Seperti biasa, versi Kalama Sutta yang disensor.
Kenapa sih orang-orang senang sekali memakai Kalama Sutta yang disensor?
Mungkin yang disensor sapaannya, "Now Kalamas...". Pernyataan tersebut ditujukan spesifik kepada suka Kalama, bukan kepada "Oh bhikkhus" atau kepada "householders".
Jadi maksud Sang Buddha harus dilihat berdasarkan konteks Suku Kalama. Suku Kalama pada saat itu belum mengenal ajaran Buddha, dan mereka juga memiliki 2 orang guru yang saling bertentangan. Jadi Sang Buddha mengatakan jangan bergantung pada tradisi atau ajaran guru untuk mempersiapkan suku Kalama untuk mendengar ajaran Sang Buddha untuk pertama kalinya. Kemudian Sang Buddha mengajarkan tentang lobha, dosa, moha yang membawa penderitaan, dan alobha, adosa, amoha yang membawa kebahagiaan serta 4 brahmavihara yang kalau dikembangkan akan membawa kepastian akan kelahiran di tempat yang baik sehingga suku Kalama bisa menghilangkan keragu-raguannya akan ajaran mana yang akan membawa kebahagiaan.
Bicara soal Kalamasutta, ada seorang sarjana Buddhist di Sri Lanka yang menulis bahwa dalam sutta tersebut, ketika Sang BUddha mengajak suku Kālāma untuk menyelidiki beberapa ajaran yang muncul dari berbagai sumber, kalimat yang pantas, menurutnya, adalah "Ettha tumhe, kālāmā" yang berarti, "In this context, you, O, Kalama", dan bukan seperti yang umumnya ditulis di Caṭṭhasangayana atau PTS yang berbunyi, "Etha tumhe, kālāmā" - "Come, you, o, Kālāma". Meskipun kalimat terakhir diambil langsung dari Tipiṭaka, kita juga tidak memungkiri bahwa terkadang ada kesalahan2 penulisan. Bisa juga apa yang dikatakan oleh sarjana Buddhist tersebut benar bahwa kalimat "etha, tumhe, kālāmā" merupakan kesalahan penulisan.
Jika kita menerima apa yang diajukan sarjana BUddhist tersebut, jawaban Sang BUddha kaitannya terhadap penelitian kembali ajaran2 yang muncul dari beberapa sumber di Kalama sutta, tidak selalu menjadi patokan bahwa semua Buddhist harus mengalami sendiri ajaran dan baru kemudian meyakininya. Kita pun bisa meyakini terlebih dulu apa yang diajarkan Sang BUddha meskipun kita belum mengalaminya. Sebagai contoh, meskipun seseorang belum mencapai nibbāna, ia pun secara bebas bisa meyakini bahwa nibbāna bisa dicapai. Dan menariknya, dalam kesempatan lain, Sang Buddha sendiri seringkali mengajak para pendengarnya untuk memiliki keyakinan (saddha) terhadap seorang guru sebelum mempraktikkan ajarannya. Poin ini salah satunya ditemukan dalam Caṅkisutta....
Be happy.