12. “MakaGhatikara si pembuat tembikar dan Jotipaala si siswa brahmana menemui Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. [49] Setelah memberi hormat kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan Ghatikara si pembuat tembikar berkata kepada Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan:’Bhante, ini adalah siswa brahmana Jotipala, teman saya, sahabat dekat saya. Sudilah Yang Terberkahi memberikan pentahbisan.’Siswa brahmana Jotipala pun menerima pentahbisan dari Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- dan dia menerima pentahbisan penuh.793
Jika melihat bagian sutta yang ini, ghatikara membawa teman-nya untuk ditahbiskan. Dan ghatikara sebenarnya ingin menempuh jalan seperti teman-nya tapi tidak bisa karena punya tanggungjawab kepada orang tua.
Ghatikara sebagai umat awam mempunyai keyakinan dan semangat yang besar dalam menjalankan dhamma. Orang seperti ini pasti begitu ada kesempatan akan berdana. Jadi saya perkirakan pada pertemuan ini, sudah ada pembicaraan dan penawaran ghatikara kepada YM Kassapa. Dan YM kassapa sudah menerimanya. Ini bisa dilihat dari bagian sutta berikut.
Raja Kiki dari Kasi duduk di ternpat yang rendah di satu sisi dan berkata: ‘Bhante, sudilah Yang Tercerahkan menerima dari saya tempat tinggal selama Musim Penghujan di Benares; hal itu akan sangat membantu Sangha.’-'Cukup, raja, tempat tinggal selama Musim Penghujan bagiku telah tersedia.’
*Raja berpikir: ‘Yang Terberkahi Kassapa, [51] -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- tidak menerima dariku tempat tinggal selama Musim Penghujan di Benares,’dan dia merasa sangat kecewa dan sedih.
18. “Kemudian dia berkata: ‘Bhante, apakah Bhante mempunyai penopang yang lebih baik dari saya?’-'Ya, raja agung. Ada sebuah kota pasar yang disebut Vebhalinga. Di situ tinggal seorang pembuat tembikar bernama Ghatikara. Dia adalah penopangku, penopang utamaku. Raja agung, engkau berpikir: “Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan “Penuhnya tercerahkan- tidak menerima dariku tempat tinggal selama Musim Penghujan di Benares,” dan engkau merasa sangat kecewa dan sedih; tetapi si pembuat ternbikar Ghatikara tidak kecewa dan sedih, dan tidak akan demikian.
Jika dilihat disini bukankah alasan penolakan YM Kassapa pada raja karena dia sudah menerima tawaran lain yaitu si pembuat tembikar.
Dia tidak menggali untuk mencari tanah liat menggunakan beliung dengan tangannya sendiri; apa pun yang tersisa dari tanggul atau yang dibuang oleh tikus-tikus, dia bawa pulang dengan kereta; setelah membuat pot, dia mengatakan: “Biarlah siapa pun yang berkenan- meletakkan sejumlah beras pilihan atau kacang-kacangan atau miju-miju pilihan, dan dan biarlah dia mengambil apa yang dia suka.“794 Dia menopang orangtuanya yang buta dan sudah tua.
Jika dilihat komentar YM Kassapa tentang ghatikara, sepertinya ghatikara memang sudah punya kebiasaan yang membiarkan orang memilih pot yang dia buat dan mengambil sesukanya tanpa dia ada ditempat. Dia tidak mematok harga pada pot-nya, dia tidak menerima uang atau barang berharga lainnya. Begitulah cara dia mencari nafkah untuk menopang hidup orang tua-nya.
19. “‘Pada suatu saat ketika aku sedang berdiam di Vebhalinga, di pagi hari aku berpakaian, mengambil mangkuk serta jubah luarku, dan pergi ke orangtua pembuat tembikar Ghatikara. Aku bertanya kepada mereka: “Ke manakah si pembuat tembikar pergi? ” Bhante yang mulia, penopang Bhante sedang keluar; tetapi ambillah nasi dari kuali serta saus dari panic, dan silahkan makan.”
