oh... referensi yg mengenai 7 hari ada di Milinda Panha
di komentar (seingat saya)
yah... mengenai "7 hari" tsb memang agak meragukan... ;D
rasanya dulu pernah saya tanyakan juga dg Rekan Sumedho & Karuna.
mereka berpendapat sama...
ah.. menurut pendapat saya tidak ada pengaruhnya..
secara teori, begitu mencapai tingkat arahat tidak ada bedanya antara hidup singkat maupun lama.. :)
konon Bahiya diseruduk oleh sapi yg sama dg sapi yg menyeruduk arahat lain (mungkin jumlahnya sekitar 7, utk referensi tepat mungkin sdr. Karuna lebih tau).
pada saat itu Bahiya sedang mencari jubah agar dapat ditasbihkan menjadi bhikkhu, tapi tidak dapat karena tidak cukup karma baik.
Seingat aku,
Umat Awam yang telah menjadi Arahat sesungguhnya buat apalagi dia berada dalam kehidupan umat perumah tangga dengan segala kepusingan hidup seorang manusia ayng terikat dalam Lobha Dosa Moha.
Semuanya baginya telah terputus, dan memasuki kehidupan Sangha adalah jalan terbaik. Umat awam yang menjadi Arahat tidak akan kuat menanggapi arus deras kehidupan ibarat bulan bersinar setengah. Jubah yang diwarisi oleh Sang Buddha kepada murid-muridnya juga selain berfungsi sebagai pakaian juga membantu melindungi seorang samana dari perbuatan tercela, dan juga Vinaya Patimokkha yang digariskan oleh Sang Buddha secara tegas melindungi kehidupan suci para murid. Ketika umat awam yang menjadi Arahat memakai jubah, ia dapat diibaratkan bulan bersinar penuh.
Umat awam yang telah menjadi Arahat juga sudah tidak memiliki misi kedepan seperti apa, sesuai dengan Dhamma Niyama, ia akan meninggal dalam 7 hari toh segalanya telah terputus. ia tidak akan tahan untuk hidup dalam praktik kehidupan perumah tangga yang bertentangan dengan kehidupan para Arahat. untuk itu masa 7 hari adalah keputusan dia memasuki Sangha atau Parinibbana.
Semua Arahat yang mencapai pencapaian dalam keadaan perumah tangga, dan tidak masuk ke Sangha atau sedang dalam perjalanan mencari kebutuhan Bhikkhu mati dalam waktu 7 hari, termasuk Bahiya.
Arahat yang mencapai pencapaian sebagai menteri Raja anu lupa, parinibanna di tempat setelah mencapai pencapaianMenteri itu adalah Santathi, yang dikatakan parinibbana dalam baju kerajaan.
Sumbernya dari Milinda Panha, bukan dari dan jauh sebelum komentar Buddhagosa.
Di Tipitaka sendiri tidak disebutkan secara tertulis, tetapi belum tentu berarti hal tersebut salah, dan belum tentu juga benar. Saya sendiri memilih tidak berkomentar hal ini adalah mitos atau bukan. Bukan kebijaksanaan saya yang belum melihat untuk memutuskan hal ini adalah mitos atau bukan.
Sumber yang ada adalah Milinda Panha, yang mempunyai otoritas cukup tinggi, setidaknya di Theravada.
Mengenai 7 hari atau mati, hal ini bisa disimpulkan dari yang tersebar di Tipitaka.
Semua Arahat yang mencapai pencapaian dalam keadaan perumah tangga, dan tidak masuk ke Sangha atau sedang dalam perjalanan mencari kebutuhan Bhikkhu mati dalam waktu 7 hari, termasuk Bahiya. Konon Bahiya tidak pernah berdana mangkuk dan jubah kepada Sangha pada kehidupan yang dahulu, sehingga memang tidak bisa menjadi Anggota Sangha pada kehidupan terakhirnya. Karena dia Maha Savaka, murid yang unggul dalam kecepatan pencapaian, bisa disimpulkan selama 100.000 kappa dia tidak berdana mangkuk dan jubah kepada Sangha. Bahiya terbunuh oleh makhluk halus yang menyamar sebagai Sapi, dan juga beberapa Arahat lainnya.
Selain itu ketika ditanya siapa perumah tangga yang paling ... (entah terpuji atau unggul). yang tertinggi yang disebutkan Sang Buddha adalah Anagami, tidak pernah disebutkan ada Arahat perumah tangga.
Mengenai isi Milinda Panha yang mengatakan arahat tidak akan buru-buru parinibbana, mereka akan menunggu seperti buah mangga akan masak sendiri. Arahat adalah lapangan menanam jasa yang tiada taranya, mereka tetap bertahan bila ada gunanya untuk puthujana, ada Arahat yang tidak bisa menerima dana lagi dari umat awam, karena dia tidak pernah berdana sebelumnya, Arahat tersebut memilih untuk parinibanna, karena memang sudah tidak ada apa-apa lagi. Arahat yang mencapai pencapaian sebagai menteri Raja anu lupa, parinibanna di tempat setelah mencapai pencapaian, demikian juga banyak Arahat yang mencapai pencapaian, dan langsung parinibanna di tempat, karena memang hal itulah yang dimaksud dengan buah yang sudah masak.
Berumah tangga yang saya maksud adalah bukan Sangha.
