//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - seniya

Pages: 1 ... 215 216 217 218 219 220 221 [222] 223 224 225 226 227 228
3316
Diskusi Umum / Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
« on: 17 March 2010, 08:21:03 PM »
Hanya komen dikit aja.. terjemahannya agak beda..

The following passage does not appear to carry any religious message. It is just a vignette of a moment of the Buddha's life.
"It was a dark night, raining lightly, with flashes of lightning. The Buddha said to Ananda: "You can come out with the umbrella over the lamp." Ananda listened, and walked behind the Buddha, with an umbrella over the lamp. When they reached a place, the Buddha smiled. Ananda said: "The Buddha doesn't smile without a reason. What brings the smile today?" The Buddha said: "That's right! That's right! The Buddha doesn't smile without a reason. Now you are following me with an umbrella over a lamp. I look around, and see everyone doing the same thing."" [S-1150]

Mungkin saya salah terjemahkan, tetapi menurut saya dalam kalimat "Now you are following me with an umbrella over a lamp" kata "now" bukan menunjuk pada keterangan waktu (sekarang), melainkan keteranga sebab (karena, lengkapnya "now that"). Jadi saya anggap kalimatnya menjadi "Now [that] you are following me with an umbrella over a lamp" yang diterjemahkan menjadi "Karena kamu mengikuti-Ku dengan sebuah payung di atas pelita" sehingga maknanya lebih nyambung (terjemahan bebas).

Tetapi yang anda katakan mungkin benar juga, sehingga kisah di atas diterjemahkan secara tepat (bukan terjemahan bebas) menjadi:

Quote
Saat itu malam hari yang gelap, hujan rintik-rintik, dengan kilat halilintar. Sang Buddha berkata kepada Ananda: "Kamu bisa keluar dengan sebuah payung di atas sebuah pelita."

Ananda menurutinya, dan berjalan di belakang Sang Buddha, dengan sebuah payung di atas pelita.

Ketika mereka sampai di suatu tempat, Sang Buddha tersenyum.

Ananda berkata: "Buddha tidak tersenyum tanpa suatu alasan. Apakah yang menyebabkan senyum Beliau hari ini?"

Buddha menjawab: "Itu benar! Itu benar! Buddha tidak tersenyum tanpa suatu alasan. Sekarang kamu mengikuti-Ku dengan sebuah payung di atas pelita. Aku melihat ke sekeliling, dan melihat semua orang melakukan hal yang sama." [S-1150]

Thx atas koreksinya.

3317
Penerjemahan dan penulisan Teks Buddhisme / Pali atau Sansekerta
« on: 16 March 2010, 07:17:37 AM »
Maaf,OOT. Mana yg lebih sulit belajar bahasa Pali atau bahasa Sanskerta (terutama BHS/Buddhist Hybrid Sanskrit yg digunakan dlm teks2 Mahayana)?

3318
Raja Milinda (M):"Bhante Nagasena, apakah semua Boddhisatta meninggalkan isteri dan anaknya, atau hanya Vessantara saja?"

Bhikkhu Nagasena (N): "Semuanya."

M: "Tetapi apakah semua isteri dan anaknya menyetujuinya?"

N: "Para isteri menyetujuinya, tetapi anak-anaknya tidak setuju, karena usia mereka yang masih muda."
 
M: "Tetapi apakah tindakan itu bijak, karena toh anak-anaknya ketakutan dan menangis ketika ditinggalkan?"
 
N: "Ya. Seperti halnya seseorang yang ingin berbuat kebajikan, dia akan membawa seseorang yang cacat dalam kereta kemanapun ia pergi sehingga membuat kerbaunya menderita; atau seperti halnya seorang raja harus menarik pajak dalam rangka berbuat kebajikan yang besar; demikian juga tindakan memberi. Meskipun hal itu dapat menyebabkan kesedihan yang mendalam bagi beberapa orang, tetapi akan membawa kelahiran kembali di alam surga. Apakah ada, O Baginda raja, pemberian yang seharusnya tidak diberikan?"

M: "Ya, Bhante Nagasena, ada sepuluh macam pemberian yang tidak seharusnya diberikan, pemberian yang menyebabkan kelahiran kembali di alam yang menyedihkan:
1. pemberian yang dapat membuat mabuk,
2. pemberian dalam bentuk pesta,
3. pemberian dalam bentuk wanita,
4. pemberian dalam bentuk pria,
5. pemberian dalam bentuk maksud-maksud tertentu yang tidak baik,
6. pemberian dalam bentuk senjata,
7. pemberian dalam bentuk racun,
8. pemberian dalam bentuk rantai atau alat penyiksaan,
9. pemberian dalam bentuk unggas dan babi,
10. pemberian dalam bentuk timbangan dan alat ukur yang salah."

