//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA  (Read 54067 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IX)
« Reply #60 on: 07 March 2012, 12:32:05 PM »
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Sekarang, Aku, para bhikkhu, untuk seterusnya tidak akan melaksanakan Uposatha, Aku tidak akan membacakan Pātimokkha; sekarang kalian sendiri, para bhikkhu, yang harus melaksanakan Uposatha, harus membacakan Pātimokkha. Tidaklah mungkin, para bhikkhu, tidaklah selayaknya bahwa Sang Penemu-kebenaran harus melaksanakan Uposatha, harus membacakan Pāṭimokkha bersama dengan kelompok yang tidak sepenuhnya murni. Juga, para bhikkhu, Pātimokkha tidak boleh didengarkan oleh seseorang yang melakukan pelanggaran.  Siapa pun yang mendengarkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah, aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menangguhkan Pātimokkha bagi ia yang, setelah melakukan pelanggaran, mendengarkan Pātimokkha.  Dan beginilah, para bhikkhu, penangguhan itu:  Pada hari Uposatha, apakah tanggal empat belas atau lima belas, jika orang itu hadir [240] maka hal ini harus diucapkan di tengah-tengah Saṅgha: ‘Yang Mulia, Mohon Saṅgha mendengarkan saya. orang itu melakukan pelanggaran; saya menangguhkan Pāṭimokkha baginya, Pātimokkha tidak boleh dibacakan jika ia hadir’ – (demikianlah) Pātimokkha ditangguhkan.” ||2||

Pada saat itu kelompok enam bhikkhu,  berpikir: “Tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang kami,” mendengarkan Pātimokkha walaupun mereka melakukan pelanggaran. Para bhikkhu senior yang mengetahui pikiran orang lain, memberitahu para bhikkhu: “Si ini dan si itu, Yang Mulia, (bagian dari) kelompok enam bhikkhu, berpikir, ‘Tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang kami,’ mendengarkan Pātimokkha walaupun mereka melakukan pelanggaran. Kelompok enam bhikkhu mendengar bahwa para bhikkhu senior, yang mengetahui pikiran orang lain, telah memberitahu para bhikkhu: “si ini dan si itu … mendengarkan Pātimokkha walaupun mereka melakukan pelanggaran.” Mereka berpikir: “Jika para bhikkhu yang berperilaku baik menangguhkan Pāṭimokkha bagi kami,” terlebih dulu menangguhkan, dengan tanpa dasar, tanpa alasan, Pātimokkha bagi para bhikkhu bersih yang tidak melakukan pelanggaran. Para bhikkhu lain … menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin kelompok enam bhikkhu ini menangguhkan, dengan tanpa dasar, tanpa alasan, Pātimokkha bagi para bhikkhu bersih yang tidak melakukan pelanggaran.” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Benarkah, seperti dikatakan, para bhikkhu, bahwa kelompok enam bhikkhu ini menangguhkan, dengan tanpa dasar, tanpa alasan, Pātimokkha bagi para bhikkhu bersih yang tidak melakukan pelanggaran?”

“Benar, Yang Mulia.” Setelah menegur mereka, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu, dengan mengatakan:

“Para bhikkhu, kalian tidak boleh, dengan tanpa dasar, tanpa alasan, menangguhkan Pātimokkha bagi para bhikkhu bersih yang tidak melakukan pelanggaran. Siapa pun yang menangguhkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. ||1||

“Para bhikkhu, ada satu penangguhan Pātimokkha yang tidak sah, ada satu yang sah; ada dua penangguhan Pātimokkha yang tidak sah, ada dua yang sah; tiga … empat … lima … enam … tujuh … delapan … Sembilan … sepuluh penangguhan Pātimokkha yang tidak sah, sepuluh yang sah. ||2||

“Apakah satu penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral, maka satu penangguhan Pāṭimokkha ini adalah tidak sah.

“Apakah satu penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral, maka satu penangguhan Pāṭimokkha ini adalah sah.

“Apakah dua penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? [241] Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku yang baik, maka dua penangguhan Pāṭimokkha ini adalah tidak sah.

“Apakah dua penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku yang baik, maka dua penangguhan Pāṭimokkha ini adalah sah.

“Apakah tiga penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku yang baik, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari pandangan benar, maka tiga penangguhan … adalah tidak sah.

“Apakah tiga penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral … dari perilaku yang baik … dari pandangan benar, maka tiga penangguhan … adalah sah.

“Apakah empat penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral … dari perilaku yang baik … dari pandangan benar, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari penghidupan benar, maka empat penangguhan Pātimokkha ini adalah tidak sah.

“Apakah empat penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral … dari perilaku yang baik … dari pandangan benar, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari penghidupan benar, maka empat penangguhan … adalah sah.

“Apakah lima penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran yang menuntut diadakannya sidang resmi Saṅgha … atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran yang menuntut penebusan …  atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran yang harus diakui … atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran perbuatan-salah, maka lima penangguhan Pātimokkha ini … adalah tidak sah.

“Apakah lima penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran perbuatan-salah, maka lima penangguhan Pātimokkha ini … adalah  sah.

“Apakah enam penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan,  Jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang dilakukan,  atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku baik yang tidak dilakukan … yang dilakukan,  Jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari pandangan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan, maka enam penangguhan Pātimokkha ini adalah tidak sah.

“Apakah enam penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan, Jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang dilakukan, atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku baik yang tidak dilakukan … yang dilakukan,  Jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari pandangan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan, maka enam penangguhan Pātimokkha ini adalah  sah.

“Apakah tujuh penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … karena pelanggaran yang mengakibatkan sidang resmi Saṅgha … karena pelanggaran yang berat … karena pelanggaran menuntut penebusan …  karena pelanggaran yang harus diakui … karena pelanggaran perbuatan-salah, Jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena pelanggaran ucapan salah, maka tujuh penangguhan Pātimokkha ini … adalah tidak sah.

“Apakah tujuh penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … atas (tuduhan) berdasar karena pelanggaran ucapan salah, maka tujuh penangguhan Pātimokkha ini … adalah  sah.

“Apakah delapan penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan … yang dilakukan … karena jatuh dari perilaku baik yang tidak dilakukan [242] … yang dilakukan … karena jatuh dari pandangan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan, jika ia menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari penghidupan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan, maka delapan penangguhan … adalah tidak sah.

“Apakah delapan penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan … yang dilakukan … karena jatuh dari penghidupan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan, maka delapan penangguhan … adalah sah.

“Apakah sembilan penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) tanpa dasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan … yang dilakukan … yang dilakukan dan tidak dilakukan  … karena jatuh dari perilaku baik yang tidak dilakukan … yang dilakukan … yang dilakukan dan tidak dilakukan … karena jatuh dari pandangan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan … yang dilakukan dan tidak dilakukan, maka sembilan penangguhan … adalah tidak sah.

“Apakah sembilan penangguhan Pātimokkha yang sah? Jika seseorang menangguhkan Pātimokkha atas (tuduhan) berdasar karena jatuh dari perilaku bermoral yang tidak dilakukan … yang dilakukan … yang dilakukan dan tidak dilakukan … karena jatuh dari perilaku baik … karena jatuh dari pandangan benar yang tidak dilakukan … yang dilakukan … yang dilakukan dan tidak dilakukan, maka sembilan penangguhan … adalah sah.

“Apakah sepuluh penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seorang yang mengalami kejatuhan tidak duduk di tengah-tengah sidang,  jika pembicaraan mengenai kejatuhan sedang berlangsung,  jika seorang yang mengingkari latihan tidak duduk di tengah-tengah sidang, jika pembicaraan mengenai pengingkaran latihan sedang berlangsung, jika ia menyerah pada suatu sidang lengkap yang sah,  jika ia tidak menarik penerimaannya  (atas suatu tindakan resmi yang telah diputuskan) dalam suatu sidang lengkap yang sah, jika pembicaraan tentang penarikan penerimaan (atas suatu tindakan resmi yang telah diputuskan) dalam suatu sidang lengkap yang sah sedang berlangsung, jika ia tidak terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku bermoral, jika ia tidak terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perbuatan baik, jika ia tidak terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari pandangan benar, maka sepuluh penangguhan Pātimokkha ini adalah tidak sah.

“Apakah sepuluh penangguhan Pātimokkha yang tidak sah? Jika seorang yang mengalami kejatuhan duduk di tengah-tengah sidang, jika pembicaraan mengenai kejatuhan tidak sedang berlangsung … (seperti paragraph sebelumnya, tetapi berlawanan dalam setiap kasus) … jika ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari pandangan benar, maka sepuluh penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||3||

“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) seseorang yang mengalami kejatuhan sedang duduk dalam sidang itu? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, di mana dengan alasan sifat-sifat itu,  dengan alasan ciri-ciri itu, dengan alasan tanda-tanda itu yang karenanya terjadi pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan yang mana seorang bhikkhu melihat (bhikkhu lainnya) melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan; atau mungkin saja bahwa bhikkhu itu tidak melihat sendiri bhikkhu lain [243] itu melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan, tetapi seorang bhikkhu lain membertahukan kepadanya: ‘Bhikkhu itu, Yang Mulia, melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan’; atau mungkin saja bahwa bhikkhu itu tidak melihat sendiri seorang bhikkhu melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan dan tidak ada bhikkhu lain yang memberitahukan kepadanya: ‘Bhikkhu itu, Yang Mulia, melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan,’ tetapi ia sendiri memberitahukan kepada bhikkhu itu: ‘Aku, Yang Mulia, telah melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan.’ Maka, para bhkkhu, bhikkhu itu, jika ia menghendaki, berdasarkan pada apa yang ia lihat, ia dengar, atau ia curigai boleh, pada hari Uposatha, apakah tanggal empat belas atau tanggal lima belas, mengumumkan di tengah-tengah Saṅgha jika orang itu hadir: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan. Saya menangguhkan Pāṭimokkha baginya. Pātimokkha tidak boleh dibacakan jika dihadiri olehnya.’ Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. Jika Pātmokkha telah ditangguhkan bagi bhikkhu tersebut, jika sidang mencabutnya karena alasan salah satu dari sepuluh bahaya  - bahaya dari raja-raja atau … pencuri atau … api atau … air atau … manusia atau … makhluk bukan manusia atau … binatang buas atau … binatang-binatang melata atau karena bahaya yang mengancam nyawa atau bahaya yang mengancam pengembaraan-Brahma – para bhikkhu, bhikkhu itu, jika ia menginginkan, boleh di kediaman itu atau di kediaman lainnya, mengumumkan di tengah-tengah Saṅgha dengan dihadiri oleh orang itu: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Pembicaraan sehubungan dengan pelanggaran orang itu yang mengakibatkan kejatuhan masih sedang berlangsung; hal itu masih belum diputuskan. Jika Saṅgha menghendaki, maka Saṅgha boleh memutuskan hal ini.’ Jika ia berhasil, maka itu bagus. Jika ia tidak berhasil, maka ia harus, pada hari Uposatha, apakah tanggal empat belas atau tanggal lima belas, mengumumkan di tengah-tengah Saṅgha dengan dihadiri oleh orang itu: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Pembicaraan sehubungan dengan pelanggaran orang itu yang mengakibatkan kejatuhan masih sedang berlangsung; hal itu masih belum diputuskan. Saya menangguhkan Pāṭimokkha baginya. Pātimokkha tidak boleh dibacakan jika dihadiri olehnya.’ Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||4||

“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) seseorang yang mengingkari latihan sedang duduk dalam sidang itu? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … [244] (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi  mengingkari latihan) … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||5||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IX)
« Reply #61 on: 07 March 2012, 12:33:22 PM »
“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) seseorang tidak menyerah pada suatu sidang lengkap yang sah? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … [244] (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi  tidak menyerah pada suatu sidang lengkap yang sah) … [245] … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||6||


“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) seseorang menarik penerimaannya (atas suatu tindakan resmi yang telah diputuskan) dalam suatu sidang lengkap yang sah? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … [244] (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi  menarik penerimaannya (atas suatu tindakan resmi yang telah diputuskan) dalam suatu sidang lengkap yang sah … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||7||

“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku bermoral? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku bermoral … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||8|| “Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku baik? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … (baca ||8||

“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari pandangan benar? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … [246] (baca ||8||) … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. Ini adalah sepuluh penangguhan Pātimokkha yang sah.” ||9||3||

Demikianlah bagian pengulangan pertama

Kemudian Yang Mulia Upāli menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, jika seorang bhikkhu ingin melakukan suatu tugas untuk dirinya sendiri,  berapakah kualitas yang dimiliki tugas itu yang boleh ia lakukan untuk dirinya sendiri?”

“Upāli, jika seorang bhikkhu ingin melakukan suatu tugas untuk dirinya sendiri, tugas yang boleh ia lakukan untuk dirinya itu harus memiliki lima kualitas. Upāli, jika seorang bhikkhu ingin melakukan suatu tugas untuk dirinya sendiri, maka ia harus mempertimbangkan: ‘Tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri, apakah sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan tugas untukku, atau tidak?’ Jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Sekarang adalah waktu yang salah  untuk melakukan tugas untuk diriku sendiri, bukan waktu yang tepat,’ maka, Upāli tugas yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri itu tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan tugas untuk diriku sendiri, bukan waktu yang salah,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri, apakah tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri adalah sesuatu yang benar, atau tidak?’ Jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Tugas untuk diriku sendiri itu adalah sesuatu yang salah, bukan sesuatu yang benar,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Tugas untuk diriku sendiri itu adalah sesuatu yang benar, bukan sesuatu yang tidak benar,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri, apakah tugas itu berhubungan dengan tujuan, atau tidak?’ Jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Tugas untuk diriku sendiri itu tidak berhubungan dengan tujuan,  bukan berhubungan dengan tujuan,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘tugas ini yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri adalah berhubungan dengan tujuan, bukan tidak berhubungan dengan tujuan,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Akankah aku, dengan melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, menarik  para bhikkhu yang adalah para sahabat dan kolegaku di pihakku sesuai dengan dhamma, sesuai dengan disiplin, atau tidak?’ jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Aku, dengan melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, tidak akan menarik para bhikkhu yang adalah para sahabat dan kolegaku di pihakku sesuai dengan dhamma, sesuai dengan disiplin,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, bhikkhu itu mengetahui bahwa: [247] ‘Aku, dengan melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, akan menarik para bhikkhu yang adalah para sahabat dan kolegaku di pihakku sesuai dengan dhamma, sesuai dengan disiplin,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Setelah melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, akankah hal ini menjadi percekcokan, pertengkaran, perselisihan, pertikaian, perpecahan dalam Saṅgha, kemarahan dalam Saṅgha, perbedaan dalam Saṅgha,  atau tidak?’ jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Setelah melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, maka akan terjadi percekcokan … perbedaan dalam Saṅgha,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, bhikkhu itu mengetahui bahwa: ‘Setelah melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, tidak akan terjadi percekcokan … perbedaan dalam Saṅgha,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri boleh dilakukan. Demikianlah, Upāli, jika suatu tugas untuk diri sendiri yang dilakukan dengan memiliki lima kualitas ini, maka tidak akan ada penyesalan kelak.” ||4||

“Yang Mulia, jika seorang bhikkhu mencela,  ingin mencela bhikkhu lain, setelah mempertimbangkan berapa kondisikah ia boleh mencela bhikkhu lain?”

“Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah mempertimbangkan lima kondisi maka ia boleh mencela bhikkhu lain. Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah aku cukup murni dalam tingkah laku jasmani,  apakah aku memiliki tingkah laku jasmani yang murni, tanpa cacat, tanpa cela? Apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, bhikkhu ini tidak cukup murni dalam tingkah laku jasmani, tidak memiliki tingkah laku jasmani yang murni, tanpa cacat, tanpa cela, maka akan ada di antara mereka yang berkata kepadanya: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, melatih dirimu sehubungan dengan jasmani’ – demikianlah mereka akan berkata kepadanya.