Milinda-panha berasal dari abad ke-2 SM ... tiga ratus tahun setelah Sang Buddha. ... Apa maksudnya "mempunyai otoritas cukup tinggi"? ... Harus diterima sebagai dogma? ...
Cerita tentang Bahiya itu kan berasal dari kitab Komentar ... seribu tahun setelah zaman Sang Buddha. ... Jelas imajinasinya melambung tinggi ...Bisa ya, bisa tidak. Saya menyampaikan apa yang saya baca. Saya tidak menyampaikan spekulasi atau imajinasi Bapak atau saya bahwa ini adalah imajinasi. Kecuali jika Bapak sudah melihat dan menembus, dan Bapak bilang di sini.
Arahat tidak memilih kapan ia mati, kecuali dengan alasan kuat, misalnya sakit sehingga menyusahkan orang lain, baru ia menggorok lehernya sendiri, bunuh diri ... Di sini yang dipikirkannya adalah kepentingan orang lain, bukan tentang hukum karma dan dirinya sendiri.
Terima kasih atas uraian opini dari Rekan Nyanadhana. ... Smiley
Saya punya opini lain ... yang dalam banyak hal bertolak belakang:
Seorang arahat adalah orang yang telah padam arus kotoran batinnya (asava) ... tidak ada lagi lobha, dosa, moha ... tidak ada lagi pikiran "ini milikku, ini aku, ini diriku" ...
Dengan kata lain, batin seorang arahat TIDAK PERNAH AKAN MEROSOT LAGI, di mana pun ia berada, entah sebagai perumah tangga entah sebagai bhikkhu ...
Seorang arahat tidak lagi membutuhkan "perlindungan" dari jubah kuning ... tidak lagi membutuhkan "perlindungan" dari patimokkha ...
(Sebaliknya, bagi mereka yang belum arahat, jubah kuning Sang Buddha & patimokkha Sang Buddha pun tidak mampu melindungi seorang bhikkhu dari perbuatan akusala, kalau memang batinnya masih mengandung loba, dosa, moha.)
Bagi seorang arahat tidak ada cita-cita apa-apa lagi ... tidak ada yang perlu dikerjakan ... tidak ada yang perlu dijaga, dipelihara ... ("selesai sudah kehidupan suci, selesai sudah apa yang harus dikerjakan, tidak ada apa-apa lagi yang perlu dikerjakan" - "vusitam brahmacariyam, katam karaniyam, na param itthataya")
Ia tidak lagi punya keinginan, tidak lagi memilih-milih mau hidup sebagai apa ... pakai jubah kuning hayo, tidak pakai jubah kuning hayo ...
*****
Menurut hemat saya, paham "7 hari harus jadi bhikkhu" itu muncul belakangan ... ratusan tahun setelah zaman Sang Buddha ... Ini tidak lebih dari mitos yang sengaja atau tidak sengaja ditumbuhkan dalam masyarakat Hinayana (Theravada) di India mulai zaman Milinda-panha (abad ke-2 SM) ... dengan tujuan utama untuk menempatkan kehidupan sangha (para bhikkhu) di atas kehidupan umat awam ... Dengan kata lain, menciptakan kasta baru yang elitis di dalam masyarakat Buddhis.
Dan menurut hemat saya, inilah salah satu faktor timbulnya reaksi dari umat Buddha yang lain dalam bentuk gerakan Mahasanghika, yang lebih egalitarian ... yang mengajarkan bahwa tidak ada perbedaan antara bhikkhu dan umat awam sejauh peluang untuk mencapai pencerahan ... Dari situlah berkembang doktrin Bodhisattva yang bersumpah tidak akan masuk nirvana sebelum menyelamatkan seluruh umat manusia.
Salam,
Hudoyo
_/\_ Pak Hudoyo, mungkin saya tidak terlalu mengetahui apa yang terjadi 2000tahun yang lalu setelah 500thn Parinibbana Sang Buddha.
saya pikir pergerakan Maha Sangika telah dimulai sejak ditolaknya para bhikku utara yang belum mencapai Arahat untuk masuk dalam Konsili I penyusunan kembali Buddhavacana.
Mereka merasa Arahat terlalu sombong dan tidak punya cinta kasih dalam artian "Diam". dan pemikiran mengenai tidak memasuki Nirvana itu bisa dibaca dalam pernyataan Samantabhdra yang salah dua tulisannya adalah begini
1. Meminta Sang Buddha untuk terus memutar Dhamma
2. Meminta Sang Buddha untuk hidup lebih lama dan tidak memasuki Nirvana.
Siapakh yang meminta seperti itu? mereka yang menangis pada saat Sang Buddha parinirvana dan menyalahkan Ananda karena tidak meminta Buddha untuk tetap tinggal di dunia.
Lalu terbentuklah pemikiran , Sang Buddha tidak pernah mati dan muncullah beberapa figur Buddha kahyangan.
Kembali ke topik.[/quote]
Paling gampangnya adalah bertanya apakah Pacceka Buddha memerlukan jubah dan memasuki Sangha?apakah mereka akan mati dalam 7 hari?secara mereka menjadi Buddha karena pemahaman mereka sendiri tanpa diajarkan Sammsambuddha.
Bila berlaku untuk Pacceka Buddha maka Arahat juga akan berlaku.
... Cuma bagi saya komentar lebih tinggi otoritasnya daripada spekulasi bapak, yang bisa jadi cuma khayalan atau imajinasi Bapak saja.