N: "Saya tidak bertanya tentang pemberian yang tidak disetujui secara duniawi. Saya bertanya tentang pemberian yang tidak boleh diberikan meskipun ada orang yang  patut menerimanya."
 
M: "Kalau begitu, Bhante Nagasena, tidak ada pemberian yang tidak seharusnya diberikan. Bilamana keyakinan dalam Dhamma telah muncul, beberapa orang memberikan 100.000, atau suatu kerajaan, atau bahkan kehidupan mereka."

N: "Kalau begitu mengapa Baginda mengkritik pemberian Vessantara dengan begitu sengitnya? Bukankah terkadang ada kasus di mana seseorang yang terlilit hutang mungkin menjual anaknya atau menanggungkannya sebagai agunan? Demikian juga, Vessantara memberikan anaknya sebagai tekad bagi
pencapaian kemahatahuannya di masa depan."

M: "Tetapi mengapa ia tidak memberikan dirinya sendiri saja?"

N: "Karena bukan itu yang diminta. Menawarkan sesuatu yang lain akan menjadi rendah nilainya. Lagi pula, O Baginda raja, Vessantara tahu bahwa Brahmana tersebut tidak akan mampu mempekerjakan anak-anaknya sebagai budak dalam waktu yang lama karena ia telah lanjut usia dan kakek mereka akan menebus
mereka kernbali."

M: "Dengan baik sekali, Bhante, teka-teki ini telah tersingkap dan jaring klenik ini telah terobek-robek. Bagus sekali cara Bhante tetap menjaga kata-kata dalam kitab suci ketika Bhante menjelaskan apa yang tersirat. Demikianlah adanya, dan saya menerimanya seperti kata Bhante."

3319
Jadi, bisa disimpulkan bahwa pengertian ahli Dhamma sejati menurut kutipan Atthasalini di atas memang semata-mata ditujukan pada orang-orang yang menguasai Abhidhamma setidaknya secara teoritis, sepert halnya seorang cendikiawan sejati harus menguasai bidang ilmu yang diajarkan pada perguruan tinggi (sarjana).

3320
 [at] carinet:
Untuk kisah Vessantara Jataka kalau tidak salah ada penjelasannya dlm Milinda Panha. Nanti saya kutipkan d sini

3321
Yang anda ungkapkan  merupakan salah satu interprestasi yang memang perlu dipertimbangkan. Namun jika kita menilik kembali pernyataan di awal thread ini, yang menjadi letak masalah mengapa mereka yang bukan ahli Abhidhamma tidak bisa dikatakan Pembabar Dhamma adalah karena dalam membabarkan Dhamma mereka mencampuradukkan materi yang ada atau dengan kata lain tidak sistematis. Sebaliknya, dikatakan bahwa para ahli Abhidhamma tidak mencampuradukkan materi ketika membabarkan Dhamma. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan baru yakni benarkah mereka yang bukan ahli Abhidhamma seperti suttantika (ahli Sutta) dan vinayadhāra (ahli vinaya) tidak bisa sistematis dalam membabarkan Dhamma?

Menurut saya,bukan ahli Sutta & Vinaya tdk sistematis,namun kurang rinci dalam menyusun sistematis suatu fenomena,misalnya "makhluk" hanya dianalisis menjadi 5 unsur pembentuk (pancakkhanda) dlm sutta2,tetapi Abhidhamma menganalisanya lbh mendalam lagi dg pengelompokan & pembagian yg lebih banyak & rumit seperti Rupa,citta,cetasika,dhamma,nibbana,dst (maaf kalau salah krn saya bukan ahli Abhidhamma). Misalnya ahli Sutta hanya bisa mengajar konsep sankharakkhanda secara umum spt yg terdpt dlm sutta2,sedangkan ahli Abhidhamma bisa merinci hal tersebut sampai sedetil2nya (kalau tdk salah ada 52 faktor yg membentuk sankharakkhanda dalam Abhidhamma)

