//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa  (Read 81753 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« on: 16 September 2010, 10:55:20 AM »
tergelitik oleh pernyataan yang mengatakan tidak ada kekerasan dalam sejarah buddhisme, saya googling dikit dan ketemu cerita di mahavamsa mengenai peperangan seorang raja sinhala dutthagamani (buddhis) dan tamil elara (hindu):

Quote
   When the king Dutthagamani had had a relic put into his spear he
   marched to Tissamaharama, and having shown favour to the brotherhood
   he said: "I will go on to the land on the further side of river to
   bring glory to the doctrine. Give us, that we may treat them with
   honour, bhikkhus who shall go on with Us, since the sight of the
   bhikkhus is blessing and protection for us." (Mahavamsa 25.1-4)

"Raja Dutthagamani menaruh relik pada tombaknya, ia
berbaris menuju Tissamaharama, dan setelah menjamu Sangha ia
berkata, "Saya akan berangkat menuju seberang sungai
untuk membawa kejayaan ajaran. Berikan kepada kami, supaya
kami bisa menghormati mereka, bhikkhu-bhikkhu yang akan berjalan
bersama kami, karena melihat para bhikkhu itu merupakan berkah
dan perlindungan bagi kami." (Mahavamsa 25.1-4)
dalam duel, elara dibunuh dutthagamani. diceritakan sebenernya elara adalah raja yang cukup baik dan lurus, sehingga dutthagamani menghargainya dengan mengkremasi dan membangun monumen.

namun dutthagamani masih larut dalam penyesalannya atas peperangan tadi, sehingga dalam mahavamsa diceritakan para bhikkhu suci mengutus 8 orang arahat menemui sang raja:

Quote
"From this deed arises no hindrance in thy way to heaven. Only one
   and a half human beings have been slain here by thee, O lord of men.
   The one had come unto the (three) refuges, the other had taken on
   himself the five precepts. Unbelievers and men of evil life were the
   rest, not more to be esteemed than beasts. But as for thee, thou
   wilt bring glory to the doctrine of the Buddha in manifold ways;
   therefore cast away care from thy heart, O ruler of men!" Thus
   exhorted by them the great king took comfort. (Mahavamsa 25:109-112)

"Dari perbuatan ini tidak ada hambatan untuk masuk sorga. Hanya
satu dan setengah orang telah Anda bunuh di sini, wahai Penguasa
manusia. Yang seorang telah menganut (tiga) perlindungan, dan yang
lain telah menganut kelima sila. Selebihnya adalah orang-orang kafir dan
orang-orang yang hidupnya jahat, tidak perlu dihargai, layaknya
binatang
. Tetapi untuk Anda, Anda akan membawa kemuliaan ajaran Sang
Buddha
dengan banyak cara; oleh karena itu, buanglah penyesalan
dalam hati Anda, O Penguasa manusia!" Demikianlah, setelah
mendapat khotbah dari mereka, raja besar itu bersenang hati."
(Mahavamsa 25:109-112)

wah!!!
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #1 on: 16 September 2010, 11:11:37 AM »
Bro Morpheus yg baik,
Anda benar sekali, telah terjadi pertumpahan darah, saya juga telah membaca kisah ini. Ada yg perlu diperhatikan dalam pertikaian ini, BUKAN pertempuran, tapi sungguh2 duel antara 2 orang gentlemen, yaitu King Dutthugemunu (Dutthagamani lebih dikenal dg nama Dutthugemunu) dan King Elara, karena King Elara ini adalah Tamil bukan Sinhala, sehingga king Dutthugemunu ingin menyatukan negaranya hanya untuk Sinhala dan Buddhism (Tamil non-Buddhist). Tujuan beliau mulia karena jika Tamil yg berkuasa maka Buddhism akan mengalami kehancuran, jadi demi mempertahankan Buddhism satu2 jalan adalah dengan cara mengalahkan King Elara. setelah duel dimenangkan beliau, untuk menghormati King Elara maka dilakukan pemakaman megah layaknya menghormati Raja yang Agung (kematian yg gagah berani) dan didirikan monumen, dan Raja mengumandangkan kepada seluruh rakyat agar tidak membunyikan drum (sejenis tambur utk tabuh2an), serta bunyi2an yang lain, ketika melintasi area ini, hingga detik ini masih berlaku.

