//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Abhi?ha Paccavekkhitabba?h?na Sutta  (Read 2313 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Abhi?ha Paccavekkhitabba?h?na Sutta
« on: 20 April 2012, 08:10:38 PM »
Anguttara Nikaya 5.6.7
Abhiṇha Paccavekkhitabbaṭhāna Sutta
Perenungan yang Terus-Menerus Dilakukan

Lima Perenungan

“Para bhikkhu, lima hal ini seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian. Apakah kelima hal ini?

(1) ‘Aku akan mengalami usia tua. Aku belum melampaui usia tua’, ini seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian.

(2) ‘Aku akan mengalami sakit. Aku belum melampaui penyakit’, ini seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian.

(3) ‘Aku akan mengalami kematian. Aku belum melampaui kematian’, ini seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian.

(4) ‘Semua orang yang dekat dan yang kusayangi akan berubah dan lenyap’, ini seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian.

(5) ‘Aku pemilik perbuatanku sendiri, pewaris perbuatanku sendiri, berasal dari perbuatanku sendiri, berhubungan dengan perbuatanku sendiri, dan berlindung dalam perbuatanku sendiri. Apa pun perbuatan yang kulakukan, baik atau buruk, akan menjadi warisanku’, ini seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian.”

Tujuan Perenungan

(1) “Para bhikkhu, untuk alasan apakah ‘Aku akan mengalami usia tua. Aku belum melampaui usia tua’ seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian?

Para bhikkhu, bagi makhluk-makhluk terdapat kemabukan akan kemudaan[1], mabuk sehingga mereka berbuat salah melalui tubuh, ucapan dan pikiran. Bagi seseorang yang secara terus-menerus merenungkan ‘Aku akan mengalami usia tua. Aku belum melampaui usia tua’, kemabukan akan kemudaan ketika masih muda sepenuhnya lenyap atau berkurang. Para bhikkhu, karena alasan ini ‘Aku akan mengalami usia tua. Aku belum melampaui usia tua’ seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian.”

(2) “Para bhikkhu, untuk alasan apakah ‘Aku akan mengalami sakit. Aku belum melampaui penyakit’ seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian?

Para bhikkhu, bagi makhluk-makhluk terdapat kemabukan akan kesehatan, mabuk sehingga mereka berbuat salah melalui tubuh, ucapan dan pikiran. Bagi seseorang yang secara terus-menerus merenungkan ‘Aku akan mengalami sakit. Aku belum melampaui penyakit’, kemabukan akan kesehatan sepenuhnya lenyap atau berkurang. Para bhikkhu, karena alasan ini ‘Aku akan mengalami sakit. Aku belum melampaui penyakit’ seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian.”

(3) “Para bhikkhu, untuk alasan apakah ‘Aku akan mengalami kematian. Aku belum melampaui kematian’ seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian?

Para bhikkhu, bagi makhluk-makhluk terdapat kemabukan akan kehidupan, mabuk sehingga mereka berbuat salah melalui tubuh, ucapan dan pikiran. Bagi seseorang yang secara terus-menerus merenungkan ‘Aku akan mengalami kematian. Aku belum melampaui kematian’, kemabukan akan kesehatan sepenuhnya lenyap atau berkurang. Para bhikkhu, karena alasan ini ‘Aku akan mengalami kematian. Aku belum melampaui kematian’ seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian.”

(4) “Para bhikkhu, untuk alasan apakah ‘Semua orang yang dekat dan yang kusayangi akan berubah dan lenyap’ seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian?

Para bhikkhu, bagi makhluk-makhluk terdapat keterikatan dan nafsu terhadap orang-orang yang dekat dan disayanginya, menyenanginya sehingga mereka berbuat salah melalui tubuh, ucapan dan pikiran. Bagi seseorang yang secara terus-menerus merenungkan ‘Semua orang yang dekat dan yang kusayangi akan berubah dan lenyap’, keterikatan dan nafsu terhadap orang-orang yang dekat dan disayangi sepenuhnya lenyap atau berkurang. Para bhikkhu, karena alasan ini ‘Semua orang yang dekat dan yang kusayangi akan berubah dan lenyap’ seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian.”

(5) “Para bhikkhu, untuk alasan apakah ‘Aku pemilik perbuatanku sendiri, pewaris perbuatanku sendiri, berasal dari perbuatanku sendiri, berhubungan dengan perbuatanku sendiri, dan berlindung dalam perbuatanku sendiri. Apa pun perbuatan yang kulakukan, baik atau buruk, akan menjadi warisanku’ seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian?

Para bhikkhu, bagi makhluk-makhluk terdapat perbuatan salah melalui tubuh, ucapan dan pikiran. Bagi seseorang yang secara terus-menerus merenungkan ‘Aku pemilik perbuatanku sendiri, pewaris perbuatanku sendiri, berasal dari perbuatanku sendiri, berhubungan dengan perbuatanku sendiri, dan berlindung dalam perbuatanku sendiri. Apa pun perbuatan yang kulakukan, baik atau buruk, akan menjadi warisanku’, perbuatan salah melalui tubuh, ucapan dan pikiran sepenuhnya lenyap atau berkurang. Para bhikkhu, karena alasan ini ‘Aku pemilik perbuatanku sendiri, pewaris perbuatanku sendiri, berasal dari perbuatanku sendiri, berhubungan dengan perbuatanku sendiri, dan berlindung dalam perbuatanku sendiri. Apa pun perbuatan yang kulakukan, baik atau buruk, akan menjadi warisanku’ seharusnya direnungkan secara terus-menerus oleh seorang wanita, seorang pria, seorang perumah tangga, atau seorang yang telah meninggalkan keduniawian.”