Sementara saya belum melihat, saya asumsikan yang ditulis di komentar adalah Dhamma yang diperoleh dari praktek (selama tidak bertentangan dengan Tipitaka).
Bagi saya, pengalaman batin yang saya peroleh dari meditasi adalah otoritas saya, yang dengan itu saya menelaah bahkan Tipitaka itu sendiri secara kritis.
... daripada praktisi dengan pandangan heterodox yang tidak sesuai dengan Tipitaka,
misalnya citta abadi,
atau pandangan ucchedavadin Ajahn Buddhadasa.
maksud relevansinya dengan pertanyaan topik awal adalah..... apakah Pacceka Buddha yang sebenarnya tidak mendapat pengarahan dibawah Sammasambuddha , ia akan meninggal dalam 7 hari jika ia tidak memakai jubah seperti yang digariskan oleh Sammasambuddha dan memasuki Sangha Sammasambuddha.
Berumah tangga yang saya maksud adalah bukan Sangha.
Disebutkan juga kamma buruknya berbuah dalam wujud diseruduk sapi, yang sebetulnya adalah makhluk halus yang membalas dendam. (Mungkin kelahiran selanjutnya wanita tersebut?) Dia parinibanna ketika mencari kebutuhan Bhikkhu.
...Bukan otoritas tertinggi dalam arti sempurna, tetapi pegangan sementara sampai sesungguhnya...
maka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Quotemaka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Saya pribadi sih tidak setuju dengan hal tersebut...Bukankah SB juga bisa "menentukan" kapan saatnya dia "mati" seperti yg pernah saya baca(tapi saya lupa baca dimana)..
Kemudian apakah seorg arahat "harus" menjadi seorang "Bhikkhu" hanya untuk supaya bisa melanjutkan kehdpan?Saya rasa tidak relevan...Karena seorg arahat sudah tidak memiliki "aku" segalanya sudah runtuh...Kenapa Arahat harus pindah menjadi "BHikkhu" hanya supaya dia tidak meninggal dlm wkt 7hari?Bukankah itu aneh?
_/\_
Salam,
Riky
Kemudian apakah seorg arahat "harus" menjadi seorang "Bhikkhu" hanya untuk supaya bisa melanjutkan kehdpan?Saya rasa tidak relevan...Karena seorg arahat sudah tidak memiliki "aku" segalanya sudah runtuh...Kenapa Arahat harus pindah menjadi "BHikkhu" hanya supaya dia tidak meninggal dlm wkt 7hari?Bukankah itu aneh?
judulnya kok seperti kaum islam? 7 hari menuju tobat
emang u tidak ada bahasa lain?
judulnya kok seperti kaum islam? 7 hari menuju tobat
emang u tidak ada bahasa lain?
Maaf, ikut berpendapat. :)
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa kehidupan sebagai petapa adalah kehidupan suci. Makanya, jgn menganggap remeh orang yg berjubah kuning.
Ada juga yg dikatakan bhw seorang perumah tangga yg telah mencapai tingkatan Sotapanna harus menghormati samanera. Karena, samanera ada beberapa kualitas yg patut dihormati.
Mohon maaf bila ada kesalahan. :)
Nice reason.. :)Quotemaka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Saya pribadi sih tidak setuju dengan hal tersebut...Bukankah SB juga bisa "menentukan" kapan saatnya dia "mati" seperti yg pernah saya baca(tapi saya lupa baca dimana)..
Kemudian apakah seorg arahat "harus" menjadi seorang "Bhikkhu" hanya untuk supaya bisa melanjutkan kehdpan?Saya rasa tidak relevan...Karena seorg arahat sudah tidak memiliki "aku" segalanya sudah runtuh...Kenapa Arahat harus pindah menjadi "BHikkhu" hanya supaya dia tidak meninggal dlm wkt 7hari?Bukankah itu aneh?
_/\_
Salam,
Riky
Dear Riky,
anak TK bilang Aljabar itu sesuatu yang tidak masuk akal.
Menurut dia, aljabar itu amat sangat tidak lah mungkin.
Teman saya yang kuliah di jurusan matematika, dengan santai menerangkan Aljabar......
Anak balita takjub melihat ada air turun dari langit (baca : hujan), dan bilang "aneh yah ada air turun dari langit.......
Orang dengan kepercayaan tertentu akan bilang, hujan ciptaan tuhan
Tapi anak SMP saja, saat ini sudah mahir menerangkan proses penguapan, menjadi awan, pengembunan dan turun menjadi hujan........
Apakah kita hanya ingin bertanya-tanya dengan menggunakan pikiran anak TK/balita, ataukah kita akan berusaha untuk mencari tahu lebih lanjut???
Mengingat Buddha sudah mengajarkan jalan, Arya Atthangika Magga...... marilah kita laksanakan itu........
Dear Kainyn,Kesimpulannya Arahat tidak harus menjadi seorang Bhikkhu bukan dalam waktu 7hari?
Seperti saya bilang di awal, rasanya sih bukan harus menjadi 'bhikkhu', tetapi meniggalkan kehidupan berumah tangga.
Kalo menurut kisah2 dhamma, para Arahat itu bukan buru2 jadi 'bhikkhu' karena takut atau tidak mau mati, sebab bathin mereka sudah melampaui itu semua. Mereka parinibbana karena memang kondisi bathin dan lingkungannya tidak cocok, barangkali seperti bunga tropis yang diletakkan di daerah dingin.
