Bagaimana dengan kisah percakapan Sang Buddha dengan Ayahanda-Nya, Raja Suddhodana...
...Raja Suddhodana berkata :
"Dulu anakku selalu memakai sendal yang terbuat dari kain wol halus yang beraneka warna dan berjalan di atas permadani yang empuk dan dipayungi dengan payung putih. Tapi sekarang kaki anakku yang halus dan berwarna tembaga serta penuh dengan garis-garis ajaib itu harus berjalan di atas rumput kasar, duri dan batu kerikil. Apakah kaki anakku tidak pernah merasa sakit?"
Sang Buddha menjawab :
"Aku adalah Sang Penakluk, Yang Maha Tahu, tak ternoda oleh kekotoran batin di dunia ini. Aku telah melepaskan diri dari semua benda dan telah terbebas dengan musnahnya nafsu-keinginan. Orang seperti Aku tak dapat lagi diganggu oleh perasaan enak dan tidak enak"
Raja Suddhodana berkata :
"Dulu para pelayan tiap hari memandikan dan menggosokkan badan anakku dengan minyak kayu cendana yang baunya harum semerbak. Tapi sekarang anakku mengembara di waktu malam yang dingin dari satu hutan ke hutan yang lain. Sekarang siapakah yang memandikan anakku dengan bersih dan menyegarkan apabila anakku merasa lelah?"
Sang Buddha menjawab :
"O Baginda, murni adalah arus air yang datang dari pantai Kebajikan yang tak ternoda dan dipujikan oleh para bijaksana. Dengan mandi dan menyelam dalam air itulah Aku telah tiba di Pantai Seberang. Dhamma, o Baginda, adalah telaga yang mempunyai kebajikan sebagai pantainya. Ia tak ternoda dan selalu dipujikan oleh para bijaksana. Orang yang pernah mandi di telaga tersebut dapat membersihkan seluruh dunia dan membuatnya harus dengan jasa-jasa baiknya."
...Raja Suddhodana berkata :
"Dulu kereta yang mahal dan bergemerlapan dengan emas dan tembaga selalu tersedia untuk dipakai dan kemana pun anakku pergi selalu ikut serta sebuah payung putih, sebuah pusaka, sebatang pedang dan sebuah lambang kerajaan. Lagipula Kanthaka, kuda yang terkenal paling bagus dan paling cepat di seluruh negeri selalu menyertai anakku. Meskipun kini masih tersedia kereta, kereta perang, kuda dan gajah, namun anakku lebih senang berjalan-kaki dari satu kerajaan ke kerajaan lain. Coba katakan, apakah anakku tidak lelah?"
Sang Buddha menjawab :
"Kekuatan gaib adalah kereta-Ku. Keteapan hati, kebijaksanaan dan pikiran yang terpusat adalah sais-Ku.
Padhana yang terdiri dari
Sanvara (pengekangan diri dari nafsu-nafsu),
Pahana (melenyapkan kekotoran batin),
Bhavana (meditasi / pengembangan batin) dan
Anurakkhana (menjaga watak sendiri) adalah kuda-kuda-Ku. Seorang diri Aku mengembara ke tempat-tempat yang jauh."
...Raja Suddhodana berkata :
"Dulu anakku tinggal di istana yang kamarnya menyerupai tempat kediaman para dewa dan diterangi oleh sekumpulan kunang-kunang; dengan dilengkapi jendela putar yang serasi, di mana pelayan wanita yang memakai perhiasan dan kalungan bunga menunggu dengan sabar kata-kata yang keluar dari mulut Tuannya."
Sang Buddha menjawab :
"Sekarang, o Baginda, di tempat ini pun yang dihuni oleh manusia terdapat para Brahma dan Dewa Agung yang senantiasa mengikuti petunjuk-petunjuk-Ku dan lagi pula Aku dapat pergi ke mana pun yang Ku-kehendaki."
...Raja Suddhodana berkata :
"Dulu, o Yang Maha Kuat, di istana, kamar anakku yang menyerupai tempat kediaman para dewa, selalu dijaga oleh pengawal bersenjata yang mahir menggunakan pedang. Tapi sekarang, di hutan anakku seorang diri berada di tengah-tengah teriakan burung hantu dan jeritan anjing-anjing hutan, di mana pada malam hari binatang buas berkeliaran mencari mangsa. Apakah anakku tidak takut?"
Sang Buddha menjawab :
"Meskipun semua gerombolan Yakka datang bersama dengan gajah-gajah liar yang mengarungi hutan belantara, tapi makhluk-makhluk itu tidak akan mengganggu walaupun sehelai rambut-Ku, karena Aku telah menyingkirkan semua perasaan takut. Justru karena tanpa perasaan takut itulah Aku menang dan berhasil keluar dari lingkaran tumimbal-lahir. Seorang diri Aku berkelana, seorang Pertapa yang selalu waspada dan tidak tergoyahkan oleh celaan atau pujian, seperti seekor singa yang tidak takut pada suara, seperti angin yang tidak dapt dijerat oleh jala. Karena itu, o Baginda, bagaimana Anda dapat mengatakan bahwa Sang Penakluk, Pemimpin yang tidak dipimpin oleh siapa pun, dapat merasa takut?"
Raja Suddhodana kembali berkata :
"Sebenarnya seluruh dunia bisa menjadi tanah milikmu dan seribu orang anak dapat pula menjadi milikmu, kalau saja anakku tidak melepaskan tujuh rupa pusaka (lambang seorang Raja) dan menjadi seorang pertapa."
Sang Buddha kembali menjawab :
"Sekarang pun seluruh dunia masih tetap menjadi milik-Ku dan Aku tetap masih memiliki ribuan orang anak. Lagipula Aku memiliki Delapan Mustika yang tidak ada bandingannya di dunia ini."
...