3322
Mgkn ini berhubungan dg kebenaran konvensional & kebenaran mutlak. Umumnya isi Vinaya & Sutta menggunakan istilah2 dlm konteks kebenaran konvensional (sammuti sacca) misalnya "makhluk","aku",dst,sedangkan Abhidhamma menguraikan kebenaran mutlak,bhw "makhluk" itu tdk ada,yg ada hanyalah pancakkhanda. Jd seorg yg menguasai Abhidhamma akan dapat menjelaskan Dhamma dg lebih tepat karena menguasai/mengetahui kebenaran mutlak dari semua fenomena kehidupan. Oleh sebab itu,seorang ahli Abhidhamma adalah seorg pembabar Dhamma sejati,terutama dlm menjelaskan kebenaran mutlak (paramatha sacca), yg tdk dkuasai oleh mereka yg hanya ahli Vinaya & Sutta. Cmiiw.

3323
Diskusi Umum / Re: Namaskara di tempat umum
« on: 14 March 2010, 09:13:22 PM »
Menurut saya,boleh saja bernamaskara d tempat umum tanpa ada rupang/gbr Buddha d hadapan kita. Pd masa Buddha masih hidup,Bhikkhu Sariputta pun melakukan hal yg sama dg bernamaskara ke arah d mana guru beliau,Bhikkhu Asajji berada. Asalkan jangan melekat pada arah kita bernamaskara tersebut spt halny kita melekat pd sosok patung Buddha (plus tdk "malu" melakukanny d tmpt umum,jujur kalau saya pribadi mgkn bs "malu").

Btw dari mana tahu bhw Buddha duduk menghadap k timur? Setahu saya ad teman d forum Buddhis tetangga yg bernamaskara k arah India (Bodhigaya),saya rasa ini lbh tepat.

3324
Diskusi Umum / Re: Dongeng Kelahiran Gotama??
« on: 14 March 2010, 05:59:24 PM »
 [at] ryu:

Thx, atas postingannya. Baru ingat, menurut beberapa ahli kemungkinan kisah kelahiran Bodhisatta (Vipassi) dalam Mahapadana Sutta diambil dari sutta Majjhima Nikaya di atas.

3325
Diskusi Umum / Di Balik Senyuman Sang Buddha
« on: 14 March 2010, 05:02:13 PM »
Hari ini saya mencari informasi tentang Agama Sutra (yang dikenal sebagai kumpulan Nikaya dalam kanon Pali) di google dan menemukan artikel yang berjudul "Introduction to Agama Sutra" di http://www.purifymind.com/IntroAgamaSutra.htm. Artikel tersebut berisi tentang sejarah Agama Sutra dan beberapa kutipan isinya. Walaupun umumnya Agama Sutra seperti juga sutta-sutta versi Pali-nya berisi ajaran pokok Sang Buddha yang diterima oleh semua aliran Buddhis awal, terdapat suatu kisah tentang kejadian "kecil" dalam kehidupan Sang Buddha yang cukup menarik:

Quote
Saat itu malam hari yang gelap, hujan rintik-rintik, dengan kilat halilintar. Sang Buddha berkata kepada Ananda: "Kamu bisa keluar dengan sebuah payung di atas sebuah pelita."

Ananda menurutinya, dan berjalan di belakang Sang Buddha, dengan sebuah payung di atas pelita.

Ketika mereka sampai di suatu tempat, Sang Buddha tersenyum.

Ananda berkata: "Buddha tidak tersenyum tanpa suatu alasan. Apakah yang menyebabkan senyum Beliau hari ini?"

Buddha menjawab: "Itu benar! Itu benar! Buddha tidak tersenyum tanpa suatu alasan. Karena kamu mengikuti-Ku dengan sebuah payung di atas pelita. Aku melihat ke sekeliling, dan melihat semua orang melakukan hal yang sama." [S-1150]

Apakah ini menyiratkan selera humor Sang Buddha? Atau yang lain? Silakan nilai sendiri.....

3326
[at] atas:

Berbeda dengan Theravada, Dalam Mahayana dan Vajrayana, Bodhisattva termasuk dalam Arya Sangha, salah satu objek perlindungan (Triratna) karena tingkatan bhumi2 Bodhisattva dalam Mahayana adalah tingkat kesucian.

Selebihnya artikel dari TS ini arahnya dari perspektif Theravada saja, bukan Mahayana.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Benar, ini dari perspektif Theravada karena mengambil referensi dari sutta-sutta yang ada pada Panca Nikaya Pali atau Agama Sutra Sanskerta.