“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah aku cukup murni dalam tingkah laku ucapan, apakah aku memiliki tingkah laku ucapan yang murni, tanpa cacat, tanpa cela? Apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, bhikkhu ini tidak cukup murni dalam tingkah laku ucapan …  ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, melatih dirimu sehubungan dengan ucapan’ – demikianlah mereka akan berkata kepadanya.

“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah pikiran cinta kasih, tanpa niat buruk terhadap para pengembara-Brahma sahabatku, mantap dalam diriku? [243] apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, pikiran cinta kasih, tanpa niat buruk terhadap para pengembara-Brahma sahabatnya, tidak mantap dalam diri bhikkhu tersebut, maka akan ada di antara mereka yang berkata kepadanya: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, menegakkan pikiran cinta kasih terhadap para pengembara-Brahma yang menjadi sahabatmu.’ - demikianlah mereka akan berkata kepadanya.

“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah aku adalah seorang yang banyak mendengar, seorang yang ahli dalam kelompok, gudang pengetahuan dalam kelompok? Atas hal-hal itu yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dan yang, dengan makna, dengan kata-kata, menyatakan pengembaraan-Brahma yang lengkap sepenuhnya, murni sepenuhnya – apakah hal-hal demikian banyak kudengar, kupelajari, kuulangi, kurenungkan, keperhatikan dengan seksama, ditembus dengan sempurna melalui penglihatan?  Sekarang, apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, bhikkhu tersebut tidak banyak mendengar … jak hal-hal tersebut belum … ditembus dengan sempurna melalui penglihatan, maka akan ada di antara mereka yang berkata kepadanya: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, menguasai tradisi’  - akan ada di antara mereka yang berkata demikian kepadanya.

“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang,  apakah kedua Pātimokkha telah dengan benar diturunkan  kepadaku secara terperinci, dikelompokkan dengan benar, diatur dengan benar, diselidiki dengan benar klausa demi klausa, sehubungan dengan bentuk tata bahasa? Apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, kedua Pātimokkha tidak dengan benar diturunkan kepada bhikkhu tersebut secara terperinci … sehubungan dengan tata bahasa, dan jika mereka berkata: ‘Dimanakah, Yang Mulia, hal ini dinyatakan oleh Sang Bhagavā?’  dan jika ketika ditanya demikian ia tidak mampu menjawab, maka akan ada di antara mereka yang berkata: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, mempelajari disiplin’ - akan ada di antara mereka yang berkata demikian kepadanya. Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah mempertimbangkan lima kondisi ini maka ia boleh mencela bhikkhu lain. ||1||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB IX)
« Reply #62 on: 07 March 2012, 12:34:35 PM »
“Yang Mulia, jika seorang bhikkhu mencela,  ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan berapa kondisikah dalam dirinya, hingga ia boleh mencela bhikkhu lain?”

“Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan lima kondisi dalam dirinya, ia boleh mencela bhikkhu lain. Jika ia berpikir, ‘Aku akan berbicara pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang salah;  aku akan berbicara tentang fakta bukan tentang apa yang bukan fakta; aku akan berbicara dengan kelembutan, bukan dengan kekasaran; aku akan berbicara tentang apa yang berhubungan dengan tujuan, bukan tentang apa yang tidak berhubungan dengan tujuan; aku akan berbicara dengan pikiran cinta kasih, bukan dengan pikiran kebencian.’ Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan lima kondisi ini dalam dirinya, ia boleh mencela bhikkhu lain.” ||2||

“Yang Mulia, dalam berapa carakah penyesalan dapat muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan tidak menuruti aturan?”

“Upāli, dalam lima cara  penyesalan dapat muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan tidak menuruti aturan. Seseorang berkata: ‘Yang Mulia mencela pada saat yang salah, bukan pada saat yang tepat – engkau akan menyesal.  Yang Mulia mencela tentang apa yang bukan fakta, bukan tentang apa yang merupakan fakta – engkau akan menyesal. Yang Mulia mencela dengan kekasaran, bukan dengan kelembutan … dengan apa yang tidak berhubungan dengan tujuan, bukan dengan apa yang berhubungan dengan tujuan … dengan pikiran kebencian, bukan dengan pikiran cinta kasih – engkau akan menyesal.’ Upāli, dalam lima cara ini penyesalan dapat muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan tidak menuruti aturan. Karena alasan apakah? Agar tidak ada bhikkhu lain yang berpikir bahwa ia dapat dicela sehubungan dengan apa yang bukan fakta.” ||3||

“Tetapi. Yang Mulia, dalam berapa carakah penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan tidak menuruti aturan?”

“Upāḷi, dalam lima cara penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan tidak menuruti aturan. Seseorang berkata: ‘Yang Mulia dicela pada waktu yang salah, bukan pada waktu yang benar – engkau tidak perlu menyesal.  Yang Mulia dicela … dengan pikiran kebencian, bukan dengan pikiran cinta kasih – engkau tidak perlu menyesal.’ Upāḷi, dalam lima cara ini penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan tidak menuruti aturan. ||4||

“Yang Mulia, dalam berapa carakah penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan menuruti aturan?”

“dalam lima cara,  Upāli, penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan menuruti aturan. Seseorang berkata: ‘Yang Mulia mencela pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang salah – engkau tidak perlu menyesal. Yang Mulia mencela … bukan dengan pikiran kebencian, melainkan dengan pikiran cinta kasih – engkau tidak perlu menyesal.’ Dalam lima cara ini, Upāli, penyesalan tidak muncul dalam diri seorang bhikkhu yang mencela dengan menuruti aturan. Karena alasan apakah? Agar tidak ada bhikkhu lain yang berpikir bahwa ia dapat dicela sehubungan dengan apa yang merupakan fakta.” ||5||

“Tetapi. Yang Mulia, dalam berapa carakah penyesalan muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan menuruti aturan?”

“Dalam lima cara, Upāli, penyesalan muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan menuruti aturan. Seseorang berkata: ‘Yang Mulia dicela pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang salah – engkau akan menyesal. Yang Mulia dicela … bukan dengan pikiran kebencian, melainkan dengan pikiran cinta kasih – engkau akan menyesal.’ Upāli, dalam lima cara ini, penyesalan muncul dalam diri seorang bhikkhu yang dicela dengan menuruti aturan.” ||6||

“Yang Mulia, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan berapa kondisikah ia boleh mencela bhikkhu lain?”

“Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan lima kondisi, maka ia boleh mencela bhikkhu lain: belas kasihan, bertujuan demi kesejahteraan, simpati, menyingkirkan pelanggaran, bertujuan demi disiplin. Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah memunculkan lima kondisi [250], maka ia boleh mencela bhikkhu lain.”

“Tetapi, Yang Mulia, dalam berapa banyak objek pikirankah terdapat penyokong bagi seorang bhikkhu yang telah dicela?”

“Upāli, terdapat penyokong dalam dua objek pikiran bagi seorang bhikkhu yang telah dicela: dalam kebenaran dan dalam keadaan tanpa gangguan.”

Demikianlah bagian ke Sembilan: yaitu tentang Penangguhan Pātimokkha.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #63 on: 07 March 2012, 12:37:51 PM »
CULLAVAGGA X
Tentang Bhikkhunī


Pada suatu ketika Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, sedang menetap di antara penduduk Sakya di Kapilavatthu di vihara Banyan.  Kemudian Gotamid, Pajāpatī yang Agung, menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, baik sekali jika perempuan boleh diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.”

“Hati-hati, Gotami, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, baik sekali …”

“Hati-hati, Gotami, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.”

Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung, karena berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran,” berduka, bersedih, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis, setelah berpamitan dengan Sang Bhagavā, pergi dengan Beliau di sisi kanannya. ||1||

Kemudian Sang Bhagavā setelah menetap di Kapilavatthu selama yang Beliau kehendaki, melakukan perjalanan menuju Vesālī. Secara bertahap, berjalan kaki dalam perjalanan itu, akhirnya Beliau tiba di Vesālī. Sang Bhagavā menetap di sana di Vesālī di Hutan Besar di Aula beratap segitiga. Kemudian Gotamidm Pajāpati yang Agung, setelah memotong rambutnya, setelah mengenakan jubah kuning, melakukan perjalanan menuju Vesālī bersama dengan beberapa perempuan Sakya, dan akhirnya mereka mendekati Vesālī, Hutan Besar, Aula beratap segitiga. Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung, kakinya membengkak, tubuhnya tertutup debu, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis, berdiri di luar teras utama. [253] Yang Mulia Ānanda melihat Gotamid, Pajāpati yang Agung berdiri di luar teras utama, kakinya membengkak, tubuhnya tertutup debu, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis; melihatnya, ia berkata kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung sebagai berikut:

“Mengapa engkau, Gotami, berdiri … dan menangis?”

“Karena, Yang Mulia Ānanda, Sang Bhagavā tidak memperbolehkan perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.”

“Baiklah, Gotami, tunggulah  sebentar di sini,  hingga aku memohon pada Sang Bhagavā atas pelepasan keduniawian bagi perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.” ||2||

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung, sedang berdiri di luar teras utama, kakinya membengkak, tubuhnya tertutup debu, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis, dan mengatakan bahwa Sang Bhagavā tidak memperbolehkan perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran. Baik sekali, Yang Mulia, jika perempuan diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga … oleh Sang Penemu-kebenaran.”

“Hati-hati, Ānanda, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga … oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Baik sekali, Yang Mulia, jika perempuan diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga … yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.”

“Hati-hati, Ānanda, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam `dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir:

“Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini. Bagaimana jika aku, dengan cara lain, memohon kepada Sang Bhagavā untuk memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, apakah para perempuan, setelah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini, mampu mencapai buah pencapaian-arus atau buah yang-kembali-sekali atau buah yang-tidak-kembali atau kesempurnaan?”

“Para perempuan, Ānanda, setelah meninggalkan keduniawian … mampu mencapai … kesempurnaan.”

“Jika, Yang Mulia, setelah meninggalkan keduniawian … mampu mencapai … kesempurnaan – dan, Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung, telah sagat banyak membantu: ia adalah bibi Sang Bhagavā, [254] ibu pengasuh, perawat, pemberi susu, karena ketika ibu Sang Bhagavā meninggal dunia ia menyusui Beliau  - baik sekali, Yang Mulia, jika para perempuan diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.” ||3||

“Jika, Ānanda, Gotamid, Pajāpati yang Agung, menerima delapan peraturan penting,  maka ia boleh ditahbiskan:

“Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan (bahkan) selama satu abad harus menyapa dengan hormat, bangkit dari duduknya, memberi hormat dengan merangkapkan tangan, memberikan penghormatan selayaknya kepada seorang bhikkhu bahkan yang baru ditahbiskan pada hari itu. Dan peraturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dimuliakan, tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

“Seorang bhikkhunī tidak boleh melewatkan musim hujan di tempat tinggal di mana tidak terdapat bhikkhu. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Setiap setengah bulan seorang bhikkhunī harus mengharapkan dua hal dari Saṅgha para bhikkhu: bertanya (sehubungan dengan tanggal) hari Uposatha, dan kedatangan untuk memberikan nasihat. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Setelah musim hujan seorang bhikkhunī harus ‘melakukan undangan’ di hadapan kedua Saṅgha sehubungan dengan tiga hal: apa yang dilihat, apa yang didengar, apa yang dicurigai. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Seorang bhikkhunī yang melanggar suatu peraturan penting, harus menjalani mānatta (disiplin) selama setengah bulan di hadapan kedua Saṅgha. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Ketika, selagi menjalani masa percobaan, ia telah berlatih dalam enam peraturan selama dua tahun, maka ia harus memohon penahbisan dari kedua Saṅgha. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Seorang bhikkhu tidak boleh dicela atau ditegur dalam cara apa pun oleh seorang bhikkhunī. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Mulai hari ini pemberian nasihat kepada para bhikkhu oleh para bhikkhunī adalah terlarang, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī oleh para bhikkhu diperbolehkan. Dan peraturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dimuliakan, tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

“Jika, Ānanda, Gotamid, Pajāpati yang Agung, menerima delapan peraturan penting, maka ia boleh ditahbiskan.” ||4||

Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah menghafalkan delapan peraturan penting ini dari Sang Bhagavā, mendatangi Gotamid, Pajāpati yang Agung; setelah mendekat, ia berkata kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung sebagai berikut:

“Jika engkau, Gotami, sudi menerima delapan peraturan penting, maka engkau boleh ditahbiskan: Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan (bahkan) selama satu abad … Mulai hari ini pemberian nasihat kepada para bhikkhu oleh para bhikkhunī adalah terlarang … tidak boleh dilanggar seumur hidupmu. Jika engkau, Gotami, sudi menerima delapan peraturan penting, maka engkau boleh ditahbiskan.”

“Seperti halnya,  Yang Mulia Ānanda, seorang perempuan atau laki-laki muda, berusia muda, dan menyukai perhiasan, setelah mencuci (badan dan) kepala(nya), [255] setelah memperoleh kalung bunga teratai atau kalung bunga melati atau kalung bunga tanaman merambat yang harum, setelah memegangnya dengan kedua tangan akan meletakkan di atas kepalanya – demikian pula aku, menghormati, Ānanda, dan menerima kedelapan peraturan penting ini dan tidak akan pernah melanggarnya seumur hidupku.” ||5||

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, delapan peraturan penting ini diterima Gotamid, Pajāpati yang Agung.”

“Jika, Ānanda, perempuan tidak memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran, maka pengembaraan-Brahma, Ānanda, akan bertahan lama, dhamma sejati akan bertahan selama seribu tahun. Tetapi karena, Ānanda, perempuan telah memperoleh pelepasan keduniawian … dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran, maka sekarang, Ānanda, pengembaraan-Brahma ini tidak akan bertahan lama, dhamma sejati hanya akan bertahan selama lima ratus tahun.

“Seperti halnya, Ānanda, rumah tangga yang terdiri dari banyak perempuan dan sedikit laki-laki akan dengan mudah jatuh dimangsa oleh para perampok, pencuri-pot,  demikian pula, Ānanda, dalam dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah, maka pengembaraan-Brahma itu tidak akan bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, ketika hama yang dikenal sebagai jamur putih  menyerang seluruh lahan padi hingga lahan padi tersebut tidak bertahan lama, demikian pula, Ānanda, dalam dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian … maka pengembaraan-Brahma itu tidak akan bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, ketika hama yang dikenal sebagai jamur merah  menyerang seluruh lahan tebu hingga lahan tebu tersebut tidak bertahan lama, demikian pula, Ānanda, dalam dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian … maka pengembaraan-Brahma itu tidak akan bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, seseorang,  berharap, akan membangun tanggul pada sebuah waduk agar air tidak meluap keluar, demikian pula, Ānanda, delapan peraturan penting bagi para bhikkhunī ini ditetapkan olehKu, berharap, agar tidak dilanggar seumur hidup mereka.” ||6||1||

Demikianlah Delapan Peraturan Penting bagi Para Bhikkhunī.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #64 on: 07 March 2012, 12:39:07 PM »
Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Sekarang, aturan perilaku bagaimanakah, Yang Mulia, yang harus kuturuti sehubungan dengan [250] para perempuan Sakya ini?” Kemudian Sang Bhagavā, memberikan kegembiraan, kegirangan, membangkitkan semangat, memberikan kesenangan kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung dengan khotbah dhamma. Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung, merasa gembira … senang oleh khotbah dhamma yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā, setelah berpamitan dari Sang Bhagavā, pergi dengan Beliau tetap di sisi kanannya. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, Aku mengizinkan para bhikkhunī ditahbiskan oleh para bhikkhu.”  ||1||

Kemudian para bhikkhunī ini berkata kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung sebagai berikut: “Nyonya ini tidak ditahbiskan, kita juga tidak ditahbiskan, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā bahwa: para bhikkhu harus ditahbiskan oleh para bhikkhu.”

Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah mendekat, setelah menyapa Yang Mulia Ānanda, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Yang Mulia Ānanda, para bhikkhunī ini berkata kepadaku sebagai berikut: ‘Nyonya ini tidak ditahbiskan, kita juga tidak ditahbiskan, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā bahwa: para bhikkhu harus ditahbiskan oleh para bhikkhu.’”

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata sebagai berikut: ‘Yang Mulia Ānanda, para bhikkhunī ini berkata kepadaku sebagai berikut … para bhikkhu harus ditahbiskan oleh para bhikkhu.’”

“Ānanda, pada saat delapan peraturan penting itu diterima oleh Gotamid, Pajāpati yang Agung, itu adalah penahbisannya.” ||2||2||

Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah mendekat, setelah menyapa Yang Mulia Ānanda, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Yang Mulia Ānanda, Aku memohon satu anugerah dari Sang Bhagavā: baik sekali, Yang Mulia, jika Sang Bhagavā memperbolehkan menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya antara para bhikkhu dan bhikkhu sesuai senioritas.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata sebagai berikut: ‘Yang Mulia Ānanda, Aku memohon satu anugerah … sesuai senioritas’.”

“Mustahil, Ānanda, [257] tidak mungkin terjadi, bahwa Sang Penemu-kebenaran memperbolehkan menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya antara para bhikkhu dan bhikkhu sesuai senioritas. Ānanda, para pengikut sekte lain, walaupun mungkin buruk dalam pengendalian, tidak akan menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya terhadap para perempuan, jadi bagaimana mungkin Sang Penemu-kebenaran memperbolehkan menyapa … tugas-tugas selayaknya antara para bhikkhu dan bhikkhu sesuai senioritas?” Kemudian Sang Bhagavā, dalam kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, kalian tidak boleh menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya terhadap para perempuan.  Siapa pun yang melakukan (salah satunya), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Kemudian Gotamid, Pajāpatī yang Agung, menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu yang serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu,  aturan perilaku manakah, Yang Mulia, yang harus kami turuti sehubungan dengan peraturan-peraturan latihan ini?”

“peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu, Gotami, yang serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu, seperti halnya para bhikkhu berlatih, demikian pula kalian harus berlatih dalam peraturan-peraturan latihan itu.”

“Peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu yang tidak serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu,  aturan perilaku manakah, Yang Mulia, yang harus kami turuti sehubungan dengan peraturan-peraturan latihan ini?”

“Peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu, Gotami, yang tidak serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu, berlatihlah dalam peraturan-peraturan latihan seperti yang telah ditetapkan.” ||4||

Kemudian Gotamid, Pajāpatī yang Agung, menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, sudilah Yang Mulia mengajarkan dhamma kepadaku secara singkat sehingga aku, setelah mendengar dhamma Sang Bhagavā, dapat berdiam sendirian, terasing, bersemangat, tekun, dan teguh.”

“Kondisi-kondisi apa pun, Gotami, yang engkau ketahui: kondisi-kondisi ini mengarah pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu, mengarah pada belenggu bukan pada ketiadaan belenggu, mengarah pada pengumpulan (kelahiran kembali), bukan pada ketiadaan pengumpulan, mengarah pada banyak keinginan, bukan pada sedikit keinginan, mengarah pada ketidak-puasan, bukan pada kepuasan, mengarah pada pergaulan, bukan pada kesendirian, mengarah pada kelembaman, bukan pada kegigihan, [258] mengarah pada kesulitan dalam menyokong diri sendiri, bukan pada kemudahan dalam menyokong diri sendiri – maka engkau harus mengetahui dengan pasti, Gotami, bahwa ini bukanlah dhamma, ini bukanlah disiplin, ini bukanlah ajaran Sang Guru. Tetapi kondisi-kondisi apa pun, Gotami, yang engkau ketahui: kondisi-kondisi ini mengarah pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu … (kebalikan dari sebelumnya) … mengarah pada kemudahan dalam menyokong diri sendiri, bukan pada kesulitan dalam menyokong diri sendiri – maka engkau harus mengetahui dengan pasti, Gotami, bahwa ini adalah dhamma, ini adalah disiplin, ini adalah ajaran Sang Guru.”  ||5||

Pada waktu itu Pāṭimokkha tidak dibacakan untuk para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā.  Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, membacakan Pāṭimokkha untuk para bhikkhunī.” Kemudian para bhikkhunī berpikir: “Sekarang, oleh siapakah Pāṭimokkha dibacakan untuk para bhikkhunī?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:”Aku mengizinkan, para bhikkhu, Pātimokkha dibacakan untuk para bhikkhunī oleh para bhikkhu.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah mendatangi kediaman para bhikkhunī, membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhunī.  Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka; sekarang mereka akan melakukan kesenangan bersama-sama.” Para bhikkhu mendengar orang-orang yang … menyebarkannya. Kemudian para bhikkhu itu mengadukan hal tersebut kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, Pātimokkha tidak boleh dibacakan untuk para bhikkhunī oleh para bhikkhu. Siapa pun yang membacakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, Pātimokkha dibacakan untuk par bhikkhunī oleh para bhikkhunī.”

Para bhikkhuni tidak mengetahui bagaimana membacakan Pātimokkha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Pātimokkha harus dibacakan sebagai berikut’.” ||1||

Pada masa itu para bhikkhunī tidak mengakui  pelanggaran-pelanggaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, suatu pelanggaran tidak boleh diakui oleh seorang bhikkhunī. Siapa pun yang mengakuinya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” Para bhikkhunī tidak mengetahui bagaimana mengakui pelanggaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan kepada para bhikkhunī melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Suatu pelanggaran harus diakui sebagai berikut’.” [259]

Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, oleh siapakah pengakuan bhikkhunī diterima?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menerima pengakuan para bhikkhunī melalui para bhikkhu.”

Pada saat itu, para bhikkhunī, setelah (masing-masing) menjumpai seorang bhikkhu di jalan raya dan di jalan buntu dan di persimpangan jalan,  setelah (masing-masing) meletakkan mangkuknya di atas tanah, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, mengakui suatu pelanggaran. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka; setelah melecehkan mereka sepanjang malam sekarang mereka meminta maaf.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pengakuan para bhikkhunī tidak boleh diterima oleh para bhikkhu. Aku mengizinkan, para bhikkhu, pelanggaran-pelanggaran para bhikkhunī diterima oleh para bhikkhunī.” Para bhikkhunī tidak mengetahui bagaimana mengakui pelanggaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: ‘Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan kepada para bhikkhunī melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Suatu pelanggaran harus diakui sebagai berikut’.” ||2||

Pada masa itu tindakan (resmi) tidak dilakukan bagi para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, suatu tindakan (resmi) dilakukan bagi para bhikkhunī.” Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, oleh siapakah tindakan (resmi) bagi para bhikkhunī dilakukan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tindakan (resmi) bagi para bhikkhunī dilakukan oleh para bhikkhu.”

Pada saat itu para bhikkhunī yang mana tindakan (resmi) terhadap mereka sedang dilakukan,  setelah (masing-masing) menjumpai seorang bhikkhu di jalan raya dan di jalan buntu dan di persimpangan jalan, setelah (masing-masing) meletakkan mangkuknya di atas tanah, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, meminta maaf  dengan berpikir: “Beginilah hal ini seharusnya dilakukan.” Seperti sebelumnya  orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka; setelah melecehkan mereka sepanjang malam sekarang mereka meminta maaf.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, suatu tidnakan (resmi) terhadap para bhikkhunī tidak boleh dilakukan oleh para bhikkhu. Siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Para bhikkhu, Aku mengizinkan para bhikkhunī melakukan tindakan (resmi) terhadap para bhikkhunī.” Para bhikkhunī tidak tahu bagaimana tindakan (resmi) dilakukan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan kepada para bhikkhunī melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: “Suatu tindakan (resmi) harus dilakukan sebagai berikut’.” ||3||6||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA
« Reply #65 on: 07 March 2012, 12:40:42 PM »
Pada saat itu para bhikkhunī di tengah-tengah Saṅgha,  [260] berselisih, bertengkar, jatuh ke dalam perbedaan pendapat, saling melukai satu sama lain dengan senjata lidah,  tidak mampu menyelesaikan pertanyaan resmi itu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan  kalian, para bhikkhu, untuk menyelesaikan pertanyaan resmi para bhikkhunī oleh para bhikkhu.”

Pada saat itu para bhikkhu sedang menyelesaikan suatu pertanyaan resmi bagi para bhikkhunī, tetapi ketika pertanyaan resmi itu sedang diselidiki, hal itu harus disaksikan oleh kedua belah pihak bhikkhunī yang terlibat dalam tindakan (resmi)  dan mereka yang melakukan pelanggaran.  Para bhikkhunī berkata sebagai berikut: “Baik sekali, Yang Mulia, jika para perempuan sendiri yang melakukan tindakan (resmi) bagi para bhikkhunī, jika para perempuan sendiri  yang menerima pelanggaran para bhikkhunī, tetapi telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Pertanyaan resmi para bhikkhunī harus diselesaikan oleh para bhikkhu’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah membatalkan  pelaksanaan tindakan (resmi) bhikkhunī oleh para bhikkhu, menyerahkannya kepada para bhikkhunī untuk melaksanakan tindakan (resmi) bhikkhunī oleh para bhikkhunī; setelah membatalkan (pengakuan)  terhadap pelanggaran para bhikkhuṅi oleh para bhikkhu, menyerahkan kepada para bhikkhunī untuk mengakui pelanggaran para bhikkhunī oleh para bhikkhunī.” ||7||

Pada saat itu bhikkhunī yang menjadi murid dari Bhikkhunī Uppalavaṇṇā telah mengikuti Sang Bhagavā selama tujuh tahun mempelajari disiplin, tetapi karena ia kebingungan, maka ia lupa pada yang telah ia pelajari. Bhikkhunī itu mendengar bahwa Sang Bhagavā hendak datang ke Sāvatthī. Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Selama tujuh tahun aku telah mengikuti Sang Bhagavā mempelajari disiplin, tetapi karena aku kebingungan, aku lupa pada apa yang telah kupelajari. Sungguh sulit bagi seorang perempuan untuk mengikuti gurunya seumur hidupnya.  Aturan perilaku manakah yang harus kuturuti?” kemudian bhikkhunī itu memberitahukan persoalan itu kepada para bhikkhunī. Para bhikkhunī mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, disiplin diajarkan kepada para bhikkhunī oleh para bhikkhu.” ||8||

Demikianlah bagian pengulangan pertama

Kemudian Sang Bhagavā setelah menetap di Vesālī selama yang Beliau kehendaki, melakukan perjalanan menuju Sāvatthī. Secara bertahap, berjalan kaki dalam perjalanan itu, akhirnya Beliau tiba di Sāvatthī. Sang Bhagavā menetap di sana di Sāvatthī di Hutan Jeta di Vihara Anāthapiṇḍika [261]. Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memercikkan air berlumpur mengenai para bhikkhunī, dengan berpikir: “Mungkin mereka menjadi tertarik  pada kami.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhu tidak boleh memercikkan air berlumpur mengenai para bhikkhunī, siapa pun yang memercikkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menjatuhkan hukuman  pada bhikkhu tersebut.” Kemudian para bhikkhu berpikir: “Bagaimanakah hukuman itu dijatuhkan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, bhikkhu tersebut tidak boleh disapa oleh Saṅgha para bhikkhunī.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu, setelah membuka penutup tubuh … paha … bagian-bagian pribadi mereka, memperlihatkan kepada para bhikkhunī, mereka mengganggu para bhikkhunī, mereka bergaul dengan para bhikkhunī, dengan berpikir: “Mungkin mereka menjadi tertarik pada kam.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seorang bhikkhu, setelah membuka penutup tubuh … paha … bagian-bagian pribadinya tidak boleh memperlihatkannya kepada para bhikkhunī, ia tidak boleh mengganggu para bhikkhunī, ia tidak boleh bergaul dengan para bhikkhunī. Siapa pun yang bergaul (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menjatuhkan hukuman pada bhikkhu tersebut.” Kemudian para bhikkhu berpikir: … (seperti paragraf di atas) … “Para bhikkhu, bhikkhu tersebut tidak boleh disapa oleh Saṅgha para bhikkhunī.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī memercikkan air berlumpur mengenai para bhikkhu … (ulangi ||1|| hingga) Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menjatuhkan hukuman  pada bhikkhu tersebut.” Kemudian para bhikkhu berpikir: “Bagaimanakah hukuman itu dijatuhkan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menetapkan larangan.”  Ketika larangan ini dijatuhkan mereka tidak mematuhinya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menangguhkan pemberian nasihat (kepadanya ).”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī, setelah membuka penutup tubuh … dada … paha … bagian-bagian pribadi mereka, memperlihatkan kepada para bhikkhu [262] … “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menetapkan larangan.”  Ketika larangan ini dijatuhkan mereka tidak mematuhinya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menangguhkan pemberian nasihat (kepadanya).” ||2||

Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, apakah diperbolehkan melaksanakan Uposatha bersama dengan seorang bhikkhunī yang padanya pemberian nasihat ditangguhkan, atau apakah tidak diperbolehkan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, Uposatha tidak boleh dilaksanakan bersama dengan seorang bhikkhunī yang padanya pemberian nasihat ditangguhkan selama pertanyaan resmi itu belum diselesaikan.”

Pada saat itu Yang Mulia Upāli, setelah menangguhkan pemberian nasihat, pergi melakukan perjalanan. Para bhikkhunī merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Guru Upāli, setelah menangguhkan pemberian nasihat, pergi melakukan perjalanan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, setelah menangguhkan pemberian nasihat, seseorang tidak boleh pergi melakukan perjalanan. Siapa pun yang pergi melakukan perjalanan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu (para bhikkhu) yang bodoh dan tidak berpengalaman menangguhkan pemberian nasihat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pemberian nasihat tidak boleh ditangguhkan oleh (bhikkhu) yang bodoh dan tidak berpengalaman. Siapa pun yang menangguhkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu menangguhkan pemberian nasihat secara tanpa dasar dan tanpa alasan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pemberian nasihat tidak boleh ditangguhkan secara tanpa dasar dan tanpa alasan. Siapa pun yang menangguhkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu, para bhikkhu, setelah menangguhkan pemberian nasihat, tidak memberikan keputusan.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, setelah menangguhkan pemberian nasihat, kalian tidak boleh tidak memberikan keputusan. Siapa pun yang tidak memberikan (keputusan), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Pada saat itu para bhikkhunī tidak datang untuk menerima nasihat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh tidak datang untuk menerima nasihat. Siapa pun yang tidak datang, maka ia akan diperlakukan menurut peraturan.

Pada saat itu keseluruhan Saṅgha para bhikkhunī datang untuk menerima nasihat. Orang-orang merendahkan, [263] mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka, sekarang mereka akan bersenang-senang bersama.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, keseluruhan Saṅgha para bhikkhunī tidak boleh datang untuk menerima nasihat. Jika datang demikian, maka terjadi pelanggaran perbuatan salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, empat atau lima bhikkhunī datang untuk menerima nasihat.”

