At: atas ^^
Thanks ma infonya...
At : hudoyo
Dimana ya?
Saya coba jelaskan secara sederhana ... mudah-mudahan Rekan Riky bisa memahami ...
'Pikiran' itu terjadi sesudah
'phassa' = kontak, persepsi. ... bersama 'pikiran' ada
'vedana' = perasaan (senang, tidak menyenangkan, netral) ... lalu dari situ timbul
'cetana' = kehendak. ...
'cetana' itu sendiri tidak terlepas dari
'tanha' = kehausan,
'upadana' = kelekatan dan
'bhava' (proses menjadi).
Jadi, dari
paticca-samuppada: ... vinnana > nama-rupa > salayatana >
phassa > vedana > tanha > upadana > bhava ...
kuncinya adalah
phassa = kontak, persepsi. ...
Apakah
'persepsi'? ...
'Persepsi' adalah pertemuan tiga unsur: (1) indra, (2) obyek indra, dan (3) kesadaran-indra -> persepsi
(phassa).Contoh: indra 'mata': pertemuan antara (1) mata, (2) wujud, (3) kesadaran-mata ->
phassa = persepsi tentang wujud itu.
Kalau cuma (1) + (2) tanpa (3), tidak terjadi persepsi tentang wujud. Misalnya, kalau kita asyik mendengarkan Walkman (kesadaran-telinga bekerja), maka apa pun yang ada di depan mata tidak kita sadari, tidak kita perhatikan, karena tidak ada kesadaran-mata. ...
Nah,
'phassa' (persepsi) ini, sebelum dicemari
'pikiran', masih bersifat
murni (
pure perception). ... Maksudnya "murni", belum ada label, belum dikenali, belum dipengaruhi ingatan, belum dipengaruhi keinginan/kebencian dsb ... singkatnya belum dipengaruhi
'pikiran'.
Apa yang terjadi sesudah
'phassa' (persepsi murni)? ... Mari kita membuka
Mulapariyaya-sutta (MN 1). ... Di situ Sang Buddha menjelaskan proses pikiran seorang
puthujjana, seorang
sekha (ariya non-arahat), dan seorang
arahat/Buddha.
Proses pikiran yang dijelaskan Sang Buddha 2500 tahun lalu itu ternyata
persis sama dengan
definisi 'pikiran' (thought) dari disiplin
psikologi pada zaman kita sekarang. ...
Apakah definisi
'pikiran' (
thought, thinking)? ...
" 'Pikiran' adalah TANGGAPAN (response) terhadap RANGSANGAN (stimuli) yang masuk dari luar lewat pancaindra atau muncul dari dalam sebagai ingatan." (
"Thought is a covert, symbolic response to external and internal stimuli" -
Encyclopaedia Britannica)
Jadi harus ada
'rangsangan' (phassa, persepsi) lebih dulu ... baru diikuti munculnya
'tanggapan' sebagai
'pikiran'. ...
Menurut Sang Buddha di dalam Mulapariyaya-sutta itu, proses terjadinya
'pikiran' itu
sekaligus menciptakan
si aku/ego (atta) ... dan
perasaan (vedana) ...
Menurut Sang Buddha peristiwa itu terjadi melalui
6 langkah secepat kilat, misalnya:
(1)
pa.thavi.m pa.thavito sa~njaanaati = "melihat (mempersepsikan) tanah sebagai tanah"
(2)
pa.thavi.m pa.thavito sa~n~natvaa, pa.thavi.m ma~n~nati = "setelah mempersepsikan tanah sebagai tanah, membayangkan (mengkonsepsikan) tanah"
(3)
pa.thaviya ma~n~nati = "mengkonsepsikan [aku] di dalam tanah"
(4)
pa.thavito ma~n~nati = "mengkonsepsikan [aku] [berbeda] dari tanah"
(5)
pa.thavi.m meti ma~n~nati = "mengkonsepsikan 'tanah untukku' "
(6)
pa.thavi.m abhinandati = "bersenang hati dengan tanah".