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=761
32. Kerahasiaan Vinaya
"Telah dikatakan oleh Sang Buddha,
1. 'Dhamma dan Vinaya yang telah dinyatakan oleh Sang Tathagata bersinar terang kalau ditunjukkan, dan tidak akan bersinar kalau tidak diungkap.'
2. Nah, mengapa pembacaan Patimokkha dilakukan hanya di hadapan para bhikkhu,
3. dan mengapa Vinaya Pitaka tertutup dan hanya khusus untuk para bhikkhu saja?
"O baginda,
Alasan pertama mengapa Patimokkha hanya terbuka bagi para bhikkhu adalah karena memang demikianlah kebiasaan semua Buddha.
Alasan kedua adalah untuk menghormati Vinaya,
dan alasan ketiga adalah untuk menghormati para bhikkhu.
Seperti halnya, O baginda,
tradisi prajurit diajarkan turun-temurun hanya di antara para prajurit,
demikian juga tradisi Tathagata adalah bahwa pembacaan Patimokkha harus berada di antara para bhikkhu saja. Vinaya itu patut dihormati dan bersifat sangat mendalam.
Mereka yang telah mencapai penguasaan Vinaya mungkin berpesan dengan sungguh-sungguh demikian ini,
'Jangan biarkan Ajaran yang sangat mendalam itu jatuh ke tangan mereka yang tidak bijaksana yang kemudian mungkin akan menghina dan mengutuknya, memperlakukannya dengan tidak tahu malu, mencemoohkannya dan mencari-cari kesalahan di dalamnya.'
Sama halnya seperti kekayaan raja yang sangat berharga tidak boleh digunakan oleh sembarang orang, demikian juga latihan dan tradisi Sang Buddha adalah kekayaan yang tak ternilai harganya bagi.para bhikkhu.
Itulah sebabnya mengapa pembacaan Patimokkha hanya dilakukan di antara para bhikkhu."
Dear Kainyn,Kesimpulannya Arahat tidak harus menjadi seorang Bhikkhu bukan dalam waktu 7hari?
Seperti saya bilang di awal, rasanya sih bukan harus menjadi 'bhikkhu', tetapi meniggalkan kehidupan berumah tangga.
Kalo menurut kisah2 dhamma, para Arahat itu bukan buru2 jadi 'bhikkhu' karena takut atau tidak mau mati, sebab bathin mereka sudah melampaui itu semua. Mereka parinibbana karena memang kondisi bathin dan lingkungannya tidak cocok, barangkali seperti bunga tropis yang diletakkan di daerah dingin.
Salam,
Riky
err....
Kalau dipikir2 Patimokkha kalaupun dilanggar ndak akan berakibat banyak ke Arahat...
Ndak nyambung kalao geto
sangha terdiri dari 4 pasang mahkluk suci
& lebih membingungkan lg, ada salah satu definisiBukankah di dlm Sangha ada 2 pembagian tentang Bhikkhu?
"sangha terdiri dari 4 pasang mahkluk suci"
yg bukankah artinya arahat sudah tentu anggota sangha? membingungkan :-?
Dear Dilbert,
Saya rasa tidak usah ditulis besar2...Itu hanya sekedar sutta2...Apakah sutta itu 100% mutlak benar?^-^
Salam,
Riky
Dear Dilbert,
Saya rasa tidak usah ditulis besar2...Itu hanya sekedar sutta2...Apakah sutta itu 100% mutlak benar?^-^
Salam,
Riky
Itulah yang kita pegang, yang kita jadikan dasar... Kalau bukan sutta yang dijadikan dasar. Apakah Alkitab ? Alquran ? Weda ? atau buku lainnya ?Ya2...Itulah yang kita "pegang" dan juga harus kita "lepaskan"...Jangan sampai "pegangnya" terlalu lama.^-^
Ketika "kebenaran" atas polemik apakah seorang yang mencapai ARAHAT harus menjadi anggota sangha dalam waktu 7 hari atau kurang atau tidak perlu sama sekali, itu menjadi sesuatu yang ambigu (tidak jelas) dan tidak dapat dibuktikan, tentunya salah satu dasar untuk mencari sedikit "kebenaran" adalah berdasarkan sutta yang tentunya lebih kredibel dibandingkan dengan pendapat sana dan sini.Benar sekali...Tapi itu bukan absolut,itu juga hanya terkaan atau pengartikan atau persepsi saja...Itu bukan KEBENARAN HAKIKI tapi KEBENARAN KONSEP,dia akan menjadi HAKIKI jika anda sudah MEMBUKTIKANNYA sendiri....Dia akan selamanya menjadi KONSEP jika anda tidak pernah MEMBUKTIKANNYA,so tidak perlu ditelan bulat2 bukan perkataan2 dari sutta tsbt?
