//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - Lily W

Pages: 1 2 [3] 4 5 6 7 8 9 10 ... 15
31
Petani Meksiko Penemu Bayi Alien Meninggal Secara Misterius          
 News    Sabtu, 29 Agustus 2009


bayi_ufo

Bayi Aline (Foto Web)
Berita tentang peristiwa bayi alien yang ditangkap oleh seorang petani di sebuah peternakan terpencil di Meksiko. Beberapa bulan setelah peristiwa itu petani Meksiko yang menemukan bayi alien dan kemudian membunuhnya kemudian meninggal secara misterius. sementara para peneliti yang melakukan pengujian DNA terhadap tubuh bayi alien tersebut juga tidak membuahkan hasil.

Menurut laporan bahwa petani Marao Lopez yang menemukan bayi alien dan kemudian menenggelamkannya hingga mati, beberapa bulan setelah insiden itu meninggal di dalam mobilnya. Polisi setempat tidak dapat memberikan kesimpulan apapun tentang kejadian ini.

Seorang ahli UFO Amerika Serikat Yosua P. Warren menunjukkan bahwa korban mati terbakar oleh api dengan suhu tinggi, tubuhnya terbakar menjadi abu, untuk mencapai efek ini, suhu nyala api harus jauh lebih tinggi dari suhu nyala api pada umumnya.

Laporan mengutip sejumlah pernyataan ahli UFO lainnya yang mengatakan bahwa kematian misterius ini kemungkinan besar adalah tindakan balas dendam dari makhluk asing. Dulu juga ada peristiwa saksi UFO atau orang kategori ketiga yang pernah kontak dengannya terbunuh secara misterius. Khususnya petani setempat yang menemukan bayi alien tersebut dan kemudian menenggelamkannya, kemungkinan telah mendapat pembalasan.

Istri korban mengatakan kepada "Bild":"Pada awalnya saya pikir hal ini hanyalah lelucon, atau monyet yang kulitnya terkupas."namun setelah suaminya mati misterius, ia akhirnya memutuskan untuk menyerahkan tubuh bayi alien tersebut ke para peneliti.
Tes DNA Bayi Alien Gagal

Peneliti mengambil sejumlah sampel jasad bayi alien, sampel tulang, rambut dan sampel kulit untuk melakukan tes DNA. Namun tiga laboratorium di Meksiko dan satu di Kanada tidak dapat memberikan hasil tes. Mereka mengklaim bahwa sampel membusuk dengan taraf tinggi karena itu tidak dapat menentukan hasil tes DNA.

Di lain pihak, tes sel jaringan menyimpulkan bahwa susunan sel memang termasuk organisme tertentu (yang tidak diketahui), tekstur kulit sangat baik. Penampilan luar mata, otak dan bagian-bagian telinga dalam lebih menonjol dari pada primate (jenis tertinggi binatang menyusui)

Para peneliti UFO mengatakan bahwa saat ini susunan jasad bayi alien tersebut cepat kering dan tidak membusuk. Tes lab DNA telah gagal, karena DNA "bayi alien" belum pernah ditemui. Saat ini, para ahli UFO sedang memeriksa beberapa foto-foto yang diambil oleh petani tersebut ketika sedang menangkap bayi alien, foto akan dirilis dalam waktu dekat. Peneliti UFO Meksiko dan seorang pembawa acara TV terkenal Maussan mengatakan bahwa mereka akan melakukan penelitian yang lebih banyak lagi. (Dajiyuan/lim)

( EBN / LW )

_/\_ :lotus:

32
ROH…..
Apa .... Di mana ….. Dari mana …. Ke mana ... ?

Oleh Selamat Rodjali

Sejak kecil manusia telah terbiasa dengan istilah roh, baik secara lisan maupun di dalam batin. Di dalam perialanan kehidupan sehari-hari, efek tentang, roh di dalam batin itu sangat kuat, bahkan sangat erat kaitannya dengan Prilaku Orang itu dalam menghadapi setiap aktivitasnya. Mengapa sejak kecil manusia telah terlekati oleh konsep tentang roh tersebut? Secara sportif diakui bahwa pengaruh lingkungan (keluarga, tetangga, dan seterusnya) begitu kuat. Secara sadar atau tidak, baik umat Buddha ataupun bukan telah menanamkan konsep roh itu kepada orang di sekitarnya, dan 'memelihara' konsep itu. Tentu umat Buddha tersebut bertitel 'umat KTP atau mereka yang berani menyebut dirinya sebagai pakar Buddhis, namun tak pemah mau mengkaji dan mempraktekkan ajaran Buddha secara konsisten.

Kita semua menyadari bahwa di sekitar kita penuh dengan pandangan sesat tentang roh yang senantiasa ada di dalam tubuh. merasakan, melihat, serta dapat 'bertransmigrasi ke surga atau ke neraka abadi. Spekulasi ini terus berlangsung, bahkan Para ilmuwan yang selalu berasaskan logika dan sistematika berpikir masih terus berspekulasi dalam usahanya menelanjangi misteri Roh.

DNA (asam deoksi ribonukleat) ROH ?

Secara biologi. makhluk tersusun atas organ-organ. Organ tersusun atas jaringan-jaringan yang memiliki fungsi unik. Jaringan terbentuk oleh gabungan ribuan bahkan jutaan sel. Sel merupakan bagian terkecil dari makhluk yang mampu beraktivitas hidup. Apabila sel kita urai lagi, maka sel tersusun atas komponen sel (organel) yang dibentuk oleh senyawa karbohidrat, Protein, lipid dan asam nukleat. Senyawa-senyawa tersebut berasal dari oksigen. karbondioksida, nitrogen, garam organik dan ion logam yang umum dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Masalahnya, apakah perbedaan antara zat hidup dan tak hidup? Ciri utama pembeda zat hidup dan tak hidup adalah kemampuan mereplikasi diri menghasilkan zat yang memiliki bentuk. struktur molekul dan massa yang identik dengan zat asal. Kemampuan ini dimiliki oleh makromolekul DNA RNA. Melihat hal ini, di dalam sebuah surat kabar ibukota diberitakan bahwa ada pendapat dari ahli filsafat biokimia yang mengatakan kalau roh itu ada. maka ada di dalam DNA bahkan menyamakan DNA dengan roh! Agaknya terlalu pagi untuk memberi jawaban 'ya' bagi pemyataan tersebut, apalagi bagi 'umat Buddha, walaupun DNA dapat digunakan sebagai sarana mengubah sistem hidup melalui rekayasa genetika.

-APA ROH ITU ?

Sang Buddha menghadapi semua teori dan spekulasi roh kekal ini dengan doktrin Anatta, yang berarti tanpa roh, tanpa aku. Seseorang harus melihat secara objektif apa yang disebut roh itu secara semestinya. Roh semata-mata kombinasi dari kekuatan yang berubah (anicca). Hal ini memerlukan penjelasan analitis.

Sang Buddha mengajarkan bahwa apa yang kita anggap sesuatu yang kekal di dalam diri kita hanyalah kombinasi fenomena fisik dan batin (Pancakkhandha), yang terdiri atas fenomena jasmani/ materi (rupakkhandha), fenomena perasaan (vedana-kkhandha), fenomena pencerapan (sannakkhandha), fenomena bentuk-bentuk pikiran (sankharakkhandha) dan fenomena kesadaran (vinnanakkhandha). Fenomena-fenomena ini bekerja sama dalam sebuah aliran perubahan; mereka tak pernah sama dalam satu saat yang beriringan. Mereka merupakan komponen psikofisik kehidupan. Di dalam psiko-fisik kehidupan ini Sang Buddha tidak menemukan roh kekal. Namun, masih banyak orang yang memiliki miskonsepsi bahwa roh itu kesadaran. Kepercayaan akan kekekalan roh merupa¬kan sebuah dogma yang bertentangan dengan kebenaran empiris. Menurut Buddha Dhamma. istilah orang atau jiwa merupakan pannatti dhamma, namun secara paramattha dhamma, istilah itu tidak ada lagi.

DIMANA ROH MENGALAMI OBJEK DAN DARIMANA ROH ITU MUNCUL?

Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengalami rangsangan luar. Kita pun sadar mengalaminya. Kesadaran itu telah lama dianggap sebagai roh yang mengalami sesuatu dan bersifat kekal, padahal apa yang disebut 'kesadaran' itu merupakan bagian dari pancakkhandha. Kesadaran atau vinnanakkhandha (citta) selalu berkombinasi dengan tiga kelompok batin lain (cetasika). Mereka mempunyai objek yang sama, timbul bersama, lenyap bersama. selalu berubah-ubah, dan memiliki kualitas yang berbeda.

Pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sehari-hari secara global dapat dikelompokkan menjadi enam, yaitu pengalaman melihat, mencium, merasa kecapan, mendengar, pengalaman sentuhan badan, dan Pengalaman melalui pikiran. Pengalaman-pengalaman itu menyangkut segi batiniah dan kesadaran yang mengalami keenam dunia tersebut memiliki fungsi yang unik (khas). Munculnya kesadaran tersebut sepenuhnya tergantung pada kondisi. Sebagai contoh, kesadaran melihat adalah hasil (vipaka), diproduksi oleh kamma. Obiek penglihatan (ruparammana) mengkondisikan 'melihat’ sebagai kesadaran melihat. Apabila tidak ada objek penglihatan, tidak muncul kesadaran melihat. Indera mata, sejenis rupa di dalam mata (pasada rupa) yang mampu menerima objek penglihatan, merupakan kondisi lain bagi proses melihat. Jadi, kesadaran melihat berbeda dengan kesadaran mendengar, juga berbeda dengan kesadaran lain. Fenomena di atas sangat berbeda pula dengan anggapan ‘umum’ yang menyatakan bahwa setiap kesadaran mengalami objek yang berbeda itu dialami oleh satu ‘roh’. Fenomena di atas secara tegas ‘mengkanvaskan ke bawah ring’ teori roh kekal dan teori keakuan yang kekal..
Lantas akan muncul pertanyaan, apabila fenomena-fenomena itu demikian adanya, maka di manakah kesadaran itu mengalami objek dan dari manakah mereka muncul?

