnya saya salah satu yg pernah mencicip makanan di vihara lengkap dg penutup ice cream :malu: kayanya bukan saya aja, tp byk deh... soalnya bhikkhu : dana kayanya udah 1 : 10

emank Bhikkhu Sangha dapat makanan enak, apakah tidak diperbolehkan ?
umat dengan senang hati berdana makanan yang terbaik kepada Bhikkhu Sangha, apakah tidak diperbolehkan  ?
Sangha mengumpulkan dana utk pembangunan vihara dsb....., apakah tidak diperbolehkan ?

Jika ada orang yang tidak suka dengan hal2 diatas, orang itulah yang harus dikasihani  :'(
karena ketidaktahuannya .......... :-?

semoga bermamfaat
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 02:26:57 PM
wah, bagaimana ya caranya mencerdaskan umat agar secerdas anda?
wong hampir setahun sekali pasti ada kotbah mengenai dana kepada sangha (yg somehow bisa diwakili oleh 5 orang bhikkhu, referensi?) yg sama dengan 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 berdana kepada orang biasa yg bermoral. wah, umat mendengar ini matanya jadi ijo ingin berbuat karma baik sebanyak2nya. keuntungannya jauh melebihi investasi lehman brother ataupun CDO fund lain. kalo kata gordon gekko: "greed is good...".
Maka umat tersebut melupakan bahwa hitungan itu berlaku JIKA si pemberi dana juga orang yang baik (=TIDAK SERAKAH). Jadi ada pemberi dana yang baik, dananya juga sesuai, dan penerima dana yang baik, baru nilanya yang 100 x 100 ... dst itu. Bagaimana disebut baik itu adalah yang berpandangan benar, berpikiran benar, ... , berkonsentrasi benar. Jika tidak, maka hanya seperti benih yang disebarkan di tanah kering, di mana burung akan memakannya, hujan tidak turun pada waktunya. Pemberian dari umat serakah, dana boleh korupsi, memberikan dana tidak sesuai (mobil/kemewahan duniawi pada petapa) ke petapa palsu tak bermoral, sepertinya bukan 100 x 100 ... tapi seperti buang benih ke toilet.

Ref: Dakkinavibhanga Sutta & Payasi Sutta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 02:28:38 PM
wah, bagaimana ya caranya mencerdaskan umat agar secerdas anda?
wong hampir setahun sekali pasti ada kotbah mengenai dana kepada sangha (yg somehow bisa diwakili oleh 5 orang bhikkhu, referensi?) yg sama dengan 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 berdana kepada orang biasa yg bermoral. wah, umat mendengar ini matanya jadi ijo ingin berbuat karma baik sebanyak2nya. keuntungannya jauh melebihi investasi lehman brother ataupun CDO fund lain. kalo kata gordon gekko: "greed is good...".


kadang2 manusia terlalu cerdas jadi masalah juga, karena banyak hitungan/kalkulasi, sehingga perbuatan baik bisa tertunda karena 'kalkulasi' itu lho

siapapun mau berdana baik kepada Sangha ataupun bukan Sangha  ^:)^
kita patutlah mendukung, mendorong, bermudita, atau anumodana , :jempol:
tidak perlu ditertawai atau di komentari.

semoga bermamfaat

 _/\_



 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 18 January 2011, 02:29:14 PM
wah, bagaimana ya caranya mencerdaskan umat agar secerdas anda?
wong hampir setahun sekali pasti ada kotbah mengenai dana kepada sangha (yg somehow bisa diwakili oleh 5 orang bhikkhu, referensi?) yg sama dengan 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 x 100 berdana kepada orang biasa yg bermoral. wah, umat mendengar ini matanya jadi ijo ingin berbuat karma baik sebanyak2nya. keuntungannya jauh melebihi investasi lehman brother ataupun CDO fund lain. kalo kata gordon gekko: "greed is good...".


Baru ini cara yang terpikir untuk mendorong umat berdana bro... Sangha tak mungkin meniru cara tetangga me-majak-kin 10 persen setiap umat kan...?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 02:35:07 PM
emank Bhikkhu Sangha dapat makanan enak, apakah tidak diperbolehkan ?
umat dengan senang hati berdana makanan yang terbaik kepada Bhikkhu Sangha, apakah tidak diperbolehkan  ?
Sangha mengumpulkan dana utk pembangunan vihara dsb....., apakah tidak diperbolehkan ?

Jika ada orang yang tidak suka dengan hal2 diatas, orang itulah yang harus dikasihani  :'(
karena ketidaktahuannya .......... :-?

semoga bermamfaat
Yang mengumpulkan dana untuk vihara seharusnya adalah umat. Seseorang menjadi bhikkhu justru melepas keduniawian, puas hanya dengan jubah, mangkuknya dan makanan secukupnya pada hari itu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 02:37:20 PM
Maka umat tersebut melupakan bahwa hitungan itu berlaku JIKA si pemberi dana juga orang yang baik (=TIDAK SERAKAH). Jadi ada pemberi dana yang baik, dananya juga sesuai, dan penerima dana yang baik, baru nilanya yang 100 x 100 ... dst itu. Bagaimana disebut baik itu adalah yang berpandangan benar, berpikiran benar, ... , berkonsentrasi benar. Jika tidak, maka hanya seperti benih yang disebarkan di tanah kering, di mana burung akan memakannya, hujan tidak turun pada waktunya. Pemberian dari umat serakah, dana boleh korupsi, memberikan dana tidak sesuai (mobil/kemewahan duniawi pada petapa) ke petapa palsu tak bermoral, sepertinya bukan 100 x 100 ... tapi seperti buang benih ke toilet.
lha, menurut kotbah yg saya denger, berdana kepada sangha itu nilainya 100 x dana kepada sammasambuddha. dan kalo berhasil ngumpulin 5 orang bhikkhu, itu udah sama dengan sangha (yg nilainya 100 x sammasambuddha tadi). individu lebur menjadi sangha. bermoral gak bermoral, palsu atau asli, pokoknya kalo bisa kumpulin 5 orang, beres deh, sama dengan sangha. cmiiw dan kalo ada yg tau sumbernya 5 orang bhikkhu ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 02:37:39 PM
kadang2 manusia terlalu cerdas jadi masalah juga, karena banyak hitungan/kalkulasi, sehingga perbuatan baik bisa tertunda karena 'kalkulasi' itu lho

siapapun mau berdana baik kepada Sangha ataupun bukan Sangha  ^:)^
kita patutlah mendukung, mendorong, bermudita, atau anumodana , :jempol:
tidak perlu ditertawai atau di komentari.

semoga bermamfaat

 _/\_
Maksud bro morph, umat itu justru menjadi 'ganas' berdana karena diiming-imingi kalkulasi tersebut. Seharusnya kita berdana untuk melatih kerelaan bukan mengembangkan keserakahan. Juga harusnya kita berdana demi kebaikan orang lain, bukan karena keserakahan akan pahalanya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 02:41:28 PM
emank Bhikkhu Sangha dapat makanan enak, apakah tidak diperbolehkan ?
umat dengan senang hati berdana makanan yang terbaik kepada Bhikkhu Sangha, apakah tidak diperbolehkan  ?
Sangha mengumpulkan dana utk pembangunan vihara dsb....., apakah tidak diperbolehkan ?

Jika ada orang yang tidak suka dengan hal2 diatas, orang itulah yang harus dikasihani  :'(
karena ketidaktahuannya .......... :-?

semoga bermamfaat

maksud saya, saya yg bukan bhikkhu saja udah bisa mendapat dana bhikkhu :hammer: bukan saya suruh stop berdana... ini kok lain sih penangkapannya ??? kan saya jawab: tentu saja & lengkap terhadap anjali kepada anda.

hehe... tentu saja. _/\_

imo utk sekarang ga perlu khawatir materi deh... soalnya saya salah satu yg pernah mencicip makanan di vihara lengkap dg penutup ice cream :malu: kayanya bukan saya aja, tp byk deh... soalnya bhikkhu : dana kayanya udah 1 : 10
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 02:50:41 PM
lha, menurut kotbah yg saya denger, berdana kepada sangha itu nilainya 100 x dana kepada sammasambuddha. dan kalo berhasil ngumpulin 5 orang bhikkhu, itu udah sama dengan sangha (yg nilainya 100 x sammasambuddha tadi). individu lebur menjadi sangha. bermoral gak bermoral, palsu atau asli, pokoknya kalo bisa kumpulin 5 orang, beres deh, sama dengan sangha. cmiiw dan kalo ada yg tau sumbernya 5 orang bhikkhu ini.
Betul, persembahan kepada sangha (walaupun isinya bhikkhu bejad), pasti lebih bermanfaat dari pribadi (walaupun seorang samma-sambuddha, kecuali mungkin makanan menjelang pencerahan sempurna seperti dilakukan Sujata, dan menjelang parinibbana seperti dilakukan Cunda). Tapi, suatu dana menjadi murni bukan hanya dari sisi penerima.
"Ananda, ada 4 jenis kemurnian dalam persembahan:
Persembahan yang murni, dari pihak pendana, tapi tidak dari penerima;
Persembahan murni dari pihak penerima, tapi tidak dari pendana;
Persembahan tidak murni baik dari sisi pendana maupun penerima;
Persembahan murni baik dari sisi pendana maupun penerima."

Seharusnya ditanyakan pada si pengkhotbah, kalau persembahan tidak murni dari kedua sisi, persembahan tidak sesuai dan didapat dari pencaharian salah, dilakukan dengan pikiran serakah, beranikah ia mengatakan hasilnya 100 x 100 ... ?

Mengenai 5 bhikkhu itu, mungkin adalah syarat jumlah minimal mentahbiskan bhikkhu baru, sehingga bisa disebut sangha. Tapi ingat juga bahwa dana terhadap bhikkhu tertentu BUKAN dana pada sangha, tapi pada pribadi juga.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 03:41:52 PM
ada bbrp fakta menarik utk ditelusuri:
 pertanyaan bukan berhub dg dhamma & winaya, jadi tentang apa ???
kalo gak salah, ada fit and proper test yg ketat untuk jadi bhikkhu dalam sti.
apakah ada test iq, test fisika, matematika, biologi atau psikologi test dan surat keterangan pak rt, saya kurang tau...
mungkin ada bhikkhu, samanera/i atau mantannya yg bisa memberikan insider story?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 03:47:07 PM
Betul, persembahan kepada sangha (walaupun isinya bhikkhu bejad), pasti lebih bermanfaat dari pribadi (walaupun seorang samma-sambuddha, kecuali mungkin makanan menjelang pencerahan sempurna seperti dilakukan Sujata, dan menjelang parinibbana seperti dilakukan Cunda). Tapi, suatu dana menjadi murni bukan hanya dari sisi penerima.
"Ananda, ada 4 jenis kemurnian dalam persembahan:
Persembahan yang murni, dari pihak pendana, tapi tidak dari penerima;
Persembahan murni dari pihak penerima, tapi tidak dari pendana;
Persembahan tidak murni baik dari sisi pendana maupun penerima;
Persembahan murni baik dari sisi pendana maupun penerima."

Seharusnya ditanyakan pada si pengkhotbah, kalau persembahan tidak murni dari kedua sisi, persembahan tidak sesuai dan didapat dari pencaharian salah, dilakukan dengan pikiran serakah, beranikah ia mengatakan hasilnya 100 x 100 ... ?
biar tidak murni misalnya 0.01 x 1000000000000000000, wah lumayan nih juga om. hau cuan.

Mengenai 5 bhikkhu itu, mungkin adalah syarat jumlah minimal mentahbiskan bhikkhu baru, sehingga bisa disebut sangha. Tapi ingat juga bahwa dana terhadap bhikkhu tertentu BUKAN dana pada sangha, tapi pada pribadi juga.
maksud saya, apakah syarat sangha dana mengumpulkan 5 bhikkhu ini ada basis suttanya ataukah bikinan organisasi modern saja?
apakah misalnya kita transfer ke bcanya sti juga termasuk sangha dana (yg dikali 100 x 100 x...)?
gimana kalo bca sanghanya lsy (ada gak ya?)?
apa syaratnya mo bikin sangha dana (yg berhadiah 100 x 100 x...)?
dasar referensinya apa?
ada yg tau?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 04:05:12 PM
biar tidak murni misalnya 0.01 x 1000000000000000000, wah lumayan nih juga om. hau cuan.
maksud saya, apakah syarat sangha dana mengumpulkan 5 bhikkhu ini ada basis suttanya ataukah bikinan organisasi modern saja?
apakah misalnya kita transfer ke bcanya sti juga termasuk sangha dana (yg dikali 100 x 100 x...)?
gimana kalo bca sanghanya lsy (ada gak ya?)?
apa syaratnya mo bikin sangha dana (yg berhadiah 100 x 100 x...)?
dasar referensinya apa?
ada yg tau?

setau saya tidak harus 5 bhikkhu, 1 bhikkhu pun bisa disebut Sangha dana dengan 1 bhikkhu itu mewakili Sangha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 04:22:15 PM
biar tidak murni misalnya 0.01 x 1000000000000000000, wah lumayan nih juga om. hau cuan.
Wah, susah juga yah ngomongnya ;D Tapi hitungan itu ada 'syarat & ketentuan berlaku' dan belum potong PPN. Jadi sebaiknya jangan terpancing.

Quote
maksud saya, apakah syarat sangha dana mengumpulkan 5 bhikkhu ini ada basis suttanya ataukah bikinan organisasi modern saja?
apakah misalnya kita transfer ke bcanya sti juga termasuk sangha dana (yg dikali 100 x 100 x...)?
gimana kalo bca sanghanya lsy (ada gak ya?)?
Belum ketemu referensinya sih, tapi dibilang Sangha dana kalau ditujukan untuk sejumlah bhikkhu. Biasa kalau mau memulai sangha, 'kan harus ada 5 bhikkhu di tempat itu sebagai syarat untuk menahbiskan bhikkhu baru. Mungkin dari situ patokannya.

Quote
apa syaratnya mo bikin sangha dana (yg berhadiah 100 x 100 x...)?
dasar referensinya apa?
ada yg tau?
Syaratnya: harus mengikis keserakahan dan melepaskan menginginkan hadiah 100 x 100 x ... itu. :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 04:24:29 PM
setau saya tidak harus 5 bhikkhu, 1 bhikkhu pun bisa disebut Sangha dana dengan 1 bhikkhu itu mewakili Sangha.
Betul, jika memang dananya tidak ditujukan untuk satu bhikkhu pribadi, maka bisa disebut sangha dana, walaupun yang menerima adalah seorang saja. Tapi dana itu bukan jadi miliknya, harus diserahkan pada yang berwenang untuk dibagikan. Setahu saya begitu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 04:27:57 PM
Betul, jika memang dananya tidak ditujukan untuk satu bhikkhu pribadi, maka bisa disebut sangha dana, walaupun yang menerima adalah seorang saja. Tapi dana itu bukan jadi miliknya, harus diserahkan pada yang berwenang untuk dibagikan. Setahu saya begitu.

 [at]  morph, dari mana dapat angka 5 itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 04:34:12 PM
[at]  morph, dari mana dapat angka 5 itu?
denger kotbah di vihara... kalo gak salah jumlahnya kadang berfluktuasi, dulu kala 10 lalu bisa jadi 4 atau 5.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 04:41:09 PM
Untuk yang 'mata hijau' alias tamak berdana yang kebetulan baca, saya berikan alternatif daripada dana itu juga nanti akhirnya sia-sia.


Nidana Samyutta, Opamma Samyutta, Pathama Vagga.
4. Okkha Sutta (Periuk Nasi)

Demikianlah yang kudengar. Suatu ketika Sang Bhagava sedang berada di vihara persembahan Anathapindika di Jetavana, Savatthi.

"Bhikkhu, mengembangkan pikiran cinta kasih sedikitnya untuk sekejap saja di pagi hari, atau mengembangkan pikiran cinta kasih sedikitnya untuk sekejap saja di tengah hari, atau mengembangkan pikiran cinta kasih sedikitnya untuk sekejap saja di malam hari adalah lebih bermanfaat daripada persembahan seratus periuk nasi di pagi hari, atau persembahan seratus periuk nasi di tengah hari, atau persembahan seratus periuk nasi di malam hari.

Demikianlah, para bhikkhu, kalian harus berlatih 'kebebasan pikiran melalui cinta kasih harus dikembangkan, diperbanyak, dibiasakan, dilatih sepenuhnya, harus dijaga dan dilaksanakan sepenuhnya.'

Para bhikkhu, kalian harus berlatih dengan cara demikian."

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 04:45:11 PM
Untuk yang 'mata hijau' alias tamak berdana yang kebetulan baca, saya berikan alternatif daripada dana itu juga nanti akhirnya sia-sia.


Nidana Samyutta, Opamma Samyutta, Pathama Vagga.
4. Ukkha Sutta (Periuk Nasi)

Demikianlah yang kudengar. Suatu ketika Sang Bhagava sedang berada di vihara persembahan Anathapindika di Jetavana, Savatthi.

"Bhikkhu, mengembangkan pikiran cinta kasih sedikitnya untuk sekejap saja di pagi hari, atau mengembangkan pikiran cinta kasih sedikitnya untuk sekejap saja di tengah hari, atau mengembangkan pikiran cinta kasih sedikitnya untuk sekejap saja di malam hari adalah lebih bermanfaat daripada persembahan seratus periuk nasi di pagi hari, atau persembahan seratus periuk nasi di tengah hari, atau persembahan seratus periuk nasi di malam hari.

Demikianlah, para bhikkhu, kalian harus berlatih 'kebebasan pikiran melalui cinta kasih harus dikembangkan, diperbanyak, dibiasakan, dilatih sepenuhnya, harus dijaga dan dilaksanakan sepenuhnya.'

Para bhikkhu, kalian harus berlatih dengan cara demikian."



wah kayanya berguna dikemudian hari nih ;D

may all being well & happy, free from suffering
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 18 January 2011, 04:47:48 PM
Syaratnya: harus mengikis keserakahan dan melepaskan menginginkan hadiah 100 x 100 x ... itu. :D
wah, susah nih...
ini sama kaya session meditasi, instrukturnya bilang "mohon diingat ya, meditasi kali ini adalah meditasi pengosongan pikiran dari bayangan2 ayam goreng kfc yg crispy bagian paha atas". apa dong yg kebayang pas mau meditasi?

kalo gitu ignorance is really bliss.
mending gak usah baca buku dhamma, denger kotbah atau diskusi di forum, biar gak tau dan masih polos. tau2 berdana ke sangha, dan joss kena 100 x 100 x 100 x...

asiknya....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 04:51:21 PM
wah, susah nih...
ini sama kaya session meditasi, instrukturnya bilang "mohon diingat ya, meditasi kali ini adalah meditasi pengosongan pikiran dari bayangan2 ayam goreng kfc yg crispy bagian paha atas". apa dong yg kebayang pas mau meditasi?

kalo gitu ignorance is really bliss.
mending gak usah baca buku dhamma, denger kotbah atau diskusi di forum, biar gak tau dan masih polos. tau2 berdana ke sangha, dan joss kena 100 x 100 x 100 x...

asiknya....

saya ragu orang yg polos begitu bisa "tau2 berdana ke sangha"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 04:57:55 PM
[Deleted] (Salah mengerti)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 05:13:34 PM
wah, susah nih...
ini sama kaya session meditasi, instrukturnya bilang "mohon diingat ya, meditasi kali ini adalah meditasi pengosongan pikiran dari bayangan2 ayam goreng kfc yg crispy bagian paha atas". apa dong yg kebayang pas mau meditasi?

kalo gitu ignorance is really bliss.
mending gak usah baca buku dhamma, denger kotbah atau diskusi di forum, biar gak tau dan masih polos. tau2 berdana ke sangha, dan joss kena 100 x 100 x 100 x...

asiknya....
Memang betul demikian. Jika belajar dhamma membuat seseorang menjadi serakah, adalah baik dia tidak belajar dhamma, karena toh tidak akan bermanfaat baginya.

Seperti gadis yang sedang bakar jagung, dapat jackpot Mahakassapa yang baru bangun dari Nirodha Samapati, ia meninggal dan terlahir di alam deva. Jika seseorang tanpa keserakahan, tanpa teriming-imingi, bisa memiliki keinginan untuk berdana, maka saya rasa itu jauh lebih bermanfaat daripada yang berdana atas dasar keserakahan.
Tetapi hanya orang yang memahami dhamma, melakukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan dhamma, yang dapat memberikan dana terbaik.

"Seseorang yang tidak tamak, memberi pada mereka yang tidak tamak, persembahan yang didapat dengan benar, dengan pikiran baik, memahami akibat dari kamma; Saya katakan, itulah yang persembahan materi tertinggi."
(Majjhima Nikaya, 142. Dakkhinavibhanga Sutta)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 18 January 2011, 05:23:17 PM
"Seseorang yang tidak tamak, memberi pada mereka yang tidak tamak, persembahan yang didapat dengan benar, dengan pikiran baik, memahami akibat dari kamma; Saya katakan, itulah yang persembahan materi tertinggi."
(Majjhima Nikaya, 142. Dakkhinavibhanga Sutta)

wah inimah terlalu susah... dana bijaksana ga asal tabur benih ke toilet
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 18 January 2011, 05:25:45 PM
"Seseorang yang tidak tamak, memberi pada mereka yang tidak tamak, persembahan yang didapat dengan benar, dengan pikiran baik, memahami akibat dari kamma; Saya katakan, itulah yang persembahan materi tertinggi."
(Majjhima Nikaya, 142. Dakkhinavibhanga Sutta)


secara singkat, ini adalah dana dari seorang Arahat kepada Arahat lainnya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 18 January 2011, 05:34:10 PM
Memang betul demikian. Jika belajar dhamma membuat seseorang menjadi serakah, adalah baik dia tidak belajar dhamma, karena toh tidak akan bermanfaat baginya.

Seperti gadis yang sedang bakar jagung, dapat jackpot Mahakassapa yang baru bangun dari Nirodha Samapati, ia meninggal dan terlahir di alam deva. Jika seseorang tanpa keserakahan, tanpa teriming-imingi, bisa memiliki keinginan untuk berdana, maka saya rasa itu jauh lebih bermanfaat daripada yang berdana atas dasar keserakahan.
Tetapi hanya orang yang memahami dhamma, melakukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan dhamma, yang dapat memberikan dana terbaik.

"Seseorang yang tidak tamak, memberi pada mereka yang tidak tamak, persembahan yang didapat dengan benar, dengan pikiran baik, memahami akibat dari kamma; Saya katakan, itulah yang persembahan materi tertinggi."
(Majjhima Nikaya, 142. Dakkhinavibhanga Sutta)


Bukan-kah biasanya para Ariya yang baru "bangun" dari nirodha samapati malah akan meninjau dunia untuk melihat siapa yang pantas memberikan persembahan/dana ? Jadi semacam di-pilih, bukan dapat jackpot... CMIIW...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 05:43:44 PM
Bukan-kah biasanya para Ariya yang baru "bangun" dari nirodha samapati malah akan meninjau dunia untuk melihat siapa yang pantas memberikan persembahan/dana ? Jadi semacam di-pilih, bukan dapat jackpot... CMIIW...
Bisa memilih mau jalan ke mana, tapi sepertinya tidak bisa pasti. Misalnya Mahakassapa juga memilih orang miskin sebagai pemberi dana, tapi pernah hampir 'tertipu' oleh Sakka yang menyamar sebagai orang tua miskin. Jadi semacam 'jodoh-jodohan' juga sepertinya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 January 2011, 05:49:10 PM
wah inimah terlalu susah... dana bijaksana ga asal tabur benih ke toilet
Kalau gampang, semua sudah dapat "100 x 100 x ... " itu bukan? Sudah pasti di dunia ini penuh konglomerat dan semuanya Buddhis. :D


secara singkat, ini adalah dana dari seorang Arahat kepada Arahat lainnya
Idealnya seperti itu, seperti dalam Petavatthu di mana Sariputta memberi jubah pada bhikkhu ariya lainnya dan melimpahkan pada peti yang adalah ibunya di beberapa kehidupan lampau, langsung berbuah saat itu juga.

Kita tidak bisa seperti itu, tetapi minimal bisa mengusahakan untuk mengikis serakah sedikit demi sedikit. 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 08:39:07 PM
Yang mengumpulkan dana untuk vihara seharusnya adalah umat. Seseorang menjadi bhikkhu justru melepas keduniawian, puas hanya dengan jubah, mangkuknya dan makanan secukupnya pada hari itu.

maaf bro Kainyn

lebih cocok para donatur yang berdana ke Sangha (tentunya dana yang terkumpul atas nama Sangha) layaknya dipakai untuk kegiatan Vihara dan sebagainya yang bersifat Kebajikan dan sosial.

semoga bermamfaat

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 January 2011, 08:47:00 PM
lha, menurut kotbah yg saya denger, berdana kepada sangha itu nilainya 100 x dana kepada sammasambuddha. dan kalo berhasil ngumpulin 5 orang bhikkhu, itu udah sama dengan sangha (yg nilainya 100 x sammasambuddha tadi). individu lebur menjadi sangha. bermoral gak bermoral, palsu atau asli, pokoknya kalo bisa kumpulin 5 orang, beres deh, sama dengan sangha. cmiiw dan kalo ada yg tau sumbernya 5 orang bhikkhu ini.


misalnya, ada umat ingin mengundang Sangha dan niat berdana kepada Sangha, kebetulan pada waktu Sangha yang datang walapun hanya  seorang Bhikkhu, dana yang disalurkan tetaplah harus kepada Sangha, bukan kepada Bhikkhu yang datang.

Semoga bermamfaat
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 19 January 2011, 08:44:08 AM
lebih cocok para donatur yang berdana ke Sangha (tentunya dana yang terkumpul atas nama Sangha) layaknya dipakai untuk kegiatan Vihara dan sebagainya yang bersifat Kebajikan dan sosial.
Betul, dananya seharusnya dipakai untuk kelangsungan vihara. Yang saya maksud sebelumnya adalah para bhikkhu seharusnya tidak ikut campur masalah cari dana. Ingat kisah Buddha yang tidak menerima dana makanan yang seperti 'bayaran' terhadap dhamma yang diajarkan? Kalau dari kisah-kisah lainnya juga sepertinya umat yang mengurus kegiatan duniawi bagi sangha, seperti kisah Anathapindika yang mengurus Jetavana (tawar menawar dengan menutup Jetavana dengan koin emas).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 19 January 2011, 09:42:02 AM
untuk masalah dana, saya pribadi cenderung melupakan segala macam doktrin, khotbah dan cerita2 mengenai dana, syarat dana, dana yg baik, dsb. saya cukup liat apakah dia memang memerlukan, apakah bisa disalahgunakan, apakah ada yg lebih perlu ketimbang yg ini, adakah cara yg lebih efisien dan efektif. saya gak mandang sangha, bhikkhu, buddhis atau agama lain ataupun mahluk lain.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 19 January 2011, 10:13:35 AM
untuk masalah dana, saya pribadi cenderung melupakan segala macam doktrin, khotbah dan cerita2 mengenai dana, syarat dana, dana yg baik, dsb. saya cukup liat apakah dia memang memerlukan, apakah bisa disalahgunakan, apakah ada yg lebih perlu ketimbang yg ini, adakah cara yg lebih efisien dan efektif. saya gak mandang sangha, bhikkhu, buddhis atau agama lain ataupun mahluk lain.

Kembali lagi seperti ular, doktrin itu bisa membantu, bisa menjerumuskan tergantung bagaimana orang menggunakannya. Bagi orang yang cenderung pada pahala, sudah barang tentu akan mengutamakan perhitungan pahalanya. Bagi orang yang cenderung pada belas kasih, tentu akan mengutamakan kepentingan mereka yang menderita.

Apapun kecenderungannya, jika 'menangkap ular di kepala' tentu tidak akan lupa memperhitungkan bahaya dari keserakahan yang timbul.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 19 January 2011, 10:23:51 AM
untuk masalah dana, saya pribadi cenderung melupakan segala macam doktrin, khotbah dan cerita2 mengenai dana, syarat dana, dana yg baik, dsb. saya cukup liat apakah dia memang memerlukan, apakah bisa disalahgunakan, apakah ada yg lebih perlu ketimbang yg ini, adakah cara yg lebih efisien dan efektif. saya gak mandang sangha, bhikkhu, buddhis atau agama lain ataupun mahluk lain.


apa yang harus dilihat ? :o
apa sesudah berdana, kita ikuti terus 'penerima dana' sampai dimana menggunakan dana tsb, kita telusuri terus, atau
kita memikirkan terus dana tsb semoga dana ini tidak diselewengkan oleh penerima dana dst ......
beginikah cara berdana yang baik menurut bro Morp ?

jika mau berdana banyak pertimbangan, alhasil tidak jadi berdana, udah keburu tua. :)) :))

semoga bermanfaat

 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 19 January 2011, 10:29:14 AM
apa yang harus dilihat ? :o
apa sesudah berdana, kita ikuti terus 'penerima dana' sampai dimana menggunakan dana tsb, kita telusuri terus, atau
kita memikirkan terus dana tsb semoga dana ini tidak diselewengkan oleh penerima dana dst ......
beginikah cara berdana yang baik menurut bro Morp ?

jika mau berdana banyak pertimbangan, alhasil tidak jadi berdana, udah keburu tua. :)) :))
wah, membaca posting saya yg sederhana di atas saja segitu susah mengertinya...
saya serahkan pada kecerdasan pembaca saja lah... ini cara saya berdana.
peace om.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 19 January 2011, 10:31:01 AM
Ada berbagai faktor yang harus diperhatikan dalam berdana:

1. Kemurnian sila
2. Tingkat urgensi
3. Motivasi
4. Cara mendapatkan dana yang akan diberikan
5. Cara memberikan
6. Ketulusan
7. Timing (ketepatan waktu)
8. Dll...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 19 January 2011, 10:52:28 AM
Bisa memilih mau jalan ke mana, tapi sepertinya tidak bisa pasti. Misalnya Mahakassapa juga memilih orang miskin sebagai pemberi dana, tapi pernah hampir 'tertipu' oleh Sakka yang menyamar sebagai orang tua miskin. Jadi semacam 'jodoh-jodohan' juga sepertinya.

"jodoh-jodohan" itu saya anggap sebagai kesempatan/kondisi karena parami/kamma vipaka yang berbuah. Karena walaupun di depan mata, tetapi karena tidak "berjodoh" maka tidak mungkin akan bisa, atau walaupun punya kemampuan seperti sakka tetapi sulit "memperdaya" para arahat... hehehehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 19 January 2011, 11:12:39 AM
Ada berbagai faktor yang harus diperhatikan dalam berdana:

1. Kemurnian sila
2. Tingkat urgensi
3. Motivasi
4. Cara mendapatkan dana yang akan diberikan
5. Cara memberikan
6. Ketulusan
7. Timing (ketepatan waktu)
8. Dll...

Dan kembali lagi saya quote... Menurut Milinda Panha, "Tanpa pandangan seorang sammasambuddha, seseorang tidak dapat menentukan jauhnya jangkauan kamma". Dalam hal ini termasuk juga kamma phala dari berdana, meliputi kapan, dimana, bagaimana phala dari dana itu berbuah...

Kalau tidak salah saya (CMIIW), salah satu dana yang langsung bisa berbuah (phala) pada saat itu juga adalah berdana kepada para Ariya yang baru bangun dari nirodha samapati... Apakah ada referensi-nya ? (saya lupa pernah baca dimana). Thanx
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 19 January 2011, 12:51:35 PM
 [at] dilbert:

Itu ad dlm Dhammapada Atthakatha,dlm kisah org miskin yg berdana kpd Mahakassapa yg br keluar dr keadaan Nirodhasamapati.

 [at] all:

Dana kpd Sangha sptnya baru sah jk seorg atau lebih bhikkhu ditunjuk oleh Sangha utk mewakili Sangha menerima dana. Jk tdk,dana tsb adl dana kpd individu bhikkhu.

Dlm Dakkhinavibhanga Sutta disebutkan ad jenis dana kpd Sangha dg permintaan: "Semoga Sangha menunjuk sekian org bhikkhu/ni utk menerima dana saya".

Saya ingat beberapa th yg lalu,dlm perayaan Kathina di vihara ad seorg bhikkhu & beberapa samanera yg menerima dana kami. Dlm ceramahnya,sang bhikkhu mengatakan, "Sebenarnya ini bukan dana kpd Sangha,krn hanya satu bhikkhu,sisanya samanera. Tetapi gak pa2,yg penting pikiran anda dlm berdana tertuju kpd Sangha bkn individu bhikkhu." Mgkn bhante nya tdk ditunjuk oleh Sangha utk menerima dana,jd gak dianggap dana kpd Sangha dlm arti yg sebenarnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 10:33:03 AM
kalo gak salah, ada fit and proper test yg ketat untuk jadi bhikkhu dalam sti.
apakah ada test iq, test fisika, matematika, biologi atau psikologi test dan surat keterangan pak rt, saya kurang tau...
mungkin ada bhikkhu, samanera/i atau mantannya yg bisa memberikan insider story?
apakah ada yg bisa ngasih info untuk ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 10:41:09 AM
pertanyaan:
* bagaimana pandangan theravada mengenai gay?
* apakah gay boleh jadi bhikkhu?
* apakah perlu ada vinaya gak boleh sentuh sesama jenis sekalian?

(http://freethinker.co.uk/wp-content/uploads/2009/04/monk3.jpg)

THE flamboyant behaviour of gay and transgender Thai monks, who are often be seen wearing revealingly tight robes, carrying pink purses and having effeminately-shaped eyebrows, has become a source of grave concern to Buddhist leaders.

This picture of a monk and his young friend was used last year by Bangkok Today to illustrate a report about gay Thai monks
The BBC reports that Buddhist preacher in Thailand – Phra Maha Wudhijaya Vajiramedhi – has announced plans for new guidelines aimed at curbing their queeniness.
The “good manners” curriculum – the country’s first – is being introduced in the northern province of Chiang Rai, which apparently has the greatest number of gay and transgendered monks.
The senior monk told the BBC he would address issues like smoking, drinking alcohol, walking and going to the toilet properly He said he was particularly concerned by effeminate activities among novices.
Thailand has a very large and visible population of transgender men (kathoey), and Phra Vajiramedhi acknowledged that it was difficult to exclude them from the monkhood. But he hoped his course could at least persuade them to curb their more extrovert habits.
If successful, the “good manners” course, at the Novice Demonstration School, would be replicated at other Buddhist monasteries and seminaries, he said.
Last year, according to this blog, another senior monk – Phra Payom, abbot of Suan Kaew temple in Nonthaburi – said that on his travels of the nation’s temples, he has found most gay and kathoey monks in the North, though he has no idea why. The South has very few, while other regions contain a mix.
He complained:
They are an eyesore. They want to be gay, but haven’t worked out how to do it yet.
Gay monks are not confined to the young. Some temples have gay monks aged in their 50s and 60s, who have been in the monkhood ten years or more. If gay monks are caught doing anything naughty, they can be chased out.
Phra Payom added:
However, they are often clever at arranging flowers, speak nicely to people, and can help senior monks putting on functions, so they end up staying.
Phra Payom said that Thai television soaps, which often include gay characters, offer role models to Thai youngsters, which might explain the increase in gays and kathoey in the region.
NOTE:  Bangkok Today ran the picture above to illustrate a shock-horror story  about the profusion of gay monks in the North. Their faces were obscured, but someone later posted a copy of the original picture on the internet.
http://freethinker.co.uk/2009/04/28/gay-thai-monks-told-to-curb-their-flamboyant-behaviour/
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 20 January 2011, 11:20:41 AM
apakah ada yg bisa ngasih info untuk ini?


bro Morpheus, ada minat jadi Bhikkhu STI ?

sekarang ini STI menerima Bhikkhu yang bukan upasampada STI yang penting punya bukti/resmi di upasampada ala Theravada dan secara tertulis(ID) dan sudah beberapa tahun jadi Bhikkhu (ada minimal jika tidak salah) serta tidak terjadi pelanggaran atau reputasi masih baik.

semoga bermanfaat



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 20 January 2011, 11:23:18 AM
ternyata bener kata purnama, biku di indo tidak ada yang berbudaya =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 20 January 2011, 11:25:01 AM
pertanyaan:
* bagaimana pandangan theravada mengenai gay?
* apakah gay boleh jadi bhikkhu?
* apakah perlu ada vinaya gak boleh sentuh sesama jenis sekalian?
Saya pikir orang apapun boleh jadi bhikkhu, namun pada saat menjadi bhikkhu, semua kehidupan seksualnya (apapun orientasinya, apakah lawan jenis, sesama jenis, binatang, benda mati, dll) semuanya ditinggalkan. Syarat petapa bukanlah heteroseksual, tetapi Aseksual.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 20 January 2011, 11:29:13 AM
pertanyaan:
* bagaimana pandangan theravada mengenai gay?
* apakah gay boleh jadi bhikkhu?
* apakah perlu ada vinaya gak boleh sentuh sesama jenis sekalian?


sepertinya sudah pernah dibahas, sudah lama.
mungkin bro Morpheus harus lebih rajin bongkar file lama di DC
atau ada yang bisa bantu, ada di post mana ? ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 20 January 2011, 11:30:53 AM
Kalau gay jadi bhikkhu dilingkungan bhikkhu kondisi latihannya lebih tidak mendukung. Mendingan kalau gay jadi bhikkuni aja atau Maechee aja.  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 20 January 2011, 11:34:56 AM
Kalau gay jadi bhikkhu dilingkungan bhikkhu kondisi latihannya lebih tidak mendukung. Mendingan kalau gay jadi bhikkuni aja atau Maechee aja.  ^-^
Boleh juga tuh idenya. Tapi kalo Bi-sexual gimana yah? Jadi bhikkhu hutan aja?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bond on 20 January 2011, 11:39:02 AM
Boleh juga tuh idenya. Tapi kalo Bi-sexual gimana yah? Jadi bhikkhu hutan aja?

Suruh latihan di kuburan sendiri lebih cocok. Jangan berkelompok  kecuali uda sembuh beneran ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: williamhalim on 20 January 2011, 11:39:59 AM
pertanyaan:
* bagaimana pandangan theravada mengenai gay?
* apakah gay boleh jadi bhikkhu?
* apakah perlu ada vinaya gak boleh sentuh sesama jenis sekalian?


jadinya ini pendapat pribadi yah....

1. dilihat dari 'motivasi batin', menyukai sesama jenis atau lain jenis, sama saja.. sama2 lobha yg harus dikikis (krn buddhisme menganggap objek adalah netral, yg perlu diperhatikan adalah cetana)
2. permasalahannya jika si gay ini masuk bhikkhu. Ada 2 kemungkinan:
a. dia berusaha mengubah kemelekatannya, serius menekuni Ajaran dan tidak mengganggu bhikkhu lainnya
atau
b. dia masih terbawa kemelekatan lamanya, tertarik ke bhikkhu lain dan menggoda bhikkhu lain
3. Kemungkinan kondisi 2b lbh besar, akibatnya: tidak hanya mengganggu bhikkhu2 lain, namun juga masuknya si gay ke komunitas lelaki (bhikkhu) semua, malah memperbesar kondisi kemelekatannya. Ini sama saja memasukkan seorang cowok normal ke komunitas bhikkhuni.

Solusinya:
1. baiknya ada aturan agar para calon bhikkhu dengan jujur mengakui kecenderungan seksualnya. Pengakuan ini harus bersifat rahasia, hanya antar calon bhikkhu dan pembimbingnya. Pengakuan ini mirip dengan pernyataaan adanya sakit serius yg perlu diperhatikan (ayan, aids), kecenderungan negatif lainnya (alkohol, drugs, dsbnya), juga sedang dalam kriminal atau tidak.

2. Pembimbing dapat memperhatikan dan membimbing tindak tanduk si bhikkhu yg secara jujur telah mengakui kecenderungan tsb (mungkin mendapat kondisi khusus, tidak bergabung dgn siswa lainnya untuk sementara, dsbnya).

::
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 20 January 2011, 11:40:09 AM
ternyata bener kata purnama, biku di indo tidak ada yang berbudaya =))

bro P sejak mengatakan 'biku ...... '  :-[
kemudian tidak muncul lagi, kemana ya  ???

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 12:04:32 PM
bro Morpheus, ada minat jadi Bhikkhu STI ?

sekarang ini STI menerima Bhikkhu yang bukan upasampada STI yang penting punya bukti/resmi di upasampada ala Theravada dan secara tertulis(ID) dan sudah beberapa tahun jadi Bhikkhu (ada minimal jika tidak salah) serta tidak terjadi pelanggaran atau reputasi masih baik.

semoga bermanfaat
kamsiah om. berarti udah ada perubahan peraturan di sti dibanding jamannya bhikkhu sudhammacaro? siapa aja yg mau bisa jadi bhikkhu (kecuali sakit mental)?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 12:12:53 PM
Saya pikir orang apapun boleh jadi bhikkhu, namun pada saat menjadi bhikkhu, semua kehidupan seksualnya (apapun orientasinya, apakah lawan jenis, sesama jenis, binatang, benda mati, dll) semuanya ditinggalkan. Syarat petapa bukanlah heteroseksual, tetapi Aseksual.
akur, om. idealnya begitu.

di dunia yg tidak ideal, apakah perlu penambahan peraturan vinaya untuk ini. mengingat ada vinaya untuk sentuhan kepada wanita. kalo ya, apakah bisa? kalo tidak, apakah ini berarti vinaya gak bisa mengikuti perkembangan jaman? mengingat vinaya emas perak udah ketinggalan ama credit card dan internet banking. apa solusinya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 20 January 2011, 12:17:07 PM
akur, om. idealnya begitu.

di dunia yg tidak ideal, apakah perlu penambahan peraturan vinaya untuk ini. mengingat ada vinaya untuk sentuhan kepada wanita. kalo ya, apakah bisa? kalo tidak, apakah ini berarti vinaya gak bisa mengikuti perkembangan jaman? mengingat vinaya emas perak udah ketinggalan ama credit card dan internet banking. apa solusinya?


saya kenal seorang bhikkhu yg tidak menerima uang/emas/perak juga tidak mempunyai kartu kredit maupun rekening bank. ini membuktikan bahwa vinaya ini masih applicable bahkan untuk jaman sekarang

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 12:42:18 PM
saya kenal seorang bhikkhu yg tidak menerima uang/emas/perak juga tidak mempunyai kartu kredit maupun rekening bank. ini membuktikan bahwa vinaya ini masih applicable bahkan untuk jaman sekarang
terbalik, om. vinaya kan untuk membatasi dan membantu bhikkhu nakal, bukan bhikkhu baik seperti kenalan anda.

kalo emang vinaya itu applicable sampe jaman sekarang, "lubang"nya harus ditutup dong. jadi daripada sekadar melarang memegang emas dan perak, juga melarang memegang rekening digital dan kartu kredit dong. jadi bhikkhu nakal gak bisa memanfaatkan lubang ini. gimana?

jawaban anda justru seolah2 setuju menyerahkan kepada kecerdasan dan kebijaksanaan masing2 individu. gak perlu vinaya yg kaku hehehe....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 12:51:15 PM
Solusinya:
1. baiknya ada aturan agar para calon bhikkhu dengan jujur mengakui kecenderungan seksualnya. Pengakuan ini harus bersifat rahasia, hanya antar calon bhikkhu dan pembimbingnya. Pengakuan ini mirip dengan pernyataaan adanya sakit serius yg perlu diperhatikan (ayan, aids), kecenderungan negatif lainnya (alkohol, drugs, dsbnya), juga sedang dalam kriminal atau tidak.

2. Pembimbing dapat memperhatikan dan membimbing tindak tanduk si bhikkhu yg secara jujur telah mengakui kecenderungan tsb (mungkin mendapat kondisi khusus, tidak bergabung dgn siswa lainnya untuk sementara, dsbnya).
usul bagus, om.
apakah perlu revisi vinaya untuk ini? ataukah upaya prevensi ini cukup?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 20 January 2011, 12:58:43 PM
kamsiah om. berarti udah ada perubahan peraturan di sti dibanding jamannya bhikkhu sudhammacaro? siapa aja yg mau bisa jadi bhikkhu (kecuali sakit mental)?

saya tidak tahu ada perubahan atau tidak !

kasihan juga yang mempunyai mental demikian.  :-? pengin Bhikkhu jadi mundur hanya karena dengar isu yg tidak beralasan ! ^-^
apalagi orang yang hanya mendengar isu, kemudian ikut melempar isu yang tidak bertanggung jawab, apakah orang demikian mentalnya sehat ?



semoga bermanfaat
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 01:04:55 PM
kasihan juga yang mempunyai mental demikian.  :-? pengin Bhikkhu jadi mundur hanya karena dengar isu yg tidak beralasan ! ^-^
apalagi orang yang hanya mendengar isu, kemudian ikut melempar isu yang tidak bertanggung jawab, apakah orang demikian mentalnya sehat ?
seperti yg dikemukakan di atas2. issue itu belum terbukti salah dan sebagian ada yg bener.
mengenai syarat jadi bhikkhu sti, saya justru pernah denger juga dari sumber lain. ada syarat2 atau test atau interview tambahan. mungkin alasannya bagus, makanya saya tanya mungkin ada yg tau.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 20 January 2011, 01:10:28 PM
terbalik, om. vinaya kan untuk membatasi dan membantu bhikkhu nakal, bukan bhikkhu baik seperti kenalan anda.

kalo emang vinaya itu applicable sampe jaman sekarang, "lubang"nya harus ditutup dong. jadi daripada sekadar melarang memegang emas dan perak, juga melarang memegang rekening digital dan kartu kredit dong. jadi bhikkhu nakal gak bisa memanfaatkan lubang ini. gimana?

jawaban anda justru seolah2 setuju menyerahkan kepada kecerdasan dan kebijaksanaan masing2 individu. gak perlu vinaya yg kaku hehehe....

bro Morpheus
sayang sekali, pikiran anda hanya tertuju Bhikkkhu yang tidak benar.
didunia ini masih ada Bhikkhu yang baik, Sangha yang berlaku Baik, Jujur, Benar dan Patut serta layak dipuja, di sanjung, dihormati, didukung.

dilihat dari pernyataan, sepertinya anda menjugde semua Bhikkhu jadi jelek karena situasi, jaman edan, serta Vinaya harus di amandemen dan seterusnya ......, apakah seperti demikian ?

apakah anda pernah mengunjungi para Bhikkhu atau petapa Hutan di negara Buddhis, misal Thailand, Myanmar ?
atau sayadaw Pa U kemarin datang ke Vihara Pluit, pernah bertemu dan bertanya ?
atau kamu hanya menduga2 ? atau hanya mendengar isu ?

semoga bermanfaat  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 20 January 2011, 01:13:04 PM
seperti yg dikemukakan di atas2. issue itu belum terbukti salah dan sebagian ada yg bener.
mengenai syarat jadi bhikkhu sti, saya justru pernah denger juga dari sumber lain. ada syarat2 atau test atau interview tambahan. mungkin alasannya bagus, makanya saya tanya mungkin ada yg tau.

kalau begitu anda hanya spekulasi jadi tidak serius utk mengetahui, lebih senang mendengar gosip dari pada bertanya kepada yang mengerti
tolonk belajar jangan suka sebar gosip yang tidak bertanggung jawab, perbuatan tidak bemanfaat  ;D

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 20 January 2011, 01:29:35 PM
hehe... beginilah orang yg kalau udah berdiri di satu kubu...  :no:
susah mendengar & mengerti...
hanya mau tau masalah di kubu bhikkhu teladan & bhikkhu tuyul.
padahal ya, yg dibicarakan itu tentang vinaya, terlepas dari bhikkhunya... :no: :no: :no:
mungkin denger kata vinaya langsung tersssssingung krn bhikkhunya teladan ya  8)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 20 January 2011, 02:16:40 PM
hehe... beginilah orang yg kalau udah berdiri di satu kubu...  :no:
susah mendengar & mengerti...
hanya mau tau masalah di kubu bhikkhu teladan & bhikkhu tuyul.
padahal ya, yg dibicarakan itu tentang vinaya, terlepas dari bhikkhunya... :no: :no: :no:
mungkin denger kata vinaya langsung tersssssingung krn bhikkhunya teladan ya  8)

ya lebih susah lagi kalau ketemu orang yg tidak berpendirian
jadi nya asal cuap2 tapi tidak mengerti
memang batin setiap manusia berbeda tidak bisa disamakan   =))

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 20 January 2011, 02:27:54 PM
akur, om. idealnya begitu.

di dunia yg tidak ideal, apakah perlu penambahan peraturan vinaya untuk ini. mengingat ada vinaya untuk sentuhan kepada wanita. kalo ya, apakah bisa? kalo tidak, apakah ini berarti vinaya gak bisa mengikuti perkembangan jaman? mengingat vinaya emas perak udah ketinggalan ama credit card dan internet banking. apa solusinya?
Sulit juga yah. Kalau saya pribadi, sebetulnya asal tahu esensinya, kita tahu apa yang dimaksud dengan vinaya tersebut. Misalnya emas/perak yah sama juga kekayaan dalam bentuk apapun. Tapi untuk orang yang bebal, memang suka cari-cari lubang. Kalau seandainya saya berkuasa mengubah vinaya, mungkin sekarang ini saya belum perlu menambah atau mengurangi sila-nya, tetapi memberikan semacam 'komentar' vinaya tersebut yang perlu dipahami.

Soal sentuh menyentuh, saya pikir walaupun bhikkhu heteroseksual dengan bhikkhu/lelaki lain yang heteroseksual juga, tidak pantas untuk sentuh menyentuh. Apalagi menyentuh objek yang berpotensi menimbulkan nafsu.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 03:29:27 PM
sayang sekali, pikiran anda hanya tertuju Bhikkkhu yang tidak benar.
didunia ini masih ada Bhikkhu yang baik, Sangha yang berlaku Baik, Jujur, Benar dan Patut serta layak dipuja, di sanjung, dihormati, didukung.

dilihat dari pernyataan, sepertinya anda menjugde semua Bhikkhu jadi jelek karena situasi, jaman edan, serta Vinaya harus di amandemen dan seterusnya ......, apakah seperti demikian ?
eh, kayaknya komentar anda gak nyambung dengan maksud posting saya.
mmmm, apa ya, saya kehilangan ilham untuk memperjelas. silakan baca lagi aja post saya.
singkat kata ini dalam konteks memegang vinaya secara kaku atau mengutamakan alasan dan memakai kecerdasan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 03:30:59 PM
kalau begitu anda hanya spekulasi jadi tidak serius utk mengetahui, lebih senang mendengar gosip dari pada bertanya kepada yang mengerti
tolonk belajar jangan suka sebar gosip yang tidak bertanggung jawab, perbuatan tidak bemanfaat  ;D
post saya ini justru ingin menyelidiki kebenaran kata2 bhikkhu sudhammacaro tadi... biar jelas itu cuman gosip atau beneran.
lagipula mungkin bhikkhu ini salah dan sti punya alasan yg solid untuk menambah kriteria menjadi bhikkhu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: williamhalim on 20 January 2011, 03:32:06 PM
usul bagus, om.
apakah perlu revisi vinaya untuk ini? ataukah upaya prevensi ini cukup?

Saya tidak ahli vinaya, juga tidak tau banyak tentang vinaya.
Dan selama ini, dari hasil diskusi2, saya perhatikan vinaya sendiri sebenarnya sudah cukup jelas. Faktor batin / mental manusia sendiri dari dulu hingga sekarang sama.
Yang berbeda hanyalah objek2 materi yg semakin meluas.
Seharusnya para bhikkhu sudah dapat mengambil esensi dari aturan2 yang telah ada.
 
Contohnya: Ada vinaya soal tidak boleh bhikkhu sekamar berdua aja dengan perempuan, tapi seiring dengan berkembangnya teknologi, ditemukan telepon, bahkan blackberry. Pada akhirnya bhikkhu bisa bertelepon ria dengan perempuan dari kamar mereka masing2 atau berchating ria. Berbicara berdua ini berpotensi mengarah ke hal2 yg akan mengganggu latihan si Bhikkhu. Saya, umat awam yg biasa saja, bisa memahami bahwa vinaya tidak boleh sekamar dgn perempuan itu juga mencakup, jangan menelepon ria dan chatting2an dgn perempuan. Esensinya jelas.

Kita tidak menutup kemungkinan -seperti yg Bro Morph bilang- para Bhikkhu nakal yg memanfaatkan celah dari terbatasnya detail di vinaya. Namun, kita juga tidak bisa menambah2 vinaya agar terus sejalan dengan perkembangan zaman. Banyak kendalanya. Apakah kita mau menambahkan vinaya Facebook, Blackberry, chatting, menelepon dengan telpon, handphone, jalan-jalan ke mall, vinaya naik pesawat, naik mobil, naik motor, vinaya makan permen karet, permen kejut, vinaya main gitar, vinaya main gitar listrik, vinaya main play station, vinaya gameboy, vinaya tabungan, vinaya deposito, dstnya...

Saya pikir vinaya akan menjadi bejibun banyaknya, akan menjadi tidak efisien lagi. Lagipula, siapa yg akan menentukan apa2 yg akan dimasukkan ke vinaya, siapa yg menentukan sah tidaknya vinaya, juga aliran Buddhist sudah banyak berkembang, masing2 aliran akan mengembangkan vinaya masing2...

Sy pikir Sang Buddha sudah memprediksi kekacauan yg akan ditimbulkan oleh kebebasan menambahkan vinaya ini jika Beliau sudah tidak ada lagi. Beliau mengambil keputusan terbaik diantara terburuk. Jauh lebih baik mempertahankan vinaya yg asli, yg telah ada ketimbang diberi kebebasan mengembangkannya...

Pada akhirnya, kembali ke masing2 bhikkhu saja. Cukuplah vinaya yg diturunkan Sang Buddha.
Dengan vinaya yg telah ada ini, terbukti koq banyak juga bhikkhu yg 'berhasil', banyak juga bhikkhu yg sanggup melakukan. Bagi yg serius hidup monastik, tuntunan yg telah ada sesungguhnya telah lebih dari cukup.

Sedangkan bagi bhikkhu2 yg nakal yg mencari2 celah/kelemahan vinaya, bagaimanapun ditambah pasal2 baru dalam vinaya, tetap aja mereka bisa menemukan kelemahannya untuk dilanggar.

::
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 03:33:26 PM
Sulit juga yah. Kalau saya pribadi, sebetulnya asal tahu esensinya, kita tahu apa yang dimaksud dengan vinaya tersebut. Misalnya emas/perak yah sama juga kekayaan dalam bentuk apapun. Tapi untuk orang yang bebal, memang suka cari-cari lubang. Kalau seandainya saya berkuasa mengubah vinaya, mungkin sekarang ini saya belum perlu menambah atau mengurangi sila-nya, tetapi memberikan semacam 'komentar' vinaya tersebut yang perlu dipahami.

Soal sentuh menyentuh, saya pikir walaupun bhikkhu heteroseksual dengan bhikkhu/lelaki lain yang heteroseksual juga, tidak pantas untuk sentuh menyentuh. Apalagi menyentuh objek yang berpotensi menimbulkan nafsu.
ok, akur juga.
jadi saya sementara ini menyimpulkan bahwa om indra dan om kainyn justru merasa kita harus meneliti alasan dari sebuah peraturan dan memakai kecerdasan untuk memahaminya, bukan membaca peraturan secara kaku. sori kalo salah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 20 January 2011, 04:10:03 PM
ok, akur juga.
jadi saya sementara ini menyimpulkan bahwa om indra dan om kainyn justru merasa kita harus meneliti alasan dari sebuah peraturan dan memakai kecerdasan untuk memahaminya, bukan membaca peraturan secara kaku. sori kalo salah.
Betul, maksud saya seperti itu. Bukan hanya peraturannya yang kita pegang, tapi makna di balik peraturan itu, mengapa satu hal dihindari sementara hal lain diperbolehkan oleh Buddha.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 04:26:39 PM
Seharusnya para bhikkhu sudah dapat mengambil esensi dari aturan2 yang telah ada.
 ...
Saya pikir vinaya akan menjadi bejibun banyaknya, akan menjadi tidak efisien lagi.
klop sudah.
ternyata semua setuju untuk melihat alasan dan esensinya, menggunakan kecerdasan untuk memahaminya, bukan secara kaku.

karena semuanya pada sepemikiran, muncul pertanyaan berikut:
karena katanya sila adalah basis dari samadhi dan panna. kalo bhikkhu yg nakal memanfaatkan lobang vinaya, misalnya punya credit card dan rekening internet banking. apakah ini berefek pada samadhi dan meditasinya, atau gak? kalo berefek, nyatanya kan dia tidak melanggar vinaya dalam arti yg kaku. ataukah dia terhitung melanggar vinaya juga, sehingga meditasinya bakal terganggu?


Sy pikir Sang Buddha sudah memprediksi kekacauan yg akan ditimbulkan oleh kebebasan menambahkan vinaya ini jika Beliau sudah tidak ada lagi. Beliau mengambil keputusan terbaik diantara terburuk. Jauh lebih baik mempertahankan vinaya yg asli, yg telah ada ketimbang diberi kebebasan mengembangkannya...
koreksi dikit. Sang Buddha malah berpesan agar peraturan2 yg kurang penting boleh dihapuskan.
yg berkeputusan mempertahankan vinaya itu adalah maha kassapa, inipun menurut sumber tidak netral dari theravada.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 20 January 2011, 04:33:04 PM
Sedangkan bagi bhikkhu2 yg nakal yg mencari2 celah/kelemahan vinaya, bagaimanapun ditambah pasal2 baru dalam vinaya, tetap aja mereka bisa menemukan kelemahannya untuk dilanggar.

menambahkan dari sudut pandang berbeda ya :)

dan bagi bhikkhu2 yg benar2 menjalani kehidupan suci, meski ada rekening atas namanya ia tidak memiliki rekening tsb, sementara yg lain dapat memiliki rekening atas nama orang lain. jd yg tau hanya diri sendiri (bhikkhu ybs). ini bukan pembenaran ya... jgn disalah artikan. jgn... jgn...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 January 2011, 04:33:30 PM
klop sudah.
ternyata semua setuju untuk melihat alasan dan esensinya, menggunakan kecerdasan untuk memahaminya, bukan secara kaku.

karena semuanya pada sepemikiran, muncul pertanyaan berikut:
karena katanya sila adalah basis dari samadhi dan panna. kalo bhikkhu yg nakal memanfaatkan lobang vinaya, misalnya punya credit card dan rekening internet banking. apakah ini berefek pada samadhi dan meditasinya, atau gak? kalo berefek, nyatanya kan dia tidak melanggar vinaya dalam arti yg kaku. ataukah dia terhitung melanggar vinaya juga, sehingga meditasinya bakal terganggu?

koreksi dikit. Sang Buddha malah berpesan agar peraturan2 yg kurang penting boleh dihapuskan.
yg berkeputusan mempertahankan vinaya itu adalah maha kassapa, inipun menurut sumber tidak netral dari theravada.


Justru tidak ada di-katakan manakah peraturan yang kurang penting. Jadi memang sebaik-nya tidak di-rubah-rubah...Pihak yang ingin merubah vinaya justru me-legitimasi untuk merubah-rubah vinaya karena ada-nya pesan dari Buddha.
IMHO, memang tidak perlu di-lakukan perubahan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 04:40:18 PM
menambahkan dari sudut pandang berbeda ya :)

dan bagi bhikkhu2 yg benar2 menjalani kehidupan suci, meski ada rekening atas namanya ia tidak memiliki rekening tsb, sementara yg lain dapat memiliki rekening atas nama orang lain. jd yg tau hanya diri sendiri (bhikkhu ybs). ini bukan pembenaran ya... jgn disalah artikan. jgn... jgn...
saya tidak melihatnya berbeda. satu lagi yg setuju untuk tidak melihat sila dan vinaya secara kaku melainkan memakai pemahaman dengan cerdas.