demikian sedikit tambahan info dari saya. nice post sayang ga bisa kasih GRP.

mettacittena,

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #2 on: 16 September 2010, 11:23:21 AM »
Pertumpahan darah antara Thailand dan Kamboja untuk merebutkan Angkor Wat juga termasuk kok. Tapi seperti yang saya nyatakan di thread sebelah, jumlah kekerasan / pertumpahan darah yang mengatas-namakan Buddhisme sangat kecil.
« Last Edit: 16 September 2010, 11:51:05 AM by upasaka »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #3 on: 16 September 2010, 11:38:31 AM »
tergelitik oleh pernyataan yang mengatakan tidak ada kekerasan dalam sejarah buddhisme, saya googling dikit dan ketemu cerita di mahavamsa mengenai peperangan seorang raja sinhala dutthagamani (buddhis) dan tamil elara (hindu):

Quote
   When the king Dutthagamani had had a relic put into his spear he
   marched to Tissamaharama, and having shown favour to the brotherhood
   he said: "I will go on to the land on the further side of river to
   bring glory to the doctrine. Give us, that we may treat them with
   honour, bhikkhus who shall go on with Us, since the sight of the
   bhikkhus is blessing and protection for us." (Mahavamsa 25.1-4)

"Raja Dutthagamani menaruh relik pada tombaknya, ia
berbaris menuju Tissamaharama, dan setelah menjamu Sangha ia
berkata, "Saya akan berangkat menuju seberang sungai
untuk membawa kejayaan ajaran. Berikan kepada kami, supaya
kami bisa menghormati mereka, bhikkhu-bhikkhu yang akan berjalan
bersama kami, karena melihat para bhikkhu itu merupakan berkah
dan perlindungan bagi kami." (Mahavamsa 25.1-4)
dalam duel, elara dibunuh dutthagamani. diceritakan sebenernya elara adalah raja yang cukup baik dan lurus, sehingga dutthagamani menghargainya dengan mengkremasi dan membangun monumen.

namun dutthagamani masih larut dalam penyesalannya atas peperangan tadi, sehingga dalam mahavamsa diceritakan para bhikkhu suci mengutus 8 orang arahat menemui sang raja:

Quote
"From this deed arises no hindrance in thy way to heaven. Only one
   and a half human beings have been slain here by thee, O lord of men.
   The one had come unto the (three) refuges, the other had taken on
   himself the five precepts. Unbelievers and men of evil life were the
   rest, not more to be esteemed than beasts. But as for thee, thou
   wilt bring glory to the doctrine of the Buddha in manifold ways;
   therefore cast away care from thy heart, O ruler of men!" Thus
   exhorted by them the great king took comfort. (Mahavamsa 25:109-112)

"Dari perbuatan ini tidak ada hambatan untuk masuk sorga. Hanya
satu dan setengah orang telah Anda bunuh di sini, wahai Penguasa
manusia. Yang seorang telah menganut (tiga) perlindungan, dan yang
lain telah menganut kelima sila. Selebihnya adalah orang-orang kafir dan
orang-orang yang hidupnya jahat, tidak perlu dihargai, layaknya
binatang
. Tetapi untuk Anda, Anda akan membawa kemuliaan ajaran Sang
Buddha
dengan banyak cara; oleh karena itu, buanglah penyesalan
dalam hati Anda, O Penguasa manusia!" Demikianlah, setelah
mendapat khotbah dari mereka, raja besar itu bersenang hati."
(Mahavamsa 25:109-112)

wah!!!
Pertumpahan darah antara Thailand dan Kamboja untuk merubutkan Angkor Wat juga termasuk kok. Tapi seperti yang saya nyatakan di thread sebelah, jumlah kekerasan / pertumpahan darah yang mengatas-namakan Buddhisme sangat kecil.