Llntuk menjawab pertanyaan tersebut, kita patut kembali merenungkan poses-proses batin melalui keenam indera. Proses pikiran melalui pintu panca indera adalah sebagai berikut
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1, 2 dan 3 = Bhavanga citta (kesadaran penyambung kehidupan)
4 = panca-dvaravaijana citta (kesadaran menyelidiki obiek yang datang
menuju lima pintu indera)
5 = dvi-panca-vinnana citta (kesadaran rnelihat, mendengar, mencium,
merasakan rasa, dan kesadaran sentuhan badan)
6 = sampaticchana-citta (kesadaran menerima)
7 = santirana citta (kesadaran memeriksa/mengamati)
8 = votthapana citta (kesadaran memutuskan)
9 - 15 = javana citta (dorongan terhadap obiek Yyng talah diputuskan baik buruknya)
16 dan 17 = tadarammana citta (kesadaran mencatat)

Kesadaran (citta) mengalami objek melalui pintu (dvara), sedangkan kesadaran (citta) itu sendiri muncul dari landasan (vatthu). Marilah kita amati skema di bawah ini untuk membedakan antara dvara dan vatthu :



Para makhluk di alam yang memiliki nama dan rupa (pancavokara bhumi), kesadaran (citta) tak mungkin muncul tanpa jasmani. Sebuah citta yang muncul memiliki sebuah rupa sebagai tempat munculnya citta tersebut. Ketika terdapat kesadaran melihat, dapatkah melihat muncul di luar badan? Ketika mendengar atau berpikir, dapatkah citta¬citta itu muncul tanpa badan? Hal tersebut tidak mungkin terjadi. Dari mana munculnya kesadaran melihat? Kesadaran melihat tidak mungkin muncul di tangan atau di kaki kita! Kesadaran tersebut memerlukan mata sebagai landasan fisiknya. Cakkhuppasada rupa, rupa di dalam organ mata yang dapat menerima objek penglihatan (tepatnya retina), adalah landasan fisik (vatthu) tempat munculnya kesadaran melihat.

Landasan fisik (vatthu) ini tidak sama dengan pintu (dvara)! walaupun cakkhuppasada rupa dalam hal ini adalah dvara, juga vatthu bagi kesa¬daran melihat (cakkhu vinnana), namun dvara dan vatthu memiliki fungsi yang berbeda. Cakkhu-dvara (pintu mata) adalah tempat di mana proses kesadaran melihat atau cakkhu dvara vithi citta (lebih dari satu citta yang terlibat) mengalami obiek penglihatan. Cakkhu vatthu (landasan fisik mata) adalah tempat munculnya kesadaran melihat (cakkhu vinnana) saja.

Cakkhu vatthu adalah landasan fisik hanya untuk kesadaran melihat, kesadaran lain di dalam proses melihat tersebut memiliki vatthu (landasan) yang berbeda.

Landasan fisik untuk kesadaran mendengar adalah sotappasada rupa, untuk kesadaran merasakan kecapan adalah jivhappasada rupa, untuk kesadaran mencium adalah ghanappasada rupa, untuk kesadaran sentuhan badan adalah kayappassada rupa. Tujuh puluh Sembilan citta sisanya (tak termasuk dvipahca vinnana 10) muncul dari Hadaya Vatthu.

Landasari fisik keenam yang bukan termasuk pasada rupa 5 ialah Hadaya vatthu (landasan hati sanubari). Hadaya vatthu tidak sama dengan pintu pikiran (mano-dvara). Manodvara adalah citta, yaitu bhavanga upaccheda citta, citta sebelum manodvaravaijana citta (kesadaran menyelidiki objek dari pintu pikiran), sedangkan hadava vatthu adalah materi, yaitu hadaya rupa (unsur hati sanubari).

KEMANA ROH ITU PERGI ?

Secara analitis, dapat kembali dilihat di dalam proses pikiran melalui panca dvara di atas bahwa setiap citta (kesadaran) yang muncul dan lenyap segera disusul dengan munculnya citta yang lain, demikian seterusnya, tanpa ada satu cela kosong di antara dua citta yang berurutan. Secara otomatis, cetasika pun muncul dan lenyap bersama citta yang disekutuinva. Ternyata, apa disebut roh yang merasakan segala sesuatu itu adalah semu, ilusi belaka. Aliran kesadaran yang muncul lenyap muncul lenyap tersebut berkondisi, dan apabila kondisi-kondisi tersebut tidak ada, kesadaran itu tidak akan ada. Dengan kata lain, kesadaran yang lenyap bukan berarti kesadaran itu pergi (transmigrasi) ke tempat atau wadah lain, juga bukan berarti bahwa kesadaran itu tetap diam. Perenungan itu memang unik dan inilah ciri khas Buddha Dhamma.

KALAU TIDAK ADA ROH, APAKAH YANG DITUMIMBAL-LAHIRKAN?

Di luar batin dan jasmani, yang menyusun makhluk hidup, Buddha Dhamma tidak mempercayai keberadaan roh kekal yang diperoleh makhluk dari sebuah sumber yang misterius. Di dalam pertanyaan 'apabila tak ada roh yang berpindah dari kehidupan ke kehidupan lain, apakah yang ditumimbal-lahirkan.", terdapat anggapan ada yang ditumimbal-lahirkan. Bagaimana mungkin tumimbal tahir terjadi tanpa satu roh yang dilahirkan?

Menurut Buddha Dhamma, lahir adalah munculnya khandha. Proses penjadian saat ini merupakan hasil dari keinginan menjadi pada kehidupan lampau, dan keinginan saat ini mengkondisikan hidup pada masa kelahiran mendatang. Proses di dalam satu jangka kehidupan merupakan aliran proses kesadaran vang dilanjutkan pada masa kehidupan berikutnya tanpa ada yang hijrah ke tempat lain; dan pandangan ini berbeda dengan teori reinkarnasi roh yang diajarkan oleh kepercayaan tertentu.

Ilmuwan modern mengilustrasikan proses tuimimbal lahir ini seperti bola-bola bilyar berangkai berdekatan. Misalnya, sebuah bola menggelinding mengenai bola lain, bola menggelinding ini akan berhenti mati, sedangkan bola yang dikenainya akan bergerak, demikian seterusnya selama momentum atau impuls (dorongan) kamma masih ada, maka impuls tersebut akan melahirkan penggelindingan bola selanjutnya.

Jadi, ketika tumimbal lahir, tidak ada roh yang berpindah, namun ada khandha yang muncul. Kesadaran di dalam kelahiran yang baru tidak sama dengan kesadaran di dalam hidup yang telah lewat dan juga tidak berbeda, karena sekarang dan lampau masih dalam sebuah proses aliran kehidupan. ibarat keju, berasal dari susu namun keju tidak sama dengan susu, demikian pula kehidupan lampau tidak sama dengan kehidupan sekarang, namun sekarang berasal dari lampau.

DAFRAR PUSTAKA
Kaharuddin, J. 1989. Abhidhammatthasangaha. Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda. Jakarta, 187hal.
Narada. The Buddha and His -teachings. Buddhist Misionary Society, Kuala Lumpur, 713 hal.
Van Gorkom, Nina. 1979. Abhidhamma in Daily Life.
H.M. Gunasekera Trust, Sri Lanka, 259p.

Dimuat di dalam majalah Pancaran Dharma No. Mei 1989.
==================
Semoga bermanfaat...

_/\_ :lotus:

33
Theravada / OH… KAMMA….., FATALISME ALA BUDDHIST….?
« on: 28 August 2009, 04:08:33 PM »
OH… KAMMA….., FATALISME ALA BUDDHIST….?
Oleh Selamat Rodjali

Pendahuluan
Para pembaca yang baik,
Apabila terdapat nama yang ternyata penulisannya sama dengan penulisan nama para
pembaca, penulis memohon maaf. Semua nama yang dipakai di dalam artikel ini
ilustrasi semata, bukanlah nama yang sesungguhnya.

Mitra, berjalan limbung ke luar kantornya setelah mendapatkan keputusan bahwa
dia diputus hubungan kerja (di-PHK) oleh perusahaannya. Tak lama berselang
diberitakan bahwa dia saat ini terbaring di rumah sakit karena ditabrak mobil di
depan kantornya. "Oh… sungguh kasihan Mitra, setelah jungkir balik cari kerjaan
dan diterima, eh…. di-PHK pula…", gumam Wati. Mengapa orang se-sabar Mitra
terkena musibah serumit ini, demikian Wati bertanya kepada Adhitthana. "Itu
karena Mitra kurang berbuat baik", jawab Adhitthana. "Kemarin si Mahawan
meninggal dunia, setelah sakit-sakitan delapan tahun… Kalau sudah kamma, mau
diapa-in lagi…", demikian sambungnya. "Itulah Kamma, ajaran Sang Buddha",
sambut Vajra, "Maka-nya…. Pahami dengan baik ajaran Kamma ini supaya kita dapat
menjawab setiap fenomena", sambung Vajra dengan bangga. "Lihatlah si Saddha…
sejak lahir hingga umur 17 tahun ini masih tidak bisa mandiri, mati tidak
hidup-pun kasihan…yaaah… inilah permainan kamma", tambahnya.
"Sakit-sakitan….. karena dulu melakukan Kamma buruk….; susah mencari pekerjaan….
karena kurang melakukan kamma baik… Inilah kamma…. "Apakah kamu tidak ingat yang
sering kamu bacakan…. Kamma yoni (lahir dari kammamu), kamma bandhu
(berhubungan dengan kammamu), …., Yam kammam karissami Kalyanam va papakam va
tassa dayado bhavissami (apapun kamma yang diperbuat, baik atau buruk, itulah
yang akan diwarisi)… "

"Tidak demikian Adhitthana, tidak demikian Vajra…. Kamma tidaklah demikian
fatal…. Saya yakin tidak seperti demikian…, janganlah kamu berbicara demikian di
hadapan Mitra maupun Saddha serta keluarga Mahawan….. Mereka nanti bisa
tersinggung dan keluar dari agama Buddha", Chandra nimbrung dengan semangatnya.