Justru tidak ada di-katakan manakah peraturan yang kurang penting. Jadi memang sebaik-nya tidak di-rubah-rubah...Pihak yang ingin merubah vinaya justru me-legitimasi untuk merubah-rubah vinaya karena ada-nya pesan dari Buddha.
IMHO, memang tidak perlu di-lakukan perubahan...
noted, om. thanks opininya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 20 January 2011, 04:51:47 PM
karena semuanya pada sepemikiran, muncul pertanyaan berikut:
karena katanya sila adalah basis dari samadhi dan panna. kalo bhikkhu yg nakal memanfaatkan lobang vinaya, misalnya punya credit card dan rekening internet banking. apakah ini berefek pada samadhi dan meditasinya, atau gak? kalo berefek, nyatanya kan dia tidak melanggar vinaya dalam arti yg kaku. ataukah dia terhitung melanggar vinaya juga, sehingga meditasinya bakal terganggu?
Menurut saya, vinaya belum tentu adalah sila. Vinaya adalah tata aturan berperilaku bagi para bhikkhu. Misalnya mengenai jubah ekstra tidak boleh disimpan lebih dari 10 hari. Mungkin saja seorang bhikkhu bukan karena keserakahan menyimpan jubah tersebut. Walaupun secara vinaya telah melanggar, tapi saya pikir tidak ada hubungannya dengan sila (yang mendukung samadhi-panna).



Quote
koreksi dikit. Sang Buddha malah berpesan agar peraturan2 yg kurang penting boleh dihapuskan.
yg berkeputusan mempertahankan vinaya itu adalah maha kassapa, inipun menurut sumber tidak netral dari theravada.
Dalam hal ini juga ada pendapat bahwa perkataan Buddha itu hanya untuk menguji ketaatan para siswa. Saya tidak setuju hal tersebut, karena seorang Buddha hanya mengatakan kebenaran, bukan tukang mancing.
Menurut saya Mahakassapa tidak mengubahnya karena pada waktu konsili pertama itu, masih sangat dekat dengan jaman Buddha, maka boleh dibilang juga tidak ada perubahan kondisi dalam masyarakat yang signifikan.

Mengenai 'peraturan minor' yang boleh diubah, tetap kita tidak akan tahu karena memang Ananda tidak menanyakannya. Kita hanya bisa sebatas spekulasi saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 20 January 2011, 04:56:41 PM
saya tidak melihatnya berbeda. satu lagi yg setuju untuk tidak melihat sila dan vinaya secara kaku melainkan memakai pemahaman dengan cerdas.
noted, om. thanks opininya.
maksudnya kalau bahas vinaya, jgn lihat bhikkhu2 jelek aja, tp juga harus lihat bagaimana bhikkhu teladan menyikapinya. pointnya sih sama.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 20 January 2011, 05:31:00 PM
klop sudah.
ternyata semua setuju untuk melihat alasan dan esensinya, menggunakan kecerdasan untuk memahaminya, bukan secara kaku.

karena semuanya pada sepemikiran, muncul pertanyaan berikut:
karena katanya sila adalah basis dari samadhi dan panna. kalo bhikkhu yg nakal memanfaatkan lobang vinaya, misalnya punya credit card dan rekening internet banking. apakah ini berefek pada samadhi dan meditasinya, atau gak? kalo berefek, nyatanya kan dia tidak melanggar vinaya dalam arti yg kaku. ataukah dia terhitung melanggar vinaya juga, sehingga meditasinya bakal terganggu?

koreksi dikit. Sang Buddha malah berpesan agar peraturan2 yg kurang penting boleh dihapuskan.
yg berkeputusan mempertahankan vinaya itu adalah maha kassapa, inipun menurut sumber tidak netral dari theravada.

maaf, saya tidak klop. kalau selalu mempertimbangkan alasan, semua vinaya bisa di langgar dengan beribu alasan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tesla on 20 January 2011, 05:38:50 PM
maaf, saya tidak klop. kalau selalu mempertimbangkan alasan, semua vinaya bisa di langgar dengan beribu alasan.
dan dg cara yg sama, pengumbaran nafsu dapat dicapai tanpa pelanggaran vinaya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 January 2011, 05:45:25 PM
dan dg cara yg sama, pengumbaran nafsu dapat dicapai tanpa pelanggaran vinaya

bayangkan... tanpa pelanggaran vinaya (yang terlihat, terdengar, terasa) bisa mengumbar nafsu. apalagi kalau melanggar vinaya ? hehehehe

-- Buddha menyatakan bahwa seorang perumah tangga yang setia pada pasangan-annya itu sama baik-nya dengan seorang bhikkhu yang setia kepada vinaya-nya --
Kalau masih pingin laku-in hal yang melanggar vinaya, boleh saja lepas jubah... kapan-kapan kalau mau coba lagi kehidupan monastery, bisa join lagi... daripada melakukan pembenaran pelanggaran vinaya dengan berbagai alasan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 20 January 2011, 06:00:02 PM
bayangkan... tanpa pelanggaran vinaya (yang terlihat, terdengar, terasa) bisa mengumbar nafsu. apalagi kalau melanggar vinaya ? hehehehe

-- Buddha menyatakan bahwa seorang perumah tangga yang setia pada pasangan-annya itu sama baik-nya dengan seorang bhikkhu yang setia kepada vinaya-nya --
Kalau masih pingin laku-in hal yang melanggar vinaya, boleh saja lepas jubah... kapan-kapan kalau mau coba lagi kehidupan monastery, bisa join lagi... daripada melakukan pembenaran pelanggaran vinaya dengan berbagai alasan...
wih mantep, + 1
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 20 January 2011, 06:15:26 PM
maaf, saya tidak klop. kalau selalu mempertimbangkan alasan, semua vinaya bisa di langgar dengan beribu alasan.
Bro ryu salah paham. Maksudnya mempertimbangkan alasan dari si pembuat vinaya (=Buddha) BUKAN alasan si pelanggar vinaya. Misalnya soal emas & perak, alasan dari Buddha adalah kekayaan, kepemilikan yang rentan pada keserakahan. Jadi yang pakai kartu kredit jelas melanggar karena alasan tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 20 January 2011, 07:57:01 PM
Justru tidak ada di-katakan manakah peraturan yang kurang penting. Jadi memang sebaik-nya tidak di-rubah-rubah...Pihak yang ingin merubah vinaya justru me-legitimasi untuk merubah-rubah vinaya karena ada-nya pesan dari Buddha.
IMHO, memang tidak perlu di-lakukan perubahan...

IMO, sesudah ada perubahan pasti ada perbedaan, karena berbeda 'gampang dijual' kira2 begitulah. (ternyata ilmu pemasaran sudah ada dari dulu )  :))

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 20 January 2011, 08:28:00 PM
Bro ryu salah paham. Maksudnya mempertimbangkan alasan dari si pembuat vinaya (=Buddha) BUKAN alasan si pelanggar vinaya. Misalnya soal emas & perak, alasan dari Buddha adalah kekayaan, kepemilikan yang rentan pada keserakahan. Jadi yang pakai kartu kredit jelas melanggar karena alasan tersebut.
ya intinya adalah di pihak biku yang hendak mengambil jalannpastinya sudah mempertimbangkan ada suatu Vinaya yang memang "sebisa mungkin" dijalankan untuk menunjang lancar tidaknya jalan yang hendak ditempuh, apabila tujuannya lain pastinya vinaya itu hanya dijadikan beban dan tidak mau menyadari apabila telah melakukan pelanggaran.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 11:18:52 PM
maaf, saya tidak klop. kalau selalu mempertimbangkan alasan, semua vinaya bisa di langgar dengan beribu alasan.
anda gak mengerti konteks "alasan" di sini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 11:23:03 PM
Menurut saya, vinaya belum tentu adalah sila. Vinaya adalah tata aturan berperilaku bagi para bhikkhu. Misalnya mengenai jubah ekstra tidak boleh disimpan lebih dari 10 hari. Mungkin saja seorang bhikkhu bukan karena keserakahan menyimpan jubah tersebut. Walaupun secara vinaya telah melanggar, tapi saya pikir tidak ada hubungannya dengan sila (yang mendukung samadhi-panna).
kalo itu bukan vinaya, jadi apa itu sila bagi bhikkhu dalam konteks sila-samadhi-panna di sini?
pandangan umum di masyarakat buddhis, kalo bhikkhu ingin basis meditasinya kuat, vinayanya harus teguh. nah, saya ingin menggali apakah itu...
apakah itu 227 pasal ditaati kalimat demi kalimat? ataukah ada esensi lain yg lebih mendasar?
ataukah anda mendefinisikan sila ini yg lain lagi? silakan...

Dalam hal ini juga ada pendapat bahwa perkataan Buddha itu hanya untuk menguji ketaatan para siswa. Saya tidak setuju hal tersebut, karena seorang Buddha hanya mengatakan kebenaran, bukan tukang mancing.
Menurut saya Mahakassapa tidak mengubahnya karena pada waktu konsili pertama itu, masih sangat dekat dengan jaman Buddha, maka boleh dibilang juga tidak ada perubahan kondisi dalam masyarakat yang signifikan.

Mengenai 'peraturan minor' yang boleh diubah, tetap kita tidak akan tahu karena memang Ananda tidak menanyakannya. Kita hanya bisa sebatas spekulasi saja.
noted, om. saya setuju dengan anda. perbedaan pandangan thera dan maha ini udah gak bisa dibicarakan lagi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 20 January 2011, 11:27:48 PM
bayangkan... tanpa pelanggaran vinaya (yang terlihat, terdengar, terasa) bisa mengumbar nafsu. apalagi kalau melanggar vinaya ? hehehehe

-- Buddha menyatakan bahwa seorang perumah tangga yang setia pada pasangan-annya itu sama baik-nya dengan seorang bhikkhu yang setia kepada vinaya-nya --
Kalau masih pingin laku-in hal yang melanggar vinaya, boleh saja lepas jubah... kapan-kapan kalau mau coba lagi kehidupan monastery, bisa join lagi... daripada melakukan pembenaran pelanggaran vinaya dengan berbagai alasan...
konteks "alasan" di sini adalah alasan yg cerdas dan bijaksana, bukan alasan yg menipu diri sendiri ataupun alasan akal2an berlatarbelakang mau enak.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 21 January 2011, 05:39:21 AM
konteks "alasan" di sini adalah alasan yg cerdas dan bijaksana, bukan alasan yg menipu diri sendiri ataupun alasan akal2an berlatarbelakang mau enak.


boleh amandemen Vinaya tapi dengan alasan cerdas dan bijaksana, begitukah ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 21 January 2011, 06:38:55 AM
anda gak mengerti konteks "alasan" di sini.

okey, boleh beri contohnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 21 January 2011, 08:51:17 AM
ya intinya adalah di pihak biku yang hendak mengambil jalannpastinya sudah mempertimbangkan ada suatu Vinaya yang memang "sebisa mungkin" dijalankan untuk menunjang lancar tidaknya jalan yang hendak ditempuh, apabila tujuannya lain pastinya vinaya itu hanya dijadikan beban dan tidak mau menyadari apabila telah melakukan pelanggaran.
Karena itulah yang harus dimengerti adalah makna dari vinaya itu sendiri. Apa saja alasan dibuatnya vinaya tersebut. Jika tidak paham, maka tidak akan mendapat manfaat darinya. Yang kaku, hanya menuruti kata demi kata, yang fleksibel, menganggap tidak penting.

Kalau seseorang paham akan alasannya, maka tidak akan bertindak 'kaku' atau 'fleksibel', tetapi selalu menjaga manfaatnya. Misalnya Upali yang sangat memperhatikan vinaya sedetil-detilnya, dibilang kaku, tidak juga. Ia tahu kapan vinaya itu cocok, kapan tidak. Maka dikatakan sebagai yang terbaik dalam menjaga vinaya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 21 January 2011, 09:39:06 AM

Kalau seseorang paham akan alasannya, maka tidak akan bertindak 'kaku' atau 'fleksibel', tetapi selalu menjaga manfaatnya. Misalnya Upali yang sangat memperhatikan vinaya sedetil-detilnya, dibilang kaku, tidak juga. Ia tahu kapan vinaya itu cocok, kapan tidak. Maka dikatakan sebagai yang terbaik dalam menjaga vinaya.


 :jempol: bro Kainyn

YA UPALI patut di jadikan referensi utk yang 'anti kaku'   ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 21 January 2011, 10:55:16 AM
Bila kita melanggar peraturan sepantasnyalah kita mengakui pelanggaran tersebut.
Bukan mencari pembenaran untuk pelanggaran tersebut.

Alasan dikemukakan bukan untuk membenarkan suatu pelanggaran tetapi,
alasan dikemukakan untuk mengakui bahwa kita terpaksa melakukan pelanggaran karena sesuatu, dan bersedia dihukum karena pelanggaran tersebut.

Yang satu membuat pembenaran atas suatu pelanggaran, yang lain meminta keringanan hukuman atas pelanggaran tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 21 January 2011, 11:08:43 AM
Bila kita melanggar peraturan sepantasnyalah kita mengakui pelanggaran tersebut.
Bukan mencari pembenaran untuk pelanggaran tersebut.

Alasan dikemukakan bukan untuk membenarkan suatu pelanggaran tetapi,
alasan dikemukakan untuk mengakui bahwa kita terpaksa melakukan pelanggaran karena sesuatu, dan bersedia dihukum karena pelanggaran tersebut.

Yang satu membuat pembenaran atas suatu pelanggaran, yang lain meminta keringanan hukuman atas pelanggaran tersebut.
Kalau baca di sutta, dikatakan adalah suatu kebiasaan dalam disiplin ariya untuk mengakui kesalahan agar tidak terulang kembali di masa depan. Masalahnya, tidak semua orang bergabung dengan sangha untuk tujuan yang mulia.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 January 2011, 11:16:52 AM
Kalau baca di sutta, dikatakan adalah suatu kebiasaan dalam disiplin ariya untuk mengakui kesalahan agar tidak terulang kembali di masa depan. Masalahnya, tidak semua orang bergabung dengan sangha untuk tujuan yang mulia.



benar, menyedihkan bahwa banyak orang yg bergabung dengan Sangha demi profesi,  untuk mencari nafkah, sebagai sumber mata pencarian yg bebas pajak.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 21 January 2011, 11:26:45 AM
Bila kita melanggar peraturan sepantasnyalah kita mengakui pelanggaran tersebut.
Bukan mencari pembenaran untuk pelanggaran tersebut.

Alasan dikemukakan bukan untuk membenarkan suatu pelanggaran tetapi,
alasan dikemukakan untuk mengakui bahwa kita terpaksa melakukan pelanggaran karena sesuatu, dan bersedia dihukum karena pelanggaran tersebut.

Yang satu membuat pembenaran atas suatu pelanggaran, yang lain meminta keringanan hukuman atas pelanggaran tersebut.
betul, yang terpenting bukan mencari celah untuk melanggar, tapi untuk menyadari mana yang melanggar atau tidak.

jangan nanti seperti ada pernyataan membunuh dibenarkan oleh buda seperti pemahaman salah satu member yang sudah di bann.

seperti contoh, dalam satu negara ada peraturan harus memakai helm dalam berkendaraan motor.

apabila dia melanggar mau alasan apapun namanya melanggar tetap harus ada sangsi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 21 January 2011, 11:51:55 AM
Bergabung dengan sangha hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi sebetulnya sangat menakutkan. Sekilas mengingatkan tentang yang dibahas dalam Milinda Panha di mana Buddha berkhotbah dan banyak bhikkhu muntah darah panas. Dalam khotbah itu Buddha membandingkan 7 hal:
1. memangku cewek dengan memangku api membara
2. menerima namaskara umat dengan menggores kaki hingga kulit, otot, tulang hancur
3. menerima anjali umat dengan ditusuk pedang tajam
4. menerima jubah dari umat dengan memakai lempengan logam yang panas menyala
5. menerima makanan umat dengan menelan bola berduri yang panas
6. menerima tempat duduk yang dipersiapkan umat dengan dipaksa duduk di logam menyala
7. menerima tempat tinggal yang diberikan umat dengan dicelup ke wadah berapi berisi kotoran yang mendidih
Buddha mengatakan adalah lebih baik bagi bhikkhu-bhikkhu palsu untuk mengalami siksaan tersebut karena walaupun menyiksa dan menyakitkan, tetapi tidak akan menyebabkan mereka terlahir di alam sengsara (niraya). Sedangkan menerima yang enak-enak dari umat, akan menyebabkan mereka terlahir di alam sengsara tersebut.
Mendengar khotbah tersebut, sebagian muntah darah, sebagian meninggalkan sangha, tapi sebagian lagi mencapai Arahatta.

Khotbah ini mirip seperti khotbah tentang Sudinna yang berhubungan seks dengan mantan istrinya di mana dikatakan bagi petapa lebih baik memasukan p*n*s ke mulut ular berbisa daripada berhubungan seksual dengan wanita. 

Bisa dilihat kelakuan bhikkhu palsu selain merusak kehidupan sangha, mempercepat punahnya dhamma-vinaya, bisa juga membuat orang kehilangan keyakinan bahkan jijik terhadap dhamma karena salah paham. Karena itu, kammanya sungguh buruk.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 21 January 2011, 11:57:52 AM
boleh amandemen Vinaya tapi dengan alasan cerdas dan bijaksana, begitukah ?
kalo anda mengikuti percakapan dengan om bill, anda gak akan menanyakan itu.
okey, boleh beri contohnya?
saya pikir waktu anda menulis "tidak klop", anda sudah mengikuti alur diskusi yg sebelumnya.
silakan baca kembali.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 21 January 2011, 05:26:22 PM
saya pikir waktu anda menulis "tidak klop", anda sudah mengikuti alur diskusi yg sebelumnya.
silakan baca kembali.
yang saya baca hanyalah seperti adanya pembenaran2 untuk melanggar vinaya, yang namanya pelanggaran adalah pelanggaran, baik itu disadari atau tidak, soal sangsi atau hukuman diri sendiri dan juga bisa orang lain yang menilai, yang terpenting adalah ada vinaya dan ada pelanggaran, dan juga sikap yang baik dari seseorang yang MAU mengakui pelanggaran yang diperbuatnya, seperti contoh ajahn chan yang merokok ya, dia menyadari merokok itu tidak baik ya akhirnya mau mengakui khan bukannya mencari celah untuk melakukan hal itu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 22 January 2011, 11:08:54 AM
yang saya baca hanyalah seperti adanya pembenaran2 untuk melanggar vinaya, yang namanya pelanggaran adalah pelanggaran, baik itu disadari atau tidak, soal sangsi atau hukuman diri sendiri dan juga bisa orang lain yang menilai, yang terpenting adalah ada vinaya dan ada pelanggaran, dan juga sikap yang baik dari seseorang yang MAU mengakui pelanggaran yang diperbuatnya, seperti contoh ajahn chan yang merokok ya, dia menyadari merokok itu tidak baik ya akhirnya mau mengakui khan bukannya mencari celah untuk melakukan hal itu.

Tidak mungkin melanggar vinaya seperti itu saja... pasti ada rekayasa orang-orang CIA...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: williamhalim on 22 January 2011, 01:49:19 PM
dan dg cara yg sama, pengumbaran nafsu dapat dicapai tanpa pelanggaran vinaya

Setidaknya dengan adanya Vinaya, para bhikkhu serius mempunyai pegangan untuk pengembangan disiplin dan latihannya.


::
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: phrabuddha01 on 31 January 2011, 06:48:29 PM
theravada adalah ajaran buddha yang mendekati aslinya tanpa mencampuradukkan ajaran dri guru guru lain dan merupakan ajaran yang mengenal adanya 31 alam kehidupan beserta tingkah laku karma dalam hidup kita,juga mengajarkan bagaimana karma tidak bisa dilepaskan oleh orang lain tetapi hanya diwariskan pd kita,smoga demikian
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Eglantine on 10 February 2011, 07:07:32 AM
 _/\_ Namo Buddhaya..
Pandangan para penganut Theravada trhdp penganut mazhab / aliran lain adalah menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama..
Coba deh, renungin isi prasasti asoka.. Gak peduli apapun agama / mazhab / kepercayaan orang lain, sebaiknya kita bertoleransi kepada mereka..
Agama / mazhab / apapun kepercayaan lain, itu cuma merupakan kecocokan aja.. Jng dilihat dari benar ato salah.. asli ato palsu..
Saya memilih Theravada, karena cocok dengan Theravada..Bagaimana dng kalian??
Sesama umat beragama harusnya saling merangkul satu sama lain ( apalagi sesama umat Buddha ), sehingga tercipta keharmonisan hidup..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 10 February 2011, 07:11:25 AM
_/\_ Namo Buddhaya..
Pandangan para penganut Theravada trhdp penganut mazhab / aliran lain adalah menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama..


terbalik, Bro. ini topiknya tentang bagaimana pandangan aliran lain terhadap Theravada, bukan sebaliknya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 10 February 2011, 10:11:50 AM
yang saya baca hanyalah seperti adanya pembenaran2 untuk melanggar vinaya, yang namanya pelanggaran adalah pelanggaran, baik itu disadari atau tidak, soal sangsi atau hukuman diri sendiri dan juga bisa orang lain yang menilai, yang terpenting adalah ada vinaya dan ada pelanggaran, dan juga sikap yang baik dari seseorang yang MAU mengakui pelanggaran yang diperbuatnya, seperti contoh ajahn chan yang merokok ya, dia menyadari merokok itu tidak baik ya akhirnya mau mengakui khan bukannya mencari celah untuk melakukan hal itu.

kian tahun kian langka, manusia seperti ajahn Chah.  ^:)^
yang ada malah mencari celah/pembenaran.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Mas Tidar on 21 February 2011, 09:18:40 AM
topik yang sangat menarik

saya yang berada di daerah jadi lebih mengerti, apa yang terjadi diluar sana




salam,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 21 February 2011, 09:38:00 AM
topik yang sangat menarik

saya yang berada di daerah jadi lebih mengerti, apa yang terjadi diluar sana




salam,
Betul, saya tinggal di Jakarta, maka semangka warnanya merah.

Salam.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 February 2011, 09:41:23 AM
Betul, saya tinggal di Jakarta, maka semangka warnanya merah.

Salam.

belum tentu, saya juga tinggal di Jakarta, tapi semangka warnanya kuning
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 21 February 2011, 09:46:06 AM
belum tentu, saya juga tinggal di Jakarta, tapi semangka warnanya kuning
Itu karena semangkanya dipotong sore-sore.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 21 February 2011, 10:15:39 AM
Itu karena semangkanya dipotong sore-sore.

semangka saya gak berbiji.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 February 2011, 10:19:00 AM
semangka saya gak berbiji.

semua salah dan semua benar
semangka ada banyak jenis: ada semangka merah dan ada semangka kuning, ada semangka berbiji banyak dan ada semangka berbiji sedikit dan ada semangka tanpa biji
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 21 February 2011, 10:23:50 AM
semua salah dan semua benar
semangka ada banyak jenis: ada semangka merah dan ada semangka kuning, ada semangka berbiji banyak dan ada semangka berbiji sedikit dan ada semangka tanpa biji
Betul, dan itu semua ditentukan dari bagaimana cara memasak sup, sebagaimana lebih tau keadaan di luar sana ditentukan apakah tinggal di daerah atau bukan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 21 February 2011, 11:14:29 AM
semua salah dan semua benar
semangka ada banyak jenis: ada semangka merah dan ada semangka kuning, ada semangka berbiji banyak dan ada semangka berbiji sedikit dan ada semangka tanpa biji

Semua tidak salah dan semua tidak benar...
Tidak semua salah dan tidak semua benar...
Ada yang salah dan ada yang benar...
Tidak semua tidak salah dan tidak semua tidak benar...
Terkadang ada yang salah dan Terkadang ada yang benar...

 ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 21 February 2011, 11:22:58 AM
Semua tidak salah dan semua tidak benar...
Tidak semua salah dan tidak semua benar...
Ada yang salah dan ada yang benar...
Tidak semua tidak salah dan tidak semua tidak benar...
Terkadang ada yang salah dan Terkadang ada yang benar...

 ;D

Tapi tetap saya lebih benar karena saya suka apel.

Sudahlah, ayo BTT! ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 21 February 2011, 11:51:42 AM
Tapi tetap saya lebih benar karena saya suka apel.

Sudahlah, ayo BTT! ;D

Bukan karena anda suka apel ataupun anda cocok dengan apel, membuat apel lebih benar daripada semangka ?
hahahahhaa...

 ^:)^ ^:)^ ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dhammadinna on 21 February 2011, 11:59:55 AM
 [at]  Admin: tolong judul thread ini diganti menjadi,

Pertanyaan Kritis Mengenai Buah-buahan Menurut Pandangan yang Berbeda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 21 February 2011, 05:27:58 PM
mohon maaf, request tidak dapat dipenuhi. Ini karena saya suka duren. :hammer:

:backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 21 February 2011, 10:29:54 PM
mohon maaf, request tidak dapat dipenuhi. Ini karena saya suka duren. :hammer:

:backtotopic:

Semangka ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 22 February 2011, 05:38:00 PM
:hammer:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Mas Tidar on 22 February 2011, 08:28:31 PM
sesuai dengan Subject " ... menurut pandangan yang berbeda".

... = semangka, durian etc
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: blood_demon on 22 February 2011, 08:54:04 PM
karena aye theravada so kagak ada kritis kritis dhe buat theravada. tp jg aye kagak ada kritis kritis buat yg lain. yg ada kritis sendiri =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: savana_zhang on 30 March 2011, 12:26:16 PM
Nah, ini baru fair. ;D

Begini, beberapa pihak 'kan sering klaim bahwa Theravada yang paling 'asli' dan sebagainya, tapi kita lihat dari Tipitaka Pali saja banyak catatan meragukan, misalnya di thread sebelah (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,10555.0.html) tercatat 2 kisah Bahiya yang berbeda di mana salah satunya seharusnya salah. Gimana pihak Theravadin yang mengklaim Tipitaka paling asli dan benar menanggapinya?


yg di klaim asli dr segi arkeologi dan kajian sejarah adalah 3 nikaya,sedangkan utk yg lain masih merupakan kontorvesi,namun tentunya sebagai murid buddha tidak hanya theravada melainkan aliran manapun kita seharusnya tidak hanya berPAKU pada kitab suci melainkan pada pengalaman pribadi dan penyelidikan yg seksama atas fenomena yg disebutkan dikitab suci,kitab hanya pedoman luar.pedoman yg sebenarnya ada didalam diri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 30 March 2011, 01:41:48 PM
yg di klaim asli dr segi arkeologi dan kajian sejarah adalah 3 nikaya,sedangkan utk yg lain masih merupakan kontorvesi,namun tentunya sebagai murid buddha tidak hanya theravada melainkan aliran manapun kita seharusnya tidak hanya berPAKU pada kitab suci melainkan pada pengalaman pribadi dan penyelidikan yg seksama atas fenomena yg disebutkan dikitab suci,kitab hanya pedoman luar.pedoman yg sebenarnya ada didalam diri.
Setuju. Semoga memang (umat Buddha umumnya, Theravada khususnya) berperilaku demikian.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 01 April 2011, 08:27:56 PM
Theravada dan Mahayana keduanya merupakan ajaran Sang Buddha. jadi tergantung kecenderungan bathin mahluk itu sendiri lebih cocok ke yg kemana. Buddhism diajarkan kepada semua mahluk dengan level bathin yg sangat beragam oleh krn itu ada Theravada dan Mahayana.

tujuan akhir theravada = Nibanna (bebas dari siklus samsara)/Arahatship
tujuan akhir mahayana = Kebuddhaan (Samyak Sambuddha)/Buddhahood, ttp kalau mahluk itu mau kapanpun ia bisa memasuki nibanna.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: M14ka on 01 April 2011, 09:04:32 PM
Dulu sy blajar mahayana(kendaraan besar) hinayana(kendaraan kecil), apakah hinayana dan theravada sama?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 01 April 2011, 09:06:48 PM
Dulu sy blajar mahayana(kendaraan besar) hinayana(kendaraan kecil), apakah hinayana dan theravada sama?

sepertinya beda, kendaraan besar adalah kapal, pesawat, kereta api, dll. kendaraan kecil adalah sepeda motor, becak, bajaj,dll
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: M14ka on 01 April 2011, 09:13:02 PM
‎​‎​ω̲̅k̲̅=Dω̲̅k̲̅:pω̲̅k̲̅=))ω̲̅k̲̅=))ω̲̅k̲̅:pω̲̅k̲̅ :)) thx kk indra...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Umat Awam on 01 April 2011, 09:14:36 PM
sepertinya beda, kendaraan besar adalah kapal, pesawat, kereta api, dll. kendaraan kecil adalah sepeda motor, becak, bajaj,dll

:))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 01 April 2011, 10:43:06 PM
sepertinya beda, kendaraan besar adalah kapal, pesawat, kereta api, dll. kendaraan kecil adalah sepeda motor, becak, bajaj,dll

Kalau ke Nirvana enakan naik kendaraan yang besar apa kendaraan yang kecil ya...? Maksudnya lebih nyaman mana...? Servicenya bagusan mana...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 02 April 2011, 05:47:13 AM
Kalau ke Nirvana enakan naik kendaraan yang besar apa kendaraan yang kecil ya...? Maksudnya lebih nyaman mana...? Servicenya bagusan mana...?

biasanya kalau lagi liburan lebih nyaman pakai kendaraan besar, kursinya besar, servicenya lebih bagus, nyaman, santai, cepat lupa diri(ngantuk)  :))
kalau ke nirwana tidak tahu deh ? dimana sih nirwana itu ?  =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 02 April 2011, 09:58:25 AM
Theravada dan Mahayana keduanya merupakan ajaran Sang Buddha. jadi tergantung kecenderungan bathin mahluk itu sendiri lebih cocok ke yg kemana. Buddhism diajarkan kepada semua mahluk dengan level bathin yg sangat beragam oleh krn itu ada Theravada dan Mahayana.

tujuan akhir theravada = Nibanna (bebas dari siklus samsara)/Arahatship
tujuan akhir mahayana = Kebuddhaan (Samyak Sambuddha)/Buddhahood, ttp kalau mahluk itu mau kapanpun ia bisa memasuki nibanna.

Tetapi perbedaan theravada dan mahayana tidak "seserdehana" yang disebut diatas... Persoalannya bukan kapan bisa mencapai nibbana... tetapi bisa "keluar" dari nibbana seorang sravaka dan lanjut pencapaian ke samyaksambuddha (bodhisatva tingkat ke-10). Ini beda doktrin.
Theravada = Savaka setelah parinibbana sudah tidak terlahirkan di alam manapun lagi
Mahayana = Bagi yang ingin, Sravaka masih bisa lanjut ke Samyaksambuddha (bodhisatva tingkat 10) pada kehidupan yang akan datang pada suatu masa tertentu (Ref : Saddharmapundarika Sutra ada yang menceritakan tentang ramalan pencapaian para sravaka yang akan mencapai annutara samyaksambuddha di masa mendatang)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 02 April 2011, 11:08:52 AM
Sebenarnya awal perbedaan karena Mahayana tidak mengerti bahwa Arahat juga adalah Buddha (Savaka Buddha).

Kita bisa melihat jelas bahwa Mahayana tidak mengerti, karena ada konsep mencapai ke-Buddha-an hanya dalam satu kali kehidupan. Arahat adalah pencapaian Buddha dalam satu kali kehidupan, jadi siapapun yang mencapai ke-Buddha-an dimasa ajaran Sammasambuddha masih ada, disebut Savaka Buddha. Julukannya yang lebih populer adalah Arahat.

Karena Arahat juga adalah Buddha, maka untuk mencapai ke-Buddha-an/Arahat juga harus memenuhi parami. Tak mungkin tingkat kesucian dicapai tanpa mengumpulkan parami.
Tak ada seketika dhuarrrr... langsung menjadi Arahat, atau menjadi Buddha.

Sammasambuddha hanya muncul di dunia, bila tak ada ajaran Buddha lain. Tak mungkin ada dua Sammasambuddha pada satu masa di bumi.

Yang satu akan muncul hanya bila ajaran yang lain telah lenyap, inilah hukum yang pasti.


Jadi bila muncul Buddha lain di jaman ajaran Buddha Gotama masih ada, maka itu adalah Buddha palsu, atau bila ada Buddha sungguhan (memang telah mencapai kesucian setara Sang Buddha Gotama) maka disebut Savaka Buddha, yang lebih populer dengan sebutan Arahat.

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 02 April 2011, 12:00:59 PM
Sebenarnya awal perbedaan karena Mahayana tidak mengerti bahwa Arahat juga adalah Buddha (Savaka Buddha).
Kita bisa melihat jelas bahwa Mahayana tidak mengerti, karena ada konsep mencapai ke-Buddha-an hanya dalam satu kali kehidupan. Arahat adalah pencapaian Buddha dalam satu kali kehidupan, jadi siapapun yang mencapai ke-Buddha-an dimasa ajaran Sammasambuddha masih ada, disebut Savaka Buddha. Julukannya yang lebih populer adalah Arahat.

Mettacittena,


bold, tidak mengerti berarti micchaditthi/pandangan salah donk ?   ::)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 12:45:25 PM
Sebenarnya awal perbedaan karena Mahayana tidak mengerti bahwa Arahat juga adalah Buddha (Savaka Buddha).

Kita bisa melihat jelas bahwa Mahayana tidak mengerti, karena ada konsep mencapai ke-Buddha-an hanya dalam satu kali kehidupan. Arahat adalah pencapaian Buddha dalam satu kali kehidupan, jadi siapapun yang mencapai ke-Buddha-an dimasa ajaran Sammasambuddha masih ada, disebut Savaka Buddha. Julukannya yang lebih populer adalah Arahat.

Karena Arahat juga adalah Buddha, maka untuk mencapai ke-Buddha-an/Arahat juga harus memenuhi parami. Tak mungkin tingkat kesucian dicapai tanpa mengumpulkan parami.
Tak ada seketika dhuarrrr... langsung menjadi Arahat, atau menjadi Buddha.

Sammasambuddha hanya muncul di dunia, bila tak ada ajaran Buddha lain. Tak mungkin ada dua Sammasambuddha pada satu masa di bumi.

Yang satu akan muncul hanya bila ajaran yang lain telah lenyap, inilah hukum yang pasti.


Jadi bila muncul Buddha lain di jaman ajaran Buddha Gotama masih ada, maka itu adalah Buddha palsu, atau bila ada Buddha sungguhan (memang telah mencapai kesucian setara Sang Buddha Gotama) maka disebut Savaka Buddha, yang lebih populer dengan sebutan Arahat.

Mettacittena,

maaf bro sekedar masukan....
di dalam aliran mahayana (terutama yg tibetan) kita dibabarkan mengenai tiga motivasi, yaitu:

1.Motivasi kecil (seseorang mempraktekkan buddhadharma untuk kelahiran berikutnya yg lebih beruntung, seperti terlahir sbg dewa, sbg raja, dll)

2.Motivasi menengah (seseorang mempraktekkan buddhadharma untuk bebas seorang diri dari samsara/parinibanna/arahat)

3.Motivasi Agung (seseorang mempraktekkan buddhadharma untuk mencapai Kebuddhaan/Buddhahood/samyak sambuddha demi menolong mahluk lain)

silahkan mahluk itu pilih sendiri motivasi mana yang  diinginkan sesuai dengan kapasitas bathin mahluk itu sendiri.
apabila ia memilih motivasi agung, ia akan memasuki jalur yang kemudian menjadi Boddhisattva (level 1-10), dimana ia berjuang untuk menolong mahluk lain agar bebas dari penderitaan.

seorang bodhisattva level tertentu mampu menjelmakan/mengemanasi dirinya sbg seorang sravaka atau arahat (walaupun sebenarnya dirinya adalah seorang bodhisattva level tertentu)

ketika Sakyamuni Buddha turun ke dunia, beliau didampingi oleh 8 bodhisattva, yang menjelmakan dirinya menjadi sravaka atau arahat atau bahkan bisa mahluk apa saja. dimana sebenarnya 8 bodhisattva tersebut merupakan penjelmaan dari 8 Buddha (Avalokitesvara, Manjushri, Samantabadra, Maitreya, Vajrapani, Akashagarbha, SarvaNivarana-vishva-kambin, Ksitigarbha ). walaupun pada era Sakyamuni Buddha yang mendapat giliran mengajarkan dharma di bumi adalah Sakyamuni Buddha.

tidak tertutup kemungkinan bahwa ada juga ratusan, milyaran, bahkan trilyunan bodhisattva yang merupakan penjelmaan buddha-buddha masa lampau yang mungkin hadir pada saat Sakyamuni Buddha membabarkan dharma.

kita(manusia biasa) sulit utk mengetahui mahluk yang mana yang merupakan penjelmaan para buddha, sampai kita sendiri mencapai kebudhaan, barulah kita bisa mengenali penjelmaan para buddha2 tsb.

seperti itulah yang pernah saya dengar....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: M14ka on 02 April 2011, 12:54:05 PM
Sy pernah blajar disekolah ad Buddha masa lalu dan Buddha masa mendatang, yg mendatang adalah Maitreya, apakah itu benar ato hanya aliran tertentu saja?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 02 April 2011, 01:24:22 PM
Sebenarnya awal perbedaan karena Mahayana tidak mengerti bahwa Arahat juga adalah Buddha (Savaka Buddha).

Kita bisa melihat jelas bahwa Mahayana tidak mengerti, karena ada konsep mencapai ke-Buddha-an hanya dalam satu kali kehidupan. Arahat adalah pencapaian Buddha dalam satu kali kehidupan, jadi siapapun yang mencapai ke-Buddha-an dimasa ajaran Sammasambuddha masih ada, disebut Savaka Buddha. Julukannya yang lebih populer adalah Arahat.

Karena Arahat juga adalah Buddha, maka untuk mencapai ke-Buddha-an/Arahat juga harus memenuhi parami. Tak mungkin tingkat kesucian dicapai tanpa mengumpulkan parami.
Tak ada seketika dhuarrrr... langsung menjadi Arahat, atau menjadi Buddha.

Sammasambuddha hanya muncul di dunia, bila tak ada ajaran Buddha lain. Tak mungkin ada dua Sammasambuddha pada satu masa di bumi.

Yang satu akan muncul hanya bila ajaran yang lain telah lenyap, inilah hukum yang pasti.


Jadi bila muncul Buddha lain di jaman ajaran Buddha Gotama masih ada, maka itu adalah Buddha palsu, atau bila ada Buddha sungguhan (memang telah mencapai kesucian setara Sang Buddha Gotama) maka disebut Savaka Buddha, yang lebih populer dengan sebutan Arahat.

Mettacittena,


Justru itu bro... yang sering saya tampilkan di forum2 adalah "ADA" perbedaan yang cukup prinsipil antara Theravada dan Mahayana (Tantra/Vajra juga termasuk di dalam Mahayana).
Sedangkan mengenai  klausal BENAR atau SALAH, saya sendiri tidak dapat menentukan ajaran manakah yang BENAR secara ABSOLUT, tetapi setidaknya sesuai NILAI, LOGIKA, PENGETAHUAN saya, saya lebih PREFER/COCOK dengan doktrin THERAVADA dibandingkan dengan MAHAYANA.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 01:32:13 PM

aliran Theravada dan Mahayana, keduanya benar, merupakan yang dibabarkan oleh Sang Buddha. "KITA TIDAK BOLEH MEMBANDINGKAN/MERENDAHKAN/MENGHINA ALIRAN2 TSB", karena karma buruknya sangatlah "FATAL" lebih buruk daripada menghancurkan seluruh stupa buddha di bumi ini.

berhati-hati lah kawan...please ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 02 April 2011, 01:34:52 PM
aliran Theravada dan Mahayana, keduanya benar, merupakan yang dibabarkan oleh Sang Buddha. "KITA TIDAK BOLEH MEMBANDINGKAN/MERENDAHKAN/MENGHINA ALIRAN2 TSB", karena karma buruknya sangatlah "FATAL" lebih buruk daripada menghancurkan seluruh stupa buddha di bumi ini.

berhati-hati lah kawan...please ^:)^

masak beda harus disamakan ! please ....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 02 April 2011, 01:36:20 PM
aliran Theravada dan Mahayana, keduanya benar, merupakan yang dibabarkan oleh Sang Buddha. "KITA TIDAK BOLEH MEMBANDINGKAN/MERENDAHKAN/MENGHINA ALIRAN2 TSB", karena karma buruknya sangatlah "FATAL" lebih buruk daipada menghancurkan seluruh stupa buddha di bumi ini.

berhati-hati lah kawan...please ^:)^

Kalau anda memandang itu sama ? saya memandang-nya kedua doktrin itu ada perbedaannya, dan bahkan cukup prinsipil.
Di Dalam Saddharmapundarika Sutra, ada juga dikatakan BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an berkalpa-kalpa yang lampau. Jadi skenario apakah yang di-"pertontonkan" oleh Siddharta (versi mahayana) dalam usaha mencapai ke-BUDDHA-annya ?
Ada satu jawaban yang sangat pamungkas ? (Mungkin anda tahu).

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 01:37:43 PM
masak beda harus disamakan ! please ....

memang berbeda bro, tapi kan SAMA-SAMA buddhisme ??? :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 02 April 2011, 01:42:42 PM
memang berbeda bro, tapi kan SAMA-SAMA buddhisme ??? :-?

Label-nya sama... tapi dari telaah doktrin ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 01:47:42 PM
Kalau anda memandang itu sama ? saya memandang-nya kedua doktrin itu ada perbedaannya, dan bahkan cukup prinsipil.
Di Dalam Saddharmapundarika Sutra, ada juga dikatakan BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an berkalpa-kalpa yang lampau. Jadi skenario apakah yang di-"pertontonkan" oleh Siddharta (versi mahayana) dalam usaha mencapai ke-BUDDHA-annya ?
Ada satu jawaban yang sangat pamungkas ? (Mungkin anda tahu).

ya anda benar, menurut mahayana, dikatakan BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an berkalpa-kalpa yang lampau. beliau adalah seorang boddhisattva agung di surga Tusita sebelum memasuki rahim ibunya...

menurut versi mahayana (bukan versi saya pribadi), BUDDHA SAKYAMUNI membabarkan dharma, krn memang sudah waktunya bagi beliau mendidik/mencontohkan semua mahluk bgmn mencapai kebudhaan... jadi bukan 'skenario' atau 'sandiwara' belaka....

seperti itulah yang pernah saya dengar....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 02 April 2011, 01:50:11 PM
ya anda benar, menurut mahayana, dikatakan BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an berkalpa-kalpa yang lampau. beliau adalah seorang boddhisattva agung di surga Tus**ta sebelum memasuki rahim ibunya...

menurut versi mahayana (bukan versi saya pribadi), BUDDHA SAKYAMUNI membabarkan dharma, krn memang sudah waktunya bagi beliau mendidik/mencontohkan semua mahluk bgmn mencapai kebudhaan... jadi bukan 'skenario' atau 'sandiwara' belaka....

seperti itulah yang pernah saya dengar....

mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lampau apakah = dengan sebagai bodhisatva di surga Tusita ?

Terminologi bodhisatva yang menurut bro itu seperti apa ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 02:04:59 PM
mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lampau apakah = dengan sebagai bodhisatva di surga Tusita ?

Terminologi bodhisatva yang menurut bro itu seperti apa ?

boddhisattva adalah mahluk2 yang mempraktekkan budhadharma dengan berdana paramita, untuk menolong mahluk2 lain agar bebas dari penderitaan dan juga menolong mahluk2 tsb mencapai 1.parinibanna atau 2.Kebudhaan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 02:07:10 PM
aliran Theravada dan Mahayana, keduanya benar, merupakan yang dibabarkan oleh Sang Buddha. "KITA TIDAK BOLEH MEMBANDINGKAN/MERENDAHKAN/MENGHINA ALIRAN2 TSB", karena karma buruknya sangatlah "FATAL" lebih buruk daripada menghancurkan seluruh stupa buddha di bumi ini.

berhati-hati lah kawan...please ^:)^

tidak ada posting saya yg mengatakan kedua aliran itu sama...bro...baca baik2...kedua aliran tsb 'benar dan tidak ada yg salah'  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 02 April 2011, 02:10:45 PM
boddhisattva adalah mahluk2 yang mempraktekkan budhadharma dengan berdana paramita, untuk menolong mahluk2 lain agar bebas dari penderitaan dan juga menolong mahluk2 tsb mencapai 1.parinibanna atau 2.Kebudhaan

inti-nya bodhisatva belum mencapai ke-BUDDHA-an donk...
jadi apa inti yang disampaikan di dalam Saddharmapundarika sutra bahwa BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lampau (arti-nya disini tentunya SUDAH PERNAH mencapai ke-BUDDHA-an), bukan bodhisatva donk.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 02:23:13 PM
inti-nya bodhisatva belum mencapai ke-BUDDHA-an donk...
jadi apa inti yang disampaikan di dalam Saddharmapundarika sutra bahwa BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lampau (arti-nya disini tentunya SUDAH PERNAH mencapai ke-BUDDHA-an), bukan bodhisatva donk.


BUDDHA SAKYAMUNI sudah pasti bodhisattva agung, paling tidak level 10...bahkan ada yg mengatakan bahwa beliau hanya mencontohkan kpd semua mahluk bgmn mencapai pencerahan sempurna dan bebas dari penderitaan.

mengenai bodhisattva (level 1-10), anda bisa mencari lebih detail di Google aja banyak kok...sulit membedakan seorang bodhisattva yang sudah level 10 lho ya... dengan seorang samyak sambuddha.

tetapi seorang samyak sambudha bisa meng"emanasi"/menjelmakan dirinya hingga tak terhingga dalam bentuk apapun, bahkan dalam bentuk seorang boddhisattva, binatang, alien, preta, dll...yg sulit kita ketahui...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 02 April 2011, 02:31:15 PM


BUDDHA SAKYAMUNI sudah pasti bodhisattva agung, paling tidak level 10...bahkan ada yg mengatakan bahwa beliau hanya mencontohkan kpd semua mahluk bgmn mencapai pencerahan sempurna dan bebas dari penderitaan.

mengenai bodhisattva (level 1-10), anda bisa mencari lebih detail di Google aja banyak kok...sulit membedakan seorang bodhisattva yang sudah level 10 lho ya... dengan seorang samyak sambuddha.

tetapi seorang samyak sambudha bisa meng"emanasi"/menjelmakan dirinya hingga tak terhingga dalam bentuk apapun, bahkan dalam bentuk seorang boddhisattva, binatang, alien, preta, dll...yg sulit kita ketahui...

apakah ada referensi (dari mahayana) tentang kelahiran terakhir Siddharta sebagai dewa di Surga Tusita sudah mencapai bodhisatva tingkat keberapa ? Karena sepengetahuan saya, seorang annutara samyaksambuddha baru dikatakan mencapai tingkat ke-10 dalam konsep Dasabhumi Bodhisatva Mahayana
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 03:20:09 PM
apakah ada referensi (dari mahayana) tentang kelahiran terakhir Siddharta sebagai dewa di Surga Tusita sudah mencapai bodhisatva tingkat keberapa ? Karena sepengetahuan saya, seorang annutara samyaksambuddha baru dikatakan mencapai tingkat ke-10 dalam konsep Dasabhumi Bodhisatva Mahayana

saya jg kesulitan nyarinya buku spt itu bro...maaf tapi coba di google aja.

menurut sepengatahuan saya samyaksambuddha itu bodhisatva level10 ke atas (tak terhingga)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 02 April 2011, 03:52:18 PM
saya jg kesulitan nyarinya buku spt itu bro...maaf tapi coba di google aja.

menurut sepengatahuan saya samyaksambuddha itu bodhisatva level10 ke atas (tak terhingga)

referensi bro tentang tingkat bodhisatva (konsep mahayana) dari mana ? kok ada level di atas 10 ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 03:57:11 PM
referensi bro tentang tingkat bodhisatva (konsep mahayana) dari mana ? kok ada level di atas 10 ?
menurut karya guru Arya Asanga, level ke 10 memang paling tinggi...selebihnya tak terhingga utk jelasnya cari buku ini saja "Boddhisattvabhumi by Asanga" semoga membantu... ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 02 April 2011, 05:45:29 PM
menurut karya guru Arya Asanga, level ke 10 memang paling tinggi...selebihnya tak terhingga utk jelasnya cari buku ini saja "Boddhisattvabhumi by Asanga" semoga membantu... ^:)^

guru arya asanga siapa ya ?
guru arya asanga dapat mengetahui level2 dari mana ?
udah pencapaian level bodhisatva ke berapa ?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 07:01:31 PM
guru arya asanga siapa ya ?
guru arya asanga dapat mengetahui level2 dari mana ?
udah pencapaian level bodhisatva ke berapa ?

coba anda google aja bro, banyak kok info nya ttg Guru Asanga....good luck ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 02 April 2011, 09:20:37 PM
menurut karya guru Arya Asanga, level ke 10 memang paling tinggi...selebihnya tak terhingga utk jelasnya cari buku ini saja "Boddhisattvabhumi by Asanga" semoga membantu... ^:)^

Konsep Bodhisattvabhumi adalah konsep Mahayana yang baru muncul belakangan, yang nampaknya merupakan produk pemikiran seseorang, bukan ajaran Sang Buddha.

Walaupun Sang Buddha memang menjadi Bodhisatta sebelum menjadi Buddha, tetapi Bodhisatta menurut versi Theravada sangat berbeda dengan Bodhisatta versi Mahayana. Lantas versi mana yang benar...?

Logikanya demikian,

Aliran Theravada selalu mempertahankan tradisi yang diwariskan oleh Sang Buddha, dari cara berpakaian, Vinaya, Sutta dsbnya. Sifat aliran Theravada adalah menganggap pelanggaran atau penyimpangan terhadap apa yang diajarkan oleh Buddha adalah suatu kesalahan yang serius. Oleh sebab itu Theravada berusaha selalu menjaga kemurnian ajaran Sang Buddha. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa ajaran Theravada adalah ajaran yang paling mendekati keasliannya.

Dengan cara berpikir yang berusaha menjaga kemurnian ajaran, bila memang benar Sang Buddha mengajarkan bahwa ada 10 tingkat Bodhisattva tentu para sesepuh Theravada tak akan berani menghilangkannya. Kenyataannya dalam Tipitaka tak ditemukan ajaran mengenai Bodhisattvabhumi 10, maka kemungkinan ajaran itu ditambahkan kemudian dan bukan berasal dari Sang Buddha. Anda sendiri yang mengatakan bahwa konsep Bodhisattvabhumi ditulis oleh Asanga. Oleh karena itu wajar bila kita mengambil kesimpulan bahwa itu adalah ajaran Asanga.

Pendapat Asanga bukan mewakili pandangan Buddhis, pendapat Asanga mewakili pandangan Mahayana. Dari sejarah kita ketahui bahwa guru-guru Mahayana membuat berbagai konsep dan akhirnya mendirikan berbagai aliran berdasarkan konsep yang mereka buat masing-masing, yang pada akhirnya menciptakan rimba pandangan (thicket of views) yang tak jarang kontradiktif satu sama lain.

Mettacittena,






Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 02 April 2011, 09:33:14 PM
Konsep Bodhisattvabhumi adalah konsep Mahayana yang baru muncul belakangan, yang nampaknya merupakan produk pemikiran seseorang, bukan ajaran Sang Buddha.

Walaupun Sang Buddha memang menjadi Bodhisatta sebelum menjadi Buddha, tetapi Bodhisatta menurut versi Theravada sangat berbeda dengan Bodhisatta versi Mahayana. Lantas versi mana yang benar...?

Logikanya demikian,

Aliran Theravada selalu mempertahankan tradisi yang diwariskan oleh Sang Buddha, dari cara berpakaian, Vinaya, Sutta dsbnya. Sifat aliran Theravada adalah menganggap pelanggaran atau penyimpangan terhadap apa yang diajarkan oleh Buddha adalah suatu kesalahan yang serius. Oleh sebab itu Theravada berusaha selalu menjaga kemurnian ajaran Sang Buddha. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa ajaran Theravada adalah ajaran yang paling mendekati keasliannya.

Dengan cara berpikir yang berusaha menjaga kemurnian ajaran, bila memang benar Sang Buddha mengajarkan bahwa ada 10 tingkat Bodhisattva tentu para sesepuh Theravada tak akan berani menghilangkannya. Kenyataannya dalam Tipitaka tak ditemukan ajaran mengenai Bodhisattvabhumi 10, maka kemungkinan ajaran itu ditambahkan kemudian dan bukan berasal dari Sang Buddha. Anda sendiri yang mengatakan bahwa konsep Bodhisattvabhumi ditulis oleh Asanga. Oleh karena itu wajar bila kita mengambil kesimpulan bahwa itu adalah ajaran Asanga.

Pendapat Asanga bukan mewakili pandangan Buddhis, pendapat Asanga mewakili pandangan Mahayana. Dari sejarah kita ketahui bahwa guru-guru Mahayana membuat berbagai konsep dan akhirnya mendirikan berbagai aliran berdasarkan konsep yang mereka buat masing-masing, yang pada akhirnya menciptakan rimba pandangan (thicket of views) yang tak jarang kontradiktif satu sama lain.

Mettacittena,


jadi Asanga itu cuma biksu penulis !  :whistle:
gue pikir bodhisatva level 10  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 09:36:52 PM
Guru Asanga tidak pernah memaksa siapapun untuk harus percaya pada "Boddhisattvabhumi"...tetapi bagi saya pribadi, saya lebih mempercayai pandangan Guru Asanga daripada pandangan saya sendiri...

sekedar masukan silahkan teman2 Google sendiri atau mencari referensi dari buku2 ttg Guru Asanga... ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 02 April 2011, 09:37:33 PM
maaf bro sekedar masukan....
di dalam aliran mahayana (terutama yg tibetan) kita dibabarkan mengenai tiga motivasi, yaitu:

1.Motivasi kecil (seseorang mempraktekkan buddhadharma untuk kelahiran berikutnya yg lebih beruntung, seperti terlahir sbg dewa, sbg raja, dll)

2.Motivasi menengah (seseorang mempraktekkan buddhadharma untuk bebas seorang diri dari samsara/parinibanna/arahat)

3.Motivasi Agung (seseorang mempraktekkan buddhadharma untuk mencapai Kebuddhaan/Buddhahood/samyak sambuddha demi menolong mahluk lain)

silahkan mahluk itu pilih sendiri motivasi mana yang  diinginkan sesuai dengan kapasitas bathin mahluk itu sendiri.
apabila ia memilih motivasi agung, ia akan memasuki jalur yang kemudian menjadi Boddhisattva (level 1-10), dimana ia berjuang untuk menolong mahluk lain agar bebas dari penderitaan.

seorang bodhisattva level tertentu mampu menjelmakan/mengemanasi dirinya sbg seorang sravaka atau arahat (walaupun sebenarnya dirinya adalah seorang bodhisattva level tertentu)

ketika Sakyamuni Buddha turun ke dunia, beliau didampingi oleh 8 bodhisattva, yang menjelmakan dirinya menjadi sravaka atau arahat atau bahkan bisa mahluk apa saja. dimana sebenarnya 8 bodhisattva tersebut merupakan penjelmaan dari 8 Buddha (Avalokitesvara, Manjushri, Samantabadra, Maitreya, Vajrapani, Akashagarbha, SarvaNivarana-vishva-kambin, Ksitigarbha ). walaupun pada era Sakyamuni Buddha yang mendapat giliran mengajarkan dharma di bumi adalah Sakyamuni Buddha.

tidak tertutup kemungkinan bahwa ada juga ratusan, milyaran, bahkan trilyunan bodhisattva yang merupakan penjelmaan buddha-buddha masa lampau yang mungkin hadir pada saat Sakyamuni Buddha membabarkan dharma.

kita(manusia biasa) sulit utk mengetahui mahluk yang mana yang merupakan penjelmaan para buddha, sampai kita sendiri mencapai kebudhaan, barulah kita bisa mengenali penjelmaan para buddha2 tsb.

seperti itulah yang pernah saya dengar....


IMO. punya pandangan demikian tentulah 'bermasalah'
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 09:50:48 PM
IMO. punya pandangan demikian tentulah 'bermasalah'

maaf bro... saya tidak mengerti pendapat anda dalam huruf tebal...  ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 02 April 2011, 10:02:33 PM
Guru Asanga tidak pernah memaksa siapapun untuk harus percaya pada "Boddhisattvabhumi"...tetapi bagi saya pribadi, saya lebih mempercayai pandangan Guru Asanga daripada pandangan saya sendiri...

sekedar masukan silahkan teman2 Google sendiri atau mencari referensi dari buku2 ttg Guru Asanga... ^:)^

Bagaimana bila dibandingkan dengan ajaran Buddha Sakyamuni seperti yang termaktub dalam Tipitaka...? Mana yang lebih anda percayai...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 10:17:59 PM
Bagaimana bila dibandingkan dengan ajaran Buddha Sakyamuni seperti yang termaktub dalam Tipitaka...? Mana yang lebih anda percayai...?

 ;D jelas saya lebih mempercayai Buddha Sakyamuni dan Tripitaka, daripada pandangan saya sendiri ...

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 02 April 2011, 10:30:31 PM
;D jelas saya lebih mempercayai Buddha Sakyamuni dan Tripitaka, daripada pandangan saya sendiri ...
Tipitaka berbeda dengan Tripitaka, Tipitaka dianggap lebih otentik. Mana yang lebih anda percayai pandangan guru Asanga atau ajaran Buddha Sakyamuni seperti yang termaktub dalam Tipitaka...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 10:38:02 PM
Tipitaka berbeda dengan Tripitaka, Tipitaka dianggap lebih otentik. Mana yang lebih anda percayai pandangan guru Asanga atau ajaran Buddha Sakyamuni seperti yang termaktub dalam Tipitaka...?

menurut saya hanya beda pengejaan saja...Tripitaka (Vinaya, Abhidharma, Sutra) ini yg saya maksudkan...

terus terang saya lebih percaya pada Guru Asanga, Buddha Sakyamuni, Buddha Manjushri, Buddha Avalokitesvara, Buddha Maitreya, Buddha2 lainnya dan Tripitaka daripada diri saya sendiri... ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 02 April 2011, 10:43:15 PM
menurut saya hanya beda pengejaan saja...Tripitaka (Vinaya, Abhidharma, Sutra) ini yg saya maksudkan...

terus terang saya lebih percaya pada Guru Asanga, Buddha Sakyamuni, Buddha Manjushri, Buddha Avalokitesvara, Buddha Maitreya, Buddha2 lainnya dan Tripitaka daripada diri saya sendiri... ^:)^

Tripitaka dan Tipitaka arti harfiahnya sama bro... Tapi isinya berbeda, Manjushri dan Avalokitesvara tak ada dalam kitab suci Tipitaka Theravada bro....

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 10:52:09 PM
Tripitaka dan Tipitaka arti harfiahnya sama bro... Tapi isinya berbeda, Manjushri dan Avalokitesvara tak ada dalam kitab suci Tipitaka Theravada bro....

