Magga (jalan)
sakkāya-ditthi = pandangan identitas (60 pandangan)
vicikicchā = kebimbangan (bimbang dengan kondisi kelahiran muncul dari mana)
sīlabbata-parāmāsa; s. upādāna = sumpah (berpikir ditahbiskan sudah suci) dan ritual (berpikir ketika salah maka bisa dibersihkan dengan ritual teretntu, misalnya mandi air suci atau minum air suci)
kāma-rāga = nafsu indera (lima utas kenikmatan)
vyāpāda = itikad jahat (lihat di paling bawah)
rūpa-rāga = kemelekatan (ingin) terlahir di alam rupa
arūpa-rāga = kemelekatan (ingin) terlahir di alam arupa
māna = membandingkan diri dengan orang lain (kadang berpikir "aku lebih pintar atau aku lebih rendah.")
uddhacca = kegelisahan (batin tidak seimbang, ketika batin tidak mampu diseimbangkan, Nibbana jauh darinya)
avijjā = delusi (keseimbangan batin = Nibbana = delusi lenyap)
Sottapana telah melenyapkan belenggu no 1, 2, dan 3.
Sakadagami telah melenyapkan belenggu no 1, 2, 3, dan melemahkan belenggu no 4, dan 5
Anagami telah melenyapkan belenggu no 1 sampai 5
Arahat telah melenyapkan 10 belenggu
Menurut Abhidhamma (phala 'buah'):
Kāma-rāga = (ditekan) nafsu indera
Bhava-rāga = (menekan keinginan) kemelekatan terlahir di alam rupa dan arupa (termasuk alam surgawi, maunya terlahir menjadi manusia)
Patigha (bukan itikad jahat) = (menekan) dendam/dengki
(sotapanna phala) di atas
Māna = (sakadagami: menekan kuat) membandingkan diri dengan orang lain (anagami: mengembangkan untuk melenyapkan)
Ditthi = (sakadagami: menekan kuat keangkuhan "aku") pandangan identitas (anagami: mengembangkan untuk melenyapkan keangkuhan akan "aku")
(sakadagami phala) di atas + sotapanna phala.
Sīlabbata-parāmāsa = terikat pada ritual (tidak melekat pada kebiasaan misalnya menyembah Rupang Buddha karena ini tuga umat awam, bukan tugas "utama" seorang bhikkhu)
Vicikicchā = kebimbangan (akar kebimbagan telah putus, yaitu keangkuhan "aku")
Issa = cemburu/sirik (tidak lagi mengindhakan pujian maupun "mencoba menyindir"/ Anagami masih bisa menyindir dengan halus)
Macchariya = keserakahan (ketika sakit tidak lagi peduli hidup atau mati, mati = Nibbana, "bahkan nekat bunuh diri demi Nibbana)
Avijjā = delusi (keseimbangan batin dikembangkan menjadi Nibbana. Nibbana = lenyapnya delusi)
(Arahat phala) = hancur kesepuluhnya
Abidhamma berhubungan dengan praktek, lebih ke praktek daripada teori semata. Seperti pelajaran IPA, ada pelajaran praktek dan teori. Teori kadang susah dimengerti maka muncullah abidhamma.
Yang di abidhamma adalah phala 'buah'
sedangkan si sutta adalah magga 'jalan'.
Inilah kenapa Nakulapita dan Nakulamata ingin hidup selibat karena "kamaraga 'nafsu indria'" berada di posisi pertama. Orang selibat tidak menikmati kamaraga. Tujuan dari hidup selibat adalah untuk mendapatkan "Buah". Oleh karena itu, jika seorang bhikkhu mencapai sotapanna magga maka sudah pasti bhikkhu tersebut akan mencapai sotapanna phala karena para bhikkhu hidup selibat. Ketika memasuki arus, seorang bhikkhu lebih jago lagi indrianya, tidak mungkin lagi kembali di kehidupan rendah.
Perbedaan Itikad jahat, niat jahat, keinginan jahat.
Ada perempuan lewat kemudian seorang laki-laki ingin mendapatkan perhatian cewek tersebut kemudian ia bekerja sama dengan cowok lain, pura pura mengganggu si cewek kemudian si cowok pertama pun menghajar cowok pengganggu tersebut. Kemudian si cewek berpikir ia cowok yang hebat.
Itikad jahat = ingin dikenal jago (padahal tidak),
niat jahat = jalan cerita
keinginan jahat = memainkan dramanya
sasaran = cewek
hasil dari = menjalankan itikad
hasil akhir = itikad sukses (atau mungkin gagal di niat)