Bro Upasaka yg baik,
TS hanya ingin menunjukkan bhw dlm Buddhism pun ada, karena di thread sebelah ada posting yg menyatakan tidak ada pertumpahan darah utk Buddhism. saya paham kok dg maksud TS. saya sih sepaham dg pernyataan bhw dlm Buddhism pun ada.

mettacittena,
« Last Edit: 16 September 2010, 11:40:50 AM by pannadevi »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #4 on: 16 September 2010, 11:52:36 AM »
Pertumpahan darah antara Thailand dan Kamboja untuk merebutkan Angkor Wat juga termasuk kok. Tapi seperti yang saya nyatakan di thread sebelah, jumlah kekerasan / pertumpahan darah yang mengatas-namakan Buddhisme sangat kecil.
Mungkin dari posting Bro fabian di thread sebelah.
Saya juga tidak setuju karena pernah baca bahwa Buddhist juga ada berperang dan menumpahkan darah dengan alasan agama, walaupun memang tidak banyak.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #5 on: 16 September 2010, 11:56:20 AM »
Bro Upasaka yg baik,
TS hanya ingin menunjukkan bhw dlm Buddhism pun ada, karena di thread sebelah ada posting yg menyatakan tidak ada pertumpahan darah utk Buddhism. saya paham kok dg maksud TS. saya sih sepaham dg pernyataan bhw dlm Buddhism pun ada.

mettacittena,

Saya paham, Sam. Menurut saya, kita tidak perlu menutup mata bahwa sejarah panjang Buddhisme pun turut menuai pertumpahan darah oleh sejumlah kecil oknum. Tapi tetap saja Buddhisme tidak pernah mengundang "kekacauan" di dunia ini.

Demikian pula hal nya dengan paradigma masyarakat yang menggendong pemikiran bahwa negara Buddhis pasti masyarakatnya tidak mencelakakan makhluk lain. Itu juga keliru. Thailand misalnya, sebagai negara dengan penduduk mayoritas Buddhisme Theravada, namun tetap saja di sana banyak orang yang bermata-pencaharian dengan menjual daging, menjual senjata, racun, dan sebagainya. Biasanya, umat Buddha alergi terhadap pemandangan seperti ini.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #6 on: 16 September 2010, 11:58:11 AM »
Mungkin dari posting Bro fabian di thread sebelah.
Saya juga tidak setuju karena pernah baca bahwa Buddhist juga ada berperang dan menumpahkan darah dengan alasan agama, walaupun memang tidak banyak.

Iya, saya tahu... Maaf kalau ada yang salah paham dengan postingan saya di atas. Postingan saya di atas hanya sekadar sharing. Saya tahu Bro morpheus bukan bermaksud "menyentil" pendapat saya kok. ;)

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #7 on: 16 September 2010, 12:28:14 PM »
Bro Morpheus yg baik,
Anda benar sekali, telah terjadi pertumpahan darah, saya juga telah membaca kisah ini. Ada yg perlu diperhatikan dalam pertikaian ini, BUKAN pertempuran, tapi sungguh2 duel antara 2 orang gentlemen, yaitu King Dutthugemunu (Dutthagamani lebih dikenal dg nama Dutthugemunu) dan King Elara, karena King Elara ini adalah Tamil bukan Sinhala, sehingga king Dutthugemunu ingin menyatukan negaranya hanya untuk Sinhala dan Buddhism (Tamil non-Buddhist). Tujuan beliau mulia karena jika Tamil yg berkuasa maka Buddhism akan mengalami kehancuran, jadi demi mempertahankan Buddhism satu2 jalan adalah dengan cara mengalahkan King Elara. setelah duel dimenangkan beliau, untuk menghormati King Elara maka dilakukan pemakaman megah layaknya menghormati Raja yang Agung (kematian yg gagah berani) dan didirikan monumen, dan Raja mengumandangkan kepada seluruh rakyat agar tidak membunyikan drum (sejenis tambur utk tabuh2an), serta bunyi2an yang lain, ketika melintasi area ini, hingga detik ini masih berlaku.
makasih tambahannya, bu panna (samaneri?)...

dari kutipannya, sepertinya itu beneran peperangan, bukan hanya duel, karena disebutkan "kejayaan ajaran", korban orang2 kafir, dsb.
jadi penyesalan sang raja di sini mungkin seperti penyesalan raja asoka melihat korban yang sedemikian banyak, namun akhirnya diceriakan kembali oleh bhikkhu2 "arahat" tadi.

* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #8 on: 16 September 2010, 03:00:10 PM »
Menarik, tapi saya mencoba untuk menggunakan cara berpikir yang lain.

Dalam sejarahnya agama merupakan dan memiliki basis kekuatan tersendiri. Ada pepatah politikus mengatakan, Ia yang menggenggam basis kekuatan ini (agama) maka akan menguasai "dunia". Dan penguasa yang cerdik akan memanfaatkan kekuatan ini untuk mempertahankan kedudukannya atau negaranya. Singkatnya: politisasi agama.

Semua agama termasuk Buddhisme tidak luput dari politisasi.

Mahavamsa tidak lain adalah kompilasi kisah sejarah Sri Lanka yang di dalamnya terdapat kisah-kisah penguasa Sri Lanka dan juga mengenai Buddhisme yang tidak lepas dari sejarah Sri Lanka termasuk kekuasaan para raja.

Kisah Raja Sinhala Dutthagamani dalam Mahavamsa, menurut saya, lebih cenderung merupakan politisasi agama. Permintaan restu kepada sangha dengan alasan membela ajaran, dapat dilihat sebagai usaha mendapatkan kekuatan dari basis agama. Belajar dari Revolusi Safran di Birma, kita bisa lihat bagaimana sangha bisa menggerakkan massa yang besar.

Walaupun akhirnya diselesaikan dengan 1 lawan 1, kisah Raja Sinhala lebih cenderung berbau perseteruan politik dan etnis, Sinhala dan Tamil daripada agama.

Saya pernah membaca sebuah artikel, (lupa judulnya) mungkin bisa dicari di google, Buddhisme juga penah dijadikan alat politik untuk mengusir bangsa asing dari Jepang.

GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #9 on: 16 September 2010, 04:35:55 PM »
tepat sekali!
agama gampang sekali dipakai alat politik dan kekuasaan.

singkatnya jangan mudah terpesona membaca ttg utusan 8 arahat, turun dari alam brahma terlahir menjadi manusia, bumi bergoncang, para brahma bersorak, raja naga dan kejadian2 ajaib lainnya yg tertera di kitab2, terutama yg belakangan. mungkin itu hanya alat legitimasi dan justifikasi kekuasaan ataupun organisasi belaka. teliti isinya dengan seksama...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #10 on: 16 September 2010, 04:48:45 PM »
tergelitik oleh pernyataan yang mengatakan tidak ada kekerasan dalam sejarah buddhisme, saya googling dikit dan ketemu cerita di mahavamsa mengenai peperangan seorang raja sinhala dutthagamani (buddhis) dan tamil elara (hindu):

Quote
   When the king Dutthagamani had had a relic put into his spear he
   marched to Tissamaharama, and having shown favour to the brotherhood
   he said: "I will go on to the land on the further side of river to
   bring glory to the doctrine. Give us, that we may treat them with
   honour, bhikkhus who shall go on with Us, since the sight of the
   bhikkhus is blessing and protection for us." (Mahavamsa 25.1-4)

"Raja Dutthagamani menaruh relik pada tombaknya, ia
berbaris menuju Tissamaharama, dan setelah menjamu Sangha ia
berkata, "Saya akan berangkat menuju seberang sungai
untuk membawa kejayaan ajaran. Berikan kepada kami, supaya
kami bisa menghormati mereka, bhikkhu-bhikkhu yang akan berjalan
bersama kami, karena melihat para bhikkhu itu merupakan berkah
dan perlindungan bagi kami." (Mahavamsa 25.1-4)
dalam duel, elara dibunuh dutthagamani. diceritakan sebenernya elara adalah raja yang cukup baik dan lurus, sehingga dutthagamani menghargainya dengan mengkremasi dan membangun monumen.