Mettacittena,

apa isinya Tipitaka Theravada bro...maaf saya tidak bgt tau...spt yg diatas bukan ? bila di ajaran Mahayana buddha2 banyak sekali...bukan cuma Shakyamuni Buddha....contoh nya dalam kalpa ini saja ada 1000 buddha....belum lagi kalpa2 yg telah lampau...

disebutkan dalam kalpa ini : 1. Buddha Krakuchanda, 2. Buddha Kanakamuni, 3. Buddha Kasyapa, 4.Buddha Sakyamuni dst...

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: fabian c on 02 April 2011, 11:07:25 PM
apa isinya Tipitaka Theravada bro...maaf saya tidak bgt tau...spt yg diatas bukan ? bila di ajaran Mahayana buddha2 banyak sekali...bukan cuma Shakyamuni Buddha....contoh nya dalam kalpa ini saja ada 1000 buddha....belum lagi kalpa2 yg telah lampau...

disebutkan dalam kalpa ini : 1. Buddha Krakuchanda, 2. Buddha Kanakamuni, 3. Buddha Kasyapa, 4.Buddha Sakyamuni dst...


Menurut Tipitaka Theravada ada 4 Buddha yang telah muncul pada kalpa ini, yaitu Buddha-Buddha yang disebutkan terakhir, pertama Buddha Kakussanda, kedua Buddha Konagamana, ketiga Buddha Kassapa dan jaman sekarang Buddha Gotama (Mahayana menyebutnya Buddha Sakyamuni).

Dalam satu kalpa maksimum hanya 5 Buddha muncul. Buddha kita (Buddha Goptama) adalah Buddha ke-empat. Ada satu lagi Buddha yang akan muncul dan sekaligus sebagai Buddha penutup kalpa ini, yaitu Buddha Metteya (Maitreya). Jadi berbeda dengan Tripitaka.

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 11:15:44 PM
Menurut Tipitaka Theravada ada 4 Buddha yang telah muncul pada kalpa ini, yaitu Buddha-Buddha yang disebutkan terakhir, pertama Buddha Kakussanda, kedua Buddha Konagamana, ketiga Buddha Kassapa dan jaman sekarang Buddha Gotama (Mahayana menyebutnya Buddha Sakyamuni).

Dalam satu kalpa maksimum hanya 5 Buddha muncul. Buddha kita (Buddha Goptama) adalah Buddha ke-empat. Ada satu lagi Buddha yang akan muncul dan sekaligus sebagai Buddha penutup kalpa ini, yaitu Buddha Metteya (Maitreya). Jadi berbeda dengan Tripitaka.

Mettacittena,

wow berbeda juga ya...memang di mahayana buddha ke5 Buddha Maitreya, ttp akan buddha ke6 dst sampai semua mahluk bebas dari samsara...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 03 April 2011, 01:00:35 AM
wow berbeda juga ya...memang di mahayana buddha ke5 Buddha Maitreya, ttp akan buddha ke6 dst sampai semua mahluk bebas dari samsara...

Yang saya bold maksudnya itu apa ya ? Sorry kurang nangkep maksudnya... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 03 April 2011, 01:09:52 AM
Yang saya bold maksudnya itu apa ya ? Sorry kurang nangkep maksudnya... ;D
maksudnya akan ada buddha ke6, ke 7 dst... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 03 April 2011, 01:12:49 AM
maksudnya akan buddha ke6, ke 7 dst... ;D

Oh gitu, Buddha setelah Maitreya itu uda masuk kalpa baru kan ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 03 April 2011, 01:17:24 AM
Oh gitu, Buddha setelah Maitreya itu uda masuk kalpa baru kan ?

saya kurang tau bro... ada yg mengatakan dalam 1 kalpa akan muncul 1000 Buddha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dipasena on 03 April 2011, 05:53:41 AM
saya kurang tau bro... ada yg mengatakan dalam 1 kalpa akan muncul 1000 Buddha

betul dalam 1 kalpa bumi ini, telah muncul 4 sammasambuddha dan akan muncul 1 sammasambuddha berikutnya, juga muncul beberapa pacceka buddha dan ratus ribuan savaka buddha...

jd benar pernyataan bahwa bakal muncul 1000 buddha, yg diketahui oleh mahayana, namun yg tidak diketahui, banyak sekali buddha yg muncul di dunia ini...

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 03 April 2011, 06:21:47 AM

maaf bro... saya tidak mengerti pendapat anda dalam huruf tebal...  ^:)^

'bermasalah' tidak sesuai dengan Tipitaka Pali Kanon  :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 03 April 2011, 06:24:54 AM
wow berbeda juga ya...memang di mahayana buddha ke5 Buddha Maitreya, ttp akan buddha ke6 dst sampai semua mahluk bebas dari samsara...

bold, referensi Tipitaka Pali : takkan terjadi    :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 04 April 2011, 12:02:24 PM
menurut saya hanya beda pengejaan saja...Tripitaka (Vinaya, Abhidharma, Sutra) ini yg saya maksudkan...

terus terang saya lebih percaya pada Guru Asanga, Buddha Sakyamuni, Buddha Manjushri, Buddha Avalokitesvara, Buddha Maitreya, Buddha2 lainnya dan Tripitaka daripada diri saya sendiri... ^:)^

Tidak heran kalau bro lobsangchandra belum pernah mengetahui perbedaan dari isi Tipitaka (berbahasa Pali) dan Tripitaka (berbahasa Sansekerta) ataupun Tripitaka Taisho.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 04 April 2011, 01:43:04 PM
bold, referensi Tipitaka Pali : takkan terjadi    :)
Bukannya 'takkan terjadi' tapi akan terjadi setelah lewat 'waktu yang tidak terpikirkan'.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 04 April 2011, 02:38:58 PM
bold, referensi Tipitaka Pali : takkan terjadi    :)
yang di bold, jika semua mahluk tidak bisa terbebas dari samsara, untuk apa kita belajar Buddhisme ???  :o :o :o
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 04 April 2011, 02:47:23 PM
yang di bold, jika semua mahluk tidak bisa terbebas dari samsara, untuk apa kita belajar Buddhisme ???  :o :o :o

agar cukup banyak makhluk terbebas dari samsara, khususnya saya dan anda
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 04 April 2011, 04:01:28 PM
yang di bold, jika semua mahluk tidak bisa terbebas dari samsara, untuk apa kita belajar Buddhisme ???  :o :o :o

belajar Buddha Dhamma yang pasti adalah demi kebahagiaan anda dulu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 04 April 2011, 04:14:26 PM
belajar Buddha Dhamma yang pasti adalah demi kebahagiaan anda dulu.
bold, demi kebahagiaan semua mahluk...bukan untuk diri sendiri aja...krn kita berhutang budi kepada semua mahluk...bro :>-
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 04 April 2011, 04:18:42 PM
bold, demi kebahagiaan semua mahluk...bukan untuk diri sendiri aja...krn kita berhutang budi kepada semua mahluk...bro :>-

karena cinta kasih atau karena berhutang budi ?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 04 April 2011, 04:21:11 PM
karena cinta kasih atau karena berhutang budi ?
sebabnya= hutang budi....
metodenya= cinta kasih... :>-
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 04 April 2011, 04:26:32 PM
sebabnya= hutang budi....
metodenya= cinta kasih... :>-

Wkwkwk... Kok sebabnya hutang budi bukan demi kebahagiaan semua makhluk ?    :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 04 April 2011, 04:34:48 PM
Wkwkwk... Kok sebabnya hutang budi bukan demi kebahagiaan semua makhluk ?    :-?
dengan cinta kasih...semua mahluk pasti bahagia... :>-

kalo ada mahluk yg gak mau cinta kasih...gpp kok ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 04 April 2011, 04:38:06 PM
dengan cinta kasih...semua mahluk pasti bahagia... :>-

kalo ada mahluk yg gak mau cinta kasih...gpp kok ^:)^

benarkah? pernah dengar cerita tentang seorang perempuan yg jatuh cinta dengan seorang pria pengangguran, dan memiliki pandangan, "biar miskin yg penting bahagia", ketika ia pulang ke rumah orang tuanya untuk minta makan, si ortu hanya berkata, "makan tuh cinta."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 04 April 2011, 04:42:36 PM
benarkah? pernah dengar cerita tentang seorang perempuan yg jatuh cinta dengan seorang pria pengangguran, dan memiliki pandangan, "biar miskin yg penting bahagia", ketika ia pulang ke rumah orang tuanya untuk minta makan, si ortu hanya berkata, "makan tuh cinta."

itu bukan cinta kasih... >:( itu kemelekatan... ~X(.... :>-
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 04 April 2011, 04:47:48 PM
itu bukan cinta kasih... >:( itu kemelekatan... ~X(.... :>-

bisakah anda menjelaskan bagaimana mekanisme membahagiakan semua makhluk dengan cinta kasih? misalnya anda bertemu dengan seorang pengemis yg sudah 3 hari tidak makan, dan anda tidak memiliki apa pun juga selain cinta kasih segunung
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 04 April 2011, 04:52:25 PM
itu bukan cinta kasih... >:( itu kemelekatan... ~X(.... :>-

sama... kemelekatan... seorang individu yang "bertekad mulia" -- channa -- seperti seorang bodhisatta sendiri boleh memiliki tekad mulia untuk "membebaskan" semua makhluk. Tetapi ternyata setelah "menjalani" secepat-cepatnya 4 assankheya kappa  + 100.000 kappa (bakal buddha pannadhika), akhirnya "SADAR" bahwa sebenarnya tidak ada makhluk yang bisa diselamatkan oleh Tathagatha sekalipun.

Referensi : VAJRACHEDDIKA PARAMITA SUTRA (Sutra Intan / Sutra Pemotong Intan) -- salah satu sutra utama Mahayana.
---
...
Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.

---
...
"Subhuti, bagaimana pendapatmu? Jika ada orang yang mengatakan bahwa Tathagatha mempunyai pikiran : "Aku akan membebaskan semua makhluk hidup". Subhuti, jangan mempunyai pikiran demikian. Mengapa? Karena sebenarnya tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha. Jika ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha, maka Tathagatha akan mempunyai konsepsi
keakuan, manusia, makhluk hidup, dan kehidupan. Subhuti, keberadaan konsepsi keakuan dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan keberadaan konsepsi diri tetapi orang awam menganggapnya sebagai keberadaan konsepsi keakuan. Subhuti, orang awam dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan orang awam. Oleh sebab itu dinamakan orang awam."

---
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 04 April 2011, 05:02:16 PM
bisakah anda menjelaskan bagaimana mekanisme membahagiakan semua makhluk dengan cinta kasih? misalnya anda bertemu dengan seorang pengemis yg sudah 3 hari tidak makan, dan anda tidak memiliki apa pun juga selain cinta kasih segunung

mekanismenya simple saja...cintai secara tulus....orang tua, teman2, orang lain, binatang2, dll...jika anda tidak tahu caranya...wah gawat !!! ^:)^

jual saja baju/celanamu untuk membelikan makanan, atau carikan buah2 an di pohon, bila perlu mengemislah pada orang lain untuk memberikan pengemis itu makanan....masih ada cari laen kok...tidak semata2 UUD(ujung-ujung duit)


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 04 April 2011, 05:09:43 PM

mekanismenya simple saja...cintai secara tulus....orang tua, teman2, orang lain, binatang2, dll...jika anda tidak tahu caranya...wah gawat !!! ^:)^

jual saja baju/celanamu untuk membelikan makanan, atau carikan buah2 an di pohon, bila perlu mengemislah pada orang lain untuk memberikan pengemis itu makanan....masih ada cari laen kok...tidak semata2 UUD(ujung-ujung duit)




membelikan makanan bukankah perlu uang? sedangkan yg anda miliki hanya cinta kasih yg luar biasa tulus, anda tidak punya baju untuk di jual, anda memiliki celana yg walaupun bisa anda jual tapi dapat menyebabkan anda ditangkap petugas keamanan bahkan sebelum anda sempat membelikan nasi bungkus. justru cara lain itu yg sangat ingin saya ketahui, bagaimanakah cara lain itu? saya bisa memahami bahwa cinta kasih itu adalah suatu kualitas yg baik, tapi saya masih belum bisa mencerna bagaimana cinta kasih itu dapat membuat semua makhluk bahagia, seperti claim anda.

contoh lain, pernahkah anda melihat bagaimana sapi dan kambing menangis menjelang disembelih pada upacara idul adha? bagaimana cinta kasih anda dapat membahagiakan mereka?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 04 April 2011, 05:47:05 PM
bisakah anda menjelaskan bagaimana mekanisme membahagiakan semua makhluk dengan cinta kasih? misalnya anda bertemu dengan seorang pengemis yg sudah 3 hari tidak makan, dan anda tidak memiliki apa pun juga selain cinta kasih segunung
kasih buku LSY =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 04 April 2011, 05:48:47 PM
sama... kemelekatan... seorang individu yang "bertekad mulia" -- channa -- seperti seorang bodhisatta sendiri boleh memiliki tekad mulia untuk "membebaskan" semua makhluk. Tetapi ternyata setelah "menjalani" secepat-cepatnya 4 assankheya kappa  + 100.000 kappa (bakal buddha pannadhika), akhirnya "SADAR" bahwa sebenarnya tidak ada makhluk yang bisa diselamatkan oleh Tathagatha sekalipun.

Referensi : VAJRACHEDDIKA PARAMITA SUTRA (Sutra Intan / Sutra Pemotong Intan) -- salah satu sutra utama Mahayana.
---
...
Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.

---
...
"Subhuti, bagaimana pendapatmu? Jika ada orang yang mengatakan bahwa Tathagatha mempunyai pikiran : "Aku akan membebaskan semua makhluk hidup". Subhuti, jangan mempunyai pikiran demikian. Mengapa? Karena sebenarnya tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha. Jika ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha, maka Tathagatha akan mempunyai konsepsi
keakuan, manusia, makhluk hidup, dan kehidupan. Subhuti, keberadaan konsepsi keakuan dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan keberadaan konsepsi diri tetapi orang awam menganggapnya sebagai keberadaan konsepsi keakuan. Subhuti, orang awam dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan orang awam. Oleh sebab itu dinamakan orang awam."

---
ini thread theravada, emang ada?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 04 April 2011, 07:25:22 PM
membelikan makanan bukankah perlu uang? sedangkan yg anda miliki hanya cinta kasih yg luar biasa tulus, anda tidak punya baju untuk di jual, anda memiliki celana yg walaupun bisa anda jual tapi dapat menyebabkan anda ditangkap petugas keamanan bahkan sebelum anda sempat membelikan nasi bungkus. justru cara lain itu yg sangat ingin saya ketahui, bagaimanakah cara lain itu? saya bisa memahami bahwa cinta kasih itu adalah suatu kualitas yg baik, tapi saya masih belum bisa mencerna bagaimana cinta kasih itu dapat membuat semua makhluk bahagia, seperti claim anda.

contoh lain, pernahkah anda melihat bagaimana sapi dan kambing menangis menjelang disembelih pada upacara idul adha? bagaimana cinta kasih anda dapat membahagiakan mereka?

untuk pengemis itu, katakan saja maaf anda tidak punya apa2... lalu anda ikut mengemis bersama dia... =))

Sang Buddha mengajarkan kita mempraktekkan cinta kasih untuk membahagiakan semua mahluk, anda mau melawan saran Sang Buddha...?

jika anda masih menganggap cinta kasih mustahil membahagiakan mahluk lain, anda tanyakan lansung saja pada sang Buddha, kalau perlu anda lawan sekalian Beliau...  =))

jika anda kesulitan mempraktekkan cinta kasih, praktekkan saja kebencian, saya jamin anda akan terlahir di neraka... ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 04 April 2011, 07:58:51 PM
untuk pengemis itu, katakan saja maaf anda tidak punya apa2... lalu anda ikut mengemis bersama dia... =))

Sang Buddha mengajarkan kita mempraktekkan cinta kasih untuk membahagiakan semua mahluk, anda mau melawan saran Sang Buddha...?

jika anda masih menganggap cinta kasih mustahil membahagiakan mahluk lain, anda tanyakan lansung saja pada sang Buddha, kalau perlu anda lawan sekalian Beliau...  =))

jika anda kesulitan mempraktekkan cinta kasih, praktekkan saja kebencian, saya jamin anda akan terlahir di neraka... ^:)^

sungguh saya memang ingin sekali bertanya langsung pada Sang Buddha, mungkin ada punya cara tentang bagaimana saya bisa bertanya pada Sang Buddha? saya yakin anda pasti juga mendengar ajaran ini secara langsung dari Sang Buddha. karena kalau anda membacanya, anda pasti tidak keberatan berbagi pengetahuan di sutta apa ajaran Sang Buddha itu tertulis. jika anda menyebutkan sumber sutta-nya, mungkin saya akan bisa mempelajarinya sendiri daripada bertanya kepada anda yg tidak bisa atau tidak bersedia menjelaskan.

apakah saya mengatakan bahwa cinta kasih mustahil membahagiakan makhluk lain? anda punya cara diskusi yg menarik yaitu memutar-balikkan argumen orang lain.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 04 April 2011, 08:31:32 PM
maaf bro Indra...anda sendiri yang menyatakan bgmn cinta kasih bisa membahagiakan mahluk lain?
saya sudah jelaskan semampu saya, ttp anda masih tidak puas...sutra sang Buddha sudah banyak dibabarkan, ttp anda masih tidak puas, dan ingin bertanya langsung kepada sang Buddha...,

silahkan anda pilih pilihan yang dibwah ini (terserah anda) :

-mempraktekkan cinta kasih
-mempraktekkan kebencian
-tidak mempraktekkan apa-apa

sesuai dengan keinginan anda pilih salah satu diatas...bila tidak memilih jg tdk apa2....semua tergantung anda bro... :)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 04 April 2011, 08:48:27 PM
maaf bro Indra...anda sendiri yang menyatakan bgmn cinta kasih bisa membahagiakan mahluk lain?
saya sudah jelaskan semampu saya, ttp anda masih tidak puas...sutra sang Buddha sudah banyak dibabarkan, ttp anda masih tidak puas, dan ingin bertanya langsung kepada sang Buddha...,

saya sebenarnya sudah tidak ingin meladeni gaya diskusi unik anda, tapi saya perlu meluruskan pernyataan anda yg tidak benar.
1. saya memang mempertanyakan dan menginginkan penjelasan tentang bagaimana cinta kasih dapat membahagiakan semua makhluk, yg anda jawab dengan "apakah saya ingin melawan Sang Buddha" dan "kalau tidak percaya bertanyalah langsung pada Sang Buddha", dan saya memang ingin bertanya langsung pada Sang Buddha sesuai anjuran anda maka saya bertanya lagi bagaimana cara bertanya langsung pada Sang Buddha. dari jawaban anda saya tebak umur anda pasti tidak lebih dari 7 tahun.

Quote
silahkan anda pilih pilihan yang dibwah ini (terserah anda) :

-mempraktekkan cinta kasih
-mempraktekkan kebencian
-tidak mempraktekkan apa-apa

sesuai dengan keinginan anda pilih salah satu diatas...bila tidak memilih jg tdk apa2....semua tergantung anda bro... :)



bukan masalah pilihan yg anda tawarkan Bro, tapi penjelasan andalah yg saya inginkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 04 April 2011, 09:15:33 PM
cinta kasih perlu tindakan nyata...praktekkan saja...anda akan tau hasilnya...dengan hanya membaca dan menghafal 1000 sutra tidak akan membahagiakan semua mahluk...hanya berdebat kusir jg tdk akan membahagiakan semua mahluk...

praktekkan dan terapkan pada diri anda sabda sang Buddha dlm kehidupan sehari-hari...itu kuncinya...

maaf bro Indra, saya laki2, saya tidak bisa memuaskan anda.... =)) =)) =)) :>-
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 04 April 2011, 09:23:17 PM
cinta kasih perlu tindakan nyata...praktekkan saja...anda akan tau hasilnya...dengan hanya membaca dan menghafal 1000 sutra tidak akan membahagiakan semua mahluk...hanya berdebat kusir jg tdk akan membahagiakan semua mahluk...

praktekkan dan terapkan pada diri anda sabda sang Buddha dlm kehidupan sehari-hari...itu kuncinya...

maaf bro Indra, saya laki2, saya tidak bisa memuaskan anda.... =)) =)) =)) :>-
kalau gitu ngapain sih umat buda baca2an di vihara ketika puja bakti? ngapain pula tuh umat buda bikin sutra2, percuma khan kalau di baca dan dihafal, kaga ada gunanya? mendingan hapus aja tuh baca2an di vihara =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 04 April 2011, 09:32:01 PM
kalau gitu ngapain sih umat buda baca2an di vihara ketika puja bakti? ngapain pula tuh umat buda bikin sutra2, percuma khan kalau di baca dan dihafal, kaga ada gunanya? mendingan hapus aja tuh baca2an di vihara =))
hus...main hapus aja...emangnya papan tulis... =)) :>-
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 05 April 2011, 07:30:00 AM
cinta kasih perlu tindakan nyata...praktekkan saja...anda akan tau hasilnya...dengan hanya membaca dan menghafal 1000 sutra tidak akan membahagiakan semua mahluk...hanya berdebat kusir jg tdk akan membahagiakan semua mahluk...

praktekkan dan terapkan pada diri anda sabda sang Buddha dlm kehidupan sehari-hari...itu kuncinya...

maaf bro Indra, saya laki2, saya tidak bisa memuaskan anda.... =)) =)) =)) :>-

baiklah sekarang kita sudah memasuki tahap praktek, bisakah anda menjelaskan bagaimana praktek cinta kasih itu? semoga anda bisa menjawab dengan lebih cerdas kali ini, bukan demi kepuasan saya, tapi untuk membuktikan cinta kasih yg anda praktekkan. sebelumnya anda sudah gagal membahagiakan saya dengan cinta kasih anda, semoga anda berhasil kali ini.

berdebat kusir melibatkan minimal 2 orang, 1 orang tidak mungkin bisa berdebat kusir.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 05 April 2011, 02:43:00 PM
baiklah sekarang kita sudah memasuki tahap praktek, bisakah anda menjelaskan bagaimana praktek cinta kasih itu? semoga anda bisa menjawab dengan lebih cerdas kali ini, bukan demi kepuasan saya, tapi untuk membuktikan cinta kasih yg anda praktekkan. sebelumnya anda sudah gagal membahagiakan saya dengan cinta kasih anda, semoga anda berhasil kali ini.

berdebat kusir melibatkan minimal 2 orang, 1 orang tidak mungkin bisa berdebat kusir.

Ngeyel juga melibatkan minimal 2 orang... ** MArio Teguh MODE ON
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 05 April 2011, 03:57:27 PM
baiklah sekarang kita sudah memasuki tahap praktek, bisakah anda menjelaskan bagaimana praktek cinta kasih itu? semoga anda bisa menjawab dengan lebih cerdas kali ini, bukan demi kepuasan saya, tapi untuk membuktikan cinta kasih yg anda praktekkan. sebelumnya anda sudah gagal membahagiakan saya dengan cinta kasih anda, semoga anda berhasil kali ini.

berdebat kusir melibatkan minimal 2 orang, 1 orang tidak mungkin bisa berdebat kusir.
contoh yg simpel praktek cinta kasih = anda berdana (bukan hanya dengan materi lho ya) pada kaum miskin papa dengan niat dalam bathin yg welas asih, anda tidak membunuh binatang terutama serangga didasari welas asih di bathin anda, dsb.

saya tidak pernah mengatakan bahwa saya mempraktekkan cinta kasih secara sempurna dan saya tidak bisa dijadikan acuan anda, Sang Buddha adalah contoh yang ideal dalam praktek cinta kasih yang bisa anda jadikan acuan, perhatikan saja aktivitas beliau...jika anda benar2 memahami ajaran buddhism tentunya.

bila anda belum puas atas penjelasan saya, silahkan tanya pada org agama Kr*sten saja, saya rasa mereka lebih ahli dalam hal praktek cinta kasih.... =))

yang bold, bukankah anda dan saya sudah 2 orang? belum lagi TS yg lain =))

anda sepertinya susah sekali berpraktek cinta kasih, memangnya di Dhammapada kurang jelas penjabarannya? atau anda tidak menemukan praktek cinta kasih di dalam Tipitaka ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 05 April 2011, 04:37:09 PM
contoh yg simpel praktek cinta kasih = anda berdana (bukan hanya dengan materi lho ya) pada kaum miskin papa dengan niat dalam bathin yg welas asih, anda tidak membunuh binatang terutama serangga didasari welas asih di bathin anda, dsb.
berdana menurut tipitaka adalah praktik dana, tidak membunuh binatang adalah praktik moralitas (sila)

Quote
saya tidak pernah mengatakan bahwa saya mempraktekkan cinta kasih secara sempurna dan saya tidak bisa dijadikan acuan anda, Sang Buddha adalah contoh yang ideal dalam praktek cinta kasih yang bisa anda jadikan acuan, perhatikan saja aktivitas beliau...jika anda benar2 memahami ajaran buddhism tentunya.

justru karena saya tidak benar2 memahami ajaran buddhism maka saya bertanya kepada anda yg "benar2 memahami ajaran buddhism"

Quote
bila anda belum puas atas penjelasan saya, silahkan tanya pada org agama Kr*sten saja, saya rasa mereka lebih ahli dalam hal praktek cinta kasih.... =))

setelah menyarankan agar saya bertanya langsung kepada Sang Buddha, sekarang anda menyarankan agar saya bertanya kepada umat kr*sten, menurut anda siapakah yg lebih menguasai topik ini, Sang Buddha atau umat kr*sten?
Quote

yang bold, bukankah anda dan saya sudah 2 orang? belum lagi TS yg lain =))
benar, apakah saya mengatakan yg sebaliknya?

Quote
anda sepertinya susah sekali berpraktek cinta kasih, memangnya di Dhammapada kurang jelas penjabarannya? atau anda tidak menemukan praktek cinta kasih di dalam Tipitaka ?


kalau sudah jelas bagi saya tentu saya tidak perlu bertanya lagi pada anda, bukan? jadi mohon pencerahan dari anda
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 05 April 2011, 04:42:31 PM
bila anda belum puas atas penjelasan saya, silahkan tanya pada org agama Kr*sten saja, saya rasa mereka lebih ahli dalam hal praktek cinta kasih.... =))


bro Lob mantan umat kr*sten ?
kok tahu mereka ahli dalam praktek CK ?
tahu kah caranya mereka praktek CK ?
tidak bisa jawab, tolong jangan suruh cari google lagi  :)) :)) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 05 April 2011, 09:30:33 PM
berdana menurut tipitaka adalah praktik dana, tidak membunuh binatang adalah praktik moralitas (sila)

justru karena saya tidak benar2 memahami ajaran buddhism maka saya bertanya kepada anda yg "benar2 memahami ajaran buddhism"

setelah menyarankan agar saya bertanya langsung kepada Sang Buddha, sekarang anda menyarankan agar saya bertanya kepada umat kr*sten, menurut anda siapakah yg lebih menguasai topik ini, Sang Buddha atau umat kr*sten?benar, apakah saya mengatakan yg sebaliknya?

kalau sudah jelas bagi saya tentu saya tidak perlu bertanya lagi pada anda, bukan? jadi mohon pencerahan dari anda

anda minta contoh praktek CK, saya sudah berikan 2 contoh tindakan di atas yg dilandasi oleh bathin CK....kedua praktek diatas jika dilandasi oleh niat CK yang tulus, bisa menjadi praktek CK...mas bro...

apakah anda mampu bertanya langsung pada Buddha ? kecuali anda punya kesaktian luar biasa...  =)) itu saya tidak tahu...

maaf bro motivasi anda bukan tulus b'tanya pada saya, tapi mengetes/memancing untuk terus berdebat yg...akhirnya ya debat kusir aja.... =))

kenapa anda terus mendesak mendapat penjelasan dari saya? saya sudah jelaskan tp anda tidak puas....maaf saja saya bukan bhiku/sramanera/pandita buddhis... saya cuma umat awam biasa...cari saja guru buddhis yg kira2 anda bisa merasa puas dengan jwbn beliau....

dan jangan mohon pencerahan dari saya....maaf saya tidak bisa 'memberi' pencerahan pd anda...pencerahan itu hrs anda usahakan sendiri, dengan penuh virya...kalau tidak mau ya gpp.... =))

atau .... cari google saja deh...terus terang saya malas n capek menjelaskannya... =)) =)) =)) :>-
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 05 April 2011, 09:33:46 PM
bro Lob mantan umat kr*sten ?
kok tahu mereka ahli dalam praktek CK ?
tahu kah caranya mereka praktek CK ?
tidak bisa jawab, tolong jangan suruh cari google lagi  :)) :)) :))

begini bro saya liat kan org kr*sten bermoto cinta kasih....kasih....dan kasih...melulu =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 05 April 2011, 09:47:14 PM
anda minta contoh praktek CK, saya sudah berikan 2 contoh tindakan di atas yg dilandasi oleh bathin CK....kedua praktek diatas jika dilandasi oleh niat CK yang tulus, bisa menjadi praktek CK...mas bro...
yg saya maksudkan adalah petunjuk step by step, semacam idiot guide gitu.

Quote
apakah anda mampu bertanya langsung pada Buddha ? kecuali anda punya kesaktian luar biasa...  =)) itu saya tidak tahu...
saya tidak mampu bertanya langsung pada Buddha, tapi karena anda yg menyarankan untuk bertanya langsung pada Sang Buddha, saya pikir anda tentu tahu bagaimana caranya.

Quote
maaf bro motivasi anda bukan tulus b'tanya pada saya, tapi mengetes/memancing untuk terus berdebat yg...akhirnya ya debat kusir aja.... =))
sekali lagi anda menunjukkan kecerdasan anda, bagaimana anda bisa mengetahui motivasi saya? saya hanya berharap bisa mendapat penjelasan dari anda, tapi kalau anda menganggap ini debat kusir, saya heran kok anda masih terus lanjut?

Quote
kenapa anda terus mendesak mendapat penjelasan dari saya? saya sudah jelaskan tp anda tidak puas....maaf saja saya bukan bhiku/sramanera/pandita buddhis... saya cuma umat awam biasa...cari saja guru buddhis yg kira2 anda bisa merasa puas dengan jwbn beliau....
tidak ada seorang pun di forum ini yg bisa mendesak seorang member untuk menjelaskan jika member tsb tidak ingin menjelaskan, kecuali diperintahkan oleh tuhan.

setelah bertanya kepada Sang Buddha, kemudian kepada orang kr*sten, sekarang menjadi bhiku/samanera/pandita buddhis, apakah ini sudah final, Bro?

Quote
dan jangan mohon pencerahan dari saya....maaf saya tidak bisa 'memberi' pencerahan pd anda...pencerahan itu hrs anda usahakan sendiri, dengan penuh virya...kalau tidak mau ya gpp.... =))

atau .... cari google saja deh...terus terang saya malas n capek menjelaskannya... =)) =)) =)) :>-

anda benar, bahkan Sang Buddha pun tidak dapat memberikan pencerahan kepada siapa pun. tapi "pencerahan" dalam kalimat saya itu adalah ungkapan yg bermakna "penjelasan", maaf saya tidak tau kalau anda begitu ....

saya tidak yakin anda malas dan capek, buktinya ...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 05 April 2011, 11:52:05 PM
idak ada seorang pun di forum ini yg bisa mendesak seorang member untuk menjelaskan jika member tsb tidak ingin menjelaskan, kecuali diperintahkan oleh tuhan.

   ;D yang di bold,   :o bisa tolong anda jelaskan apa maknanya ? saya benar2 tidak mengerti, thx
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 06 April 2011, 06:01:13 AM
   ;D yang di bold,   :o bisa tolong anda jelaskan apa maknanya ? saya benar2 tidak mengerti, thx

alam DC ada penguasa tunggal tuhan su, jika ada penghuni alam DC yang nakal sering melakukan pelanggaran
tentunya akan ditegur dan minta pertanggung jawaban atas 'perbuatan buruknya'
penghuni DC bila melakukan perbuatan buruk berkali2 tentunya tidak bisa ditoleri
resiko perbuatan itu bisa disebrangkan oleh tuhan su
contohnya tuhan su sudah beberapa kali menyebrangkan penghuni nakal
karena kemelakatannya kuat terhadap alam DC, para penghuni yang disebrangkan itu bisa terlahir dengan ID baru
jadi memang tuhan su berkuasa terhadap pembasmian (puji tuhan) tapi tidak berkuasa atas 'kelahiran ID baru'  :-$

jika masih kurang mengerti atau .... cari google saja deh...terus terang saya malas n capek menjelaskannya  =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 06 April 2011, 06:08:16 AM
yg saya maksudkan adalah petunjuk step by step, semacam idiot guide gitu.
saya tidak mampu bertanya langsung pada Buddha, tapi karena anda yg menyarankan untuk bertanya langsung pada Sang Buddha, saya pikir anda tentu tahu bagaimana caranya.
sekali lagi anda menunjukkan kecerdasan anda, bagaimana anda bisa mengetahui motivasi saya? saya hanya berharap bisa mendapat penjelasan dari anda, tapi kalau anda menganggap ini debat kusir, saya heran kok anda masih terus lanjut?
tidak ada seorang pun di forum ini yg bisa mendesak seorang member untuk menjelaskan jika member tsb tidak ingin menjelaskan, kecuali diperintahkan oleh tuhan.

setelah bertanya kepada Sang Buddha, kemudian kepada orang kr*sten, sekarang menjadi bhiku/samanera/pandita buddhis, apakah ini sudah final, Bro?

anda benar, bahkan Sang Buddha pun tidak dapat memberikan pencerahan kepada siapa pun. tapi "pencerahan" dalam kalimat saya itu adalah ungkapan yg bermakna "penjelasan", maaf saya tidak tau kalau anda begitu ....

saya tidak yakin anda malas dan capek, buktinya ...

[bro Lob] atau .... cari google saja deh...terus terang saya malas n capek menjelaskannya  :)) :))
sepertinya google itu tripitaka berjalan deh
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: johan3000 on 06 April 2011, 08:39:15 AM
cinta kasih perlu tindakan nyata...praktekkan saja...anda akan tau hasilnya...dengan hanya membaca dan menghafal 1000 sutra tidak akan membahagiakan semua mahluk...hanya berdebat kusir jg tdk akan membahagiakan semua mahluk...

praktekkan dan terapkan pada diri anda sabda sang Buddha dlm kehidupan sehari-hari...itu kuncinya...

maaf bro Indra, saya laki2, saya tidak bisa memuaskan anda.... =)) =)) =)) :>-

nah kalau gitaran, band, keyboard... TARIK SUARA... jam2an sebelum acara dimulai
itu apakah termasuk membahagiakan semua mahkluk ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 06 April 2011, 08:58:51 AM
nah kalau gitaran, band, keyboard... TARIK SUARA... jam2an sebelum acara dimulai
itu apakah termasuk membahagiakan semua mahkluk ?

bagi manusia dilihat dari duniawi   :yes:

bagi Bhikkhu/petapa/samana yang baik adalah 'bahaya' disarankan menjauhi  :no:

 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 06 April 2011, 03:53:08 PM
nah kalau gitaran, band, keyboard... TARIK SUARA... jam2an sebelum acara dimulai
itu apakah termasuk membahagiakan semua mahkluk ?
itu sih bersenang-senang ...! :ngomel:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 06 April 2011, 09:05:38 PM
Oh, jadi memang udah biasa gitu ya di vihara-vihara. Dulu juga pernah liat, nyanyi-nyanyi sampe malem di vihara, acara palentinan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Rajoharanam on 06 April 2011, 09:20:24 PM
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 06 April 2011, 09:33:44 PM
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....
setubuh eh..setuju  _/\_ :>-
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 07 April 2011, 07:28:02 AM
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....
apa gunanya jalan kalau tersesat?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 07 April 2011, 08:22:36 AM
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....
Kalau teori tidak ada, lantas apa yang dipraktekin? Cuma praktek-praktek-praktek buta, ternyata jalan mundur kejeblos lobang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: andry on 07 April 2011, 08:29:49 AM
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....
kalau gituh, latihan di mana saja berarti bisa dong?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 07 April 2011, 10:08:55 AM
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....
betul..betul..betul...

sama saja dengan orang sakit yang hanya membaca buku2 medis dan berharap sembuh tanpa minum obat....kapan sembuhnya...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 07 April 2011, 10:10:33 AM
kalau gituh, latihan di mana saja berarti bisa dong?
di neraka juga bole... =)) kalau situ mau =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 07 April 2011, 10:16:18 AM
betul..betul..betul...

sama saja dengan orang sakit yang hanya membaca buku2 medis dan berharap sembuh tanpa minum obat....kapan sembuhnya...?

Betul... seperti orang yang tidak bisa baca, makan obat sakit kepala untuk menyembuhkan sakit perut. Yang penting minum dulu obatnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: M14ka on 07 April 2011, 04:45:13 PM
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....
Mgkn maksudnya, kalo kita uda ehipassiko, uda mengerti Dhamma, tapi hanya mengerti aja tanpa praktek buat apa, contohnya sy tau meditasi bagus, tapi ga pernah meditasi, gmn bisa mengembangkan samadhi, ato contoh lain saya tau sila ke empat apa, tapi suka menghina, sama aja tidak praktek hehe....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 07 April 2011, 05:17:46 PM
Betul... seperti orang yang tidak bisa baca, makan obat sakit kepala untuk menyembuhkan sakit perut. Yang penting minum dulu obatnya.

benar, yg penting minum aja dulu, kalo sakit perutnya gak sembuh, minum lagi obat lain, terus begitu, kemungkinan terbaik adalah sembuh dari sakit perut, dan kemungkinan terburuk adalah, mendapatkan perut baru dalam kehidupan berikut. jadi yg pentig minum, gak perlu membaca petunjuknya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 07 April 2011, 05:46:22 PM
Dalam 7 faktor pencerahan (bhojanga), yaitu
1. Kesadaran (Sati),
2. Penyelidikan Dharma (Dhamma-vicaya),
3. Daya (Viriya),
4. Sukacita (Piti),
5. Keheningan (Passaddhi),
6. Kemanunggalan (Samadhi),
7. Ketenangseimbangan (Upekkha).
Penyelidikan Dhamma bisa diperoleh dengan mempelajari teori-teori di sertai dengan penerapan dalam praktek. Jadi Yang pintar teori kayaknya tidak pernah bilang tidak usah praktek...

Tetapi yang koar koar bilang PRAKTEK PRAKTEK PRAKTEK... biasanya TEORI-nya NOL Besar atau TEORI-nya comot sana comot sini sehingga bingung sendiri mana TEORI yang benar ?

 :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 07 April 2011, 06:42:02 PM
benar, yg penting minum aja dulu, kalo sakit perutnya gak sembuh, minum lagi obat lain, terus begitu, kemungkinan terbaik adalah sembuh dari sakit perut, dan kemungkinan terburuk adalah, mendapatkan perut baru dalam kehidupan berikut. jadi yg pentig minum, gak perlu membaca petunjuknya
Tepat sekali. Jadi nanti kalau ketemu orang yang lagi belajar baca obat & kegunaannya, tinggal membanggakan diri: "ah, teori mulu! kapan prakteknya? Ehipassiko donk, telen dulu untuk buktikan khasiatnya. Seperti saya lho, sudah minum obat A, B, C, dst (entah itu obat pencahar atau anti-hamil, yang penting 'praktek' dulu)." ;D
Top punya deh.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: lobsangchandra on 07 April 2011, 06:46:19 PM
Teori dan Praktek, bagi yg mau belajar dharma keduanya penting bro, ibarat tangan kanan-kiri, sampai praktek kita sempurna  ^:)^

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 07 April 2011, 07:10:02 PM
Teori dan Praktek, bagi yg mau belajar dharma keduanya penting bro, ibarat tangan kanan-kiri, sampai praktek kita sempurna  ^:)^


Kalau dibilang keduanya penting, saya setuju. Jika salah satu ditinggalkan, maka bagaimanapun juga akan jadi komedi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: icykalimu on 11 April 2011, 09:26:49 AM
Kalau dibilang keduanya penting, saya setuju. Jika salah satu ditinggalkan, maka bagaimanapun juga akan jadi komedi.

komedi putar  ;D
ya betul keduanya penting. tapi kebanyakan org hanya tahu teorinya saja. ketika praktek contohnya meditasi, bilang gak sempat, gak ada waktu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 11 April 2011, 09:58:06 AM
komedi putar  ;D
ya betul keduanya penting. tapi kebanyakan org hanya tahu teorinya saja. ketika praktek contohnya meditasi, bilang gak sempat, gak ada waktu.

Tapi yang bisa teori biasanya tidak pernah "hina" praktek...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 11 April 2011, 01:42:30 PM
komedi putar  ;D
ya betul keduanya penting. tapi kebanyakan org hanya tahu teorinya saja. ketika praktek contohnya meditasi, bilang gak sempat, gak ada waktu.
Kalau orang memahami teori dhamma, maka ia tidak akan bilang 'tidak sempat' untuk praktek, sebab 'tidak sempat praktek' dalam dhamma sama artinya dengan 'tidak sempat hidup'.

Yang kebanyakan beredar adalah orang pongah dengan praktek setengah2, meremehkan teori atau orang malas dengan teori setengah2, menangguhkan praktek. Kalau orang berteori dengan benar, pasti menghargai praktek. Demikian pula sebaliknya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: No Pain No Gain on 11 April 2011, 01:53:40 PM
knowing is nothing, applying is everything
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 11 April 2011, 02:09:09 PM
knowing is nothing, applying is everything
Knowing is nothing? :D Satu lagi manusia sombong.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: No Pain No Gain on 11 April 2011, 02:13:52 PM
Knowing is nothing? :D Satu lagi manusia sombong.

sebelum menjudge orang lain, cobalah jangan terlalu dini mengambil kesimpulan...saya hanya mengutip kalimat tersebut..silakan serach di google biar wawasan anda bertambah..jgn jd katak dalam tempurung.. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 11 April 2011, 02:24:01 PM
sebelum menjudge orang lain, cobalah jangan terlalu dini mengambil kesimpulan...saya hanya mengutip kalimat tersebut..silakan serach di google biar wawasan anda bertambah..jgn jd katak dalam tempurung.. ;D
Mungkin anda yang "berwawasan" tidak tahu caranya mengutip, jadi biarkan "katak dalam tempurung" ini mengingatkan bahwa kalau kutipan itu hendaknya disertai tanda kutip '"' dan disertakan pengutipnya supaya jangan dikira plagiat yang membeo orang lain. Dengan menyertakan hal tersebut, maka orang bisa mencari konteks yang dibicarakan dari kutipan tersebut. Mungkin anda mau tampak bijaksana dan berwawasan dengan mengutip dari orang lain, tapi percayalah, anda tidak tampak seperti itu.

Lagipula, anda merasa setiap kalimat yang anda posting pantas dicari lewat google? Tolonglah.


Spoiler: ShowHide
Bruce Lee mengatakan 'knowing is nothing, applying WHAT YOU KNOW is everything', maksudnya 'stuck' sampai di knowing tidak berguna, tapi menindaklanjutinya baru berguna. Dalam pembahasan teori-praktek ini, yang praktek tidak perlu 'knowing' langsung 'apply', sedangkan yang teori tidak 'apply' hanya berhenti sebatas 'knowing'. Mengutip kalimat setengah-setengah itu memang berbahaya.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 11 April 2011, 02:33:05 PM
Mungkin anda yang "berwawasan" tidak tahu caranya mengutip, jadi biarkan "katak dalam tempurung" ini mengingatkan bahwa kalau kutipan itu hendaknya disertai tanda kutip '"' dan disertakan pengutipnya supaya jangan dikira plagiat yang membeo orang lain. Dengan menyertakan hal tersebut, maka orang bisa mencari konteks yang dibicarakan dari kutipan tersebut. Mungkin anda mau tampak bijaksana dan berwawasan dengan mengutip dari orang lain, tapi percayalah, anda tidak tampak seperti itu.

Lagipula, anda merasa setiap kalimat yang anda posting pantas dicari lewat google? Tolonglah.


Spoiler: ShowHide
Bruce Lee mengatakan 'knowing is nothing, applying WHAT YOU KNOW is everything', maksudnya 'stuck' sampai di knowing tidak berguna, tapi menindaklanjutinya baru berguna. Dalam pembahasan teori-praktek ini, yang praktek tidak perlu 'knowing' langsung 'apply', sedangkan yang teori tidak 'apply' hanya berhenti sebatas 'knowing'. Mengutip kalimat setengah-setengah itu memang berbahaya.




bukan tempurung kodok bukan pula berwawasan, melainkan nabrak tembok
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: No Pain No Gain on 11 April 2011, 02:33:44 PM
Mungkin anda yang "berwawasan" tidak tahu caranya mengutip, jadi biarkan "katak dalam tempurung" ini mengingatkan bahwa kalau kutipan itu hendaknya disertai tanda kutip '"' dan disertakan pengutipnya supaya jangan dikira plagiat yang membeo orang lain. Dengan menyertakan hal tersebut, maka orang bisa mencari konteks yang dibicarakan dari kutipan tersebut. Mungkin anda mau tampak bijaksana dan berwawasan dengan mengutip dari orang lain, tapi percayalah, anda tidak tampak seperti itu.

Lagipula, anda merasa setiap kalimat yang anda posting pantas dicari lewat google? Tolonglah.


Spoiler: ShowHide
Bruce Lee mengatakan 'knowing is nothing, applying WHAT YOU KNOW is everything', maksudnya 'stuck' sampai di knowing tidak berguna, tapi menindaklanjutinya baru berguna. Dalam pembahasan teori-praktek ini, yang praktek tidak perlu 'knowing' langsung 'apply', sedangkan yang teori tidak 'apply' hanya berhenti sebatas 'knowing'. Mengutip kalimat setengah-setengah itu memang berbahaya.




oh terima kasih atas koreksinya..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 11 April 2011, 02:39:40 PM
bukan tempurung kodok bukan pula berwawasan, melainkan nabrak tembok
Nabrak tembok?? Apa pula maksudnya itu? ;D

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 11 April 2011, 02:41:47 PM
Nabrak tembok?? Apa pula maksudnya itu? ;D



nah i win, bahkan bro kainyn sang genius pun tidak memahami ini, tapi mungkin hanya perlu tambahan waktu saja, take your time, Bro.

hint: adegan Tom yg sedang ngejar2 Jerry, dan Jery keluar pintu sambil membanting pintu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 11 April 2011, 02:45:22 PM
nah i win, bahkan bro kainyn sang genius pun tidak memahami ini, tapi mungkin hanya perlu tambahan waktu saja, take your time, Bro.

hint: adegan Tom yg sedang ngejar2 Jerry, dan Jery keluar pintu sambil membanting pintu
;D OK, saya dapat gambarannya: "Pancake Tom"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 11 April 2011, 02:48:24 PM
;D OK, saya dapat gambarannya: "Pancake Tom"


i know you will
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 11 April 2011, 03:11:15 PM
Budha Dhamma itu sangat sederhana, EHIPASSIKO... tidak perlu terlalu banyak teori, intinya praktek praktek & praktek. Apa gunanya memikirkan jalan tapi tidak pernah berjalan, tidak akan pernah sampai....

kalo kaya gini sama juga kaya orang buta dong, bisa berjalan dengan bantuan tongkat atau orang lain tapi tidak pernah tau dimana , kemana , seperti apa tempat yg di tuju, seperti saya, ada sedikit pratek tapi teori lebih dari sedikit lagi . sampai saya bingung sendiri  _/\_

bukankah lebih baik semua harus seimbang baik praktek atau teori ? tolong koreksi bila salah  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 11 April 2011, 05:11:20 PM
Knowing is nothing? :D Satu lagi manusia sombong.
Knowing is nothing? :D Satu lagi manusia sombong.

biasa-nya yang ngomong "knowing is nothing" itu praktek-nya juga NOL besar. Karena begitu prakteknya sudah BERHASIL, otomatis sudah knowing... jadi kalau masih katakan knowing is nothing... Jangan-jangan Knowing dan Practice-nya NOL besar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 11 April 2011, 06:53:35 PM
biasa-nya yang ngomong "knowing is nothing" itu praktek-nya juga NOL besar. Karena begitu prakteknya sudah BERHASIL, otomatis sudah knowing... jadi kalau masih katakan knowing is nothing... Jangan-jangan Knowing dan Practice-nya NOL besar.
Menurut saya memang begitu. Ketika orang sudah paham benar akan sesuatu, maka pemahamannya itu seperti 'otomatis' diterapkan dalam kehidupannya. Dia tidak lagi melihat 'ini lagi teori, ini lagi praktek'. Misalnya orang baru kenal dhamma, baru belajar berdana, mungkin merasa 'saya sedang praktek dhamma nih.' Mungkin juga dia berpikir orang lain yang tidak/belum berdana sebagai 'baru teori' saja.

Sebaliknya bagi orang telah mengembangkan belas kasih dan kerelaan, dalam berdana tidak ada lagi pikiran 'teori & praktek'. Kerelaan dan dorongan membantu orang lain itu telah menjadi gaya hidupnya, maka kalau ditanya 'kamu sedang praktek dana?" mungkin dia akan bingung dan bertanya-tanya, "praktek? praktek dari teori apaan?"



BTW, bro NPNG sepertinya bukan mengatakan teori tidak berarti, kutipannya tidak lengkap dan sebetulnya bermakna: teori yang tidak ditindaklanjuti, tidak berarti apa-apa. Saya setuju hal tersebut karena seperti orang belajar sains di sekolah, hitungan 100% benar, tapi tidak bisa memberikan manfaat apapun di kehidupan nyata, bahkan masih buang sampah sembarangan pula. Ini nol besar nilainya. 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 11 April 2011, 08:49:53 PM
Nabrak tembok kan referensinya metta bhavana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 11 April 2011, 08:57:54 PM
Nabrak tembok kan referensinya metta bhavana?
lengkapnya ...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 11 April 2011, 09:10:48 PM
Vm
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: icykalimu on 13 May 2011, 09:37:28 PM
teori dan praktek itu berlaku utk meditasi.
contoh kita tahu teori meditasi tapi gak pernah praktek ya percuma.
kita meditasi tapi gak tahu caranya ya percuma juga.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 14 May 2011, 11:53:53 AM
teori dan praktek itu berlaku utk meditasi.
contoh kita tahu teori meditasi tapi gak pernah praktek ya percuma.
kita meditasi tapi gak tahu caranya ya percuma juga.

bagi-ku setiap saat, setiap hela nafas itu praktek... masalah-nya apakah praktek dhamma atau praktek non-dhamma...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 June 2011, 09:55:56 PM

Dalam Vāseṭṭha sutta MN.98 Sang Buddha membedakan mahkluk menjadi 3 jenis, Tumbuhan, Binatang dan Manusia, oleh sebab itu Bhikkhu dilarang menebang pohon salah satu alasan adalah tumbuhan juga merupakan mahkluk hidup. Demikian juga termasuk membunuh binatang apalagi manusia berarti melakukan pelanggaran pembunuhan. Termasuk adanya masa vassa juga salah satu alasan untuk melindungi rumputan/tumbuhan yang sedang tunas, karena setiap masa hujan adalah masa tumbuh2an untuk tunas.

Pada masa awal pengajaran Sang Buddha, vinaya belum ditetapkan, bhikkhu masih menebang pohon, hingga pada suatu ketika, seorang bhikkhu menebang pohon yg ditinggali oleh dewa pohon, hingga melukai anak dari dewa pohon tersebut. dewa itu kemudian curhat keapda Sang Buddha tentang perilaku bhikkhu itu. inilah yg melatar-belakangi vinaya dilarang menebang pohon, bukan karena pohon adalah makhluk hidup.

Kewajiban vassa adalah respon terhadap kritikan masyarakat pada masa itu yg melihat bahwa banyak bhikkhu berkeliaran pada musim hujan sehingga merusak tunas dan membunuh banyak binatang2 kecil, sementara para petapa lain bahkan tidak melakukan perjalanan pada musim hujan. juga bukan karena tunas adalah makhluk hidup
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 17 June 2011, 09:59:18 PM
Pada masa awal pengajaran Sang Buddha, vinaya belum ditetapkan, bhikkhu masih menebang pohon, hingga pada suatu ketika, seorang bhikkhu menebang pohon yg ditinggali oleh dewa pohon, hingga melukai anak dari dewa pohon tersebut. dewa itu kemudian curhat keapda Sang Buddha tentang perilaku bhikkhu itu. inilah yg melatar-belakangi vinaya dilarang menebang pohon, bukan karena pohon adalah makhluk hidup.

Kewajiban vassa adalah respon terhadap kritikan masyarakat pada masa itu yg melihat bahwa banyak bhikkhu berkeliaran pada musim hujan sehingga merusak tunas dan membunuh banyak binatang2 kecil, sementara para petapa lain bahkan tidak melakukan perjalanan pada musim hujan. juga bukan karena tunas adalah makhluk hidup

Kok dewa bisa terluka dengan tebasan kapak ?  :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 June 2011, 10:03:13 PM
Kok dewa bisa terluka dengan tebasan kapak ?  :-?

wah gak tau juga, tapi demikianlah yg kubaca, dan sepertinya semua yg memiliki jasmani memang bisa saja terluka
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 17 June 2011, 10:04:08 PM
Pada masa awal pengajaran Sang Buddha, vinaya belum ditetapkan, bhikkhu masih menebang pohon, hingga pada suatu ketika, seorang bhikkhu menebang pohon yg ditinggali oleh dewa pohon, hingga melukai anak dari dewa pohon tersebut. dewa itu kemudian curhat keapda Sang Buddha tentang perilaku bhikkhu itu. inilah yg melatar-belakangi vinaya dilarang menebang pohon, bukan karena pohon adalah makhluk hidup.

Kewajiban vassa adalah respon terhadap kritikan masyarakat pada masa itu yg melihat bahwa banyak bhikkhu berkeliaran pada musim hujan sehingga merusak tunas dan membunuh banyak binatang2 kecil, sementara para petapa lain bahkan tidak melakukan perjalanan pada musim hujan. juga bukan karena tunas adalah makhluk hidup

benar memang demikian, latar belakang penebangan pohon karena hal tsb, benar sekali karena ada dewa yg bermukim di pohon tsb. sehingga diturunkan vinaya tsb. hanya sy mendpt penjelasan dosen saya sewaktu materi kuliah ini seperti yg sy tuliskan itu. jadi ada tambahan penjelasan dari dosen sy bahwa tumbuhan juga sbg mahkluk menurut vasettha sutta ini. lalu melebar alasan ke hal penebangan dan masa vassa ini, jadi masih ada relevansinya bhw memang benar2 Buddhism menganggap sbg mahkluk karena hal2 tsb. gtu deva batara.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 17 June 2011, 10:06:44 PM
wah gak tau juga, tapi demikianlah yg kubaca, dan sepertinya semua yg memiliki jasmani memang bisa saja terluka

kalo deva batara yang ini memang ya masih punya jasmani, tp kalo deva yang itu, masihkah punya jasmani?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 June 2011, 10:12:54 PM
kalo deva batara yang ini memang ya masih punya jasmani, tp kalo deva yang itu, masihkah punya jasmani?

hanya makhluk di alam arupa-brahma yg tidak memiliki jasmani
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: William_phang on 17 June 2011, 10:15:15 PM
kalo deva batara yang ini memang ya masih punya jasmani, tp kalo deva yang itu, masihkah punya jasmani?

Dari yang pernah saya baca dan dengar sih iya masih ada rupa (jasmani) untuk alam deva kecuali arupa brahma... rupa deva itu hasil-kamma (kammaja-rupa) dan tidak punya materi hasil-panas ato unsur api....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 17 June 2011, 10:16:03 PM
hanya makhluk di alam arupa-brahma yg tidak memiliki jasmani

aslinya ?

Dari yang pernah saya baca dan dengar sih iya masih ada rupa (jasmani) untuk alam deva kecuali arupa brahma... rupa deva itu hasil-kamma (kammaja-rupa) dan tidak punya materi hasil-panas ato unsur api....

referensi ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 June 2011, 10:17:13 PM
benar memang demikian, latar belakang penebangan pohon karena hal tsb, benar sekali karena ada dewa yg bermukim di pohon tsb. sehingga diturunkan vinaya tsb. hanya sy mendpt penjelasan dosen saya sewaktu materi kuliah ini seperti yg sy tuliskan itu. jadi ada tambahan penjelasan dari dosen sy bahwa tumbuhan juga sbg mahkluk menurut vasettha sutta ini. lalu melebar alasan ke hal penebangan dan masa vassa ini, jadi masih ada relevansinya bhw memang benar2 Buddhism menganggap sbg mahkluk karena hal2 tsb. gtu deva batara.

kalau begitu teori yg mengatakan bahwa vegetarian bisa mengurangi pembunuhan jelas salah, sangat salah, hanya mengganti makhluk yg dibunuh saja.

kenapa tumbuhan tidak terdaftar dalam 31 alam ya? apakah ada kemungkinan kelahiran kembali menjadi tumbuhan? atau apakah tumbuhan adalah makhluk istimewa yg bebas dari kelahiran kembali? bagaimana karma tumbuhan itu? dikatakan karma adalah cetana, apakah tumbuhan ber-cetana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 June 2011, 10:18:19 PM
aslinya ?

maksud asli?

para dewa yg bukan makhluk arupa brahma jelas masih tersusun dari panca khandha yg salah satu komponennya adalah rupa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 17 June 2011, 10:25:06 PM
kalau begitu teori yg mengatakan bahwa vegetarian bisa mengurangi pembunuhan jelas salah, sangat salah, hanya mengganti makhluk yg dibunuh saja.
^-^ ^-^ makanya mending B2 panggang ya ?
lagi2 nanti bakalan memanas dah...karena Vegie pasti ga terima...

kalau gitu dalam paritta "Sacca Kiriya Gatha" ketika sang Buddha menjadi burung puyuh menolak makan yg bernyawa pan sama aja donk, makan rumput juga mahkluk yg bernafas.


Quote
kenapa tumbuhan tidak terdaftar dalam 31 alam ya? apakah ada kemungkinan kelahiran kembali menjadi tumbuhan? atau apakah tumbuhan adalah makhluk istimewa yg bebas dari kelahiran kembali? bagaimana karma tumbuhan itu? dikatakan karma adalah cetana, apakah tumbuhan ber-cetana?

tumbuhan memang bukan termasuk dlm 31 alam, sedangkan tumbuhan itu sendiri tidak memiliki pancakkhandha, jadi yang dimaksudkan kategori membunuh sebenarnya mahkluk yg memiliki pancakkhandha.

maksud asli?

para dewa yg bukan makhluk arupa brahma jelas masih tersusun dari panca khandha yg salah satu komponennya adalah rupa.

yahh....maksud sy itu deva ASLI bukan deva batara ini....jadi kalo deva yg asli maksud sy apakah jasmaninya nampak?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 June 2011, 10:34:40 PM
^-^ ^-^ makanya mending B2 panggang ya ?
lagi2 nanti bakalan memanas dah...karena Vegie pasti ga terima...

kalau gitu dalam paritta "Sacca Kiriya Gatha" ketika sang Buddha menjadi burung puyuh menolak makan yg bernyawa pan sama aja donk, makan rumput juga mahkluk yg bernafas.

belum pernah dengar cerita burung puyuh dalam "Sacca Kiriya Gatha", mohon penjelasan lebih lanjut.

Quote
tumbuhan memang bukan termasuk dlm 31 alam, sedangkan tumbuhan itu sendiri tidak memiliki pancakkhandha, jadi yang dimaksudkan kategori membunuh sebenarnya mahkluk yg memiliki pancakkhandha.
jadi ada alam lain lagi selain 31 alam ini?