3327
Diskusi Umum / Re: Dongeng Kelahiran Gotama??
« on: 14 March 2010, 03:13:17 PM »
[at]  Seniya, saya tertarik pada pandangan2 anda atas sutta2, dan saya hanya menanyakan pendapat anda dan mungkin dengan referensi para ahli tersebut. itu tentu saja jika anda berkenan. saya sama sekali tidak berkepentingan untuk tersinggung, Tipitaka bukan karya saya.

saya sudah sering membaca kontroversi seputar Mahaparinibbana sutta, namun belum membaca yg seputar Mahapadana sutta, mungkin bisa berbagi pengetahuan di sini, bukti2 yg menganggap bahwa sutta ini tidak otentik.

Ok, thx, maaf saya salah persepsi. Tentang referensinya mungkin ada di link tentang studi Mahapadana Sutta di atas. Coba dilihat ke alamat tersebut. Jika saya salah memberi info di sini, karena sudah lama baca artikel tersebut jadi mungkin bisa lupa dan salah, mohon dimaafkan.

3328
Diskusi Umum / Re: Dongeng Kelahiran Gotama??
« on: 14 March 2010, 02:03:47 PM »
jadi menurut anda Atthakata, Jataka dan Buddhavamsa adalah karya belakangan, sekarang plus Digha Nikaya? menurut anda lagi, bagian manakah dari Tipitaka yg masih  masih dapat dipercaya sebagai Sabda Sang Buddha?

Maaf, bro, jangan tersinggung dulu..... Ini kan pendapat para ahli bahwa Tipitaka Pali ada bagian yang merupakan karya belakang (seperti Atthakatha, Jataka, Buddhavamsa) dan ada yang masih mempertahankan keaslian kata-kata Sang Buddha walaupun disisipi beberapa "penambahan" (sejauh ini yang diketahui baru Mahapadana Sutta dan Mahaparinibbana Sutta karena masih minim penelitian terhadap sutta2 lain). Saya cuma memberikan pendapat para ahli tersebut sebagai tambahan info karena dalam agama Buddha tidak "berdosa" (menghasilkan karma buruk) jika kita meragukan kebenaran kitab suci. Tujuannya tak lain agar kita umat Buddhis tahu bagaimana pandangan para ahli terhadap kitab suci Buddhis. Bahkan di agama tetangga yang katanya berdosa jika meragukan kitab suci pun ada penelitian seperti ini yang juga dilakukan umat mereka sendiri dan hasilnya juga meragukan keaslian kitab suci mereka karena ditulis berabad-abad setelah pendiri agama mereka meninggal.

Sebagai seorang Buddhis, saya meyakini bahwa semua kitab Buddhis apakah dianggap oleh para ahli sebagai kata-kata Sang Buddha atau bukan adalah mengandung kebenaran seperti yang diajarkan Sang Buddha sendiri. Jadi, pendapat para ahli memungkin menarik bagi sisi intelektual kita, namun dalam hal keyakinan terhadap Sang Tri Ratna pendapat saya tidak sama seperti pendapat para ahli tersebut.

Semoga bisa dimengerti dan tidak menimbulkan pandangan salah. _/\_

3329
Diskusi Umum / Re: Dongeng Kelahiran Gotama??
« on: 14 March 2010, 01:34:58 PM »
Bro Seniya, bagaimana menurut anda dengan "dongeng" yg sama yg terdapat pada Digha Nikaya 14: Mahapadana Sutta?

Menurut saya, ada kemungkinan Mahapadana Sutta juga mendapat sisipan dongeng demikian dari kisah kelahiran Bodhisatta dalam kitab2 belakangan seperti Jataka dan Buddhavamsa. Ada kemungkinan mulanya Mahapadana Sutta ini tidak sepanjang dan sedetil spt yang kita temukan sekarang.

Memang belum banyak penelitian yang dilakukan terhadap Mahapadana Sutta sehingga kita cuma bisa berspekulasi/berteori demikian sembari meyakini bahwa sutta ini masih mengandung kata-kata asli Sang Buddha. Satu kajian terhadap sutta ini yang saya ketahui adalah The So-called Mahapadana Sutta (http://ccbs.ntu.edu.tw/FULLTEXT/JR-ENG/wadd.htm) oleh L. A. Waddell.