"Chandra… kamu ini tahu apa tentang ajaran Kamma… Saya tahu modal kamu… bahkan
ketika kamu baru lahir, saya sudah paham betul ajaran Kamma ini", jawab Vajra
dan Adhitthana serentak.

Demikian saudara pembaca…. Banyak sekali contoh kalimat, konsep, pernyataan umat
Buddha yang mengaku "pakar" ajaran Buddha, khususnya ajaran Kamma, mengobral
kebanggaan "ajaran Kamma" yang dipahaminya dan berupaya menenangkan dan
meyakinkan umat yang bingung atau sedang goncang batinnya, sehingga tak kurang
kebanyakan umat Buddha pun menjadi bertanya-tanya… Kamma ini fatal sekali… , tak
ada bedanya dengan ajaran "ber-Tuhan" yang lain… . Bukan itu saja… banyak juga
umat yang akhirnya lebih memilih keluar dari agama Buddha setelah mendengar
ajaran fatalisme ala Buddhist di atas…

Sebaliknya, penulis pun pernah menjumpai kasus "goyahnya" keyakina seorang
pandita Buddhist dalam kasus berikut:
Sebagian besar umat Buddha, tentu ingat peristiwa beberapa tahun lampau di mana
satu kendaraan penuh berisi para Bhikkhu, Samanera dan seorang umat pendana
mengalami musibah sehingga satu kendaraan itu meninggal dunia semua….
Kejadiannya di jalan Raya Ancol… Seorang `Pandita Buddhist' menyatakan bahwa
ternyata kamma baik belum tentu menghasilkan buah (vipaka kamma) yang baik,
sebab kalau baik berbuah baik maka tak mungkin pendana dan bhikkhu yang
sama-sama baru saja berbuat baik tersebut meninggal dunia kecelakaan…

Jadi, saudara…. Bagaimanakah kita memahami fenomena di atas? Marilah kita mulai
menelusurinya dari dasar-dasar kamma di bawah ini hingga ke akhir artikel ini.

Apakah kamma? Apakah merupakan Fatalisme ala Buddhist?
Kamma sebagai kehendak…

Berbicara etimologi, kamma mengandung arti `pekerjaan' atau `perbuatan'. Namun
di dalam konteks Dhamma kita mendefinisikan kamma lebih spesifik sebagai
`perbuatan yang didasari kehendak (cetana)' atau `perbuatan-perbuatan yang
dilakukan dengan kehendak'. Di dalam ajaran Buddha, perbuatan-perbuatan yang
tidak dilandasi kehendak tidak dipandang sebagai kamma.

Namun demikian, definisin ini, adalah definisi yang umum. Apabila kita
mengharapkan untuk mengklarifikasinya, dan melihatnya di dalam rentang makna
yang menyeluruh, kita harus menganalisanya lebih mendalam, membaginya ke dalam
perspektif yang berbeda

Secara dasariah, kamma adalah kehendak, yang mencakup kehendak, keinginan,
pemilihan dan keputusan, atau energi yang mendorong ke arah perbuatan. Kehendak
adalah sesuatu yang mendorong dan mengarahkan semua perbuatan mahluk hidup.
Kamma adalah agen atau kekuatan pendorong di dalam semua pembentukan dan
penghancuran yang dilakukan mahluk hidup, oleh karena itu, kehendak merupakan
dasar / inti aktual dari kamma, seperti diberikan di dalam kata-kata Buddha:
Cetanaham bhikkhave kammam vadami: Para bhikkhu, saya katakan, kehendak adalah
kamma. Setelah berkehendak, kita membentuk kamma melalui jasmani, ucapan dan
pikiran.

Pada titik ini, kita seyogyanya memperluas pengertian atas kata `kehendak'
(cetana) ini. `Kehendak' di dalam konteks Dhamma memiliki pengertian yang lebih
halus daripada pengertian di dalam penggunaan umum. Di dalam bahasa Indonesia,
lebih cenderung digunakan kata `kehendak' apabila kita ingin menyediakan suatu
hubungan antara pikiran internal dengan hasil perbuatan eksternal. Sebagai
contoh, kita cenderung untuk mengatakan,'Saya tidak berniat untuk melakukannya',
`Saya tidak berarti mengatakan itu' atau `ia melakukannya tanpa kehendak'.
Namun menurut ajaran Dhamma, semua perbuatan dan perkataan, semua pikiran tidak
masalah bagaimana bergulir, dan tanggapan pikiran terhadap berbagai objek yang
diterima melalui indera penglihatan, indera pendengaran, indera penciuman,
indera pengecapan dan indera sentuhan, dan perenungan di dalam batin itu
sendiri, tanpa kecuali, mengandung unsur kehendak. Kehendak, dengan demikian
adalah dorongan atau pemilihan secara sadar atas objek kesadaran melalui batin.
Kehendak merupakan faktor yang mendorong batin untuk mengarah ke, atau menolak
dari, berbagai objek kesadaran atau perhatian batin, atau untuk melanjutkan
dalam arah tertentu. Kehendak merupakan pembimbing, manajer atau pemerintah
dari bagaimana batin menanggapi stimuli / rangsangan. Kehendak merupakan
kekuatan yang merencanakan dan mengorganisasikan proses pergerakan batin, dan
secara mutlak kehendaklah yang menentukan berbagai kondisi yang dialami oleh
batin.

Satu contoh kehendak adalah satu contoh kamma. Apabila ada kamma, maka ada
hasil yang segera. Bahkan hanya satu saat pikiran kecil, walaupun tidak
penting, tidaklah terlepas dari konsekuensinya.

Punabbhava (bumimbal lahir) merupakan konsekuensi logis dari proses kamma.

Kamma dan tumimbal lahir saling terkait, dan merupakan ajaran pokok dalam Buddha
Dhamma. Sebelum kehadiran Buddha Gotama, kepercayaan tentang kamma dan tumimbal
lahir sudah umum dikenal di India. Namun demikian, hanya Sang Buddha yang telah
menerangkan dan memformulasikan kedua doktrin tersebut secara lengkap seperti
yang kita miliki sekarang.

Apakah penyebab ketidaksamaan yang ada di antara umat manusia?

Bagaimanakah kita bertanggung jawab atas ketidaksamaan di dalam dunia yang tidak
seimbang ini?

Mengapa seseorang harus dibesarkan di dalam kemewahan yang tak terhingga dengan
sikap batin, moral dan kualitas fisik yang baik, sedangkan orang lainnya
dilahirkan sebagai jutawan dan yang lainnya sebagai fakir miskin? Mengapa
seseorang harus memiliki keajaiban mental sedangkan yang lainnya idiot?
Mengapa seseorang dilahirkan dengan sikap `kesucian' sedangkan yang lainnya
memiliki kecenderungan kriminal? Mengapa seseorang harus memiliki kemampuan
berbagai bahasa, sebagai artis, ahli matematika, dan sebagai musisi sejak kecil
(balita)? Mengapa beberapa orang harus buta, tuli dan cacat sejak dilahirkan?
Mengapa beberapa orang dipuja sedangkan orang lainnya dikutuk/dicampakan sejak
kelahirannya?

Secara pasti, terdapat satu sebab ATAU sebab-sebab yang mengakibatkan
ketidaksamaan di antara umat manusia, ataukah murni merupakan kecelakaan semata?

Tak seorang pun yang memiliki kebijaksanaan akan berpikir bahwa ketidaksamaan,
keragaman ini disebabkan oleh peluang membuta/untung-untungan (seperti teori
peluang statistic) atau murni karena kecelakaan semata.

Di dunia ini tidak satupun yang terjadi bahwa manusia tidak berhak hanya karena
beberapa alasan atau lainnya yang tak masuk akal. Biasanya alasan atau
alasan-alasan yang sesungguhnya, tidak dapat dimengerti oleh akal manusia atau
intelektual biasa. Sebab tak terlihat yang pasti atau sebab-sebab dari akibat
yang terlihat tidaklah perlu dibatasi hanya oleh kehidupan sekarang, namun dapat
ditelusuri ke kelahiran sebelumnya atau kelahiran-kelahiran jauh sebelum
kehidupan saat ini.

Dengan bantuan pengetahuan telesthesia dan retro- cognitive, tidak mungkinkah
bagi seseorang yang dengan baik mengembangkan `penglihatannya' untuk mencerap
kejadian-kejadian yang secara biasa tidak dapat dicerap dengan fisik mata? Umat
Buddha mengakui kemungkinan pencerapan tersebut !

Beberapa kaum religius dengan puasnya mempertalikan ketidaksamaan ini kepada
satu sebab tunggal seperti `Dewa/Tuhan Pencipta' yang tidak dapat dimengerti.
Buddha secara langsung menolak keberadaan satu mahluk pencipta, yang
diinterpretasikan sebagai `Mahluk Yang Maha Kuasa' atau sebagai satu `kekuatan
kosmik yang tanpa sebab.'