Pada saat itu empat atau lima bhikkhunī datang untuk menerima nasihat. Seperti sebelumnya, orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka … sekarang mereka akan bersenang-senang bersama.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, empat atau lima bhikkhunī tidak boleh datang (bersama-sama) untuk menerima nasihat. Aku mengizinkan, para bhikkhu, dua atau tiga bhikkhunī datang (bersama-sama) untuk menerima nasihat: setelah menghadap seorang bhikkhu, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kakinya, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, mereka harus berkata kepadanya sebagai berikut: “Guru, Saṅgha para bhikkhunī bersujud di kaki Saṅgha para bhikkhu, dan memohon (waktu yang tepat) untuk datang menerima nasihat; sudilah memberitahu Saṅgha para bhikkhunī (waktu yang tepat) untuk datang menerima nasihat.’ Seorang yang membacakan Pātimokkha harus berkata: ‘Adakah bhikkhu yang telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī?’ jika ada bhikkhu yang telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī, maka si pembaca Pātimokkha harus berkata: ‘Bhikkhu ini ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī; silakan Saṅgha para bhikkhu datang kepadanya.’ jika tidak ada bhikkhu yang telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī, maka ia yang membacakan Pātimokkha harus berkata: ‘Bhikkhu manakah yang dapat memberikan nasihat kepada para bhikkhunī?’  jika ada seseorang yang dapat memberikan nasihat kepada para bhikkhunī dan ia memiliki delapan kualitas,  setelah berkumpul bersama, mereka harus diberitahu: ‘Bhikkhu ini telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat bagi para bhikkhunī; silakan Saṅgha para bhikkhunī datang kepadanya.’ jika tidak ada seseorang pun yang dapat memberikan nasihat kepada para bhikkhunī, maka ia yang membacakan Pātimokkha harus berkata: ‘Tidak ada bhikkhu yang ditunjuk untuk memberikan nasihat kepada para bhikkhunī. Silakan Saṅgha para bhikkhunī berlatih dalam kerukunan’.”  ||4||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #66 on: 07 March 2012, 12:42:00 PM »
Pada saat itu para bhikkhu tidak memberikan nasihat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, nasihat tidak boleh tidak diberikan. Siapa pun yang tidak memberikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu ada seorang bhikkhu bodoh; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” [264] Ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, adalah seorang yang bodoh. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan oleh para bhikkhu’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, dengan pengecualian seorang yang bodoh, untuk memberikan nasihat melalui orang lain.”

Pada saat itu seorang bhikkhu sedang sakit; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” “ ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, sedang sakit. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Dengan pengecualian seorang yang bodoh, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan melalui orang lain’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, untuk memberikan nasihat melalui orang lain.”

Pada saat itu seorang bhikkhu sedang melakuka perjalanan; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, sedang melakukan perjalanan. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan melalui orang lain’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, dengan pengecualian seorang yang sedang melakukan perjalanan, untuk memberikan nasihat melalui orang lain.”

Pada saat itu seorang bhikkhu sedang berdiam di hutan; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, sedang berdiam di hutan. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” Mereka berkata: “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, dengan pengecualian seorang yang sedang melakukan perjalanan, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan melalui orang lain’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Aku mengizinkan kalian, untuk memberikan nasihat melalui seorang bhikkhu yang adalah seorang penghuni hutan dan (ia) menetapkan janji pertemuan,  dengan mengatakan, ‘Aku akan melakukannya  di sini’.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah menyetujui untuk memberikan nasihat, tidak mengumumkannya.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pemberian nasihat tidak boleh tidak diumumkan. Siapa pun yang tidak mengumumkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah menyetujui untuk memberikan nasihat, tidak datang.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seseorang tidak boleh tidak datang untuk memberikan nasihat. Siapa pun yang tidak datang untuk memberikan nasihat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī tidak pergi ke tempat pertemuan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh tidak datang ke tempat pertemuan. Siapa pun yang tidak pergi, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.” ||5||9|| [265]

Pada saat itu para bhikkhunī mengenakan sabuk pinggang panjang yang dengannya mereka membentuk lipatan-lipatan.  Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan berkata: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mengenakan sabuk pinggang yang panjang. Siapa pun yang mengenakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, seorang bhikkhunī (mengenakan) sabuk pinggang dengan satu kali melingkari (pinggang). Dan lipatan-lipatan tidak diboleh dibentuk dari sabuk ini. Siapa pun yang membentuknya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī membentuk lipatas-lipatan dari irisan bamboo … helai kulit … helai kain tenunan  … helai jalinan kain tenunan … rumbai kain tenunan … helai kain  … jalinan kain … kain berumbai … jalinan benang … rumbai benang. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, lipatan-lipatan dari irisan bamboo tidak boleh dibentuk oleh para bhikkhunī, juga lipatan-lipatan dari helai kulit … juga lipatan-lipatan dari rumbai benang tidak boleh dibentuk, siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||1||

Pada saat itu para bhikkhunī memijat perut mereka dengan tulang kaki sapi,  mereka memijat perut mereka dengan tulang rahang sapi,  mereka memijat lengan  mereka, mereka memijat punggung tangan mereka, mereka memijat kura-kura kaki  merekan … atas kaki mereka … paha mereka … memijat wajah mereka, memijat rahang mereka. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu,  para bhikkhunī tidak boleh memijat perut mereka dengan tulang kaki sapi, mereka tidak boleh memijat perut mereka dengan tulang rahang sapi, mereka tidak boleh memijat lengan mereka … mereka tidak boleh memijat rahang mereka. Siapa pun yang memijat (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||2||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī  melumuri wajah mereka, menggosok wajah mereka (dengan salep ), mewarnai wajah mereka dengan bubuk mandi, menggambar wajah mereka dengan pewarna merah, mewarnai tubuh mereka, mewarnai wajah mereka, mewarnai tubuh dan wajah mereka. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: [266] “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh melumuri wajah mereka … juga tidak boleh mewarnai tubuh dan wajah mereka. Siapa pun yang melakukan (hal-hal ini), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī membuat (tanda dengan salep) di sudut mata mereka,  mereka membuat tanda pengenal (di kening mereka),  mereka melihat keluar dari jendela,  mereka berdiri di bawah cahaya,  mereka menari,  mereka menyokong para perempuan penghibur,  mereka membuka kedai-minuman,  mereka membuka rumah jagal,  mereka menjual (benda-benda) di toko,  mereka terlibat dalam kegiatan membungakan uang,  mereka terlibat dalam perdagangan, mereka memiliki budak-budak,  mereka memiliki budak perempuan, mereka memperkerjakan pelayan-pelayan, mereka memperkerjakan pelayan perempuan, mereka memelihara binatang-binatang, mereka mengurus tumbuhan dan pepohonan,  mereka membawa sehelai kulit pengasah  (untuk pisau cukur). Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh membuat (tanda dengan salep) di sudut mata mereka … juga mereka tidak boleh membawa sehelai kulit pengasah (untuk pisau cukur). Siapa pun yang membawanya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||4||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna hijau tua,  mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna kuning, mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna merah, mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna merah tua, mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna hitam, mereka mengenakan jubah yang dicelup dengan warna kuning kecoklatan, mereka mengenakan jubah yang dicelup dengan warna kuning kemerahan, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya tidak dipotong, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya memanjang, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya berbunga, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya berbentuk tudung ular, To  mereka mengenakan jaket, mereka mengenakan (pakaian terbuat dari) pohon Tiriṭa. Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan berkata: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, jubah yang seluruhnya berwarna hijau tua tidak boleh dikenakan oleh para bhikkhunī … (pakaian terbuat dari) pohon Tiriṭa tidak boleh dikenakan. Siapa pun yang mengenakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||5||10||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA
« Reply #67 on: 07 March 2012, 12:43:26 PM »
Pada saat itu seorang bhikkhunī menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: “Setelah saya meninggal dunia, biarlah barang-barangku diserahkan kepada Saṅgha.” Para bhikkhu dan para bhikkhunī yang ada di sana [267] berselisih, dengan berkata: “Barang-barang itu untuk kami,” “Barang-barang itu untuk kami.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, jika seorang bhikkhunī menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: ‘Setelah saya meninggal dunia, biarlah barang-barangku diserahkan kepada Saṅgha,’ maka dalam kasus itu Saṅgha para bhikkhu bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhunī. Para bhikkhu, jika seorang yang masih dalam masa percobaan … jika seorang samaṇerī, menjelang meninggal dunia … maka Saṅgha para bhikkhu bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhunī. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: … maka Saṅgha para bhikkhunī bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhu. Para bhikkhu, jika seorang samaṇera … jika seorang umat awam laki-laki … jika seorang umat awam perempuan … jika siapa pun lainnya menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: ‘Setelah saya meninggal dunia, biarlah barang-barangku diserahkan kepada Saṅgha,’ maka dalam kasus itu Saṅgha para bhikkhunī bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhu.”  ||11||

Pada saat itu seorang perempuan yang berasal dari suku Malla telah meninggalkan keduniawian di antara para bhikkhunī. Ia, setelah bertemu dengan seorang bhikkhu di jalan raya. Setelah menabraknya dengan bahunya, menjatuhkannya. Para bhikkhu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin seorang bhikkhunī memukul seorang bhikkhu?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seorang bhikkhunī tidak boleh memukul seorang bhikkhu. Siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.  Aku mengizinkan, para bhikkhu, seorang bhikkhunī, setelah melihat seorang bhikkhu, memberi jalan untuknya dengan berjalan di pinggir selagi (masih) di kejauhan.” ||12||

Pada saat itu seorang perempuan yang suaminya pergi dari rumah menjadi hamil oleh seorang kekasihnya.  Ia, setelah melakukan aborsi, berkata kepada seorang bhikkhunī yang dana makanannya bergantung pada keluarganya: “Marilah, nyonya, ambillah janin ini dalam mangkukmu.” Kemudian bhikkhunī itu, setelah meletakkan janin itu ke dalam mangkuknya, setelah menutupnya dengan jubah luarnya, pergi dari sana. Pada saat itu, suatu janji sedang dipenuhi oleh seorang bhikkhu yang sedang berjalan menerima dana makanan: “Aku tidak akan memakan dana makanan pertama yang kuterima sebelum mempersembahkannya kepada seorang bhikkhu atau seorang bhikkhunī.” Kemudian bhikkhu itu, setelah melihat bhikkhunī tersebut berkata sebagai berikut: “Kemarilah, saudari, terimalah dana makanan ini.”

“Tidak, guru,” ia berkata. Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya … “Tidak, guru,” ia berkata.

“Aku telah berjanji, saudari, bahwa aku tidak akan memakan dana makanan pertama yang kuterima sebelum mempersembahkannya kepada seorang bhikkhu atau seorang bhikkhunī. [268] Kemarilah, saudari, terimalah dana makanan ini.” Kemudian bhikkhunī tersebut, karena didesak oleh bhikkhu itu, setelah mengeluarkan mangkuknya, memperlihatkan kepadanya, berkata: “Lihatlah, guru, ada janin dalam mangkuk ini, tetapi jangan beritahu siapa pun.” Kemudian bhikkhu itu merendahkan, mengkritik, menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin bhikkhunī ini membawa janin dalam mangkuknya?” kemudian bhikkhu itu mengadukan hal itu kepada para bhikkhu. Para bhikkhu itu yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin bhikkhunī ini membawa janin dalam mangkuknya?” Kemudian para bhikkhu itu mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, janin tidak boleh dibawa di dalam mangkuk oleh seorang bhikkhunī. Siapa pun yang membawanya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, ketika seorang bhikkhunī bertemu dengan seorang bhikkhu, setelah mengeluarkan mangkuknya, memperlihatkan kepadanya.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī, setelah bertemu dengan seorang bhikkhu, membalikkan (mangkuk mereka),  memperlihatkan dasar mangkuk mereka. Para bhikkhu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Kelompok Enam Bhikkhunī, setelah bertemu dengan seorang bhikkhu, membalikkan (mangkuk mereka), memperlihatkan dasar mangkuk mereka?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī setelah bertemu dengan seorang bhikkhu, tidak boleh memperlihatkan dasar mangkuk (kepadanya) setelah membalikkannya. Aku mengizinkan, para bhikkhu, seorang bhikkhunī yang bertemu dengan seorang bhikkhu untuk memperlihatkan mangkuknya (kepadanya), setelah menegakkannya, dan makanan apa pun yang ada di dalam mangkuk harus dipersembahkan kepada bhikkhu itu.” ||2||13||

Pada saat itu sebuah organ intim laki-laki dibuang di jalan raya di Sāvatthī,  dan para bhikkhunī melihatnya.  Orang-orang heboh dan para bhikkhunī itu menjadi malu. Kemudian para bhikkhunī itu, setelah kembali ke vihara, memberitahukan hal itu kepada para bhikkhunī. Para bhikkhunī yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhunī ini melihat organ intim laki-laki?” Kemudian para bhikkhunī itu mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh melihat organ intim laki-laki. Siapa pun yang melihatnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||14||

Pada saat itu orang-orang memberikan makanan kepada para bhikkhu, para bhikkhu memberikannya kepada para bhikkhunī. Orang-orang  … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para mulia ini [269] memberikan kepada orang lain apa yang diberikan kepada mereka untuk mereka makan? Hal ini seolah-olah kami tidak mengetahui bagaimana memberikan persembahan.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memberikan kepada orang lain apa yang diberikan kepada kalian untuk kalian makan. Siapa pun yang memberikannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu makanan untuk para bhikkhu (sangat) berlimpah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memberikannya kepada Saṅgha.” Terdapat bahkan lebih berlimpah lagi. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk mendanakan apa yang menjadi milik pribadi-pribadi.”

Pada saat itu makanan untuk para bhikkhu yang tersimpan  (sangat) berlimpah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memanfaatkan makanan yang tersimpan untuk para bhikkhu, para bhikkhu mempersembahkannya kepada para bhikkhunī.

Hal yang sama diulangi tetapi dengan menggantikan bhikkhu menjadi bhikkhunī dan sebaliknya. ||2||15||

Pada saat itu perlengkapan tempat tinggal untuk para bhikkhu (sangat) berlimpah; para bhikkhunī tidak memiliki apa pun.  Para bhikkhunī mengirimkan utusan kepada para bhikkhu, dengan mengatakan: “Sudilah, Yang Mulia, para guru meminjamkan perlengkapan tempat tinggal untuk sementara.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, meminjamkan perlengkapan tempat tinggal kepada para bhikkhunī untuk sementara.” ||1||

Pada saat itu seorang bhikkhunī yang sedang mengalami menstruasi duduk dan berbaring di atas dipan berisi dan kursi berisi;  perlengkapan tempat tinggal itu menjadi kotor oleh darah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh duduk atau berbaring di atas dipan berisi atau kursi berisi. Siapa pun yang duduk (demikian) atau berbaring (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, sehelai jubah rumah tangga.”  Jubah rumah tangga itu kotor oleh darah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah peniti dan kain kecil.”  Kain kecil itu jatuh.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, setelah mengikatnya dengan benang, kemudian mengikatkannya di paha.” Benang itu putus. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, sehelai kain perut, seutas tali pinggang.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī mengenakan seutas tali pinggang sepanjang waktu. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mengenakan seutas tali pinggang sepanjang waktu. Siapa pun yang melakukan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, seutas tali pinggang ketika mereka mengalami menstruasi.” ||2||16||

Demikianlah Bagian Pengulangan Ke dua

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #68 on: 07 March 2012, 12:44:30 PM »
Pada saat itu para perempuan yang ditahbiskan terlihat tanpa karakteristik seksual dan terlihat tidak sempurna dalam hal jenis kelamin dan tanpa emosi dan dengan darah tidak mengalir dan perempuan yang selalu berpakaian dan tangkas dan berpenampilan dan kasim-perempuan menyerupai laki-laki dan mereka yang jenis kelaminnya tidak jelas dan mereka yang adalah hermafrodit.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menanyai seorang perempuan yang sedang ditahbiskankan tentang dua puluh empat hal yang menjadi penghalang. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditanya: ‘Engkau bukan tanpa karakteristik seksual? … Engkau bukan hermafrodit? Apakah engkau memiliki penyakit sebagai berikut:  lepra, bisul, eksem, penyakit paru-paru, epilepsi? Apakah engkau manusia? Apakah engkau perempuan? Apakah engkau adalah seorang perempuan yang bebas? Apakah engkau tidak memiliki hutang? Apakah engkau adalah petugas kerajaan? Apakah engkau memperoleh izin dari ibu dan ayahmu, dari suamimu?  Apakah engkau telah berusia dua puluh tahun?  Apakah engkau memiliki mangkuk dan jubah? Siapakah namamu? Siapakah nama perempuan yang mengusulkanmu?’”  ||1||

Pada saat itu para bhikkhu menanyai para bhikkhunī tentang hal-hal yang merupakan penghalang. Mereka yang menginginkan penahbisan terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, penahbisan dalam Saṅgha para bhikkhu setelah ia ditahbiskan pada satu sisi, dan telah mengklarifikasi dieinya (sehubungan dengan penghalang-penghalang) di dalam Saṅgha para bhikkhunī.”

