//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - btj

Pages: 1 ... 5 6 7 8 9 10 11 [12] 13
166
Buddhisme untuk Pemula / Re: roh itu ada atau tidak ?
« on: 24 October 2013, 06:58:23 AM »
supaya orang mengatakan sesuatu itu benar2 ada ! harusnya mengatakan apa ?  ???


Mengatakan bahwa benar-benar ada sesuatu yang tidak ada,
semisal "kesadaran terlepas dari benda, perasaan, pencerapan dan bentuk-bentuk pikiran" (icon tersenyum).


167
^ ^ ^ sip. Untuk sementara cukup dulu.. Kalau km masih mau diskusi, minggu depan kita lanjut lagi.. :)


Oke terima kasih atas waktu dan usahanya.

168
saya tidak bilang bahwa 'api berubah-ubah' artinya api tidak bisa dinyalakan lagi.
‎​Oke.

Quote
Tapi fakta bahwa api berubah (makin membara, makin mengecil, mati, atau nyala) itu tergantung pada bahan bakarnya.

Kamu setuju atau tidak?
Tergantung bahan bakar, oksigen dan faktor lainnya.
Secara umum saya setuju dengan anda.

169
Api bisa padam saat bahan bakarnya habis.

Km bisa menyusun kondisi agar api hidup kembali, jika km mampu (punya sumber daya-nya). Lalu api nyala kembali. Tapi kondisi berubah lagi, bahan bakar habis lagi.

Kamu bangun lagi kondisi agar api menyala lagi.. Lalu lama-lama padam lagi.. Km nyalakan lagi, padam lagi.. dst.. dst..

Dari ilustrasi di atas, kamu melihat api sebagai sesuatu yang konstan, atau api itu berubah-ubah sesuai kondisi?


Baiklah saya coba jawab sendiri pertanyaan saya.
Api yang nyala kemudian mati adalah tidak sama namun juga tidak berbeda dari api yang nyala kemudian mati, dst.




Bagaikan ombak laut, ombak yang timbul kemudian lenyap lalu timbul lagi dan lenyap lagi adalah tidak berbeda dan tidak sama dari ombak-ombak tersebut.




Jadi sifat api tersebut, sejatinya adalah tidak dapat dikatakan konstan ataupun berubah-ubah.
Jika dikatakan konstan lalu kenapa bisa padam atau bisa nyala?
Dikatakan berubah-ubah, toh api selalu ada (melingkupi kita), api tidak pernah benar-benar padam atau menyala terus menerus.




Dukkha bisa dipadamkan (terjadi secara subjektif, misalnya ketika seseorang mencapai kebebasan, pencerahan Buddha) tapi dukkha secara keseluruhan tidak pernah padam karena jumlah makhluk adalah tanpa batas.




Ini hanya masalah sudut pandang.
Semangkuk mie ayam bagi seseorang yang belum makan dua hari bisa dilihat sebagai kebahagiaan ketika memakannya.
Namun bagi seorang yang sudah kenyang bangat disuruh (dipaksa) makan mie ayam tersebut bisa-bisa dipandang sebagai dukkha.




Adalah hal yang wajar jika suatu ajaran (seperti "hidup adalah penderitaan") dipandang secara keliru (pesimisis, tidak enjoy) ataupun sebagai kebenaran (mencerahkan).




Itulah mengapa atau tujuan Buddha terjun k dunia ini, dan setelah parinibbanaNya, maka menjadi tugas MuridNya, Sangha, atau umatNya untuk melanjutkan memberikan pandangan yang benar




Jadi tujuan umat Buddha sendiri pada jaman sekarang cenderung tinggal mencari pencerahan dari sumber yang telah ada lalu mmbagikannya kepada yang lain.
Tidak perlu terlalu bersusah payah seperti pada jaman Pangeran Siddharta yang katanya belum ada petunjuk yang jelas sama sekali seperti sekarang.