“ Aku makan, dan pergi. Kemudian pernbuat tembikar Ghatikara menemui orangtuanya dan bertanya: “Siapakah yang telah mengambil nasi dari kuali serta saus dari panci, makan, dan pergi ?” “Nak, Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- yang melakukannya.”
Dari bagian sutta ini, jika dilihat dari jawaban orang tua ghatikara, seperti-nya ghatikara sudah memberitahu duluan kepada orang tua-nya. Bahwa dia telah menjadi penopang YM Kassapa.
Dan biasanya Sang Buddha tidak pernah mengambil makanan untuk dirinya sendiri, tapi untuk kasus ini karena situasinya berbeda makanya dia mengambil sendiri.
“Kemudian pembuat tembikar Ghatikara berpikir: “Sungguh merupakan suatu keberuntungan bagiku, sungguh merupakan suatu keberuntungan besar bagiku bahwa Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan:bergantung padaku demikian!” Dan kegiuran serta kebahagiaan tidak pernah meninggalkan dia selama setengah-bulan atau orangtuanya selama seminggu.
21. “‘Pada kesempatan lain ketika aku sedang berdiam di Vebhalinga, gubugku bocor. Maka aku berkata kepada para bhikkhu demikian: “Pergilah, para bhikkhu, dan lihatlah apakah ada rumput di rumah pembuat tembikar Ghatikara.” –“ Bhante, tidak ada rumput di rumah pembuat tembikar Ghatikara; ada rumput di atapnya yang terbuat dari rumput.” – “Pergilah, para bhikkhu, dan ambillah rumput dari rumah pembuat tembikar Ghatikara.”
“Mereka melakukannya. Kemudian orangtua pembuat tembikar Ghatikara menanyai para bhikkhu: “Siapakah yang sedang mengambil rumput dari rumah ini?” – “Saudari, gubug Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- bocor.” – “Ambillah, yang mulia para Bhante, ambillah, dan semoga berkah ada padamu!”
“‘Kemudian pembuat tembikar Ghatikara menemui orangtuanya dan bertanya: “Siapakah yang telah mengambil rumput dari atap? – “Nak, para bhikkhu yang melakukannya; gubug Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- bocor.”
“Kemudian pembuat tembikar Ghatikara berpikir: “Sungguh merupakan suatu keberuntungan bagiku, sungguh merupakan suatu keberuntungan besar bagiku bahwa Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- tergantung padaku demikian!” Dan [54] kegiuran serta kebahagiaan tidak pernah meninggalkan dia selama setengah-bulan atau orangtuanya selama seminggu. Dan selama tiga bulan penuh, rumah itu tetap beratap langit, tetapi tidak ada hujan yang masuk. Seperti itulah si pembuat tembikar Ghatikara.’
“Sungguh merupakan suatu keberuntungan bagi si pembuat tembikar Ghatikara, sungguh merupakan suatu keberuntungan besar baginya bahwa Yang Terberkahi Kassapa -yang telah Mantap dan sepenuhnya tercerahkan dan bergantung padanya.’Bagaimana bisa dibilang YM Kassapa mencuri, jika tidak ada yang kehilangan? Yang ada pada ghatikara dan orang tua-nya hanya perasaan bahagia.
Kata penopang berarti, dia bersedia memberi apapun yang dibutuhkan oleh YM Kassapa.
Kalau begitu orang akan berargumen: setelah bijaksana, tidak pegang sila. Bukankah sudah pernah ada argumen demikian tentang 'yang bijaksana tidak melihat main gitar sebagai pelanggaran vinaya'?
Para bhikkhu tidak meminta izin lebih dahulu. Perhatikan kutipan ini:
“Mereka melakukannya. Kemudian orangtua pembuat tembikar Ghatikara menanyai para bhikkhu: “Siapakah yang sedang mengambil rumput dari rumah ini?”
Orang tua Ghatikara buta, para bhikkhu sudah 'kasak-kusuk' ambil atap, baru orang tuanya menanyai dan para bhikkhu menjawabnya. Mereka tidak minta izin, Buddha Kassapanya juga tidak minta izin, langsung suruh saja.