Pada saat itu  para bhikkhunī yang menginginkan penahbisan, tetapi mereka tidak menguasai tentang hal-hal yang menjadi penghalang. Mereka yang menginginkan penahbisan [271] terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah diberitahu terlebih dulu, baru kemudian ditanyai tentang hal-hal yang menjadi penghalang.”

Mereka mengajarinya di tengah-tengah Saṅgha. Seperti sebelumnya, mereka yang menginginkan penahbisan terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah diberitahu terlebih dulu, kemudian ditanyai tentang hal-hal yang menjadi penghalang di tengah-tengah Saṅgha. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia diajari: Pertama-tama, ia harus dipersilakan untuk memilih seorang penahbis perempuan;  setelah mempersilakannya memilih seorang penahbis perempuan, mangkuk dan jubah harus ditunjukkan kepadanya (dengan kata-kata): ‘Ini adalah mangkuk untukmu, ini adalah jubah luar, ini adalah jubah atas, ini adalah jubah dalam, ini adalah rompi,  ini adalah jubah-mandi;  pergi dan berdirilah di tempat itu’.” ||2||

(Para bhikkhunī) yang bodoh dan tidak berpengalaman mengajari mereka. Mereka yang menginginkan penahbisan, tetapi tidak diajari, terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, mereka tidak boleh diajari oleh (bhikkhunī) yang bodoh dan tidak berpengalaman. Siapa pun yang mengajari mereka (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, diajari oleh (bhikkhunī) yang kompeten dan berpengalaman.” ||3||

Mereka yang tidak ditunjuk memberikan pengajaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, mereka tidak boleh diajari oleh ia yang tidak ditunjuk. Siapa pun (demikian) yang mengajarkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, mengajarkan melalui ia yang ditunjuk. Dan seperti inilah, para bhikkhu, seseorang ditunjuk: ia harus menunjuk dirinya sendiri, atau orang lain ditunjuk oleh orang lain. Dan bagaimanakah seseorang ditunjuk oleh dirinya sendiri? Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang itu menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, saya dapat mengajarinya.’ Demikianlah seseorang menunjuk dirinya sendiri. Dan bagaimanakah orang lain menunjuk orang lain? Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang itu menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, nyonya ini dapat mengajarinya.’ Demikianlah orang lain menunjuk orang lain. ||4||

“Bhikkhunī yang ditunjuk, setelah mendatangi ia yang menginginkan penahbisan, harus berkata kepadanya sebagai berikut: ‘Dengarkanlah. Ini adalah waktunya bagimu untuk (berkata) jujur, waktunya untuk mengatakan yang sebenarnya. Ketika aku bertanya kepadamu di tengah-tengah Saṅgha tentang suatu hal, engkau harus menjawab: ‘Benar,’ jika benar; engkau harus menjawab: ‘Bukan,’ jika bukan. Jangan diam, jangan bingung. Aku akan bertanya kepadamu sebagai berikut: ‘Engkau bukan tanpa karakteristik seksual? … Siapakah nama perempuan [272] yang mengusulkanmu?’”

“Mereka datang bersama-sama. Mereka tidak boleh datang bersama-sama. Sang pengajar setelah datang terlebih dulu, Saṅgha harus diberitahu (olehnya): ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Ia menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Ia telah kuajari. Jika baik menurut Saṅgha, izinkanlah ia datang.; ia harus diberitahu: ‘Ia boleh datang.’ Setelah merapikan jubah atasnya di bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhunī, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan. Ia harus memohon penahbisan, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, saya memohon penahbisan. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendidikku demi belas kasihan.’ Dan untuk ke dua kalinya, Nyonya-nyonya … Dan untuk ke tiga kalinya, Nyonya-nyonya, saya memohon penahbisan. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendidikku demi belas kasihan.’ ||5||

“Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, saya dapat menanyai orang ini sehubungan dengan hal-hal yang menjadi penghalang. ‘Dengarkanlah. Ini adalah waktunya bagimu untuk (berkata) jujur, waktunya untuk mengatakan yang sebenarnya. Ketika aku bertanya kepadamu di tengah-tengah Saṅgha tentang suatu hal, engkau harus menjawab: ‘Benar,’ jika benar; engkau harus menjawab: ‘Bukan,’ jika bukan. Jangan diam, jangan bingung. Aku akan bertanya kepadamu sebagai berikut: ‘Engkau bukan tanpa karakteristik seksual? … Siapakah nama perempuan yang mengusulkanmu?’ ||6||

“Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Ia murni sehubungan dengan hal-hal yang menjadi penghalang, ia memiliki mangkuk dan jubah. Ia memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu. Ini adalah usul. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Saṅgha menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu. Jika penahbisan orang ini melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu, sesuai dengan kehendak Nyonya-nyonya, maka Nyonya-nyonya cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silakan berbicara. Untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini … silakan berbicara. Orang ini ditahbiskan oleh Saṅgha melalui perempuan pengusul, Nyonya bernama itu. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||7||

“Dengan membawanya, setelah mendatangi Saṅgha para bhikkhu, setelah menyuruhnya merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, ia harus disuruh untuk memohon penahbisan, dengan mengatakan: ‘Saya, nyonya bernama ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu, [273] saya telah ditahbiskan di satu pihak dalam Saṅgha para bhikkhunī. Saya murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang).  Yang Mulia, saya memohon penahbisan dari Saṅgha. Yang Mulia, sudilah Saṅgha mendidik saya demi belas kasihan. Saya, nyonya bernama ini … murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang). Dan untuk ke dua kalinya … Saya, nyonya bernama ini … murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang). Dan untuk ke tiga kalinya, Yang Mulia, saya memohon penahbisan dari Saṅgha. Yang Mulia, sudilah Saṅgha mendidik saya demi belas kasihan.’ Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan melalui orang bernama itu. Ia telah ditahbiskan di satu pihak dalam Saṅgha para bhikkhunī, ia murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang). Orang ini memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan … melalui perempuan pengusul bernama itu. Jika penahbisan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu adalah sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini: Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya … silakan berbicara. Orang ini ditahbiskan oleh Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Naungan harus diukur segera. Lamanya musim harus dijelaskan, bagian-bagian hari harus dijelaskan, formula harus dijelaskan, para bhikkhunī harus diberitahu: “Jelaskanlah ketiga tempat tinggal  padanya dan delapan hal yang tidak boleh dilakukan.”  ||8||17||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #69 on: 07 March 2012, 12:45:49 PM »
Pada saat itu para bhikkhunī ragu-ragu sehubungan dengan tempat duduk di ruang makan sehingga membuang-buang waktu.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, delapan bhikkhunī (duduk) menurut urutan senioritas, yang lainnya menurut urutan kedatangan.” Pada saat itu para bhikkhunī berpikir: “Sang Bhagavā mengizinkan delapan bhikkhunī (duduk) menurut urutan senioritas, yang lainnya menurut urutan kedatangan,” di mana-mana disediakan  (tempat duduk) hanya untuk delapan bhikkhunī menurut urutan senioritas, untuk yang lainnya menurut urutan kedatangan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, (tempat duduk) di dalam ruang makan untuk delapan bhikkhunī menurut urutan senioritas, untuk yang lainnya menurut urutan kedatangan; tidak boleh ada di tempat lain (tempat duduk) yang dipesan menurut urutan senioritas. Siapa pun yang memesan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||18|| [274]


Pada saat itu para bhikkhunī tidak mengundang.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh tidak mengundang. Siapa pun yang tidak mengundang akan diperlakukan menurut aturan.”  Pada saat itu para bhikkhunī, setelah mengundang di antara mereka, tidak mengundang Saṅgha para bhikkhu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī, setelah mengundang di antara mereka, tidak boleh tidak mengundang Saṅgha para bhikkhu. Siapa pun yang tidak mengundang (demikian) akan diperlakukan menurut aturan.”

Pada saat itu para bhikkhunī, (hanya) mengundang di satu pihak (Saṅgha) bersama dengan para bhikkhu, membuat kegaduhan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh (hanya) mengundang di satu pihak (Saṅgha) bersama dengan para bhikkhu. Siapa pun yang mengundang (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī, mengundang sebelum waktu makan, melewatkan waktu (yang tepat).  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk mengundang setelah makan.” Mengundang setelah makan, mereka tiba pada waktu yang salah.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah mengundang (di antara mereka) pada satu hari, kemudian mengundang Saṅgha para bhikkhu pada keesokan harinya.” ||1||

Pada saat itu keseluruhan Saṅgha para bhikkhunī, ketika mengundang, menimbulkan keributan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, menunjuk seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditunjuk: Pertama-tama, seorang bhikkhunī harus diminta; setelah memintanya, Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: “Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menunjuk bhikkhunī bernama ini untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Ini adalah usul. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha menunjuk bhikkhunī bernama ini untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Jika penunjukan bhikkhunī bernama ini untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī sesuai dengan kehendak nyonya-nyonya, maka nyonya-nyonya cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silakan berbicara. Bhikkhunī bernama ini ditunjuk oleh Saṅgha untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||2||

“Bhikkhunī itu yang telah ditunjuk, dengan membawa Saṅgha para bhikkhunī (bersamanya), setelah mendatangi Saṅgha para bhikkhu, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, harus berkata sebagai berikut: [275] ‘Saṅgha para bhikkhunī, para Guru, mengundang Saṅgha para bhikkhu sehubungan dengan apa yang dilihat, didengar, atau dicurigai. Para Guru, sudilah Saṅgha para bhikkhu berbicara kepada Saṅgha para bhikkhunī demi belas kasihan dan mereka, dengan melihat (pelanggaran itu), akan memperbaiki. Dan untuk ke dua kalinya, Para Guru … Dan untuk ke tiga kalinya, Para Guru, Saṅgha para bhikkhunī mengundang Saṅgha para bhikkhu … akan memperbaiki;.”  ||3||19||

Pada saat itu para bhikkhunī menangguhkan Uposatha bagi para bhikkhu, mereka menangguhkan Undangan, mereka memberikan perintah, mereka menegakkan kekuasaan,  mereka meminta izin untuk pergi, mereka mengecam, mereka menyuruh untuk mengingat.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Uposatha seorang bhikkhu tidak boleh ditangguhkan oleh seorang bhikkhunī: bahkan jika ditangguhkan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) tertangguhkan, dan baginya yang menangguhkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Undangan tidak boleh ditangguhkan: bahkan jika ditangguhkan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) tertangguhkan, dan baginya yang menangguhkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Perintah tidak boleh diberikan: bahkan jika diberikan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) diberikan, dan baginya yang memberikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Kekuasaan tidak boleh ditegakkan: bahkan jika ditegakkan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) ditegakkan, dan baginya yang menegakkannya, maka 8ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Izin pergi tidak boleh diminta: bahkan jika diminta, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) diminta, dan baginya yang meminta, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Ia tidak boleh mengecam: seorang yang dikecam tidak (sungguh-sungguh) dikecam dan baginya yang mengecam, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Ia tidak boleh menyuruh untuk mengingat: seorang yang disuruh untuk mengingat tidak (sungguh-sungguh) disuruh untuk mengingat, dan baginya yang menyuruh untuk mengingat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu menangguhkan Uposatha bagi para bhikkhunī … (seperti di atas) … mereka menyuruh untuk mengingat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Aku mengizinkan kalian menangguhkan Uposatha seorang bhikkhunī melalui seorang bhikkhu: dan jika ditangguhkan, maka hal itu ditangguhkan dengan benar, dan tidak ada pelanggaran baginya yang menangguhkannya … menyuruh untuk mengingat: dan jika ia disuruh mengingat, maka ia dengan benar disuruh untuk mengingat, dan tidak ada pelanggaran baginya yang menyuruh untuk mengingat.” ||20||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī mengendarai kendaraan,  baik kereta yang ditarik oleh seekor sapi jantan di tengah yang dipasangkan dengan sapi-sapi betina, maupun kereta yang ditarik oleh seekor sapi betina di tengah yang dipasangkan dengan sapi-sapi jantan. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Seperti pada festival Gangga dan Mahī.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seorang bhikkhunī tidak boleh mengendarai kendaraan. Siapa pun yang mengendarainya, maka ia akan diperlakukan menurut aturan.”

Pada saat itu seorang bhikkhunī jatuh sakit; ia tidak mampu berjalan kaki. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, kendaraan bagi (seorang bhikkhunī) yang sedang sakit.” Kemudian para bhikkhunī berpikir: “(Apakah kendaraan itu) harus ditarik oleh sapi betina atau ditarik oleh sapi jantan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kereta tangan yang ditarik oleh seekor sapi betina, ditarik oleh seekor sapi jantan.”