(
bold hijau = persepsi murni;
bold merah = pikiran, sekaligus menciptakan aku/ego (atta);
bold biru = perasaan, vedana)
(Dalam Mulapariyaya-suta, 'tanah' lalu diganti dengan air, api, udara, para dewa, konsep-konsep abstrak seperti 'keesaan', 'keanekaragaman', dan akhirnya ... konsep 'nibbana' ... maksudnya, segala sesuatu --konkrit maupun abstrak-- yang bisa dipersepsikan dan dikonsepsikan oleh batin manusia.)
Perhatikan bahwa langkah #1 kata kerjanya
'sa~njaanaati' (mempersepsikan), sedangkan langkah #2 - 5 kata kerjanya
'ma~n~nati' (mengkonsepsikan),sedangkan langkah #6 kata kerjanya
'abhinandati' (bersenang hati = vedana).Nah, langkah #1 itu adalah
'phassa' (persepsi murni);langkah #2 - 5 itu
'pikiran' (mengkonsepsikan);langkah #6 itu
'vedana' (perasaan).Sebagai latihan, mari kita ulangi kembali proses terjadinya pikiran itu dengan bahasa psikologi modern, dengan contoh "mata melihat bunga":
(1)
"mata melihat wujud" - persepsi murni, belum ada nama/label, belum dikenali benda apa itu.
(2)
"pikiran mengkonsepsikan 'bunga' " - pikiran mulai bergerak, dari database-nya (ingatan) memberi nama/label, mengenali, memilah-milah.
(3)
"pikiran mengkonsepsikan [aku] di dalam bunga" - pikiran
menciptakan aku/ego (atta), tapi atta itu masih belum terpisah dari 'bunga'.
(4)
"pikiran mengkonsepsikan [aku] [berbeda] dari bunga" - pikiran mulai memisahkan aku dari bunga, di sini untuk pertama kali muncul
DUALITAS antara
SUBYEK (aku) dan
OBYEK (bunga).
(5)
"pikiran mengkonsepsikan 'bunga untukku' " - si aku/ego (atta) membentuk hubungan (ber-relasi) dengan bunga: ingin memetik ...
(6)
"batin bersenang hati dengan 'bunga' " - muncul 'vedana' (perasaan, emosi).
Demikianlah terlihat bahwa
'emosi' selalu muncul bersamaan dengan 'pikiran'.
(Nah, sebagai latihan, cobalah runut kembali proses berpikir itu dengan menggantikan 'bunga' dengan 'ular'.)
Ini terjadi setiap kali kita
'berpikir', artinya setiap kali kita
menanggapi rangsangan apa pun yang masuk dari luar melalui
pancaindra, atau muncul di dalam batin sebagai
ingatan. ... Setiap kali kita
'mencerap' (mempersepsikan) rangsangan yang kita terima ... kita
mengkonsepsikan apa yang kita cerap ... sekaligus menciptakan
atta ... yang kemudian memisahkan diri dari obyek, menciptakan untuk pertama kali
dualitas antara subyek & obyek ... lalu subyek
membentuk hubungan dengan obyek ... dan terakhir muncullah
emosi menyertai pikiran itu.
Ini dialami oleh setiap puthujjana.
Nah, bagaimanakah kata Sang Buddha tentang seorang
'sekha' (orang yang berlatih untuk mencapai nibbana)?
Seorang 'sekha'
berlatih agar langkah #2 - 6 tidak muncul. ... Jadi ia berlatih, setiap kali mempersepsikan sesuatu--konkrit maupun abstrak--
hanya berhenti pada persepsi murni (langkah #1) ... dan
tidak diikuti oleh 'pikiran & emosi' (langkah #2 - 6).
Bagaimana pula keadaan batin seorang
arahat/Buddha?
Dalam batin seorang arahat/Buddha,
hanya ada persepsi murni (langkah #1) ...