namun dutthagamani masih larut dalam penyesalannya atas peperangan tadi, sehingga dalam mahavamsa diceritakan para bhikkhu suci mengutus 8 orang arahat menemui sang raja:

Quote
"From this deed arises no hindrance in thy way to heaven. Only one
   and a half human beings have been slain here by thee, O lord of men.
   The one had come unto the (three) refuges, the other had taken on
   himself the five precepts. Unbelievers and men of evil life were the
   rest, not more to be esteemed than beasts. But as for thee, thou
   wilt bring glory to the doctrine of the Buddha in manifold ways;
   therefore cast away care from thy heart, O ruler of men!" Thus
   exhorted by them the great king took comfort. (Mahavamsa 25:109-112)

"Dari perbuatan ini tidak ada hambatan untuk masuk sorga. Hanya
satu dan setengah orang telah Anda bunuh di sini, wahai Penguasa
manusia. Yang seorang telah menganut (tiga) perlindungan, dan yang
lain telah menganut kelima sila. Selebihnya adalah orang-orang kafir dan
orang-orang yang hidupnya jahat, tidak perlu dihargai, layaknya
binatang
. Tetapi untuk Anda, Anda akan membawa kemuliaan ajaran Sang
Buddha
dengan banyak cara; oleh karena itu, buanglah penyesalan
dalam hati Anda, O Penguasa manusia!" Demikianlah, setelah
mendapat khotbah dari mereka, raja besar itu bersenang hati."
(Mahavamsa 25:109-112)

wah!!!

Baik sekali bro Morpheus memuat mengenai kisah ini, dulu saya juga pernah berdiskusi dengan seorang scholar dari Sri lanka mengenai hal ini. Bila membaca sepintas nampaknya ini adalah pertumpahan darah demi penyebaran agama, tapi saya rasa tidak demikian berdasarkan dua hal:

1. Pada kasus-kasus peperangan agama yang saya pelajari para pemimpin agamanya (spiritual leadernya) ikut mendukung peperangan. Tidak demikian pada kasus raja Duthagamani.
2. Kitab sucinya juga mendukung penyebaran faham dengan perang/kekerasan, hal ini sama sekali tak ditemui di Tipitaka.

Jadi yang dilakukan oleh raja Duthagamani adalah murni berdasarkan politik. Saya yakin para pemimpin spiritual Buddhis tak akan ada yang setuju meletakkan relik peninggalan Arahat di senjata.
Menurut Vinaya, para Bhikkhu memegang senjata atau melihat persiapan perang saja tidak boleh. Apakah pantas meletakkan di senjata, relik seorang yang telah meninggalkan senjata?

Di jaman raja Duthagamani saya rasa tidak semua Bhikkhu adalah Ariya sehingga mungkin saja keluar pernyataan yang tidak sesuai dengan pengertian orang jaman sekarang, walaupun memang benar, berbuat jahat atau berbuat baik kepada orang yang berbeda silanya akan menghasilkan kamma vipaka yang berbeda pula.

 _/\_
« Last Edit: 16 September 2010, 04:50:36 PM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #11 on: 16 September 2010, 05:01:22 PM »
1. Pada kasus-kasus peperangan agama yang saya pelajari para pemimpin agamanya (spiritual leadernya) ikut mendukung peperangan. Tidak demikian pada kasus raja Duthagamani.
diquotation atas, katanya malahan 8 orang arahat menceriakan kembali sang raja yang menyesal dan menghibur dengan kata2 "orang-orang kafir / tidak seiman dan orang-orang yang hidupnya jahat, tidak perlu dihargai, layaknya binatang."

2. Kitab sucinya juga mendukung penyebaran faham dengan perang/kekerasan, hal ini sama sekali tak ditemui di Tipitaka.
di sini saya tidak mengutik2 tipitaka ataupun ajaran Sang Buddha yang suci dan tercerahkan sempurna.
saya hanya menginformasikan bahwa dalam sejarah agama buddha di srilanka terdapat kisah mahavamsa tersebut.