Quote
yahh....maksud sy itu deva ASLI bukan deva batara ini....jadi kalo deva yg asli maksud sy apakah jasmaninya nampak?

dari tadi pun saya tidak pernah membicarakan diri saya, yg saya maksudkan adalah para dewa di alam surga dan brahma di alam arupa brahma. para dewa masih memiliki rupa, vedana, sanna, sankhara, dan vinnana. rupa di sana adalah jasmani.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 17 June 2011, 10:44:49 PM
belum pernah dengar cerita burung puyuh dalam "Sacca Kiriya Gatha", mohon penjelasan lebih lanjut.
jadi ada alam lain lagi selain 31 alam ini?

dari tadi pun saya tidak pernah membicarakan diri saya, yg saya maksudkan adalah para dewa di alam surga dan brahma di alam arupa brahma. para dewa masih memiliki rupa, vedana, sanna, sankhara, dan vinnana. rupa di sana adalah jasmani.

kisah ttg burung puyuh ini menolak ketika disuapi cacing oleh induknya sehingga badannya melemah, beliau adalah bodhisattva yg bertekad tidak mau makan yang bernyawa, ketika hutan kebakaran semua burung terbang keluar dari hutan menyelamatkan diri, lalu bodhisattva yg tidak mampu terbang krn tubuhnya melemah mengucapkan sacca kiriya gatha ini sehingga beliau selamat. sory ya bro ga bisa quote parittanya, buka aja deh di buku paritta. (**duhh barusan keinget...jangan2 di test nih...lalu buntutnya...hayooo...ga baca RAPB... ;D)

alam mana ya tumbuhan ini? kalo selain di alam manusia kok di alam deva juga banyak semerbak harum bunga yg sangat harum sekali, bukankah berarti ada tumbuhan yak? tanya juga ah....

iya, saya juga maksudkan itu, apakah jasmani (rupa) tsb nampak ? karena tidak kasat mata setahu saya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 June 2011, 10:50:37 PM
kisah ttg burung puyuh ini menolak ketika disuapi cacing oleh induknya sehingga badannya melemah, beliau adalah bodhisattva yg bertekad tidak mau makan yang bernyawa, ketika hutan kebakaran semua burung terbang keluar dari hutan menyelamatkan diri, lalu bodhisattva yg tidak mampu terbang krn tubuhnya melemah mengucapkan sacca kiriya gatha ini sehingga beliau selamat. sory ya bro ga bisa quote parittanya, buka aja deh di buku paritta. (**duhh barusan keinget...jangan2 di test nih...lalu buntutnya...hayooo...ga baca RAPB... ;D)

alam mana ya tumbuhan ini? kalo selain di alam manusia kok di alam deva juga banyak semerbak harum bunga yg sangat harum sekali, bukankah berarti ada tumbuhan yak? tanya juga ah....

iya, saya juga maksudkan itu, apakah jasmani (rupa) tsb nampak ? karena tidak kasat mata setahu saya.

rupa tidak harus kasat mata. jenis rupa tertentu tidak terlihat bukan karena tidak ada melainkan karena keterbatasan mata, beberapa orang tertentu yg bermata tajam spt Sang Buddha dan para siswa Arahat, mampu melihat rupa yg tidak kasat mata ini

angin adalah contoh rupa yg nyata tapi toh gak terlihat juga. contoh lain adalah virus, jelas ada, tidak kasat mata tapi masih bisa dilihat dengan alat bantu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 17 June 2011, 10:58:49 PM
rupa tidak harus kasat mata. jenis rupa tertentu tidak terlihat bukan karena tidak ada melainkan karena keterbatasan mata, beberapa orang tertentu yg bermata tajam spt Sang Buddha dan para siswa Arahat, mampu melihat rupa yg tidak kasat mata ini

angin adalah contoh rupa yg nyata tapi toh gak terlihat juga. contoh lain adalah virus, jelas ada, tidak kasat mata tapi masih bisa dilihat dengan alat bantu

thanks deva batara, trus yg tumbuhan gimana, ikutan nanya lho sy....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 June 2011, 11:00:56 PM
thanks deva batara, trus yg tumbuhan gimana, ikutan nanya lho sy....

loh saya tidak pernah mengatakan tumbuhan adalah makhluk, justru saya yg mengharapkan jawaban
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 17 June 2011, 11:20:42 PM
loh saya tidak pernah mengatakan tumbuhan adalah makhluk, justru saya yg mengharapkan jawaban

sebenarnya saya dah mo matiin komputer, tiba2 keinget belum jawab ini. sebenarnya deva batara ini hanya mo ngetest sy aja, tp gpp lah, pdhal tahu banget aslinya. begini, syarat utk terlahir kembali apa sih? adalah adanya "kesadaran", sehingga tumbuhan tidak termasuk dalam syarat tsb. binatang masih memiliki "kesadaran" walau tingkat rendah tidak spt manusia. sehingga binatang mampu terlahir kembali menjadi manusia jika akusalakamma vipakanya berakhir. atau jika dia melakukan karya besar spt contoh kura2 yg menyelamatkan 500 pedagang yg terdampar kelaparan tsb.

udahan ya, sy mgk agak lama ga online dulu (mulai nyicil tugas paper dulu).

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 17 June 2011, 11:26:01 PM
sebenarnya saya dah mo matiin komputer, tiba2 keinget belum jawab ini. sebenarnya deva batara ini hanya mo ngetest sy aja, tp gpp lah, pdhal tahu banget aslinya. begini, syarat utk terlahir kembali apa sih? adalah adanya "kesadaran", sehingga tumbuhan tidak termasuk dalam syarat tsb. binatang masih memiliki "kesadaran" walau tingkat rendah tidak spt manusia. sehingga binatang mampu terlahir kembali menjadi manusia jika akusalakamma vipakanya berakhir. atau jika dia melakukan karya besar spt contoh kura2 yg menyelamatkan 500 pedagang yg terdampar kelaparan tsb.

udahan ya, sy mgk agak lama ga online dulu (mulai nyicil tugas paper dulu).

mettacittena,

saya hanya perlu meluruskan, bahwa saya tidak punya kepentingan apa pun untuk menguji member mana pun juga di sini, ada pendapat yg baru yg sangat bertentangan dengan apa yg saya pahami selama ini, dan hal ini memunculkan rasa ingin tahu pada diri saya, dan saya tertarik untuk menggali lebih dalam lagi tentang teori baru ini.

mohon maaf kalau hal ini jadi dianggap sebagai "test". walaupun rasa ingin tahu saya masih belum terpuaskan, tapi baiklah, saya akhiri saja diskusi ini agar tidak menimbulkan kesalah-pahaman lebih jauh lagi.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 June 2011, 12:00:08 PM
saya hanya perlu meluruskan, bahwa saya tidak punya kepentingan apa pun untuk menguji member mana pun juga di sini, ada pendapat yg baru yg sangat bertentangan dengan apa yg saya pahami selama ini, dan hal ini memunculkan rasa ingin tahu pada diri saya, dan saya tertarik untuk menggali lebih dalam lagi tentang teori baru ini.

mohon maaf kalau hal ini jadi dianggap sebagai "test". walaupun rasa ingin tahu saya masih belum terpuaskan, tapi baiklah, saya akhiri saja diskusi ini agar tidak menimbulkan kesalah-pahaman lebih jauh lagi.

_/\_

emank lagi ujian pakai test2 segala
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 June 2011, 12:07:34 PM
kisah ttg burung puyuh ini menolak ketika disuapi cacing oleh induknya sehingga badannya melemah, beliau adalah bodhisattva yg bertekad tidak mau makan yang bernyawa, ketika hutan kebakaran semua burung terbang keluar dari hutan menyelamatkan diri, lalu bodhisattva yg tidak mampu terbang krn tubuhnya melemah mengucapkan sacca kiriya gatha ini sehingga beliau selamat. sory ya bro ga bisa quote parittanya, buka aja deh di buku paritta. (**duhh barusan keinget...jangan2 di test nih...lalu buntutnya...hayooo...ga baca RAPB... ;D)

alam mana ya tumbuhan ini? kalo selain di alam manusia kok di alam deva juga banyak semerbak harum bunga yg sangat harum sekali, bukankah berarti ada tumbuhan yak? tanya juga ah....

iya, saya juga maksudkan itu, apakah jasmani (rupa) tsb nampak ? karena tidak kasat mata setahu saya.

karena masih sebagai Bodhisatta terlahir sebagai hewan, tentunya tidak heran bila masih menolak makanan yang tidak disukai, bukan berarti burung puyuh (Bodhisatta) mengerti tentang Dhamma dan menolak makanan bernyawa kemudian dijadikan patokan bahwa Buddha Dhamma adalah setuju vegetarian

saya pernah mendengar cerita, bahwa ada teman punya  seekor anjing, dimana setiap hari kamis anjing itu pasti puasa tidak mau makan (ini adalah cerita benar).

cerita anjing puasa coba kita bandingkan dengan kisah seekor puyuh yang menolak makan cacing
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 18 June 2011, 01:15:10 PM
Kisah Sacca Kiriya Gatha itu tidak serta merta hanya karena sang burung puyuh itu tidak makan cacing, tetapi kualitas parami burung puyuh sendiri sebagai tumimbal lahir-nya seorang bodhisatta.

Jadi masalah tidak makan cacing dari seekor burung puyuh menurut saya masih terlalu prematur untuk disimpulkan bahwa tidak makan makhluk hidup adalah sangat superior.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 June 2011, 02:22:00 PM
Kisah Sacca Kiriya Gatha itu tidak serta merta hanya karena sang burung puyuh itu tidak makan cacing, tetapi kualitas parami burung puyuh sendiri sebagai tumimbal lahir-nya seorang bodhisatta.

Jadi masalah tidak makan cacing dari seekor burung puyuh menurut saya masih terlalu prematur untuk disimpulkan bahwa tidak makan makhluk hidup adalah sangat superior.

IMO
bukan hanya prematur, sudah pasti tidak ada hubungan dengan mahluk superior 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 18 June 2011, 02:40:43 PM
IMO
bukan hanya prematur, sudah pasti tidak ada hubungan dengan mahluk superior 
Yakkha juga dikatakan doyan daging, bahkan daging manusia. Tapi mereka tetap dikatakan 'deva'. Jadi memang sepertinya soal diet makhluk tidak ada hubungannya dengan superioritas kalau ditinjauh dari Ajaran Buddha. Yang relevan adalah moralitas & kebijaksanaan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 18 June 2011, 04:30:13 PM
^^^
sekata bro
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 18 June 2011, 10:36:13 PM
Kisah Sacca Kiriya Gatha itu tidak serta merta hanya karena sang burung puyuh itu tidak makan cacing, tetapi kualitas parami burung puyuh sendiri sebagai tumimbal lahir-nya seorang bodhisatta.

Jadi masalah tidak makan cacing dari seekor burung puyuh menurut saya masih terlalu prematur untuk disimpulkan bahwa tidak makan makhluk hidup adalah sangat superior.

Pertanyaannya: "Bagaimana bisa seekor burung puyuh berbicara dan punya pemikiran secerdas manusia ber-IQ lebih dari 135 itu?" ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 19 June 2011, 09:08:48 AM
saya hanya perlu meluruskan, bahwa saya tidak punya kepentingan apa pun untuk menguji member mana pun juga di sini, ada pendapat yg baru yg sangat bertentangan dengan apa yg saya pahami selama ini, dan hal ini memunculkan rasa ingin tahu pada diri saya, dan saya tertarik untuk menggali lebih dalam lagi tentang teori baru ini.

mohon maaf kalau hal ini jadi dianggap sebagai "test". walaupun rasa ingin tahu saya masih belum terpuaskan, tapi baiklah, saya akhiri saja diskusi ini agar tidak menimbulkan kesalah-pahaman lebih jauh lagi.

_/\_
emank lagi ujian pakai test2 segala

sory deh, soalnya saya tahu kalian2 ini udah jauh lebih mendalam pengetahuannya dibanding sya, kadang saya malah ga tahu dan dapat masukan dari kalian. justru sy banyak belajar dari kalian kok.

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 19 June 2011, 09:11:36 AM
Pertanyaannya: "Bagaimana bisa seekor burung puyuh berbicara dan punya pemikiran secerdas manusia ber-IQ lebih dari 135 itu?" ;D

hal ini kita bisa pertanyakan karena sekarang kita paham dan mampu berpikir dg benar. tetapi konteks pembicaraan awal adalah ttg tekad tidak makan makanan bernyawa itu telah ada di paritta ini yg akhirnya dijadikan senjata oleh kaum Vegie bahwa bahkan ketika sang Buddha sewaktu masih menjadi Bodhisattvapun SUDAH ber-vegie. ini pula yg dijadikan senjata oleh kaum Vegie di Sri Lanka.

mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 19 June 2011, 09:15:31 AM
Kisah Sacca Kiriya Gatha itu tidak serta merta hanya karena sang burung puyuh itu tidak makan cacing, tetapi kualitas parami burung puyuh sendiri sebagai tumimbal lahir-nya seorang bodhisatta.

Jadi masalah tidak makan cacing dari seekor burung puyuh menurut saya masih terlalu prematur untuk disimpulkan bahwa tidak makan makhluk hidup adalah sangat superior.

bro, dengan senjata paritta ini kaum Vegie di Sri Lanka memiliki BUKTI yg kuat bahwa Sang Buddha adalah penganut Vegie. (sory kalo bro tidak sepaham, ini hanya sharing info).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 19 June 2011, 09:25:20 AM
bro, dengan senjata paritta ini kaum Vegie di Sri Lanka memiliki BUKTI yg kuat bahwa Sang Buddha adalah penganut Vegie. (sory kalo bro tidak sepaham, ini hanya sharing info).

apakah Srilanka tidak mengakui persembahan daging babi sebagai makanan terakhir kepada Sang Buddha oleh Cunda?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 19 June 2011, 09:31:06 AM
hal ini kita bisa pertanyakan karena sekarang kita paham dan mampu berpikir dg benar. tetapi konteks pembicaraan awal adalah ttg tekad tidak makan makanan bernyawa itu telah ada di paritta ini yg akhirnya dijadikan senjata oleh kaum Vegie bahwa bahkan ketika sang Buddha sewaktu masih menjadi Bodhisattvapun SUDAH ber-vegie. ini pula yg dijadikan senjata oleh kaum Vegie di Sri Lanka.

mettacittena,

sebaliknya, dalam Jataka juga ada kisah Bodhisattva sebagai singa yg berburu mangsa rusa, sapi, dll
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 19 June 2011, 09:55:08 AM
sebaliknya, dalam Jataka juga ada kisah Bodhisattva sebagai singa yg berburu mangsa rusa, sapi, dll

boleh saya tambahkan bro, seingat saya sang buddha pun tidak melarang para bhikku memakan daging , selama daging itu tidak dengan sengaja di bunuh untuk di berikan ( bangkai) . untuk sumber yang ini saya belum temukan ;D

sumber:
Spoiler: ShowHide
Quote
4.13. Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Bhoganagara selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Pāvā.’ ‘Baik, Bhagavā,’ jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Pāvā, di sana Beliau menetap di hutan mangga Cunda si pandai besi.

4.14. Dan Cunda mendengar bahwa Sang Bhagavā telah tiba di Pāvā dan sedang menetap di hutan-mangganya. Maka ia menemui Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi, dan Sang Bhagavā memberikan nasihat, memicu semangat, dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma.

4.15. Kemudian Cunda berkata: ‘Sudilah Sang Bhagavā menerima makanan dariku besok bersama para bhikkhu!’ Dan Sang Bhagavā menerimanya dengan berdiam diri.

4.16. Dan Cunda, memahami penerimaan Beliau, bangkit dari duduknya, memberi hormat kepada Beliau [127] dan, pergi dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā.

4.17. Dan ketika malam berlalu, Cunda mempersiapkan makanan keras dan lunak dengan berbagai makanan dari ‘daging babi’,[55] dan ketika persiapan selesai, ia memberitahukan kepada Sang Bhagavā: ‘Bhagavā, makanan telah siap.’

4.18. Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubah di pagi hari, mengambil jubah dan mangkuk-Nya, dan pergi bersama para bhikkhu menuju kediaman Cunda, di mana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan dan berkata: ‘Sajikan “makanan daging babi” yang telah dipersiapkan untuk-Ku, dan sajikan makanan keras dan lunak lainnya untuk para bhikkhu.’ ‘Baik, Bhagavā,’ jawab Cunda, dan melakukan sesuai instruksi Sang Bhagavā.

4.19. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Cunda: ‘Apa pun yang tersisa dari ‘makanan daging babi’ ini, harus dikuburkan dalam lubang, karena, Cunda, Aku tidak melihat seorang pun di dunia ini dengan para dewa, māra, dan Brahmā, dalam generasi ini bersama para petapa dan Brahmana, raja-raja dan umat manusia yang, jika mereka memakannya, dapat mencernanya dengan baik kecuali Tathāgata.’[56] ‘Baik, Bhagava,’ jawab Cunda dan, setelah menguburkan sisa dari ‘makanan daging babi’ dalam lubang, ia menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā, setelah memberikan nasihat, memicu semangat, dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma, bangkit dari duduknya dan pergi.

4.20. Dan setelah memakan makanan yang dipersembahkan oleh Cunda, Sang Bhagavā diserang oleh penyakit parah hingga mengalami diare berdarah, dan dengan sangat kesakitan nyaris meninggal dunia. [128] Namun Beliau menahankannya dengan penuh perhatian dan dengan kesadaran jernih, dan tanpa mengeluh. Kemudian Sang Bhagavā berkata: ‘Ānanda, mari kita pergi ke Kusināra.’ ‘Baiklah, Bhagavā,’ jawab Ānanda.

    Setelah memakan makanan dari Cunda (inilah yang kudengar), Ia menderita sakit parah, sangat sakit, hampir meninggal dunia; Karena memakan makanan ‘daging babi’ Penyakit parah menyerang Sang Guru. Setelah menyingkirkannya, Sang Bhagavā berkata: ‘Sekarang, Aku akan pergi ke kota Kusināra.’[57]
http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_16:_Mahaparinibbana_Sutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_16:_Mahaparinibbana_Sutta)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 19 June 2011, 10:02:45 AM
apakah Srilanka tidak mengakui persembahan daging babi sebagai makanan terakhir kepada Sang Buddha oleh Cunda?

[kaum vegie] cukup 2 cerita Jataka, yang lain tidak benar
[Hudoyo H. ] cukup 2 sutta, sutta lainnya tidak benar 
=))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 19 June 2011, 11:52:34 AM
apakah Srilanka tidak mengakui persembahan daging babi sebagai makanan terakhir kepada Sang Buddha oleh Cunda?

 ;D ;D

menurut orang Vegie itu jamur beracun bro.... ^-^

boleh saya tambahkan bro, seingat saya sang buddha pun tidak melarang para bhikku memakan daging , selama daging itu tidak dengan sengaja di bunuh untuk di berikan ( bangkai) . untuk sumber yang ini saya belum temukan ;D

sumber:
Spoiler: ShowHide
http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_16:_Mahaparinibbana_Sutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_16:_Mahaparinibbana_Sutta)


kalo ini mah semua orang Theravada juga udah tahu bro....yg kita bahas ini ttg orang2 Vegie yg memakai paritta tsb sbg senjata mematahkan orang2 non-Vegie..... ;D

[kaum vegie] cukup 2 cerita Jataka, yang lain tidak benar
[Hudoyo H. ] cukup 2 sutta, sutta lainnya tidak benar 
=))

saya ga ikut2an mengatakan 2 sutta aja atau 2 jataka aja lho..... ;D

[spoiler]
[master mode on] khan Tipitaka Kitab palsu, yang nulis juga bukan Sang Buddha, jadi semua Sutta adalah palsu [master mode off]
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 19 June 2011, 12:46:59 PM
maafkan kesalahan saya cc  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 19 June 2011, 02:00:04 PM
;D ;D

menurut orang Vegie itu jamur beracun bro.... ^-^


bagaimana dengan teks pali? apakah Pali mengatakan daging babi atau jamur beracun?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 19 June 2011, 10:25:23 PM
maafkan kesalahan saya cc  ;D

lha napa lagi minta maaf? kagak ada yg salah kok....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bawel on 19 June 2011, 10:29:04 PM
wah om kutho jadi modetator yah? ;D.

selamat yah ;D, selamat menjalankan tugas ;D.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 19 June 2011, 10:35:33 PM
;D ;D

menurut orang Vegie itu jamur beracun bro.... ^-^

bagaimana dengan teks pali? apakah Pali mengatakan daging babi atau jamur beracun?


teks Pali ya? iya sih menurut teks Pali dikatakan "sūkaramaddava"

Spoiler: ShowHide

arti menurut kamus :
[spoiler]
http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/contextualize.pl?p.4.pali.209470 (http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/contextualize.pl?p.4.pali.209470)

Sūkara
Sūkara [Sk. sūkara, perhaps as sū+kara; cp. Av. hū pig, Gr. u(_s; Lat. sūs; Ags. sū=E. sow] a hog, pig Vin i.200; D i.5; A ii.42 (kukkuṭa+), 209; It 36; J i.197 (Muṇika); ii.419 (Sālūka); iii.287 (Cullatuṇḍila & Mahā -- tuṇḍila); Miln 118, 267; VbhA 11 (vara -- sayane sayāpita). -- f. sūkarī J ii.406 (read vañjha˚).
   -- antaka a kind of girdle Vin ii.136. -- maŋsa pork A iii.49 (sampanna -- kolaka). -- maddava is with Franke (Dīgha trsln 222 sq.) to be interpreted as "soft (tender) boar's flesh." So also Oldenberg (Reden des B. 1922, 100) & Fleet (J.R.A.S. 1906, 656 & 881). Scarcely with Rh. D. (Dial. ii.137, with note) as "quantity of truffles" D ii.127; Ud 81 sq.; Miln 175. -- potaka the young of a pig J v.19. -- sāli a kind of wild rice J vi.531 (v. l. sukasāli).

tapi ada versi lain :
[spoiler]
http://www.budsas.org/ebud/ebsut006.htm (http://www.budsas.org/ebud/ebsut006.htm)

In the translation from the Pali script, "SUKARA-MADDAVA" was not translated in the English version [1; 2; 3], although Walshe translated it as "pig's delight" [2]. However, the Vietnamese versions contain the words "na^'m" (mushroom) and "mo^.c nhi~" (edible black fungus) [4; 5; 6]. In some other books, which I forgot the exact titles, the terms "pork meat, boar meat" were used. According to many Pali scholars [1; 2]:
sukara: pig, boar
maddava: delicate, well-liked, soft, tender
So, sukara-maddava may mean:
(1) the tender parts of a pig or boar
(2) what is enjoyed by pigs or boars, which may be referred to a mushroom or truffle, or a yam or tuber.
In some other commentaries, sukara-maddava was also mentioned as a "medicinal plant" in classic Indian medicine, or as "young bamboo shoots trampled by pigs".
All the current scholar monks agree with the meaning of "mushroom or truffle", and I concur with them. According to the monastic rules, the monks are not allowed to eat meat from animals specifically killed to make food for them.
The meaning of sukara-maddava as "pork/boar meat" is thus not appropriate here.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 19 June 2011, 10:42:14 PM
wah om kutho jadi modetator yah? ;D.

selamat yah ;D, selamat menjalankan tugas ;D.

Congratz ya bro Kainyn....selamat menjalankan tugas sbg Glomod.... :jempol:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 19 June 2011, 11:18:29 PM
bagaimana dengan teks pali? apakah Pali mengatakan daging babi atau jamur beracun?



teks Pali ya? iya sih menurut teks Pali dikatakan "sūkaramaddava"

Spoiler: ShowHide

arti menurut kamus :
[spoiler]
http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/contextualize.pl?p.4.pali.209470 (http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/contextualize.pl?p.4.pali.209470)

Sūkara
Sūkara [Sk. sūkara, perhaps as sū+kara; cp. Av. hū pig, Gr. u(_s; Lat. sūs; Ags. sū=E. sow] a hog, pig Vin i.200; D i.5; A ii.42 (kukkuṭa+), 209; It 36; J i.197 (Muṇika); ii.419 (Sālūka); iii.287 (Cullatuṇḍila & Mahā -- tuṇḍila); Miln 118, 267; VbhA 11 (vara -- sayane sayāpita). -- f. sūkarī J ii.406 (read vañjha˚).
   -- antaka a kind of girdle Vin ii.136. -- maŋsa pork A iii.49 (sampanna -- kolaka). -- maddava is with Franke (Dīgha trsln 222 sq.) to be interpreted as "soft (tender) boar's flesh." So also Oldenberg (Reden des B. 1922, 100) & Fleet (J.R.A.S. 1906, 656 & 881). Scarcely with Rh. D. (Dial. ii.137, with note) as "quantity of truffles" D ii.127; Ud 81 sq.; Miln 175. -- potaka the young of a pig J v.19. -- sāli a kind of wild rice J vi.531 (v. l. sukasāli).

tapi ada versi lain :
[spoiler]
http://www.budsas.org/ebud/ebsut006.htm (http://www.budsas.org/ebud/ebsut006.htm)

In the translation from the Pali script, "SUKARA-MADDAVA" was not translated in the English version [1; 2; 3], although Walshe translated it as "pig's delight" [2]. However, the Vietnamese versions contain the words "na^'m" (mushroom) and "mo^.c nhi~" (edible black fungus) [4; 5; 6]. In some other books, which I forgot the exact titles, the terms "pork meat, boar meat" were used. According to many Pali scholars [1; 2]:
sukara: pig, boar
maddava: delicate, well-liked, soft, tender
So, sukara-maddava may mean:
(1) the tender parts of a pig or boar
(2) what is enjoyed by pigs or boars, which may be referred to a mushroom or truffle, or a yam or tuber.
In some other commentaries, sukara-maddava was also mentioned as a "medicinal plant" in classic Indian medicine, or as "young bamboo shoots trampled by pigs".
All the current scholar monks agree with the meaning of "mushroom or truffle", and I concur with them. According to the monastic rules, the monks are not allowed to eat meat from animals specifically killed to make food for them.
The meaning of sukara-maddava as "pork/boar meat" is thus not appropriate here.



cc panna , lain kali di translate ya... bagi2 dong pengetahuan dhammanya  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 19 June 2011, 11:53:22 PM
hal ini kita bisa pertanyakan karena sekarang kita paham dan mampu berpikir dg benar. tetapi konteks pembicaraan awal adalah ttg tekad tidak makan makanan bernyawa itu telah ada di paritta ini yg akhirnya dijadikan senjata oleh kaum Vegie bahwa bahkan ketika sang Buddha sewaktu masih menjadi Bodhisattvapun SUDAH ber-vegie. ini pula yg dijadikan senjata oleh kaum Vegie di Sri Lanka.

mettacittena,

Saya tidak mempersoalkan kisah mengenai "burung puyuh (Bodhisatta) yang tidak mau memakan cacing". Bagi saya itu tidak istimewa sama sekali. Kalau kita mau membuka mata pada dunia, kita bisa menemukan ratusan "keajaiban" lain yang lebih hebat yang dilakukan oleh berbagai hewan di masa kini.

Burung puyuh bervegetarian itu tidak janggal. Anjingnya paman saya juga bervegetarian, sama sekali tidak mau makan daging.

Yang saya persoalkan adalah: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"

Ada komentar yang ilmiah? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Jerry on 20 June 2011, 12:33:18 AM
Kan udah ada translator sekarang. :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 20 June 2011, 12:37:18 AM
Saya tidak mempersoalkan kisah mengenai "burung puyuh (Bodhisatta) yang tidak mau memakan cacing". Bagi saya itu tidak istimewa sama sekali. Kalau kita mau membuka mata pada dunia, kita bisa menemukan ratusan "keajaiban" lain yang lebih hebat yang dilakukan oleh berbagai hewan di masa kini.

Burung puyuh bervegetarian itu tidak janggal. Anjingnya paman saya juga bervegetarian, sama sekali tidak mau makan daging.

Yang saya persoalkan adalah: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"

Ada komentar yang ilmiah? ;D
kek di pelem pelem....jangan kan burung, kambing/sapi juga dulu pernah ada di sutta mana gitu bisa bicara bahkan memahami hukum kamma
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:39:44 AM
Kan udah ada translator sekarang. :))

=)) Bagaimana dengan soal IQ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:40:31 AM
kek di pelem pelem....jangan kan burung, kambing/sapi juga dulu pernah ada di sutta mana gitu bisa bicara bahkan memahami hukum kamma

Makanya. Saya butuh penjelasan ilmiah! ;D

Spoiler: ShowHide
*kritis sekritis-kritisnya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 20 June 2011, 12:52:35 AM
kek di pelem pelem....jangan kan burung, kambing/sapi juga dulu pernah ada di sutta mana gitu bisa bicara bahkan memahami hukum kamma


pernah dengar cerita pada jaman buddha kasapa sampai umur berapa manusia hidup?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 20 June 2011, 03:33:13 AM
Makanya. Saya butuh penjelasan ilmiah! ;D

Spoiler: ShowHide
*kritis sekritis-kritisnya

Jika mau jawaban pasti, ciptakan mesin waktu dan kembali ke jaman dulu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 20 June 2011, 09:09:18 AM

pernah dengar cerita pada jaman buddha kasapa sampai umur berapa manusia hidup?
kalau masalah usia sih logis aja....dimana kita liat...dulu kakek kakek rata rata usia 80-90....sekarang 65-75 udah K.O...belum lagi penyakit aneh bermunculan,,, dulu mana ada kanker?
menurut saya logis logis aja usia itu....hanya kalau umur manusia 10000 tahun yah susah jg saya percaya...belum liat pribadi sih...
tapi ini kambing/sapi bisa bicara dgn manusia pakai bahasa yg sama? bayangkan kalau anjing jadi berbahasa inggris. ^^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 20 June 2011, 09:38:12 AM
kalau masalah usia sih logis aja....dimana kita liat...dulu kakek kakek rata rata usia 80-90....sekarang 65-75 udah K.O...belum lagi penyakit aneh bermunculan,,, dulu mana ada kanker?
menurut saya logis logis aja usia itu....hanya kalau umur manusia 10000 tahun yah susah jg saya percaya...belum liat pribadi sih...
tapi ini kambing/sapi bisa bicara dgn manusia pakai bahasa yg sama? bayangkan kalau anjing jadi berbahasa inggris. ^^
Saya membayangkan kalau orang malas belajar, bisa-bisa ditertawakan anjing.

Majikan: Blackie, ambilin koran!
Blackie: Ga ada, boss, hari ini holiday
Majikan: Holidei apa tuh?
Blackie: Hari libur, boss. (Payah banget si Boss, makanya banyak baca donk!)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 20 June 2011, 09:50:41 AM
kalau masalah usia sih logis aja....dimana kita liat...dulu kakek kakek rata rata usia 80-90....sekarang 65-75 udah K.O...belum lagi penyakit aneh bermunculan,,, dulu mana ada kanker?
menurut saya logis logis aja usia itu....hanya kalau umur manusia 10000 tahun yah susah jg saya percaya...belum liat pribadi sih...
tapi ini kambing/sapi bisa bicara dgn manusia pakai bahasa yg sama? bayangkan kalau anjing jadi berbahasa inggris. ^^
  mungkin saya punya kutipan sedikit soal umur bro,

Quote
[1] 1.1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.[1] Suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthi, di taman Anāthapiṇḍika di hutan Jeta, dalam kawasan gubuk Kareri. Dan di antara sejumlah bhikkhu yang berkumpul di sana setelah makan, setelah menerima makanan, duduk di Paviliun Kareri, terjadi suatu diskusi serius tentang kehidupan lampau, mereka berkata: ‘Beginilah terjadinya di masa lampau,’ atau ‘Begitulah terjadinya di masa lampau.’
1.2. Dan Sang Bhagavā, dengan indria telinga dewa yang melampaui kekuatan manusia, mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Bangkit dari duduk-Nya, Beliau datang ke Paviliun Kareri, duduk di tempat yang telah disediakan, dan berkata: ‘Para bhikkhu, apakah pembicaraan kalian ketika kalian berkumpul? Diskusi apakah yang terhenti karena-Ku?’ dan mereka menceritakan kepada Beliau. [2]
1.3. ‘Baiklah, para bhikkhu, maukah kalian mendengarkan ceramah mengenai kehidupan lampau?’ ‘Bhagavā, sekarang adalah waktunya untuk itu! Yang Sempurna menempuh Sang Jalan, sekarang adalah waktunya untuk itu! Jika Bhagavā membabarkan khotbah tentang kehidupan lampau, para bhikkhu akan mendengarkan dan mengingatnya!’ ‘Baiklah, para bhikkhu, dengarkan, perhatikanlah dengan baik, dan Aku akan berbicara.’
‘Baik, Bhagavā,’ para bhikkhu menjawab, dan Sang Bhagavā berkata:
1.4. ‘Para bhikkhu, sembilan puluh satu kappa yang lalu, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Buddha Vipassī yang telah mencapai Penerangan Sempurna muncul di dunia. Tiga puluh satu kappa yang lalu, Buddha Sikhī muncul; pada kappa yang sama muncul Buddha Vessabhū, dan dalam kappa yang menguntungkan saat ini[2], para Buddha, Kakusandha, Konāgamana, dan Kassapa muncul di dunia. Dan para bhikkhu, dalam kappa yang menguntungkan ini, Aku juga muncul di dunia ini sebagai seorang Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna.’
1.5. ‘Buddha Vipassī terlahir dari kasta Khattiya, dan dibesarkan dalam keluarga Khattiya; Buddha Sikhī juga demikian; [3] Buddha Vessabhū juga demikian; Buddha Kakusandha terlahir dari Kasta Brahmana, dan dibesarkan dalam keluarga Brahmana; Buddha Konāgamana juga demikian, Buddha Kassapa juga demikian, dan Aku, para bhikkhu, yang adalah seorang Arahant dan Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna, terlahir dari kasta Khattiya, dan dibesarkan dalam keluarga Khattiya.’
1.6. ‘Buddha Vipassī berasal dari marga Kondañña; Buddha Sikhī juga demikian; Buddha Vessabhū juga demikian; Buddha Kakusandha berasal dari marga Kassapa; Buddha Konāgamana juga demikian; Buddha Kassapa juga demikian; Aku yang sekarang adalah seorang Arahant dan Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna, berasal dari marga Gotama.’
1.7. ‘Pada masa Buddha Vipassī, umur kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun; pada masa Buddha Sikhī, tujuh puluh ribu; pada masa Buddha Vessabhū, enam puluh ribu; pada masa Buddha Kakusandha, empat puluh ribu; pada masa Buddha Konāgamana, tiga puluh ribu; [4] pada masa Buddha Kassapa, dua puluh ribu. Pada masa-Ku, umur kehidupan sangat singkat, terbatas, dan cepat dilalui; jarang sekali bagi siapa pun yang hidup sampai seratus tahun.’
1.8. ‘Buddha Vipassī mencapai Penerangan Sempurna di bawah pohon bunga-trompet; Buddha Sikhī di bawah pohon-mangga-putih; Buddha Vessabhū di bawah pohon–sāl; Buddha Kakusandha di bawah pohon Akasia; Buddha Konāgamana di bawah pohon banyan; dan Aku mencapai Penerangan Sempurna di bawah pohon-assattha’.[3]
sumber :DN 14   Mahāpadāna Sutta Khotbah Panjang Tentang Silsilah
http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_14:_Mahapadana_Sutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_14:_Mahapadana_Sutta)

logis tidak ya umur sampai segitu?
bisa tidak di buktikan secara ilmiah?
apakah sang buddha hanya menceritakan kebohongan? atau hanya omong kosong belaka?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 20 June 2011, 09:58:04 AM
  mungkin saya punya kutipan sedikit soal umur bro,
sumber :DN 14   Mahāpadāna Sutta Khotbah Panjang Tentang Silsilah
http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_14:_Mahapadana_Sutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_14:_Mahapadana_Sutta)

logis tidak ya umur sampai segitu?
bisa tidak di buktikan secara ilmiah?
apakah sang buddha hanya menceritakan kebohongan? atau hanya omong kosong belaka?

bagi nyamuk yg umurnya cuma beberapa hari, adalah mustahil ada manusia yg bisa hidup sampai 60 tahun. logis atau tidak logis hanya karena dibatasi oleh jangkauan pikiran kita yg sangat terbatas
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 20 June 2011, 10:07:22 AM
bagi nyamuk yg umurnya cuma beberapa hari, adalah mustahil ada manusia yg bisa hidup sampai 60 tahun. logis atau tidak logis hanya karena dibatasi oleh jangkauan pikiran kita yg sangat terbatas

apakah dalam artian, ada hal yang dapat dibuktikan dengan ilmiah dan ada hal yang memang tidak perlu pembuktian ilmiah ya bro, karena segala sesuatu mempunyai keterbatasan dalam pemikiran logis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 20 June 2011, 10:11:44 AM
apakah dalam artian, ada hal yang dapat dibuktikan dengan ilmiah dan ada hal yang memang tidak perlu pembuktian ilmiah ya bro, karena segala sesuatu mempunyai keterbatasan dalam pemikiran logis

maksud saya, sesuatu tidak logis menurut kita bukan berarti hal itu tidak benar, hanya kita yg tidak mampu membuktikan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 20 June 2011, 10:23:09 AM
maksud saya, sesuatu tidak logis menurut kita bukan berarti hal itu tidak benar, hanya kita yg tidak mampu membuktikan.

terima kasih atas jawabannya bro, saya setuju tentang hal ini, jika segala sesuatu menuntut pembuktian secara ilmiah menurut saya pribadi apa yang tercantum pada sutta = kebohongan .
jadi hendaknya kita jangan menuntut pembuktian secara ilmiah apa yang di ceritakan dalam sutta. ada yang dapat kita buktikan dan ada yang tidak dapat kita buktikan , karena kita sebagai manusia mempunyai banyak keterbatasan _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 June 2011, 11:04:09 AM
burung puyuh-nya mungkin beda dengan burung puyuh jaman sekarang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 11:08:08 AM
Jika mau jawaban pasti, ciptakan mesin waktu dan kembali ke jaman dulu.

Memangnya kisah Jataka itu sudah dipastikan pernah terjadi di zaman dulu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 20 June 2011, 11:21:46 AM
Memangnya kisah Jataka itu sudah dipastikan pernah terjadi di zaman dulu?

pernah terjadi atau tidaknya kisah jataka pernah di bahas pada tread yang lain bro, salah satunya ini http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18707.msg310375#msg310375 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18707.msg310375#msg310375)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 June 2011, 11:25:10 AM
Memangnya kisah Jataka itu sudah dipastikan pernah terjadi di zaman dulu?

Jangan-jangan om upa juga modus-nya sama... ada bagian tipitaka yang benar, Jataka salah...
** PISS BRO...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 11:27:10 AM
pernah terjadi atau tidaknya kisah jataka pernah di bahas pada tread yang lain bro, salah satunya ini http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18707.msg310375#msg310375 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18707.msg310375#msg310375)

Betul. Saya cuma menyentil postingan Sis Sriyeklina, sebab seolah dia sudah memastikan kisah Jataka itu memang benar pernah terjadi di zaman dulu. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 11:27:15 AM
Jangan-jangan om upa juga modus-nya sama... ada bagian tipitaka yang benar, Jataka salah...
** PISS BRO...

Modus saya cuma satu: "Yang belum masuk akal, yah jangan dipercaya." ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 20 June 2011, 11:29:40 AM
Betul. Saya cuma menyentil postingan Sis Sriyeklina, sebab seolah dia sudah memastikan kisah Jataka itu memang benar pernah terjadi di zaman dulu. ;D

tidak juga, menurut ide mesin waktu itu juga bisa diaplikasikan pada kasus kisah jataka yg "tidak pernah" terjadi di masa lalu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 11:36:12 AM
tidak juga, menurut ide mesin waktu itu juga bisa diaplikasikan pada kasus kisah jataka yg "tidak pernah" terjadi di masa lalu.

Mohon sumber atau referensi ilmiah yang terkait.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 20 June 2011, 11:40:27 AM
Mohon sumber atau referensi ilmiah yang terkait.

oops, typo error, harusnya " menurut saya ide mesin ..."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 20 June 2011, 11:41:07 AM
Memangnya kisah Jataka itu sudah dipastikan pernah terjadi di zaman dulu?
Dengan kamu kembali ke jaman dulu, mungkin bisa terpenuhi jawaban-nya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 11:41:27 AM
Dengan kamu kembali ke jaman dulu, mungkin bisa terpenuhi jawaban-nya.

???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 11:42:29 AM
oops, typo error, harusnya " menurut saya ide mesin ..."

Kalau begitu, mohon penjelasan ilmiahnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 20 June 2011, 11:44:11 AM
Kalau begitu, mohon penjelasan ilmiahnya.

dengan pergi ke masa lalu, kita bisa mengalami/melihat bahwa suatu kejadian dalam Jataka si tempat tersebut memang benar2 terjadi. tapi setelah ditunggu2 hingga waktunya lewat dan belum terjadi maka kita tahu bahwa kisah itu memang tidak pernah terjadi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 11:47:35 AM
dengan pergi ke masa lalu, kita bisa mengalami/melihat bahwa suatu kejadian dalam Jataka si tempat tersebut memang benar2 terjadi. tapi setelah ditunggu2 hingga waktunya lewat dan belum terjadi maka kita tahu bahwa kisah itu memang tidak pernah terjadi.

Persoalannya, bagaimana bisa mesin waktu diciptakan? Adakah penjelasan ilmiahnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 20 June 2011, 11:52:40 AM
???
Dengan bisa kembali ke jaman dulu, kamu bisa melihat cara komunikasi antar makhluk berjuta-juta tahun yang lalu.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 20 June 2011, 11:53:32 AM
Persoalannya, bagaimana bisa mesin waktu diciptakan? Adakah penjelasan ilmiahnya?

itu itu memang menjadi persoalan, tapi a bit OOT
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 20 June 2011, 11:54:46 AM
Persoalannya, bagaimana bisa mesin waktu diciptakan? Adakah penjelasan ilmiahnya?
Kalau secara ALA AKAL SEHAT seperti-nya tidak bisa. Sama seperti pada jaman dulu dimana secara akal sehat yang ngetrend waktu itu tidak percaya bahwa manusia bisa sampai ke bulan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 11:57:28 AM
itu itu memang menjadi persoalan, tapi a bit OOT

LOL. Jadi BTT: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 11:58:00 AM
Kalau secara ALA AKAL SEHAT seperti-nya tidak bisa. Sama seperti pada jaman dulu dimana secara akal sehat yang ngetrend waktu itu tidak percaya bahwa manusia bisa sampai ke bulan.

;D Jadi BTT: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 20 June 2011, 12:00:24 PM
LOL. Jadi BTT: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"

kemungkinan selalu ada, yg penting "jangan putus harapan"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:02:14 PM
kemungkinan selalu ada, yg penting "jangan putus harapan"

Saya tidak menyangkal keberadaan ratio probabilitas di setiap kasus. Saya hanya menanyakan kajian ilmiah yang bisa menguatkan ratio probabilitas itu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: No Pain No Gain on 20 June 2011, 12:04:37 PM
;D Jadi BTT: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"

tapi rasa2nya jataka memang aneh ya..masa binatang punya pikiran ya? trus antar binatang bisa berkomunikasi..bukannya kalo binatang (menurut buddhisme) kesadarannya lemah ya? kalo begitu kontrakdiksi bukan ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:07:27 PM
tapi rasa2nya jataka memang aneh ya..masa binatang punya pikiran ya? trus antar binatang bisa berkomunikasi..bukannya kalo binatang (menurut buddhisme) kesadarannya lemah ya? kalo begitu kontrakdiksi bukan ya?

Yup, aneh. Binatang bisa berbicara, bahkan membahas hal-hal yang merupakan bagian dari sosialisasi makhluk manusia. Binatang yang berbicara dengan manusia juga ada. Dan, binatang-binatang dengan tingkat intelejensi setingkat manusia semuanya! ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 20 June 2011, 12:18:11 PM
Yah, dan ada bagus-nya membuka sebuah forum ILMIAH sehingga bisa mengkaji segala sesuatu secara ilmiah. Karena di forum agama tidak akan memuaskan kehausan otak akan ilmiah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:22:27 PM
Yah, dan ada bagus-nya membuka sebuah forum ILMIAH sehingga bisa mengkaji segala sesuatu secara ilmiah. Karena di forum agama tidak akan memuaskan kehausan otak akan ilmiah.

Salah. Yang benar, setiap belajar agama; ketika ada hal yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, maka akuilah dengan jujur bahwa kita hanya bisa sebatas percaya. Nah, ada yang mau jujur?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 20 June 2011, 12:23:06 PM
Saya tidak menyangkal keberadaan ratio probabilitas di setiap kasus. Saya hanya menanyakan kajian ilmiah yang bisa menguatkan ratio probabilitas itu.

saya tidak kompeten untuk memberikan analisis ilmiah sehubungan dengan hal ini, tapi yg kita bicarakan di sini adalah bodhisatta burung puyuh, yg telah mengumpulkan parami lumayan banyak, dan ada kemungkinan lain bahwa "berbicara" itu adalah dalam bentuk mind to mind, not verbally, yg diekspresikan demi tuntutan penulisan teks menjadi seolah2 dialog manusia
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 June 2011, 12:23:48 PM
;D Jadi BTT: "Bagaimana bisa burung puyuh dapat berbicara? Lalu kalau kita baca di kisah Jataka itu, terlihat sekali bahwa burung puyuh itu punya kecerdasan setingkat dengan manusia. Bagaimana bisa?"

Nazi dikabarkan melatih anjing berbicara
http://international.okezone.com/read/2011/05/25/214/461054/nazi-latih-anjing-berbicara
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:24:00 PM
saya tidak kompeten untuk memberikan analisis ilmiah sehubungan dengan hal ini, tapi yg kita bicarakan di sini adalah bodhisatta burung puyuh, yg telah mengumpulkan parami lumayan banyak, dan ada kemungkinan lain bahwa "berbicara" itu adalah dalam bentuk mind to mind, not verbally, yg diekspresikan demi tuntutan penulisan teks menjadi seolah2 dialog manusia

Ilmu tafsir yang cukup sempurna. ;D Mari kita ganti pembahasan kritis lainnya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:24:40 PM
Nazi dikabarkan melatih anjing berbicara
http://international.okezone.com/read/2011/05/25/214/461054/nazi-latih-anjing-berbicara

Apakah burung puyuh di masa itu mendapat pelatihan berbahasa? ;D

Spoiler: ShowHide
Sudah deh, ganti topik pembahasan yang lain aja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 20 June 2011, 12:26:19 PM
Ilmu tafsir yang cukup sempurna. ;D Mari kita ganti pembahasan kritis lainnya...

itu untuk meningkatkan ratio probablitis yg anda minta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 20 June 2011, 12:41:53 PM
Salah. Yang benar, setiap belajar agama; ketika ada hal yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, maka akuilah dengan jujur bahwa kita hanya bisa sebatas percaya. Nah, ada yang mau jujur?
Pada hal-hal yang saya belum tahu jawaban-nya, saya hanya menyimpan itu sebagai sesuatu yang akan saya cari tahu. Dan saya tidak menutup kemungkinan apa-pun. Saya mengetahui keterbatasan saya, tapi bukan berarti saya mengukur segala sesuatu dengan keterbatasan saya , maka sesuatu itu tidak mungkin dan tidak bisa dipercaya.








Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:44:04 PM
Pada hal-hal yang saya belum tahu jawaban-nya, saya hanya menyimpan itu sebagai sesuatu yang akan saya cari tahu. Dan saya tidak menutup kemungkinan apa-pun. Saya mengetahui keterbatasan saya, tapi bukan berarti saya mengukur segala sesuatu dengan keterbatasan saya , maka sesuatu itu tidak mungkin dan tidak bisa dipercaya.

Mencari tahu hal yang tidak akan bisa diketahui adalah percuma. Saya tidak keberatan meskipun Jataka isinya adalah omong kosong semua. Toh, bukan Jataka yang merupakan inti dari ajaran Sang Buddha. :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 20 June 2011, 12:44:36 PM
Nazi dikabarkan melatih anjing berbicara
http://international.okezone.com/read/2011/05/25/214/461054/nazi-latih-anjing-berbicara
Yang hebat bukan anjing-nya tapi yang melatih-nya. Dan saya juga heran kenapa ada pemilik hewan yang mengerti kebutuhan atau yang diinginkan anjing-nya, padahal anjing-nya tidak mengikuti pelatihan bahasa manusia.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 12:45:19 PM
http://dunia.vivanews.com/news/read/148341-kisah_manusia_bicara_dengan_ikan_paus (http://dunia.vivanews.com/news/read/148341-kisah_manusia_bicara_dengan_ikan_paus)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:46:33 PM
http://dunia.vivanews.com/news/read/148341-kisah_manusia_bicara_dengan_ikan_paus (http://dunia.vivanews.com/news/read/148341-kisah_manusia_bicara_dengan_ikan_paus)

Ada berita tentang burung puyuh yang bisa berbicara dan punya IQ setingkat manusia? Please share, dong. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 12:52:26 PM
Ada berita tentang burung puyuh yang bisa berbicara dan punya IQ setingkat manusia? Please share, dong. ;D

Berbicara dengan kata2 adalah cara manusia berkomunikasi, burung puyuh tentu tidak berbicara seperti manusia, tapi mereka tetap mempunyai cara untuk berkomunikasi.

Terbayang manusia purba, keknya para leluhur manusia tsb IQ-nya belum secanggih manusia sekarang dan keknya juga bukan berkomunikasi dengan kongkow-kongkow, atau minimal bahasanya tidak serumit dan sekompleks manusia yang menyebut dirinya modern.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 12:56:16 PM
Berbicara dengan kata2 adalah cara manusia berkomunikasi, burung puyuh tentu tidak berbicara seperti manusia, tapi mereka tetap mempunyai cara untuk berkomunikasi.

Terbayang manusia purba, keknya para leluhur manusia tsb IQ-nya belum secanggih manusia sekarang dan keknya juga bukan berkomunikasi dengan kongkow-kongkow, atau minimal bahasanya tidak serumit dan sekompleks manusia yang menyebut dirinya modern.

Perihal "berkomunikasi", hal ini sifatnya sangat ambigu dan bisa ditafsir sedemikian rupa oleh setiap orang. Lalu bagaimana dengan kecerdasan intelejensi si burung puyuh itu? ;D

Saya beri satu contoh Jataka, namanya Godha Jataka (http://www.sacred-texts.com/bud/j3/j3034.htm). Dikisahkan saat itu Bodhisatta terlahir sebagai seekor biawak (lizard). Bacalah kisah Jataka itu dengan teliti dan perhatikan betapa tingginya tingkat intelejensi si makhluk reptil bernama biawak itu. Di akhir cerita, sang biawak (Bodhisatta) bahkan berbalas-balas puisi dengan seorang petapa jahat. Ada komentar?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 01:08:41 PM
Perihal "berkomunikasi", hal ini sifatnya sangat ambigu dan bisa ditafsir sedemikian rupa oleh setiap orang. Lalu bagaimana dengan kecerdasan intelejensi si burung puyuh itu? ;D

Saya beri satu contoh Jataka, namanya Godha Jataka (http://www.sacred-texts.com/bud/j3/j3034.htm). Dikisahkan saat itu Bodhisatta terlahir sebagai seekor biawak (lizard). Bacalah kisah Jataka itu dengan teliti dan perhatikan betapa tingginya tingkat intelejensi si makhluk reptil bernama biawak itu. Di akhir cerita, sang biawak (Bodhisatta) bahkan berbalas-balas puisi dengan seorang petapa jahat. Ada komentar?

Mungkin pertapanya walau jahat tapi sakti bisa komunikasi ama biawak kek orang yg bisa komunikasi ama paus. Soal puisi..... adalah usaha untuk mempermudah penjelasan komunikasi antar biawak + pertapa, yang mana kalau dijelasin pake bahasa mereka berdua kita2 ini mungkin tidak bakal mengerti. Film Instinct yg dibintangi Anthony Hopkins ada menggambarkan komunikasi antar gorilla yang dipraktekkan Anthony untuk bisa masuk ke dalam kelompok gorilla tanpa kata2.

Puisi adalah salah satu bentuk komunikasi yang menyampaikan makna yg lebih dalam ketimbang kata2 itu sendiri.

Tentu saja ini hanya spekulasi ane..............
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 01:11:09 PM
Mungkin pertapanya walau jahat tapi sakti bisa komunikasi ama biawak kek orang yg bisa komunikasi ama paus. Soal puisi..... adalah usaha untuk mempermudah penjelasan komunikasi antar biawak + pertapa, yang mana kalau dijelasin pake bahasa mereka berdua kita2 ini mungkin tidak bakal mengerti. Film Instinct yg dibintangi Anthony Hopkins ada menggambarkan komunikasi antar gorilla yang dipraktekkan Anthony untuk bisa masuk ke dalam kelompok gorilla tanpa kata2.

Puisi adalah salah satu bentuk komunikasi yang menyampaikan makna yg lebih dalam ketimbang kata2 itu sendiri.

LOL. ;D Ya, sudah. Makanya saya bilang tidak usah bahas hal ini lagi. Kita cari pembahasan kritis yang lainnya saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 01:12:55 PM
LOL. ;D Ya, sudah. Makanya saya bilang tidak usah bahas hal ini lagi. Kita cari pembahasan kritis yang lainnya saja.

Brati binatang berbicara benar2 topik yg kritis................. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 June 2011, 01:16:30 PM
Apakah burung puyuh di masa itu mendapat pelatihan berbahasa? ;D

Spoiler: ShowHide
Sudah deh, ganti topik pembahasan yang lain aja.


apakah topik-nya mau berganti dengan melatih burung puyuh berbicara ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 June 2011, 01:18:39 PM
Sekarang-pun kita berkomunikasi tanpa mengeluarkan kata-kata...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 01:22:23 PM
Sekarang-pun kita berkomunikasi tanpa mengeluarkan kata-kata...


Tulisan adalah "gambar kata-kata." Jadi inget film 13th warrior.......... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 01:22:36 PM
Brati binatang berbicara benar2 topik yg kritis................. ;D

Tentu saja kritis. ;D Sebab untuk dapat berbicara, seekor binatang harus punya intelejensi lingual. Setelah itu, seekor binatang harus memiliki organ lingual. Kemudian, seekor binatang harus mempunyai indria pendengaran yang baik --- misalnya: ular seharusnya mustahil bisa berbicara, sebab tidak punya indria pendengaran (alias tuli).

Kemudian seekor binatang itu harus paham bahasa binatang lain, bahasa manusia, bahasa isyarat, dsb. Lalu binatang tersebut harus paham dunia, misalnya tahu bahwa di dunia ini ada yang namanya selingkuh, tahu bahwa ada yang namanya agama, tahu bahwa ada yang namanya petapa palsu, dsb. Setelah tahu itu semua, binatang itu harus punya kebijaksanaan dan kedewasaan bertindak ala manusia dewasa. Bahkan lebih cerdas dari manusia yang masih remaja. --- Contohnya ketika binatang lain tampil bodoh seperti binatang pada umumnya (misalnya: gampang masuk perangkap manusia), binatang yang spesial (Bodhisatta) adalah binatang yang tidak ubahnya seperti manusia cerdas namun diceritakan dengan wujud hewan. Seperti kisah fiktif Sun Go Kong yang berubah menjadi burung, namun akalnya tetap seekor dewa kera. ^-^

Itulah gambaran spektakuler binatang (Bodhisatta) yang tertuang dalam kisah-kisah Jataka di Jataka Atthakatha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 01:23:12 PM
apakah topik-nya mau berganti dengan melatih burung puyuh berbicara ?

Tidak, maksudnya saya mundur dulu dari diskusi ini. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 01:33:46 PM
Tentu saja kritis. ;D Sebab untuk dapat berbicara, seekor binatang harus punya intelejensi lingual. Setelah itu, seekor binatang harus memiliki organ lingual. Kemudian, seekor binatang harus mempunyai indria pendengaran yang baik --- misalnya: ular seharusnya mustahil bisa berbicara, sebab tidak punya indria pendengaran (alias tuli).

Kemudian seekor binatang itu harus paham bahasa binatang lain, bahasa manusia, bahasa isyarat, dsb. Lalu binatang tersebut harus paham dunia, misalnya tahu bahwa di dunia ini ada yang namanya selingkuh, tahu bahwa ada yang namanya agama, tahu bahwa ada yang namanya petapa palsu, dsb. Setelah tahu itu semua, binatang itu harus punya kebijaksanaan dan kedewasaan bertindak ala manusia dewasa. Bahkan lebih cerdas dari manusia yang masih remaja. --- Contohnya ketika binatang lain tampil bodoh seperti binatang pada umumnya (misalnya: gampang masuk perangkap manusia), binatang yang spesial (Bodhisatta) adalah binatang yang tidak ubahnya seperti manusia cerdas namun diceritakan dengan wujud hewan. Seperti kisah fiktif Sun Go Kong yang berubah menjadi burung, namun akalnya tetap seekor dewa kera. ^-^

Itulah gambaran spektakuler binatang (Bodhisatta) yang tertuang dalam kisah-kisah Jataka di Jataka Atthakatha.

Keknya sama deh dengan Winnie the pooh, Mickey mouse, dll.
Mungkin pertapanya walau jahat tapi sakti bisa komunikasi ama biawak kek orang yg bisa komunikasi ama paus. Soal puisi..... adalah usaha untuk mempermudah penjelasan komunikasi antar biawak + pertapa, yang mana kalau dijelasin pake bahasa mereka berdua kita2 ini mungkin tidak bakal mengerti. Film Instinct yg dibintangi Anthony Hopkins ada menggambarkan komunikasi antar gorilla yang dipraktekkan Anthony untuk bisa masuk ke dalam kelompok gorilla tanpa kata2.

Puisi adalah salah satu bentuk komunikasi yang menyampaikan makna yg lebih dalam ketimbang kata2 itu sendiri.

Tentu saja ini hanya spekulasi ane..............

Kembali ke film "Instict", ada gambaran induk gorilla menyerahkan anaknya untuk digendong anthony, trus pemimpin gorilla yang melindungi anthony dari serangan tentara.... memang IQ gorilla tidak setinggi manusia, tapi (dari film tsb) gorilla memiliki makna kepercayaan dan perlindungan anggotanya yang apabila diterjemahkan dalam bahasa manusia bisa menjadi kalimat2 dengan banyak kata yang mungkin tetap saja tidak dapat menjelaskan secara penuh dan perlu puisi untuk menyampaikan maknanya....... ;D

Spekulasi tingkat tinggi.......... :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 01:36:49 PM
Keknya sama deh dengan Winnie the pooh, Mickey mouse, dll.
Kembali ke film "Instict", ada gambaran induk gorilla menyerahkan anaknya untuk digendong anthony, trus pemimpin gorilla yang melindungi anthony dari serangan tentara.... memang IQ gorilla tidak setinggi manusia, tapi (dari film tsb) gorilla memiliki makna kepercayaan dan perlindungan anggotanya yang apabila diterjemahkan dalam bahasa manusia bisa menjadi kalimat2 dengan banyak kata yang mungkin tetap saja tidak dapat menjelaskan secara penuh dan perlu puisi untuk menyampaikan maknanya....... ;D

Spekulasi tingkat tinggi.......... :))

Dan itu hanya terjadi di Hollywood. :)) Dunia tidak seindah film-film Box Office. :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 01:42:00 PM
Dan itu hanya terjadi di Hollywood. :)) Dunia tidak seindah film-film Box Office. :P

Ada kejadian nyata, anak kecil yg belum bisa bicara tinggal dengan kelompok monyet di afrika, sebelum ditemukan tingkahnya emang kek monyet, setelah ditemukan dan diajarin tingkah manusia, beliau masi bisa komunikasi dengan monyet, minimal beliau bisa mendekati monyet2 tsb dengan bahasa tubuh... salah satunya dengan jongkok mendekat perlahan dengan menghindari tatapan langsung tapi dengan larak-lirikan mata dari samping. Kalo tidak salah ane liat di animal planet....udah tahunan yg lalu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 01:53:55 PM
Ada kejadian nyata, anak kecil yg belum bisa bicara tinggal dengan kelompok monyet di afrika, sebelum ditemukan tingkahnya emang kek monyet, setelah ditemukan dan diajarin tingkah manusia, beliau masi bisa komunikasi dengan monyet, minimal beliau bisa mendekati monyet2 tsb dengan bahasa tubuh... salah satunya dengan jongkok mendekat perlahan dengan menghindari tatapan langsung tapi dengan larak-lirikan mata dari samping. Kalo tidak salah ane liat di animal planet....udah tahunan yg lalu.