170
Bahkan ketika Sang Buddha menyatakan Empat Kebenaran Mulia pertama kali kepada lima pertapa, beliau juga memakai kata-kata, toh para pertapa tsb dapat memahaminya dengan baik.


Ini (pemahaman yang tepat dari lima pertapa) salah satu contoh interpretasi dari kata-kata (Dhamma) yang saya maksudkan.


Sedangkan apa yang sedang kita bahas dari topik adalah contoh-contoh atau mengapa Dhamma (Kebenaran dalam bentuk kata-kata) bisa disalahtafsirkan oleh orang yang membaca atau mendengarnya baik dari Sang Buddha langsung, MuridNya, Kitab Suci Tipitaka, Bhante, atau umat Buddha?


Contohnya seperti yang dikemukakan oleh Saudara Kainyn_Kutho mengenai rasa dari mie ayam.
Rasa yang dialami oleh tiap orang berbeda-beda (relalatif, kondisional), trgantung sebab-sebab yang mendukungnya.

171
di kalangan sendiri aja tidak bisa dibendung apalagi membendung umat tetangga


Sesuai dengan judul "Pandangan UMUM yang keliru", seharusnya termasuk umat nonBuddhis bukan?

172
Kembali ke topik,
Ketika suatu Kebenaran Mutlak/Hakiki diterjemahkan atau diungkapkan ke dalam kata-kata, maka Kebenaran tersebut akan jatuh pada konsep belaka sehingga hukum yang menyatakan bahwa "hidup adalah dukkha" dapat diinterpretasikan bervariasi oleh orang banyak.

173
Btj, berikan contoh, bahwa ketidakkekalan bisa bersifat relatif.


Contohnya api.
Kita ambil sebatang korek api dan menyalakannya. setelah kayu korek apinya habis terbakar maka apinya ikut padam.
Tapi kapanpun kita mau, asalkan sebab dan kondisinya memungkinkan maka kita dapat membuat api menyala lagi.


Apakah api bersifat kekal atau tidak kekal?


174
Oke, berarti segala sesuatu yang terkondisi tidak kekal. Lalu, jawab 3 pertanyaan berikut dengan jawaban 'ya' atau 'tidak'.

1. Jika ada yang tidak setuju dengan fakta tsb, lantas apakah sesuatu yang tidak kekal menjadi kekal?

2. Apakah orang yang hidupnya susah, bisa melihat ketidakkekalan?

3. Apakah orang yang hidupnya senang, bisa melihat ketidakkekalan?

Brb, ntar malem baru online lagi, ada urusan.


Kekal atau tidaknya sesuatu hanya sebuah konsep. saya tidak tahu persis arti dari anicca karena kadang suatu bahasa tidak dapat mewakili atau mengartikan persis dari :
bahasa lain (apalagi tentang Dharma) atau
Kebenaran itu sendiri.


Jika kata anicca arti yang paling tepat adalah tidak kekal maka 3 pertanyaan tersebut pun tidak dapat (dipaksa) dijawab hanya dengan "ya" atau "tidak" (ini mirip seperti cara yang digunakan pengacara dalam menjebak tersangka di pengadilan).


Padahal di sini kita kan seharusnya berpikir sebebas mungkin (kritis) untuk menghindari jebakan konsep lebih dalam.


Jika 3 point tersebut dituju hanya kepada saya pribadi maka jawaban saya tentu bersifat mutlak, tidak dapat diganggu gugat lagi dengan pandangan siapapun.
Tapi bila yang ingin disurvey adalah manusia secara umum (orang banyak) maka tentu jawabannya bisa relatif (bervariasi).


Secara umum saya jawab :
Ya dan tidak, untuk 3 point di atas.


175
Btj, saya mau tanya. Apakah menurutmu, segala sesuatu yang terkondisi adalah tidak kekal?
Tidak kekal bisa dilihat dari :
- sisi negatif (tidak membahagiakan) karena tidak dapat mempertahankan hal yang kita sukai (membahagiakan) dan
- sisi positifnya adalah perkembangan atau perubahan yang tidak ada batasnya, sehingga memungkinkan hal-hal yang tidak disukai (menyedihkan) menjadi lenyap atau tidak bertahan selamanya.
- sisi ideal adalah dapat melihat segala sesuatu sebagaimana apa adanya. tidak melekat pada salah satu sisi.


