Sumbernya dari Milinda Panha, bukan dari dan jauh sebelum komentar Buddhagosa.
Di Tipitaka sendiri tidak disebutkan secara tertulis, tetapi belum tentu berarti hal tersebut salah, dan belum tentu juga benar. Saya sendiri memilih tidak berkomentar hal ini adalah mitos atau bukan. Bukan kebijaksanaan saya yang belum melihat untuk memutuskan hal ini adalah mitos atau bukan.
Di sini masing-masing dari kita mengemukakan OPINI. ... Anda pun mengemukakan OPINI, yang membela paham "7 hari". ... Tidak seorang pun tahu bagaimana yang sebenarnya ...
Sumber yang ada adalah Milinda Panha, yang mempunyai otoritas cukup tinggi, setidaknya di Theravada.
Milinda-panha berasal dari abad ke-2 SM ... tiga ratus tahun setelah Sang Buddha. ... Apa maksudnya "mempunyai otoritas cukup tinggi"? ... Harus diterima sebagai dogma? ...
Mengenai 7 hari atau mati, hal ini bisa disimpulkan dari yang tersebar di Tipitaka.
Semua Arahat yang mencapai pencapaian dalam keadaan perumah tangga, dan tidak masuk ke Sangha atau sedang dalam perjalanan mencari kebutuhan Bhikkhu mati dalam waktu 7 hari, termasuk Bahiya. Konon Bahiya tidak pernah berdana mangkuk dan jubah kepada Sangha pada kehidupan yang dahulu, sehingga memang tidak bisa menjadi Anggota Sangha pada kehidupan terakhirnya. Karena dia Maha Savaka, murid yang unggul dalam kecepatan pencapaian, bisa disimpulkan selama 100.000 kappa dia tidak berdana mangkuk dan jubah kepada Sangha. Bahiya terbunuh oleh makhluk halus yang menyamar sebagai Sapi, dan juga beberapa Arahat lainnya.
"Semua arahat"? ... Bisa diperinci, berapa arahat yang dimaksud? ... Apa tidak ada arahat lain di luar itu? Arahat yang hidup wajar untuk beberapa lama, tidak ada yang istimewa dalam kisahnya, sehingga tidak masuk ke dalam Tipitaka? ...
Cerita tentang Bahiya itu kan berasal dari kitab Komentar ... seribu tahun setelah zaman Sang Buddha. ... Jelas imajinasinya melambung tinggi ...
Selain itu ketika ditanya siapa perumah tangga yang paling ... (entah terpuji atau unggul). yang tertinggi yang disebutkan Sang Buddha adalah Anagami, tidak pernah disebutkan ada Arahat perumah tangga.
Dari mana sumbernya? ... Ya, maaf saja, terhadap isi Tipitaka pun saya menggunakan telaah kritis ... Kalau pun
TIDAK PERNAH DISEBUT ada arahat perumah tangga ... mengapa pengertiannya bergeser menjadi
TIDAK MUNGKIN ada arahat perumah tangga? ...
Mengenai isi Milinda Panha yang mengatakan arahat tidak akan buru-buru parinibbana, mereka akan menunggu seperti buah mangga akan masak sendiri. Arahat adalah lapangan menanam jasa yang tiada taranya, mereka tetap bertahan bila ada gunanya untuk puthujana, ada Arahat yang tidak bisa menerima dana lagi dari umat awam, karena dia tidak pernah berdana sebelumnya, Arahat tersebut memilih untuk parinibanna, karena memang sudah tidak ada apa-apa lagi. Arahat yang mencapai pencapaian sebagai menteri Raja anu lupa, parinibanna di tempat setelah mencapai pencapaian, demikian juga banyak Arahat yang mencapai pencapaian, dan langsung parinibanna di tempat, karena memang hal itulah yang dimaksud dengan buah yang sudah masak.
Lagi-lagi Milinda-panha ... saya tidak sependapat dengan itu ... Arahat tidak memilih kapan ia mati, kecuali dengan alasan kuat, misalnya sakit sehingga menyusahkan orang lain, baru ia menggorok lehernya sendiri, bunuh diri ... Di sini yang dipikirkannya adalah kepentingan orang lain, bukan tentang hukum karma dan dirinya sendiri.
Salam,
hudoyo