Pada saat itu seorang bhikkhunī merasa sangat tidak nyaman karena guncangan kereta. [276] Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tandu, sebuah joli.”  ||21||

Pada saat itu perempuan penghibur Aḍḍhakāsī  telah meninggalkan keduniawian di antara para bhikkhunī. Ia sangat ingin pergi ke Sāvatthī, dengan berpikir, “Aku akan ditahbiskan di hadapan Sang Bhagavā.” Orang-orang buangan mendengar bahwa perempuan penghibur Aḍḍhakāsī sangat ingin pergi ke Sāvatthī dan mereka mengepung jalan. Tetapi perempuan penghibur Aḍḍhakāsī mendengar bahwa orang-orang buangan mengepung jalan dan ia mengirim utusan kepada Sang Bhagavā dengan mengatakan: “Bahkan  aku sangat menginginkan penahbisan. Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti?” kemudian Sang Bhagavā dalam kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menahbiskan bahkan melalui seorang utusan.”  ||1||

Mereka menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang bhikkhu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang bhikkhu. Siapa pun yang menahbiskan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” Mereka menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang yang sedang dalam masa percobaan … seorang samaṇera … seorang samaṇerī … melalui seorang utusan yang adalah seorang (perempuan) yang bodoh dan tidak berpengalaman. ”Para bhikkhu, kalian tidak boleh menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang  (perempuan) yang bodoh dan tidak berpengalaman. Siapa pun yang menahbiskan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten. ||2||

“Bhikkhunī itu yang adalah si utusan, setelah menghadap Saṅgha, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, ia harus mengatakan sebagai berikut: ‘Nyonya bernama ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu, ia telah ditahbiskan di satu pihak, dalam Saṅgha para bhikkhunī dan ia murni;  ia tidak datang hanya karena suatu bahaya. Nyonya bernama ini memohon penahbisan dari Saṅgha; sudilah Saṅgha demi belas kasihan  mendidik nyonya ini. Nyonya bernama ini … tidak datang karena suatu bahaya. Dan untuk ke dua kalinya nyonya bernama ini memohon penahbisan dari Saṅgha … mendidik nyonya ini. Nyonya bernama ini menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Ia telah ditahbiskan di satu pihak, dalam Saṅgha para bhikkhunī dan ia murni; ia tidak datang hanya karena suatu bahaya. Dan untuk ke tiga kalinya nyonya bernama ini memohon penahbisan dari Saṅgha; sudilah Saṅgha demi belas kasihan mendidik nyonya ini.’ Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan melalui orang bernama itu. Ia telah ditahbiskan di satu pihak dalam Saṅgha para bhikkhunī dan ia murni; ia tidak datang karena suatu bahaya. Orang ini memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Ini adalah usul. [277] Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan … melalui perempuan orang bernama itu … Orang ini memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Saṅgha menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu. Jika penahbisan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu adalah sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini: Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya … mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’. Naungan harus diukur segera.  Lamanya musim harus dijelaskan, bagian-bagian hari harus dijelaskan, formula harus dijelaskan, para bhikkhunī harus diberitahu: “Jelaskanlah ketiga tempat tinggal padanya dan delapan hal yang tidak boleh dilakukan.” ||3||22||

Pada saat itu para bhikkhunī menetap di sebuah hutan; orang-orang buangan menggoda mereka. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh menetap di hutan. Siapa pun yang menetap (di hutan), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”  ||23||

Pada saat itu sebuah gudang  diberikan kepada Saṅgha para bhikkhunī oleh seorang umat awam. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah gudang.” Gudang itu tidak cukup.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tempat tinggal.”  Tempat tinggal itu tidak cukup. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah bangunan untuk bekerja.”  Bangunan untuk bekerja itu tidak cukup. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membangun bahkan apa yang menjadi miliki seseorang.”  ||24||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB X)
« Reply #70 on: 07 March 2012, 12:48:47 PM »
Pada saat itu seorang perempuan telah meninggalkan keduniawian di antara para bhikkhunī ketika ia sedang hamil, dan setelah ia meninggalkan keduniawian, ia melahirkan seorang anak.  Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti sehubungan dengan anak laki-laki ini?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkannya, para bhikkhu, untuk mengasuhnya hingga ia mencapai usia yang matang.”  Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Tidaklah mungkin bagiku untuk hidup sendiri,  juga tidaklah mungkin bagi bhikkhunī lain untuk tinggal bersama anak laki-laki ini. Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah menunjuk seorang bhikkhunī, [278] menyerahkannya kepada bhikkhunī itu sebagai pendamping.  Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditunjuk: Pertama-tama, bhikkhunī itu harus diminta; setelah memintanya, Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menunjuk bhikkhunī bernama ini sebagai pendamping bagi bhikkhunī bernama itu. Ini adalah usul. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha menunjuk bhikkhunī bernama ini sebagai pendamping bagi bhikkhunī bernama itu. Jika penunjukkan bhikkhunī bernama ini sebagai pendamping bagi bhikkhunī bernama itu adalah sesuai dengan kehendak nyonya-nyonya, maka nyonya-nyonya cukup berdiam diri, mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Bhikkhunī bernama ini ditunjuk menjadi pendamping bagi bhikkhunī bernama itu. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||1||

Kemudian bhikkhunī yang menjadi pendamping itu berpikir: “Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti sehubungan dengan anak laki-laki ini?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk berperilaku terhadap anak laki-laki itu persis seperti mereka berperilaku terhadap laki-laki lain, kecuali tidur di bawah atap yang sama.”  ||2||

Pada saat itu seorang bhikkhunī yang telah jatuh dalam pelanggaran atas suatu peraturan penting, sedang menjalani mānatta.  Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Tidaklah mungkin bagiku untuk hidup sendiri, juga tidaklah mungkin bagi bhikkhunī lain untuk tinggal bersamaku. Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah menunjuk seorang bhikkhunī, menyerahkannya kepada bhikkhunī itu sebagai pendamping. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditunjuk … (seperti pada ||1||) … Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||3||25||

Pada saat itu seorang bhikkhunī, setelah mengingkari latihan,  meninggalkan Saṅgha;  setelah kembali lagi ia memohon penahbisan dari para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, tidak ada pengingkaran latihan oleh seorang bhikkhunī, tetapi sejauh ia adalah seorang yang telah meninggalkan Saṅgha,  akibatnya ia bukan lagi seorang bhikkhunī. ||1||

Pada saat itu seorang bhikkhunī, dengan mengenakan jubah kuning, pergi bergabung dengan sekte lain;  setelah kembali lagi ia memohon penahbisan dari para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, bhikkhunī mana pun juga, dengan mengenakan jubah kuning, pergi bergabung dengan sekte lain, ketika kembali lagi, tidak perlu ditahbiskan.”  ||2||26||

Pada saat itu para bhikkhunī [279] karena berhati-hati, tidak menerima sapaan orang-orang, tidak menerima sapaan oleh orang-orang, tidak menerima komentar sehubungan dengan potongan rambut (mereka), sehubungan dengan potongan kuku (mereka), sehubungan dengan mereka merawat luka. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk menerima (perbuatan-perbuatan) ini.”  ||1||

Pada saat itu para bhikkhunī sedang duduk bersila,  menerima sentuhan tumit-tumit.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh duduk bersila. Siapa pun yang duduk (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu seorang bhikkhunī sedang sakit. Ia merasa tidak nyaman jika tidak duduk bersila. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, (posisi) setengah bersila  untuk perempuan.” ||2||

Pada saat itu para bhikkhunī buang air di kakus; Kelompok Enam Bhikkhunī melakukan aborsi di sana. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh buang air di kakus. Siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, buang air di tempat di mana bagian bawahnya terbuka, dan tertutup di bagian atas.”  ||3||

Pada saat itu para bhikkhunī mandi dengan menggunakan bubuk mandi. Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan mengatakan: seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhkkhunī tidak boleh mandi dengan menggunakan bubuk mandi. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, menggunakan serbuk merah dari padi dan tanah liat.”

Pada saat itu para bhikkhunī dengan menggunakan tanah liat harum. Orang-orang … menyebarkan, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhkkhunī tidak boleh mandi dengan menggunakan tanah liat harum.  Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, tanah liat biasa”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi di kamar mandi, membuat kegaduhan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi di kamar mandi. Siapa pun yang mandi (di kamar mandi), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi melawan arus menerima sentuhan arus.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi melawan arus. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi bukan di suatu dangkalan; orang-orang buangan menggoda mereka. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi bukan di sebuah dangkalan. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi di suatu dangkalan untuk laki-laki. Orang-orang … menyebarkan, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” [280] Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi di suatu dangkalan untuk laki-laki. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk mandi di sebuah dangkalan untuk perempuan.”  ||4||27||

Demikianlah Bagian Pengulangan Ke tiga

Demikianlah Bagian ke Sepuluh: Tentang Bhikkhunī

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XI)
« Reply #71 on: 07 March 2012, 12:56:45 PM »
CULLAVAGGA XI
Tentang Lima Ratus


Kemudian  Yang Mulia Kassapa yang Agung berkata kepada para bhikkhu: “Suatu ketika, Yang Mulia, saya sedang melakukan perjalanan di sepanjang jalan raya dari Pāvā menuju Kusināra bersama dengan sejumlah besar para bhikkhu, dengan sedikitnya lima ratus bhikkhu.  Kemudian saya, Yang Mulia, menepi dari jalan itu, duduk di bawah sebatang pohon. Pada saat itu seorang petapa telanjang, setelah mengambil sekuntum bunga pohon Koral  di Kusināra, sedang melakukan perjalanan menuju Pāvā. Kemudian Saya, Yang Mulia, melihat kedatangan Petapa Telanjang itu dari kejauhan, dan setelah melihatnya saya berkata kepadanya sebagai berikut: ‘Apakah engkau, Yang Mulia, mengetahui tentang Guru kami?’ ia berkata: ‘Ya, aku tahu, Yang Mulia, Petapa Gotama mencapai Nibbāna seminggu yang lalu. Karena itu saya mengambil bunga pohon Koral ini.’

“Yang Mulia, di antara para bhikkhu itu yang belum terbebas dari nafsu, beberapa menjulurkan lengan mereka, meratap, jatuh menyakiti diri mereka sendiri, mereka berguling ke belakang dan ke depan, sambil mengatakan: ‘Terlalu cepat Sang Bhagavā mencapai nibbāna, terlalu cepat Sang Pengembara Sempurna mencapai nibbāna, terlalu cepat Sang Mata Dunia lenyap.’ Tetapi para bhikkhu yang telah terbebas dari nafsu, mereka ini, dengan penuh perhatian, dengan waspada, menahan (kesedihan mereka), dengan mengatakan: ‘Segala yang terbentuk adalah tidak kekal – Apakah yang mungkin di sini karena hal ini?’

“Kemudian saya, Yang Mulia, berkata kepada para bhikkhu itu sebagai berikut: ‘Cukup, Yang Mulia, jangan bersedih, jangan meratap, karena bukankah telah dijelaskan oleh Sang Bhagavā: ‘Segala sesuatu yang disenangi dan disayangi, maka ada perubahan, perpisahan, menjadi sebaliknya. Apakah yang mungkin di sini, Yang Mulia, karena hal ini: bahwa apa pun yang terlahir, telah menjadi, tersusun, tunduk pada pelenyapan? Sesungguhnya, berpikir: ‘Semoga ini tidak lenyap – situasi demikian tidak mungkin ada.’

“Kemudian pada saat itu, Yang Mulia,  seseorang bernama Subhadda, yang meninggalkan keduniawian pada usia tua, sedang duduk dalam kumpulan itu. Kemudian, Yang Mulia, Subhadda yang meninggalkan keduniawian pada usia tua berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Cukup, Yang Mulia, jangan bersedih, jangan meratap, kita sekarang terbebas dari Petapa [284] Agung ini. Beliau khawatir ketika mengatakan: “Ini boleh kalian lakukan, ini tidak boleh kalian lakukan.” Tetapi kita sekarang dapat melakukan apa yang ingin kita lakukan dan kita tidak perlu melakukan apa yang tidak ingin kita lakukan.’

“Marilah, Yang Mulia, kita mengulangi dhamma dan disiplin sebelum apa yang bukan dhamma bersinar dan dhamma tersembunyi, sebelum apa yang bukan disiplin bersinar dan disiplin tersembunyi, sebelum mereka yang mangatakan apa yang bukan-dhamma menjadi kuat dan mereka yang mengatakan dhamma menjadi lemah, sebelum mereka yang mangatakan apa yang bukan-disiplin menjadi kuat dan mereka yang mengatakan disiplin menjadi lemah.”  ||1||

“Baiklah, Yang Mulia, sekarang sesepuh memilih para bhikkhu.” Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memilih lima ratus yang sempurna, kurang satu. Para bhikkhu berkata kepada Yang Mulia Kassapa yang Agung sebagai berikut:

“Yang Mulia, Ānanda ini, walaupun masih menjadi seorang yang dalam tahap berlatih, tidak mungkin menjadi seorang yang mengikuti jalan yang salah melalui nafsu, kemarahan, kebodohan, ketakutan; dan ia telah menguasai banyak dhamma dan disiplin di bawah Sang Bhagavā. Sekarang, Yang Mulia, sudilah sesepuh memilih Yang Mulia Ānanda juga.” Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memilih Yang Mulia Ānanda juga. ||2||

Kemudian para bhikkhu sesepuh berpikir:  “Sekarang, di manakah kita akan membacakan dhamma dan disiplin?” Kemudian para bhikkhu sesepuh berpikir: “Terdapat sumber dana makanan dan tempat tinggal yang berlimpah di Rājagaha. Bagaimana jika kami, melewatkan musim hujan di Rājagaha, dan membacakan dhamma dan disiplin (di sana), dan tidak ada bhikkhu lain yang mendatangi Rājagaha untuk melewatkan musim hujan.”  ||3||

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memberitahukan kepada Saṅgha, dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menyetujui penunjukan kelima ratus bhikkhu ini untuk membacakan dhamma dan disiplin selagi mereka menjalani masa musim hujan di Rājagaha, dan bahwa masa musim hujan di Rājagaha tidak boleh dijalani oleh para bhikkhu lainnya. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha menyetujui penunjukan kelima ratus bhikkhu ini untuk membacakan dhamma dan disiplin selagi mereka menjalani masa musim hujan di Rājagaha, dan bahwa masa musim hujan di Rājagaha tidak boleh dijalani oleh para bhikkhu lainnya. Jika penunjukan kelima ratus bhikkhu ini untuk membacakan dhamma dan disiplin selagi mereka menjalani masa musim hujan di Rājagaha, dan bahwa masa musim hujan di Rājagaha tidak boleh dijalani oleh para bhikkhu lainnya, sesuai kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silakan berbicara. Kelima ratus bhikkhu ini ditunjuk untuk membacakan dhamma dan disiplin selagi mereka menjalani masa musim hujan di Rājagaha, dan (disepakati) bahwa masa musim hujan di Rājagaha tidak boleh dijalani oleh para bhikkhu lainnya. Hal ini sesuai kehendak Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.” ||4|| [285]

Kemudian para bhikkhu sesepuh pergi ke Rājagaha untuk membacakan dhamma dan disiplin.  Kemudian para bhikkhu sesepuh berpikir: “Sekarang, memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan usang dipuji oleh Sang Bhagavā. Marilah, selama bulan pertama kita memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan usang; setelah berkumpul pada bulan ke dua, kita akan membacakan dhamma dan disiplin.” Kemudian para bhikkhu sesepuh memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan usang selama bulan pertama. ||5||

Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir:  “Besok adalah hari pertemuan. Sekarang tidaklah selayaknya bagiku, karena (hanya) seorang yang masih berlatih, pergi ke pertemuan itu,” dan setelah melewatkan banyak waktu pada malam itu dalam perhatian pada jasmani, ketika malam hampir berlalu, ia berpikir: “Aku akan berbaring,” ia merebahkan tubuhnya, tetapi (sebelum) kepalanya menyentuh alas tidur dan ketika kakinya telah terangkat dari tanah – pada interval waktu itu pikirannya terbebaskan dari kekotoran dengan tidak meninggalkan sisa (untuk kelahiran kembali). Kemudian Yang Mulia Ānanda, sebagai seorang yang sempurna, pergi ke pertemuan itu.

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memberitahukan kepada Saṅgha sebagai berikut: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha maka saya akan menanyai Upāli tentang disiplin.” Kemudian Yang Mulia Upāli memberitahukan kepada Saṅgha sebagai berikut: “Yang mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha maka saya akan menjawab pertanyaan tentang disiplin yang diajukan oleh Yang Mulia Kassapa yang Agung.” Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung berkata kepada Yang Mulia Upāli sebagai berikut: “Di manakah,  Yang Mulia Upāli, pelanggaran pertama yang mengakibatkan kejatuhan ditetapkan?”

“Di Vesālī, Yang Mulia.”

“Sehubungan dengan siapakah?”

“Sehubungan dengan Sudinna Sang Kalandaka.”

“Tentang apakah?”

“Tentang hubungan seksual.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung menanyai Yang Mulia Upāli sehubungan dengan topik pelanggaran pertama yang mengakibatkan kejatuhan dan ia menanyainya sehubungan dengan latar belakangnya dan ia menanyainya sehubungan dengan orangnya  dan ia menanyainya sehubungan dengan apa yang ditetapkan dan ia menanyainya sehubungan dengan apa yang ditetapkan lebih lanjut  dan ia menanyainya sehubungan dengan apa yang merupakan pelanggaran  dan ia menanyainya sehubungan dengan apa yang bukan merupakan pelanggaran.