Saya tahu bahwa sesama hewan bisa berkomunikasi, bahkan dengan majikan dan dengan makhluk spesies lain pun ada kemungkinan bisa. Tapi bukan berarti hewan bisa berkomunikasi dengan kompleks dan komprehensif.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 02:00:17 PM
Saya tahu bahwa sesama hewan bisa berkomunikasi, bahkan dengan majikan dan dengan makhluk spesies lain pun ada kemungkinan bisa. Tapi bukan berarti hewan bisa berkomunikasi dengan kompleks dan komprehensif.

"Bahasa" beberapa jenis burung pada saat merayu betina untuk dijadikan pasangannya benar2 "kompleks" dan "komprehensif", tidak hanya bunyi tapi juga bahasa tubuh (dan bulu) bisa makan waktu sampe berjam-jam sampe akhirnya si betina menyerahkan diri.....  dan manusia yang berusaha menerjemahkan bahasanya mungkin hanya bisa membayangkannya dengan puisi ............;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 02:04:08 PM
"Bahasa" beberapa jenis burung pada saat merayu betina untuk dijadikan pasangannya benar2 "kompleks" dan "komprehensif", tidak hanya bunyi tapi juga bahasa tubuh (dan bulu) bisa makan waktu sampe berjam-jam sampe akhirnya si betina menyerahkan diri.....  dan manusia yang berusaha menerjemahkan bahasanya mungkin hanya bisa membayangkannya dengan puisi ............;D

Nah itu dia! Jika burung jantan merayu dengan "bahasa kompleksnya", nanti manusia mungkin akan menafsirnya dengan kalimat: "Sayangku, biar kata kau buaya, bagiku kau Luna Maya! I Love you Beibeh!".

^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 02:07:04 PM
Nah itu dia! Jika burung jantan merayu dengan "bahasa kompleksnya", nanti manusia mungkin akan menafsirnya dengan kalimat: "Sayangku, biar kata kau buaya, bagiku kau Luna Maya! I Love you Beibeh!".

^-^

 :))

Naahh..... dalam kasus Jataka yang bercerita bukan penafsir asal, tapi pengetahu segala alam, dan si petapa jahat.... biar jahat tapi petapa lho......sakti ......soalnya bisa bicara ama biawak.......... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 02:14:00 PM
:))

Naahh..... dalam kasus Jataka yang bercerita bukan penafsir asal, tapi pengetahu segala alam, dan si petapa jahat.... biar jahat tapi petapa lho......sakti ......soalnya bisa bicara ama biawak.......... ;D

;D Tapi kisah itu sudah diteruskan dari generasi ke generasi. Ada kemungkinan telah mengalami penambahan. Lagipula Jataka kan hanya sebuah kitab bagian dari Khuddaka Nikaya yang isinya berupa syair-syair Dhamma (agak mirip Dhammapada). Kisah Jataka hanya ditemukan di Atthakatha (kitab komentar), dan kitab komentar sebaiknya tidak terlalu dipercayai. ;D

Spoiler: ShowHide
Ada juga kisah Jataka tentang seekor kelinci (Bodhisatta) yang masuk ke dalam api untuk menjadikan dirinya sebagai makanan untuk seorang petapa. Petapa yang adalah Deva Sakka kemudian membuat "lukisan" kelinci di Bulan Purnama. Kisah ini pun sama dengan legenda klasik tentang kelinci dan bulan purnama yang beredar di Amerika Selatan (kalau tidak salah ingat). Hal ini pernah dibahas di DC kok.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 02:24:58 PM
;D Tapi kisah itu sudah diteruskan dari generasi ke generasi. Ada kemungkinan telah mengalami penambahan. Lagipula Jataka kan hanya sebuah kitab bagian dari Khuddaka Nikaya yang isinya berupa syair-syair Dhamma (agak mirip Dhammapada). Kisah Jataka hanya ditemukan di Atthakatha (kitab komentar), dan kitab komentar sebaiknya tidak terlalu dipercayai. ;D

Spoiler: ShowHide
Ada juga kisah Jataka tentang seekor kelinci (Bodhisatta) yang masuk ke dalam api untuk menjadikan dirinya sebagai makanan untuk seorang petapa. Petapa yang adalah Deva Sakka kemudian membuat "lukisan" kelinci di Bulan Purnama. Kisah ini pun sama dengan legenda klasik tentang kelinci dan bulan purnama yang beredar di Amerika Selatan (kalau tidak salah ingat). Hal ini pernah dibahas di DC kok.


Setidaknya kisah2 Jataka tidak meleset dari pengumpulan parami menuju Sammasambuddha:

(http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Risalah%20tentang%20Parami-Parami%20dari%20Kitab%20Komentar%20untuk%20Cariyapitaka.jpg)
http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Risalah%20tentang%20Parami-Parami%20dari%20Kitab%20Komentar%20untuk%20Cariyapitaka.pdf (http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Risalah%20tentang%20Parami-Parami%20dari%20Kitab%20Komentar%20untuk%20Cariyapitaka.pdf)

dan

http://dhammacitta.org/dcpedia/Para_Arahant,_Boddhisattva,_dan_Buddha_%28Bodhi%29 (http://dhammacitta.org/dcpedia/Para_Arahant,_Boddhisattva,_dan_Buddha_%28Bodhi%29)

Tapi sumber di atas berdasarkan Komentar juga sih..... tapi masuk akal sebagai syarat menuju Sammasambuddha bila dikaitkan dengan hukum sebab akibat , tumimbal lahir dan kamma.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 02:30:43 PM
Setidaknya kisah2 Jataka tidak meleset dari pengumpulan parami menuju Sammasambuddha:

(http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Risalah%20tentang%20Parami-Parami%20dari%20Kitab%20Komentar%20untuk%20Cariyapitaka.jpg)
http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Risalah%20tentang%20Parami-Parami%20dari%20Kitab%20Komentar%20untuk%20Cariyapitaka.pdf (http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Risalah%20tentang%20Parami-Parami%20dari%20Kitab%20Komentar%20untuk%20Cariyapitaka.pdf)

dan

http://dhammacitta.org/dcpedia/Para_Arahant,_Boddhisattva,_dan_Buddha_%28Bodhi%29 (http://dhammacitta.org/dcpedia/Para_Arahant,_Boddhisattva,_dan_Buddha_%28Bodhi%29)

Tapi sumber di atas berdasarkan Komentar juga sih..... tapi masuk akal sebagai syarat menuju Sammasambuddha bila dikaitkan dengan hukum sebab akibat , tumimbal lahir dan kamma.

Seperti yang saya jawab ke Sis Sriyeklina... "Saya tidak keberatan jika kisah-kisah Jataka hanyalah omong-kosong. Karena kisah-kisah itu bukanlah inti Ajaran Sang Buddha.". :D

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 02:32:43 PM
Seperti yang saya jawab ke Sis Sriyeklina... "Saya tidak keberatan jika kisah-kisah Jataka hanyalah omong-kosong. Karena kisah-kisah itu bukanlah inti Ajaran Sang Buddha.". :D



Apabila Jataka hanyalah omong kosong, apa yang menyebabkan suatu mahluk bisa menjadi seorang Sammasambuddha? Apakah ada sebab yang lain?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 June 2011, 02:34:26 PM
Seperti yang saya jawab ke Sis Sriyeklina... "Saya tidak keberatan jika kisah-kisah Jataka hanyalah omong-kosong. Karena kisah-kisah itu bukanlah inti Ajaran Sang Buddha.". :D

Sama donk modus-nya dengan Hudoyo yang cuma "percaya" dengan 2 sutta... hehehehehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 02:37:23 PM
Apabila Jataka hanyalah omong kosong, apa yang menyebabkan suatu mahluk bisa menjadi seorang Sammasambuddha? Apakah ada sebab yang lain?

Saya tidak mau berspekulasi mengenai hal-hal yang belum saya ketahui. Dalam pandangan rasional, Siddhattha Gotama menjadi Sammasambuddha adalah karena Beliau sukses mengembangkan potensi-Nya. Hanya itu saja.

Spoiler: ShowHide
Sama seperti pertanyaan: "Apa yang menyebabkan Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi menjadi pesepakbola terbaik dunia?". Saya tidak akan jauh-jauh berspekulasi bahwa mereka melakukan kebajikan besar di kehidupan lampau. Saya hanya katakan bahwa mereka punya potensi dan berhasil mengembangkannya. :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 02:37:53 PM
Sama donk modus-nya dengan Hudoyo yang cuma "percaya" dengan 2 sutta... hehehehehe

Keknya HH udah "percaya" lebih dari 2 sutta deh........... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 02:38:24 PM
Sama donk modus-nya dengan Hudoyo yang cuma "percaya" dengan 2 sutta... hehehehehe

Gak juga. ;D Saya hanya tidak percaya dengan apapun yang tidak masuk akal. Kalaupun saya perlu percaya, saya hanya percaya sebatas faith; dan saya tidak malu atau alergi seperti Pak Hudoyo itu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 02:41:14 PM
Saya tidak mau berspekulasi mengenai hal-hal yang belum saya ketahui. Dalam pandangan rasional, Siddhattha Gotama menjadi Sammasambuddha adalah karena Beliau sukses mengembangkan potensi-Nya. Hanya itu saja.

Spoiler: ShowHide
Sama seperti pertanyaan: "Apa yang menyebabkan Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi menjadi pesepakbola terbaik dunia?". Saya tidak akan jauh-jauh berspekulasi bahwa mereka melakukan kebajikan besar di kehidupan lampau. Saya hanya katakan bahwa mereka punya potensi dan berhasil mengembangkannya. :D


Semua orang yang mempunyai kaki normal mempunyai potensi untuk dikembangkan, tapi mengapa hanya sedikit orang yang berhasil menjadi bintang sepakbola? Spekulasi ane, tentunya tidak hanya memiliki kaki yang normal........ ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 02:48:21 PM
Semua orang yang mempunyai kaki normal mempunyai potensi untuk dikembangkan, tapi mengapa hanya sedikit orang yang berhasil menjadi bintang sepakbola? Spekulasi ane, tentunya tidak hanya memiliki kaki yang normal........ ;D

Selain kaki yang normal, juga butuh stamina, otak, otot, mental juara, karakter yang elegant, dan sebagainya. :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 02:54:39 PM
Selain kaki yang normal, juga butuh stamina, otak, otot, mental juara, karakter yang elegant, dan sebagainya. :D

Nah.............. berati spekulasi ane bener tuh........... :))

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 02:58:48 PM
Nah.............. berati spekulasi ane bener tuh........... :))

Itu semua kan termasuk potensi. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 03:03:05 PM
Itu semua kan termasuk potensi. ;D

Sebagaimana potensi menjadi Sammasambuddha yang harus dikembangkan seperti yang tertuang di dalam Jataka.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 03:04:33 PM
Sebagaimana potensi menjadi Sammasambuddha yang harus dikembangkan seperti yang tertuang di dalam Jataka.

;D Tidak, saya tidak bahas potensi dari kehidupan masa lalu. Saya menekankan potensi di kehidupan sekarang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 20 June 2011, 03:12:06 PM
;D Tidak, saya tidak bahas potensi dari kehidupan masa lalu. Saya menekankan potensi di kehidupan sekarang.

Brati anda mereduksi potensi dari kehidupan lampau, Buddha mengajarkan hukum kamma bahwa perbuatan di masa sekarang bisa berbuah tidak hanya pada kehidupan sekarang tetapi beberapa kehidupan di masa mendatang. Dan itulah yang ditunjukkan oleh Jataka, bahkan tidak hanya kehidupan sebagai manusia, jg kehidupan di dalam alam2 yang lain mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sekarang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 05:43:51 PM
Brati anda mereduksi potensi dari kehidupan lampau, Buddha mengajarkan hukum kamma bahwa perbuatan di masa sekarang bisa berbuah tidak hanya pada kehidupan sekarang tetapi beberapa kehidupan di masa mendatang. Dan itulah yang ditunjukkan oleh Jataka, bahkan tidak hanya kehidupan sebagai manusia, jg kehidupan di dalam alam2 yang lain mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sekarang.

Tidak, Bro! Saya bukan menentang konsep Parami. Yang saya pertanyakan adalah: "Apakah benar kisah Jataka itu 100% real*?"

Spoiler: ShowHide
*Hewan bisa berbicara dan ber-IQ tinggi. :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 June 2011, 05:54:33 PM
Tidak, Bro! Saya bukan menentang konsep Parami. Yang saya pertanyakan adalah: "Apakah benar kisah Jataka itu 100% real*?"

Spoiler: ShowHide
*Hewan bisa berbicara dan ber-IQ tinngi. :P


selagi masih punya nama rupa yang berkondisi bisa berbicara dan bisa berkondisi ber-IQ tinggi, kenapa tidak ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 05:57:00 PM
selagi masih punya nama rupa yang berkondisi bisa berbicara dan bisa berkondisi ber-IQ tinggi, kenapa tidak ?

;D Saya tetap ngotot bahwa binatang tidak akan bisa mempunyai kualitas layaknya manusia. Tapi Bro dilbert dan Bro hendrako juga ngotot bahwa binatang (Bodhisatta dalam Jataka) bisa saja mempunyai kualitas tersebut. Jadi baiknya yah kita sepakat untuk tidak sepakat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 June 2011, 05:58:59 PM
;D Saya tetap ngotot bahwa binatang tidak akan bisa mempunyai kualitas layaknya manusia. Tapi Bro dilbert dan Bro hendrako juga ngotot bahwa binatang (Bodhisatta dalam Jataka) bisa saja mempunyai kualitas tersebut. Jadi baiknya yah kita sepakat untuk tidak sepakat.

mungkin morfologi burung puyuh pada kisah Jataka tersebut berbeda morfologi-nya dengan burung puyuh yang kita kenal pada jaman sekarang ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 06:00:07 PM
mungkin morfologi burung puyuh pada kisah Jataka tersebut berbeda morfologi-nya dengan burung puyuh yang kita kenal pada jaman sekarang ini.

Nah kan, semakin panjang ilmu tafsirnya. :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 June 2011, 06:02:15 PM
Nah kan, semakin panjang ilmu tafsirnya. :))

informasi-nya di JATAKA tidak jelas, terpaksa main tafsir-tafsiran
wkwkwkwkw
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 06:04:57 PM
informasi-nya di JATAKA tidak jelas, terpaksa main tafsir-tafsiran
wkwkwkwkw

;D Persoalannya, semua binatang lain yang diceritakan di dalam Jataka tidak punya keistimewaannya (binatang wajar). Kecuali binatang-binatang yang konon merupakan kehidupan lampau dari Siddhattha Gotama, Ananda, Sariputta, Devadatta, dsb. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 June 2011, 06:16:11 PM
;D Persoalannya, semua binatang lain yang diceritakan di dalam Jataka tidak punya keistimewaannya (binatang wajar). Kecuali binatang-binatang yang konon merupakan kehidupan lampau dari Siddhattha Gotama, Ananda, Sariputta, Devadatta, dsb. ;D

seperti-nya tidak ada secara tertulis bahwa binatang lain selain tumimbal lahir siddharta, ananda, sariputra, devadatta dll tidak bisa berbicara.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 20 June 2011, 06:23:12 PM
seperti-nya tidak ada secara tertulis bahwa binatang lain selain tumimbal lahir siddharta, ananda, sariputra, devadatta dll tidak bisa berbicara.
Ada cerita 2 kelompok burung , yang satu pemimpin-nya siddhatta dan yang satu lagi pemimpin-nya devadatta. Apakah di jataka atau sutta? Saya pernah baca tapi lupa dimana.

Dalam cerita itu kelompok devadatta tertangkap karena kesombongan dan merasa diri lebih hebat dari antara satu burung dengan yang lain-nya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 06:23:17 PM
seperti-nya tidak ada secara tertulis bahwa binatang lain selain tumimbal lahir siddharta, ananda, sariputra, devadatta dll tidak bisa berbicara.

Kalau kita baca dalam kisah Jataka yang lain, biasanya dikisahkan bahwa "suatu ketika Bodhisatta terlahir menjadi seekor xxx, dan Bodhisatta menjadi pemimpin dari sekumpulan xxx di Hutan Yyy...". Yang menjadi tokoh utama adalah Bodhisatta, dan binatang-binatang lainnya / figuran dikisahkan dengan karakter bodoh (misalnya: dimangsa binatang yang jahat, ditangkap oleh manusia jahat, dibunuh oleh petapa jahat, dll.).

Kisahnya seperti itu, wajar dong kalau konklusi mengarah kepada kesimpulan bahwa binatang lain (figuran) tidak bisa berbicara. ;D Mungkin ada yang bisa berbicara di kisah lain, tapi intinya binatang lain itu IQ-nya rendah. hehe...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 06:25:10 PM
Ada cerita 2 kelompok burung , yang satu pemimpin-nya siddhatta dan yang satu lagi pemimpin-nya devadatta. Apakah di jataka atau sutta? Saya pernah baca tapi lupa dimana.

Dalam cerita itu kelompok devadatta tertangkap karena kesombongan dan merasa diri lebih hebat dari antara satu burung dengan yang lain-nya.

Sudah pasti dari Jataka Atthakatha. Nah kan, apa saya bilang. ^-^ Kalau kita baca kisah-kisah Jataka, ada kesimpulan lain lagi yang bisa kita ambil...

Spoiler: ShowHide
Dunia sempit banget! Berapa kali lahir, mau jadi binatang apapun dan dimana pun, selalu ketemunya loe lagi loe lagi. :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 20 June 2011, 06:30:32 PM
Sudah pasti dari Jataka Atthakatha. Nah kan, apa saya bilang. ^-^ Kalau kita baca kisah-kisah Jataka, ada kesimpulan lain lagi yang bisa kita ambil...

Spoiler: ShowHide
Dunia sempit banget! Berapa kali lahir, mau jadi binatang apapun dan dimana pun, selalu ketemunya loe lagi loe lagi. :P

Jika dengan cara dan sudut pandang yang bro berikan saya pikir bukan cuma jataka yang tidak bisa diterima akal sehat. Bahkan isi sutta juga banyak yang bisa dicari tidak masuk akal sehat seperti yang bro ucapkan.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 20 June 2011, 06:32:31 PM
Jika dengan cara dan sudut pandang yang bro berikan saya pikir bukan cuma jataka yang tidak bisa diterima akal sehat. Bahkan isi sutta juga banyak yang bisa dicari tidak masuk akal sehat seperti yang bro ucapkan.

Benar! Lalu apakah kamu cukup berani dan jujur pada diri sendiri setelah melihat ini semua?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 20 June 2011, 06:46:46 PM
Benar! Lalu apakah kamu cukup berani dan jujur pada diri sendiri setelah melihat ini semua?
Berapa kalipun kamu menanyakan, saya akan tetap menjawab sama. Bahwa saya tidak menutup kemungkinan apapun jika memang saya belum tahu.

Saya tidak memberikan pelatihan bahasa manusia kepada anjing saya. Tapi kami bisa berkomunikasi. Sesama orang bisu kok bisa berkomunikasi.

-Sama seperti cerita tentang ular yang besar dan panjang yang bertapa , dan karena kita tidak bisa melihat buktinya lagi maka itu dikatakan dongeng.
-Sama seperti manusia yang bisa menjadi harimau jadi-jadian, tidak masuk akal dan omong kosong.
-Sama juga cerita manusia yang punya kekebalan yang kamu ceritakan bahwa hormon ini dan itu. Sayangnya itu tidak lengkap, karena belum termasuk penjelasan kok ada orang mempan dibacok? Hormon apa yang menyebabkan manusia itu kebal?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 20 June 2011, 06:53:55 PM
Tidak, Bro! Saya bukan menentang konsep Parami. Yang saya pertanyakan adalah: "Apakah benar kisah Jataka itu 100% real*?"

Spoiler: ShowHide
*Hewan bisa berbicara dan ber-IQ tinggi. :P

iya jujur,saya juga masih agak ragu dengan jataka,apakah semuanya itu reeal?Dan darimanakah kisah2 jataka tersebut berasal?
misalnya,ketika siddhattha menjadi burung puyuh dan ketika hutannya terbakar,Ia "mengucapkan" paritta yang sekarang dikenal sebagai vattaka paritta,dan dari mana kisah2 jataka tersebut diketahui,apakah ada orang yang sepanjang masa hidupnya selalu hidup bersama Siddhatha sehingga mengetahui secara pasti kisah2 jataka?
thanks.... ;D ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 20 June 2011, 07:03:08 PM
iya jujur,saya juga masih agak ragu dengan jataka,apakah semuanya itu reeal?Dan darimanakah kisah2 jataka tersebut berasal?
misalnya,ketika siddhattha menjadi burung puyuh dan ketika hutannya terbakar,Ia "mengucapkan" paritta yang sekarang dikenal sebagai vattaka paritta,dan dari mana kisah2 jataka tersebut diketahui,apakah ada orang yang sepanjang masa hidupnya selalu hidup bersama Siddhatha sehingga mengetahui secara pasti kisah2 jataka?
thanks.... ;D ;D ;D

sama juga anda menanyakan darimana sutta2 tersebut apakah ada orang yang sepanjang masa hidupnya selalu hidup dengan sang buddha?

dan boleh juga dong kalau saya menanyakan sutta2 itu 100% omongan sang buddha atau bukan? apakah semuanya real?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 20 June 2011, 07:07:08 PM
sama juga anda menanyakan darimana sutta2 tersebut apakah ada orang yang sepanjang masa hidupnya selalu hidup dengan sang buddha?

dan boleh juga dong kalau saya menanyakan sutta2 itu 100% omongan sang buddha atau bukan? apakah semuanya real?
ok,ada beberapa sutta baik pali maupun sanskrit yang bukan merupakan omongan asli buddha.
beberapa Sutta2 yang cukup terkenal,misalnya Karaniya Metta Sutta adalah asli omongan buddha (saat mengajari metta pada bikkhu yang bertapa di hutan)

[guru senior] dan ingatlah,segala sesuatu hanyalah ilusi belaka,dan tidak ada yang kekal.sesungguhnya segala yang terkondisi adalah ilusi [/guru senior]

thanks..... ;D ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 20 June 2011, 07:11:15 PM
ok,ada beberapa sutta baik pali maupun sanskrit yang bukan merupakan omongan asli buddha.
beberapa Sutta2 yang cukup terkenal,misalnya Karaniya Metta Sutta adalah asli omongan buddha (saat mengajari metta pada bikkhu yang bertapa di hutan)

[guru senior] dan ingatlah,segala sesuatu hanyalah ilusi belaka,dan tidak ada yang kekal.sesungguhnya segala yang terkondisi adalah ilusi [/guru senior]

thanks..... ;D ;D ;D

apakah bisa menjamin 100% itu omongan asli buddha? apakah anda sudah membuktikan sendiri keasliannya atau hanya "katanya" ?
apa hubungannya ilusi dan keaslian?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: pannadevi on 20 June 2011, 11:14:34 PM
cc panna , lain kali di translate ya... bagi2 dong pengetahuan dhammanya  ^-^
Kan udah ada translator sekarang. :))

sorry bro, saya baru baca pesannya. untuk selanjutnya jika bro ada postingan dan saya lama ga nanggapi mohon jangan salah paham, berarti saya bener2 ga online jadi ga tahu ada pesan utk saya. dan memang saya akan konsen utk tugas kampus dlu. sekali lagi sory ya bro.

sesuai pesannya bro ini silahkan dibaca :
Spoiler: ShowHide

tapi terjemahan ini kurang sempurna lho bro krn juga pake mbah google.... ^-^
[spoiler]
Sūkara
Sūkara [Sk. sūkara, mungkin sebagai  sū+kara; cp. Av. hū, babi, Gr. u (_s; Lat. sūs; Ags. sū=E. menabur] babi  jantan, babi Vin i.200; D i.5; A ii.42  (kukkuṭa+), 209; It 36; J i.197 (Muṇika); ii.419 (Sālūka); iii.287 (Cullatuṇḍila & Mahā -- tuṇḍila); Miln 118, 267; VbhA 11 (vara -- sayane sayāpita). -- f. sūkarī J ii.406 (baca vañjha ˚)..
   - Antaka semacam ikat pinggang Vin ii.136. - maŋsa daging babi  A iii.49 (sampanna - Kolaka). - Maddava adalah diterjemahkan oleh Franke (Digha trsln 222 sq) sebagai "daging lembut (lunak) babi hutan." Begitu juga Oldenberg (Reden des B. 1922, 100) & Fleet (J.R.A.S. 1906, 656 & 881). Scarcely with Rh. D. (Dial. ii.137, dengan catatan) sebagai "kuantitas dari cendawan" D ii.127; Ud 81 sq.; Miln 175. -- potaka babi yg masih muda J v.19. - sāli jenis padi liar J vi.531 (vl sukasāli).

trus ada versi lain:
(Click to show / hide)
http://www.budsas.org/ebud/ebsut006.htm

Terjemahan dari naskah bahasa Pali, "SUKARA-MADDAVA" tidak diterjemahkan dalam versi Inggris [1, 2, 3], meskipun Walshe menerjemahkan sebagai "babi yg nikmat" [2]. Namun, versi Vietnam mengandung kata "na ^ 'm" (jamur) dan "mo ^ c NHI ~." (Jamur hitam yg dapat dimakan) [4, 5, 6]. Dalam beberapa buku lain, yang saya lupa judul yang tepat, istilah "daging babi, daging babi hutan" digunakan. Menurut sarjana bahasa Pali banyak [1, 2]:
sukara: babi, babi hutan
maddava: halus, disukai, lembut, lunak
Jadi, sukara-maddava bisa berarti:
(1) bagian daging yg lunak dari babi atau babi hutan
(2) apa yang disukai oleh babi atau babi hutan, kemungkinan yang dapat disebut jamur atau cendawan, atau ubi atau umbi.
Dalam beberapa komentar lainnya, sukara-maddava juga disebut sebagai "tanaman obat" dalam pengobatan India klasik, atau sebagai "tunas bambu muda yg diinjak-injak oleh babi".
Semua skolar Buddhist/Bhikkhu saat ini setuju dengan arti "jamur atau cendawan", dan saya setuju dengan mereka. Menurut peraturan monastik, para bhikkhu tidak diperkenankan makan daging dari hewan yang khusus dibunuh untuk disajikan sbg makanan untuk mereka.  Sehingga arti sukara-maddava sebagai "daging babi / daging babi hutan" tidak tepat di sini.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 21 June 2011, 06:23:53 AM
Tidak, Bro! Saya bukan menentang konsep Parami. Yang saya pertanyakan adalah: "Apakah benar kisah Jataka itu 100% real*?"

Spoiler: ShowHide
*Hewan bisa berbicara dan ber-IQ tinggi. :P


Justru konsep Parami itu dijelaskan dengan kisah2 Jataka.

Manusia juga masih temasuk hewan (binatang berkaki dua), hanya kesombongan intelijenlah yang membuat manusia merasa beda dari hewan. Menurut info mahluk dewa males deket2 mahluk manusia karena bau.... menurut bayangan ane sama kek manusia yang males deket2 ama kambing yang dirasa bau dan "bodoh". Dan bentuk komunikasi antar mahluk Dewa, belajar dari topik pembahasan ini, bisa jadi bukan lewat bunyi seperti manusia, atau minimal bukan bahasa manusia, tapi tetap dijelaskan dengan bahasa manusia agar manusia bisa mengerti.

Mengikuti hukum perubahan, bentuk manusia (apabila masih ada) sejuta tahun yang akan datang tidak akan persis sama seperti yang kita lihat pada masa sekarang ini, termasuk faktor2 pendukungnya.

Anggaplah Jataka tidak 100% real, menurut anda berapa persen tingkat ke-real-an-nya? 0%?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 June 2011, 07:35:47 AM
Semua skolar Buddhist/Bhikkhu saat ini setuju dengan arti "jamur atau cendawan", dan saya setuju dengan mereka. Menurut peraturan monastik, para bhikkhu tidak diperkenankan makan daging dari hewan yang khusus dibunuh untuk disajikan sbg makanan untuk mereka.  Sehingga arti sukara-maddava sebagai "daging babi / daging babi hutan" tidak tepat di sini.

Kalau begitu Samaneri setuju bahwa Cunda memang sengaja mempersembahkan makanan beracun kepada Sang Buddha? Karena tidak mungkin Cunda tidak mengetahui bahwa jamur yg dipersembahkan itu beracun.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 21 June 2011, 10:29:54 AM
Berapa kalipun kamu menanyakan, saya akan tetap menjawab sama. Bahwa saya tidak menutup kemungkinan apapun jika memang saya belum tahu.

Saya tidak memberikan pelatihan bahasa manusia kepada anjing saya. Tapi kami bisa berkomunikasi. Sesama orang bisu kok bisa berkomunikasi.

-Sama seperti cerita tentang ular yang besar dan panjang yang bertapa , dan karena kita tidak bisa melihat buktinya lagi maka itu dikatakan dongeng.
-Sama seperti manusia yang bisa menjadi harimau jadi-jadian, tidak masuk akal dan omong kosong.
-Sama juga cerita manusia yang punya kekebalan yang kamu ceritakan bahwa hormon ini dan itu. Sayangnya itu tidak lengkap, karena belum termasuk penjelasan kok ada orang mempan dibacok? Hormon apa yang menyebabkan manusia itu kebal?

;D Saya mundur dari diskusi ini.


Justru konsep Parami itu dijelaskan dengan kisah2 Jataka.

Manusia juga masih temasuk hewan (binatang berkaki dua), hanya kesombongan intelijenlah yang membuat manusia merasa beda dari hewan. Menurut info mahluk dewa males deket2 mahluk manusia karena bau.... menurut bayangan ane sama kek manusia yang males deket2 ama kambing yang dirasa bau dan "bodoh". Dan bentuk komunikasi antar mahluk Dewa, belajar dari topik pembahasan ini, bisa jadi bukan lewat bunyi seperti manusia, atau minimal bukan bahasa manusia, tapi tetap dijelaskan dengan bahasa manusia agar manusia bisa mengerti.

Mengikuti hukum perubahan, bentuk manusia (apabila masih ada) sejuta tahun yang akan datang tidak akan persis sama seperti yang kita lihat pada masa sekarang ini, termasuk faktor2 pendukungnya.

Anggaplah Jataka tidak 100% real, menurut anda berapa persen tingkat ke-real-an-nya? 0%?

Saya mundur dari diskusi ini. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 June 2011, 11:22:13 AM
iya jujur,saya juga masih agak ragu dengan jataka,apakah semuanya itu reeal?Dan darimanakah kisah2 jataka tersebut berasal?
misalnya,ketika siddhattha menjadi burung puyuh dan ketika hutannya terbakar,Ia "mengucapkan" paritta yang sekarang dikenal sebagai vattaka paritta,dan dari mana kisah2 jataka tersebut diketahui,apakah ada orang yang sepanjang masa hidupnya selalu hidup bersama Siddhatha sehingga mengetahui secara pasti kisah2 jataka?
thanks.... ;D ;D ;D

kisah jataka diceritakan oleh Sang Buddha sendiri, biasanya ketika terjadi suatu peristiwa Sang Buddha akan menceritakan latar belakang dari kejadian tersebut di masa lampau.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sumedho on 21 June 2011, 11:59:43 AM
kisah jataka itu di komentar belakangan kan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 June 2011, 12:03:24 PM
kisah jataka itu di komentar belakangan kan?

jataka yg bukan atthakatha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 21 June 2011, 12:12:55 PM
kisah jataka diceritakan oleh Sang Buddha sendiri, biasanya ketika terjadi suatu peristiwa Sang Buddha akan menceritakan latar belakang dari kejadian tersebut di masa lampau.

jataka diceritakan oleh sang buddha sendiri, jika jataka dianggap cerita yang mengada2 ataupun tidak real, apakah salah jika saya mengatakan sang buddha hanya menceritakan dongeng kosong? mohon pencerahannya _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 June 2011, 12:26:38 PM
jataka diceritakan oleh sang buddha sendiri, jika jataka dianggap cerita yang mengada2 ataupun tidak real, apakah salah jika saya mengatakan sang buddha hanya menceritakan dongeng kosong? mohon pencerahannya _/\_

pertama harus dibuktikan dulu bahwa Sang Buddha memang mengada2 sebelum sampai pada kesimpulan bahwa cerita itu hanya dongeng
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 21 June 2011, 12:36:32 PM
Jataka yang diceritakan oleh Buddha sendiri,selalu diceritakan di saat yang tepat.Saat dimana terjadi keadaan "de javu".Kisah2 kehidupan lampau orang lain pun,sang buddha tau,misalnya ketika devadatta mati ditelan bumi,dan orang2 merayakannya.Maka sang Buddha berkata,bahwa tidak sekali ini saja ia ditertawai ketika mati,dikehidupan lampaunya pun ia pernah ditertawakan di saat kematiannya (Dhammapada Atthakatha)

Sang Buddha tidak pernah menceritakan Jataka tanpa alasan khusus,selalu ada landasan tertentu sehingga sang Buddha menceritakan Jataka. ;D ;D ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 21 June 2011, 12:40:32 PM
Jataka yang diceritakan oleh Buddha sendiri,selalu diceritakan di saat yang tepat.Saat dimana terjadi keadaan "de javu".Kisah2 kehidupan lampau orang lain pun,sang buddha tau,misalnya ketika devadatta mati ditelan bumi,dan orang2 merayakannya.Maka sang Buddha berkata,bahwa tidak sekali ini saja ia ditertawai ketika mati,dikehidupan lampaunya pun ia pernah ditertawakan di saat kematiannya (Dhammapada Atthakatha)

Sang Buddha tidak pernah menceritakan Jataka tanpa alasan khusus,selalu ada landasan tertentu sehingga sang Buddha menceritakan Jataka. ;D ;D ;D ;D

menurut anda jataka asli atau tidak?

pada awal anda bilang ragu mengenai jataka, tetapi setelah saya katakan jika jataka hanya dongeng yang di ceritakan sang buddha anda justru berbalik memberikan statment mendukung keaslian jataka?  ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 21 June 2011, 12:54:28 PM
menurut anda jataka asli atau tidak?

pada awal anda bilang ragu mengenai jataka, tetapi setelah saya katakan jika jataka hanya dongeng yang di ceritakan sang buddha anda justru berbalik memberikan statment mendukung keaslian jataka?  ???

saya ikut keputusan hasil KONSILI SANGHA saja... yang gak mau ikut yang apa-apa... demokrasi kok dan itu menjadi hak asasi setiap orang untuk mempertanyakan, meragukan bahkan menganggap Tipitaka atau sebagian dari Tipitaka itu bagaimana...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 21 June 2011, 12:55:55 PM
menurut anda jataka asli atau tidak?

pada awal anda bilang ragu mengenai jataka, tetapi setelah saya katakan jika jataka hanya dongeng yang di ceritakan sang buddha anda justru berbalik memberikan statment mendukung keaslian jataka?  ???
saya tidak memberikan pernyataan mendukung keaslian jataka.Saya hanya membuat tambahan pernyataan yang sudah dibilang oleh koko Indra,bahwa sang Buddha yang menceritakan kisah2 jataka.

Quote
kisah jataka diceritakan oleh Sang Buddha sendiri, biasanya ketika terjadi suatu peristiwa Sang Buddha akan menceritakan latar belakang dari kejadian tersebut di masa lampau.





Memang awalnya saya ragu,tetapi setelah membaca pernyataan koko indra bahwa Sang Buddha sendiri yang menceritakan jataka,saya sudah mulai agak percaya.Saya ragu akan keaslian jataka itu karena saya bingung,siapa yang dengan begitu akurat bisa mengetahui kisah2 hidup buddha di masa lampau,Mulai dari Kisah Sumedha,sampe 10 jataka utama....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 21 June 2011, 12:58:51 PM
saya tidak memberikan pernyataan mendukung keaslian jataka.Saya hanya membuat tambahan pernyataan yang sudah dibilang oleh koko Indra,bahwa sang Buddha yang menceritakan kisah2 jataka.

Memang awalnya saya ragu,tetapi setelah membaca pernyataan koko indra bahwa Sang Buddha sendiri yang menceritakan jataka,saya sudah mulai agak percaya.Saya ragu akan keaslian jataka itu karena saya bingung,siapa yang dengan begitu akurat bisa mengetahui kisah2 hidup buddha di masa lampau,Mulai dari Kisah Sumedha,sampe 10 jataka utama....

Mingun Jetavan Sayadaw mampu mengingat semua isi Tipitaka, jadi tidak ada yang mustahil  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 21 June 2011, 01:02:59 PM
Mingun Jetavan Sayadaw mampu mengingat semua isi Tipitaka, jadi tidak ada yang mustahil  ;D
iya,saya tau,Bhante Ananda pun mampu mengingat semua Sutta Sang Buddha.Yand dulu membuat saya bingung itu adalah,siapa yang mampu mengikuti seluruh jalan hidup Buddha dari Sumedha sampai 10 jataka utama.Darimana orang2 tau bahwa Sumedha itu adalah bakal calon Buddha gotama,padahal itu sudah terjadi berkalpa kalpa yang lalu.Tetapi,ketika koko Indra memberi tahu bahwa Sang Buddha sendiri lah yang menceritakan Jataka jataka tersebut.Makanya saya mulai agak percaya.... ;D ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: No Pain No Gain on 21 June 2011, 01:08:26 PM
ada yang bikin saya sangsi di sini. menurut saya menghapal dari tulisan lebih mudah daripada menghapal secara lisan..kalo tulisan kan bisa dibaca berkali2 untuk memastikan..kalo lisan bagaimana ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 21 June 2011, 01:09:25 PM
saya tidak memberikan pernyataan mendukung keaslian jataka.Saya hanya membuat tambahan pernyataan yang sudah dibilang oleh koko Indra,bahwa sang Buddha yang menceritakan kisah2 jataka.
pada awal anda menyatakan keraguan keaslian jataka kan?

Quote
iya jujur,saya juga masih agak ragu dengan jataka,apakah semuanya itu reeal?Dan darimanakah kisah2 jataka tersebut berasal?
misalnya,ketika siddhattha menjadi burung puyuh dan ketika hutannya terbakar,Ia "mengucapkan" paritta yang sekarang dikenal sebagai vattaka paritta,dan dari mana kisah2 jataka tersebut diketahui,apakah ada orang yang sepanjang masa hidupnya selalu hidup bersama Siddhatha sehingga mengetahui secara pasti kisah2 jataka?
thanks....   

lantas anda mengatakan ini
Quote
Jataka yang diceritakan oleh Buddha sendiri,selalu diceritakan di saat yang tepat.Saat dimana terjadi keadaan "de javu".Kisah2 kehidupan lampau orang lain pun,sang buddha tau,misalnya ketika devadatta mati ditelan bumi,dan orang2 merayakannya.Maka sang Buddha berkata,bahwa tidak sekali ini saja ia ditertawai ketika mati,dikehidupan lampaunya pun ia pernah ditertawakan di saat kematiannya (Dhammapada Atthakatha)

Sang Buddha tidak pernah menceritakan Jataka tanpa alasan khusus,selalu ada landasan tertentu sehingga sang Buddha menceritakan Jataka.   

coba lihat jawaban anda sendiri di bawah, bukan kah itu suatu dukungan keaslian jataka? walau mungkin baru 1% :)
Quote
[/b]
Memang awalnya saya ragu,tetapi setelah membaca pernyataan koko indra bahwa Sang Buddha sendiri yang menceritakan jataka,saya sudah mulai agak percaya.Saya ragu akan keaslian jataka itu karena saya bingung,siapa yang dengan begitu akurat bisa mengetahui kisah2 hidup buddha di masa lampau,Mulai dari Kisah Sumedha,sampe 10 jataka utama....

Spoiler: ShowHide
[belut]mode ON[/belut]
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 21 June 2011, 01:12:45 PM
 :'(
saya ikut keputusan hasil KONSILI SANGHA saja... yang gak mau ikut yang apa-apa... demokrasi kok dan itu menjadi hak asasi setiap orang untuk mempertanyakan, meragukan bahkan menganggap Tipitaka atau sebagian dari Tipitaka itu bagaimana...
:outoftopic:
mending ikut saya bro ngeracik angka ...mau  :)):jempol:
 :backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 21 June 2011, 01:14:22 PM
ada yang bikin saya sangsi di sini. menurut saya menghapal dari tulisan lebih mudah daripada menghapal secara lisan..kalo tulisan kan bisa dibaca berkali2 untuk memastikan..kalo lisan bagaimana ya?

Kalo saya tidak ragu ada yang mampu menghafal secara lisan. Saya sedikit sangsi pada ketepatannya. Bisa saja ada yang salah pada saat mengingat kembali khotbah dan menurunkannya secara oral. Tapi, hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pemeriksaan dan pencocokan khotbah pada konsili sangha maupun pertemuan-pertemuan lainnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 June 2011, 01:17:22 PM
Kalo saya tidak ragu ada yang mampu menghafal secara lisan. Saya sedikit sangsi pada ketepatannya. Bisa saja ada yang salah pada saat mengingat kembali khotbah dan menurunkannya secara oral. Tapi, hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pemeriksaan dan pencocokan khotbah pada konsili sangha maupun pertemuan-pertemuan lainnya.

menurut saya menghapal secara oral malah lebih akurat, pernahkah anda mendengar suatu paduan suara? di antara 100 orang jika ada 1 orang yg bernyanyi sengan suara sumbang atau dengan lyric yg salah pasti langsung terdeteksi. demikian pula dengan menghapalkan sutta secara oral, para bhikkhu biasanya mengulangi sutta secara bersama2, sehingga jika ada seseorang yg salah pasti langsung terdeteksi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: No Pain No Gain on 21 June 2011, 01:20:14 PM
Kalo saya tidak ragu ada yang mampu menghafal secara lisan. Saya sedikit sangsi pada ketepatannya. Bisa saja ada yang salah pada saat mengingat kembali khotbah dan menurunkannya secara oral. Tapi, hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pemeriksaan dan pencocokan khotbah pada konsili sangha maupun pertemuan-pertemuan lainnya.
bagaimana kalo sumbernya yang slaah menghapal?
bayangkan seberapa banyak yang harus diingat oleh bhante Ananda secra lisan..(apalgi sekali denger ya..cmiiw)..menurut saya agak mustahil
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 21 June 2011, 01:41:21 PM
bagaimana kalo sumbernya yang slaah menghapal?
bayangkan seberapa banyak yang harus diingat oleh bhante Ananda secra lisan..(apalgi sekali denger ya..cmiiw)..menurut saya agak mustahil

Waktu konsili kan banyak bhikku yang hadir, tentu saja uraian khotbah diperiksa kembali oleh bhikku-bhikku yang mengikuti konsili tersebut. Kalau dari konsili pertama pasti sangat akurat. Yang saya rasa rentan adalah pada saat konsili kedua dan ketiga. Sangha sudah terpecah-pecah, tentu saja rentan terjadi penyelewengan. Apalagi jumlah bhikku sangat banyak dan ditambah lagi sutra mahayana yang juga banyak, bahkan dalam sutta pali saja ada yang gaya bahasanya seperti sutra mahayana. Saya tidak tau, apakah memang seperti itu aslinya atau ada yang lupa tersaring oleh para thera... :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 21 June 2011, 01:46:07 PM
Waktu konsili kan banyak bhikku yang hadir, tentu saja uraian khotbah diperiksa kembali oleh bhikku-bhikku yang mengikuti konsili tersebut. Kalau dari konsili pertama pasti sangat akurat. Yang saya rasa rentan adalah pada saat konsili kedua dan ketiga. Sangha sudah terpecah-pecah, tentu saja rentan terjadi penyelewengan. Apalagi jumlah bhikku sangat banyak dan ditambah lagi sutra mahayana yang juga banyak, bahkan dalam sutta pali saja ada yang gaya bahasanya seperti sutra mahayana. Saya tidak tau, apakah memang seperti itu aslinya atau ada yang lupa tersaring oleh para thera... :-?

apa kesalahan dalam mengartikan suatu teks (uraian khotbah) bisa menjadi penyebab perbedaan bro,  seperti yang saya posting kemarin tentang manggala sutta , walau sepele tetapi bisa mengubah arti yang dimaksud dari sutta itu. dalam tata bahasa jaman dahulu kan ada perbedaan dengan jaman sekarang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: rooney on 21 June 2011, 01:52:41 PM
apa kesalahan dalam mengartikan suatu teks (uraian khotbah) bisa menjadi penyebab perbedaan bro,  seperti yang saya posting kemarin tentang manggala sutta , walau sepele tetapi bisa mengubah arti yang dimaksud dari sutta itu. dalam tata bahasa jaman dahulu kan ada perbedaan dengan jaman sekarang.

Maksudnya yang di fb itu yak, yang "tergoda" ?  ;D

Maksud saya bukan penerjemahan, tapi gaya bahasa. Manggala Sutta walau ada ketidaktepatan penerjemahan pada buku paritta, namun bahasanya manusiawi  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 21 June 2011, 01:55:36 PM
Maksudnya yang di fb itu yak, yang "tergoda" ?  ;D

Maksud saya bukan penerjemahan, tapi gaya bahasa. Manggala Sutta walau ada ketidaktepatan penerjemahan pada buku paritta, namun bahasanya manusiawi  ;D

iya bro, gaya bahasa kan bisa menimbulkan kesalahan . apalagi ketidaktepatan penerjemahan, bukankah itu sangat memperngaruhi , walau kecil sekali efeknya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 21 June 2011, 02:28:10 PM
Yang hebat itu BOHONG secara konsisten...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 21 June 2011, 02:33:35 PM
Yang hebat itu BOHONG secara konsisten...

maksudnya seperti apa bro??? bisa berikan contohnya??  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 21 June 2011, 02:48:18 PM
maksudnya seperti apa bro??? bisa berikan contohnya??  ;D

Andai, jikalau... Tipitaka itu BOHONG2-an Penulis/Pencipta-nya... berarti BOHONG-nya itu HEBAT, karena konsisten dari awal sampai dengan akhir. Tidak Lompat-lompat logika / alur cerita-nya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 21 June 2011, 04:34:41 PM
Semua skolar Buddhist/Bhikkhu saat ini setuju dengan arti "jamur atau cendawan", dan saya setuju dengan mereka. Menurut peraturan monastik, para bhikkhu tidak diperkenankan makan daging dari hewan yang khusus dibunuh untuk disajikan sbg makanan untuk mereka.  Sehingga arti sukara-maddava sebagai "daging babi / daging babi hutan" tidak tepat di sini.

BOLD, dasarnya apa mengatakan semua skolar/Bhikkhu setuju adalah cendawan/jamur !
atau setiap jadi Bhikkhu harus mengucapkan kata2 demikian bahwa makanan terakhir Sang Buddha adalah cendawan/jamur racun
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 June 2011, 04:42:43 PM
BOLD, dasarnya apa mengatakan semua skolar/Bhikkhu setuju adalah cendawan/jamur !
atau setiap jadi Bhikkhu harus mengucapkan kata2 demikian bahwa makanan terakhir Sang Buddha adalah cendawan/jamur racun

minimal Scholar Mingun Sayadaw dan Maurice Walshe tidak setuju dengan jamur
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 June 2011, 04:49:43 PM
Dalam catatan Kaki Digha Nikaya 16 Mahaparinibbana Sutta, Maurice Walshe menuliskan:

 Saya memilih ungkapan yang membingungkan ini untuk menerjemahkan istilah yang kontroversial ini sūkara-maddava (sūkara = ‘babi’, maddava = ‘lunak, lembut, halus, juga hancur’). Karena itu, dapat berarti ‘bagian lembut dari babi’ atau ‘apa yang disukai babi’ (cf. Catatan 46 dalam LDB). Apa yang pasti adalah para komentator masa lalu tidak dapat memastikan apa artinya. DA memberikan tiga kemungkinan: 1. Daging babi liar, yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, yang diperoleh tanpa dibunuh, 2. Nasi yang dimasak lunak dengan ‘lima produk sapi’, atau 3. Sejenis zat untuk mempertahankan kehidupan (rasāyana). Para penerjemah modern dimulai dari RD dan seterusnya mengartikan sejenis jamur sebagai penjelasan yang masuk akal, dan beberapa bukti untuk ini telah dikemukakan. Trevor Ling, dalam n.31 dalam revisi atas terjemahan RD atas Sutta ini (The Buddha’s Philosophy of Man) (Everyman’s Library, London 1981, p. 218), mengatakan: ‘Penjelasan ini sepertinya dimaksudkan untuk tidak menyinggung para pembaca vegetarian. Pernyataan Rhys Davids bahwa umat Buddha “pada umumnya adalah vegetarian, dan semakin bertambah”, adalah sulit diterima.’ Meskipun sepertinya (dan kenyataannya para umat Buddha Theravada timur jarang yang vegetarian, walaupun sekarang banyak yang vegetarian, itu adalah karena pengaruh barat!) pertanyaan seputar Vegetarian sering muncul dalam Buddhisme. Posisi Theravāda dikemukakan dalam Jīvaka Sutta (MN 55), yang mana Sang Buddha mengatakan kepada Jīvaka bahwa para bhikkhu tidak boleh memakan daging dari binatang yang mereka lihat, dengar, atau curigai khusus dibunuh untuk mereka. Sang Buddha menolak usulan Devadatta yang melarang memakan daging sama sekali bagi para bhikkhu. Hidup dari persembahan makanan di pedesaan India pada masa itu, mereka akan mempermalukan mereka yang mempersembahkan makanan, atau kelaparan jika mereka menolak segala jenis daging. Di barat khususnya, pertanyaan juga muncul sehubungan apakah Sangha tidak mendidik umat awam agar mempersembahkan hanya makanan vegetarian. Banyak umat Buddha di barat (dan bukan hanya umat Mahāyāna) dalam kenyataannya adalah vegetarian. Dalam banyak aliran Buddhis Mahāyāna, vegetarianisme adalah peraturan, dan beberapa penulis melibatkan diri dalam polemik menentang aliran Theravāda dalam hal ini. Hal ini, apa pun yang dikatakan, tidak selalu beralasan belas kasihan. Shinran Shonin, pendiri aliran Shin di Jepang, menghapuskan keharusan vegetarianisme bersama dengan hidup selibat karena ia menganggap ini adalah suatu bentuk praktik penebusan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 21 June 2011, 06:23:54 PM
dalam bahasa gaul sūkara-maddava = samcan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: andry on 21 June 2011, 08:00:38 PM
dalam bahasa gaul sūkara-maddava = samcan

 :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 21 June 2011, 08:00:53 PM
sukkara-madava itu sejenis jamur/cendawan yang mahal n lezat,ya....kira2 seperti jamur Matsutake lah...hehehe  =P~ =P~
nah,Saat memakan sukkaramadava itu,penyakit sang Buddha semakin parah.

catatan: Sang Buddha telah menderita semacam penyakit pelemahan organ pencernaan yang biasa dialami oleh orang usia lanjut pada masa vassa terakhir-Nya.

Sukkaramadava itu disebut sebagai babi lunak atau kaki babi adalah karena jamur tersebut didapatkan dengan cara diendus2 oleh babi.
cmiiw ya... ;D ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 22 June 2011, 09:06:27 AM
Dalam catatan Kaki Digha Nikaya 16 Mahaparinibbana Sutta, Maurice Walshe menuliskan:

 Saya memilih ungkapan yang membingungkan ini untuk menerjemahkan istilah yang kontroversial ini sūkara-maddava (sūkara = ‘babi’, maddava = ‘lunak, lembut, halus, juga hancur’). Karena itu, dapat berarti ‘bagian lembut dari babi’ atau ‘apa yang disukai babi’ (cf. Catatan 46 dalam LDB). Apa yang pasti adalah para komentator masa lalu tidak dapat memastikan apa artinya. DA memberikan tiga kemungkinan: 1. Daging babi liar, yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, yang diperoleh tanpa dibunuh, 2. Nasi yang dimasak lunak dengan ‘lima produk sapi’, atau 3. Sejenis zat untuk mempertahankan kehidupan (rasāyana). Para penerjemah modern dimulai dari RD dan seterusnya mengartikan sejenis jamur sebagai penjelasan yang masuk akal, dan beberapa bukti untuk ini telah dikemukakan. Trevor Ling, dalam n.31 dalam revisi atas terjemahan RD atas Sutta ini (The Buddha’s Philosophy of Man) (Everyman’s Library, London 1981, p. 218), mengatakan: ‘Penjelasan ini sepertinya dimaksudkan untuk tidak menyinggung para pembaca vegetarian. Pernyataan Rhys Davids bahwa umat Buddha “pada umumnya adalah vegetarian, dan semakin bertambah”, adalah sulit diterima.’ Meskipun sepertinya (dan kenyataannya para umat Buddha Theravada timur jarang yang vegetarian, walaupun sekarang banyak yang vegetarian, itu adalah karena pengaruh barat!) pertanyaan seputar Vegetarian sering muncul dalam Buddhisme. Posisi Theravāda dikemukakan dalam Jīvaka Sutta (MN 55), yang mana Sang Buddha mengatakan kepada Jīvaka bahwa para bhikkhu tidak boleh memakan daging dari binatang yang mereka lihat, dengar, atau curigai khusus dibunuh untuk mereka. Sang Buddha menolak usulan Devadatta yang melarang memakan daging sama sekali bagi para bhikkhu. Hidup dari persembahan makanan di pedesaan India pada masa itu, mereka akan mempermalukan mereka yang mempersembahkan makanan, atau kelaparan jika mereka menolak segala jenis daging. Di barat khususnya, pertanyaan juga muncul sehubungan apakah Sangha tidak mendidik umat awam agar mempersembahkan hanya makanan vegetarian. Banyak umat Buddha di barat (dan bukan hanya umat Mahāyāna) dalam kenyataannya adalah vegetarian. Dalam banyak aliran Buddhis Mahāyāna, vegetarianisme adalah peraturan, dan beberapa penulis melibatkan diri dalam polemik menentang aliran Theravāda dalam hal ini. Hal ini, apa pun yang dikatakan, tidak selalu beralasan belas kasihan. Shinran Shonin, pendiri aliran Shin di Jepang, menghapuskan keharusan vegetarianisme bersama dengan hidup selibat karena ia menganggap ini adalah suatu bentuk praktik penebusan.

Bold biru di atas,
Daging yang diperoleh tanpa dibunuh maksudnya apa nih bro?
Ane sampe ngebayangin babi yang dagingnya diambil tapi tetap dibiarin idup, amputasi salah satu kaki (dan paha) misalnya........ :hammer:
Ato maksudnya didapet dari beli di pasar misalnya..... jadi gak membunuh sendiri. ?

Apakah orang India pada saat itu umum mengkonsumsi jamur?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 22 June 2011, 09:10:12 AM
Bold biru di atas,
Daging yang diperoleh tanpa dibunuh maksudnya apa nih bro?
Ane sampe ngebayangin babi yang dagingnya diambil tapi tetap dibiarin idup, amputasi salah satu kaki (dan paha) misalnya........ :hammer:
Ato maksudnya didapet dari beli di pasar misalnya..... jadi gak membunuh sendiri. ?

Apakah orang India pada saat itu umum mengkonsumsi jamur?

Sa
anda sudah menjawab sendiri. Salah satunya adalah beli di pasar. tulisan diatas menguatkan gagss
asan samcan  jadi pertanyaan apakah org india makan jamur menjadi tdk relevan
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 22 June 2011, 09:16:28 AM
Bold biru di atas,
Daging yang diperoleh tanpa dibunuh maksudnya apa nih bro?
Ane sampe ngebayangin babi yang dagingnya diambil tapi tetap dibiarin idup, amputasi salah satu kaki (dan paha) misalnya........ :hammer:
Ato maksudnya didapet dari beli di pasar misalnya..... jadi gak membunuh sendiri. ?