QuoteItulah yang kita pegang, yang kita jadikan dasar... Kalau bukan sutta yang dijadikan dasar. Apakah Alkitab ? Alquran ? Weda ? atau buku lainnya ?Ya2...Itulah yang kita "pegang" dan juga harus kita "lepaskan"...Jangan sampai "pegangnya" terlalu lama.^-^QuoteKetika "kebenaran" atas polemik apakah seorang yang mencapai ARAHAT harus menjadi anggota sangha dalam waktu 7 hari atau kurang atau tidak perlu sama sekali, itu menjadi sesuatu yang ambigu (tidak jelas) dan tidak dapat dibuktikan, tentunya salah satu dasar untuk mencari sedikit "kebenaran" adalah berdasarkan sutta yang tentunya lebih kredibel dibandingkan dengan pendapat sana dan sini.Benar sekali...Tapi itu bukan absolut,itu juga hanya terkaan atau pengartikan atau persepsi saja...Itu bukan KEBENARAN HAKIKI tapi KEBENARAN KONSEP,dia akan menjadi HAKIKI jika anda sudah MEMBUKTIKANNYA sendiri....Dia akan selamanya menjadi KONSEP jika anda tidak pernah MEMBUKTIKANNYA,so tidak perlu ditelan bulat2 bukan perkataan2 dari sutta tsbt?
Karena perkataan sutta tsbt "tidak jauh beda" dengan pendapat sana dan sini jika belum DIBUKTIKAN SENDIRI.... :)
Salam,
Riky
Anda boleh quote sutta yang anda rasa tidak benar... atau yang anda ragukan... disini banyak pakar pakar yang bisa "defence"... Karena saya rasa, sampai sekarang ini belum ada satupun sutta yang bisa saya ragukan kebenarannya ??
Anda boleh quote sutta yang anda rasa tidak benar... atau yang anda ragukan... disini banyak pakar pakar yang bisa "defence"... Karena saya rasa, sampai sekarang ini belum ada satupun sutta yang bisa saya ragukan kebenarannya ??
Ada beberapa bagian dari Tipitaka Pali yang saya ragukan kebenarannya. ... Yang paling mencolok adalah di dalam Mahaparinibbana-sutta, di mana Sang Buddha dikisahkan bersabda, bahwa di dalam ajaran mana pun yang tidak mengandung Jalan Mulia Berfaktor Delapan tidak mungkin ada pembebasan. ... Dengan kata lain, di situ ditampilkan Sang Buddha mengklaim bahwa hanya di dalam ajarannya sendiri mungkin tercapai pembebasan, di luar ajaran Buddha tidak mungkin ada pembebasan: ajaranku paling benar, semua ajaran lain salah.
Saya tidak percaya itu.
Salam,
hudoyo
Maaf Pak Hud, saya ikut berkomentar _/\_
Mungkin saja bisa ada ajaran lain yg mengajarkan jalan beruas 8 tersebut, jadi Buddha tidak mengatakan hanya ajarannya yang benar namun yang benar itu hanyalah ajaran yg ada jalan beruas 8 tsb.
Kelihatannya seperti permainan bahasa...
Tapi it's just my opinion only...
Pak Hud, saya mempunyai pemikiran seperti ini.
Saya pikir, pada suatu saat nanti, dimana orang2 pada keadaan tingkat spiritual tertentu
sadar maupun tak sadar akan menjalani "isi" dari jalur beruas 8 itu..
Bagaimana pendapat bapak?
Anda boleh quote sutta yang anda rasa tidak benar... atau yang anda ragukan... disini banyak pakar pakar yang bisa "defence"... Karena saya rasa, sampai sekarang ini belum ada satupun sutta yang bisa saya ragukan kebenarannya ??
Ada beberapa bagian dari Tipitaka Pali yang saya ragukan kebenarannya. ... Yang paling mencolok adalah di dalam Mahaparinibbana-sutta, di mana Sang Buddha dikisahkan bersabda, bahwa di dalam ajaran mana pun yang tidak mengandung Jalan Mulia Berfaktor Delapan tidak mungkin ada pembebasan. ... Dengan kata lain, di situ ditampilkan Sang Buddha mengklaim bahwa hanya di dalam ajarannya sendiri mungkin tercapai pembebasan, di luar ajaran Buddha tidak mungkin ada pembebasan: ajaranku paling benar, semua ajaran lain salah.
Saya tidak percaya itu.
Salam,
hudoyo
... Yang paling mencolok adalah di dalam Mahaparinibbana-sutta, di mana Sang Buddha dikisahkan bersabda, bahwa di dalam ajaran mana pun yang tidak mengandung Jalan Mulia Berfaktor Delapan tidak mungkin ada pembebasan. ... Dengan kata lain, di situ ditampilkan Sang Buddha mengklaim bahwa hanya di dalam ajarannya sendiri mungkin tercapai pembebasan, di luar ajaran Buddha tidak mungkin ada pembebasan: ajaranku paling benar, semua ajaran lain salah.
Mungkin pertanyaannya diubah dulu begini...
Apakah ajaran yang memuat Delapan Jalan Utama (seperti yang terdapat pada ajaran buddhis) bisa membawa kepada pembebasan ?
Jika di dalam Delapan Jalan Utama sendiri tidak terdapat pembebasan, maka pernyataan Sang Buddha sendiri salah...
Jika pertanyaan di atas BENAR, lantas mungkin dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap ajaran lainnya. Apakah terdapat ajaran menuju pembebasan ??
pertanyaan jadi berkembang:
1. apakah orang yang sudah cerah masih terus membual?
2. apakah orang yang sudah cerah tidak mampu konsentrasi?
_/\_
Maaf Pak Hud, saya ikut berkomentar _/\_
Mungkin saja bisa ada ajaran lain yg mengajarkan jalan beruas 8 tersebut, jadi Buddha tidak mengatakan hanya ajarannya yang benar namun yang benar itu hanyalah ajaran yg ada jalan beruas 8 tsb.
Kelihatannya seperti permainan bahasa...