Istilah bahasa Pali yang setara bagi `Dewa/Tuhan Pencipta' seperti di dalam
kepercayaan lain adalah Issara (Isvara dalam bahasa Sansekerta) atau Brahma. Di
dalam Tipitaka secara mutlak tidak ada referensi tekstual apapun akan keberadaan
satu mahluk pencipta atau hubungannya dengan kisah penciptaan manusia.

Meskipun kenyataannya bahwa Buddha tidak mendudukkan `Dewa/Tuhan' gaib mengatasi
manusia, beberapa pakar memaksakan bahwa Buddha bersikap diam terhadap
pertanyaan kontroversial yang penting ini. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini
akan jelas menunjukkan pandangan Buddha terhadap konsep satu `Dewa/Tuhan
Pencipta.'

Di dalam Anguttara Nikaya, Buddha menyatakan ada 3 pandangan yang berbeda yang
terdapat pada jaman Beliau. Satu dari ketiga pandangan tersebut adalah :

"Perasaan senang, tidak menyenangkan atau perasaan netral apapun yang dialami
orang-orang ini, semuanya disebabkan oleh kreasi/ciptaan satu Dewa Agung
(Issara-nimmanahetu)." (Anguttara Nikaya I, 174; Gradual Sayings I, 158).
Menurut pernyataan ini kita adalah apa yang diinginkan oleh satu `Pencipta.'
Masa depan kita tergantung sepenuhnya di dalam tangannya. Nasib kita telah
ditentukan olehnya. Keinginan bebas yang diakui sebagai ciptaannya tak pelak
lagi merupakan kekeliruan.

Meng-kritik pandangan yang fatal ini, Buddha mengatakan:
"Demikian, kemudian, karena ciptaan dari satu Dewa Agung, orang-orang akan
menjadi pembunuh, pencuri, pezinah, pembohong, pemfitnah, pembicara kasar,
pembicara omong kosong, penuh nafsu serakah, berkeinginan jahat dan memiliki
pandangan salah. Demikianlah bagi mereka yang bersandar pada ciptaan satu
Dewa/Tuhan sebagai alasan utamanya, maka tidak akan ada keinginan untuk
melakukan sesuatu, juga tidak ada usaha untuk melakukan, ataupun tidak perlu
untuk melakukan perbuatan ini atau mengendalikan diri dari perbuatan itu."
(Anguttara Nikaya I, 174; Gradual Sayings I, 158).

Di dalam Devadaha Sutta (Majjhima Nikaya No. 101, ii. 222), berkenaan dengan
pertapa telanjang, Buddha menyatakan:
"Apabila, O para bhikkhu, mahluk-mahluk mengalami penderitaan dan kebahagiaan
sebagai hasil atau sebab dari ciptaan Dewa/Tuhan (Issaranimmanahetu), maka para
pertapa telanjang ini tentu juga diciptakan oleh satu Dewa/Tuhan yang
jahat/nakal (Papakena Issara), karena mereka kini mengalami penderitaan yang
sangat mengerikan."

Di dalam ajaran Buddha, perbedaan kondisi batin, moral, intelektual, temperamen
merupakan kombinasi dari perbuatan dan tendensi kita di masa lalu maupun kini.

Walaupun Sang Buddha mengatributkan variasi atau keragaman ini karena Kamma,
sebagai sebab terdekat dan utama di antara sebuah keragaman, namun bukanlah
berarti bahwa segala sesuatu disebabkan oleh kamma. Ajaran Kamma, penting
seperti adanya, hanya merupakan satu dari 24 (dua puluh empat) kondisi
(paccaya), yang dideskripsikan di dalam ajaran Buddha.

Sebuah teks penting yang menceritakan Sang Buddha meng-`counter' sebuah
pandangan keliru bahwa "segala sesuatu yang menyenangkan, tak menyenangkan
ataupun netral yang dialami disebabkan oleh beberapa perbuatan lampau
(pubbekatahetu), Sang Buddha menyatakan:

"Demikian, karena perbuatan lampau manusia menjadi pembunuh, pencuri, pe-zinah,
pembohong..... berpandangan salah. Demikianlah bagi mereka yang bersandar pada
kamma perbuatan lampau sebagai sebab utama, maka tidak akan ada keinginan untuk
melakukan sesuatu, juga tidak ada usaha untuk melakukan, ataupun tidak perlu
untuk melakukan perbuatan ini atau mengendalikan diri dari perbuatan itu."
(Anguttara Nikaya, I, 173).

Uraian tersebut bertentangan dengan kepercayaan bahwa semua kondisi fisik maupun
kecenderungan batin lahir diakibatkan kamma. Apabila kehidupan kini secara total
dikondisikan atau sepenuhnya dikontrol oleh kamma lampau, maka kamma tertentu
cenderung mengarah ke fatalisme atau determinisme atau predestinasi. Seseorang
tidak akan pernah memiliki kebebasan untuk menentukan kehidupannya kini dan akan
datang. Artinya kebebasan berkehendak merupakan isapan jempol belaka. Kehidupan
seolah bersifat murni mekanis, tak ubahnya sebuah mesin. Tak ada bedanya dengan
dikontrol atau dikendalikan oleh "Dewa/Tuhan Pencipta". Perbedaannya hanya
perbedaan kata, yaitu kata "Dewa/Tuhan Pencipta" dengan kata "kamma" Susunan
kata yang satu dapat disubstitusikan dengan kata yang lain, karena kekuatannya
sama.

DOKTRIN KAMMA YANG DIAJARKAN OLEH BUDDHA BUKANLAH SEBUAH DOKTRIN FATALISTIK DEMIKIAN.

bersambung...

:lotus:

34
Lingkungan / Gedung Gloria_Pancoran Glodok (Jakbar) terbakar...
« on: 16 August 2009, 10:05:32 AM »
Kebakaran di Jakarta Barat Lahap 1 Gedung
Moksa Hutasoit - detikNews

Jakarta - Si jago merah kembali beraksi di malam hari ini. Sebuah gedung di kawasan Glodok, Jakarta Barat terbakar.

"Yang terbakar gedung yang baru direnovasi," kata petugas pemadam kebakaran Jakarta Barat, Firman saat dihubungi detikcom, Minggu (16/8/2009).

Kebakaran yang melahap Gedung Gloria ini terjadi sekitar pukul 01.15 WIB. Lokasi persisnya terletak di Jl Pintu Besar Selatan, Pancoran Glodok, Jakarta Barat.

Petugas belum mengetahui penyebab kebakaran. Untuk memadamkan api, sebanyak 4 mobil pemadam kebakaran sudah dikirim.

"Kita kirim 4 dulu," jelasnya. (mok/mok)

http://www.detiknews.com/read/2009/08/16/013045/1183899/10/kebakaran-di-jakarta-barat-lahap-1-gedung

=================

Tadi saya mau ke situ untuk beli obat...ternyata sudah terbakar habis...  :'(  :'(  :'(

 _/\_ :lotus:

35
Lowongan / Lowongan : Staff Perencana & Draftman
« on: 14 August 2009, 09:58:44 PM »
Baru dapat Forward dari Teman...

Lowongan :
Urgently Required :
1. Staff perencana (junior architect), ce/co, yang menguasai AutoCAD, 3d max, v ray, usia max 23.
2. Draftman, co, menguasai AutoCAD dan 3Dmax, vray, umur max 26.

Send ur CV asap (before August 24th) TAG (Tri Artha Guna) : Jl. Mangga 2 raya, ruko bahan bangunan blok f 5 no.26 lt.4. 10730 Tlp. 021-6220-1256/55 fax. 021-6220-1256. Hp. 08121100610. www.tag-architecture.com

Semoga bermanfaat...

 _/\_ :lotus:

36
Kafe Jongkok / Kelas Bahasa Indonesia...
« on: 13 August 2009, 04:25:23 PM »
Kelas yang tadi ribut-ribut tanpa guru, kini menjadi sunyi. Guru Bahasa
Indonesia yang paling ditakuti telah masuk ke dalam kelas. Wajahnya garang
seperti harimau kelaparan.

Murid-murid: Selamat pagi, Bu Guru!
Bu Guru (dengan suara melengking): Mengapa bilang selamat pagi saja, Kalau
begitu siang, sore dan malam kalian mendoakan saya tidak selamat ya?

Murid-murid: Selamat pagi, siang dan sore Bu Guru...
Bu guru: Kenapa panjang sekali? Tidak pernah orang mengucapkan selamat
seperti itu! Katakan saja selamat sejahtera, kan lebih bagus didengar dan
penuh makna? Lagipula ucapan ini meliputi semua masa dan keadaan.

Murid-murid: Selamat sejahtera Bu Guru!
Bu guru: Sama-sama, duduk! Dengar baik-baik!! Hari ini saya mau menguji
kalian semua tentang lawan kata atau antonim kata. Kalau saya sebutkan
perkataannya, kamu semua harus cepat menjawabnya dengan lawan katanya,
mengerti?

Murid-murid: Mengerti Bu Guru...

Guru: Pandai!
Murid-murid: Bodoh!

Guru: Tinggi!
Murid-murid: Rendah!

Guru: Jauh!
Murid-murid: Dekat!

Guru: Berjaya!
Murid-murid: Menang!

Guru: Salah itu!
Murid-murid: Betul ini!

Guru (geram): Bodoh!
Murid-murid: Pandai!

Guru: Bukan!
Murid-murid: Ya!

Guru (mulai pusing): Oh Tuhan!
Murid-murid: Oh Hamba!

Guru: Dengar ini...
Murid-murid: Dengar itu...

Guru: Diam!!!!!
Murid-murid: Ribut!!!!!

Guru: Itu bukan pertanyaan, bodoh!!!
Murid-murid: Ini adalah jawaban, pandai!!!

Guru: Mati aku!
Murid-murid: Hidup kami!