Apakah orang India pada saat itu umum mengkonsumsi jamur?
misalkan kalau dapat babi nya jatuh di jurang lalu mati...yah kek gitu..dapat bangkai gratis...

cuma di jaman sekarang mau dapat daging babi, kek mudah banget..yg jelas beli aja yg di pasar ga usah pesan atau apalah....

sy pernah liat pembuatan sosis so nice gitu.....astaga dari ayam hidup
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 22 June 2011, 09:22:55 AM
Sa
anda sudah menjawab sendiri. Salah satunya adalah beli di pasar. tulisan diatas menguatkan gagss
asan samcan  jadi pertanyaan apakah org india makan jamur menjadi tdk relevan
 

Ngetiknya super kilat ya bro? beberapa bagian kalimat, ane msh binun?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 22 June 2011, 09:26:59 AM
misalkan kalau dapat babi nya jatuh di jurang lalu mati...yah kek gitu..dapat bangkai gratis...

cuma di jaman sekarang mau dapat daging babi, kek mudah banget..yg jelas beli aja yg di pasar ga usah pesan atau apalah....

sy pernah liat pembuatan sosis so nice gitu.....astaga dari ayam hidup

Dari ayam mati bro....hehehe.
Digorok dulu tentunya, akhir2 ini ada iklannya di tipi, ayamnya digantung bebaris rapi dengan kepala di bawah dan ada penjagal dengan sebuah pisau, masing2 ayam mendapat satu sayatan di leher.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 22 June 2011, 09:29:18 AM
aduh,jadi pengen makan sukkarra-madava nih....ada yang bikin ga? kalo ada bawain dong...hahahaha

ok. :backtotopic:

sukkaramadava sebenarnya tidak ada unsur daging babi dalamne,tetapi dinamakan babi lunak,karena jamur sukkara-madava didapatkan hanya dengan cara diendus2 oleh babi,sehingga bisa didapat.dan jamur tersebut dikatakan sangat mahal dan lezat..... =P~
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 22 June 2011, 09:32:15 AM
aduh,jadi pengen makan sukkarra-madava nih....ada yang bikin ga? kalo ada bawain dong...hahahaha

ok. :backtotopic:

sukkaramadava sebenarnya tidak ada unsur daging babi dalamne,tetapi dinamakan babi lunak,karena jamur sukkara-madava didapatkan hanya dengan cara diendus2 oleh babi,sehingga bisa didapat.dan jamur tersebut dikatakan sangat mahal dan lezat..... =P~

Tapi katanya kan beracun.... buat apa dimakan? Mahal lagi..... abis makan ... enak.... trus matek.... :hammer: konyol itu mah.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 22 June 2011, 09:37:43 AM
Ngetiknya super kilat ya bro? beberapa bagian kalimat, ane msh binun?
ol pake hp susahnya ampun deh
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 22 June 2011, 09:41:36 AM
Tapi katanya kan beracun.... buat apa dimakan? Mahal lagi..... abis makan ... enak.... trus matek.... :hammer: konyol itu mah.....
iya beracun,tetapi racunnya masih batas wajar kok.Lagipula,tathagatha tidak parinibbana akibat makan jamur itu,tathagatha kambuh penyakitnya saat makan sukkaramadava,tathagatha udah menderita penyakit pelemahan organ pencernaan saat vassa terakhirnya,dan saat buddha makan sukkaramadava,ia tahu bahwa itu adalah makanan terakhir-Nya,dan saat itu memang sudah saatnya Ia parinibbana,karena rata2 umur manusia saat itu hanya 100 tahun,maka Buddha parinibbana di usia 80 tahun.....cmiiw ya.. ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 22 June 2011, 09:46:39 AM
Kalau 'jamur beracun' saya lihat kurang mungkin karena:
1. katanya pakai babi buat cari, seharusnya babi bisa bedakan yang racun dan bukan (babi itu juga makan jamur tersebut).
2. 'katanya' banyak dewata yang tambahkan oja, masa' sih tidak satupun dari mereka yang tahu itu beracun atau tidak?
3. dari yang saya baca, pencarian jamur pakai babi asalnya dari Eropa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 22 June 2011, 09:50:00 AM
aduh,jadi pengen makan sukkarra-madava nih....ada yang bikin ga? kalo ada bawain dong...hahahaha

ok. :backtotopic:

sukkaramadava sebenarnya tidak ada unsur daging babi dalamne,tetapi dinamakan babi lunak,karena jamur sukkara-madava didapatkan hanya dengan cara diendus2 oleh babi,sehingga bisa didapat.dan jamur tersebut dikatakan sangat mahal dan lezat..... =P~

di atas sudah saya kutipkan kesimpulan dari seorang terpelajar buddhis Maurice Walshe yg mengatakan daging babi. adakah rujukan yg dapat menguatkan pernyataan anda?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 22 June 2011, 09:50:53 AM
Mungkin ketika pengolahan jamur-nya terlambat sehingga menjadi beracun.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 22 June 2011, 11:19:14 AM
samcan itu memang enak lho  :jempol:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Nevada on 22 June 2011, 11:19:54 AM
samcan itu memang enak lho  :jempol:

Yup, bener enak!  ^:)^ Makasih Bro!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 22 June 2011, 11:38:30 AM
Yup, bener enak!  ^:)^ Makasih Bro!

jadi teringat samcan pasar tangerang, selera si saka memang ciamik  :))

 :backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 22 June 2011, 11:44:52 AM
jadi teringat samcan pasar tangerang, selera si saka memang ciamik  :))

 :backtotopic:

saya kok sedikitpun gak bisa "suka" / tertarik makan daging babi dan "turunannya" ya ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 22 June 2011, 02:32:12 PM
duh jadi pengin makan cu kiok di LTC ,,,... yummyyyyy.... :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 22 June 2011, 02:48:50 PM
hei,hei kok pada ngomongin makan sih....? lapar tau....
aduh...jadi pengen makan nih,hahahaha makan samcan enak mungkin....hehehe  =P~ =P~ =P~
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 22 June 2011, 02:51:15 PM
Ayo BTT! Yang OOT terus, didenda Samcan 1 KG.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wang ai lie on 22 June 2011, 04:09:21 PM
Ayo BTT! Yang OOT terus, didenda Samcan 1 KG.

serius bro... di denda silahkan PM saya !!
Spoiler: ShowHide
kasih alamat terus saya kirim dah 1 kg  :)) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 22 June 2011, 04:12:56 PM
serius bro... di denda silahkan PM saya !!
Spoiler: ShowHide
kasih alamat terus saya kirim dah 1 kg  :)) :))

ongkos tanggung ndiri...hahahaha bcanda loh... ;D ;D ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 22 June 2011, 04:23:45 PM
saya kok sedikitpun gak bisa "suka" / tertarik makan daging babi dan "turunannya" ya ?
astaga... Anda benar2 berselera rendah
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 22 June 2011, 04:29:14 PM
Ayo BTT! Yang OOT terus, didenda Samcan 1 KG.
Pertanyaan kritis mengenai samcan menurut pandangan yg berbeda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 22 June 2011, 04:32:14 PM
Pertanyaan kritis mengenai samcan menurut pandangan yg berbeda.

saya gak suka samcan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 22 June 2011, 04:34:44 PM
Pertanyaan kritis mengenai samcan menurut pandangan yg berbeda.
Bukan, "Pandangan kritis mengenai Theravada menurut pandangan tukang (makan) samcan".

---
Ayo semua BTT!!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 22 June 2011, 04:35:02 PM
saya gak suka samcan
Saya juga tidak suka, karena lunak dan geli dimulut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Wijayananda on 22 June 2011, 04:47:26 PM
Bukan, "Pandangan kritis mengenai Theravada menurut pandangan tukang (makan) samcan".

---
Ayo semua BTT!!
Awas udah dpt 'ancaman' dr glomod ne..:-D :-D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: No Pain No Gain on 22 June 2011, 04:48:38 PM
saya kok sedikitpun gak bisa "suka" / tertarik makan daging babi dan "turunannya" ya ?

duh pork itu paling enak...wkwkwk...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 22 June 2011, 05:06:27 PM
bacon paling enakk....bacon lovers.... ;D ;D ;D
jadi,kesimpulanne,sukkara-madava itu apa?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: No Pain No Gain on 22 June 2011, 05:08:13 PM
bacon paling enakk....bacon lovers.... ;D ;D ;D
jadi,kesimpulanne,sukkara-madava itu apa?

kesimpulan: yang pasti makanan seh ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Janindra d' Sihamuni on 22 June 2011, 05:10:09 PM
kesimpulan: yang pasti makanan seh ;D
mungkin sama kayak jamur matsutake ya.....hahahaha  =P~ =P~ =P~

jamur+daging babi+kuah+sayur = apa coba?... ;D ;D ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: icykalimu on 28 June 2011, 09:57:31 AM
bacon paling enakk....bacon lovers.... ;D ;D ;D
jadi,kesimpulanne,sukkara-madava itu apa?

Sukara-maddava: a controversial term which has therefore been left
untranslated. Sukara = pig; maddava = soft, tender, delicate. Hence two
alternative renderings of the compound are possible: (1) the tender parts of a
pig or boar; (2) what is enjoyed by pigs and boars. In the latter meaning, the
term has been thought to refer to a mushroom or truffle, or a yam or tuber. K.E.
Neumann, in the preface to his German translation of the Majjhima Nikaya, quotes
from an Indian compendium of medicinal plants, the Rajanigantu, several plants
beginning with sukara.
The commentary to our text gives three alternative explanations: (1) the flesh
from a single first-born (wild) pig, neither too young nor too old, which had
come to hand naturally, i.e., without intentional killing; (2) a preparation of
soft boiled rice cooked with the five cow-products; (3) a kind of alchemistic
elixir (rasayanavidhi). Dhammapala, in his commentary to Udana VIII.5, gives, in
addition, young bamboo shoots trampled by pigs (sukarehi maddita-vamsakaliro).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Febby Pannadhika on 19 August 2011, 08:55:48 PM
saya pernah denger masalah aliran mahayana dan theravada. yang mana yang asli? itu yang dipertanyakan.
menurut yang saya denger, mahayana maupun theravada adalah sama- sama berasaskan ajaran Sang Buddha, sebenernya gak penting yang asli murid Buddha yang mana, selama umat itu mengikuti dan melaksanakan ajaran Sang Buddha maka dia bisa disebut umat Buddha. masalah mazhab harusnya gak gitu dipusingin. saya aja ikut 2 aliran kok, mahayana sama theravada. selama untuk kebaikan no problem.
tapi kalo emang pengen tahu, perbedaan mahayana dan Theravada terletak dari jumlah sila yang dilaksanakan Bhikkhu dan Bhiksunya. Mahayana masih mengikuti jumlah sila yang lama, tetapi dalam Theravada ada sedikit perubahan, tapi sebenernya itu gak ngefek, toh tetep aja sila yang dilaksanain Bhikkhu masih lebih banyak dari kita, ngejalanin 5 sila aja kayaknya udah berat apalagi sampe 227.
dan juga yang ngebedain mungkin dari pembacaan parittanya. kalo dalem Theravada disebutnya Paritta, kalo dalam mahayana disebutnya Sutta/ lebih dikenal sebagai Keng.
hehehehe.... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bluppy on 20 August 2011, 06:20:54 PM
Mahayana masih mengikuti jumlah sila yang lama, tetapi dalam Theravada ada sedikit perubahan

bukannya Mahayana 250 sila?
Theravada tetep 227 sila.
kok jadi Theravada yg ada perubahan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 22 August 2011, 04:10:30 PM
bukannya Mahayana 250 sila?
Theravada tetep 227 sila.
kok jadi Theravada yg ada perubahan?

perubahan ? apakah THERAVADA mengurangi sila Vinaya ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Candra Taruna on 06 February 2012, 08:05:12 AM
Nah, ini baru fair. ;D

Begini, beberapa pihak 'kan sering klaim bahwa Theravada yang paling 'asli' dan sebagainya, tapi kita lihat dari Tipitaka Pali saja banyak catatan meragukan, misalnya di thread sebelah (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,10555.0.html) tercatat 2 kisah Bahiya yang berbeda di mana salah satunya seharusnya salah. Gimana pihak Theravadin yang mengklaim Tipitaka paling asli dan benar menanggapinya?

Saya juga sependapat dengan Indra, saya kira ada 2 orang yang bernama "Bahiya"......
Seperti di jaman ini saja, yang bernama : Candra-Indra-Herman-Hendra-Benny-Aris bisa lebih dr satu orang di forum ini......
apalagi kalo yg pake nama bulan : Agus-Novi-Setian-Febri-Mei-Juni-July-Dessy itu pasti di dunia jauh lebih banyak......
Kalo nyari yg namanya 'Ucok' di Batak, 'Buyung' di Padang, apa 'Ujang' atau 'Asep' di Wilayah Sunda, apa 'Joko' di Wilayah Jawa, apa 'Aliong' di Chineese Pontianak, apa 'Akian' (untuk yg cewe'nya) akan ketemu bisa ratusan/ribuan orang......
Mengingat waktu itu Bhikkhu udah puluhan dan mungkin ratusan ribu, maka 2 atau lebih orang dengan nama yg sama tidaklah mengherankan......
Memang, sayang sekali tidak ada tulisan mengenai waktu dan/atau tempat kedua Sutta tsb dibabarkan secara jelas sehingga dapat dibedakan dengan mudah, Tapi, saya pikir, untuk Bahiya Danuciriya -->
Pembabaran yg dikatakan oleh Bhagava itu adalah saat Pindapatta, di tepi jalan raya, jadi, itu pasti pembabaran yang singkat, bukan pembabaran panjang-lebar (ini yg menjadi dasar kesimpulan, bahwa B1 dan B2 adalah 2 kasus yg berbeda)
Jadi, keduanya Sutta adalah benar, cuma kedua orang 'Bahiya' itu berbeda......

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: The Ronald on 06 February 2012, 08:25:01 AM
perubahan ? apakah THERAVADA mengurangi sila Vinaya ?
setauku 227 itu cuma patimokkha sila...
dan masih ada sila2 yg lain ...di luar patimokkha sila
hanya skrg kebanyakan orng menganggap vinaya = patimokkha sila....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dakota on 31 March 2012, 01:30:58 PM
perubahan ? apakah THERAVADA mengurangi sila Vinaya ?

ternyata mahayana ada 250 sila ? mengapa lebih banyak dari /teravada?
 :o
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 31 March 2012, 01:33:43 PM
ternyata mahayana ada 250 sila ? mengapa lebih banyak dari /teravada?
 :o

apa gunanya banyak kalau tidak dilaksanakan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dakota on 31 March 2012, 01:48:07 PM
apa gunanya banyak kalau tidak dilaksanakan?

 :)) btul btul btul

sama juga, apalah gunanya belajar sutta kalau dak dilaksanakan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: will_i_am on 31 March 2012, 02:15:50 PM
hmmm...
bakalan ada keributan lagi... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 31 March 2012, 02:40:33 PM
:)) btul btul btul

sama juga, apalah gunanya belajar sutta kalau dak dilaksanakan.


lucu sekali anda menyamakan vinaya dan sutta, bisakah anda menjelaskan bagaimana kita melaksanakan aganna sutta atau lakkhana sutta?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dakota on 31 March 2012, 03:10:13 PM
lucu sekali anda menyamakan vinaya dan sutta, bisakah anda menjelaskan bagaimana kita melaksanakan aganna sutta atau lakkhana sutta?

jadi maksud kamu semua isi pembabaran dhamma dari sang buddha dalam sutta  bukan untuk direnungi yang bermuara pada pelaksanaan/praktek ?
jangan bawa2 aganna sutta utk menampik sutta2 lain yg jelas2 menganjurkan para siswaNya  utk melaksanakan apa yg telah dibabarkannya.

jadi pernyataan aku masih relevan, untuk apa belajar sutta kalau tak dilaksanaken, mengingat anda bilang utk apa ada banyak vinaya kalau tak dilaksanakan

 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Choa on 31 March 2012, 03:19:02 PM
jadi maksud kamu semua isi pembabaran dhamma dari sang buddha dalam sutta  bukan untuk direnungi yang bermuara pada pelaksanaan/praktek ?
jangan bawa2 aganna sutta utk menampik sutta2 lain yg jelas2 menganjurkan para siswaNya  utk melaksanakan apa yg telah dibabarkannya.

jadi pernyataan aku masih relevan, untuk apa belajar sutta kalau tak dilaksanaken, mengingat anda bilang utk apa ada banyak vinaya kalau tak dilaksanakan

cuma orang bodoh bro yang tidak mengerti atau tidak mau mengerti tulisan anda

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 31 March 2012, 03:24:41 PM
Wah... guru para arahat turun cuma buat ngatain orang 'bodoh'. ;D Magnifico...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: mj Khouw on 31 March 2012, 06:43:57 PM
cuma orang bodoh bro yang tidak mengerti atau tidak mau mengerti tulisan anda

 _/\_

Setuju brooo, tapi tetep sabar ya, Jgn esmosiiii  _/\_ mettacittena
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 31 March 2012, 07:26:08 PM
jadi maksud kamu semua isi pembabaran dhamma dari sang buddha dalam sutta  bukan untuk direnungi yang bermuara pada pelaksanaan/praktek ?
jangan bawa2 aganna sutta utk menampik sutta2 lain yg jelas2 menganjurkan para siswaNya  utk melaksanakan apa yg telah dibabarkannya.

jadi pernyataan aku masih relevan, untuk apa belajar sutta kalau tak dilaksanaken, mengingat anda bilang utk apa ada banyak vinaya kalau tak dilaksanakan

 



jika sutta memang harus dilaksanakan, silakan jelaskan bagaimana kita melaksanakan aganna sutta dan lakkhana sutta. sederhana saja, tidak perlu dipersulit, jika anda tidak mampu menjelaskan, anda boleh merevisi statement anda yg tidak mampu anda pertanggungjawabkan.dan juga bagaimana dengan sutta2 yg hanya berisikan kisah2 misalnya koleksi sutta dalam Sakka samyutta yg menceritakan peperangan para dewa tavatimsa melawan asura, bagaimana melaksanakan sutta itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Choa on 31 March 2012, 08:01:14 PM
Setuju brooo, tapi tetep sabar ya, Jgn esmosiiii  _/\_ mettacittena

oke,
saya rasa harus ada yang "menulis" bahwa ada orang bodoh atau buta
akan kebenaran, pemikiranya di tutupi oleh lobbha dan kemelekatan akan
pengetahuan dhamma,

jadi setelah mempelajari dhamma, orang orang ini malah melekat akan kesombongan
tidak mudah untuk di kritik, merasa yang benar

padahal praktek masil "nol"

5 hal yang membuat dhamma itu menghilang, silahkan baca tulisan mereka
mereka berpikir semua yg di tulis oleh mereka adalah benar dan hebat,
padahal banyak yang dapat menilai bahwa tulisan itu penuh ke egoan,

cuma;
malas berdebat melalui tulisan
begitu mudahnya menstigma sesuatu yang tidak di pahamai
begitu mudah memberikan opini tentang dhamma yang tidak di praktekan

ujung-ujungnya, orang-orang ini akan berteman erat sependapat dan bergaul
di antara mereka, yg "bodoh" akan hakikat dhamma, dan mempelajari dhamma
hanya untuk berdebat

inilah sekumpulan orang-orang yang tidak tahu dirinya "bodoh"
dantersingung di bilang bodoh,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 31 March 2012, 08:46:33 PM
ternyata mahayana ada 250 sila ? mengapa lebih banyak dari /teravada?
 :o
Mungkin bisa diperbandingkan dengan cerita dibawah ini:

Ada seorang ibu yang mempunyai anak kembar laki-laki yang diberi nama SHE dan TAN. Kedua anak ini mempunyai kebiasaan yang berbeda. Salah satu perbedaan kebiasaan-nya ketika disuruh mandi. Saat SHE disuruh mandi, si ibu cukup mengatakan," SHE sudah waktu-nya MANDI."  Maka SHE-pun berangkat mandi dan selesai seperti seharusnya. Tapi jika si TAN disuruh mandi maka si ibu harus berkata,: TAN sudah waktunya mandi, jangan lupa gosok gigi,belakang telinganya juga digosok, kaki-nya disikat bersih,pakaian kotornya diletak dalam ember dan jangan masuk dalam bak mandi."

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 31 March 2012, 11:05:54 PM
oke,
saya rasa harus ada yang "menulis" bahwa ada orang pintar atau melek
akan kebenaran, pemikiranya di bukai oleh alobbha dan tanpa kemelekatan akan
pengetahuan dhamma,

jadi setelah praktek dhamma, orang orang ini malah melekat akan kebodohan
mudah mengkritik, merasa yang benar

padahal praktek belum "nol"

5 hal yang membuat dhamma itu muncul, silahkan baca tulisan mereka
mereka berpikir semua yg di praktekan oleh mereka adalah benar dan hebat,
padahal banyak yang dapat menilai bahwa tulisan itu penuh ke egoan,

cuma;
rajin berdebat melalui tulisan "praktek"
begitu mudahnya menstigma sesuatu yang di pahamai
begitu mudah memberikan opini tentang dhamma yang di praktekan

ujung-ujungnya, orang-orang ini akan berteman erat sependapat dan bergaul
di antara mereka, yg "pintar" akan hakikat dhamma, dan mempelajari dhamma
hanya untuk berpraktek

inilah sekumpulan orang-orang yang tidak tahu dirinya "pintar"
dan menyingung orang lain dengan perkataan bodoh,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 01 April 2012, 09:26:56 AM
:)) btul btul btul

sama juga, apalah gunanya belajar sutta kalau dak dilaksanakan.


Sdr. Dakota,
Hal-hal yang dapat dilaksanakan adalah hal-hal yang dianjurkan, dinasihatkan, diperintahkan, peraturan, cara, instruksi, arahan. Sedangkan sebuah pernyataan, berita, kesaksian, tidaklah bisa dilaksanakan, namun kadang bisa direnungkan.

Sdr. Dakota, ketika kita mengatakan: “sama juga, apalah gunanya belajar sutta kalau dak dilaksanakan.” Ini berarti kita beranggapan hanya ada satu sutta (karena ditulis "sutta" bukan sutta-sutta") atau beranggapan bahwa semua sutta berisi nasihat atau perintah yang perlu dilaksanakan. Padahal jika kita mau menelaah lebih teliti, maka kita akan menemukan bahwa tidak semua sutta berisi nasihat, anjuran, dorongan, tetapi hanya pernyataan kebenaran saja.

Seperti yang disampaikan oleh Sdr. Indra, Agganna Sutta (DN 27) – pernyataan mengenai proses kehidupan di bumi, Lakkhana Sutta (DN 30) – pernyataan mengenai tanda-tanda mahapurisa, dan saya tambahkan Sunna Sutta (SN 35.85) – pernyataan mengenai dunia ini kosong. Ketiganya hanyalah pernyataan, tidak ada anjuran, tidak ada dorongan, bukan instruksi, bukan arahan, tidak bisa dilaksanakan. Namun bisa direnungkan dan dikait-kaitkan berdasarkan persepsi kita sendiri yang telah terbentuk dari membaca sutta lain yang isinya terdapat isntruksi, arahan, dorongan, anjuran.

Sedangkan sutta seperti Anapanasati Sutta (MN 118) – instruksi untuk memperhatikan nafas, Amata Sutta (SN 47.41) – anjuran untuk pikiran dalam keadaan sati, Kalama Sutta (AN 3.65) – instruksi untuk tidak mudah percaya sebelum investigasi dan memperhatikan pendapat para bijaksana. Ketiganya berupa instuksi, arahan, cara, yang bisa dilaksanakan dan juga direnungkan.

Berbeda dengan Vinaya, Sdr. Dakota, Vinaya secara keseluruhan berisi peraturan, instruksi, arahan, dorongan yang semuanya memang dapat dan sewajarnya dilaksanakan.

Untuk itu, Sdr. Dakota, saya sampaikan, tidak semua sutta dapat dilaksanakan karena ada yang isinya tidak ada dan  bukan anjuran, nasihat, arahan, instruksi, dorongan, cara.

Hanya itu yang dapat saya sampaikan, Sdr. Dakota, saya persilahkan anda untuk melakukan investigasi terlebih dulu sutta-sutta yang ada.

Evam
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hampa on 05 April 2012, 12:46:20 PM
jika sutta memang harus dilaksanakan, silakan jelaskan bagaimana kita melaksanakan aganna sutta dan lakkhana sutta. sederhana saja, tidak perlu dipersulit, jika anda tidak mampu menjelaskan, anda boleh merevisi statement anda yg tidak mampu anda pertanggungjawabkan.dan juga bagaimana dengan sutta2 yg hanya berisikan kisah2 misalnya koleksi sutta dalam Sakka samyutta yg menceritakan peperangan para dewa tavatimsa melawan asura, bagaimana melaksanakan sutta itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Freddy Chen on 12 April 2012, 12:30:48 AM
Menurut saya, banyaknya perbedaan paham dalam Therevada dan Mahayana seperti dalam Mahayana dikenal dengan adanya alam sukhavati dan dalam Theravada tidak mengenal alam tersebut bukan perkara salah satu pihak benar dan salah satu pihak salah. Dalam kitab Canon Pali Theravada memang tidak dituliskan tentang alam tersebut namun kita juga tidak bisa langsung mengatakan alam sukhavati tidak ada karena alam sukhavati juga dijelaskan dalam Canon Sanskrit (sansekerta).
Mungkin salah satu faktor banyaknya perbedaan paham antara kedua belah pihak berasal dari sejarah negara India dimana ketika agama Buddha hampir punah dikarenakan masuknya agama Islam ke India dan sebagian besar Canon - canon (kitab) agama Buddha musnah dibakar. Dan hal tersebut menyebabkan tidak adanya suatu kitab (penengah) yang dapat dijadikan rantai penghubung antara kitab - kitab Theravada dengan Kitab - kitab ajaran Mahayana.
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 12 April 2012, 06:02:11 AM
Dan hal tersebut menyebabkan tidak adanya suatu kitab (penengah) yang dapat dijadikan rantai penghubung antara kitab - kitab Theravada dengan Kitab - kitab ajaran Mahayana.
 _/\_

yang satu tentang bebek,
yang satu tentang ayam
penengah ada dimana ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 12 April 2012, 06:05:34 AM

inilah sekumpulan orang-orang yang tidak tahu dirinya "bodoh"
dantersingung di bilang bodoh,

begitu juga yang suka mengatakan orang bodoh, ternyata tidak tahu bahwa dia sendiri sebenarnya lebih bodoh.
bodoh benaran atau memang benar2 bodoh =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 12 April 2012, 09:41:46 AM
Menurut saya, banyaknya perbedaan paham dalam Therevada dan Mahayana seperti dalam Mahayana dikenal dengan adanya alam sukhavati dan dalam Theravada tidak mengenal alam tersebut bukan perkara salah satu pihak benar dan salah satu pihak salah. Dalam kitab Canon Pali Theravada memang tidak dituliskan tentang alam tersebut namun kita juga tidak bisa langsung mengatakan alam sukhavati tidak ada karena alam sukhavati juga dijelaskan dalam Canon Sanskrit (sansekerta).
Mungkin salah satu faktor banyaknya perbedaan paham antara kedua belah pihak berasal dari sejarah negara India dimana ketika agama Buddha hampir punah dikarenakan masuknya agama Islam ke India dan sebagian besar Canon - canon (kitab) agama Buddha musnah dibakar. Dan hal tersebut menyebabkan tidak adanya suatu kitab (penengah) yang dapat dijadikan rantai penghubung antara kitab - kitab Theravada dengan Kitab - kitab ajaran Mahayana.
 _/\_

Kitab2 Theravada di dalam kompilasi Kitab Mahayana di masukkan di dalam golongan Agama Sutra. Jadi secara logika adalah bahwa Theravada merupakan bagian dari Mahayana...
Anggap-lah hipotesa itu benar... Tetapi ada kitab Mahayana di luar golongan Agama Sutra yang bertentangan secara konseptual dengan Agama Sutra itu sendiri, misalnya : di Kitab Sadharma pundarika Sutra ada bahagian tentang klaim Buddha Gautama (menurut kitab Sadharma) telah mencapai ke-buddha-an sejak jaman dahulu (berkalpa-kalpa yang lampau).

Hal ini bertentangan konsep dengan Agama Sutra (bagian dari Mahayana Sutra yang diklaim sama dengan kitab-kitab berbahasa Pali a.k.a. Theravada).

Contoh lain adalah : di bagian lain Sadharmapundarika Sutra ada "ramalan" pencapaian annutara samyaksambuddha para sravaka (arahat siswa) seperti arahat ananda, arahat sariputra dll di masa mendatang. Berarti ada kelahiran kembali lagi para arahat sravaka itu... Hal ini juga bertentangan dengan konsep di Agama Sutra (bagian dari Mahayana Sutra yang di klaim sama dengan Kitab Pali a.k.a. Theravada).



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: liong on 14 June 2012, 03:08:04 PM
Dear All,
Komentar mengenai alam-alam rohani itu sebenarnya tidak perlu diperdebatkan, karena sebenarnya ajaran Buddha Gautama lebih menekankan pada character building yang kuat.
Logic -nya jika mantap dalam Sila Samadhi Prajna , alam-alam itu secara natural akan terbuka dalam pengalaman rohani sang meditator atau sadhaka...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Che Yong on 26 June 2012, 01:38:16 PM
setuju, karena manusia akan berjalan kemana saja tanpa rasa takut bila sudah mempunyai kamma baik dan batin yang tidak tergoyahkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sanjiva on 26 June 2012, 02:50:48 PM
Menurut saya, banyaknya perbedaan paham dalam Therevada dan Mahayana seperti dalam Mahayana dikenal dengan adanya alam sukhavati dan dalam Theravada tidak mengenal alam tersebut bukan perkara salah satu pihak benar dan salah satu pihak salah. Dalam kitab Canon Pali Theravada memang tidak dituliskan tentang alam tersebut namun kita juga tidak bisa langsung mengatakan alam sukhavati tidak ada karena alam sukhavati juga dijelaskan dalam Canon Sanskrit (sansekerta).
Mungkin salah satu faktor banyaknya perbedaan paham antara kedua belah pihak berasal dari sejarah negara India dimana ketika agama Buddha hampir punah dikarenakan masuknya agama Islam ke India dan sebagian besar Canon - canon (kitab) agama Buddha musnah dibakar. Dan hal tersebut menyebabkan tidak adanya suatu kitab (penengah) yang dapat dijadikan rantai penghubung antara kitab - kitab Theravada dengan Kitab - kitab ajaran Mahayana.

Perlu dipahami sejarahnya dulu, Theravada sudah membawa 'tipitaka komplit' ke srilangka sejak jaman Asoka mengutus anaknya ke Srilangka.  Ketika isl*m menyerbu India dan membasmi buddhism di sana, kebanyakan berpaham mahayana. Jadi seharusnya kitab2 mahayanan lah yg kalau mau dikatakan : 'ada yg musnah, tidak lengkap' tapi kenyataannya malah 'kitab suci' mahayana yg katanya lebih banyak kitabnya daripada theravada.  Jadi pernyataan di atas tidak sesuai malah berlawanan dengan kenyataan yg ada.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 27 June 2012, 05:40:55 AM
Perlu dipahami sejarahnya dulu, Theravada sudah membawa 'tipitaka komplit' ke srilangka sejak jaman Asoka mengutus anaknya ke Srilangka.  Ketika isl*m menyerbu India dan membasmi buddhism di sana, kebanyakan berpaham mahayana. Jadi seharusnya kitab2 mahayanan lah yg kalau mau dikatakan : 'ada yg musnah, tidak lengkap' tapi kenyataannya malah 'kitab suci' mahayana yg katanya lebih banyak kitabnya daripada theravada.  Jadi pernyataan di atas tidak sesuai malah berlawanan dengan kenyataan yg ada.

masalahnya : jika ditambah terus sesuai karangan masing2, tentunya jadi banyak  :)
konon karena kreasinya terlalu tinggi malah diklaim bahwa ada kitab yang diambil dari 'alam naga'.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 28 June 2012, 11:26:16 AM
masalahnya : jika ditambah terus sesuai karangan masing2, tentunya jadi banyak  :)
konon karena kreasinya terlalu tinggi malah diklaim bahwa ada kitab yang diambil dari 'alam naga'.

tambahan lagi :

konon kata-nya avatamsaka sutra di-ajar-kan oleh Buddha hanya kepada Bodhisatva saja, karena bahkan para sravaka saja tidak mampu untuk menerima ajaran avatamsaka sutra ini...

[logic] Mengapa ajaran avatamsaka sutra ini tidak dikenal / bahkan pernah dipelajari oleh para sravaka, yang walaupun tidak bisa di-mengerti / di-paham-i, setidaknya bentuk luar atau teori ajarannya pasti ada pada jaman tsb..

[logic] Dan jika mengapa pada saat itu para sravaka tidak mampu memahami ajaran avatamsaka, mengapa pada saat ini  pula, ajaran avatamsaka di kenal ? apakah manusia pada saat ini sudah level-nya "bodhisatva" ?

[atau]

ajaran avatamsaka sutra ini hanya untuk me-naik-kan level ajaran avatamsaka seolah untuk "golongan lebih tinggi" padahal yang "ngarangnya" justru gak jelas tingkat spiritualitasnya ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 29 June 2012, 02:38:59 AM
ini pernyataan krisis terhadap theravada atau mahayana sih...:D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tusita deva on 29 June 2012, 04:47:24 PM
temen" ada yang bisa bantu gak
bagai mana to kita sebagai calon buddha di bumi, bisa membantu membebaskan makhluk asura?? dengar" mereka kan makhluk yang paling rendah! dengan" juga katanya mereka sulit mengenali bahasa ki ta manusia ato bahasa pali mmaupun sansekerta pun mereka tidak tahu??? jadi gimana cara menolong mereka??

tolong dibantu ya......!!!!!!!
Thank beFor
_/\_ Namo Buddhaya
salam Bodhi citta _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Rico Tsiau on 29 June 2012, 05:20:28 PM
ini pernyataan krisis terhadap theravada atau mahayana sih...:D

temen" ada yang bisa bantu gak
bagai mana to kita sebagai calon buddha di bumi, bisa membantu membebaskan makhluk asura?? dengar" mereka kan makhluk yang paling rendah! dengan" juga katanya mereka sulit mengenali bahasa ki ta manusia ato bahasa pali mmaupun sansekerta pun mereka tidak tahu??? jadi gimana cara menolong mereka??

tolong dibantu ya......!!!!!!!
Thank beFor
_/\_ Namo Buddhaya
salam Bodhi citta _/\_

sepertinya ini pernyataan krisis terhadap mahayana  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: senbudha on 29 June 2012, 06:09:29 PM
Kalau anda berpikir komunikasi antar alam masih menggunakan bahasa,maka anda salah besar. Contoh mudah. Pikirkan seseorang yang kamu benci,pikirkan terus sambil jalan keluar dan coba perhatikan apa reaksi orang-orang yang melihat wajahmu? Pikirkan seseorang yang kamu sayangi dan sangat kamu cintai,maka anda akan senyum-senyum sendiri sehingga orang lain yang tidak tahu akan mengira kamu tidak waras.Pada waktu anda memegang tangan seseorang yang dekat denganmu,yang disayangi dengan perasaan hangat,dia akan merasakannya walau tidak ada ucapan apapun. Pikiran yang penuh metta akan terpancar dengan jelas di wajah karena BATINNYA.Batin itu akan memancarkan bahasanya sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 29 June 2012, 06:19:42 PM
Kalau anda berpikir komunikasi antar alam masih menggunakan bahasa,maka anda salah besar. Contoh mudah. Pikirkan seseorang yang kamu benci,pikirkan terus sambil jalan keluar dan coba perhatikan apa reaksi orang-orang yang melihat wajahmu? Pikirkan seseorang yang kamu sayangi dan sangat kamu cintai,maka anda akan senyum-senyum sendiri sehingga orang lain yang tidak tahu akan mengira kamu tidak waras.Pada waktu anda memegang tangan seseorang yang dekat denganmu,yang disayangi dengan perasaan hangat,dia akan merasakannya walau tidak ada ucapan apapun. Pikiran yang penuh metta akan terpancar dengan jelas di wajah karena BATINNYA.Batin itu akan memancarkan bahasanya sendiri.

Dalam sutta, banyak diceritakan tentang Sang Buddha yg berkomunikasi dengan para dewa, Brahma, Mara, dll. tidak kurang 1 buku penuh dari Samyutta Nikaya, Sagattha Vagga mengisahkan dialog antara para dewa dengan Sang Buddha. apakah komunikasi ini juga tidak melibatkan bahasa?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: senbudha on 29 June 2012, 06:52:36 PM
Pertanyaan begini saja,kalau ada penghuni surga arab,kr****n,yahudi dll datang ketemu SANG BUDDHA untuk minta berdiskusi,BAHASA APA YANG DIPAKAI?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: senbudha on 29 June 2012, 06:58:02 PM
Tambahan sedikit,pernah lihat orang-orang yang berkomunikasi dengan dunia lain? Apakah mereka menggunakan bahasa? Bagaimana kalau penghuni yang datang bule sedangkan yang kebatinan jawa tulen,lalu mengapa sang paranormal bisa mengetahui keinginan si penghuni dunia lain.Bahasa apa yang dipakai? Pada saatnya nanti,kalau anda sudah mencapai tahap tertentu dalam latihanmu,maka anda akan tahu dengan sendirinya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: senbudha on 29 June 2012, 07:09:25 PM
Dalam kisah ceramah Sang Buddha,dimana Sang Buddha menggunakan satu bahasa,sedangkan yang mendengarkan ceramahnya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai macam bahasa,"LALU MENGAPA MEREKA BISA MENGERTI CERAMAH SANG BUDDHA DENGAN SENDIRINYA,DENGAN BAHASA IBU MEREKA LAGI? Inilah yang kebanyakan umat tidak memahami.Kebanyakan dari kita hanya mengenal ajaran Buddha secara intelek saja,tapi berlatih dengan tekun hampir tidak kemauan yang keras.Bagaimana kita bisa memahami "dengan benar"kalau kita tidak serius berlatih.Ini hanya sekedar sharing saja,tapi penting agar kita tidak terbelenggu dengan kebenaran dan pikiran secara duniawi saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 30 June 2012, 12:00:21 PM
Pertanyaan begini saja,kalau ada penghuni surga arab,kr****n,yahudi dll datang ketemu SANG BUDDHA untuk minta berdiskusi,BAHASA APA YANG DIPAKAI?

dan penghuni surga yang kebetulan dulu berasal dari arab,kr****n, yahudi, bule itu setelah terlahir jadi dewa, menggunakan bahasa apa ya ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Che Yong on 30 June 2012, 01:34:00 PM
kalau menurut saya mungkin saja bisa berbeda bahasa. tapi mereka bisa membaca dan mengerti isi hati orang. Jadi tetep bisa berkomunikasi.
Yang jelas, pasti ntar ngerti2 sendiri JIKA sehabis ini terlahir dialam itu atau mengembangkan "mata dewa" :)   _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 30 June 2012, 01:47:32 PM
Dalam kisah ceramah Sang Buddha,dimana Sang Buddha menggunakan satu bahasa,sedangkan yang mendengarkan ceramahnya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai macam bahasa,"LALU MENGAPA MEREKA BISA MENGERTI CERAMAH SANG BUDDHA DENGAN SENDIRINYA,DENGAN BAHASA IBU MEREKA LAGI? Inilah yang kebanyakan umat tidak memahami.Kebanyakan dari kita hanya mengenal ajaran Buddha secara intelek saja,tapi berlatih dengan tekun hampir tidak kemauan yang keras.Bagaimana kita bisa memahami "dengan benar"kalau kita tidak serius berlatih.Ini hanya sekedar sharing saja,tapi penting agar kita tidak terbelenggu dengan kebenaran dan pikiran secara duniawi saja.

kali ini saya harap anda sudi menunjukkan referensi tentang pernyataan anda ini "dimana Sang Buddha menggunakan satu bahasa,sedangkan yang mendengarkan ceramahnya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai macam bahasa," karena sekali lagi saya tidak pernah menemukan sutta di mana Sang Buddha berceramah kepada orang2 dari berbagai macam bahasa. biasanya saya membaca sutta di mana orang yg mendengar ceramah itu juga mengajukan 1 atau 2 pertanyaan, yg menurut asumsi saya adalah disampaikan dengan bahasa yg sama. saya mengajukan pertanyaan ini dalam kapasitas saya sebagai member dari kebanyakan umat yg bertanya kepada sedikit umat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 30 June 2012, 02:20:52 PM
kalau menurut saya mungkin saja bisa berbeda bahasa. tapi mereka bisa membaca dan mengerti isi hati orang. Jadi tetep bisa berkomunikasi.
Yang jelas, pasti ntar ngerti2 sendiri JIKA sehabis ini terlahir dialam itu atau mengembangkan "mata dewa" :)   _/\_

atau ada gurgel translator pada saat itu ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Che Yong on 30 June 2012, 02:52:03 PM
haha, ga ada bro. emangnya google lebih sakti ya daripada deva? gugle tanpa input ga bisa apa2 hehe.
tapi itu cuma opini saja. ga untuk berdebat. btw ngapain juga kita tutorial bahasa sana? kan belum dipakai.
saya mah belajar bahasa mandarin dulu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: senbudha on 30 June 2012, 04:36:06 PM
Protes saja buku RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA. Pikirkan saja dan renungkan saja,ada berapa banyak suku dan bahasa di india,apakah Sang Buddha harus bergiliran mengajar dengan berbagai bahasa kepada setiap suku?Dimana kemampuan sang Buddha sebagai Makhluk tercerahkan kalau tidak mengerti bahasa batin yang melampaui bahasa duniawi? Kalau di india hanya ada satu bahasa yang menurutmu paling benar,ya tidak perlu diskusi lagi. Apakah orang yang diskusi denganmu harus sediakan TUMPUKKAN buku-buku TIPITAKA DAN TRIPITAKA(YANG KAMU TIDAK PERCAYA)  di sampingnya sebagai antisipasi pertanyaanmu? TIPITAKA SENDIRI BANYAK VERSINYA MASING-MASING WALAU SECARA GARIS BESAR MASIH SAMA ISINYA.Bagaimana kalau setiap pernyataanmu saya selalu minta referensi juga?Pertanyaan saya adalah,bagaimana anda tahu sang Buddha memakai bahasa apa waktu mengajar di alam dewa?APAKAH ANDA DENGAR SENDIRI ATAU HANYA SELALU CARI DI BUKU BESARMU YANG MENURUTMU PALING BENAR? Hey bung,diluar itu masih ada tripitaka tantra dan tripitaka mandarin.Sebelum nalanda diserbu oleh oleh tentara muslim sekitar tahun 1193, MARPA (1012-1097)SANG PENERJEMAH TELAH MEMBAWA PULANG BANYAK KITAB MAHAYANA KE TIBET,DEMIKIAN JUGA BHIKSU XUAN ZANG DI ABAD 7 TELAH MEMBAWA BANYAK KITAB DARI NALANDA,BELUM LAGI BHIKSU I CING DLL. Di indonesia sendiri dengan bukti borobudur,itu telah menandakan mahayana Buddhism telah mencapai puncaknya pada masa itu dan sriwijaya,walau akhirnya harus hancur di tangan orang jahat.Anda bisa cari tahu di sutra-sutra tantra dan mandarin.di surangama juga ada diceritakan tentang kemampuan Sang Buddha.Kalau menurutmu tidak benar,silakan berdebat dengan para Geshe tibet.Atau debatin saja sekalian guru-guru besar aliran mahayana.Anda bisa tulis di forum internasinal,semacam forum bodhipaksa dll,banyak sekali.debatin saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ryu on 30 June 2012, 05:14:58 PM
Protes saja buku RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA. Pikirkan saja dan renungkan saja,ada berapa banyak suku dan bahasa di india,apakah Sang Buddha harus bergiliran mengajar dengan berbagai bahasa kepada setiap suku?Dimana kemampuan sang Buddha sebagai Makhluk tercerahkan kalau tidak mengerti bahasa batin yang melampaui bahasa duniawi? Kalau di india hanya ada satu bahasa yang menurutmu paling benar,ya tidak perlu diskusi lagi. Apakah orang yang diskusi denganmu harus sediakan TUMPUKKAN buku-buku TIPITAKA DAN TRIPITAKA(YANG KAMU TIDAK PERCAYA)  di sampingnya sebagai antisipasi pertanyaanmu? TIPITAKA SENDIRI BANYAK VERSINYA MASING-MASING WALAU SECARA GARIS BESAR MASIH SAMA ISINYA.Bagaimana kalau setiap pernyataanmu saya selalu minta referensi juga?Pertanyaan saya adalah,bagaimana anda tahu sang Buddha memakai bahasa apa waktu mengajar di alam dewa?APAKAH ANDA DENGAR SENDIRI ATAU HANYA SELALU CARI DI BUKU BESARMU YANG MENURUTMU PALING BENAR? Hey bung,diluar itu masih ada tripitaka tantra dan tripitaka mandarin.Sebelum nalanda diserbu oleh oleh tentara muslim sekitar tahun 1193, MARPA (1012-1097)SANG PENERJEMAH TELAH MEMBAWA PULANG BANYAK KITAB MAHAYANA KE TIBET,DEMIKIAN JUGA BHIKSU XUAN ZANG DI ABAD 7 TELAH MEMBAWA BANYAK KITAB DARI NALANDA,BELUM LAGI BHIKSU I CING DLL. Di indonesia sendiri dengan bukti borobudur,itu telah menandakan mahayana Buddhism telah mencapai puncaknya pada masa itu dan sriwijaya,walau akhirnya harus hancur di tangan orang jahat.Anda bisa cari tahu di sutra-sutra tantra dan mandarin.di surangama juga ada diceritakan tentang kemampuan Sang Buddha.Kalau menurutmu tidak benar,silakan berdebat dengan para Geshe tibet.Atau debatin saja sekalian guru-guru besar aliran mahayana.Anda bisa tulis di forum internasinal,semacam forum bodhipaksa dll,banyak sekali.debatin saja.
hmmm lucu juga ya ya gaya diskusi kek gini =))

ga terpikir kalau tipitaka itu karangan? gak terpikir kalau bahasa yang dipakai itu hanya cerita bohongan?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 30 June 2012, 08:57:55 PM
hmmm lucu juga ya ya gaya diskusi kek gini =))

ga terpikir kalau tipitaka itu karangan? gak terpikir kalau bahasa yang dipakai itu hanya cerita bohongan?

memang tidak terpikir kok !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 01 July 2012, 12:38:28 AM
Protes saja buku RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA. Pikirkan saja dan renungkan saja,ada berapa banyak suku dan bahasa di india,apakah Sang Buddha harus bergiliran mengajar dengan berbagai bahasa kepada setiap suku?

jika anda membaca buku, maka anda akan tahu bahwa selagi menjadi seorang Pangeran, Sang Bodhisatta memang mempelajari berbagai bahasa dan berkat kecerdasannya, Beliau menguasai seluruh bahasa yg diajarkan.

Quote
Dimana kemampuan sang Buddha sebagai Makhluk tercerahkan kalau tidak mengerti bahasa batin yang melampaui bahasa duniawi?
ini pendapat anda atau ...?

Quote
Kalau di india hanya ada satu bahasa yang menurutmu paling benar,ya tidak perlu diskusi lagi. Apakah orang yang diskusi denganmu harus sediakan TUMPUKKAN buku-buku TIPITAKA DAN TRIPITAKA(YANG KAMU TIDAK PERCAYA)  di sampingnya sebagai antisipasi pertanyaanmu?

tidak perlu begitu juga, tapi kalau anda sedang menyampaikan pendapat pribadi, sebaiknya anda mengatakannya, bukan menampilkannya seoolah2 itu adalah pernyataan yg benar dengan dukungan referensi otentik padahal tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Quote
TIPITAKA SENDIRI BANYAK VERSINYA MASING-MASING WALAU SECARA GARIS BESAR MASIH SAMA ISINYA.
Kalau banyak versi, bisakah anda menyebutkan sedikitnya 3 versi saja? 3 tentu sangat tidak banyak, bukan? setau saya TIPITAKA cuma ada 1 versi.

Quote
Bagaimana kalau setiap pernyataanmu saya selalu minta referensi juga?

silakan, dan tentu saya akan memberikan referensi yg diminta.

Quote
Pertanyaan saya adalah,bagaimana anda tahu sang Buddha memakai bahasa apa waktu mengajar di alam dewa?
saya tidak tahu dan saya tidak membuat pernyataan sehubungan dengan hal itu, kan?

Quote
APAKAH ANDA DENGAR SENDIRI ATAU HANYA SELALU CARI DI BUKU BESARMU YANG MENURUTMU PALING BENAR?
jika ada suatu pernyataan yg meragukan, maka saya memiliki kebiasaan untuk membandingkannya dengan sutta2.

Quote
Hey bung,diluar itu masih ada tripitaka tantra dan tripitaka mandarin.Sebelum nalanda diserbu oleh oleh tentara muslim sekitar tahun 1193, MARPA (1012-1097)SANG PENERJEMAH TELAH MEMBAWA PULANG BANYAK KITAB MAHAYANA KE TIBET,DEMIKIAN JUGA BHIKSU XUAN ZANG DI ABAD 7 TELAH MEMBAWA BANYAK KITAB DARI NALANDA,BELUM LAGI BHIKSU I CING DLL. Di indonesia sendiri dengan bukti borobudur,itu telah menandakan mahayana Buddhism telah mencapai puncaknya pada masa itu dan sriwijaya,walau akhirnya harus hancur di tangan orang jahat.Anda bisa cari tahu di sutra-sutra tantra dan mandarin.di surangama juga ada diceritakan tentang kemampuan Sang Buddha.Kalau menurutmu tidak benar,silakan berdebat dengan para Geshe tibet.Atau debatin saja sekalian guru-guru besar aliran mahayana.Anda bisa tulis di forum internasinal,semacam forum bodhipaksa dll,banyak sekali.debatin saja.

saya tidak mempersoalkan hal itu, saya akan berterima kasih jika anda bisa menunjukkan referensi yg diminta apakah itu dari Pali atau Sanskrit, apakah dari doktrin Theravada, mahayana, atau tibetan. tapi adakah anda memberikan referensi itu?

NB: sangat diharapkan meng-quote dengan rapi utk memudahkan pembacaan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 01 July 2012, 09:38:08 PM
setahu saya selama ber-urusan d klenteng, mau sembahyang pakai bahasa cina, bahasa indo,bahasa guandong, atau hokkian dewa nya ngerti kok.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sanjiva on 02 July 2012, 09:50:23 AM
setahu saya selama ber-urusan d klenteng, mau sembahyang pakai bahasa cina, bahasa indo,bahasa guandong, atau hokkian dewa nya ngerti kok.
Yang penting syaratnya dipenuhi: acung2 hio turun naik dan bawa persembahan ke altar, minyak, lilin, kertas uang, dll, maka para dewanya udah ngerti umatnya mau [minta] apa   :whistle:

Bahasa universal itu sih namanya...   ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: joeraygaul on 02 November 2012, 03:18:35 PM
Awalnya hanya ada satu Buddhasasana, tapi setelah jumlah para Ariya semakin sedikit maka perpecahanpun timbul.
Sang Bhagava sudah memberikan petunjuk yang pasti, anut dan jalankan saja ajaran2 yang dapat membawa menuju penembusan 4 kesunyataan ariya secara langsung, yang jelas2 terbebas dari 3 akar penderitaan sajalah yang layak dijalankan, di luar dari itu sudah selayaknya ditinggalkan.


Hanya segenggam daun saja yang perlu diketahui untuk membawa menuju kebahagiaan dan bukan daun2 yang di hutan belantara.
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adioti on 23 April 2013, 05:22:49 PM
Salam Kenal...Namo Buddhaya...

Saya akan coba jawab pertanyaan dari Hat Red...

1. Di dalam Theravada, Altar dan Rupang juga ada meskipun tidak Wajib ada.
2. Rupang adalah simbolisasi dari Buddha dengan Tujuan mempermudah kita dalam memvisualisasikan Buddha dalam Pikiran kita ( Dalam hal ini, Rupang bukanlah suatu keharusan karena hanyalah sebuah simbol dan juga kita tidak dapat memastikan apakah wujud Buddha sama dengan Rupang yang sekarang kita kenal ).
3. Penjelasan dari No. 2 dapat di ibaratkan seperti jika kita melakukan latihan Upacara bendera dimana sebuah bendera Tidak harus ada tapi kehadirannya akan sangat membantu kita untuk lebih hidmat dan serius.
4. Altar adalah tempat untuk meletakkan puja, jadi semestinya Altar diperlukan bahkan wajib ada jika ada Rupang di tempat tersebut.
5. Harap di mengerti dengan baik Bahwa KITA TIDAK MENYEMBAH RUPANG ( sebagai visualisasi dari wujud fisik Buddha ) karena RUPANG juga BUATAN MANUSIA. Bahkan kita juga tidak Menyembah BUDDHA melainkan Menghormati dan Memuja Buddha seperti layaknya Kita menghormati dan Memuja Orangtua, Guru dan Orang yang kita sayangi.
6. Mayoritas ( Hampir Semua ) Vihara Theravada ( Terutama di Dhammasala ) terdapat Rupang dan Altar Buddha seperti halnya Vihara di Indonesia Hanya saja Bentuk dari Rupang dan Altarnya lebih Condong ke bentuk altar dan rupang dari negara Myanmar atau Thailand.
7. Alasan kita melakukan Puja kepada Rupang adalah BUKAN UNTUK persembahan atau Sesaji melainkan sebagai Penghormatan pada Wujud yang di wakili oleh Rupang ( Buddha ). Hal ini seperti kita melakukan puja kepada Leluhur Kita ( melalui makanan dan minuman yang kita Hidangkan waktu kita memuja mereka yang sudah almarhum).

Semoga Jawaban saya dapat membantu saudara HatRed, semoga kita bertambah maju dalam Dhamma. Sadhu 3x

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ge2004 on 11 May 2013, 07:17:03 PM
Jaman sekarang banyak provokator yang ingin menjelek-jelekkan agama Buddha, di dalamnya banyak provokator baik dari umat sendiri ataupun dari agama lain yang pura-pura sebagai umat Buddha dan berusaha mengangkat topik yang mendiskreditkan agama Buddha.

Maka itu teman-teman se-dhamma sekalian, berhati-hatilah,  kalau kita hanya melihat dan tidak mengetahui latar belakang segala sesuatu, harap jangan cepat menyimpulkan, apalagi malah ikut menjelekkan aliran lain. Karena tentunya kalau kita benar2 belajar Dhamma, tidak perlu keluar ucapan yang menjelek-jelekan aliran lain.

Banyak juga yang punya segudang teori Dhamma, tapi tidak bisa mempraktekkannya, hanya untuk menunjukkan kebolehannya dalam berdebat, tapi tidak ditunjukkan dalam mempraktekkannya sesuai dengan Teori Dhamma yang dipelajarinya.

Hati-hati dengan yang pura-pura sebagai umat Buddha, tapi tersirat ingin mendiskreditkan umat Buddha.

Thanks
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dhammadinna on 13 May 2013, 08:30:21 AM
Jaman sekarang banyak provokator yang ingin menjelek-jelekkan agama Buddha, di dalamnya banyak provokator baik dari umat sendiri ataupun dari agama lain yang pura-pura sebagai umat Buddha dan berusaha mengangkat topik yang mendiskreditkan agama Buddha.
[…]
Karena tentunya kalau kita benar2 belajar Dhamma, tidak perlu keluar ucapan yang menjelek-jelekan aliran lain.
[…]

Menurut saya, menjelek-jelekkan artinya: membuat jelek apa yang bagus.

Sedangkan, mengatakan apa yang jelek sebagai jelek, itu bukanlah menjelek-jelekkan. Walaupun memang, sedapat mungkin tidak menggunakan ucapan/cara kasar, diucapkan di saat yang tepat, dan setelah dipertimbangkan bahwa hal itu bermanfaat.

Quote
Banyak juga yang punya segudang teori Dhamma, tapi tidak bisa mempraktekkannya, hanya untuk menunjukkan kebolehannya dalam berdebat, tapi tidak ditunjukkan dalam mempraktekkannya sesuai dengan Teori Dhamma yang dipelajarinya.

no komen..

Quote
Maka itu teman-teman se-dhamma sekalian, berhati-hatilah,  kalau kita hanya melihat dan tidak mengetahui latar belakang segala sesuatu, harap jangan cepat menyimpulkan, apalagi malah ikut menjelekkan aliran lain.

Oleh karena itu, perbanyak pengetahuan tentang apa yang benar, sehingga kita tau apa yang jelek sebagai jelek, apa yang bagus sebagai bagus.

Karena punya pengetahuan, kita tidak cepat menyimpulkan, tidak ikut-ikutan..

Quote
Hati-hati dengan yang pura-pura sebagai umat Buddha, tapi tersirat ingin mendiskreditkan umat Buddha.

Yang namanya “berhati-hati”, tentu harus punya persiapan kan? Ibarat mau tempur, harus punya senjata. Jadi, apa senjata kita? Yaitu Pengetahuan. Dengan pengetahuan benar, kita tau apakah seseorang ingin mendiskreditkan umat Buddha (atau Buddhism), atau memang mengatakan sesuatu yang menyimpang sebagai menyimpang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: ge2004 on 13 May 2013, 05:12:22 PM
Menurut saya, menjelek-jelekkan artinya: membuat jelek apa yang bagus.

Sedangkan, mengatakan apa yang jelek sebagai jelek, itu bukanlah menjelek-jelekkan. Walaupun memang, sedapat mungkin tidak menggunakan ucapan/cara kasar, diucapkan di saat yang tepat, dan setelah dipertimbangkan bahwa hal itu bermanfaat.

no komen..

Oleh karena itu, perbanyak pengetahuan tentang apa yang benar, sehingga kita tau apa yang jelek sebagai jelek, apa yang bagus sebagai bagus.

Karena punya pengetahuan, kita tidak cepat menyimpulkan, tidak ikut-ikutan..

Yang namanya “berhati-hati”, tentu harus punya persiapan kan? Ibarat mau tempur, harus punya senjata. Jadi, apa senjata kita? Yaitu Pengetahuan. Dengan pengetahuan benar, kita tau apakah seseorang ingin mendiskreditkan umat Buddha (atau Buddhism), atau memang mengatakan sesuatu yang menyimpang sebagai menyimpang.

Sip, jawaban yang sangat bagus
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 13 May 2013, 06:30:50 PM
Awalnya hanya ada satu Buddhasasana, tapi setelah jumlah para Ariya semakin sedikit maka perpecahanpun timbul.
Sang Bhagava sudah memberikan petunjuk yang pasti, anut dan jalankan saja ajaran2 yang dapat membawa menuju penembusan 4 kesunyataan ariya secara langsung, yang jelas2 terbebas dari 3 akar penderitaan sajalah yang layak dijalankan, di luar dari itu sudah selayaknya ditinggalkan.


Hanya segenggam daun saja yang perlu diketahui untuk membawa menuju kebahagiaan dan bukan daun2 yang di hutan belantara.
 _/\_

Kalau Theravada itu menganggap memang ajaran-nya adalah murni dari ajaran Buddha... Kisah di-selenggarakannya konsili ke-2 adalah tentang Bhikkhu2 suku Vajji yang mulai berusaha mengurangi vinaya kecil....

Sedangkan kalau Mahayana kan berbeda lagi argumentasi-nya kenapa kitab-nya banyak yang berbeda... termasuk argumentasi tentang ada-nya kitab yang diambil dari alam Naga... kemudian ada ajaran yang khusus untuk bodhisatva (mis : Avatamsaka Sutra) dan tidak cocok untuk manusia biasa (termasuk para sravaka sendiri tidak akan mengerti ajaran tsb).

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: jung13 on 28 June 2013, 07:46:54 PM
Salam kenal sebelumnya.. _/\_
mw tanya nih..
Tipitaka itu apa2 aja..?
tripitaka itu apa2 aja..?
tisutta itu apa2 aja..?

Salam..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dhammadinna on 02 July 2013, 12:44:00 PM
TIPITAKA (KANON PALI - THERAVADA)

Sutta Pitaka
1. Digha Nikaya
2. Majjhima Nikaya
3. Samyutta Nikaya
4. Anguttara Nikaya
5. Khuddaka Nikaya
 
Vinaya Pitaka
1. Parajika
2. Pacittiya
3. Mahavagga
4. Culavagga
5. Parivara
 
Abhidhamma Pitaka

TRIPITAKA (KANON SANSKRIT - MAHAYANA)

Mahapitaka
1. Agama
    - Dhirghagama
    - Mdhyamagama
    - Samyuktagama
    - Ekottarikagama
2. Jataka
3. Prajnaparamita
4. Saddharma Pundarika
5. Vaipulya
6. Ratnakuta
7. Parinirvana
8. Mahasannipata
9. Kumpulan Sutra
10. Tantra
11. Vinaya
12. Penjelasan Sutra
13. Abhidharma (pitaka ini berasal-mula dari Aliran Sarvastivada)
      - Jnanaprasthana
      - Samgitiprayaya
      - Prakaranapada
      - Vijnanakayasya
      - Dhatukaya
      - Dharmaskandha
      - Prajnaptisastra
14. Madhyamika
15. Yogacara
16. Sastra
17. Komentar Sutra
18. Komentar Vinaya
19. Komentar Sastra
20. Sekte
21. Aneka Sekte
22. Sejarah
23. Kamus
24. Daftar Isi
25. Komentar Sutra Lanjutan
26. Komentar Vinaya Lanjutan
27. Komentar Sastra Lanjutan
28. Aneka Sekte Lanjutan

Kalau mau liat-liat Tipitaka, liat link berikut:

http://dhammacitta.org/dcpedia/Tipitaka
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Shasika on 02 July 2013, 12:56:40 PM
Salam kenal sebelumnya.. _/\_
mw tanya nih..
Tipitaka itu apa2 aja..?
tripitaka itu apa2 aja..?
tisutta itu apa2 aja..?

Salam..
Salam kenal juga,
TIPITAKA adalah kitab suci agama Buddha yang berisi sekumpulan kotbah2 dhamma dari Sang Buddha, terbagi dalam kelompok Sutta, Vinaya, Abhidhamma dalam bahasa aslinya yaitu PALI.
TRIPITAKA sama dg tipitaka hanya tripitaka adalah bahasa sanskrit.
TISUTTA adalah 3 sutta (Ti=3) yaitu Manggalasutta, Ratanasutta dan karaniyasutta. Ini sangat populer sekali di Sri Lanka dalam pembacaan paritta utk blessing mereka menyebut dengan TUNSUTTA (Tun=3, bhs sinhala).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sanjiva on 03 July 2013, 07:15:26 AM
TRIPITAKA sama dg tipitaka hanya tripitaka adalah bahasa sanskrit.