Tapi it's just my opinion only...Quote from: AndryPak Hud, saya mempunyai pemikiran seperti ini.
Saya pikir, pada suatu saat nanti, dimana orang2 pada keadaan tingkat spiritual tertentu
sadar maupun tak sadar akan menjalani "isi" dari jalur beruas 8 itu..
Bagaimana pendapat bapak?
Bagaimana kalau saya katakan, akhirnya nanti Kristus pasti akan bersemayam dalam hati semua orang, disadari atau tidak? ;D Itu namanya pandangan 'inklusivistik': mengkooptasi (merangkul) semua agama/ajaran ke dalam agama sendiri, namun agama sendiri tetap ditonjolkan. :)
Tampaknya Anda berdua masih melekat pada konsep (Jalan Mulia Berfaktor Delapan), terutama rekan Wei. :)
Begini ya, Anda harus dapat membedakan antara konsep dan kebenaran. Konsep adalah pikiran, sedangkan kebenaran berada di luar pikiran. Kebenaran itu bisa diungkapkan dengan berbagai konsep, kata-kata, paradigma dsb, tergantung pembelajaran & keterkondisian pikiran masing-masing orang. Tapi kata-kata tidak bisa menggantikan kebenaran. The word is not the thing.
Pikiran bisa mencoba memahami kebenaran, itu terjadi dalam setiap agama, termasuk agama Buddha. Tapi kebenaran yang dipahami oleh pikiran selalu bersifat parsial, tidak utuh, karena selalu diwarnai oleh corak tertentu yang tidak universal. Ibarat orang mau mendeskripsikan sebuah gedung dari sudut pandang yang berbeda-beda. Jadi janganlah kebenaran dicocok-cocokkan dengan konsep. Salah-salah, akhirnya konsep menjadi mutlak, menggantikan kebenaran. Di sinilah mulai eksklusivisme dan fanatisme.
Oleh karena itu, menurut hemat saya, pada satu zaman yang sama bisa saja muncul lebih dari satu buddha, lebih dari satu pacceka-buddha (meminjam istilah dari Buddhisme)--maksudnya orang-orang yang mencapai pembebasan dan kebenaran melalui jalannya sendiri, tanpa harus belajar buddha-dhamma--masing-masing dengan ajaran yang secara konseptual berbeda, tapi masing-masing mencapai kebenaran, pembebasan yang sama. Tidak perlu kebenaran yang diungkapkan secara berbeda-beda itu saling bertabrakan bagi orang yang sudah menyelami kebenaran.
Menurut hemat saya, "sabda Sang Buddha" dalam Mahaparinibbana-sutta tsb disisipkan oleh bhikkhu-bhikkhu penghafal Tipitaka sebelum kitab suci itu dituliskan ratusan tahun kemudian. Maksudnya sih baik, menjunjung tinggi ajaran Sang Guru, tapi tidak cocok dengan pencerahan zaman sekarang.
Salam,
hudoyo
Menurut Pak Hud jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak? (cuma nanya, jadi mau tahu gimana pandangan Pak Hud mengenai jalan beruas 8 ) :))
Yang Bisa memahami jawaban dari pertanyaan dijawab pertanyaan adalah Penerus ZEN.. :))
hari gini masi percaya yg bgituan
walaupun sudah ada dlm tulisan nyata
tapi itu hanyalah sebuah tulisan dan hanya bersifat sebuah wacana...
alangkah baiknya bila di tinjau / di kaji lebih lanjut dalam batin masing2 wkwkwk
lagian yg namanya bikkhu itu hanyalah status.....
di dlm forum ini sama halnya dengan newbie s/d admin
yah... mengenai "7 hari" tsb memang agak meragukan... ;D
rasanya dulu pernah saya tanyakan juga dg Rekan Sumedho & Karuna.
mereka berpendapat sama...
Menurut saya, mitos ini berkembang bersama dengan perkembangan Theravada di India pada waktu itu, di mana sangha menjadi semacam kasta elite di atas umat awam.
Inilah salah satu faktor berkembangnya Mahasanghika dengan doktrin Bodhisattva-nya. :P ^:)^ ^:)^
Salam,
hudoyo
ah.. menurut pendapat saya tidak ada pengaruhnya..
secara teori, begitu mencapai tingkat arahat tidak ada bedanya antara hidup singkat maupun lama.. :)
Ya setuju ... bagi si arahat sih tidak ada bedanya.
Yang saya tanyakan, apakah betul pendapat yang mengatakan kalau arahat tidak jadi bhikkhu ia akan mati dalam waktu 7 hari ... Kalau ya, apa alasannya? ...
Salam,
hudoyo
Raja Suddhodana referensi dari zaman Sang Buddha sendiri lho, om... :-[ :-[ :-[oh... referensi yg mengenai 7 hari ada di Milinda Panha
Milinda Panha berasal dari zaman Raja Menander, abad ke-2 SM, sekitar 400 tahun setelah zaman Sang Buddha. ...
Kalau tidak ada referensi yang berasal dari zaman Sang Buddha ... saya meragukan kebenaran pendapat itu. ...
Salam,
hudoyo
ah.. menurut pendapat saya tidak ada pengaruhnya..
secara teori, begitu mencapai tingkat arahat tidak ada bedanya antara hidup singkat maupun lama.. :)
Ya setuju ... bagi si arahat sih tidak ada bedanya.