Tidak ada lagi 'pikiran', 'si aku/atta', dan 'emosi' (langkah #2 - 6) untuk selamanya.
Demikianlah secara lengkap isi
Mulapariyaya-sutta (MN 1).Apakah ini cuma sekadar teori yang bagus, yang tidak perlu diingat-ingat?
TIDAK. ... Justru inilah kunci latihan
vipassana yang SESUNGGUHNYA ... inilah kunci
pembebasan (nibbana) ...
Di dalam
MMD (entah di dalam vipassana versi lain), pemeditasi mengamati batinnya
pada saat terjadinya kontak (phassa, persepsi) dengan apa pun ... pada mulanya, mau tidak mau akan muncul
pikiran, si aku, emosi yang menyertai persepsi itu ... tetapi lama-kelamaan, ia akan mengalami bahwa proses batin itu
berhenti pada phassa (persepsi) ... tidak diikuti lagi oleh pikiran ... dengan kata lain,
pikiran berhenti ... ia melihat
gap di antara dua pikiran. ... Kalau ia bisa terus-menerus berada dalam keadaan itu (hanya ada persepsi, tapi tidak ada pikiran, atta & emosi muncul) untuk beberapa lama ... itu disebut
khanika-samadhi ... pintu menuju
nibbana.
Phassa (kontak, persepsi) sebagai
KUNCI vipassana yang sesungguhnya ini tercantum pula dalam
Bahiya-sutta dan
Malunkyaputta-sutta, ketika Sang Buddha berkata:
"Di.t.the di.t.thamatta.m bhavissati," -
"Di dalam yang terlihat hanya ada yang terlihat" - maksudnya tidak dicemari oleh pikiran, si aku & emosi;
"Sute sutamatta.m bhavissati," -
"Di dalam yang terdengar, hanya ada yang terdengar";
"Mute mutamatta.m bhavissati," -
"Di dalam yang tercerap [oleh ketiga indra yang lain], hanya ada yang tercerap";
"Vi~n~naate vi~n~ naatamatta.m bhavissatii" -
"Di dalam yang teringat, hanya ada yang teringat."(Menurut
Kamus Pali (Buddhadata):
"muta" =
sense perceptions through nose, tongue and touch;
'vi~n~naata' (dari
'vijaanaati') =
perceived (tercerap); karena di atasnya sudah disebut 'terlihat', 'terdengar', dan 'tercerap oleh ketiga indra yang lain', maka di sini tinggal
'ingatan' yang muncul pada indra keenam, yaitu batin.)
Inilah yang oleh Sang Buddha disebut
"melihat apa adanya" ("yatha-bhutam nyana-dassanam"). ... artinya melihat segala sesuatu berhenti pada
persepsi murni, tanpa
dicemari oleh pikiran, emosi, keinginan, ketidaksenangan dsb ...
Kesadaran MMD ini dapat dan harus dibawa ke dalam
kesadaran sehari-hari ... memang dalam kesadaran sehari-hari persepsi mau tidak mau
selalu diikuti pikiran, si aku & emosi ... ini karena
sati belum kuat ... Tapi bila kita cukup terlatih ... pikiran, si aku & emosi yang mengikuti persepsi itu
hanya berlangsung sesaat ... karena
sati bisa menghentikan pikiran, si aku & emosi yang sudah keburu muncul itu agar tidak merajalela. ...
Tapi ini harus terjadi
DENGAN SENDIRINYA,
tidak bisa disengaja. ... Orang tidak bisa bilang,
"Saya mau sadar." ... Kalau
disengaja, itu berarti
batin terlibat lagi dalam konsep-konsep ... kali ini konsep-konsep Mulapariyaya-sutta yang halus ... dan dengan demikian ia
tidak bisa masuk ke dalam samadhi yang sesungguhnya ... di mana
tidak ada lagi pikiran, si aku & emosi.
Semoga Rekan Riky bisa memahami ini.
Salam,
Hudoyo