“Kemudian, Yang Mulia Upāli, di manakah pelanggaran ke dua yang mengakibatkan kejatuhan ditetapkan?”

“Di Rājagaha, Yang Mulia.”

“Sehubungan dengan siapakah?”

“Sehubungan dengan Dhaniya, putera pengrajin tembikar.”

“Tentang apakah?”

“Tentang mengambil apa yang tidak diberikan.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung menanyai Yang Mulia Upāli sehubungan dengan topik pelanggaran ke dua yang mengakibatkan kejatuhan dan ia menanyainya sehubungan dengan latar belakangnya dan ia menanyainya … sehubungan dengan apa yang bukan merupakan pelanggaran.

“Kemudian, Yang Mulia Upāli, di manakah pelanggaran ke tiga yang mengakibatkan kejatuhan ditetapkan?”

“Di Vesālī, Yang Mulia.”

“Sehubungan dengan siapakah?”

“Sehubungan dengan beberapa bhikkhu.”

“Tentang apakah?”

“Tentang manusia.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung [286] menanyai Yang Mulia Upāli sehubungan dengan topik pelanggaran ke tiga yang mengakibatkan kejatuhan dan ia menanyainya sehubungan dengan latar belakangnya dan ia menanyainya … sehubungan dengan apa yang bukan merupakan pelanggaran.

“Kemudian, Yang Mulia Upāli, di manakah pelanggaran ke empat yang mengakibatkan kejatuhan ditetapkan?”

“Di Vesālī, Yang Mulia.”

“Sehubungan dengan siapakah?”

“Sehubungan dengan para bhikkhu di tepi Sungai Vaggumudā.”

“Tentang apakah?”

“Tentang kondisi melampaui-manusia.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung menanyai Yang Mulia Upāli sehubungan dengan topik pelanggaran ke empat yang mengakibatkan kejatuhan dan ia menanyainya sehubungan dengan latar belakangnya dan ia menanyainya … sehubungan dengan apa yang bukan merupakan pelanggaran. Dengan cara yang sama ini ia menanyainya tentang kedua disiplin.  Secara terus-menerus ditanyai, Yang Mulia Upāli menjawab.  ||7||
« Last Edit: 07 March 2012, 12:59:06 PM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XI)
« Reply #72 on: 07 March 2012, 01:00:27 PM »
Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memberitahukan kepada Saṅgha dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya.  Jika baik menurut Saṅgha, maka saya akan menanyai Ānanda tentang dhamma.” Kemudian Yang Mulia Ānanda memberitahukan kepada Saṅgha dengan berkata: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka saya akan menjawab pertanyaan tentang dhamma yang diajukan oleh Yang Mulia Kassapa yang Agung.” Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut:

“Di manakah, Yang Mulia Ānanda, Brahmajāla  dibabarkan?”

“Yang Mulia, antara Rājagaha dan Nālandā di rumah peristirahatan di Ambalaṭṭhika.”

“Kepada siapakah?”

“Suppiya sang pengembara dan Brahmadatta si pemuda brahmana.”  Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung menanyai Yang Mulia Ānanda sehubungan dengan latar belakang Brahmajāla dan ia menanyainya sehubungan dengan orangnya.

“Tetapi di manakah, Yang Mulia Ānanda, Sāmaññaphala  dibabarkan?”

“Di Rājagaha, Yang Mulia, di Hutan Mangga Jīvaka.”

“Kepada siapakah?”

“Kepada Ajātasattu, putera (Nyonya) Videha.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung menanyai Yang Mulia Ānanda sehubungan dengan latar belakang Sāmaññaphala dan ia menanyainya sehubungan dengan orangnya. Dengan cara yang sama ini ia menanyainya tentang lima Nikāya. Secara terus-menerus ditanyai, Yang Mulia Ānanda menjawab. ||8||

Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada para bhikkhu sesepuh: “Sang Bhagavā, Yang Mulia, berkata kepada saya menjelang Beliau mencapai nibbāna: ‘Jika Saṅgha, Ānanda, setelah kematianKu menghendaki, maka peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor  boleh dihapus’.”

“Tetapi apakah engkau, Yang Mulia Ānanda, menanyakan kepada Sang Bhagavā, dengan mengatakan: ‘Tetapi yang manakah, Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor itu?’”

“Tidak, Yang Mulia, saya tidak menanyakan kepada Sang Bhagavā, dengan mengatakan: ‘Tetapi yang manakah, Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor itu?’”

Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.” Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan, [287] dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang menuntut diadakannya Sidang Resmi Saṅgha, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.” Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan dua pelanggaran yang tidak dapat ditentukan, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.” Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan tiga puluh pelanggaran yang menuntut penebusan yang melibatkan hukuman, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.” Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan sembilan puluh dua pelanggaran yang menuntut penebusan, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.” Beberapa sesepuh berkata sebagai berikut: “Dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan … dengan pengecualian peraturan-peraturan sehubungan dengan empat pelanggaran yang harus diakui, selebihnya adalah peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor.”

Kemudian Yang Mulia Kassapa yang Agung memberitahukan kepada Saṅgha, dengan mengatakan: “Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Terdapat peraturan-peraturan latihan bagi kita yang berpengaruh pada para perumah tangga, dan para perumah tangga tahu sehubungan dengan kita: ‘Ini pasti tidak diperbolehkan bagi para petapa, para putera Sakya, ini pasti diperbolehkan.’ Jika kita hendak menghapuskan peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor maka akan ada di antara mereka yang mengatakan: ‘Hingga pada saat kremasi Beliau  suatu peraturan latihan telah ditetapkan oleh Petapa Gotama untuk para siswaNya; sewaktu Sang Guru masih ada di tengah-tengah mereka, mereka berlatih dalam peraturan-peraturan latihan. Tetapi karena Sang Guru telah mencapai nibbāna di tengah-tengah mereka, sekarang mereka tidak lagi berlatih dalam peraturan-peraturan latihan.’ Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha tidak boleh menetapkan apa yang belum ditetapkan, juga tidak menghapuskan apa yang telah ditetapkan. Saṅgha harus maju sesuai dengan dan menuruti peraturan-peraturan latihan yang telah ditetapkan.  Ini adalah usul.  Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Terdapat peraturan-peraturan latihan bagi kita … sekarang mereka tidak lagi berlatih dalam peraturan-peraturan latihan.’ Saṅgha tidak menetapkan apa yang belum ditetapkan, juga tidak menghapuskan apa yang telah ditetapkan. Saṅgha maju sesuai dengan dan menuruti peraturan-peraturan latihan yang telah ditetapkan. Jika tidak menetapkan apa yang belum ditetapkan, jika tidak menghapuskan apa yang telah ditetapkan, jika maju sesuai dengan dan menuruti peraturan-peraturan latihan yang telah ditetapkan, sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silakan berbicara. Saṅgha tidak menetapkan apa yang belum ditetapkan, Saṅgha tidak menghapuskan apa yang telah ditetapkan, Saṅgha maju sesuai dengan dan menuruti peraturan-peraturan latihan yang telah ditetapkan. Hal ini adalah sesuai dengan kehendak Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.” ||9||

Kemudian para bhikkhu sesepuh berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Ini, Yang Mulia Ānanda, adalah pelanggaran perbuatan-salah bagimu, karena engkau tidak menanyakan kepada Sang Bhagavā, dengan mengatakan: ‘Tetapi, manakah, Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor itu?’ Akuilah pelanggaran perbuatan-salah itu.”

“Saya, Yang Mulia, karena kurangnya perhatian, tidak menanyakan kepada Sang Bhagavā, dengan mengatakan: ‘Tetapi, manakah, Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan yang kecil dan minor itu?’ Saya tidak melihat hal ini sebagai pelanggaran perbuatan-salah,  namun demi kesetiaan pada Yang Mulia saya mengakuinya sebagai pelanggaran perbuatan-salah.”

“Ini juga adalah pelanggaran perbuatan-salah bagimu, Yang Mulia Ānanda, karena engkau menjahit jubah musim hujan Sang Bhagavā setelah menginjaknya. Akuilah pelanggaran perbuatan-salah itu.”

“Tetapi saya, Yang Mulia, bukan karena tidak hormat, telah menjahit jubah musim hujan Sang Bhagavā setelah menginjaknya. Saya tidak melihat … tetapi demi kesetiaan pada Yang Mulia saya mengakuinya sebagai pelanggaran perbuatan-salah.”

“Ini juga adalah pelanggaran perbuatan-salah bagimu, Yang Mulia Ānanda, karena engkau membiarkan para perempuan memberi penghormatan pertama kali kepada jenazah Sang Bhagavā; karena mereka menangis, jenazah Sang Bhagavā dinodai oleh air mata. Akuilah pelanggaran perbuatan-salah itu.”

“Tetapi saya, Yang Mulia, dengan berpikir: ‘Jangan biarkan mereka (datang) pada waktu yang tidak tepat,’  telah membiarkan jenazah Sang Bhagavā pertama kali dihormati oleh semua perempuan. Saya tidak melihat hal ini sebagai pelanggaran perbuatan-salah … namun demi kesetiaan …”

“Ini juga adalah pelanggaran perbuatan-salah bagimu, Yang Mulia Ānanda, karena engkau  (walaupun) isyarat jelas telah diberikan, sebuah tanda yang gamblang telah diberikan, namun engkau tidak memohon pada Sang Bhagavā, dengan mengatakan: ‘Sudilah Yang Mulia tinggal hingga umur kehidupan (maksimum),  sudilah Sang Pengembara Sempurna menetap hingga usia kehidupan (maksimum) demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasihan pada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, kebahagiaan para deva dan manusia.’ Akuilah pelanggaran perbuatan-salah itu.”

“Tetapi Yang Mulia, karena pikiran saya dikuasai  oleh Māra, maka saya tidak memohon pada Sang Bhagavā dengan mengatakan: ‘Sudilah Yang Mulia tinggal … kebahagiaan para deva dan manusia.’ Saya tidak melihat … demi kesetiaan …”

“Ini juga adalah pelanggaran perbuatan-salah bagimu, Yang Mulia Ānanda, karena engkau mengusahakan pelepasan keduniawian para perempuan dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.  Akuilah pelanggaran perbuatan-salah itu.”

“Tetapi saya, Yang Mulia, mengusahakan pelepasan keduniawian para perempuan dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran, dengan berpikir: ‘Gotamid, Pajāpati yang Agung ini,  adalah bibi Sang Bhagavā, ibu pengasuh, perawat, pemberi susu, karena ketika ibu Sang Bhagavā meninggal dunia ia menyusui Beliau.’ Saya tidak melihat hal ini sebagai pelanggaran perbuatan-salah, namun demi kesetiaan pada Yang Mulia saya mengakuinya sebagai pelanggaran perbuatan-salah.” ||10||

Pada saat itu Yang Mulia Purāṇa sedang berjalan untuk menerima dana makanan di Perbukitan Selatan bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu, dengan sedikitnya lima ratus bhikkhu. Kemudian Yang Mulia Purāṇa, setelah menetap di Perbukitan Selatan selama yang ia kehendaki, setelah para bhikkhu sesepuh telah membacakan dhamma dan disiplin [289], mendatangi Rājagaha, Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai, dan para bhikkhu sesepuh; setelah mendekat, setelah saling bertukar sapa dengan para bhikkhu sesepuh, ia duduk dalam jarak selayaknya. Para bhikkhu sesepuh berkata kepada Yang Mulia Puraṇa ketika ia telah duduk dalam jarak selayaknya, sebagai berikut:

“Yang Mulia Puraṇa, dhamma dan disiplin telah dibacakan oleh para bhikkhu sesepuh. Engkau  terimalah pembacaan ini.”

“Yang Mulia, para sesepuh telah membacakan dhamma dan disiplin dengan baik, tetapi dalam cara yang telah kudengarkan di hadapan Sang Bhagavā, yang kuterima di hadapan Beliau, dengan cara itulah aku akan mengingatnya.” ||12||

Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada para bhikkhu sesepuh sebagai berikut: “Yang Mulia, Sang Bhagavā, menjelang mencapai nibbāna, berkata kepada saya sebagai berikut: ‘Baiklah, Ānanda, setelah Aku pergi, Saṅgha harus menjatuhkan hukuman  lebih tinggi  kepada Bhikkhu Channa.’

“Tetapi apakah engkau, Yang Mulia Ānanda, menanyakan kepada Sang Bhagavā: ‘Tetapi apakah, Yang Mulia, hukuman lebih tinggi itu?’”

“Saya, Yang Mulia, telah menanyakan kepada Sang Bhagavā: ‘Tetapi apakah, Yang Mulia, hukuman lebih tinggi itu?’ Beliau berkata, ‘Ānanda, Channa boleh mengatakan apa pun yang ia suka kepada para bhikkhu, tetapi Bhikkhu Channa tidak boleh diajak bicara, juga tidak boleh dinasihati atau diberikan instruksi oleh para bhikkhu’.” 

‘Baiklah, Yang Mulia Ānanda, pergilah engkau menjatuhkan hukuman lebih tinggi kepada Bhikkhu Channa.”

“Tetapi bagaimana saya dapat, Yang Mulia, menjatuhkan hukuman lebih tinggi pada Bhikkhu Channa? Bhikkhu itu kejam dan kasar.”

“Baiklah, Ānanda, pergilah bersama beberapa bhikkhu.”

“Baiklah, Yang Mulia,” dan Yang Mulia Ānanda, setelah menjawab para bhikkhu, setelah, bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu, dengan sedikitnya lima ratus bhikkhu, berangkat menuju Kosambi dengan menumpang sebuah perahu menuju ke hulu,  kemudian duduk di bawah sebatang pohon tidak jauh dari taman rekreasi Raja Udena.  ||12||

Pada saat itu Raja Udena sedang bersenang-senang di taman rekreasi bersama dengan selir-selirnya. Kemudian para selir Raja Udena mendengar:  “Dikatakan bahwa guru kita, Guru Ānanda, sedang duduk di bawah sebatang pohon tidak jauh dari taman rekreasi.” Kemudian para selir Raja Udena berkata kepada Raja Udena sebagai berikut: “Baginda, mereka mengatakan bahwa guru kita … tidak jauh dari taman rekreasi.” Kami, Baginda, ingin bertemu dengan Guru Ānanda.”

“Baiklah, pergilah kalian menemui Petapa Ānanda.” Kemudian para selir Raja Udena mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah menghadap, setelah menyapa Yang Mulia Ānanda, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Yang Mulia Ānanda menggembirakan, menyenangkan, membangkitkan semangat, membahagiakan para selir Raja Udena dengan khotbah dhamma ketika mereka sedang duduk dalam jarak selayaknya. [290] Kemudian para selir Raja Udena, merasa gembira … bahagia oleh khotbah dhamma dari Yang Mulia Ānanda, mempersembahkan lima ratus jubah dalam kepada Yang Mulia Ānanda. Kemudian para selir Raja Udena, gembira dengan kata-kata Yang Mulia Ānanda, setelah mengucapkan terima kasih, bangkit dari duduk mereka, setelah berpamitan dengan Yang Mulia Ānanda, dengan Yang Mulia Ānanda tetap di sisi kanan mereka, kembali kepada Raja Udena. ||13||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XI)
« Reply #73 on: 07 March 2012, 01:02:00 PM »
Dari kejauhan Raja Udena melihat kedatangan para selir; melihat mereka ia berkata kepada para selir sebagai berikut: “Apakah kalian bertemu dengan Petapa Ānanda?”

“Kami, Baginda, bertemu dengan Guru Ānanda.”

“Tetapi apakah kalian memberikan sesuatu kepada Petapa Ānanda?”

“Kami memberikan, Baginda, lima ratus jubah dalam kepada Guru Ānanda.”