Guru: Saya rotan baru tau rasa!!
Murid-murid: Kita akar lama tak tau rasa!!

Guru: Malas aku ngajar kalian!
Murid-murid: Rajin kami belajar bu guru...

Guru: Kalian gila semua!!!
Murid-murid: Kami waras sebagian!!!

Guru: Cukup! Cukup!
Murid-murid: Kurang! Kurang!

Guru: Sudah! Sudah!
Murid-murid: Belum! belum!

Guru: Mengapa kamu semua bodoh sekali?
Murid-murid: Sebab saya seorang pandai!

Guru: Oh! Melawan, ya??!!
Murid-murid: Oh! Mengalah, tidak??!!

Guru: Kurang ajar!
Murid-murid: Cukup ajar!

Guru: Habis aku!
Murid-murid: Kekal Kamu!

Guru (putus asa): O.K. Pelajaran sudah habis!
Murid-murid: K.O. Pelajaran belum mulai!

Guru: Sudah, bodoh!
Murid-murid: Belum, pandai!

Guru: Berdiri!
Murid-murid: Duduk!

Guru: Bego kalian ini!
Murid-murid: Cerdik kami itu!

Guru: Rusak!
Murid-murid: Baik!

Guru (stres): Kamu semua ditahan siang hari ini!!!
Murid-murid: Dilepaskan tengah malam itu!!!

Muka Bu Guru merah padam dan tanpa bicara lagi mengambil buku-bukunya dan
keluar ruangan. Murid-murid merasa lega kerana guru yang paling ditakuti
oleh mereka telah keluar. Walau bagaimanapun, mereka merasa bangga
karena telah dapat menjawab semua pertanyaan tadi.

 :))  :))  :))

 _/\_ :lotus:

37
Kafe Jongkok / BERTEMU
« on: 12 August 2009, 05:36:46 PM »
BERTEMU

Saat bertemu dengan orang yang benar-benar engkau kasihi,
Haruslah berusaha memperoleh kesempatan untuk bersamanya seumur hidupmu.
Karena ketika dia telah pergi, segalanya telah terlambat.

Saat bertemu teman yang dapat dipercaya, rukunlah bersamanya.
Karena seumur hidup manusia, teman sejati tak mudah ditemukan.

Saat bertemu penolongmu,
Ingat untuk bersyukur padanya.
Karena ialah yang mengubah hidupmu.

Saat bertemu orang yang pernah kau cintai,
Ingatlah dengan tersenyum untuk berterima-kasih.
Karena ia lah orang yang membuatmu lebih mengerti tentang kasih.

Saat bertemu orang yang pernah kau benci,
Sapalah dengan tersenyum.
Karena ia membuatmu semakin teguh   / kuat.

Saat bertemu orang yang pernah mengkhianatimu,
Baik-baiklah berbincanglah dengannya.
Karena jika bukan karena dia, hari ini engkau ak memahami dunia ini.

Saat bertemu orang yang pernah diam-diam kau cintai,
Doakanlah dia.
Karena saat kau mencintainya, bukankah berharap
ia bahagia?

Saat bertemu orang yang tergesa-gesa meninggalkanmu,
Berterima-kasihlah bahwa ia pernah ada dalam hidupmu.
Karena ia adalah bagian dari nostalgiamu.

Saat bertemu orang yang pernah salah-paham padamu,
Gunakan saat tersebut untuk menjelaskannya.
Karena engkau mungkin hanya punya satu kesempatan itu saja untuk menjelaskan.

Saat bertemu orang yang saat ini menemanimu seumur hidup,
Berterima-kasihlah sepenuhnya bahwa ia mencintaimu.
Karena saat ini kalian mendapatkan kebahagiaan dan cinta sejati.
 

KELILING 3 LINGKARAN

Dahulu kala di Tibet …
Ada seeorang bernama Adiba, setiap kali ia bertengkar dan marah pada orang, dengan segera ia akan lari pulang dan lari mengelilingi rumah dan tanahnya sebanyak 3 kali, kemudian duduk tersengal-sengal. Adiba sangat rajin bekerja, rumahnya makin lama makin besar, tanah makin luas, namun tak pedulu berapa besar rumah dan tanahnya, setiap bertengkar atau marah, ia tetap akan berkeliling rumah dan tanahnya 3 keliling. Semua orang heran mengapa Adiba setiap kali marah akan berlari 3 keliling melingkari rumah dan tanahnya, namun bagaimanapun ditanya, Adiba tak bersedia menjelaskan. Hingga suatu saat ketika Adiba beranjak tua, rumah dan tanahnya makin luas, saat marah dengan memegang tongkat ia mengelilingi rumah dan tanahnya, hingga ia selesai, matahari telah terbenam……….

Adiba duduk sendiri tersengal-sengal nafasnya, cucunya duduk disebelah dan memohonnya : kakek, usiamu telah lanjut, sekitar area ini juga tak ada seorangpun yang memiliki tanah seluas milikmu, jangan seperti dulu lagi setiap marah berkeliling 3 putaran. Bolehkah kau katakan padaku rahasia ini? Adiba tak tahan mendengar permohonan cucunya, akhirnya diungkapkanlah rahasia yang selama ini terpendam dalam hatinya.

Ia berkata : ketika aku muda dan setiap bertengkat, berdebag dan marah, kemudian berlari keliling 3 putaran, sambil berlari sambil aku berpikir, rumah dan tanahku demikian kecil, mana aku ada waktu dan mana aku punya hak marah pada orang lain ? Berpikir demikian, maka hilanglah amarahnya, dan waktunya dipergunakan untuk berjuang dan berusaha
bekerja.

Cucu bertanya lagi : Kakek, umurmu sudah lanjut, juga sudah menjadi orang terkaya, mengapa masih lari berkeliling demikian? Adiba dengan tersenyum berkata : sekarang aku masih bisa marah, saat marah sambil berjalan keliling 3 putaran sambil berpikir, rumah dan tanahku sudah sedemikian luas, untuk apa aku berperhitungan dengan orang lain, maka hilanglah amarahku.

Setiap mawar berduri, sama seperti sifat dalam setiap diri manusia, ada sebagian hal yang tak dapat kau tahan/sabar.
Melindungi sekuntum bunga mawar, tidak harus menghilangkan durinya, hanya bisa belajar bagaimana tidak terluka oleh durinya, masih ada lagi, yaitu bagaimana tidak membiarkan duri kita melukai orang yang kita cintai.

(Forward dari teman..)

 _/\_ :lotus:

38
Hubungan Abhidhamma dgn Pancakkhandha :

Pancakkhandha berarti lima kelompok kehidupan, terdiri dari :
1. Rupakkhandha (kelompok jasmani)
Yg dimaksud Rupakkhandha dalam Abhidhamma adalah Rupa (materi) 28
2. Vedanakkhandha (kelompok perasaan)
Yg dimaksud Vedanakkhandha dalam Abhidhamma adalah Vedana
Cetasika 1

3. Sannakkhandha (kelompok pencerapan)
Yg dimaksud Sannakkhandha dalam Abhidhamma adalah Sanna Cetasika 1
4. Sankharakkhandha (kelompok bentuk pikiran)
Yg dimaksud Sankharakkhandha dalam Abhidhamma adalah Cetasika 50
(tidak termasuk Vedana Cetasika dan Sanna Cetasika)
5. Vinnanakkhandha (kelompok Kesadaran)
Yg dimaksud Vinnanakkhandha dalam Abhidhamma adalah Citta 89-121


Hubungan Abhidhamma dgn Ariya Sacca 4
Ariya Sacca 4 berarti Empat Kesunyataan Mutlak, terdiri dari :
1. Dukkha Ariyasacca :
(Kesunyataan Suci tentang Derita), yang di maksudkan Dukkha Ariyasacca dalam Abhidhamma adalah Lokiya Citta 81, Cetasika 51 (tidak termasuk Lobha Cetasika 1) dan Rupa 28

2. Dukkhasamudaya Ariyasacca :
(Kesunyataan Suci tentang Asal mula Derita), yg di maksudkan Dukkhasamudaya Ariyasacca dalam Abhidhamma adalah Lobha Cetasika

3. Dukkhanirodha Ariyasacca :
(Kesunyataan Suci tentang Akhir Derita), yang di maksudkan Dukkhanirodha Ariyasacca dalam Abhidhamma adalah Nibbana

4. Dukkhanirodhagamini-patipada Ariyasacca :
(Kesunyataan Suci tentang Jalan yg menuju ke Akhir Derita), yg di maksudkan Dukkhanirodhagamini-patipada Ariyasacca dalam Abhidhamma adalah Ariya Magga 8 yg berada dalam Magga Citta 4-20.

Ariya Magga 8 bisa di liat di link ini... http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8410.0.html

 _/\_ :lotus:

39
PUNNAKIRIYAVATTHU 10 (10 Jalan untuk berbuat kebaikan) yaitu:

1. Danamaya: Berbuat kebaikan dengan jalan berdana.
2. Silamaya: Berbuat kebaikan dengan jalan melaksanakan sila.
3. Bhavanamaya: Berbuat Kebaikan dengan jalan melaksanakan meditasi
4. Apacayanamaya: Berbuat kebaikan dengan jalan merendahkan diri.
5. Veyyavacamaya: Berbuat kebaikan dengan jalan membalas membantu.
6. Pattidanamaya: Berbuat kebaikan dengan jalan membagikan sesuatu kepada orang lain.
7. Pattanumodanamaya: Berbuat kebaikan dengan jalan merasa gembira melihat kebaikan orang lain.
8. Dhammassavanamaya: Berbuat kebaikan dengan jalan mendengarkan dan belajar Dhamma.
9. Dhammadesanamaya: Berbuat kebaikan dengan jalan mengajarkan Dhamma.
10. Ditthujukamma: Berbuat kebaikan dengan jalan mempunyai pandangan benar

Keterangan:
Untuk memperoleh keseimbangan dan keharmonisan hidup, umat Buddha tidaklah cukup hanya membaca buku Dhamma, begitu pula dengan hanya memiliki suatu pengetahuan teoritis Buddha Dhamma. Juga sebaliknya, tidaklah cukup secara membuta mengikuti tradisi Buddhisme tanpa suatu pengetahuan akan makna yang sesungguhnya. Sang Buddha selalu menganjurkan umat awam (tak hanya Bhikkhu) utnuk mempraktekkan Dhamma. Bagi umat awam, hal ini kadang-kadang terdengar begitu sulit. Setelah mendengar kata ‘mempraktekkan (patipatti)’, mungkin mereka berpikir. “Oh, saya harus menjadi Bhikkhu dan tinggal di hutan.” Namun sesungguhnya, praktek Dhamma tidak hanya untuk Bhikkhu ataupun hanya untuk penghuni hutan (forest-dwellers)!

Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat banyak cara untuk mempraktekkan Dhamma. Berdana (danamaya) adalah praktek Dhamma. Melaksanakan sila dengan sempurna (silamaya) adalah praktek Dhamma. Pengembangan batin atau meditasi (bhavanamaya) adalah praktek Dhamma. Menghormat dan merendah hati (apacayanamaya) adalah praktek Dhamma. Membantu dan melayani orang lain (veyyavacamaya) adalah praktek Dhamma. Memberikan jasa kepada orang/makhluk lain (patidanamaya) adalah praktek Dhamma. Berbahagia melihat orang lain berbuat baik (pattanumodanamaya) adalah praktek Dhamma. Mendengarkan dan belajar Dhamma (dhammasavanamaya) adalah praktek Dhamma. Mengajarkan Dhamma (dhammadesanamaya) adalah praktek Dhamma. Meluruskan pandangan agar berpandangan benar (Ditthujukamma) adalah praktek Dhamma. Sepuluh cara untuk berbuat baik ini merupakan tuntunan bagi umat awam di dalam mempraktekkan Dhamma.

Di dalam sutta tentang penimbunan harta sejati (Nidhikhanda Sutta, Khuddakapatha 8, Khuddaka-nikaya) tersirat bahwa timbunan harta kebajikan bukanlah seperti timbunan harta karun duniawi yang begitu mudah hilang atau mudah dihancurkan. Timbunan harta kebajikan, merupakan pengikut setia. Kebajikan akan mengikuti pembuatnya dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya dan manfaatnya tak akan pernah hilang. Walaupun…akhirnya mungkin kehabisan tenaga kalau tidak ada perbuatan baik selanjutnya yang dilakukan.

‘Harta karun’ biasanya tertimbun oleh motif keegoisan. Nah, motif apa yang menyebabkan perbuatan baik dilakukan? Motif, bervariasi, sepenuhnya tergantung kepada si pembuatnya! Lalu, apakah seseorang harus menunggu untuk memetik buah dari kebajikkannya itu di masa depan ataukah dalam satu kehidupan mendatang? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan mengatakan bahwa inti buah dari kebajikan adalah Kebahagiaan, dapat dialami di sini dan sekarang; sementara itu buah-buah lainnya mungkin dipetik dimasa mendatang.

Secara alamiah, kebahagiaan akan mengikuti seseorang yang membuat batinnya suci dan bergembira dalam melakukan segala sesuatu yang baik! Apabila umat Buddha adalah orang-orang yang berbahagia, dan kebahagiaannya itu berada diluar kesenangan yang fana dan lemah, maka hal ini dikarenakan, di antara mereka yang mempraktekkan, mereka mengetahui, bahwa cara menuju kebahagiaan adalah sesegera dan sekontinyu mungkin melakukan perbuatan-perbuatan bajik…!

Khuddaka nikaya, Khuddakaya-patha 8, Nidhikkhanda Sutta:

“…Bagi seorang wanita dan pria, berdana dan bermoral baik, dapat menahan nafsu dan berpengendalian diri, merupakan timbunan harta terbaik. Harta itu dapat diperoleh dengan berdana kepada cetiya, sangha, orang lain atau tamu, kepada ayah dan ibu atau kepada orang yang lebih tua. Inilah harta yang disimpan sempurna, tak mungkin hilang, walaupun satu saat akan meninggal, ia tetap akan membawanya…. Setiap kejayaan manusia, kebahagiaan surga, bahkan kebahagiaan Nibbana, semuanya diperoleh dari kebajikkannya itu…Oleh karena itu, orang bijaksana selalu bertekad untuk menimbun harta kebajikan itu.”

(Dighanikaya Atthakatha III.999. Compendium of Philosophy 146)

Sumber: Buku Kamus Umum Buddha Dhamma (Pandit J.Kaharuddin/Panjika)

=======

Semoga bermanfaat...

_/\_ :lotus:

40
Theravada / Jenis-Jenis Ariya Puggala
« on: 06 August 2009, 04:11:18 PM »
ARIYA-PUGGALA

Ariya-Puggala berarti Orang Suci, Orang Kudus, Orang Keramat.

Ariya-Puggala terdapat 4 tingkatan yaitu :
a.   Sotapanna: Orang Suci tingkat pertama (Sotãpatti-Phala ) yang akan  lahir paling banyak tujuh kali lagi.
b.   Sakadagami: Orang Suci tingkat kedua (Sakadagami-Phala ) yang akan lahir sekali lagi.
c.   Anagami: Orang Suci tingkat ketiga (Anagami-Phala ) yang tidak lahir lagi, yaitu tidak lahir lagi di Kamasugati-Bhumi 7.
d.   Arahat: Orang Suci tingkat keempat (Arahatta-Phala ) yang telah terbebas dari kelahiran dan kematian.


a.   Sotapanna
Sotapanna terdiri dari 3 macam, yaitu :

A1. Sattakkhattu-parama-Sotapanna : Sotapanna paling banyak tujuh kali lagi dilahirkan di  Alam Sugati-Bhumi.
Penjelasannya :
Kalau Sotapanna tersebut tidak mempunyai Jhana, paling banyak tujuh kali lagi lahir di Alam Kamasugati-Bhumi 7.
Kalau Sotapanna tersebut mempunyai Jhana, paling banyak tujuh kali lagi lahir di Alam Brahma-Bhumi.

Ada bukti dalam bahasa Pali sebagai berikut :
YE ARIYASACCANI VIBHAVAYANTI
GAMBHIRRAPANNENA SUDESITANI
KINCAPI TE HONTI BHUSAPPAMATTA
NA TE BHAVAM ATTHAMAMADIYANTI.
Artinya :
Barang siapa menembus sepenuhnya ’ Ariya-Sacca 4 yang telah diajarkan oleh YMS Sang Buddha, walaupun masih ada kealpaan, ia tidak dilahirkan pada kehidupan yang kedelapan, yaitu hanya akan dilahirkan tujuh kali lagi.

A2. Kolankola-Sotapanna : Sotapanna yang akan dilahirkan dua sampai dengan enam kali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat dan Parinibbana.
Ada bukti yang terdapat dalam Mahatika hal. 654 sebagai berikut :
YAVA CHATTHABHAVA SAMSARANTOPI KOLAM KOLOVA HOTI
Artinya :
Akan harus dilahirkan dari dua sampai dengan enam kali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat dan Parinibbana.
A3. Ekabiji-Sotapanna : Sotapanna yang akan dilahirkan hanya sekali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat dan Parinibbana.

Keterangan :
Sebab apakah Sotapanna terbagi menjadi 3 macam ?
Karena :
a.   Sattakkhattu-parama-Sotapanna : Dalam kehidupan yang lampau beliau melaksanakan Paramita yang ’ kurang tekun ’, maka bila itu menjadi Sotapanna menjadi Sattakkhattu-parama-Sotapanna.
b.   Kolankola-Sotapanna : Dalam kehidupan yang lampau beliau melaksanakan Paramita yang ’ setengah tekun ’ maka itu bila menjadi Sotapanna, menjadi Kolankola-Sotapanna.
c.   Ekabiji-Sotapanna : Dalam kehidupan yang lampau beliau melaksanakan Paramita dengan ’ tekun ’ , maka itu bila menjadi Sotapanna, menjadi Ekabiji-Sotapanna.

b.   Sakadagami
Sakadagami terdiri dari 5 macam, yaitu :

B1. Idha patva idha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di Alam Manusia dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam Manusia, juga dalam kehidupan yang sama.
B2. Tattha patva tattha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di Alam Dewa dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam Dewa, juga dalam kehidupan yang sama.
B3. Idha patva tattha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di Alam Manusia, setelah itu meninggal dunia dan dilahirkan di Alam Dewa  dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam Dewa.
B4. Tattha patva idha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di Alam Dewa, setelah itu meninggal dari Alam Dewa dan dilahirkan di Alam Manusia  dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam Manusia.
B5. Idha patva tattha nibbattitva idha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di Alam Manusia, setelah itu meninggal dunia dan dilahirkan di Alam Dewa. Setelah itu meninggal dari Alam Dewa dan dilahirkan kembali di Alam Manusia  dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam Manusia.

c.   Anagami
Anagami terdiri dari 5 macam, yaitu :

C1. Antaraparinibbayi : Anagami yang mencapai Arahat dan Pari-Nibbana dalam usia yang belum mencapai ’setengah usia’.
C2. Upahaccaparinibbayi : Anagami yang mencapai Arahat dan Pari-Nibbana dalam usia yang hampir mencapai ’batas usia’.
C3. Asangkharaparinibbayi : Anagami yang mencapai Arahat dan Pari-Nibbana dengan tidak usah berusaha keras.
C4. Sasangkharaparinibbayi : Anagami yang mencapai Arahat dan Pari-Nibbana dengan berusaha keras.
C5. Uddhangsoto akanitthgami : Anagami yang mencapai Arahat dan Pari-Nibbana di Alam Akanittha-Bhumi.

d.   Arahat
Arahat terdiri dari 4 macam, yaitu :

D1. Sukkhavipassako : Arahat yang tidak mempunyai Jhana/Abhinna, hanya melaksanakan Vipassana-Bhavana saja.