Sehingga :
Segala sesuatu yang terkondisi adalah tidak kekal, ditinjau dari objek yang itu sendiri,  tapi sifat terkondisi itu sendiri adalah kekal.

Quote
[at] all: saya baru aja kepikiran satu cara untuk btj. Dan saya penasaran. Ahaha.. Coba kasih saya kesempatan diskusi berdua dulu sama btj ;D


Waduh diajak berduaan nih, hehehe

176
Point pertama dari Empat Kebenaran Arya jika tidak diakui atau disetujui, maka akan sulit untuk melangkah ke tiga point berikutnya.
Karena tujuan ajaran Buddha sendiri adalah melepaskan diri dari penderitaan dan meraih kebebasan (nibbana).

Jika kita tidak mengakui bahwa hidup ini pada dasarnya adalah dukkha (derita) maka sulit sekali untuk mencari jalan pembebasannya.
Mirip seperti orang pada umumnya, ketika sedang bersenang-senang hatinya, cenderung mengingat tuhan, dewa puja, Dhamma atau orang tuanya.

Ketika sedang mengalami masalah (terutama yang berat) dengan sendirinya teringat akan apa yang dianggap sebagai pelindung atau yang dapat mengatasi masalahnya.

Umumnya, orang baru mau meminta maaf atau bertobat dengan tulus jika sudah mengakui kesalahannya lebih dulu. Setelah mengakui kesalahan maka dia seharusnya bertekad untuk merubah kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi. Dan kalau bisa menrubah yang jelek/salah tadi menjadi yang baik dan mengembangkannya.

Seseorang bisa menganggap orang yang mengucapkan "hidup adalah penderitaan" sebagai pesimis karena mereka tidak mengetahui apa yang ingin disampaikan dibaliknya.

177
Misalnya ada pendapat: "mie ayam enak", karena enak dan tidak enak sifatnya relatif, berarti kebenaran "mie ayam" itu juga relatif.
Enak dan tidak enak sendiri pun masih bersifat relatif.
Konsep enak dan tidak enak tiap orang adalah berbeda-beda.
Ada enak biasa, lumayan atau enak bangat (lezat), dll.


Quote
Demikian juga kalau penderitaan itu relatif, berarti kebenaran buddha-dhamma sifatnya relatif juga donk?
Bagaimana penjelasannya?
Kebenaran (absolut) tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata maupun dipikirkan karena akan jatuh pada kebenaran duniawi yang bersifat relatif (berkondisi).
Misalnya ketika kita mengatakan bahwa "hidup adalah dukkha" (perasaan derita, senang, atau netral) maka kata-kata tersebut bisa disalahtafsirkan, tidak ditanggapi atau bisa juga disetujui, oleh orang lain.


Namun ketika orang tersebut mengalami langsung kondisi hidup yang berubah-ubah sehingga timbul perasaan takut, senang, tidak bahagia, dll maka konsep kebenaran tentang "hidup adalah dukkha" menjadi tidak relevan lagi atau tidak nyambung karena dia telah mengalami sendiri.
Makanya dikatakan pengalaman adalah guru terbaik atau anjuran yang cukup tenar adalah datang dan buktikan sendiri (coba sendiri).



Quote
IMO, peran terbesar penyebaran kesalahan pandangan umum terhadap Buddhisme adalah dari umat Buddha sendiri.
Kurang tahu juga kalau masalah ini. makanya dikatakan, pada saat Sang Buddha mencapai Penerangan Sempurna, Beliau sempat memutuskan untuk tidak membabarkan AjaranNya. mungkin ini salah satu pertimbanganNya, manusia banyak yang belum berkompeten untuk menjangkau DharmaNya.