Kalau sutta lain, yang saya tahu adalah Mahaparinibbana Sutta yang studinya dilakukan oleh seorang bhikkhu Theravada dalam bukunya berjudul "Mission Accomplished: The Historical Study of Mahaparinibbana Sutta". Bisa di-download pdf-nya di Buddhanet.net (http://www.buddhanet.net/pdf_file/mission-accomplished.pdf). Di sini pun dikatakan bahwa Mahaparinibbana Sutta kemungkinan juga mendapat banyak "penambahan" sejak disusun pada Konsili Pertama.

Btw, ini hanyalah penelitian/kajian secara intelektual atas kitab suci dan tidak seharusnya dijadikan pegangan karena kebenaran suatu penelitian selalu berubah jika ada penelitian baru yang hasilnya mendukung atau menolak hasil penelitian sebelumnya. Janganlah hal ini melemahkan saddha kita terhadap kebenaran isi kitap suci Tipitaka Pali.

3330
Ini ada artikel menarik tentang persamaan antara cita-cita Arahat (Theravada) dengan cita-cita Bodhisattva (Mahayana) berdasarkan sumber sutta-sutta Nikaya (Agama Sutra):

Quote
PENDAHULUAN

Ada banyak buku yang mengaku mengutip atau sesuai dengan sabda Buddha. Jika seseorang bersungguh-sungguh mempelajarinya dengan seksama (mungkin butuh waktu tahunan), maka dia akan menjumpai berbagai pertentangan dan ketidakcocokan yang telah bercampur dengan Dhamma dalam banyak buku.

Dua mazhab utama Buddhisme – Theravada dan Mahayana (termasuk Buddhisme Tibet atau Vajrayana) saling berbeda dalam beberapa ajaran yang penting. Sayangnya, harus diakui bahwa ajaran-ajaran yang salah terdapat di mazhab Theravada maupun Mahayana.

Satu-satunya kumpulan buku yang diakui bersama kedua mazhab sebagai sabda Buddha sendiri, dan juga cocok, tanpa pertentangan adalah keempat Nikaya terdahulu pada mazhab Theravada (Dîgha Nikaya, Majjhima Nikaya, Samyutta Nikaya, dan Anguttara Nikaya), yang merupakan Sutra Agama pada mazhab Mahayana. Kumpulan buku ini diterima oleh banyak bhikkhu dan sarjana sebagai ajaran Buddha yang asli. Buku-buku lainnya dapat diterima sepanjang tidak bertentangan dengan kumpulan buku ini.

Penting untuk memahami ajaran yang sebenarnya dan asli dari Buddha jika kita hendak mencapai tujuan sejati dari ajaran Buddha – untuk mengakhiri daur lahir-mati.

Kebanyakan Umat Buddha meyakini suatu ajaran karena ajaran tersebut berasal dari bhikkhu tertentu, tanpa menyadari bahwa beberapa dari ajaran tersebut berasal dari Atthakatha (Kitab Ulasan) atau buku lain yang bertentangan dengan Nikaya.

Sebagai contoh, banyak yang percaya cerita tentang Siddhattha Gotama (yang kemudian menjadi Buddha Sakyamuni) menyelinap keluar pada tengah malam – setelah melihat istri dan anaknya yang sedang tidur untuk terakhir kalinya – untuk pergi meninggalkan kehidupan berumah tangga, menjadi seorang pertapa. Cerita sesungguhnya diberitahukan oleh Buddha di dalam Majjhima Nikaya 26: "Kemudian, ketika masih muda, sebagai seorang pemuda berambut hitam yang memiliki berkah kemudaan, di dalam masa jaya kehidupan, walaupun ibu dan ayahku berharap sebaliknya dan menangis dengan wajah berlinang air mata, aku mencukur habis rambut dan jenggotku, memakai jubah oker, dan meninggalkan kehidupan berumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah".

Dari sini kita mendapatkan contoh pemahaman salah yang telah tertanam di pikiran orang, tanpa mereka sadari. Masih ada beberapa ajaran penting yang bertentangan dengan keempat Nikaya yang asli yang akan kita diskusikan berikut ini.