D2. Tevijjo : Arahat yang mempunyai Vijja ( Pengetahuan ) 3 yaitu :
1.   Pubbenivasanussatinana ( Kemampuan untuk mengingat penitisan dahulu ).
2.   Dibbacakkhunana ( Kemampuan untuk melihat Alam-Alam halus dan kesanggupan melihat muncul-lenyapnya makluk yang menitis sesuai denga karma masing-masing ).
3.   Asavakkhayanana ( Kemampuan untuk memusnahkan asava/kekotoran bathin. )

D3. Chalabhinno : Arahat yang mempunyai Abhinna/Tenaga Bathin 6 yaitu :
1.   Pubbenivasanussatinana ( Kemampuan untuk mengingat penitisan dahulu ).
2.   Dibbacakkhunana atau Cutuppatanana ( Mata Bathin ialah kemampuan untuk melihat Alam-Alam halus dan kesanggupan melihat muncul-lenyapnya makluk yang menitis sesuai dengan karma masing-masing.
3.   Asavakkhayanana ( Kemampuan untuk memusnahkan asava / kekotoran bathin ).
4.   Cetopariyanana atau Paracittavijanana ( Kemampuan untuk membaca pikiran makluk-makluk lain )
5.   Dibbasotanana ( Telinga Bathin, ialah kemampuan untuk mendengar suara-suara dari Alam Manusia, Alam Dewa, Alam Brahma, yang dekat maupun yang jauh )
6.   Iddhividhanana ( Kekuatan Megis ) yang terdiri dari :
a.   Adhittnana-iddhi, yaitu dengan kekuatan kehendak / will power mengubah tubuh sendiri dari satu menjadi banyak, dan dari banyak menjadi satu.
b.   Vikubbana-iddhi, yaitu kemampuan untuk menyalin rupa, umpamanya menyalin rupa menjadi anak kecil, raksasa, membuat diri menjadi tidak tertampak.
c.   Manomaya-iddhi, yaitu kemampuan mencipta dengan mengunakan pikiran, umpamanya menciptakan istana, taman, singa.
d.   Nanavipphara-iddhi, yaitu pengetahuan menembus ajaran
e.   Samadhivipphara-iddhi, yaitu konsentrasi, lebih jauh :
-   Kemampuan menembus dinding, gunung-gunung.
-   Kemampuan menyelam kedalam bumi bagaikan menyelam ke dalam air.
-   Kemampuan berjalan di atas air.
-   Kemampuan melawan api.
-   Kemampuan terbang di angkasa.

D4. Patisambhidappatto : Arahat yang mempunyai Patisambhida ( Pengertian Sempurna ) 4 yaitu :
1.   Atthapatisambhida, yaitu pengertian mengenai arti-maksudnya dan mampu memberi penerangan secara terperinci.
2.   Dhammapatisambhida, yaitu pengertian mengenai inti-sarinya dan mampu mengeluarkan pertanyaan.
3.   Niruttipatisambhida, yaitu pengertian mengenai bahasa dan mampu memakai kata-kata yang mudah dimengerti.
4.   Patibhananapatisambhida, yaitu pengertian mengenai kebijaksanaan dan mampu menjawab seketika bila ada pertanyaan secara mendadak.

Sumber : Dhamma Sakaccha (Panjika)

_/\_ :lotus:

41
Theravada / ABHIDHAMMA by Bhikkhu Kheminda
« on: 06 August 2009, 02:00:32 PM »
Abhidhamma
Yesterday at 2:33pm

The Tipitaka – Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka and Abhidhamma Pitaka –
offers a complete teaching of the Buddha with its distinguished feature
for each pitaka. The Vinaya Pitaka is a teaching set up according to
offence / what is violated; Sutta Pitaka is a teaching according to
individual tendency or it is a kind of teaching about what should be
done / what should not be done; whereas Abhidhamma Pitaka is a teaching
about how the law of nature is working.

Thus, the teaching found in Abhidhamma Pitaka does not follow the
tendency of individual; it is a teaching as it really is. With the
exception of the fourth book – i.e. Puggala Paññatti (The Designation
of Individual) –Abhidhamma is, therefore, ultimate teaching in contrast
to conventional teaching found in the other pitakas. While in the other
two pitakas the Buddha uses the conventional words such as ‘a man’; ‘a
woman’ etc, in Abhidhamma Pitaka, however, the Buddha leaves all those
conventional things behind and, instead, he uses language denotes
ultimate realities.

In Abhidhamma, one will never find the words ‘a man’ or ‘a woman’
anymore. What one finds is only elaboration of ultimate realities. It
gives a full treatment of phenomenon into its ultimate realities which
are minutely analyzed in their various combinations and classifications
such as five-aggregates; twelve bases; eighteen elements etc.

For those whose minds are not satisfied with the elaboration
available in Sutta Pitaka, the Abhidhamma Pitaka provides ample
material to correctly understand the Dhamma, particularly the doctrine
of non-self or anattā where all the teachings of Abhidhamma emerge and
culminate.

In Abhidhamma, every phenomenon has been clearly delineated on an
intricate map which can guide the Buddha’s disciple towards liberation.
Therefore, if properly treated, not as a mere intellectual amusement,
the thorough study of Abhidhamma can foster one’s spiritual progress.
Moreover, it undoubtedly enhances one’s insight into the real nature of
experience, ranging from the simplest mundane daily experience to the
highest mundane attainment, which is just a bare phenomenon – a
combination of ultimate realities which is in a state of constant flux
without a substantial self governs it. When this insight springs up, it
gradually overturns an old self-centred habit – a habit which leads
only to the endless suffering – and gives rise to a new ‘non-self’
habit, that is a habit to dis-identify oneself from daily life
experiences. However, for the latter to become a habit, one has to be
skilful in directing the insight into one’s bodily, speech and mental
action. Viewing this way, one will find a very dynamic teaching in
Abhidhamma which can be transformed into a daily life experience. And
it is precisely at this point, one is ready to bring one’s suffering to
an end.

The prefix ‘Abhi’ means higher or excellent and the words ‘dhamma’
simply mean teaching. Thus, Abhidhamma can be meant the higher or
excellent teaching of the Buddha. However, one should not misinterpret
the words Abhidhamma as higher teaching compare to the other pitakas.
The same dhammas are taught in Sutta Pitaka and Abhidhamma Pitaka
actually. The different lies in the method of treatment only. While in
Sutta Pitaka, when the Buddha explains about the five aggregates, it
might only occupy one page; however – in Abhidhamma – the Buddha
explains it in such detail which occupies over than 50 pages as it is
found in Vibhańga (the second book of Abhidhamma Pitaka). Therefore,
the dhammas are treated in more detailed; more analytical and more
comprehensive than the treatment in Sutta Pitaka.

The Theravāda tradition holds the origin of Abhidhamma attributed to
the Buddha himself. The whole teachings of Abhidhamma were deeply
contemplated in the fourth week after His enlightenment. It was only in
that moment the very bright light emitted from His body due to the
subtle and profoundity of the dhamma being contemplated. Later on, it
was taught in Tāvati½sa deva realm as an expression of gratitude
towards His formerly mother (Queen Mahā Mayā Devī) who had been born in
Tusita deva realm by the named Santusita Deva. The event happened in
the seventh years of His Buddhahood during the whole three months of
rainy season. Fortunately, the Buddha transmitted the summary of it to
Ven. Sāriputta who was in turned taught the Abhidhamma to his 500
disciples .

Three months after the Buddha’s parinibbāna (final passing away); all
the teachings of the Buddha were collected and examined by His 500
disciples who were all Arahants. The event is known as First Buddhist
Council headed by the elder Mahā Kassapa. The teachings were collected
under ‘Dhamma’ and ‘Vinaya’. The dhamma (which included Abhidhamma) was
recited by Ven. Ānanda whereas Vinaya was recited by Ven. Upāli. Hence,
Abhidhamma came into existence.

With Mettā,

Bhikkhu Kheminda.

===============

_/\_ :lotus:

42
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / FOTOCOPY BUKU DHAMMA
« on: 05 August 2009, 02:28:59 PM »
Teman-teman...

Beberapa teman saya mau titip saya foto copy buku Dhamma. Kalo ada teman-teman yang berminat untuk titip fotocopy buku tsb...silakan posting di sini dan alamatnya di PM ke saya.

Adapun Buku Dhamma yg mau di fotocopy tersebut adalah:
~ Visuddhi Magga jilid 1-5 (yg bhs indo)
~ Kitab Dhammasangani (Kitab pertama dari Abhidhamma Pitaka) - Bhs Indo
~ Kitab Vibhanga ((Kitab kedua dari Abhidhamma Pitaka) - Bhs Inggris (pake Hardcover, harganya bisa kira2 100 rb lebih)
~ Buddhism In Daily Life (Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari) - Bhs. Indo
~ berbincang Dhamma (Dhamma Sakacca-tanya jawab) - Bhs Indo

_/\_ :lotus:

43
Kafe Jongkok / 10 pertanyaan dari bule yang susah dijawab…
« on: 04 August 2009, 05:33:18 PM »
10 pertanyaan dari bule yang susah dijawab…

Suatu hari, gue membaca sebuah blog milik seorang teman wanita yang menikah dengan orang Prancis kalau nggak salah.