Tipitaka dan Tripitaka tidak sama, ada perbedaannya meski ada juga sebagian yg sama (hanya beda bahasa).

Selain perbedaan bahasa (Pali vs Sanskerta), juga ada penambahan2 belakangan di Tripitaka yang tidak ada dalam Tipitaka.  silahkan lihat daftar isi Tipitaka - Tripitaka di atas, di wiki, atau di google.  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Shasika on 03 July 2013, 03:47:49 PM
Tipitaka dan Tripitaka tidak sama, ada perbedaannya meski ada juga sebagian yg sama (hanya beda bahasa).

Selain perbedaan bahasa (Pali vs Sanskerta), juga ada penambahan2 belakangan di Tripitaka yang tidak ada dalam Tipitaka.  silahkan lihat daftar isi Tipitaka - Tripitaka di atas, di wiki, atau di google.  ;D

IYA anda benar bro Sanjiva, itu udah ada dari sis Dhammadinna.

Kalau mau liat-liat Tipitaka, liat link berikut:
Quote from: Nevada on 30 April 2010, 04:34:24 PM (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,16217.msg261056.html#msg261056)<blockquote>TIPITAKA (KANON PALI - THERAVADA)

Sutta Pitaka
1. Digha Nikaya
2. Majjhima Nikaya
3. Samyutta Nikaya
4. Anguttara Nikaya
5. Khuddaka Nikaya
 
Vinaya Pitaka
1. Parajika
2. Pacittiya
3. Mahavagga
4. Culavagga
5. Parivara
 
Abhidhamma Pitaka

TRIPITAKA (KANON SANSKRIT - MAHAYANA)

Mahapitaka
1. Agama
    - Dhirghagama
    - Mdhyamagama
    - Samyuktagama
    - Ekottarikagama
2. Jataka
3. Prajnaparamita
4. Saddharma Pundarika
5. Vaipulya
6. Ratnakuta
7. Parinirvana
8. Mahasannipata
9. Kumpulan Sutra
10. Tantra
11. Vinaya
12. Penjelasan Sutra
13. Abhidharma (pitaka ini berasal-mula dari Aliran Sarvastivada)
      - Jnanaprasthana
      - Samgitiprayaya
      - Prakaranapada
      - Vijnanakayasya
      - Dhatukaya
      - Dharmaskandha
      - Prajnaptisastra
14. Madhyamika
15. Yogacara
16. Sastra
17. Komentar Sutra
18. Komentar Vinaya
19. Komentar Sastra
20. Sekte
21. Aneka Sekte
22. Sejarah
23. Kamus
24. Daftar Isi
25. Komentar Sutra Lanjutan
26. Komentar Vinaya Lanjutan
27. Komentar Sastra Lanjutan
28. Aneka Sekte Lanjutan
</blockquote>http://dhammacitta.org/dcpedia/Tipitaka
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: jung13 on 09 July 2013, 07:52:51 PM
Kalau mau liat-liat Tipitaka, liat link berikut:

http://dhammacitta.org/dcpedia/Tipitaka


tengkiu tengkiu jawabannya kk dhammadinna, kk sanjiva, kk shasika..
kayanya aye kudu melipir ketempat pemula dulu nih..
tapi sebelum melupir mo tanya atu lg,,
klo tipitaka kan tiga keranjangnya vinaya, sutta n abhidhamma..
klo tripitaka itu tiga keranjangnya utamanya yang mana?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 10 July 2013, 01:06:41 AM
sumber (http://en.wikipedia.org/wiki/Tripiṭaka)
Quote
In Mahāyāna schools

The term Tripiṭaka had tended to become synonymous with Buddhist scriptures, and thus continued to be used for the Chinese and Tibetan collections, although their general divisions do not match a strict division into three piṭakas. In the Chinese tradition, the texts are classified in a variety of ways, most of which have in fact four or even more piṭakas or other divisions.

Istilah TRIPITAKA cenderung diidentikkan dengan kitab-kitab Buddhist, sehingga kata ini terus digunakan untuk kitab tradisi China dan Tibet.

Kesimpulan pribadi saya, tipitaka dan tripitaka maknanya sama saja dan keduanya dapat merujuk pada 3 keranjang tradisi Theravada.

Secara harfiah, kitab tradisi Mahayana tidak dapat disebut dengan tipitaka, tripitaka, maupun 3 keranjang. Untuk itu, carilah nama yang lebih tepat untuk kitab-kitab tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 10 July 2013, 05:52:00 AM

tengkiu tengkiu jawabannya kk dhammadinna, kk sanjiva, kk shasika..
kayanya aye kudu melipir ketempat pemula dulu nih..
tapi sebelum melupir mo tanya atu lg,,
klo tipitaka kan tiga keranjangnya vinaya, sutta n abhidhamma..
klo tripitaka itu tiga keranjangnya utamanya yang mana?

bold, versi aliran Buddhayana Indonesia bahwa Tripitaka terdiri dari Sangkrit Pitaka, Pali Pitaka, Kawi Pitaka
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 10 July 2013, 05:55:09 AM
sumber (http://en.wikipedia.org/wiki/Tripiṭaka)
Istilah TRIPITAKA cenderung diidentikkan dengan kitab-kitab Buddhist, sehingga kata ini terus digunakan untuk kitab tradisi China dan Tibet.

Kesimpulan pribadi saya, tipitaka dan tripitaka maknanya sama saja dan keduanya dapat merujuk pada 3 keranjang tradisi Theravada.

Secara harfiah, kitab tradisi Mahayana tidak dapat disebut dengan tipitaka, tripitaka, maupun 3 keranjang. Untuk itu, carilah nama yang lebih tepat untuk kitab-kitab tersebut.

bold, lain kale !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 10 July 2013, 10:35:05 AM
bold, lain kale !
Saya katakan, maknanya sama saja. Bukankah ti/tri artinya 3 dan pitaka artinya keranjang? Apakah kitab Theravada bukan 3 keranjang? Apakah tipitaka hanya boleh disebut dalam bahasa pali sehingga kata tripitaka yg maknanya jelas sama tidak boleh digunakan untuk merujuk kitab pali? Bagaimana dengan bahasa inggrisnya, three baskets, atupun bahasa indonesianya, tiga keranjang? Apakah tidak boleh digunakan untuk merujuk pada kitab pali juga?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 10 July 2013, 05:17:51 PM
Saya katakan, maknanya sama saja. Bukankah ti/tri artinya 3 dan pitaka artinya keranjang? Apakah kitab Theravada bukan 3 keranjang? Apakah tipitaka hanya boleh disebut dalam bahasa pali sehingga kata tripitaka yg maknanya jelas sama tidak boleh digunakan untuk merujuk kitab pali? Bagaimana dengan bahasa inggrisnya, three baskets, atupun bahasa indonesianya, tiga keranjang? Apakah tidak boleh digunakan untuk merujuk pada kitab pali juga?

tidak usah diputar2 dan diterjemahin ke bahasa inggris dan bahasa indonesia.
penulisan aja beda tri sama ti, mosok dipaksa in harus sama !  ???
nih coba baca ulang,
TIpitaka identik kitab yang terdiri dari 3 kitab bahasa Pali, Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, Abhidhamma Pitaka
TRIpitaka menurut aliran Buddhayana Indonesia terdiri dari Sankrit Pitaka, Pali Pitaka dan Kawi Pitaka
jadi mazhab Theravada tentunya tidak akan memakai pedoman Tripitaka versi Buddhayana.

Jika sunyata mau menterjemahkan TRIpitaka arti ke bahasa apa pun boleh saja, tidak ada larangan kok !  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 10 July 2013, 10:58:42 PM
tidak usah diputar2 dan diterjemahin ke bahasa inggris dan bahasa indonesia.
penulisan aja beda tri sama ti, mosok dipaksa in harus sama !  ???

Karena penulisannya berbeda, maknanya juga ikut berbeda, ya?

Quote
nih coba baca ulang,
TIpitaka identik kitab yang terdiri dari 3 kitab bahasa Pali, Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, Abhidhamma Pitaka
TRIpitaka menurut aliran Buddhayana Indonesia terdiri dari Sankrit Pitaka, Pali Pitaka dan Kawi Pitaka
jadi mazhab Theravada tentunya tidak akan memakai pedoman Tripitaka versi Buddhayana.
Pantas om Adi gak nyambung. Saya bahas kitab Mahayana, om bahas kitab Buddhayana.

Quote
Jika sunyata mau menterjemahkan TRIpitaka arti ke bahasa apa pun boleh saja, tidak ada larangan kok !  ;D
Terima kasih, om.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 11 July 2013, 05:26:37 AM

Karena penulisannya berbeda, maknanya juga ikut berbeda, ya?
Pantas om Adi gak nyambung. Saya bahas kitab Mahayana, om bahas kitab Buddhayana.
Terima kasih, om.

ini lho yang sering terjadi, karena suka 'dipaksakan' harus sama makanya sering tidak nyambung
kitab Mahayana yang berbasis bahasa Sankrit bahkan diadopsi aliran Buddhayana sebagai salah satu Pitaka,
TRIpitaka menurut aliran Buddhayana Indonesia terdiri dari Sankrit Pitaka, Pali Pitaka dan Kawi Pitaka
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 11 July 2013, 09:49:49 AM
ini lho yang sering terjadi, karena suka 'dipaksakan' harus sama makanya sering tidak nyambung
kitab Mahayana yang berbasis bahasa Sankrit bahkan diadopsi aliran Buddhayana sebagai salah satu Pitaka,
Saya klarifikasikan, di sini saya tidak sedang berusaha menyamakan kitab Pali Theravada dengan Sanskerta dari Mahayana. Saya katakan sekali lagi, kata Tripitaka dapat digunakan untuk merujuk kitab Pali, dan kitab Mahayana tidak tepat disebut dengan Tripitaka karena tidak terbagi dalam 3 bagian, yang sebenarnya sudah OOT (maafkan saya) karena kita seharusnya mempertanyakan tradisi Theraveda di sini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sanjiva on 11 July 2013, 10:11:51 AM
Saya katakan, maknanya sama saja. Bukankah ti/tri artinya 3 dan pitaka artinya keranjang? Apakah kitab Theravada bukan 3 keranjang? Apakah tipitaka hanya boleh disebut dalam bahasa pali sehingga kata tripitaka yg maknanya jelas sama tidak boleh digunakan untuk merujuk kitab pali? Bagaimana dengan bahasa inggrisnya, three baskets, atupun bahasa indonesianya, tiga keranjang? Apakah tidak boleh digunakan untuk merujuk pada kitab pali juga?

IMO, kitab Theravada harus direfer sebagai Tipitaka, sedangkan kitab Mahayana direfer sebagai Tripitaka.

Sejalan dengan penyebutan bhikkhu untuk rohaniwan Theravada dan biksu untuk MahayanaKalau dibalik2 pemakaiannya maka arti dan maknanya akan berbeda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 11 July 2013, 12:51:17 PM
IMO, kitab Theravada harus direfer sebagai Tipitaka, sedangkan kitab Mahayana direfer sebagai Tripitaka.

Sejalan dengan penyebutan bhikkhu untuk rohaniwan Theravada dan biksu untuk MahayanaKalau dibalik2 pemakaiannya maka arti dan maknanya akan berbeda.

inilah salah satu contoh dimaksud.
dibuat satu standar supaya tidak ngaco

setuju bro sanjiva  :jempol:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 11 July 2013, 01:03:00 PM
Saya klarifikasikan, di sini saya tidak sedang berusaha menyamakan kitab Pali Theravada dengan Sanskerta dari Mahayana. Saya katakan sekali lagi, kata Tripitaka dapat digunakan untuk merujuk kitab Pali,

sah-sah saja anda mengatakan Tripitaka merujuk kitab Pali, wong terjemahan anda kok
yang pasti kata TRI tidak sama penulisan dengan kata TI

Quote
dan kitab Mahayana tidak tepat disebut dengan Tripitaka karena tidak terbagi dalam 3 bagian, yang sebenarnya sudah OOT (maafkan saya)

saya tidak pernah menyebut bahwa Kitab Mahayana itu tepat disebut Tripitaka dan terdiri dari 3 bagian
saya hanya mengatakan aliran Buddhayana Indonesia 'mengadopsi' Tripitaka terdiri dari Sankrit Pitaka, Pali Pitaka dan Kawi Pitaka.
Jika anda tidak setuju dengan aliran Buddhayana, sah-sah saja.

Quote
karena kita seharusnya mempertanyakan tradisi Theraveda di sini.

tidak masalah kok.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 11 July 2013, 03:24:54 PM
Kitab Mahayana tidak digolongkan ke Tripitaka (tiga keranjang), Dasar-nya apa ?

Kalau Kitab Theravada dikatakan Tipitaka karena digolongkan ke dalam golongan Sutta, Golongan Vinaya dan Golongan Abhidhamma... yang mahayana penggolongannya bagaimana ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 11 July 2013, 04:41:29 PM
Setahu gw Tripitaka Mahayana terdiri dari Vinaya, Sutra dan Sastra/Abhidharma yang dikumpulkan dari berbagai aliran Buddhisme awal (Mahasanghika, Dharmaguptaka, Sarvastivada, dst) dan dari teks-teks Mahayana sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 11 July 2013, 06:41:41 PM
IMO, kitab Theravada harus direfer sebagai Tipitaka, sedangkan kitab Mahayana direfer sebagai Tripitaka.

Sejalan dengan penyebutan bhikkhu untuk rohaniwan Theravada dan biksu untuk MahayanaKalau dibalik2 pemakaiannya maka arti dan maknanya akan berbeda.
Dari kamus Pali dan Sanskerta:
Bhikkhu: Buddhist monk
Bhiksu: Buddhist monk

Bagaimana makna dan arti kata tersebut dapat berubah? Apakah water tidak dapat merujuk air dan air tidak dapat merujuk water? Apakah water dan air berbeda dalam maknanya? Apakah air akan berubah arti dan makna jika digunakan pada water dan sebaliknya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 11 July 2013, 06:46:51 PM

inilah salah satu contoh dimaksud.
dibuat satu standar supaya tidak ngaco

setuju bro sanjiva  :jempol:
Baiklah kalau anda ingin memakai standar itu, saya rasa tidak perlu melanjutkan diskusi ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 11 July 2013, 07:43:05 PM
sumber (http://www.buddhanet.net/e-learning/history/s_chtripit.htm)
(a) Agama
(b) Vinaya
(c) Abhidharma
(d) Mahayana scriptures of the
Sunyavada
(e) Mahayana scriptures of the
noumenon school
(f) Madhyamika
(g) Yogacara-Vijnanavada
(h) The esoteric Yoga
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dipasena on 11 July 2013, 08:35:37 PM
Dari kamus Pali dan Sanskerta:
Bhikkhu: Buddhist monk
Bhiksu: Buddhist monk

Bagaimana makna dan arti kata tersebut dapat berubah? Apakah water tidak dapat merujuk air dan air tidak dapat merujuk water? Apakah water dan air berbeda dalam maknanya? Apakah air akan berubah arti dan makna jika digunakan pada water dan sebaliknya?

klo nurut saya, perbedaan tersebut dikarenakan :
1. perbedaan bahasa, antara pali dan sansekerta
2. kebiasaan yg sudah mendarah daging pd umat buddhist (udah dari dulu, klo theravada disebut bhikkhu/bhante, mahayana disebut biksu/suhu, walau secara umum memiliki pengertian yg sama yaitu buddhist monk)
3. pandangan umum umat buddhist yg membedakan theravada-mahayana seperti jumlah vinaya

malah menurut saya, lebih terkenal sebutan biksu/suhu, karena umat buddhist di indon di dominasi warga tionghua dan pengaruh media informasi seperti tv/radio/koran/komik/majalah

dalam pandangan umum yg lebih luas, non-buddhist beranggapan, seseorang yg menggunakan jubah kuning, kepala plontos, penampilan sederhana, itu adalah rohaniawan agama buddha, mereka tdk terlalu mengetahui perbedaan sebutan bhikkhu/bhante - biksu/suhu

jd perbedaan itu cukup kita ketahui tanpa perlu mempertajam perbedaan tersebut. sy pribadi pernah dikiritik, mengenai sebutan bikkhu-biksu... penting ? ga jg...

hanya pandanga pribadi, ga perlu diperdebatkan, krn ga penting banget, sy seorang theravada koq... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 11 July 2013, 08:50:58 PM
 [at] dato, GRP sent.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 12 July 2013, 05:43:40 AM
kitab Mahayana tidak tepat disebut dengan Tripitaka karena tidak terbagi dalam 3 bagian

sumber (http://www.buddhanet.net/e-learning/history/s_chtripit.htm)
(a) Agama
(b) Vinaya
(c) Abhidharma
(d) Mahayana scriptures of the
Sunyavada
(e) Mahayana scriptures of the
noumenon school
(f) Madhyamika
(g) Yogacara-Vijnanavada
(h) The esoteric Yoga

Setahu gw Tripitaka Mahayana terdiri dari Vinaya, Sutra dan Sastra/Abhidharma yang dikumpulkan dari berbagai aliran Buddhisme awal (Mahasanghika, Dharmaguptaka, Sarvastivada, dst) dan dari teks-teks Mahayana sendiri.

jadi Kitab Mahayana juga ada 3 keranjang + keranjang lainnya ?
andai benar ! cocoknya bukan TRIpitaka, kalau MULTIpitaka tidak cocok, karena ada bahasa Inggrisnya
usul : ganti aja MAHApitaka atau .......... (supaya kelihatan beda)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sanjiva on 12 July 2013, 07:43:34 AM
Dari kamus Pali dan Sanskerta:
Bhikkhu: Buddhist monk
Bhiksu: Buddhist monk

Bagaimana makna dan arti kata tersebut dapat berubah? Apakah water tidak dapat merujuk air dan air tidak dapat merujuk water? Apakah water dan air berbeda dalam maknanya? Apakah air akan berubah arti dan makna jika digunakan pada water dan sebaliknya?

Kita punya istilah yg presisi (bhikkhu vs biksu), mengapa malah harus menurunkan level kita dengan mengacu istilah awam non buddhis (buddhist monk) ?

Apakah pendeta sama dengan pastur?  Toh sama2 ulama nasrani?
Yang mengerti kr1sten pasti akan bisa membedakan bahwa pastur dari katol1k, sedangkan pendeta pastilah dari prote5tan. 

Mengapa orang awam di masyarakat bisa membedakan kedua istilah christian priest ini sedangkan di buddhis malah mau dikabur2kan?
- Tujuannya apa?
- Siapa yg bisa memasyarakatkan dan membenarkan pemakaian istilah ini kalau bukan umat buda buddha sendiri?
-  Agama lain toh tak perduli, mau pakai kata padri juga silahkan, kayak di komik: padri sakti  :whistle:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 12 July 2013, 08:01:50 AM
Kita punya istilah yg presisi (bhikkhu vs biksu), mengapa malah harus menurunkan level kita dengan mengacu istilah awam non buddhis (buddhist monk) ?

Apakah pendeta sama dengan pastur?  Toh sama2 ulama nasrani?
Yang mengerti kr1sten pasti akan bisa membedakan bahwa pastur dari katol1k, sedangkan pendeta pastilah dari prote5tan. 

Mengapa orang awam di masyarakat bisa membedakan kedua istilah christian priest ini sedangkan di buddhis malah mau dikabur2kan?
- Tujuannya apa?
- Siapa yg bisa memasyarakatkan dan membenarkan pemakaian istilah ini kalau bukan umat buda buddha sendiri?
-  Agama lain toh tak perduli, mau pakai kata padri juga silahkan, kayak di komik: padri sakti  :whistle:

"monk" (english) adalah sebutan untuk anggota kelompok religius yang menetap dalam suatu lingkungan tertentu, dalam buddhis, istilah ini merujuk pada "bhikkhu", dalam keyakinan lain, ya disesuaikan dengan sebutan dalam keyakinan mereka itu. jadi kata english "monk" bukan eksklusif untuk agama tertentu.

bhikkhu vs bhiksu adalah perbedaan bahasa bukan perbedaan istilah, jadi tidak dapat dibandingkan dengan perbedaan "pendeta" vs "pastur". mungkin akan lebih tepat jika dibandingkan dengan "Dhamma" vs "Dharma".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sanjiva on 12 July 2013, 09:04:36 AM
"monk" (english) adalah sebutan untuk anggota kelompok religius yang menetap dalam suatu lingkungan tertentu, dalam buddhis, istilah ini merujuk pada "bhikkhu", dalam keyakinan lain, ya disesuaikan dengan sebutan dalam keyakinan mereka itu. jadi kata english "monk" bukan eksklusif untuk agama tertentu.
Lah, memang.  Makanya gw pake istilah buddhist monk kan? Bukan monk yg lain.

Quote
bhikkhu vs bhiksu adalah perbedaan bahasa bukan perbedaan istilah, jadi tidak dapat dibandingkan dengan perbedaan "pendeta" vs "pastur".
Oh perbedaan bahasa saja ya?

Jadi jika ditulis "biksu Sarvadharma sedang makan nasi rendang sapi" tak punya makna khusus dan sama saja maknanya dibanding "bhikkhu Sabbedhammo sedang makan kari ayam" misalnya?  :whistle:

Ingat lho, bhikkhu boleh makan daging, biksu tidak.  Dan dengan pemakaian istilah yg tepat maka pembaca langsung bisa mengerti buddhist monk dari aliran apa yg dimaksudkan dalam kalimat itu.

Ternyata banyak yg cocok jadi penterjemah Ehipassiko, menterjemahkan tulisan2 Ajahn Brahm dengan mengganti kata 'bhikkhu' menjadi 'biksu' kayak di buku Si Cacing. Kan beda bahasa saja ya bukan beda istilah. :whistle:

Quote
mungkin akan lebih tepat jika dibandingkan dengan "Dhamma" vs "Dharma".
Bisa dijelaskan maksud tulisan anda di atas?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 12 July 2013, 10:14:32 AM
Lah, memang.  Makanya gw pake istilah buddhist monk kan? Bukan monk yg lain.
Oh perbedaan bahasa saja ya?


benar, dan karena itu sebutan "monk" seharusnya tidak dipermasalahkan.


Quote
Jadi jika ditulis "biksu Sarvadharma sedang makan nasi rendang sapi" tak punya makna khusus dan sama saja maknanya dibanding "bhikkhu Sabbedhammo sedang makan kari ayam" misalnya?  :whistle:

jika itu adalah nama orang, tentu saja harus dituliskan sesuai yg melekat pada identitas orang itu, dan jika ada orang bernama "bhikkhu" dan ada orang lain bernama "bhiksu" tentu saja, kedua kata ini tidak sama dan bukan sekedar perbedaan bahasa, karena memang merujuk pada individu yg berbeda.

Quote
Ingat lho, bhikkhu boleh makan daging, biksu tidak.  Dan dengan pemakaian istilah yg tepat maka pembaca langsung bisa mengerti buddhist monk dari aliran apa yg dimaksudkan dalam kalimat itu.
bukan kata "bhikkhu" atau "biksu" yg menentukan seseorang boleh makan daging atau tidak, melainkan sila/vinaya yg ia praktikkanlah yg menentukan. seorang biksu jika boleh makan daging jika ia mengikuti vinaya theravada, dan sebaliknya.

Quote
Ternyata banyak yg cocok jadi penterjemah Ehipassiko, menterjemahkan tulisan2 Ajahn Brahm dengan mengganti kata 'bhikkhu' menjadi 'biksu' kayak di buku Si Cacing. Kan beda bahasa saja ya bukan beda istilah. :whistle:
no comment, karena saya tidak berkomentar mengenai terjemahan teks formal.

Quote
Bisa dijelaskan maksud tulisan anda di atas?

sangat jelas, jika ingin membedakan "bhikkhu" vs "biksu", apakah "dhamma" juga berbeda dengan "dharma"?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 12 July 2013, 03:03:19 PM
Kita punya istilah yg presisi (bhikkhu vs biksu), mengapa malah harus menurunkan level kita dengan mengacu istilah awam non buddhis (buddhist monk) ?
Tidak ada yg ingin menurunkan level anda di sini. Saya hanya menyatakan arti dari sebuah kata, itu saja.

Quote
Mengapa orang awam di masyarakat bisa membedakan kedua istilah christian priest ini sedangkan di buddhis malah mau dikabur2kan?
- Tujuannya apa?
- Siapa yg bisa memasyarakatkan dan membenarkan pemakaian istilah ini kalau bukan umat buda buddha sendiri?
-  Agama lain toh tak perduli, mau pakai kata padri juga silahkan, kayak di komik: padri sakti  :whistle:
- Kata bhikkhu/bhiksu dalam kamus Pali/Sanskerta diartikan sebagai Buddhist monk, bukan Theravadin Buddhist monk maupun Mahayanist Buddhist monk. Lalu siapa yg mengaburkan arti kata bhikkhu/bhiksu di sini?
- Tidak ada tujuan istimewa. Saya hanya ingin menyampaikan pendapat saya.
- Mungkin anda orangnya.
- pad·ri n 1 pendeta Kat0lik; pastor; 2 pendeta Krist3n;
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sanjiva on 12 July 2013, 03:11:29 PM
benar, dan karena itu sebutan "monk" seharusnya tidak dipermasalahkan.
Gw heran, sudah punya sebutan bhikkhu dan biksu, ngapain ngotot pake 'monk' sih?  Pemakaian kata monk itu kan hanya di kamus Inggris. Untuk menerangkan kepada masyarakat berbahasa Inggris (baca: orang Barat).  Di sini, di lingkup buddhis --bahkan ada yg sudah level penterjemah kitab suci, apa sih yg dicari?  Topik sudah jelas bahas bhikkhu dan biksu, jadi jangan dilencengkan menjadi bahas bahasa Inggris.

Quote
jika itu adalah nama orang, tentu saja harus dituliskan sesuai yg melekat pada identitas orang itu, dan jika ada orang bernama "bhikkhu" dan ada orang lain bernama "bhiksu" tentu saja, kedua kata ini tidak sama dan bukan sekedar perbedaan bahasa, karena memang merujuk pada individu yg berbeda.[/b]
Nah kelihatannya belut mulai menggejala di DC nih nampaknya.  Belut tapi bukan belut, bukan belut tapi belut. ::)

Itu contoh sengaja pakai nama agar jelas.  Mana yg bhikkhu dalam arti beraliran Theravada dengan segala embel2nya termasuk vinaya dan jubah, dan mana yg biksu dengan segala embel2nya termasuk vinaya berikut ajaran kitab yg diikuti.

Quote
bukan kata "bhikkhu" atau "biksu" yg menentukan seseorang boleh makan daging atau tidak, melainkan sila/vinaya yg ia praktikkanlah yg menentukan. seorang biksu jika boleh makan daging jika ia mengikuti vinaya theravada, dan sebaliknya.

Dengan analogi yg sama artinya seorang pastur boleh kawin jika menerima syahadat, dan seorang haji boleh makan pork jika sudah dibaptis. :hammer::hammer:

Belut lagi nih. :whistle:

Penjelasan:
Biksu yg menerima vinaya Theracvada adalah bhikkhu, yaitu yg silanya 227, kitabnya Tipitaka Pali, dan jubahnya seperti di Thailand, Burma, dan Srilangka.  Tidak pakai jubah seperti kuil shaolin.  Kalau mau membelut masih bisa koq ditimpali, "Di Thailand, Burma, dan Srilangka juga ada koq yg pakai jubah kayak shaolin [yaitu biksu Mahayana]"  Nah, silahkan 'self service' dah kalo gini. Gw ga ikutan lagi. ;)

Quote
sangat jelas, jika ingin membedakan "bhikkhu" vs "biksu", apakah "dhamma" juga berbeda dengan "dharma"?
Gw yg tanya belum dijawab, malah balik nanya.

Gw ulangi sekali lagi pertanyaan gw:
bhikkhu vs bhiksu adalah perbedaan bahasa bukan perbedaan istilah, jadi tidak dapat dibandingkan dengan perbedaan "pendeta" vs "pastur". mungkin akan lebih tepat jika dibandingkan dengan "Dhamma" vs "Dharma".
Apa maksud tulisan anda: 'mungkin akan lebih tepat jika dibandingkan dengan "Dhamma" vs "Dharma"' ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 12 July 2013, 03:21:28 PM
-Pichiu: ini khusus untuk biksu dari Cina
-Gelong: ini khusus untuk biksu dari Tibet
-Osho: ini khusus untuk biksu dari Jepang
-Sanzang: ini khusus untuk kitab Buddhisme dari Cina
-Sanzo: kitab Buddhisme Jepang
-Samjang: kitab Buddhisme Korea

Bahasa Indonesia perlu lebih banyak kosa kata.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Indra on 12 July 2013, 03:24:22 PM
Gw heran, sudah punya sebutan bhikkhu dan biksu, ngapain ngotot pake 'monk' sih?  Pemakaian kata monk itu kan hanya di kamus Inggris. Untuk menerangkan kepada masyarakat berbahasa Inggris (baca: orang Barat).  Di sini, di lingkup buddhis --bahkan ada yg sudah level penterjemah kitab suci, apa sih yg dicari?  Topik sudah jelas bahas bhikkhu dan biksu, jadi jangan dilencengkan menjadi bahas bahasa Inggris.

tidak ada yg melencengkan menjadi bahas bahasa inggris, kalau saya perhatikan di atas Bro Sunyata menggunakan refetrensi Kamus Pali-English, dan Sanskrit-English, jadi definisi itu tentu dijelaskan dalam english, akan lain halnya jika menggunakan kamus Pali-Indonesia, yg sepengetahuan saya blm ada yg cukup representatif.

Quote
Nah kelihatannya belut mulai menggejala di DC nih nampaknya.  Belut tapi bukan belut, bukan belut tapi belut. ::)
saya tidak melihat ada belut yg mengelola DC, tapi jika pun ada saya pikir itu manajemen yg bagus sekali karena untuk mengelola belut-belut tentu lebih tepat jika belut juga lah yg melakukan.

Quote
Itu contoh sengaja pakai nama agar jelas.  Mana yg bhikkhu dalam arti beraliran Theravada dengan segala embel2nya termasuk vinaya dan jubah, dan mana yg biksu dengan segala embel2nya termasuk vinaya berikut ajaran kitab yg diikuti.


maka memberi contoh juga perlu dipikirkan dengan baik, agar tidak menimbulkan celah yg dapat dibantah.jika memberi contoh saja tidak mampu apalagi dalam berargumen?

Quote
Dengan analogi yg sama artinya seorang pastur boleh kawin jika menerima syahadat, dan seorang haji boleh makan pork jika sudah dibaptis. :hammer::hammer:


ya saya setuju, karena seorang yg menerima syahadat secara islam, secara otomatis telah meninggalkan status "pastur"nya, dan seorang yg dibaptis otomatis meninggalkan statusnya sebagai "muslim".

Quote
Belut lagi nih. :whistle:

Penjelasan:
Biksu yg menerima vinaya Theracvada adalah bhikkhu, yaitu yg silanya 227, kitabnya Tipitaka Pali, dan jubahnya seperti di Thailand, Burma, dan Srilangka.  Tidak pakai jubah seperti kuil shaolin.  Kalau mau membelut masih bisa koq ditimpali, "Di Thailand, Burma, dan Srilangka juga ada koq yg pakai jubah kayak shaolin [yaitu biksu Mahayana]"  Nah, silahkan 'self service' dah kalo gini. Gw ga ikutan lagi. ;)
Gw yg tanya belum dijawab, malah balik nanya.

Gw ulangi sekali lagi pertanyaan gw:Apa maksud tulisan anda: 'mungkin akan lebih tepat jika dibandingkan dengan "Dhamma" vs "Dharma"' ?

dan gue ulangi juga jawaban gue, bahwa perbandingan "bhikkhu" vs "biksu" tidaklah tepat jika dipadankan dengan perbandingan "pastur" vs "pendeta" melainkan lebih tepat jika dipadankan dengan perbandingan "dhamma" vs "dharma", mudah2an kalimat mudah sederhana ini cukup dapat dipahami bahkan untuk belut bersel tunggal.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sanjiva on 12 July 2013, 03:30:07 PM
Tidak ada yg ingin menurunkan level anda di sini. Saya hanya menyatakan arti dari sebuah kata, itu saja.
Kata2 itu gw tujukan secara umum ke pembaca DC, bukan utk anda saja.

Quote
- Kata bhikkhu/bhiksu dalam kamus Pali/Sanskerta diartikan sebagai Buddhist monk, bukan Theravadin Buddhist monk maupun Mahayanist Buddhist monk. Lalu siapa yg mengaburkan arti kata bhikkhu/bhiksu di sini?
Seperti yg gw bilang, anda semua sudah ngerti bhikkhu itu seperti apa, dan biksu itu seperti apa.  Lalu buat apa main2 istilah kata lagi?  Kecuali anda sampai sekarang tidak bisa membedakan bhikkhu dengan biksu dan tidak tahu di mana bedanya (dalam hal vinaya, jubah, silsilah, penampakan, dll).

[/quote]
- pad·ri n 1 pendeta Kat0lik; pastor; 2 pendeta Krist3n;
[/quote]
"Omitohud!" Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang. "Tu Siao Cui, engkau telah membunuh Thian Gwa Sin Hap, dan kini engkau pun telah melukai mereka berdua. apakah engkau belum merasa puas?"
"Hi hi hi!" sahut Tu Siao Cui dengan tertawa cekikikan. "Thian Gwa Sin Hiap pernah bilang, engkau adalah padri sakti. Karena itu, aku ingin menjajal kesaktian apa yang engkau miliki."
"Omitohud!" Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala.....


Dengan ini ijinkanlah boanpwee undur diri dulu...  ;D _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sunyata on 12 July 2013, 03:52:40 PM
Itu tidak merubah kenyataan bahwa kata bhikkhu/bhiksu memiliki arti yg sama.

sumber (http://dictionary.tamilcube.com/pali-dictionary.aspx), sumber (http://dictionary.tamilcube.com/sanskrit-dictionary.aspx)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 12 July 2013, 04:13:05 PM
Itu tidak merubah kenyataan bahwa kata bhikkhu/bhiksu memiliki arti yg sama.

sumber (http://dictionary.tamilcube.com/pali-dictionary.aspx), sumber (http://dictionary.tamilcube.com/sanskrit-dictionary.aspx)

sepintas seperti-nya sama... tapi tergantung dari vinaya yang di-ambil... kalau bagi yang awam, maka bhikkhu dan bhiksu dianggap sama.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: jung13 on 12 July 2013, 06:05:40 PM
ko jadi ngedebatin yg aneh2.. :(
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 12 July 2013, 09:16:52 PM
ko jadi ngedebatin yg aneh2.. :(

tidak aneh kok !
memang sepatutnya di simak dan umat2 DC yang membaca pasti bisa mengerti serta tidak bingung, seyogianya ada perbedaan2
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 12 July 2013, 09:19:10 PM
Itu tidak merubah kenyataan bahwa kata bhikkhu/bhiksu memiliki arti yg sama.

sumber (http://dictionary.tamilcube.com/pali-dictionary.aspx), sumber (http://dictionary.tamilcube.com/sanskrit-dictionary.aspx)

bagi sebagian umat awam atau umat non buddhis, mungkin dianggap sama
tapi bagi warga DC yang sudah biasa ikut forum tanya jawab, pasti tahu dan memang dibuat standar beda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: jung13 on 12 July 2013, 09:28:54 PM
tidak aneh kok !
memang sepatutnya di simak dan umat2 DC yang membaca pasti bisa mengerti serta tidak bingung, seyogianya ada perbedaan2


oo.. ga aneh ya..
brarti sy yang aneh menganggap perdebatan ini aneh.. =))
dimaafkeun yah.. namanya jg anak baru.. masih belajar adaptasi.. :-[


btw mw tanya lg,klo buddhayana ini aliran apa lagi..?
ada berapa aliran kah ajaran buddha ini..?
n apa pembedanya, apa yg eksklusif dimasing2 aliran sampe ada aliaran2 tersebut?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 13 July 2013, 05:33:15 AM

oo.. ga aneh ya..
brarti sy yang aneh menganggap perdebatan ini aneh.. =))
dimaafkeun yah.. namanya jg anak baru.. masih belajar adaptasi.. :-[
namanya juga anak baru yang masih belajar adaptasi, tentunya anda tidak aneh.

Quote
btw mw tanya lg,klo buddhayana ini aliran apa lagi..?

sesungguhnya saya juga tidak tahu apakah Buddhyana ini suatu aliran atau bukan ? karena saya sendiri bukan pelaku di Buddhayana, tetapi di Indonesia, aliran Buddhayana ini cukup unik dan khas, karena mengadopsi beberapa tradisi Buddha yang eksis di dunia ini, sehingga aliran Buddhayana cukup banyak massa di Nusantara ini.

Quote
ada berapa aliran kah ajaran buddha ini..?
n apa pembedanya, apa yg eksklusif dimasing2 aliran sampe ada aliran2 tersebut?

yang diketahui cukup besar pengikut tradisi di dunia ini, Theravada, Mayanana, Tantrayana, mungkin yang kecil juga ada.
pembedanya secara garis besar, adalah pedoman para Sangha dalam praktek Vinaya dan kitab Suci.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 13 July 2013, 07:32:53 AM
btw mw tanya lg,klo buddhayana ini aliran apa lagi..?
ada berapa aliran kah ajaran buddha ini..?
n apa pembedanya, apa yg eksklusif dimasing2 aliran sampe ada aliaran2 tersebut?

Menurut kalangan Buddhayana sendiri, Buddhayana adalah "wadah" yang menampung semua tradisi aliran Buddhis (Theravada, Mahayana, dan Vajrayana) yang bersifat non-sektarian.

Ajaran Buddha pada awalnya terpecah menjadi 2 kelompok besar 100 tahun setelah wafatnya Sang Buddha, yaitu kelompok Mahasanghika dan Sthaviravada. Setelah 200 tahun, kelompok Mahasanghika terpecah menjadi 10 aliran dan Sthaviravada menjadi 8 aliran (salah satunya Vibhajjavada yang menurunkan Theravada saat ini). Kira-kira 500 tahun setelah wafatnya Sang Buddha muncul teks-teks Mahayana yang mengajarkan cita-cita Bodhisattva yang kemudian berkembang menjadi aliran Mahayana saat ini. Kemudian pada abad ke-3 M menjelang kemunduran Buddhisme di India muncul Buddhisme esoterik yang dikenal sebagai Vajrayana/Tantrayana saat ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Shasika on 13 July 2013, 09:35:36 AM
namanya juga anak baru yang masih belajar adaptasi, tentunya anda tidak aneh.

sesungguhnya saya juga tidak tahu apakah Buddhyana ini suatu aliran atau bukan ? karena saya sendiri bukan pelaku di Buddhayana, tetapi di Indonesia, aliran Buddhayana ini cukup unik dan khas, karena mengadopsi beberapa tradisi Buddha yang eksis di dunia ini, sehingga aliran Buddhayana cukup banyak massa di Nusantara ini.

yang diketahui cukup besar pengikut tradisi di dunia ini, Theravada, Mayanana, Tantrayana, mungkin yang kecil juga ada.
pembedanya secara garis besar, adalah pedoman para Sangha dalam praktek Vinaya dan kitab Suci.
Saya baru tahu ada mashab baru di buddhism  :o
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Shasika on 13 July 2013, 09:37:04 AM
Menurut kalangan Buddhayana sendiri, Buddhayana adalah "wadah" yang menampung semua tradisi aliran Buddhis (Theravada, Mahayana, dan Vajrayana) yang bersifat non-sektarian.

Ajaran Buddha pada awalnya terpecah menjadi 2 kelompok besar 100 tahun setelah wafatnya Sang Buddha, yaitu kelompok Mahasanghika dan Sthaviravada. Setelah 200 tahun, kelompok Mahasanghika terpecah menjadi 10 aliran dan Sthaviravada menjadi 8 aliran (salah satunya Vibhajjavada yang menurunkan Theravada saat ini). Kira-kira 500 tahun setelah wafatnya Sang Buddha muncul teks-teks Mahayana yang mengajarkan cita-cita Bodhisattva yang kemudian berkembang menjadi aliran Mahayana saat ini. Kemudian pada abad ke-3 M menjelang kemunduran Buddhisme di India muncul Buddhisme esoterik yang dikenal sebagai Vajrayana/Tantrayana saat ini.
[at]  Bro Jung13, anda pegang pernyataan ini karena beliau telah menerbitkan bukunya, ada kok di DC, bentar ya saya cari dlu link nya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Shasika on 13 July 2013, 10:15:29 AM
Menurut kalangan Buddhayana sendiri, Buddhayana adalah "wadah" yang menampung semua tradisi aliran Buddhis (Theravada, Mahayana, dan Vajrayana) yang bersifat non-sektarian.

Ajaran Buddha pada awalnya terpecah menjadi 2 kelompok besar 100 tahun setelah wafatnya Sang Buddha, yaitu kelompok Mahasanghika dan Sthaviravada. Setelah 200 tahun, kelompok Mahasanghika terpecah menjadi 10 aliran dan Sthaviravada menjadi 8 aliran (salah satunya Vibhajjavada yang menurunkan Theravada saat ini). Kira-kira 500 tahun setelah wafatnya Sang Buddha muncul teks-teks Mahayana yang mengajarkan cita-cita Bodhisattva yang kemudian berkembang menjadi aliran Mahayana saat ini. Kemudian pada abad ke-3 M menjelang kemunduran Buddhisme di India muncul Buddhisme esoterik yang dikenal sebagai Vajrayana/Tantrayana saat ini.
[at]  Bro Jung13, anda pegang pernyataan ini karena beliau telah menerbitkan bukunya, ada kok di DC, bentar ya saya cari dlu link nya.

silahkan buka link ini ya bro (**lunas ya hutang saya  ;D , thanks utk bro will_i_am jg, sy jd bs bantu org)
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23774.msg433708.html#msg433708 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23774.msg433708.html#msg433708)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sanjiva on 13 July 2013, 10:48:57 AM
Saya baru tahu ada mashab baru di buddhism  :o

 :)) :))  typo granny...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Shasika on 13 July 2013, 10:52:08 AM
:)) :))  typo granny...

 :)) :)) granny kepo yak.... :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Rico Tsiau on 13 July 2013, 11:00:17 AM
:)) :))  typo granny...

granny strikes again  :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Shasika on 13 July 2013, 11:25:33 AM
granny strikes again  :))
masak ? pan nanya ?  :o :o
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: jung13 on 13 July 2013, 11:31:25 AM
 :o
panjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang...
tapi menarik untuk dikatahui.. :-?
aye baca2 duyu deh..

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 13 July 2013, 02:49:04 PM
Hidup granny ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Shasika on 13 July 2013, 02:57:27 PM
Hidup granny ;D
ya ampuuunnn... :hammer:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 14 July 2013, 06:18:31 AM
yang diketahui cukup besar pengikut tradisi di dunia ini, Theravada, Mayanana, Tantrayana, mungkin yang kecil juga ada.
pembedanya secara garis besar, adalah pedoman para Sangha dalam praktek Vinaya dan kitab Suci.

maaf ya !, ada salah kesalahan tulis, yang benar MAHAYANA  ;)

Saya baru tahu ada mashab baru di buddhism  :o

saya juga baru tahu ada kata baru mashab  ^-^

maksud granny Shasika adalah mazhab kale !  ;D

maz.hab
[n] (1) Isl haluan atau aliran mengenai hukum fikih yg menjadi ikutan umat Islam (dikenal empat mazhab, yaitu mazhab Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafii): umat Islam di Indonesia banyak yg menganut -- Syafii; (2) golongan pemikir yg sepaham dl teori, ajaran, atau aliran tertentu di bidang ilmu, cabang kesenian, dsb dan yg berusaha untuk memajukan hal itu: -- ekonomi; -- seni lukis

Referensi: http://kamusbahasa/mazhab#ixzz2YyGrCVQg

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Shasika on 15 July 2013, 10:27:14 PM
maaf ya !, ada salah kesalahan tulis, yang benar MAHAYANA  ;)

saya juga baru tahu ada kata baru mashab  ^-^

maksud granny Shasika adalah mazhab kale !  ;D

maz.hab
[n] (1) Isl haluan atau aliran mengenai hukum fikih yg menjadi ikutan umat Islam (dikenal empat mazhab, yaitu mazhab Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafii): umat Islam di Indonesia banyak yg menganut -- Syafii; (2) golongan pemikir yg sepaham dl teori, ajaran, atau aliran tertentu di bidang ilmu, cabang kesenian, dsb dan yg berusaha untuk memajukan hal itu: -- ekonomi; -- seni lukis

Referensi: http://kamusbahasa/mazhab#ixzz2YyGrCVQg
:)) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Candra Taruna on 05 September 2013, 07:15:20 PM
Saya baca dari belakang
mulai dari halaman 98 s/d 95 khoq kagak ada pertanyaan dan membahas apa-apa?
Apa ada pertanyaan yg tidak terjawab di status ini?
 :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 09 September 2013, 09:23:12 AM
mungkin pertanyaannya ada di halaman 1 s/d 94 ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 09 September 2013, 12:36:26 PM
atau tidak bisa membedakan pertanyaan dan pernyataan ! :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: sanjiva on 09 September 2013, 01:55:38 PM
Pertanyaan tapi bukan pertanyaan, bukan pertanyaan tapi pertanyaan  _/\_

^-^ ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: junichiro on 19 September 2013, 07:44:11 PM
 _/\_ Namo Buddhaya, lama tidak berkunjung, walaupun tanpa suara saya sering menganalisa dan membaca semua posting2 teman2 sekalian.

point2 inti dengan rangkuman saja:

- Semua agama terkait dengan adat setempat, sejarah perjalanannya, dan penyebar2nya, semua agama yang melewati masa ke masa, akan selalu mengalami perubahan2 doktrin, walaupun tidak banyak, mungkin tidak keluar dari jalur utama, tetapi mungkin akan mengalami peradaban dimasanya.

- Bisa saja kita akan selalu mencari2 ajaran2 asli dan sebenar2nya dimasa lampau, tetapi kita tidak akan bisa mencegahnya dari perubahan2 yang terus terjadi baik didalam ajaran2, maupun dalam peradaban manusia itu sendiri, itu semua akan selalu berubah, dan mungkin akan menyulitkan dalam, toh anda mempunyai prinsip2 yang cukup dari Buddha," kalo agama Buddha sudah gk bisa dipake ya tinggalkan saja, " ya toh.

- Saya saja kadang bertanya , kenapa tiap calon2 Buddha kelahiran terakhirnya pasti lahirnya di kerajaan, mungkin kalo bukan pake synonim kerajaan, mungkin keadaan yang sangat beruntung atau baik dan indah awalnya, dari contoh itu kita bisa tau, adat2 yang tidak dapat ditinggalkan dan sangat kental, jika kita memakai, kaidah maitreya atau kwan im avalokitesvara, mengapa lebih kental ke arah Tao bahkan dekat2 dengan MAHAYANA, cukup unik ya. tapi ajarannya luar biasa mungkin sangat sama, cinta kasih mentok  tok cer.


- Mungkin sangat banyak kalangan dari internal maupun eksternal yang berkomentar disini, tapi sepatutnya kita menggunakan keadaaan yang selalu dalam jalur di tengah2 dengan mengerti mendalam situasi dan keadaan2, tanpa menyinggung ataupun merendahkan satu sama lainnya, mengingat ajaran Buddha itu sangat bijaksana, mungkin kalo Sang Buddha dengerin kita berdebat dia tetep mematung. mungkin mendengarkan tetapi diam dalam keagungan yang maha tahu, bisa2 ada pepatahnya " biksu kecil membaca sutra/doa, beragama tapi tidak tahu apa yang dibaca",jadi banyak dong kita kekurangannya.

- Saya masih bangga dengan segala cabang agama Buddha lo, adalah agama dalam cabang apapun ajarannya tetap sama bijaksana dan cinta kasih, itu2 aja, walaupun kita tahu segala perbedaan2 yang sangat mencolok didalamnya, hendaknya kita tidak membeda2kannya terlalu jauh, dan menganggap ada yang melenceng, walaupun seringkali kita dibingungkan dengan perbedaan tersebut, saya juga bingung, dengan adanya perbedaan ini, mau diapakan enaknya, kita cari logika sebenar2nya? dengan perdebatan ?, untuk apa? untuk keegoisan sendiri? demi kalangan2 tertentu?, saya juga bingung, malah kita kelihatan jeleknya sendiri.

- Apakah doa2 semua agama berbeda? apakah dengan cara melaksanakan seperti ini akan begini, apakah dengan begitu akan begitu pula, mana yang benar mana yang tidak begitu benar mana yang salah, saya juga bingung, toh kita punya pengetahuan dasarnya, dalam agama Buddha saya pernah membaca bagaimana cara doa dan kutukan itu bekerja, jika kita dibedakan a b c d e, apakah akan beda juga?, toh hanya kita manusia yang bisa berdoa, secara sadar nya, toh dalam agama lain mereka sangat pede, dan dalam keyakinan itu adalah kekuatan.
         saya bukan mengarahkan teman2 sekalian dalam keadaan dan kondisi, tetapi kita memandang dengan 1 fungsi yang bisa bekerja secara konstan dan sama ke semua manusia. 

(btw mau tanya dimana terdapat tipitaka komplit bahasa indo yg bisa didownload disini ada gk, dan bagian mana yang menerangkan cara doa dan kutukan bekerja, pernah saya mendengar cara buddha menerangkan bagaimana mekanisme gunung berapi itu meletus, dan segala kejadian alam dan cara terjadinya, itu dimana ya, karena saya lebih tertarik mengkaji agama buddha secara iptek).

- trus mau tanya bagaimana alibinya angulimala bisa menjadi arahat padahal cukup sadis
- relik sharira bagaimana itu terjadi,apakah relik2 tersebut bisa dikonfirmasi ke otentikannya
- apakah dimaksud dengan ruang tanpa pencerapan dan cara penggambaran atau penafsirannya bagaimana kira2
- sebenarnya saya tertarik dengan posting yg kemaren2, yang cara membedakan orang yang berilmu tinggi atau pencapaian jhana yang tinggi, cuma yg ngejawab banyakn debat tanpa perincian2 yang jelas dan menerangkan kondisi jhana2 tersebut, seharusnya dengan penjabaran secara sederhananya haru bisa, dan mencontohkannya dengan contoh2 yang sederhana yang mudah dimengerti orang banyak.

dah ah segitu ajah, harap dibalas ya, kalo sale2 kate maapin ajeh, ada dan tiadanya kita itu relatip sih, semoga semua makhluk berbahagia.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 September 2013, 11:16:57 AM

- Saya saja kadang bertanya , kenapa tiap calon2 Buddha kelahiran terakhirnya pasti lahirnya di kerajaan, mungkin kalo bukan pake synonim kerajaan, mungkin keadaan yang sangat beruntung atau baik dan indah awalnya, dari contoh itu kita bisa tau, adat2 yang tidak dapat ditinggalkan dan sangat kental, jika kita memakai, kaidah maitreya atau kwan im avalokitesvara, mengapa lebih kental ke arah Tao bahkan dekat2 dengan MAHAYANA, cukup unik ya. tapi ajarannya luar biasa mungkin sangat sama, cinta kasih mentok  tok cer.


Buddha Kakusandha, Koõàgamana, dan Kassapa terlahir dari kasta brahmana, sedangkan Buddha-Buddha lainnya terlahir dari kasta ksatria.
(sumber : Riwayat Agung Para Buddha Jilid 1, Edisi pertama, Hal 402).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 September 2013, 11:18:07 AM
_/\_

- Bisa saja kita akan selalu mencari2 ajaran2 asli dan sebenar2nya dimasa lampau, tetapi kita tidak akan bisa mencegahnya dari perubahan2 yang terus terjadi baik didalam ajaran2, maupun dalam peradaban manusia itu sendiri, itu semua akan selalu berubah, dan mungkin akan menyulitkan dalam, toh anda mempunyai prinsip2 yang cukup dari Buddha," kalo agama Buddha sudah gk bisa dipake ya tinggalkan saja, " ya toh.


Seperti-nya tidak ada umat yang benar-benar mempraktekkan semua aliran... pasti ada yang dipegang sebagai ajaran, ada yang ditinggalkan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 September 2013, 11:32:26 AM

- trus mau tanya bagaimana alibinya angulimala bisa menjadi arahat padahal cukup sadis


http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/menaklukkan-anggulimala/

5. Menaklukkan Angulimala
(dengan Kesaktian/Iddhi)
Ukkhitta khagga matihattha sudãrunantam
Dhãvantiyo janapathan gulimãla vantam
Uddhibhisankhatamano jitavã munindo
Tan tejasã bhavatu te jayamangalãni

Sangat kejam dengan pedang terhunus dalam tangan yang kokoh kuat
Angulimala berlari mengejar sepanjang jalan tiga yojana dengan berkalung untaian jari
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan kesaktian
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.

Istri kepala penasehat (Purohita Brahmana) Raja Pasenadi Kosala yang bernama Mantani, melahirkan seorang anak laki-laki. Pada saat kelahirannya, semua senjata di dalam kota berkilau mengeluarkan cahaya yang terang benderang. Kejadian ini menyebabkan ayahnya bertanya kepada ahli perbintangan, mereka meramalkan bahwa anak tersebut di kemudian hari akan menjadi perampok. Keesokan harinya, ketika ia mengunjungi istana, sang ayah bertanya kepada Raja Pasenadi, apakah tadi malam Raja dapat tidur nyenyak. Raja menjawab, tadi malam ia tidak dapat tidur dengan nyenyak karena melihat semua senjata di dalam gudang berkilauan. Hal ini menandakan adanya bahaya yang akan menimpa Raja sendiri atau kerajaannya. Brahmana tersebut lalu menyampaikan kepada Raja, bahwa semalam istrinya telah melahirkan seorang anak laki-laki. Pada saat kelahirannya, tidak hanya pedang kerajaan, semua senjata yang ada di seluruh kota berkilauan, yang menandakan bahwa anaknya kelak akan menjadi perampok.
Brahmana tersebut bertanya kepada Raja, apakah Raja menghendaki agar ia membunuh anaknya yang baru lahir itu. Raja lalu bertanya, apakah anak tersebut kelak akan menjadi kepala perampok ataukah menjadi perampok tunggal. Ia menjawab bahwa anak tersebut akan menjadi perampok tunggal.
Raja tidak terlalu khawatir, karena beliau beranggapan bahwa kerajaannya tidak akan dapat dikacaukan hanya oleh seorang perampok. Jadi beliau membiarkan anak tersebut hidup dan tumbuh menjadi dewasa.
Anak itu diberi nama Ahimsaka, yang berarti tidak melukai siapapun (=tanpa kekerasan). Anak itu diberi nama demikian karena ia berasal dari keluarga yang tidak pernah dinodai dengan kejahatan dan juga karena sifat anak itu sendiri.
Ketika Ahimsaka dewasa, ia disekolahkan di Taxila, suatu pusat pendidikan yang terkenal pada masa lampau. Ahimsaka amat pandai, dapat melampaui murid-murid yang lain dan menjadi murid yang paling menonjol, dan ia amat disayang oleh gurunya.
Teman-temannya menjadi iri kepadanya. Mereka berusaha mencari kesalahan agar Ahimsaka dapat dihukum. Mereka tidak dapat mencela kemampuan maupun reputasi baik keluarga Ahimsaka.
Mereka lalu memfitnah bahwa Ahimsaka telah melakukan hal yang tidak pantas dengan istri gurunya. Mereka lalu membagi kelompoknya menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama memberitahukan kepada guru mereka tentang kesalahan Ahimsaka, kelompok kedua dan ketiga membenarkan apa yang dikatakan oleh kelompok yang pertama. Ketika guru mereka tidak mempercayai apa yang mereka katakan, mereka mengusulkan supaya guru mereka membuktikannya sendiri.
Guru Ahimsaka kemudian melihat istrinya berbicara dengan ramah kepada Ahimsaka, hal ini menambah kecurigaannya, sehingga ia merencanakan untuk melenyapkan Ahimsaka. Sebagai orang terpelajar, di dalam usahanya untuk melenyapkan Ahimsaka, ia tidak melakukannya secara terbuka, karena ia takut tidak ada lagi murid yang mau berguru kepadanya.
Oleh karena itu ia berkata kepada Ahimsaka :
“Muridku, saya tidak sanggup lagi mengajarmu lebih lanjut, kecuali kamu dapat mengumpulkan seribu buah jari tangan kanan manusia sebagai biaya pendidikanmu.”

Guru Ahimsaka mengira bahwa Ahimsaka tidak akan pernah berhasil melaksanakan keinginannya. Dan di dalam usahanya untuk mengumpulkan jari manusia, ia pasti akan tertangkap oleh pengawal raja.
Ahimsaka menjawab, bahwa di dalam keluarga mereka tidak mempunyai kebiasaan untuk melakukan kejahatan kepada orang lain. Berulang-ulang Ahimsaka memohon kepada gurunya, agar ia dapat membayar biaya pendidikannya dengan cara yang lain, tetapi gurunya tetap pada pendiriannya. Apabila ia menolak melaksanakannya, ia akan mendapat kutukan. Karena ia mempunyai keinginan yang kuat untuk belajar dan tidak ada jalan lain lagi untuk melanjutkan pendidikannya, ia lalu mempersenjatai dirinya dan masuk ke hutan Jalini di Kosala, yang merupakan pertemuan dari delapan jalan dan mulai membunuh siapapun yang lewat di situ untuk mengumpulkan jari tangan manusia sesuai dengan permintaan gurunya.
Jari yang terkumpul digantungnya pada sebuah pohon. Namun karena jari-jari tersebut selalu dihancurkan oleh burung gagak dan burung pemakan bangkai, ia lalu membuat untaian jari untuk memastikan jumlah jari yang telah dikumpulkannya. Sejak itu ia dikenal dengan nama Angulimala (=Untaian Jari).
Rakyat lalu pergi ke Savatthi, menghadap Raja untuk memberitahukan bahwa jumlah penduduk semakin berkurang, karena kekejaman seorang perampok yang selalu membunuh penduduk yang lewat di hutan itu. Mereka memohon supaya Raja mengirim pasukan untuk menangkapnya. Raja mengabulkan permohonan rakyat dan segera memerintahkan pasukan kerajaan untuk menyelidiki perampok tersebut.
Brahmana yang merupakan ayah Ahimsaka, berkata kepada istrinya bahwa ia amat khawatir kalau-kalau perampok yang kejam itu adalah anak mereka sendiri, dan bertanya apa yang harus mereka lakukan. Istrinya lalu berkata, sebaiknya ia cepat-cepat pergi ke hutan, sebelum pasukan kerajaan tiba, untuk menyadarkan anaknya. Namun brahmana itu menolak untuk pergi. Istri brahmana itu lalu memutuskan untuk masuk ke hutan seorang diri. Dengan kecintaan seorang ibu terhadap anaknya yang amat besar, ia meratap dan berseru agar anaknya mau mengikuti tradisi keluarga, berhenti melakukan pembunuhan dan berkata bahwa pasukan raja sedang dalam perjalanan untuk menangkapnya.
Pada waktu yang sama, Sang Buddha yang sedang bersemayam di Vihara Jetavana melihat dengan Mata Buddha (melalui Maha Karuna Samapatti), bahwa dari kumpulan karma baik yang dimiliki pada kehidupannya yang lampau, Angulimala memiliki cukup banyak kebajikan untuk menjalani kehidupan sebagai seorang bhikkhu dan mempunyai kemampuan untuk mencapai Tingkat Kesucian Tertinggi yaitu menjadi Arahat pada kehidupan ini juga. Sang Buddha juga melihat bahwa ibu Angulimala dapat terbunuh apabila Angulimala melihatnya, karena ia sudah amat ingin melengkapi untaian jari yang diminta oleh gurunya.
Untuk mencegah hal ini, Sang Buddha lalu mengubah wujudNya menjadi seorang bhikkhu dan segera memasuki hutan. Para pengembala dan petani berusaha mencegah Sang Buddha untuk masuk ke hutan seorang diri, karena empat puluh orang yang pergi bersama-sama pun dapat dibunuh oleh Angulimala. Meskipun mendapat peringatan, Sang Buddha tetap melanjutkan perjalanNya dengan berdiam diri. Untuk kedua dan ketiga kalinya mereka berusaha mencegah Sang Guru masuk ke hutan tersebut, namun Sang Buddha dengan berdiam diri tetap meneruskan perjalananNya masuk ke dalam hutan.
Pada pagi hari itu, Angulimala telah mengumpulkan sembilan ratus sembilan puluh sembilan buah jari dan telah merencanakan bahwa siapapun yang ditemuinya pada hari itu harus dibunuhnya. Tetapi ia mendapat kesulitan untuk menemukan orang yang dapat dibunuhnya, karena orang-orang selalu berjalan dalam rombongan yang besar dan bersenjata lengkap.
Akhirnya ia melihat seorang bhikkhu seeang berjalan seorang diri, tanpa membawa senjata. Ia berpikir tentu amat mudah untuk membunuhnya. Angulimala lalu membawa pedang, tameng, anak panah beserta busurnya mengikuti Sang Buddha dari jarak yang dekat.
Sang Buddha menunjukkan kesaktianNya, sehingga bagaimanapun Angulimala berusaha berlari sekuat tenaga, sedangkan Sang Buddha berjalan dengan kecepatan biasa, ia tetap tidak dapat menyusul Sang Buddha.
Angulimala lalu berpikir, “Saya telah mengejar gajah, kuda, kijang dan dapat mengalahkan mereka, sekarang meskipun saya sudah berlari sekuat tenaga, dan Bhikkhu ini berjalan dengan kecepatan biasa saja, saya tetap tidak dapat mendekatiNya.”
Dengan terengah-engah dan berkeringat, ia berteriak meminta Sang Buddha untuk berhenti : “Tittha (+Berhentilah) Samana!”
Sang Buddha menjawab : “Saya sudah berhenti! Hentikan dirimu sendiri!”
Angulimala keheranan akan jawaban Sang Buddha dan bertanya : “Apa maksudMu?”
Sang Buddha menjawab :
“Saya telah bertekad untuk melimpahkan kasih sayang kepada semua mahluk, sedangkan kamu tidak mempunyai belas kasih terhadap mahluk lain. Oleh karena itu Saya sudah berhenti, sedangkan kamu belum berhenti melakukan pembunuhan.”

Karena tumpukan karma baik Angulimala yang amat besar pada kehidupannya yang lampau, bahwa ia diberi tahu oleh Buddha Padumuttara, bahwa ia akan menjadi seorang Arahat. Sebagai seorang yang mempunyai kemampuan untuk menjadi seorang Arahat, setalah mendengar apa yang dikatakan oleh Sang Buddha, ia mengetahui bahwa pertapa mulia ini adalah Buddha Gotama yang karena cinta kasihNya yang amat besar datang untuk menolongnya.
Angulimala segera melemparkan untaian jari dan senjatanya, lalu bernamaskara di kaki Sang Buddha dan memohon untuk ditahbiskan menjadi seorang bhikkhu. Sambil mengangkat tanganNya, Sang Buddha berkata :
“Ehi Bhikkhu (Mari, O Bhikkhu).”

Dengan demikian Angulimala dapat menerima delapan kebutuhan pokok seorang bhikkhu pada saat yang bersamaan dan langsung menerima Upasampada, tanpa terlebih dahulu menjadi seorang samanera. Dengan disertai oleh Angulimala, Sang Buddha kembali ke Vihara Jetavana.
Sementara itu Raja Pasenadi Kosala didesak untuk menangkap perampok Angulimala. Sudah menjadi kebiasaannya untuk menemui Sang Buddha apabila ada kejadian genting. Setalah Raja Pasenadi Kosala bernamaskara, lalu duduk di salah satu sisi, Sang Buddha bertanya :
“O, Raja, ada hal apakah yang membuat anda risau?
Apakah Raja Seniya Bimbisara dari Magadha menantang anda?
Apakah para Pangeran Licchavi dari Vesali?
Atau para bangsawan sainganmu?”

Raja lalu menjelaskan masalah yang sedang dihadapinya, ia mengakui tidak dapat menangkap Angulimala si perampok yang haus darah itu. Sang Buddha lalu bertanya :
“Apa yang akan anda lakukan kalau perampok itu memakai jubah seorang bhikkhu?”

Raja menjawab :
“Yang Mulia, saya akan menghormatinya seperti saya menghormat kepada seorang bhikkhu.”

Pada saat itu Bhikkhu Angulimala sedang duduk di dekat Sang Buddha. Beliau lalu berkata kepada raja :
“O, Raja, inilah Angulimala.”

Raja Pasenadi Kosala menjadi ketakutan, badannya gemetar, rambutnya berdiri. Sang Buddha lalu menenangkannya dan berkata bahwa ia tidak perlu takut lagi, karena Angulimala telah menjadi seorang bhikkhu. Raja lalu mendekati Bhikkhu Angulimala dan menanyakan tentang orang tuanya, dan menawarkan untuk memenuhi semua kebutuhannya. Pada saat itu Bhikkhu Angulimala telah menjalani latihan hidup di hutan, berpindapatta, memakai jubah dari kain perca yang terdiri dari tiga bagian. Oleh karena itu ia menolak tawaran raja, karena ia sudah tidak memerlukannya lagi. Kemudian Raja Pasenadi Kosala memberi hormat kepada Bhikkhu Angulimala dan menyatakan keheranannya kepada Sang Buddha akan perubahan yang dialami oleh Bhikkhu Angulimala. Ia lalu pulang ke istana dengan hati yang bahagia.
Pada suatu hari, ketika Bhikkhu Angulima sedang berpindapatta di Savatthi, Beliau melihat seorang wanita yang sangat kesakitan karena akan melahirkan. Beliau melihat penderitaan wanita itu, tergerak hatinya, lalu berpikir :
“Betapa menderitanya mahluk hidup, betapa menderitanya mahluk hidup!”

Beliau yang pernah membunuh sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang, sekarang merasa amat kasihan melihat seorang wanita menderita kesakitan karena akan melahirkan. Ketika Beliau selesai berpindapatta dan makan pagi, Beliau pergi ke vihara menemui Sang Buddha dan menyampaikan apa yang dilihatnya. Sang Buddha lalu meminta Bhikkhu Angulimala pergi menemui wanita itu dan berkata :
“Saudari, sejak saat saya dilahirkan dalam Keluarga Ariya, saya tidak sadar, dengan sengaja telah membunuh mahluk hidup. Berdasarkan kebenaran ini, semoga anda selamat dan semoga anak anda selamat.”

Beliau lalu pergi menemui wanita yang akan melahirkan bayinya. Layar penyekat diletakkan melingkari sang ibu, Bhikkhu Angulimala duduk dan mengulang Paritta yang diajarkan Sang Buddha. Segera saja bayi tersebut lahir dengan mudah dan selamat. (Kemanjuran Paritta Angulimala Sutta ini masih terbukti hingga saat ini).
Tidak lama kemudian, Bhikkhu Angulimala mencapai Tingkat Kesucian Arahat.
Pada suatu hari, ketika Yang Mulia Angulimala sedang berpindapatta di Savatthi, Beliau dilempari bongkahan tanah, tongkat dan batu. Kepalanya terluka, bercucuran darah dan mangkokNya pecah. Beliau pulang kembali ke vihara dan mendekati Sang Buddha yang sedang duduk. Sang Buddha yang melihat keadaanNya lalu menjelaskan, bahwa semua kejadian ini adalah akibat dari perbuatan burukNya, yang sesungguhnya dapat membuatNya menderita di Alam Neraka selama ribuan tahun.
Sekarang Yang Mulia Angulimala hidup menyendiri, menikmati Kebahagiaan dari Kebebasan, mengucapkan pernyataan-pernyataan Kebijaksanaan, meninggal dunia dan mencapai Nibbana.
Para bhikkhu membicarakan tempat kelahiran kembali dari Yang Mulia Angulimala, Sang Buddha memberitahu mereka, bahwa Beliau telah mencapai Nibbana. Para bhikkhu keheranan, bagaimana mungkin seseorang yang telah melakukan begitu banyak pembunuhan dapat mencapai Nibbana. Sang Buddha menjawab bahwa pada masa yang lampau, karena bimbingan yang kurang baik, Angulimala telah melakukan perbuatan-perbuatan buruk namun kemudian ketika Beliau mendapat bimbingan yang baik, Beliau menjalani kehidupan suci. Dengan demikian Beliau dapat mengatasi perbuatan buruk dengan perbuatan baiknya. Setalah berkata demikian, Sang Buddha mengucapkan syair :
“Mereka yang dapat mengatasi perbuatan buruk mereka dengan perbuatan baik, menyinari dunia ini, bagaikan bulan yang terbebas dari awan.” (Dhammapada 173).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 20 September 2013, 11:34:39 AM
ANGULIMALA SUTTA

Tentang Angulimala

Majjhima Nikaya 5
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2008

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.

2. Pada saat itu ada seorang bandit bernama Angulimala di wilayah Raja Pasenadi dari kosala. Bandit ini membunuh, bertangan-berlumur-darah, terbiasa memukul dan suka kekerasan, tak kenal ampun kepada makhluk hidup. Berbagai desa, kota,[98] dan daerah dihancurkan olehnya. Dia terus saja membunuh orang dan jari-jari korban digunakannya sebagai untaian kalung.820

3. Suatu pagi, Yang Terberkahi berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luar Beliau, lalu pergi ke Savathi untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah Beliau berkelana untuk mengumpulkan dana makanan di Savatthi dan telah kembali, setelah selesai makan Beliau merapikan tempat istirahatnya, mengambil mangkuk dan jubah luarnya, lalu berangkat menuju jalan yang mengarah ke Angulimala. Para penggembala sapi, penggembala kambing, dan pembajak sawah yang lewat melihat Yang Terberkahi berjalan menuju Angulimala dan memberitahu Yang Terberkahi: “Jangan mengambil jalan ini, petapa. Dijalan ini ada bandit Angulimala, membunuh, bertangan-berlumur-darah, terbiasa memukul dan suka kekerasan, tanpa kenal ampun kepada makhluk hidup. Berbagai desa, kota, dan daerah dihancurkan olehnya. Dia terus saja membunuh orang dan jari-jari korban digunakannya sebagai untaian kalung. Orang-orang lewat jalan ini dalam kelompok sepuluh, dua puluh, tiga puluh, dan bahkan empat puluh, tetapi tetap saja mereka menjadi korban tangan Angulimala.” Ketika hal ini disampaikan, Yang Terberkahi meneruskan perjalanannya dengan diam.

Untuk kedua kalinya… Untuk ketiga kalinya para penggemala sapi, penggembala kambing, dan pembajak sawah memberitahukan hal ini kepada Yang Terberkahi, tetapi tetap saja Yang Terberkahi meneruskan perjalanannya dengan diam.

4. Bandit Angulimala melihat Yang Terberkahi datang dari kejauhan. Ketika melihat Beliau, dia berpikir. “Ini bagus, ini luar biasa! Orang-orang melewati jalan ini dalam kelompok sepuluh, dua puluh,[99] tiga puluh, dan bahkan empat puluh, dan tetap saja mereka menjadi korban tanganku. Dan sekarang petapa ini datang sendiri, tidak ditemani, seolah-olah, di dorong oleh nasib. Mengapa aku tidak membunuh petapa ini saja?” Angulimala kemudian mengambil pedang dan tamengnya, memasang busur dan tempat anak paahnya, dan mengikuti dari dekat di belakang yang terbekahi.

5. Maka Yang Terberkahi menunjukkan kekuatan supranormal yang sedemikian sehingga bandit Angulimala, walaupun berjalan secepatnya yang dia bisa, tidak sanggup mengejar Yang Terberkahi yang berjalan dengan kecepatan normal. Kemudian bandit Angulimala berpikir; “Ini hebat, ini luar biasa! Aku bisa mengejar bahkan gajah yang cepat dan menangkapnya; aku bisa mengejar bahkan kuda yang cepat dan menangkapnya; aku bisa mengejar bahkan kereta yang cepat dan menangkapnya; aku bisa mengejar bahkan rusa yang cepat dan menangkapnya; tetapi sekarang, walaupun aku berjalan secepat yang aku bisa, aku tidak sanggup mengejar petapa yangberjalan dengan kecepatan normal ini!” Dia pun berhenti dan berteriak kepada Yang Terberkahi: “berhenti, petapa! Berhenti, petapa!”

“Aku telah berhenti, Angulimala, engkau pun berhentilah juga.”

Kemudian bandit Angulimala berpikir: “Petapa-petapa ini, putra -putra Sakya, berbicara kebenaran, menegaskan kebenaran; tetapi walaupun petapa ini masih berjalan, dia mengatakan: ‘Aku telah berhenti, Angulimala, engkau pun berhentilah juga.’ Sebaliknya kutanya petapa ini.”

6. Maka bandit Angulimala berkata kepada Yang Terberkahi dalam bait-bait demikian:

“Sementara engkau sedang berjalan, petapa, kau katakan padaku engkau telah berhenti;
Tetapi sekarang, ketika aku telah berhenti, kau katakan aku belum berhenti.
Aku bertanya kepadamu kini, O petapa, tentang artinya:
Bagaimana bisa engkau telah berhenti dan aku belum?”
“Angulimala, aku telah berhenti selamanya,
Aku bebas dari kekerasan terhadap makhluk hidup;
Tetapi engkau tidak punya pengendalian diri terhadap makhluk-makhluk hidup:
Itulah sebabnya aku telah berhenti dan engkau belum.” [100]

“Oh, akhirnya petapa ini, orang suci yang dihormati,
Telah datang ke hutan besar ini demi aku.821
Setelah mendengar baitmu yang mengajarkan Dhamma kepadaku,
Aku benar-benar akan meninggalkan kejahatan selamanya.”

Setelah berkata demikian, bandit itu mengambil pedang dan senjatanya
Dan melemparkannya ke kedalaman jurang yang menganga;
Si bandit menyembah di kaki Yang Tertinggi,
Dan saat itu dan di sana juga memohon pentahbisan.

Yang tercerahkan, Manusia Suci dengan Kasih Sayang yang Besar,
Sang Guru dunia dengan [semua] dewanya,
Berkata kepadanya dengan kata-kata ini, Datanglah, bhikkhu.”
Dan demikianlah dia menjadi bhikkhu.822

7. Kemudian Yang Terberkahi mulai berkelana kembali ke Savantthi dengan Angulimala sebagai pelayan Beliau. Berkelana secara bertahap, Beliau akhirnya tiba di Savatthi, dan di sana Beliau berdiam di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.

8. Pada kesempatan itu, banyak sekali orang yang berkumpul di gerbang-gerbang bagian dalam istana Raja Pasenadi, dengan sangat keras dan bising mereka berteriak: “Baginda, bandit Angilamala ada di wilayahmu; dia membunuh, bertangan-berlumur-darah, terbiasa memukul dan suka kekerasan, tak kenal ampun kepada makhluk hidup. Berbagai desa, kota,[98] dan daerah dihancurkan olehnya. Dia terus saja membunuh orang dan jari-jari korban digunakannya sebagai untaian kalung Raja harus menumpangnya!”

9. Dan di tengah hari, Raja Pasenadi dari Kosala pergi keluar dari Savatthi dengan lima ratus pasukan kuda dan berangkat menuju taman itu. Dia pergi sejauh jalan dapat dilewati kereta dan kemudian turun dari keretanya untuk melanjutkan perjalanan berjalan kaki menuju Yang Terberkahi.[101] Setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, ia duduk di satu sisi, dan Yang Terberkahi berkata kepadanya: “Ada apa, raja yang agung? Apakah Raja Seniya Bimbisara dari Magadha menyerangmu, atau para Licchavi dari Vesali, atau raja-raja lain yang bermusuhan?”

10. “Bhante, Raja Seniya Bimbisara dari Maghada tidak menyerangku, tidak juga para Licchavi dari Vesali maupun raja-raja lain yang bermusuhan. Tetapi di wilayahku ada seorang bandit bernama Angulimala, yang membunuh, bertangan-berlumuran-darah, terbiasa memukul dan suka kekerasan, tak kenal ampun kepada makhluk hidup. Berbagai desa, kota, dan daerah dihancurkan olehnya. Dia terus saja membunuh orang dan jari-jari korban digunakannya sebagai untaian kalung. Sayaa tidak akan pernah bisa menumpasnya, Bhante.”

11. Raja yang agung, seandainya engkau melihat bahwa Angulimala telah mencukur rambut dan jenggotnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berumah, bahwa dia tidak lagi membunuh makhluk hidup tidak lagi, mengambil apa yang tidak diberikan dan tidak lagi bicara bohong; bahwa dia tidak makan di malam hari melainkan makan hanya di satu bagian hari, dan hidup selibat, luhur, dengan watak baik. Seandainya engkau melihat dia demikian, bagaimana raja akan memperlakukannya?”

“Bhante, kami akan memberi hormat dia, atau bangkit untuk menghormati dia, atau mempersilahkan dia duduk; atau kami akan mengundang dia untuk menerima jubah, dana makanan, tempat istirahat, atau kebutuhan-kebutuhan obat; atau kami akan mengatur bagimua penjagaan, pertahanan, dan perlindungan. Tetapi, Bhante, dia adalah manusia yang tak-bermoral, manusia yang berwatak jahat. Bagaimana mungkin dia memiliki moralitas dan pengendalian semacam itu?”

12. Pada saat itu, Angulimala sedang duduk tidak jauh dari Yang Terberkahi. Maka Yang Terberkahi mengulurkan tangan kanannya dan berkata kepada Raja Pasenadi dari Kosala; “Raja Yang agung, inilah Angulimala.”

Raja Pasenadi menjadi ketakutan, khawatir, dan ngeri, ketika mengetahui ini, Yang Terberkahi berkata: “Jangan takut, raja yang agung, jangan takut. Tidak ada yang perlu engkau takuti dari dia.”

Maka rasa takut, [102] khawatir, dan ngeri raja pun mereda, Dia mendekat pada Y.M. Angulimala dan berkata: “Bhante, apakah tuan yang terhormat ini benar-benar Angulimala?”

“Ya, raja yang agung.”

“Bhante, dari keluarga apakah ayah tuan yang terhormat? Dari keluarga manakah ibunya?”

“Ayahku adalah seorang Gagga, raja yang agung; ibuku seorang Mantani.”

“Semoga tuan Gagga Mantaniputta yang terhormat beristirahat dengan tenang. Saya akan menyediakan jubah, dana makanan, tempat istirahat, dan kebutuhan-kebutuhan obat untuk tuan Gagga Mantaniputta yang terhormat.”

13. Pada saat itu Y.M. Angulimala adalah penghuni-hutan, pemakan dana-makanan, pemakai kain-buangan, dan membatasi membatasi diri dengan jubah. Dia menjawab: “Cukup, raja yang agung, tiga jubahku sudah lengkap.”

Raja Pasenadi kemudian kembali kepada Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat, dia duduk di satu sisi dan berkata:

“Sungguh luar biasa, Bhante, sungguh hebat bagaimana Yang Terberkahi menjinakkan yang tak-terjinakkan, membawa kedamaian bagi yang tidak-damai, dan membimbing menuju Nibbana mereka yang belum mencapai Nibbana. Bhante, kami sendiri tidak bisa menjinakkannya dengan kekuatan dan senjata, tetapi Yang Terberkahi menjinakkannya tanpa kekuatan atau pun senjata. Dan sekarang, Bhante, kami berangkat. Kami sibuk dan banyak yang harus dilakukan.”

“Sekaranglah waktunya, raja yang agung, untuk melakukan apa yang kau anggap sesuai.”

Kemudian Raja Pasenadi di Kosala bangkit dari tempat duduknya. Setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dengan tetap menjaga agar Beliau di sisi kanannya, dia pergi.

14. Suatu pagi, Y.M. Angulimala berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luarnya, lalu pergi ke Savatthi untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika beliau berkelana untuk dana makanan dari rumah ke rumah di Savatthi, dia melihat seorang perempuan sedang melahirkan anak cacat. [103] Ketika melihat ini, dia berpikir: “Betapa menderitanya para makhluk! Sungguh, bepata menderitanya para makhluk!”

Setelah berkelana untuk mengumpulkan dana makanan di Savathi dan kembali, setelah makan Y.M. Angulimala menemui Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, dia duduk di satu sisi dan berkata: “Bhante, di pagi hari saya berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luar saya, dan pergi ke Savathi untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika saya berkelana untuk mengumpulkan dana makanan dari rumah ke rumah di Savatthi, saya melihat seorang perempuan sedang melahirkan anak cacat. Ketika melihat ini, saya berpikir: “Betapa menderitanya para makhluk! Sungguh, betapa menderitanya para makhluk!”

15. “Kalau begitu, Angulimala, pergilah ke Savatthi dan katakan kepada perempuan itu: ‘Saudari, sejak saya terlahir di dalam kelahiran mulia, saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!’”

“Bhante, apakah saya tidak menceritakan kebohongan yang disengaja, karena toh dengan sengaja saya telah membunuh banyak makhluk hidup?”

“Kalau begitu, Agulimala, pergilah ke Savatthi dan katakan kepada perempuan itu: ‘Saudari, sejak saya terlahir dengan kelahiran mulia, saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!’”823

“Ya. Bhante,” Jawab Y.M. Angulimala, dan setelah pergi ke Savatthi dia berkata kepada perempuan itu: “Saudari, sejak saya terlahir dengan kelahiran mulia, Saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!” Kemudian perempuan dan bayinya itu menjadi sejahtera.

16. Tak lama kemudian, dengan berdiam sendiri, melihat ke dalam diri, rajin, bersemangat, dan mantap, Y.M. Angulimala, dengan merealisasikan bagi dirinya sendiri melalui pengetahuan langsung, di sini dan kini masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang untuknya para pria baik-baik dengan benar meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berumah. Dia langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak lagi ada kelahiran di alam mana pun juga.”[104] Dan Y.M. Angulimala menjadi salah satu Arahat.

17. Suatu pagi, Y.M. Angulimala berpakaian, mengambil mangkuk serta jubah luarnya, dan pergi ke Savatthi untuk mengumpulkan dana makanan. Pada waktu itu, seseorang melempar tongkat yang mengenai tubuhnya, lalu orang lain melempar pecahan tembikar yang mengenai tubuhnya. Kemudian, dengan darah yang mengalir dari kepalanya yang terluka, dengan mangkuknya yang pecah dan jubah luarnya yang robek, Y.M. Angulimala menemui yang Terberkahi. Yang Terberkahi melihat dia datang dari kejauhan dan berkata: “Tanggunglah, brahmana! Tanggunglah, brahmana! Engkau mengalami di sini dan kini akibat tindakan-tindakan yang karenanya engkau mungkin di siksa di neraka selama bertahun tahun selama beratus-ratus tahun, selama beribu-ribu tahun.”824

18. Pada suatu saat, ketika Y.M. Angulimala sedang sendirian bermeditasi dan mengalami kebahagiaan pembebasan, beliau mengucapkan ungkapan ini:825

“Dia yang pernah hidup lalai
Dan kemudian tidak lalai,
Dia menyinari dunia
Bagaikan rembulan yang terbebas dari awan

Yang menghentikan perbuatan-perbuatan jahat yang telah dilakukannya
Dengan melakukan perbuatan-perbuatan bajik sebagai gantinya
Dia menyinari dunia
Bagaikan rembulan yang terbebas dari awan

Bhikku muda yang mengerahkan
Usaha-usahanya untuk Ajaran Buddha,
Dia menyinari dunia
Bagaikan rembulan yang terbebas dari awan.

Semoga musuh-musuhku mendengar khotbah Dhamma,
Semoga mereka tekun dalam Ajaran Buddha,
Semoga musuh-musuhku melayani orang-orang baik itu
Yang membimbing orang lain untuk menerima Dhamma.

[105] Semoga musuh-musuhku mau memasang telinga dari saat ke saat
Dan mendengar Dhamma dari mereka yang mengkotbahkan kesabaran,
Dari mereka yang juga menyampaikan pujian tentang kebaikan hati
Dan semoga mereka menjalankan Dhamma itu dengan perbuatan-perbuatan baik.

Karena tentu kemudian mereka tidak akan ingin menyakitiku,
Tidak juga mereka berpikir untuk merugikan makhluk lain,
Maka, mereka yang mau melindungi semuanya, yang lemah dan kuat,
Semoga mereka mencapai kedamaian yang melebihi semuanya.

Pembuat saluran mengarahkan air
Pembuat panah meluruskan batang anak-panah,
Tukang kayu meluruskan kayu,
Tetapi orang bijak berusaha untuk menjinakkan diri sendiri.

Ada beberapa yang menjinakkan dengan pukulan,
Beberapa dengan tongkat dan beberapa dengan cambuk;
Tetapi aku dijinakkan hanya oleh
Dia yang tidak memiliki tongkat maupun senjata.

‘Tak menyakiti’ adalah nama yang kini kutanggung,
Walaupun aku berbahaya di masa lalu.826
Nama yang kutanggung hari ini sungguh benar:
Aku sama sekali tidak menyakiti makhluk hidup.

Dan walaupun aku dulu hidup sebagai bandit
Dengan nama ‘Untaian-Jari,’
Orang yang disapu banjir deras,
Aku telah pergi untuk perlidungan kepada Buddha.

Dan walaupun aku dulu memiliki tangan yang terlumur darah
Dengan nama “Untaian-jari,”
Lihatlah perlindungan yang telah kutemukan:
Ikatan dumadi telah terpotong.

Walaupun aku dulu melaukan banyak perbuatan yang membawa
Menuju kelahiran di alam-alam yang jahat,
Namun akibatnya telah sampai padaku sekarang,
Maka kini aku makan bebas dari  hutang.827

Mereka adalah orang-orang tolol dan tidak punya akal sehat
Yang menyerahkan diri mereka  pada kelalaian,
Tetapi mereka yang punya kebijaksanaan menjaga ketekunan
Dan memperlakukannya sebagai kebaikan terbesar.

Jangan menyerah pada kelalaian
Jangan pula mencari sukacita dalam kesenangan-kesenangan indera,
Tetapi bermeditasilah dengan tekun
Agar supaya mencapai kebahagiaan sempurna.

Jadi silakan datang pada pilihanku itu
Dan biarlah hal itu bertahan, karena ia tidak salah dibuat;
Dari semua Dhamma yang diketahui manusia
Aku telah datang yang paling baik.

Jadi silakan datang pada pilihanku itu
Dan biarlah hal itu bertahan, karena ia tidak salah dibuat;
Aku telah mencapai tiga pengetahuan
Dan melaksanakan semua yang diajarkan Sang Buddha.”

Catatan

820
Nama “Angulimala” merupakan julukan yang berarti “untaian (mala) jari (anguli).” Dia adalah putra brahmana Bhaggava, pendeta bagi Raja Pasenadi dari Kosala. Nama yang diberikan sekarang adalah Ahimsaka, yang artinya “yang tidak merugikan.” Dia belajar di Takkasila, di mana dia menjadi kesayangan gurunya. Sesama siswa, karena iri kepadanya, memberitahu gurunya bahwa Ahimsaka telah melakukan perselingkuhan dengan istri gurunya itu. Dengan maksud menghancurkan Ahimsaka, guru itu memerintahkan dia untuk membawakan seribu jari sebagai bayaran. Ahimsaka hidup di hutan Jalini, menyerang para pelancong, memotong satu jari setiap korban, dan memakainya sebagai untaian kalung di lehernya. Pada saat sutta itu bermula, dia hanya kurang satu jari dan telah bertekad untuk membunuh orang berikutnya yang datang. Sang Buddha melihat ibu Angulimala sedang dalam perjalanan untuk mengunjungi dia, dan sadar bahwa Angulimala mempunyai kondisi-kondisi pendukung untuk menjadi Arahat. Maka Beliau mencegat dia sebelum ibunya keburu tiba.

821
MA menjelaskan bahwa Angulimala baru saja menyadari bahwa bhikkhu di hadapannya adalah Sang Buddha sendiri dan bahwa Beliau telah datang ke hutan dengan tujuan yang jelas yaitu untuk mengubahnya.

822
MA: karena jasa kebajikannya di masa lalu, Angulimala memperoleh mangkuk dan jubah melalui kekuatan spiritual dari Sang Buddha segera setelah Sang Buddha berkata, “Datanglah, bhikkhu.”

823
Bahkan sampai sekarang cetusan ini sering diulang oleh para bhikkhu sebagai mantra pelindung (paritta) untuk perempuan-perempuan hamil yang mendekati masa melahirkan.

824
MA Menjalankan bahwa tindakan berkehendak apa pun (kamma) mampu menghasilkan tiga jenis akibat: akibat yang dialami di sini dan kini, yaitu, dalam kehidupan yang sama ini dimana perbuatan itu dilakukan; akibat yang dialami di kehidupan yang akan datang; dan akibat yang dialami di kehidupan mana pun setelah yang berikutnya, selama perjalanan seseorang di lingkaran samsara masih berlanjut. Karena telah mencapai tingkat arahat, Angulimala lolos dari dua jenis akibat yang terakhir, tetapi tidak bisa lolos dari yang pertama, karena bahkan Arahat pun masih mengalami akibat-akibat tindakan kehidupan masa-kini yang mereka lakukan sebelum mereka mencapai tingkat arahat.

825
Beberapa syair berikutnya juga muncul di Dhammapada Syair-syair Angulimala ditemukan utuh di Thag 866-91.

826
Walaupun MA mengatakan bahwa Ahimsaka, “Tidak merugikan,” adalah nama Angulimala sekarang, kitab Komentar untuk Theragatha mengatakan bahwa nama aslinya adalah Himsaka, yang artinya “berbahaya”.

827
Sementara bhikkhu-bhikkhu mulia yang belum Arahat dikatakan makan dana makanan negeri itu sebagai warisan dari Sang Buddha, para Arahat makan “bebas dari hutang” karena dia telah membuat dirinya sepenuhnya pantas untuk menerima dana makanan. Lihat Vism 125-27.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: bluppy on 02 February 2014, 09:22:02 AM
saya tidak berani mewakili theravada dalam menjawab, tapi kalau saya sebagai theravada memiliki opini pribadi seperti ini. semua agama dan semua aliran tidak ada yang salah ataupun sesat. cuma saja kan memang tujuan dan caranya berbeda beda jadi tidak bisa disalahkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 03 February 2014, 02:15:51 PM
saya tidak berani mewakili theravada dalam menjawab, tapi kalau saya sebagai theravada memiliki opini pribadi seperti ini. semua agama dan semua aliran tidak ada yang salah ataupun sesat. cuma saja kan memang tujuan dan caranya berbeda beda jadi tidak bisa disalahkan.

Substansi-nya, Kalau sudah menggunakan referensi theravada sebagai pedoman praktek kehidupan dan spiritual, tentu-nya menganggap theravada itu benar yang lainnya salah... demikian juga praktisi mahayana, pasti akan menganggap yang lainnya adalah salah... Gak mungkin semua benar, tidak ada yang salah.

Ucapan seperti ini adalah ucapan normatif dan diplomatis saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 03 February 2014, 03:25:23 PM
Substansi-nya, Kalau sudah menggunakan referensi theravada sebagai pedoman praktek kehidupan dan spiritual, tentu-nya menganggap theravada itu benar yang lainnya salah... demikian juga praktisi mahayana, pasti akan menganggap yang lainnya adalah salah... Gak mungkin semua benar, tidak ada yang salah.

Ucapan seperti ini adalah ucapan normatif dan diplomatis saja.

Gak harus begitu lah, Bro. Pada kenyataannya tidak ada yang murni, bisa saja seseorang yang walaupun mengaku pengikut theravada namun juga pandangannya tercampur baur dengan mahayana, yang mungkin oleh karena itulah ada aliran lain lagi yang mengaku gabungan dari aliran2, karena pada kenyataannya memang begitu, ada yang nyampur, ada yang setengah yakin, ada yg "terlalu" yakin, dan lain2. Seseorang memilih agama dan atau aliran, mungkin lebih banyak disebabkan oleh kecocokan atau bahkan kebetulan, cocok dengan lingkungannya, atau kebetulan cocok dg pandangannya, kebetulan tradisi keluarga atau banyak temannya atau cocok dg ritualnya dll. Jadi tidak selalu karena "kebenarannya". Lagipula, kalau membaca beberapa tulisan dari "guru-guru" yang berasal dari aliran yang berbeda, menurut saya isinya juga pada dasarnya kurang lebih sama.

Selain itu tentunya memang ada juga yg ngotot kalo alirannya paling benar, bahkan bukan hanya alirannya yg paling bener tapi dirinya yang paling bener, semua aliran salah.... :)) Yang jelas macem2 dah.

Substansinya, kita nda bole main ketok palu bgitu aja karena kita nda tahu yang sebenar2nya. Peace....  :>-
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 03 February 2014, 04:37:18 PM
Dikit lagi 100 halaman, ayo ramaikan ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 03 February 2014, 05:07:54 PM
Gak harus begitu lah, Bro. Pada kenyataannya tidak ada yang murni, bisa saja seseorang yang walaupun mengaku pengikut theravada namun juga pandangannya tercampur baur dengan mahayana, yang mungkin oleh karena itulah ada aliran lain lagi yang mengaku gabungan dari aliran2, karena pada kenyataannya memang begitu, ada yang nyampur, ada yang setengah yakin, ada yg "terlalu" yakin, dan lain2. Seseorang memilih agama dan atau aliran, mungkin lebih banyak disebabkan oleh kecocokan atau bahkan kebetulan, cocok dengan lingkungannya, atau kebetulan cocok dg pandangannya, kebetulan tradisi keluarga atau banyak temannya atau cocok dg ritualnya dll. Jadi tidak selalu karena "kebenarannya". Lagipula, kalau membaca beberapa tulisan dari "guru-guru" yang berasal dari aliran yang berbeda, menurut saya isinya juga pada dasarnya kurang lebih sama.

Selain itu tentunya memang ada juga yg ngotot kalo alirannya paling benar, bahkan bukan hanya alirannya yg paling bener tapi dirinya yang paling bener, semua aliran salah.... :)) Yang jelas macem2 dah.

Substansinya, kita nda bole main ketok palu bgitu aja karena kita nda tahu yang sebenar2nya. Peace....  :>-

ente kagak ngerti yang saya tulis-kan... Kalau ente praktek ajaran A, tentu saja pada waktu praktek itu, anda menganggap ajaran A yang benar, sehingga anda praktekkan... karena jika anda menganggap ajaran B yang benar, masa anda praktekkan ajaran A.

Jadi kata-kata soal tidak ada ajaran yang salah itu cuma basa-basi, ucapan normatif, diplomasi...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hendrako on 03 February 2014, 05:57:29 PM
Ilustrasi dari tulisan ane sebelumnya kurang lebih begini bro,

Ibarat makan bakmie, orang bisa saja menggunakan sumpit atau sendok+ garpu.
Saya bisa menggunakan sumpit, tapi saya lebih suka menggunakan sendok dan garpu.
Saya menggunakan sendok + garpu, bukan berarti saya menganggap bahwa menggunakan sumpit adalah salah.
Namun karena saya merasa lebih nyaman menggunakan sendok dan garpu ketimbang menggunakan sumpit.

Begitulah ilustrasi sederhananya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: adi lim on 04 February 2014, 06:33:28 AM
Ilustrasi dari tulisan ane sebelumnya kurang lebih begini bro,

Ibarat makan bakmie, orang bisa saja menggunakan sumpit atau sendok+ garpu.
Saya bisa menggunakan sumpit, tapi saya lebih suka menggunakan sendok dan garpu.
Saya menggunakan sendok + garpu, bukan berarti saya menganggap bahwa menggunakan sumpit adalah salah.
Namun karena saya merasa lebih nyaman menggunakan sendok dan garpu ketimbang menggunakan sumpit.

Begitulah ilustrasi sederhananya.


belum lagi dibahas lauknya(isi mie), mie goreng, mie ayam, mie sapi, mie baso, mie keriting, mie hijau, mie cacang sampai rasa indomie, bisa ratusan jenis mie ........  ???

yang penting kenyang ah... :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 04 February 2014, 07:45:05 AM
apakah ada suatu praktek yang ada+benar di ajaran theravada dan ada+benar di ajaran mahayana, yang bukan basi-basi dan bukan diplomatis? apakah ada contohnya yang bisa disebutkan?

kalo ada berarti bisa saja anggota sekte theravada mengakui kebenaran ajaran mahayana, dan sebaliknya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: juanpedro on 04 February 2014, 08:38:24 AM
kenapa mengevaluasi kebenaran aliran A memakai standar kebenaran aliran B?

imo, untuk mengevaluasi kebenaran aliran X, maka setidaknya seseorang harus mempraktikan (pake tubuh & pikiran) aliran tersebut; apakah metodenya mengantarkan hasil yang dijanjikan atau tidak.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: seniya on 04 February 2014, 11:43:10 AM
apakah ada suatu praktek yang ada+benar di ajaran theravada dan ada+benar di ajaran mahayana, yang bukan basi-basi dan bukan diplomatis? apakah ada contohnya yang bisa disebutkan?

kalo ada berarti bisa saja anggota sekte theravada mengakui kebenaran ajaran mahayana, dan sebaliknya...


JMB8?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 04 February 2014, 12:13:50 PM
apakah ada suatu praktek yang ada+benar di ajaran theravada dan ada+benar di ajaran mahayana, yang bukan basi-basi dan bukan diplomatis? apakah ada contohnya yang bisa disebutkan?

kalo ada berarti bisa saja anggota sekte theravada mengakui kebenaran ajaran mahayana, dan sebaliknya...


Kalau saya mengikuti praktek ajaran theravada, tentu-nya menganggap praktek ajaran lain adalah salah (tidak sesuai dengan nilai-nilai yang saya anggap sebagai kebenaran). Demikian juga praktisi ajaran mahayana, tentu-nya menganggap praktek ajaran lain salah... Kalau tidak demikian, kenapa tidak praktek ajaran lain ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 04 February 2014, 12:15:36 PM
apakah ada suatu praktek yang ada+benar di ajaran theravada dan ada+benar di ajaran mahayana, yang bukan basi-basi dan bukan diplomatis? apakah ada contohnya yang bisa disebutkan?

kalo ada berarti bisa saja anggota sekte theravada mengakui kebenaran ajaran mahayana, dan sebaliknya...


Jika memang sama, tidak akan terpisah dan berbeda ajarannya.

Jika bumi itu bulat, Tidak akan bisa pernyataan bumi itu datar itu benar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: morpheus on 04 February 2014, 08:26:25 PM
JMB8?
betul dan banyak lagi yang lain.
jadi bisa saja memegang referensi dan doktrin theravada, namun melihat praktik mahayanis benar dan sesuai dengan pegangannya.
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: marcedes on 04 February 2014, 11:31:37 PM
theravada n mahayana nama aja udah beda...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: K.K. on 05 February 2014, 10:51:10 AM
betul dan banyak lagi yang lain.
jadi bisa saja memegang referensi dan doktrin theravada, namun melihat praktik mahayanis benar dan sesuai dengan pegangannya.
 
Jika yang dimaksud "Theravada" adalah "Mahavihara" mentok, maka sebetulnya memang benar pandangannya adalah hanya ajaran dan praktik dalam "Theravada" yang benar, lainnya pandangan salah, bermakna semu, tercemar ajaran sesat, bersifat memecah, dll.

Tapi jika "Theravada" mengacu pada semua sekte Theravada Srilanka seperti Tamraparni-Vibhajyavada, Mahisasaka, Dhammarucika, Tamrasatiya, Sagalika, Vetullaka yang juga sebagian besar mengadopsi Mahayana, maka ada pandangan bahwa beda cara bisa sama-sama benar, tergantung cocok-cocokan.

Jadi secara fakta bisa ditemukan banyak persamaan dan perbedaan antara sekte-sekte Buddhis. Tapi masalah benar/sesat/cocok-cocokan adalah tergantung persepsi masing-masing, ada yang cenderung seperti Dipavamsa dan ada yang cenderung seperti I Ching.

Spoiler: ShowHide
Dipavamsa:
Tujuh belas aliran ini bersifat memecah belah, hanya satu aliran yang tidak bersifat memecah belah.
Dengan aliran yang tidak bersifat memecah belah, terdapat delapan belas [sub-aliran] semuanya.
Seperti sebatang pohon banyan besar, Theravāda merupakan yang tertinggi, Dispensasi [sasana/ajaran] dari Sang Penakluk, sempurna, tanpa kekurangan atau kelebihan.
Aliran-aliran lainnya muncul bagaikan duri pada pohon tersebut.

-------

Catatan harian I Ching:
Ajaran Buddha adalah ibarat tongkat emas yang telah pecah menjadi delapan belas bagian. Sebagaimana setiap bagian adalah bagian dari tongkat asalnya, demikian juga intisari dari Ajaran Buddha tetap terpelihara tak berubah walaupun telah terpecah menjadi delapan belas aliran.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: jsilavati on 04 July 2014, 11:56:35 AM
Ikutilah Teladan Sang Buddha
Sangatlah bijaksana apabila kita senantiasa mengingat bahwa tidak pernah terdapat 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' di era Sang Buddha Gautama membabarakan Dharma. Label-label tersebut baru diperkenalkan di era sesudahnya oleh umat Buddha sebagai suatu alasan untuk memudahkan mereka memahami darimana seseorang itu memandang kedalaman dan totalitas dari Sang Buddha dan AjaranNya. Karenanya kita tidak seharusnya bermimpi untuk menyebut Sang Buddha sebagai seorang 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' , bahkan Sang Buddha tidak pernah menyebut diriNya sebagai seorang 'Buddhist'.

Ven. Piyasilo
Vihara Buddhist Damansara
Hari Devarohana (14 Oktober 1981)
Ditulis khusus untuk UNISAINS 1981
Dari naskah asli : The One Way, A Comparative Study of Mahayana and Theravada
Penerjemah : Ir. Edij Juangari
Diterbitkan oleh : Yayasan Penerbit Karaniya, Bandung _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: dilbert on 04 July 2014, 02:22:00 PM
Ikutilah Teladan Sang Buddha
Sangatlah bijaksana apabila kita senantiasa mengingat bahwa tidak pernah terdapat 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' di era Sang Buddha Gautama membabarakan Dharma. Label-label tersebut baru diperkenalkan di era sesudahnya oleh umat Buddha sebagai suatu alasan untuk memudahkan mereka memahami darimana seseorang itu memandang kedalaman dan totalitas dari Sang Buddha dan AjaranNya. Karenanya kita tidak seharusnya bermimpi untuk menyebut Sang Buddha sebagai seorang 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' , bahkan Sang Buddha tidak pernah menyebut diriNya sebagai seorang 'Buddhist'.

Ven. Piyasilo
Vihara Buddhist Damansara
Hari Devarohana (14 Oktober 1981)
Ditulis khusus untuk UNISAINS 1981
Dari naskah asli : The One Way, A Comparative Study of Mahayana and Theravada
Penerjemah : Ir. Edij Juangari
Diterbitkan oleh : Yayasan Penerbit Karaniya, Bandung _/\_

---

Bukti-nya beda tuh ajarannya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: wijananda on 24 August 2014, 08:32:21 PM
Apa bedanya jika th*******vada tidak sama dengan ma******yana.
Hayo mana predatornya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Predator on 24 August 2014, 10:22:34 PM
Apa bedanya jika th*******vada tidak sama dengan ma******yana.
Hayo mana predatornya.



Lagi istirahat mau siap2 ngeburu alien
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: tommytjiu on 31 August 2014, 04:04:33 PM
saya kutip pernyataan 'tetangga' saja,
jika kamu bisa menunjukkan kebaikan kepada siapa saja, orang tidak perlu tanya kamu dari Th******, Mah*****, atay Va*******... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: btj on 31 August 2014, 04:35:34 PM
Dan jika kita selalu melakukan kejahatan kepada siapa saja, maka orang lain juga tidak akan bertanya dari aliran mana kita berasal, tapi akan langsung digebukin. :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: The Ronald on 01 September 2014, 05:16:25 PM
sebelum mulai mahayana..theravada... ada baiknya baca dulu ini..jaman sebelum..mahayana.. ada sekitar 18 aliran (disana juga ada reverensi dari sutta maupun vinaya...

http://dhammacitta.org/forum/index.php/board,82.0.html
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 24 October 2014, 07:43:27 PM
Apa. Benar teravada bisa menyebabkan semua mahluk bahagia.
Jika bisa bagaimana caranya
Jika tidak kenapa iklannya tidak
Diganti saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 25 October 2014, 12:58:15 AM
Hayo
Sama sama gelar tikar
Duduk manis
Ditemani secangkir kopi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 25 October 2014, 01:06:11 AM
Sdr prxxxxxtor
Menyambung jawaban pada
Pertanyaan yg sama
Di thread yg locked

Ketulusan tidak dinilai
Dari kata kata.
Dengan berdiamkita tetap
Bisa tulus lurus.

 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 25 October 2014, 01:19:56 AM
Sdr wxxxxxliam
Sy menunggu argumen anda
Argumen positif yang membangun
Kalau hanya nulis
Kunci
Apa susahnya
Tidak usah jadi moderator
Juga bisa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Predator on 25 October 2014, 01:33:34 AM
Sdr prxxxxxtor
Menyambung jawaban pada
Pertanyaan yg sama
Di thread yg locked

Ketulusan tidak dinilai
Dari kata kata.
Dengan berdiamkita tetap
Bisa tulus lurus.

 


kalau berdiam menurut anda bisa tulus lurus ya tidak masalah, dan bagi yg lain perlu diucapkan juga tidak masalah, yg membuat menjadikannya masalah adalah inti permasalahannya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 25 October 2014, 01:39:15 AM
Iklan pak
Atau bagaimana caranya.
Mudah dipahami



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Predator on 25 October 2014, 02:07:42 AM
Sdr wxxxxxliam
Sy menunggu argumen anda
Argumen positif yang membangun
Kalau hanya nulis
Kunci
Apa susahnya
Tidak usah jadi moderator
Juga bisa.


supaya gak di LOCK coba kita terutama anda gunakan bahasa yg mudah dicerna, terus terang saya ikut jadi korban lock hanya karena mencoba sharing discussion dengan tipe orang yg berbeda-beda style, salah satunya seperti anda :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 25 October 2014, 02:33:36 AM
Jadi bersih clear
Kadang persoalan kecil jadi besar
Tapi ini besar menjadi kecil.
Aman pak .
teravada punya penjaga gawang 24jam
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 25 October 2014, 02:44:46 AM
Pak
Ada thread kadar
Bukan ala kadarnya
Sudah kesana kemari
Tapi belum laku
Mampir pak
Diisi argumen
Style khusus tentunya

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 25 October 2014, 03:01:06 AM
Jaga ketiga memang spt ini
Pak Masih ingat sama
Gembala abadi.
Pasti bukan teravada pak.
Berkelana terus sepanjang masa.
Kapan matinya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: abiyasa on 25 October 2014, 09:27:47 AM
Apa. Benar teravada bisa menyebabkan semua mahluk bahagia.
Jika bisa bagaimana caranya
Jika tidak kenapa iklannya tidak
Diganti saja.

apa bener melewati jalanan solo-jogja bisa nyampe ke tugu jogja ?
jika bisa bijimana caranya ?

apakah dgn cm ada nya jalanan itu, anda bs lsng nyampe ke tugu jogja tanpa anda melawati proses berjalan ?
apa cm percaya, saya nyampe ke tugu jogja tanpa melalui proses ? itu Pe-A nama nya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 25 October 2014, 12:02:04 PM
Benar sekali
Cerita jalannya bgmn
Atau ganti iklan.

Anda pernah mendengar
1 +1 belum tentu 2.
Bisa 11 khan . Atau 4
Naaa
Kalau sdh begini bagaimana
Ganti saja iklannya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: abiyasa on 25 October 2014, 05:30:17 PM
Benar sekali
Cerita jalannya bgmn
Atau ganti iklan.

wah anda bener-bener Pe-A, kan udah saya kataken...

apakah dgn cm ada nya jalanan itu, anda bs lsng nyampe ke tugu jogja tanpa anda melawati proses berjalan ?

apa kata kunci disitu ? proses ? lewati lah proses itu...

iklan tidak perlu diganti, tapi konsumen yang bodoh lah yang tidak perlu melihat/mendengar iklan yang begitu indah... maaf, dengan kata lain, otak konsumen itu ga sampai tuk menalar iklan tersebut. ya seperti anda gitu contoh nya...


Anda pernah mendengar
1 +1 belum tentu 2.
Bisa 11 khan . Atau 4
Naaa
Kalau sdh begini bagaimana
Ganti saja iklannya

jika 1 + 1 adalah 2 itu jelas dan bisa di jelaskan...

jika 1 + 1 = 11 atau 4 apakah anda bisa jelaskan ? jika tidak bisa anda jelaskan secara jelas dan eksak maka semakin memperjelas title Pe-A anda...

lagi-lagi saya menegaskan...

iklan tidak perlu diganti, tapi konsumen yang bodoh lah yang tidak perlu melihat/mendengar iklan yang begitu indah... maaf, dengan kata lain, otak konsumen itu ga sampai tuk menalar iklan tersebut. ya seperti anda gitu contoh nya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 25 October 2014, 07:29:09 PM
 biarlah yg lainnya menjawab
Anda juga belum menceritakan jalannya.
Oh ya
Mengapa teravada di sini sepi.
Bagaimana caranya banyak biasa menjadi sedikit
Sy pamit dulu
Sy cari jawabannya di vihara teravada si

SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA
SABHE SATTTA BHAVANTU SUKHITATHA.
SADHU SADHU SADHU
ANUMODANA ATAS PERHATIAN SDR SEKALIAN.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: abiyasa on 25 October 2014, 09:16:13 PM
biarlah yg lainnya menjawab
Anda juga belum menceritakan jalannya.
Oh ya
Mengapa teravada di sini sepi.
Bagaimana caranya banyak biasa menjadi sedikit
Sy pamit dulu
Sy cari jawabannya di vihara teravada si

SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA
SABHE SATTTA BHAVANTU SUKHITATHA.
SADHU SADHU SADHU
ANUMODANA ATAS PERHATIAN SDR SEKALIAN.

Jika anda masuk ke forum diskusi ini dengan cara baik dan bertanya dengan baik, maka saya akan menjelaskan proses itu dengan baik, seperti kata anda, iklan itu akan saya sampaikan dengan baik.

namun jika anda tidak punya etika yang baik dan hanya bertujuan merecokin forum diskusi ini, maka saya hanya menjelaskan iklan itu secara garis besar, seperti yang sudah saya utarakan yaitu proses.

mengapa disini sepi, karena sebagian besar topik telah di bahas di forum ini. tapi itu bukan tolak ukur untuk anda mengklaim kebenaran ajaran theravada. batu mulia jumlah nya lebih sedikit (buddhism - theravada) daripada batu kerikil murahan yang berserakan di sepanjang jalan tanpa kualitas yang berarti (ajaran dan agama anda)

anda tidak perlu mencari ke vihara-vihara theravada, jawaban saya sudah cukup, itu pun jika anda masih bisa nalar dengan pemikiran Pe-A anda...  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 26 October 2014, 05:15:53 AM
Sdh sy dapatkan jawabannya
Ternyata mereka mengharapkan
Semua sebagai bagian dari satu
Dengan menggunakan kata semua
Maka akan mengena bagian bagian yg kecil
Seperti konsep tidak terbatas pada arupa lokiya4

Sayang kata kata ini
Sering menjadi bahan gurau
Karena arupa memang
Terlihat mengada ngada
Bandingkan dgn
Semoga anda berbahagia
Lebih realita

Sy tidak bisa terima
Orang mengolok mengolok
Nama bagawan, resi
Kemudian ada yang
Beretika laki bersifat perempuan
Diforum
Sy tanyakan langsung
Anda belum menjawabnya
Malah gara gara sdr rxxx
Threadnya dilock.

Anda mewakili mereka
Mesti tahu kebenaran ini
Menjawabnya kembali
Tidak perlu berjalan kemana mana
Untuk menjelaskan semoga semua dst dst

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 26 October 2014, 05:25:19 AM
Batu mulia teravada lebih banyak
Dari yg dari kerikil murahan yg lain.
Belum tentu sdr
Anda lihat sendiri
Bagaimana pemahaman
Didasarkan atas sutta maya
Itu bukan panna
Salah besar menyebutkan
Itu panna.
Itu yg anda anggap batu mulia.
Atau anda jawab dgn proses kembali
Kenapa tidak diluruskan
Mulai dari awal saja.



Mengenai p a
Itu dari anda
Bukan timbul pada sy
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 26 October 2014, 05:42:11 AM
Ngomong ngomong
Pendapat anda  bgmn
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 26 October 2014, 06:06:02 AM
Mengenai batu mulia itu
Akan sy tanyakan
Ke vxxxxxx tetavada lagi.
Semoga mereka menjawab
Dgn baik.kebetulan ini holiday.

Sdr axxxxxx
Tunjukkan bagian
Jawaban sy yg kxxxxng wxxxxras
Menurut anda.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 26 October 2014, 06:22:52 AM
Tidak mungkin
Memberi pengertian
Dengan menggunakan sutta
Karena kondisinya berbeda
Siapa beliauyg bicara disutta,
siapa yg diajakbicara, bagaimana
Keadaan di india saat itu.

Tentunya koment anda
Tidak menjadikan.
Fotokopi Dari sutta itu.
Tentunya dalam bahasa sederhana
Mudah dipahami
Atau
Ganti saja iklannya.
Dengan mulai
Dari forum
Kampanye u iklan baru.



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 26 October 2014, 07:24:08 AM
Ternyata vihara tcxxxvada
Sedang ramai
Sy bertemu dgn orang tua
Yg menjaga didepan
Ngobrol sebentar
Ini jawabannya

Tiga permata teravada
Adalah budha damma sangha
Mereka adalah bagian yg tidak terpisah
Tapi bukan satu kesatuan yg berdiri sendiri

Berkilau bagai matahari di surga
Disebutkan juga matahari di surga meski
Berkilau tapi tidak panas spt matahari yg umumnya.

Beliau juga menyebutkan
Walau berkilau
Ia sesungguhnya tiada beda
Dengan kerikil biasa yg lainnya.
Karena...

Sebelum berkilau
Ia berasal dari kerikil itu sendiri.

Dilanjutkan pula
Teravada tidak mengajar
Membeda bedakan agama
Namun tetavada tidak menutup
Pintu untuk perbaikan
Terutama u hal hal kecil
Yg bukan hal besar
Pada jaman buddha
Bagi beliau bisa diabaikan
Karena ada beliau
Yg bisa menjawab langsung.

Begitu penjelasannya.
Walaupun sy tahu ia sinkritis
Tapi sinkritis itulah
Yang membuatnya lebih terbuka
Apalagi untuk hal pokok
Yg bersifat kecil.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: cakrawala on 26 October 2014, 07:26:57 AM
Sy menunggu
Jawaban beretika
Spt yg anda sampaikan

Atau anda mesti terima
Ganti nama forum profile anda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Kelana on 26 October 2014, 06:55:52 PM
Sabbe sattā bhavantu sukhitattā  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: halilintar on 07 January 2015, 07:54:40 AM
Bisakah bertanya

Apa bedanya sutra di teravada
Jika tulisan "demikian yang saya dengar"
di hilangkan.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: baruna on 20 February 2015, 08:05:26 PM
satu pertanyaan dari saya

no offense loh


bagaimanakah pandangan theravada terhadap yang diluar dari theravada ?
apakah adalah salah dan tidak benar dengan kata lain sesat?


 _/\_

teravada yg paling lengkap saat sekarang.diluar teravada masih ada toleransi
thd agama buddha yg lain.tanpa toleransi teravada tidak akan berarti apa apa
bagi saudaranya yg lain.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Aoshi06 on 18 June 2015, 01:07:23 PM
Halo para suhu & sesepuh
Sy mw nanya betul ga ya klo Theravada itu pendekatannya cenderung lebih logis dibanding mahayana yg sedikit di luar logika? Terus klo sy liat jg theravada kultivasinya lbih ke arah kebijaksanaan sedang mahayana lbi ke arah metta karuna?
Mohon pendapatnya tks
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: hwakened on 01 July 2018, 11:52:08 AM
Izinkan mngakhiri dgn sebuah cerita :

Ad 4 kapal yg bertujuan ke daratan seberang, keempat kapal tlah lama mngambang di laut tanpa prnah mncapai tujuannya

Di dlm kapal2 itu didiami org yg telah mngakhiri penderitaanny sndiri dgn carany sndiri ;

-kapal pertama : Si cerdas - mngakhiri derita dgn mlampaui kecerdasannya sndiri.. hny dgn kompas dan layar dia duduk berdiam , hening

-kapal kedua : Si pelafal paritta -  mngakhiri derita dgn percaya penuh dan membaca paritta.. kaplny kosong.. dia tlah berserah diri pd alam , mahkluk dr sgala alam , bodhisatta akan mmbawa ny ke seberang

-kapal ketiga : Si pekerja - mngakhiri derita dgn slalu berbuat, dia slalu trlht bahagia baik mncuci toilet maupun mnambal kapalny, kapalny besar, sjk brlayar dia tlh bkrja tnpa henti mngmbl apapun d prjalananny utk dtambal, mmberi apapun yg dibutuhkan stiap org dia temui, dia pcy buah dr kerjany akan mmbawa ny sampai d seberang

-kapal keempat : Si sesat - mngakhiri derita dgn mlatih energi, dia mggunakan mantra , api dll utk mmbangkitkan energi ny, dia prcy smua alam semesta hanya brasal dr satu energi, kplny pun dlgkpi mesin boat yg pd jaman itu blm ada.

Badai tb2 dtg dr kjauhan dan keempat kapal brtemu, keempat slg brdebat, skeptis dgn metode kapal lain. Mis: si cerdas mmprtnykn si pelafal yg blm mngalami penaklukkan intelekny dan si pelafal jg heran saja dgn si cerdas yg tdk berserah diri spenuhny.

Ketika badai melahap kapal2 itu smua loncat kapal, si cerdas yg trkhr krn byk prtnyaan. Smua brkmpl di kapal si sesat, dia mnyalakan mesinny dgn energi dan mrk keluar dr badai, tiba di pulau seberang.

Yg prtama sampai td pun dtg mnyambut; keempat org itu brtny2 : Kenapa skrg pula br bs sampai?
Yg pertama mnjawab : Akhirny 4 org keras kepala ini bersama

Salam metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
Post by: Sostradanie on 04 June 2019, 12:28:12 PM
Benar! Lalu apakah kamu cukup berani dan jujur pada diri sendiri setelah melihat ini semua?

Jaka sembung