Raja Udena merendahkan, mengkritik, menyebarkan dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Petapa Ānanda ini menerima begitu banyak jubah? Apakah Petapa Ānanda akan berdagang kain tenunan atau apakah ia akan menawarkannya untuk dijual di sebuah toko?”  Kemudian Raja Udena mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah menghadap, ia bertukar sapa dengan Yang Mulia Ānanda, berramah-tamah dengan sopan, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Raja Udena berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut:

“Tidakkah para selir kami datang ke sini, Ānanda yang baik ?”

“Para selirmu ada datang ke sini, Baginda.”

“Tidakkah mereka memberikan sesuatu kepada Ānanda yang mulia ?”

“Mereka memberikan lima ratus jubah dalam kepadaku, Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang mulia , dengan begitu banyak jubah?”

“Aku akan membagikannya, Baginda, dengan para bhikkhu itu yang jubahnya sudah usang.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan jubah lama yang sudah usang itu?”

“Kami akan menggunakannya sebagai penutup atas,  Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup atas yang lama?”

“Kami akan menggunakannya sebagai penutup alas tidur, Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup alas tidur yang lama?”

“Kami akan menggunakannya sebagai penutup lantai, Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup lantai yang lama?”

“Kami akan menggunakannya sebagai keset kaki, Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan keset kaki yang lama?”

“Kami akan menggunakannya sebagai keset pel, Baginda.”

“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan kein pel yang lama?”

“Setelah mencabik-cabiknya menjadi serpihan-serpihan, Baginda, setelah mengaduknya dengan lumpur, kami akan mengoleskannya sebagai penambal-lantai.”

Kemudian Raja Udena, dengan berpikir: “Para petapa ini, para putera Sakya, menggunakan segala sesuatunya dengan cara yang benar dan tidak membiarkannya menjadi sia-sia,”  menganugerahkan lima ratus kain tenunan lagi kepada Yang Mulia Ānanda. Oleh karena itu ini adalah pertama kalinya seribu jubah diterima oleh Yang Mulia Ānanda sebagai persembahan jubah. ||14||

Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Vihara Ghosita; setelah sampai di sana, ia duduk di tempat yang telah disediakan. Kemudian Yang Mulia Channa menghadap Yang Mulia Ānanda; setelah menghadap, setelah meyapa Yang Mulia Ānanda, ia duduk dalam jarak selayaknya. Yang Mulia Ānanda berkata kepada Yang Mulia Channa setelah ia duduk dalam jarak selayaknya sebagai berikut: “Hukuman lebih tinggi telah dijatuhkan kepadamu, Yang Mulia Channa, oleh Saṅgha.”

‘Tetapi apakah, Yang Mulia Ānanda, hukuman lebih tinggi itu?”

“Engkau, Yang Mulia Channa, boleh mengatakan apa pun yang engkau suka kepada para bhikkhu, tetapi engkau tidak boleh diajak bicara, juga tidak boleh dinasihati atau diberikan instruksi oleh para bhikkhu”

Dengan berkata: “Tidakkah saya, Yang Mulia Ānanda, menjadi hancur karena tidak diajak bicara juga tidak dinasihati juga tidak diberi instruksi oleh para bhikkhu?” ia jatuh pingsan di tempat itu juga. Kemudian Yang Mulia Channa, merasa gundah dengan hukuman lebih tinggi itu, merasa malu karenanya, tidak menerimanya,  berdiam sendirian, terasing, bersemangat, tekun, teguh, segera mencapai di sini dan saat ini melalui pengetahuan-tingginya sendiri tujuan tertinggi pengembaraan-Brahma yang karenanya para pemuda dari keluarga-keluarga meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah, memasukinya, berdiam di dalamnya dan ia memahami: “Kelahiran (individu ) telah dihancurkan, pengembaraan-Brahma telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, sekarang tidak ada lagi penjelmaan makhluk ini atau itu.” Dan demikianlah Yang Mulia Channa menjadi salah satu dari mereka Yang Sempurna. Kemudian Yang Mulia Channa, setelah mencapai kesempurnaan, mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah menghadap ia berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Yang Mulia Ānanda, sekarang cabutlah hukuman lebih tinggi itu dari saya.”

“Sejak saat engkau, Yang Mulia Channa, mencapai kesempurnaan, sejak saat itu hukuman lebih tinggi telah dicabut darimu.” ||15||

Sekarang karena lima ratus bhikkhu – tidak lebih satu, tidak kurang satu – hadir pada saat pembacaan disiplin, maka pembacaan disiplin ini disebut sebagai ‘Pembacaan oleh Lima Ratus.’  ||16||1||

Demikianlah Bagian Ke sebelas: Tentang Lima Ratus.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: VINAYA PITAKA 5 (PTS), CULLAVAGGA (BAB XII)
« Reply #74 on: 07 March 2012, 01:03:27 PM »
CULLAVAGGA XII
Tentang Tujuh Ratus


Pada saat itu, satu abad setelah Sang Bhagavā mencapai nibbāna, para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī  mengajarkan sepuluh hal di Vesālī, dengan mengatakan: “Praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam  diperbolehkan; praktik sehubungan dengan lima lebar jari diperbolehkan; praktik sehubungan dengan ‘di tengah-tengah desa’ diperbolehkan; praktik sehubungan dengan tempat-tempat kediaman diperbolehkan; praktik sehubungan dengan penerimaan diperbolehkan; praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan diperbolehkan; praktik sehubungan dengan susu-mentega yang tidak diaduk diperbolehkan; meminum minuman yang tidak terfermentasi diperbolehkan; sehelai alas duduk yang tanpa pinggiran diperbolehkan; emas dan perak diperbolehkan.”

Pada saat itu Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā,  sedang melakukan perjalanan di tengah-tengah penduduk Vajji, ia sampai di Vesālī.  Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, menetap di Vesālī di Hutan Besar di Aula beratap segitiga. Pada saat itu para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, setelah pada hari Uposatha itu mengisi sebuah kendi perunggu dengan air, setelah meletakkannya di tengah-tengah para bhikkhu, berkata kepada para umat awam si Vesālī yang datang: “Berilah, tuan-tuan, satu kahāpaṇa  untuk Saṅgha dan setengah pādai  dan satu māsaka bergambar;  ada yang harus dilakukan oleh Saṅgha sehubungan dengan barang-barang kebutuhan.”

Ketika mereka telah mengatakan hal itu, Yang Mulia Yasa,  putera Kākaṇḍakā, berkata kepada para umat awam sebagai berikut: “Tuan-tuan, jangan berikan kāhapaṇa … dan māsaka bergambar kepada Saṅgha: emas dan perak tidak diperbolehkan bagi para petapa, para putera Sakya.  Para petapa, para putera Sakya, tidak menyetujui emas dan perak, para petapa, para putera Sakya, tidak menerima emas dan perak, para petapa, para putera Sakya, tidak menggunakan permata dan emas yang diolah,  mereka telah meninggalkan emas dan perak.”  kemudian para umat awam Vesālī, setelag diberitahu demikian oleh Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, tetap memberikan kahāpaṇa … dan māsaka bergambar kepada Saṅgha. Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, setelah menjelang malam berlalu, mengumpulkan keeping-keping uang emas,  membagikannya kepada sejumlah bhikkhu.  Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī berkata kepada Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍaka: [294]

“Porsi emas ini untukmu, Yang Mulia Yasa.”

“Saya tidak membutuhkan keeping-keping uang emas, tuan-tuan, saya tidak setuju (untuk menerima) keeping-keping uang emas.” ||1||

Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī dengan mengatakan: “Yang Mulia Yasa ini, putera Kākaṇḍakā, mencela dan menghina para umat awam yang memiliki keyakinan dan kepercayaan; marilah kita melakukan tindakan (resmi) pendamaian  baginya,” melakukan tindakan (resmi) pendamaian baginya. Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, berkata kepada para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī sebagai berikut:

“Telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā, Yang Mulia, bahwa seorang utusan pendamping harus diberikan kepada seorang bhikkhu yang padanya telah dilakukan tindakan (resmi) pendamaian.  Yang Mulia, berikanlah kepadaku seorang bhikkhu sebagai utusan pendamping.”

Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, setelah menunjuk seorang bhikkhu, memberikannya kepada Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, sebagai seorang utusan pendamping. Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, setelah memasuki Vesālī bersama dengan bhikkhu yang menjadi utusan pendampingnya, berkata kepada para umat awam Vesālī sebagai berikut:

“Dikatakan bahwa saya mencela dan menghina Yang Mulia para umat awam  yang memiliki keyakinan dan kepercayaan, dan bahwa saya memperoleh sedikit kepuasan dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-dhamma sebagai bukan-dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan dhamma sebagai dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan disiplin sebagai disiplin. ||2||

“Sahabat-sahabat, suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta di Vihara Anāthapiṇḍika. Di sana, sahabat-sahabat, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu,  ada empat noda bagi bulan dan matahari, noda yang karenanya bulan dan matahari tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala. Apakah empat ini? Awan tebal, para bhikkhu, adalah noda bagi bulan dan matahari, noda yang karenanya bulan dan matahari … tidak menyala. Awan-salju  … asap dan debu … Rāhu,  para bhikkhu, adalah noda bagi bulan dan matahari, noda yang karenanya bulan dan matahari tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala. Ini, para bhikkhu, adalah empat noda bagi bulan dan matahari, noda yang karenanya bulan dan matahari tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala.

“’Demikian pula, para bhikkhu, ada empat noda bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala. Apakah empat ini? Ada, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana yang meminum minuman terfermentasi, yang meminum minuman yang disuling,  tidak menghindari minuman terfermentasi dan yang disuling. Ini, para bhikkhu, adalah noda pertama bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala. Dan kemudian, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana [295] melakukan hubungan seksual,  tidak menghindari hubungan seksual. Ini, para bhikkhu, adalah noda ke dua … Dan kemudian, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana menyetujui (untuk menerima) emas dan perak, tidak menghindari menerima emas dan perak.  Ini, para bhikkhu, adalah noda ke tiga … Dan kemudian, para bhikkhu, beberapa petapa dan brahmana mencari penghidupan dengan cara penghidupan yang salah, tidak menghindari penghidupan yang salah.  Ini, para bhikkhu, adalah noda ke empat, noda yang karenanya para petapa dan brahmana … tidak menyala. Ini, para bhikkhu, adalah empat noda bagi para petapa dan brahmana, noda yang karenanya para petapa dan brahmana tidak bercahaya, tidak bersinar, tidak menyala.’ Sahabat-sahabat, Sang Bhagavā mengatakan hal ini, Sang Pengembara-sempurna setelah mengatakan hal ini, kemudian Sang Guru berkata:

‘Beberapa petapa  dan brahmana ternoda
Oleh nafsu dan niat-buruk. Berpakaian kebodohan,
Makhluk-makhluk bergembira dalam bentuk-bentuk yang memberikan kenikmatan;
Mereka meminum minuman terfermentasi dan yang disuling;
Mereka mengikuti nafsu seksual; dibutakan oleh kebodohan
Beberapa petapa dan brahmana menerima persembahan
Emas dan perak dan hidup secara salah.
Ini disebut “noda” oleh Yang Tercerahkan,
Kerabat matahari. Tercemar oleh hal-hal ini
Beberapa petapa dan brahmana tidak terbakar,
Mereka tidak bersinar, memudar, dikotori debu, sangat bodoh,
Terselimuti dalam kegelapan; mereka menjadi budak nafsu,
Dituntun oleh utas nafsu, dan mereka membengkak
Di tanah pekuburan yang menakutkan  dan mengambil penjelmaan kembali.’

“Adalah karena mengatakan demikian maka dikatakan bahwa saya mencela dan menghina Yang Mulia para umat awam yang memiliki keyakinan dan kepercayaan, dan bahwa saya memperoleh sedikit kepuasan dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-dhamma sebagai bukan-dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan dhamma sebagai dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan disiplin sebagai disiplin. ||3||

“Sahabat-sahabat, suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu di Taman Suaka Tupai. Pada saat itu,  di kamar pribadi raja terjadi pembicaraan ini di tengah-tengah pertemuan raja ketika mereka berkumpul dan duduk bersama: ‘Emas dan perak diperbolehkan bagi para petapa, para putera Sakya; para petapa, para putera Sakya menyetujui (untuk menerima) emas dan perak; para petapa, para putera Sakya menerima emas dan perak.’ Pada saat itu, sahabat-sahabat, seorang kepala desa, Maṇicūḷaka, sedang duduk dalam pertemuan itu. Kemudian, sahabat-sahabat, Maṇicūḷaka, si kepala desa, berkata dalam pertemuan itu sebagai berikut: ‘Tuan-tuan, jangan berkata begitu. Emas dan perak tidak diperbolehkan bagi para petapa, para putera Sakya; para petapa, para putera Sakya tidak menyetujui (untuk menerima) emas dan perak; para petapa, para putera Sakya, tidak menerima emas dan perak; [296] para petapa, para putera Sakya tidak menggunakan emas dan perak, mereka telah meninggalkan emas dan perak.’ Dan, sahabat-sahabat, Maṇicūḷaka, si kepala desa, setelah meyakinkan pertemuan itu, mendatangi Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Maṇicūḷaka, si kepala desa, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: ‘Yang Mulia, di dalam kamar pribadi raja …  saya mampu, Yang Mulia, meyakinkan pertemuan itu. Saya harap,  Yang Mulia, dengan berpendapat demikian, maka saya adalah seorang yang menyatakan (dengan benar) apa yang telah dinyatakan, dan tidak salah mewakili Sang Bhagavā dengan apa yang bukan fakta, melainkan saya mempertahankan doktrin yang sesuai dengan doktrin Beliau, dan bahwa tidak seorang pun yang merupakan seorang sahabat dhamma, penganut pandangan Beliau, dapat disalahkan.’

“Tentu saja engkau, kepala desa, dengan berpendapat demikian, adalah seorang yang (dengan benar) apa yang telah Kunyatakan, dan tidak salah mewakiliKu dengan apa yang bukan fakta, melainkan  mempertahankan doktrin yang sesuai dengan doktrinKu, dan bahwa tidak seorang pun yang merupakan seorang sahabat dhamma, penganut pandanganKu, dapat disalahkan. Karena, kepala desa, emas dan perak tidak diperbolehkan bagi para petapa, para putera Sakya; para petapa, para putera Sakya tidak menyetujui (untuk menerima) emas dan perak; para petapa, para putera Sakya, tidak menerima emas dan perak; para petapa, para putera Sakya tidak menggunakan emas dan perak, mereka telah meninggalkan emas dan perak. Siapa pun juga, kepala desa, emas dan perak diperbolehkan baginya, maka lima utas kenikmatan-indria juga diperbolehkan; siapa pun juga yang baginya kelima utas kenikmatan-indria diperbolehkan, engkau tentu telah memahami, kepala desa, (ini pasti) bukan dhamma para petapa,  bukan dhamma para putera Sakya. Walaupun Aku, kepala desa, mengatakan sebagai berikut: Rumput dicari oleh seseorang yang memerlukan rumput; kayu dicari oleh seseorang yang memerlukan kayu; sebuah kereta dicari oleh seseorang yang memerlukan kereta; seorang manusia dicari oleh seseorang yang memerlukan manusia  - namun Aku, kepala desa, tidak pernah mengatakan dengan cara apa pun tentang emas dan perak boleh disetujui atau dicari.’ Adalah karena mengatakan demikian maka dikatakan bahwa saya mencela dan menghina Yang Mulia para umat awam yang memiliki keyakinan dan kepercayaan, dan bahwa saya memperoleh sedikit kepuasan dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-dhamma sebagai bukan-dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan dhamma sebagai dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan disiplin sebagai disiplin. ||4||