Mereka kemudian tinggal di New York untuk beberapa tahun.

Suatu hari, si suami nguping pembicaraan istrinya yg lagi ngobrol dengan temen Indonesianya lewat telfon.

Usai nelfon, si Istri ditanya oleh suaminya yang bule

“What is the meaning of ‘Siih’, ‘Lhooo’, ‘Waaah’ and ‘Dooong’ ?”



Si Istri ketawa dan menjawab “Itu semua nggak ada artinya”

“Lalu kenapa dipake kalau ga ada artinya?”

Istrinya menjawab balik, “Itu penekanan ajaa”

“Ooohh…” lanjut si bule.. kemudian dia tiba tiba berkata

“I love you… dong?”

HAHAHAHAHAHAHAHHAHAHA

….

Kadang kadang, ada beberapa hal yang susah untuk dijelaskan kepada bule.

Ada pertanyaan dari mereka yang entah kenapa susah untuk kita jawab.

Contoh, berikut adalah beberapa pertanyaan dari bule yang ga bisa gue jawab

“Why do Indonesians eat ‘Torpedo’ ??”

“What is Kualat?”

NAAAAAAAAAAAAAH

Kemarin malam gue nanya sama pendengar gue (Hardockers) ketika siaran di Provocative Proactive (Kamis malam jam 20.00)

Dan berhasil mengumpulkan TOP TEN PERTANYAAN DARI BULE YANG SUSAH DIJAWAB.

10. “Why is everybody in a hurry??”

Ditanya seorang bule ketika dia liat mobil mobil pada nyalip lewat bahu jalan tol

9. “Why do you still live with ur parents?”

Ditanya seorang bule kepada seorang wanita 25 tahun. Nampaknya si bule membandingkan dengan tempat tinggalnya di Amerika

8. “Can you teach me how to say R?”

Maksudnya R-nya Indonesia. Hehehehe

7. “Why do you call me BULE?”

6. “What is Ojek in english?”

5. “Is this Kampong?”

Ditanya oleh bule yang terkejut dibawa lewat jalan tikus

4. “Why are we not moving”

Ditanya sama bule yang lagi naik angkot. Yang ditanya mau jawab ngetem tapi ga tau bahasa inggrisnya ngetem apa…

3. “Why would anyone in the world would give its son’s name booty man(budiman)?”

2.”What’s the difference between ‘Ya iyalaah’ and ‘Ya iya dooong?”

1. “What are you eating?”

Masalahnya yang ditanya lagi makan otak otak… bingung deh dia jawabnya.. masak dijawab BRAIN BRAIN?

HAHAHAHAHAHAHAHA

 
_/\_ :lotus:

44
BAGAIMANA CARANYA AGAR KITA BERBAHAGIA DI MASA MENDATANG?

SUMBER KEBAHAGIAAN KEHIDUPAN YANG AKAN DATANG...

Untuk dapat mencapai dan merealisasi kebahagiaan yang akan datang, yaitu kebahagiaan yang dapat terlahir di alam-alam yang menyenangkan dan kebahagiaan terbebas dari yang berkondisi, ada 4 syarat yang harus dipenuhi...yaitu:

1. Saddhasampada:
Harus mempunyai keyakinan, yaitu keyakinan terhadap nilai-nilai luhur. Keyakinan ini harus berdasarkan pengertian, sehingga dengan demikian diharapkan untuk menyelidiki, menguji dan mempraktikkan apa yang dia yakini tersebut. Di dalam Samyutta Nikaya V, Sang Buddha menyatakan demikian: “Seseorang … yang memiliki pengertian, mendasarkan keyakinannya sesuai dengan pengertian.” Saddha (keyakinan) sangat penting untuk membantu seseorang dalam melaksanakan ajaran dari apa yang dihayatinya; juga berdasarkan keyakinan ini, maka tekadnya akan muncul dan berkembang. Kekuatan tekad tersebut akan mengembangkan semangat dan usaha untuk mencapai tujuan.



2.Silasampada:
Harus melaksanakan latihan kemoralan, yaitu menghindari perbuatan membunuh, mencuri, asusila, ucapan yang tidak benar, dan menghindari makanan/minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran (hilangnya pengendalian diri). Sila bukan merupakan suatu peraturan larangan, tetapi merupakan ajaran kemoralan yang bertujuan agar umat Buddha menyadari adanya akibat baik dari hasil pelaksanaannya, dan akibat buruk bila tidak melaksanakannya. Dengan demikian, berarti dalam hal ini seseorang bertanggung jawab penuh terhadap setiap perbuatannya. Pelaksanaan sila berhubungan erat dengan melatih perbuatan melalui ucapan dan badan jasmani. Sila ini dapat diintisarikan menjadi ‘hiri’ (malu berbuat jahat / salah) dan ‘ottappa’ (takut akan akibat perbuatan jahat / salah). Bagi seseorang yang melaksanakan sila, berarti ia telah membuat dirinya maupun orang lain merasa aman, tentram, dan damai. Keadaan aman, tenteram dan damai merupakan kondisi yang tepat untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan kemajuan serta kesejahteraan masyarakat dalam rangka tercapainya tujuan akhir, yaitu terealisasinya Nibbana



3. Cagasampada:
Murah hati, memiliki sifat kedermawanan, kasih sayang, yang dinyatakan dalam bentuk menolong mahluk lain, tanpa ada perasaan bermusuhan atau iri hati, dengan tujuan agar mahluk lain dapat hidup tenang, damai, dan bahagia. Untuk mengembangkan caga dalam batin, seseorang harus sering melatih mengembangkan kasih saying dengan menyatakan dalam batinnya (merenungkan) sebagai berikut: “Semoga semua mahluk berbahagia, bebas dari penderitaan, … kebencian, … kesakitan, … dan kesukaran. Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka sendiri.”



4. Panna:
Harus melatih mengembangkan kebijaksanaan, yang akan membawa ke arah terhentinya dukkha (Nibbana). Kebijaksanaan di sini artinya dapat memahami timbul dan padamnya segala sesuatu yang berkondisi; atau pandangan terang yang bersih dan benar terhadap segala sesuatu yang berkondisi, yang membawa ke arah terhentinya penderitaan. Panna muncul bukan hanya didasarkan pada teori, tetapi yang paling penting adalah dari pengalaman dan penghayatan ajaran Buddha. Panna berkaitan erat dengan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan. Singkatnya ia mengetahui dan mengerti tentang: masalah yang dihadapi, timbulnya penyebab masalah itu, masalah itu dapat dipadamkan / diatasi dan cara / metode untuk memadamkan penyebab masalah itu.



_/\_ :lotus:

45
Theravada / ADA EMPAT KEINGINAN WAJAR MANUSIA AWAM
« on: 30 July 2009, 01:55:56 PM »
Sang Buddha menyatakan...ADA EMPAT KEINGINAN WAJAR MANUSIA AWAM...
~ Ingin kaya,


~ Ingin kedudukan sosial tinggi,


~ Ingin umur panjang dan


~ Ingin masuk surga.



EMPAT KEINGINAN WAJAR MANUSIA AWAM
Sutta lain yang juga membahas tentang kesuksesan dalam kehidupan duniawi ini, bisa kita lihat pula dalam Anguttara Nikaya II (halaman 65), di mana sang Buddha menyatakan beberapa keinginan yang wajar dari manusia awam yang hidup berumah tangga, yaitu:
1. Semoga saya menjadi kaya, dan kekayaan itu terkumpul dengan cara yang benar dan pantas.
2. Semoga saya beserta keluarga dan kawan-kawan dapat mencapai kedudukan social yang tinggi.
3. Semoga saya selalu berhati-hati di dalam kehidupan ini, sehingga saya dapat berusia panjang.
4. Apabila kehidupan dalam dunia ini telah berakhir, semoga saya dapat terlahirkan kembali di alam kebahagiaan (surga).

Keempat keinginan wajar ini, merupakan tujuan hidup manusia yang masih diliputi oleh kehidupan duniawi; dan bagaimana caranya agar keinginan-keinginan ini dapat dicapai, penjelasannya adalah sama dengan uraian yang dijelaskan di dalam Vyagghapajja sutta. Jadi jelas sekarang bahwa Buddha di dalam ajarannya, sama sekali tidak menentang terhadap kemajuan atau kesuksesan dalam kehidupan duniawi. Dari semua uraian di atas tadi bisa kita ketahui bahwa Buddha juga memperhatikan kesejahteraan dalam kehidupan duniawi; tetapi memang, beliau tidak memandang kemajuan duniawi sebagai sesuatu yang benar kalau hal tersebut hanya didsasarkan pada kemajuan materi semata dengan mengabaikan dasar-dasar moral dan spiritual; sebab seperti yang dijelaskan tadi, yaitu bahwa tujuan hidup umat Buddha bukan hanya mencapai kebahagiaan di dalam kehidupan duniawi (kebahagiaan yang masih berkondisi saja), tetapi juga bisa merealisasi kebahagiaan yang tertinggi dan kekal, yaitu terbebas total dari penderitaan dan ketidakpuasan, terbebas dari dukkha, alias terealisasinya Nibbana. Maka, biarpun Sang Buddha menganjurkan kemajuan material dalam rangka kesejahteraan dalam kehidupan duniawi, sang Buddha juga selalu menganjurkan pentingnya perkembangan watak, moral dan spiritual untuk menghasilkan suatu masyarakat yang bahagia, aman, dan sejahtera secara lahir maupun batin; dalam rangka tercapainya tujuan akhir, yaitu terbebas segala derita dan ketidakpuasan, terealisasinya kebahagiaan tertinggi dan kekal, terealisasinya Nibbana.

_/\_ :lotus:

Pages: 1 2 [3] 4 5 6 7 8 9 10 ... 15
anything