Di jaman raja Duthagamani saya rasa tidak semua Bhikkhu adalah Ariya sehingga mungkin saja keluar pernyataan yang tidak sesuai dengan pengertian orang jaman sekarang, walaupun memang benar, berbuat jahat atau berbuat baik kepada orang yang berbeda silanya akan menghasilkan kamma vipaka yang berbeda pula.
menurut mahavamsa, 8 orang utusan itu adalah arahat. cmiiw.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #12 on: 16 September 2010, 05:15:23 PM »
Belum termasuk intrik para Lama dari Tibetan dalam penghancuran kuil Shaolin lagi tuh.. Plus warrior monks di Jepang.
appamadena sampadetha

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #13 on: 16 September 2010, 07:54:45 PM »
tepat sekali!
agama gampang sekali dipakai alat politik dan kekuasaan.

singkatnya jangan mudah terpesona membaca ttg utusan 8 arahat, turun dari alam brahma terlahir menjadi manusia, bumi bergoncang, para brahma bersorak, raja naga dan kejadian2 ajaib lainnya yg tertera di kitab2, terutama yg belakangan. mungkin itu hanya alat legitimasi dan justifikasi kekuasaan ataupun organisasi belaka. teliti isinya dengan seksama...

Ncek Morph yang baik,

Mohon klarifikasi apakah serangkaian keajaiban di atas "utusan 8 arahat, turun dari alam brahma terlahir menjadi manusia, bumi bergoncang, para brahma bersorak, raja naga dst" itu terdapat dalam cerita Raja Dutthagamani juga?

_/\_
appamadena sampadetha

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #14 on: 16 September 2010, 08:24:05 PM »
1. Pada kasus-kasus peperangan agama yang saya pelajari para pemimpin agamanya (spiritual leadernya) ikut mendukung peperangan. Tidak demikian pada kasus raja Duthagamani.
diquotation atas, katanya malahan 8 orang arahat menceriakan kembali sang raja yang menyesal dan menghibur dengan kata2 "orang-orang kafir / tidak seiman dan orang-orang yang hidupnya jahat, tidak perlu dihargai, layaknya binatang."

Bro Morpheus yang baik, menurut yang saya baca tidak seburuk itu, kalau tidak salah dikatakan bahwa para Arahat bermaksud berkata bahwa yang dibunuh oleh raja Duthagamini tidak bermoral dan jahat, sehingga nilainya sebanding dengan binatang.

Memang dalam ajaran Sang Buddha seseorang dinilai berdasarkan moralitasnya, perbuatan yang dilakukan terhadap orang bermoralitas rendah berbuah lebih kecil/ringan dibandingkan perbuatan yang dilakukan terhadap orang yang moralitasnya tinggi, oleh karena itu membunuh penjahat tak bermoral akibatnya lebih ringan dibandingkan dengan membunuh orang yang bermoral.

Para Arahat menghibur raja Duthagamini sesudah perang usai. Tetapi para Arahat tidak mendorong/mendukung/menganjurkan peperangan tersebut.

Quote
2. Kitab sucinya juga mendukung penyebaran faham dengan perang/kekerasan, hal ini sama sekali tak ditemui di Tipitaka.
di sini saya tidak mengutik2 tipitaka ataupun ajaran Sang Buddha yang suci dan tercerahkan sempurna.
saya hanya menginformasikan bahwa dalam sejarah agama buddha di srilanka terdapat kisah mahavamsa tersebut.

Ya memang benar, ada kejadian politisasi Buddhism di Srilanka, sesuai dengan Mahavamsa.

Quote
Di jaman raja Duthagamani saya rasa tidak semua Bhikkhu adalah Ariya sehingga mungkin saja keluar pernyataan yang tidak sesuai dengan pengertian orang jaman sekarang, walaupun memang benar, berbuat jahat atau berbuat baik kepada orang yang berbeda silanya akan menghasilkan kamma vipaka yang berbeda pula.
menurut mahavamsa, 8 orang utusan itu adalah arahat. cmiiw.

Oh ya bila demikian berarti saya salah, mereka Arahat bukan puthujana, sudah agak lupa, sebab sudah lama sekali membaca buku tersebut.
 
_/\_


Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata