Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Mahayana => Chan atau Zen => Topic started by: morpheus on 20 April 2012, 10:48:17 AM

Title: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 20 April 2012, 10:48:17 AM
Alkisah sewaktu seorang guru spiritual dan murid-muridnya memulai sesi meditasi malam, seekor kucing yang tinggal di kompleks biara mengeong dengan sangat bisingnya mengganggu sesi meditasi. Sang guru memerintahkan agar si kucing diikat di luar sepanjang setiap sesi meditasi.

Beberapa tahun kemudian, sang guru meninggal dunia and si kucing tetap diikat di luar sepanjang sesi meditasi untuk menghormati perintah sang guru.

Suatu ketika, setelah si kucing pun mati, murid-murid sang guru membawa kucing lain dengan belang yang sejenis ke biara dan kembali mengikatnya selama sesi meditasi.

Beberapa abad kemudian, keturunan-keturunan murid sang guru yang terpelajar menulis artikel "ilmiah" mengenai alasan pentingnya mengikat kucing selama sesi meditasi.


terjemahan bebas dari: Zen Stories to Tell Your Neighbors
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: Rico Tsiau on 20 April 2012, 11:12:41 AM

Quote
Suatu ketika, setelah si kucing pun mati, murid-murid sang guru membawa kucing lain dengan belang yang sejenis ke biara dan kembali mengikatnya selama sesi meditasi

lalu tujuan awal supaya kucing diikat di luar ruang dilupakan? kok malah cari kucing baru?

sepertinya lama2 mengikat kucing diluar ruang meditasi menjadi semacam tradisi, yang padahal pelaksana tradisi tersebut tidak memahami tujuan awal dari sesuatu yang menjadi tradisi tersebut.
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: khiong on 20 April 2012, 11:23:39 AM
maafkan aku yg bodoh gak ngerti maksud didalam nya..tolong y. ^:)^
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 20 April 2012, 01:48:47 PM
maafkan aku yg bodoh gak ngerti maksud didalam nya..tolong y. ^:)^

lalu tujuan awal supaya kucing diikat di luar ruang dilupakan? kok malah cari kucing baru?

sepertinya lama2 mengikat kucing diluar ruang meditasi menjadi semacam tradisi, yang padahal pelaksana tradisi tersebut tidak memahami tujuan awal dari sesuatu yang menjadi tradisi tersebut.
tepat sekali!
demikianlah lahirnya tradisi dan ritual yang berasal dari kepercayaan.

sebuah tradisi mungkin dimulai dari sebuah kegiatan sederhana seorang bijaksana di jaman dulu yang kemudian diturunkan bergenerasi-generasi sampai kehilangan makna dan alasan sebenarnya. seiring dengan berjalannya waktu, bumbu demi bumbu ditambahkan. mereka yang terjebak dalam konflik antara pemikiran modern dan rasa bakti akan mencoba menciptakan dan mencari alasan2 "ilmiah" tradisi tersebut. jaman sudah berubah, namun pengikut2 kepercayaan terus menggenggam ritual tanpa disertai kebijaksanaan ataupun kecerdasan.

konon di jaman china kuno, apabila seorang suami meninggal dunia maka di dalam upacara pemakaman sang suami, sang istri juga dibakar hidup2 agar dapat menemani sang suami di "alam sana". seorang biksu yang welas asih menciptakan tradisi baru, cukup membakar boneka2 kertas yang akan dikirim ke alam sana untuk menemari suami dan menyelamatkan kematian yang tidak perlu dan mengenaskan. seiring dengan berjalannya waktu, niat baik sang biksu pun sudah terlupakan. tradisi ini berkembang dalam skala besar menjadi pembakaran rumah2an kertas, ipad kertas, mobil kertas, uang2an akhirat dan... kartu credit kertas.

walau terdengar konyol, tapi demikianlah sifat alami batin manusia yang mencari kenyamanan.
kepercayaan, tahayul dan tradisi memberikan rasa nyaman, sebuah hiburan yang menawarkan solusi dari derita, dari dukkha.

apakah orang yg makan bangku sekolahan tinggi, terpelajar dan rajin membaca buku2 terbebas dari tradisi dan ketahyulan ini?
sama sekali tidak. walaupun rationya terus2an menyangkal ketahyulan, batin orang2 ini tetap melekat dan tanpa menyadari maknanya, terus menggenggam konsep2 kursi sial, baju keberuntungan, rumah pembawa hoki, angka sial, cermin penangkal bencana, tata letak pembawa rejeki, relik pembawa berkah, air pembersih, paritta pengusir setan, upacara kebaktian, dll.

pertanyaannya:
dapatkah saya sadar dan mengenali kemelekatan2 yang ada di agama saya dan --yg lebih sulit lagi-- yang ada di dalam batin saya beserta pamrih2nya?
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: ryu on 20 April 2012, 08:14:17 PM
pertanyaan :
apakah ada guna membaca parita?
apakah ada guna ke vihara melakukan puja bakti?
apakah ada guna nienfo?
apakah ada guna meditasi?
apakah ada guna ritual2 keagamaan?
apakah ajaran buda itu tahayul?
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 21 April 2012, 09:09:04 PM
maksudnya menanyakan pertanyaan itu di sini?
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: dakota on 21 April 2012, 09:37:12 PM
bagaimana dengan tradisi kremasi yang ditiru oleh buddhisme dari brahmanisme?
itu juga ikut tradisi bukan?  kalo bukan, utk apa harus dikremasi bagi orang mati? apa gunanya?

 
 
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 21 April 2012, 09:56:53 PM
bagaimana dengan tradisi kremasi yang ditiru oleh buddhisme dari brahmanisme?
itu juga ikut tradisi bukan?  kalo bukan, utk apa harus dikremasi bagi orang mati? apa gunanya?
saya rasa buddhisme tidak punya preference bagaimana harus menangani mayat.
kremasi dipilih oleh sebagian orang karena ada keuntungan2 tersendiri:
http://en.wikipedia.org/wiki/Cremation#Reasons_for_choosing_cremation
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: dakota on 21 April 2012, 10:13:55 PM
saya rasa buddhisme tidak punya preference bagaimana harus menangani mayat.
kremasi dipilih oleh sebagian orang karena ada keuntungan2 tersendiri:
http://en.wikipedia.org/wiki/Cremation#Reasons_for_choosing_cremation
setidaknya dari pemaparan Mahaparinibbana Sutta mencerminkan pengikut Buddha toh mengikuti (*baca: melekat) juga tradisi2 masa itu:
  Lalu suku Malla dari Kusinara itu berkata kepada Ananda demikian : “Bagaimana seharusnya kita melakukan penghormatan dalam memperabukan jenasah Sang Bhagava?”
“Vasetha, sama seperti cara menghormati jenasah seorang Raja Jagad.”
“Tetapi bagaimanakah seharusnya kita berlaku untuk menghormati Raja Jagad itu?”
“Jenasah seorang Raja Jagad itu pertama-tama di bungkus seluruhnya dengan kain linen yang baru, dan kemudian dengan kain katun wool baru pula.
Sesudah itu dibungkus lagi seluruhnya dengan kain linen yang baru, dan lagi dengan kain katun wool yang telah dipersiapkan. Dan begitulah selanjutnya dilakukan sampai lima ratus lapisan kain linen dan lima ratus kain katun wool. Setelah itu dikerjakan jenasah Raja Jagad dibaringkan dalam suatu peti dengan dicat meni, lalu dimasukkan lagi ke dalam peti dengan dicat meni, dan suatu Pancaka (tempat perabuan) didirikan dari berbagai macam kayu wangi-wangian; di situlah jenasah seorang Raja Jagad diperabukan, dan pada perempatan (pertemuan empat jalan) didirikan sebuah stupa bagi Raja Jagad itu. Demikianlah hal itu seharusnya dilaksanakan.”
“Vasetha, demikianlah sama seperti halnya jenasah seorang Raja Jagad begitu pula harus dilakukan pada jenasah Sang Tathagata. Dan barang siapa yang datang ke tempat itu membawa bunga-bungaan, atau dupa, atau serbuk cendana dan melakukan kebaktian serta penghormatan di sana mereka akan memperoleh kebahagian, untuk suatu waktu yang lama.”
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: adi lim on 22 April 2012, 01:12:52 PM
setidaknya dari pemaparan Mahaparinibbana Sutta mencerminkan pengikut Buddha toh mengikuti (*baca: melekat) juga tradisi2 masa itu:
  Lalu suku Malla dari Kusinara itu berkata kepada Ananda demikian : “Bagaimana seharusnya kita melakukan penghormatan dalam memperabukan jenasah Sang Bhagava?”
“Vasetha, sama seperti cara menghormati jenasah seorang Raja Jagad.”
“Tetapi bagaimanakah seharusnya kita berlaku untuk menghormati Raja Jagad itu?”
“Jenasah seorang Raja Jagad itu pertama-tama di bungkus seluruhnya dengan kain linen yang baru, dan kemudian dengan kain katun wool baru pula.
Sesudah itu dibungkus lagi seluruhnya dengan kain linen yang baru, dan lagi dengan kain katun wool yang telah dipersiapkan. Dan begitulah selanjutnya dilakukan sampai lima ratus lapisan kain linen dan lima ratus kain katun wool. Setelah itu dikerjakan jenasah Raja Jagad dibaringkan dalam suatu peti dengan dicat meni, lalu dimasukkan lagi ke dalam peti dengan dicat meni, dan suatu Pancaka (tempat perabuan) didirikan dari berbagai macam kayu wangi-wangian; di situlah jenasah seorang Raja Jagad diperabukan, dan pada perempatan (pertemuan empat jalan) didirikan sebuah stupa bagi Raja Jagad itu. Demikianlah hal itu seharusnya dilaksanakan.”
“Vasetha, demikianlah sama seperti halnya jenasah seorang Raja Jagad begitu pula harus dilakukan pada jenasah Sang Tathagata. Dan barang siapa yang datang ke tempat itu membawa bunga-bungaan, atau dupa, atau serbuk cendana dan melakukan kebaktian serta penghormatan di sana mereka akan memperoleh kebahagian, untuk suatu waktu yang lama.”

inilah keuntungannya.
apakah anda melihat ada kerugian jika mayat dikremasi
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: Sostradanie on 22 April 2012, 01:22:31 PM
[at] dakota

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,20308.msg350981.html#msg350981

Boleh lihat pemakaman model lain disini.
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 22 April 2012, 05:20:19 PM
sepertinya ada kesalahpahaman mengenai thread ini...

tidak ada yang salah dengan menjalankan praktik keagamaan, ritual atau tradisi selama makna dan tujuannya ada di dalam batin melatarbelakangi tindakan tersebut. seperti tindakan sang guru mengikat kucing agar tidak berisik mengganggu sesi meditasi, tidak ada yang salah. demikian juga kremasi, paritta, puja bakti, nienfo, meditasi, dll. tidak ada yang salah selama praktik2 itu dilakukan dengan kecerdasan...

yang tidak cerdas adalah melakukan praktik2 tadi berdasarkan kepercayaan buta belaka, sehingga segala macam praktik, ritual dan tradisi itu hanya ikut2an saja alias membebek... seperti murid2 dan keturunan murid2 sang guru di atas.

menurut saya, demikianlah yang penting dalam mempelajari suatu ajaran spiritual. segala yang masuk ke kepala harus diragukan, dicerna, dipahami, diteliti dan diuji dengan menggunakan kecerdasan dan pengalaman, bukan main hapal buta, percaya buta, ikut2an buta, dan fanatisme buta.

semoga bisa dimengerti...
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: ryu on 23 April 2012, 10:23:46 AM
sepertinya ada kesalahpahaman mengenai thread ini...