178
Meluruskan pandangan sendiri saja sudah sangat sulit menurut saya apalagi untuk meluruskan pandangan orang umum.

179
Dikatakan bahwa Alam manusia adalah alam yang paling cocok untuk diajarkan Dharma karena tidak terlalu banyak penderitaan dibandingkan alam di bawahnya (binatang, setan, atau neraka), dan tidak terlalu banyak kesenangan seperti alam di atasnya (alam dewa atau brahma).

Penderitaan dan kesenangan bersifat relatif. Dalam suatu kejadian banjir, bisa dilihat sebagai musibah oleh sebagian orang tapi bisa dilirik sebagai lahan untuk mengais rejeki oleh orang tertentu.

Jadi tidak mengagetkan kalau point pertama dari Empat Kesunyataan Mulia ini bisa dipandang keliru oleh orang tertentu. Karena tidak ada ajaran yang bersifat benar secara universal (dalam arti dipahami, dibenarkan atau disetujui semua orang secara sekaligus).

Saya sendiri juga masih mendalami arti dan berusaha untuk dapat mengehipassikokan ajaran tersebut.
Semoga topik kali ini bisa membuat saya/kita mengalaminya lebih jelas.

180
kurang tepat. Kok Dhamma yang kudu aktif menembus?

Seharusnya orangnya yang aktif berusaha, terlepas dari senang atau susah hidupnya. Kalau dari pernyataanmu, orang yang hidupnya senang, berarti ga ada harapan, ga bisa berusaha? :D

Yang tepat begini: Dhamma sulit ditembus oleh orang yang mengikuti arus duniawi. Dhamma dapat ditembus oleh orang yang melawan arus duniawi.

Spoiler: ShowHide
Btw, jawaban ini terinspirasi dari status Sam SC, sekitar 2 tahun lalu (jadi untuk menghormati beliau, saya akui ini tidak murni jawaban saya).


berikut kutipan dari Majjhima Nikaya, sutta 26 (Ariyapariyesana Sutta - Pencarian Mulia)

"Mereka yang tenggelam dalam nafsu, terselimuti dalam kegelapan, tidak akan pernah melihat Dhamma yang mendalam ini, yang melawan arus duniawi (patisotagami), halus, dalam, dan sulit dilihat."
__________
Nah, tapi ada orang yang melawan arus duniawi. Ia disebut Patisotagami Puggala.

Definisi Patisotagami Puggala, ada di Anguttara Nikaya, Anusotasutta.

"O, para bhikkhu, apa yang disebut dengan manusia yang melawan arus duniawi? Ia adalah orang yang tidak mengejar kesenangan indria, tidak melakukan kejahatan, dan ia adalah orang yang mempraktikkan kehidupan suci secara sempurna dan murni, meskipun harus disertai oleh linang air mata, sakit, dan penderitaan."


Bukan itu maksud dari "sulit ditembus Dharma". Bisa dikatakan hubungan timbal balik antara orang dan Dharmanya.


"Sulit" bukan berarti tidak ada harapan. Karena mungkin saja orang tersebut juga mengalami masa sedih atau netral, kecuali orang tersebut terus menerus bersenang-senang tanpa henti, saya agak pesimis orang tersebut mau mencari ajaran Buddha dalam hal ini Empat Kesunyataan Mulia yang sedang kita bahas.


Pernyataan saya bahwa "orang yang hidupnya banyak senangnya" bukan berarti hidupnya penuh total kesenangan seumur hidupnya.


Dharma dalam konteks apa yang ditembus oleh orang yang melawan arus duniawi?


Apakah kita termasuk orang yang melawan arus duniawi atau mengikuti arus duniawi?
Apakah kita sudah dapat memahami Dharma?
Mungkin harus ditentukan dulu konteksnya agar tidak terlalu melebar pembahasannya.


Sesuai harapan Sdr. Dhammadinna, agar dapat mengupas satu persatu topiknya.

Pages: 1 ... 5 6 7 8 9 10 11 [12] 13