Yang saya tanyakan, apakah betul pendapat yang mengatakan kalau arahat tidak jadi bhikkhu ia akan mati dalam waktu 7 hari ... Kalau ya, apa alasannya? ...
Salam,
hudoyo
sy tidak mengerti apa kaitannya seorang bodhisatva dengan7 hari menjadi bikhu
yg sy tahu adalah
tubuh menjadi raga penuh kemuliaan....
jiwa menyatu dengan roh
dan roh akan membawa tubuh,jiwa ke alam nibana yg menjadi pusat tujuan perputaran kehidupan mahluk hidup di semesta alam............................
Nah lho :))sy tidak mengerti apa kaitannya seorang bodhisatva dengan7 hari menjadi bikhu
yg sy tahu adalah
tubuh menjadi raga penuh kemuliaan....
jiwa menyatu dengan roh
dan roh akan membawa tubuh,jiwa ke alam nibana yg menjadi pusat tujuan perputaran kehidupan mahluk hidup di semesta alam............................
NGACO
:))
Tapi memang betul, kalau kita berbicara sesuatu setidaknya harus ada buktinya.
Apa buktinya Sang Buddha bicara tentang tubuh menjadi raga, roh dan jiwa?
:))
Tapi memang betul, kalau kita berbicara sesuatu setidaknya harus ada buktinya.
Apa buktinya Sang Buddha bicara tentang tubuh menjadi raga, roh dan jiwa?
Bila anda perlu bukti,silakan anda rasakan dari mana anda hidup,siapa yg menghidupkan jasad anda
Sebenarnya bukan buddha yg tak berkata tp kita yg kurang memdalami semua maksud dan tujuan kita
Bila kita berpikir semua tanpa roh berarti kita mengjngkari hukum sebab dan akibat asal usul dan akhir
sy tak perlu itu bukan egois...............berarti bhikhu, pendeta, ulama dan ahi2 agama itu hanya belajar sia2 gitu? Tidak berguna? Agama itu menyesatkan?
sebab agama atau kitab2 yg ada di dunia sekarang tidak mencerminkan ke universalan hanya ada fanatiksme yg sudah mencuci pola pikir kita apalagi anak2muda seperti sy........
dan menurut sy bila kita sebagaimana umat buddha yg sesungguhnya walaupun sy juga masih jauh dari yg buddha inginkan...
setida2nya sy mulai belajar universal................
dengan itu sy takan berkata ini benar dan itu salah sebab itu semua batasanya tipis sekali
mahluk hidup di alam semesta ini tidak timbul/tercipta dengan begitu saja melaikan melalui proses alam.............dan akan berakhir seperti sediakala...........sunyata.......................
Berbahagialah mereka yang tidak tahu tapi tahumaafkanlah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. By : Yesus
dibandingkan mereka yang tahu tapi tidak tahu
sy tak perlu itu bukan egois...............berarti bhikhu, pendeta, ulama dan ahi2 agama itu hanya belajar sia2 gitu? Tidak berguna? Agama itu menyesatkan?
sebab agama atau kitab2 yg ada di dunia sekarang tidak mencerminkan ke universalan hanya ada fanatiksme yg sudah mencuci pola pikir kita apalagi anak2muda seperti sy........
dan menurut sy bila kita sebagaimana umat buddha yg sesungguhnya walaupun sy juga masih jauh dari yg buddha inginkan...
setida2nya sy mulai belajar universal................
dengan itu sy takan berkata ini benar dan itu salah sebab itu semua batasanya tipis sekali
mahluk hidup di alam semesta ini tidak timbul/tercipta dengan begitu saja melaikan melalui proses alam.............dan akan berakhir seperti sediakala...........sunyata.......................
Hem jangan2 lia eden nih ;D
:backtotopic:
sy tak perlu itu bukan egois...............
sebab agama atau kitab2 yg ada di dunia sekarang tidak mencerminkan ke universalan hanya ada fanatiksme yg sudah mencuci pola pikir kita apalagi anak2muda seperti sy........
dan menurut sy bila kita sebagaimana umat buddha yg sesungguhnya walaupun sy juga masih jauh dari yg buddha inginkan...
setida2nya sy mulai belajar universal................
dengan itu sy takan berkata ini benar dan itu salah sebab itu semua batasanya tipis sekali
mahluk hidup di alam semesta ini tidak timbul/tercipta dengan begitu saja melaikan melalui proses alam.............dan akan berakhir seperti sediakala...........sunyata.......................
percuma, bro wali merasa bahwa kitab, buku, bhante tidak berguna, hanya dirinya sendiri yg benar :))sy tak perlu itu bukan egois...............
sebab agama atau kitab2 yg ada di dunia sekarang tidak mencerminkan ke universalan hanya ada fanatiksme yg sudah mencuci pola pikir kita apalagi anak2muda seperti sy........
dan menurut sy bila kita sebagaimana umat buddha yg sesungguhnya walaupun sy juga masih jauh dari yg buddha inginkan...
setida2nya sy mulai belajar universal................
dengan itu sy takan berkata ini benar dan itu salah sebab itu semua batasanya tipis sekali
mahluk hidup di alam semesta ini tidak timbul/tercipta dengan begitu saja melaikan melalui proses alam.............dan akan berakhir seperti sediakala...........sunyata.......................
jika berakhir seperti sediakala, yaitu sunyata/kosong, berarti mahluk hidup juga berasal dari kekosongan?