tidak ada yang salah dengan menjalankan praktik keagamaan, ritual atau tradisi selama makna dan tujuannya ada di dalam batin melatarbelakangi tindakan tersebut. seperti tindakan sang guru mengikat kucing agar tidak berisik mengganggu sesi meditasi, tidak ada yang salah. demikian juga kremasi, paritta, puja bakti, nienfo, meditasi, dll. tidak ada yang salah selama praktik2 itu dilakukan dengan kecerdasan...

yang tidak cerdas adalah melakukan praktik2 tadi berdasarkan kepercayaan buta belaka, sehingga segala macam praktik, ritual dan tradisi itu hanya ikut2an saja alias membebek... seperti murid2 dan keturunan murid2 sang guru di atas.

menurut saya, demikianlah yang penting dalam mempelajari suatu ajaran spiritual. segala yang masuk ke kepala harus diragukan, dicerna, dipahami, diteliti dan diuji dengan menggunakan kecerdasan dan pengalaman, bukan main hapal buta, percaya buta, ikut2an buta, dan fanatisme buta.

semoga bisa dimengerti...

menurut om ada berapa persen yang membebek dan berapa persen yang mengerti?
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 23 April 2012, 10:55:21 AM
menurut om ada berapa persen yang membebek dan berapa persen yang mengerti?
saya gak tau. apa masalahnya?
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: ryu on 23 April 2012, 11:08:24 AM
saya gak tau. apa masalahnya?
kalau lebih sedikit mengapa, kalau lebih banyak mengapa.

pengen tau aja, bagaimana ajaran yang mengajarkan ehipasiko kepada umatnya, dan bagaimana sikap umatnya mengaplikasikan ajaran buda, apa lebih banyak yang membebek, atau hanya pembaca yang cerdas saja yang tidak membebek?
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 23 April 2012, 01:33:31 PM
kalau lebih sedikit mengapa, kalau lebih banyak mengapa.

pengen tau aja, bagaimana ajaran yang mengajarkan ehipasiko kepada umatnya, dan bagaimana sikap umatnya mengaplikasikan ajaran buda, apa lebih banyak yang membebek, atau hanya pembaca yang cerdas saja yang tidak membebek?
saya tidak tahu.

imo, membebek itu adalah sifat alamiah manusia (mungkin membebek diperlukan spesies ini untuk survival dalam berevolusi?).
karena alamiah, saya perkirakan bebekisme dan tahayulisme akan ada disetiap kelompok dalam persentase yang kurang lebih sama.

 :??
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: ryu on 23 April 2012, 04:24:48 PM
saya tidak tahu.

imo, membebek itu adalah sifat alamiah manusia (mungkin membebek diperlukan spesies ini untuk survival dalam berevolusi?).
karena alamiah, saya perkirakan bebekisme dan tahayulisme akan ada disetiap kelompok dalam persentase yang kurang lebih sama.

 :??
lebih banyak atau lebih sedikit?
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: K.K. on 23 April 2012, 04:46:35 PM
lebih banyak atau lebih sedikit?
Kalau menurut penilaian pribadi, selalu lebih banyak yang bodoh ketimbang yang bijaksana. Maka selalu banyakan yang membebek/takhyul ketimbang yang menyelidiki dan membuktikan.
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 23 April 2012, 04:50:35 PM
lebih banyak atau lebih sedikit?
dari pengamatan saya, jelas lebih banyak yang membebek...
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: dakota on 23 April 2012, 06:31:53 PM
dari pengamatan saya, jelas lebih banyak yang membebek...
kalau orang lain bicara begitu saya akan balik "mencibir" mereka, yah mencibir lagi haha

tapi kalau yang bicara kamu, seperti menampar muka saya,  ;D


Title: Re: Kucing sang guru
Post by: ryu on 23 April 2012, 09:05:25 PM
dari pengamatan saya, jelas lebih banyak yang membebek...

kemudian pertanyaan om :
dapatkah saya sadar dan mengenali kemelekatan2 yang ada di agama saya dan --yg lebih sulit lagi-- yang ada di dalam batin saya beserta pamrih2nya?