Manfaat Perenungan

(1) “Para bhikkhu, seorang siswa mulia merenungkan: ‘Tidak hanya aku, yang akan mengalami usia tua dan belum melampauinya, tetapi juga semua makhluk yang telah datang, pergi, lenyap dan muncul akan mengalami usia tua dan belum melampauinya.’ Bagi seseorang yang terus-menerus merenungkan hal ini, sang jalan muncul. Kemudian ia mengembangkan sang jalan dan terus-menerus melatihnya[2] dan semua belenggunya[3] ditinggalkan dan kecenderungan latennya[4] akan lenyap.”

(2) “Para bhikkhu, seorang siswa mulia merenungkan: ‘Tidak hanya aku, yang akan mengalami sakit dan belum melampauinya, tetapi juga semua makhluk yang telah datang, pergi, lenyap dan muncul akan mengalami sakit dan belum melampauinya.’ Bagi seseorang yang terus-menerus merenungkan hal ini, sang jalan muncul. Kemudian ia mengembangkan sang jalan dan terus-menerus melatihnya dan semua belenggunya ditinggalkan dan kecenderungan latennya akan lenyap.”

(3) “Para bhikkhu, seorang siswa mulia merenungkan: ‘Tidak hanya aku, yang akan mengalami kematian dan belum melampauinya, tetapi juga semua makhluk yang telah datang, pergi, lenyap dan muncul akan mengalami kematian dan belum melampauinya’. Bagi seseorang yang terus-menerus merenungkan hal ini, sang jalan muncul. Kemudian ia mengembangkan sang jalan dan terus-menerus melatihnya dan semua belenggunya ditinggalkan dan kecenderungan latennya akan lenyap.”

(4) “Para bhikkhu, seorang siswa mulia merenungkan: ‘Tidak hanya orang-orang yang dekat dan yang kusayangi, yang akan berubah dan lenyap, tetapi juga orang-orang yang dekat dan disayangi semua makhluk yang telah datang, pergi, lenyap dan muncul akan berubah dan lenyap’. Bagi seseorang yang terus-menerus merenungkan hal ini, sang jalan muncul. Kemudian ia mengembangkan sang jalan dan terus-menerus melatihnya dan semua belenggunya ditinggalkan dan kecenderungan latennya akan lenyap.”

(5) “Para bhikkhu, seorang siswa mulia merenungkan: ‘Tidak hanya aku, yang adalah pemilik perbuatanku sendiri, mewarisinya, berasal darinya, berhubungan dengannya dan berlindung di dalamnya, apa pun yang kuperbuat, baik atau buruk, akan menjadi warisanku, tetapi juga semua makhluk yang telah datang, pergi, lenyap dan muncul adalah pemilik perbuatannya masing-masing, mewarisinya, berasal darinya, berhubungan dengannya dan berlindung di dalamnya, apa pun yang diperbuatnya, baik atau buruk, akan menjadi warisan mereka’. Bagi seseorang yang terus-menerus merenungkan hal ini, sang jalan muncul. Kemudian ia mengembangkan sang jalan dan terus-menerus melatihnya dan semua belenggunya ditinggalkan dan kecenderungan laten akan lenyap.”

Usia tua, penyakit dan kematian, hal-hal yang tidak terhindarkan ini orang-orang biasa tidak menyenanginya.
Tidak sesuai bagiku, yang berdiam [dalam perenungan yang] demikian untuk membenci hal-hal ini.
Aku memahami tentang kemabukan atas kesehatan, kemudaan dan kehidupan ini
Dan melihat ketenangan dalam melepaskan hal-hal ini, sekarang aku tidak dapat menikmati kesenangan indera.
Aku tidak akan berhenti sampai akhir kehidupan suci tercapai.

Catatan Kaki:

1. Yobbane yobbana mado, secara harfiah “mabuk karena kemudaan”. Namun bukan hanya orang-orang muda yang terlena oleh usia muda, kesehatan dan kehidupan, tetapi orang-orang yang sudah tua dan orang sakit pun lebih menginginkan usia muda dan kesehatan.

2. Menurut Anguttara Nikaya buku pertama (ekanipata) ini dilakukan dengan mengembangkan perhatian terhadap tubuh (kayagatasati), yaitu mengamati 32 bagian tubuh atau melakukan meditasi dengan objek pengamatan terhadap tubuh (kayanupassana), misalnya meditasi pernapasan (anapanasati).

3. Belenggu (samyojana) ada 10: pandangan akan diri (sakkayaditthi), keragu-raguan (vicikiccha), kemelekatan pada upacara dan ritual (silabbataparamasa), nafsu indera (kamaraga), kebencian (vyapada), keinginan akan alam berbentuk (ruparaga), keinginan akan alam tak berbentuk (aruparaga), kesombongan (mana), kegelisahan (uddhacca) dan ketidaktahuan (avijja).

4. Kecenderungan laten (anusaya) ada 7: keinginan indera (kamacchanda), kejijikan (patigha), pandangan salah (ditthi), keragu-raguan (vicikiccha), kesombongan (mana), keinginan akan kehidupan (bhavaraga), dan ketidaktahuan (avijja).
« Last Edit: 06 January 2014, 06:36:11 PM by Shinichi »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

 

anything