JALUR BODHISATTVA DAN JALUR ARAHAT TIDAK BERBEDA

Ajaran lainnya yang tidak bersesuaian adalah adanya jalur Bodhisatta/Bodhisattva yang dibedakan dari jalur Ariya atau Arahat. Jalur Bodhisattva, cita-cita mazhab Mahayana, yang juga diterima oleh sebagian kecil penganut Theravada, dianggap sebagai jalan untuk menjadi seorang Sammasambuddha, dengan tujuan untuk mengajari dan membebaskan makhluk hidup, dan ini dicapai dengan bersumpah untuk menjadi seorang Sammasambuddha, kemudian melatih paramita atau parami (penyempurnaan diri) selama berkalpa-kalpa (siklus dunia). Jadi, bagi mereka yang meyakini hal ini, Buddha kita dulunya adalah pertapa Sumedha yang bertemu dengan Buddha Dîpankara dan kemudian bersumpah untuk menjadi seorang Sammasambuddha. Setelah itu, beliau diperkirakan mengembangkan parami selama 4 asankheyyakappa (kalpa tak terhitung) dan 100 mahakappa (kalpa besar), dan bertemu dengan 24 Buddha yang juga memperkirakan bahwa beliau kelak akan menjadi Buddha Sakyamuni (atau Gotama).

Jika kita meneliti keempat Nikaya maka kita akan menemukan Sutta (khotbah) yang bertentangan dengan kepercayaan ini.

Didalam Nikaya, kita menemukan Buddha menyebut dirinya Arahat dan bukan menggunakan istilah itu untuk siswa-siswa Arahat-Nya, melainkan menyebut mereka "siswa-siswa Ariya yang dibebaskan oleh kebijaksanaan". Kemudian, kita menemukan bahwa Buddha memiliki kemampuan mengingat kehidupan lampau dan Beliau menyebutkan di dalam Majjhima Nikaya 4 bahwa Beliau mengingat kembali kehidupan lampaunya berkalpa-kalpa sebelumnya, tetapi Beliau tidak pernah menyebutkan pernah bersumpah untuk menjadi seorang Buddha di masa lampau.

Kenyataannya, dalam Anguttara Nikaya 5.5.43, Buddha bersabda bahwa bukanlah doa dan sumpah yang akan membuat kita mendapatkan apa yang kita inginkan, melainkan kamma (perbuatan atau tindakan). Buddha meraih pencerahan melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan, begitu juga dengan siswa-siswa Arahat-Nya.

Dalam Sutta Nipata 22.6.58, Buddha menjelaskan bahwa perbedaan antara diri-Nya dan siswa-siswa Arahat-Nya adalah Beliau lebih dulu menjalani Jalan Mulia Berunsur Delapan (camkan bahwa seorang Sammasambuddha menjalani Jalan Mulia) dan siswa-siswa Arahat-Nya menjalani jalan yang sama setelah diri-Nya – tidak ada perbedaan utama lainnya antara Beliau dan siswa-Nya. Di dalam Digha Nikaya 14, Buddha berkata Beliau hanya mengingat kembali 91 kalpa dan mengetahui hanya 6 Buddha (yaitu Sammasambuddha) dalam selang waktu tersebut – tidak menyebutkan adanya 24 Buddha.

Di Majjhima Nikaya 26, Buddha mengatakan bahwa setelah Beliau meraih pencerahan, Beliau tidak bermaksud untuk mengajarkan Dhamma, sebelum menerima permohonan dari Brahmâ Sahampati. Seandainya saja Beliau pernah bersumpah di masa lampau, kita tentunya berharap Beliau membabarkan Dhamma sesegera mungkin setelah pencerahan, karena ini adalah tujuan yang telah dinanti-nantikan selama kalpa yang tak terhitung lamanya.

Di dalam Majjhima Nikaya 116, Isigili Sutta, Buddha merujuk pada Bukit Isigili di luar Râjagaha dan mengatakan bahwa 500 Paccekabuddha pernah menetap di atas bukit tersebut serta menyebutkan nama-nama Buddha tersebut. Jadi, kita menemukan keberadaan banyak Paccekabuddha dibandingkan dengan Sammâsambuddha.

Walaupun Buddha Sakyamuni setelah meraih pencerahan bukan bermaksu untuk mengajar melainkan menjadi seorang Paccekabuddha, tetapi akhirnya dimohon Brahmâ untuk memutar roda Dhamma. Jadi kebanyakan Buddha enggan untuk mengajarkan Dhamma karena hanya sedikit makhluk hidup yang benar-benar mampu untuk mempraktikkannya. Paccekabuddha dan  Sammâsambuddha pada dasarnya adalah sama, hanya saja Sammâsambuddha mengajarkan Dhamma.