dalam agama budha, kemelekatan seperti apakah yang menuju pada tahayul, tradisi dll?
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 23 April 2012, 09:53:43 PM
kemudian pertanyaan om :
dapatkah saya sadar dan mengenali kemelekatan2 yang ada di agama saya dan --yg lebih sulit lagi-- yang ada di dalam batin saya beserta pamrih2nya?

dalam agama budha, kemelekatan seperti apakah yang menuju pada tahayul, tradisi dll?
pertanyaan saya ditujukan untuk diri masing2... walau sama2 buddhis satu sekte satu vihara pun, pembebekkannya berbeda2.
apa yang tampak dari luar tidak bisa menilai apa yang ada di dalam.

seperti analogi cerita di atas, mungkin ada murid sang guru yang membebek, mengikat kucing hanya karena gurunya dulu juga begitu atau karena gurunya dulu menginstruksikan demikian, tanpa mengerti maksudnya.

mungkin pula ada murid cerdas, juga mengikat kucing, namun dengan alasan supaya si kucing tidak mengganggu sesi meditasi. si murid mengerti maksud gurunya. bahkan mungkin dengan kecerdasan dan pengertiannya atas maksud sang guru, si murid menemukan cara yang lebih efektif dan berperikekucingan, membuat aula meditasi kedap suara yang tak terjangkau kucing, serangga dan binatang lainnya, misalnya...

sekali lagi, dari luar tampak sama. yang membedakan adalah apa yang ada di dalam, apa yang melandasi perbuatan itu, kecerdasan atau pembebekkan...
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: tesla on 23 April 2012, 10:11:46 PM
contoh:
membebek dg berdana pada orang yg dianggap mungkin* lebih suci dianggap membawa berkah,

fail:
tau dr mn orang itu suci?
bahkan tau darimana Buddha itu sudah tercerahkan sempurna?

ini anggap saja pertanyaan dr god believer biar ga marah sama saya ya :)
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 27 April 2012, 09:21:51 AM
contoh:
membebek dg berdana pada orang yg dianggap mungkin* lebih suci dianggap membawa berkah,

fail:
tau dr mn orang itu suci?
bahkan tau darimana Buddha itu sudah tercerahkan sempurna?

ini anggap saja pertanyaan dr god believer biar ga marah sama saya ya :)
dan yg penting untuk disadari, apa pamrih yang ada dibalik pembebekkan itu?
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: ryu on 27 April 2012, 09:39:04 AM
dan yg penting untuk disadari, apa pamrih yang ada dibalik pembebekkan itu?

setiap pamrih pastinya demi sesuatu yang lebih baik, kondisi yang lebih baik memungkinkan untuk menjadi lebih baik terus.
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: tesla on 27 April 2012, 11:12:33 AM
setiap pamrih pastinya demi sesuatu yang lebih baik, kondisi yang lebih baik memungkinkan untuk menjadi lebih baik terus.

relatif... baik utk aku belum tentu baik utk kamu.
jadi baik utk siapa? hehe
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: ryu on 27 April 2012, 11:15:08 AM
relatif... baik utk aku belum tentu baik utk kamu.
jadi baik utk siapa? hehe
semisalnya, walau dia berdana dengan pamrih untuk terlahir lebih baik, terkondisikan lebih baik, dengan "kondisi benar"
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: tesla on 27 April 2012, 11:48:36 AM
semua yg lahir akhirnya mati juga hehe...
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: morpheus on 14 January 2013, 04:01:21 PM
ilustrasi sejenis...
(http://i.snag.gy/kdu77.jpg)
Title: Re: Kucing sang guru
Post by: williamhalim on 14 January 2013, 05:00:39 PM
Kalau menurut penilaian pribadi, selalu lebih banyak yang bodoh ketimbang yang bijaksana. Maka selalu banyakan yang membebek/takhyul ketimbang yang menyelidiki dan membuktikan.

kok tiba2 ane jadi ingat diskusi kelompok mana yg menyetujui perubahan sutta-vinaya, ya? pilihannya antara kelompok yg banyak atau kelompok yg sedikit.

OOT!... lanjuttt

::