Berdasarkan hal ini, kita menemukan bahwa pembedaan jalur Bodhisattva dari jalur Arahat dengan dasar Arahat itu egois adalah tidak benar karena kebanyakan Buddha enggan untuk mengajarkan Dhamma.

Kesalahan yang paling fatal dalam teori pembedaan jalur Bodhisattva dengan jalur Ariya disampaikan melalui Majjhima Nikaya 81. Di dalam Sutta ini, Buddha mengingat kembali kehidupan lampaunya sebagai Brahmana Jotipâla yang bersahabat baik dengan Ghatikâra, seorang pendukung setia Buddha Kassapa (Buddha sebelumnya). Ghatikâra berkali-kali gagal mengajak Jotipâla untuk menemui Buddha Kassapa – yang menunjukkan bahwa sumpah yang dibuat pada masa lampau akan sia-sia belaka karena tidak ada ingatan mengenai hal ini. Kemudian ketika dia dipaksa menjumpai Buddha Kassapa, dia menolak untuk menghormati Buddha (berbeda sekali dengan kisah tentang sumpah!). Namun, setelah mendengarkan ajaran Buddha Kassapa, Jotipâla berubah total. Dia meninggalkan ajaran Brahmana dan menjadi seorang bhikkhu di bawah Buddha Kassapa.

Setelah kehidupan itu, beliau lahir kembali di Surga Tusita dan belakangan lahir di dunia dan menjadi Buddha Sakyamuni. Sangatlah mungkin bagi seorang Sotâpanna atau Sakadâgâmî (kemuliaan tingkat kedua) untuk kemudian menjadi seorang Buddha karena ketika Beliau lahir kembali di alam manusia, Buddha dan Dhamma mungkin sudah tidak ada lagi sehubungan dengan berlalunya jutaan tahun di surga dan waktu untuk pencerahan sudah tiba. Jadi dari Sutta ini kita menemukan bahwa seorang Ariya-lah yang menjadi Buddha. Apakah seorang Buddha adalah Paccekabuddha atau Sammâsambuddha – keduanya adalah sama saja seperti halnya Buddha Sakyamuni kita, terkecuali bahwa yang satu tidak mengajarkan Dhamma sedangkan yang lainnya dimohon untuk itu – bergantung pada masing-masing.

Jadi kita menemukan dalam Nikâya bahwa Buddha tidak pernah mengajarkan bahwa jalur ke-Buddha-an terpisah dari jalur Ariya, melainkan hanya buku-buku belakangan yang membedakannya. Melatih pârami tidak akan membawa kita keluar dari samsâra (lingkaran lahir-mati), melainkan hanya membawa kita menuju alam surga dan kemudian turun ke alam menderita dan berulang-ulang demikian.

Inilah yang terjadi pada Bodhisatta kita selama kalpa yang tak terhitung lamanya sampai berjumpa dengan Buddha Kassapa yang mengajarkan Jalan Mulia Berunsur Delapan, satu-satunya cara untuk keluar dari samsâra.

Cerita-cerita tentang bagaimana Bodhisatta melatih pâramî ditemukan dalam Jâtaka. Ketika kita menelaah Jâtaka, sangat jelas bahwa isinya adalah dongeng yang diciptakan untuk mengajari nilai-nilai kebajikan pada anak-anak, seperti Fabel Aesop dan Dongeng Grimm… bagaimana mungkin binatang dapat berbicara dan berkelakuan seperti manusia kecuali dalam dongeng. Cerita seperti Vessantara Jâtaka, dimana Bodhisatta, dalam usahanya untuk menyempurnakan dânapâramî, menyerahkan istri dan kedua anaknya kepada seorang pengemis kejam yang memukuli mereka, adalah bertentangan dengan Dhamma. Buddha berkata bahwa pemberian yang baik adalah pemberian yang tidak melukai diri sendiri maupun makhluk lain.

Penjelasan di atas menekankan pentingnya fakta bahwa Buddha hanya mengajarkan Jalan Mulia Berunsur Delapan untuk meraih pencerahan dan mengakhiri penderitaan, yang berbeda dengan jalan lainnya.

Sumber: http://www.w****a.com/forum/meditasi/5813-samatha-dan-vipassana.html

Bagaimana pandapat teman-teman se-Dhamma sekalian?

Pages: 1 ... 215 216 217 218 219 220 221 [222] 223 224 225 226 227 228