jika demikian, anda sudah terjebak pada paham nihilisme
lebih baik anda coba baca dahulu No Inner Core dari Sayadaw U Silananda yg membahas mengenai Anatta:
http://www.acharia.org/downloads/NO_INNER_CORE.pdf
http://www.dharmaweb.org/index.php/No_Inner_Core_-_Anatt%C3%A1_By_Sayadaw_U_Silananda
Semoga bisa bermanfaat karena sayang jika universalis seperti anda, malahan terpeleset ke paham kekosongan
sy tak perlu itu bukan egois...............
sebab agama atau kitab2 yg ada di dunia sekarang tidak mencerminkan ke universalan hanya ada fanatiksme yg sudah mencuci pola pikir kita apalagi anak2muda seperti sy........
dan menurut sy bila kita sebagaimana umat buddha yg sesungguhnya walaupun sy juga masih jauh dari yg buddha inginkan...
setida2nya sy mulai belajar universal................
dengan itu sy takan berkata ini benar dan itu salah sebab itu semua batasanya tipis sekali
mahluk hidup di alam semesta ini tidak timbul/tercipta dengan begitu saja melaikan melalui proses alam.............dan akan berakhir seperti sediakala...........sunyata.......................
tapi kadang ada suatu tulisan yg mengandung suggesti, nah ini diperlukan kebijaksanaan dari si pembaca untuk menilai suggesti tersebut.
karena kadang kita bila menilai "suatu" itu benar, maka semuanya dianggap benar, parahnya lagi gara2 orang yang mewakili "suatu" itu benar maka dianggap "suatu" itu benar.
maka itulah dalam buddhism sendiri sang Buddha menyatakan adanya Ehipassiko terhadap ajarannya sendiri,
apa ada beberapa bagian yang sudah diEhipassikokan oleh kita, bolehlah kita menilai benar dan salah, dan yang belum di Ehipassikokan oleh kita, tidaklah layak bagi kita menyatakan benar dan salah.
Ada pendapat yang mengatakan, bila seorang awam (non-bhikkhu) menjadi arahat, maka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Adakah rekan-rekan yang bisa memberikan referensinya? Terima kasih.
Salam,
hudoyo
dilihat dari kemampuan utk "memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, jelas Bhikku tidak selevel dgn Zen Master !
kemungkinan bhikku (dgn cara pandangnya sendiri), akan terkesan tidak menyayangi tubuh jasmaninya lagi dibanding dgn Zen Master !
ika.
Ada pendapat yang mengatakan, bila seorang awam (non-bhikkhu) menjadi arahat, maka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Adakah rekan-rekan yang bisa memberikan referensinya? Terima kasih.
Salam,
hudoyo
dilihat dari kemampuan utk "memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, jelas Bhikku tidak selevel dgn Zen Master !
kemungkinan bhikku (dgn cara pandangnya sendiri), akan terkesan tidak menyayangi tubuh jasmaninya lagi dibanding dgn Zen Master !
ika.
Ada pendapat yang mengatakan, bila seorang awam (non-bhikkhu) menjadi arahat, maka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Adakah rekan-rekan yang bisa memberikan referensinya? Terima kasih.
Salam,
hudoyo
dilihat dari kemampuan utk "memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, jelas Bhikku tidak selevel dgn Zen Master !
kemungkinan bhikku (dgn cara pandangnya sendiri), akan terkesan tidak menyayangi tubuh jasmaninya lagi dibanding dgn Zen Master !
ika.
Ada pendapat yang mengatakan, bila seorang awam (non-bhikkhu) menjadi arahat, maka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Adakah rekan-rekan yang bisa memberikan referensinya? Terima kasih.
Salam,
hudoyo
dilihat dari kemampuan utk "memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, jelas Bhikku tidak selevel dgn Zen Master !
kemungkinan bhikku (dgn cara pandangnya sendiri), akan terkesan tidak menyayangi tubuh jasmaninya lagi dibanding dgn Zen Master !
ika.
lalu...?
Ada pendapat yang mengatakan, bila seorang awam (non-bhikkhu) menjadi arahat, maka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Adakah rekan-rekan yang bisa memberikan referensinya? Terima kasih.
Salam,
hudoyo
dilihat dari kemampuan utk "memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, jelas Bhikku tidak selevel dgn Zen Master !
kemungkinan bhikku (dgn cara pandangnya sendiri), akan terkesan tidak menyayangi tubuh jasmaninya lagi dibanding dgn Zen Master !
ika.
lalu...?
dgn batin sekelas arahat yang "sdh menembus non dualitas" itu, masih mungkinkah "ia" akan "merasa nikmat" hidup dgn "segala sesuatu" yang "nota bene dualisme" di bumi ini ?
ika.
Ada pendapat yang mengatakan, bila seorang awam (non-bhikkhu) menjadi arahat, maka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Adakah rekan-rekan yang bisa memberikan referensinya? Terima kasih.
Salam,
hudoyo
dilihat dari kemampuan utk "memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, jelas Bhikku tidak selevel dgn Zen Master !
kemungkinan bhikku (dgn cara pandangnya sendiri), akan terkesan tidak menyayangi tubuh jasmaninya lagi dibanding dgn Zen Master !
ika.
lalu...?
dgn batin sekelas arahat yang "sdh menembus non dualitas" itu, masih mungkinkah "ia" akan "merasa nikmat" hidup dgn "segala sesuatu" yang "nota bene dualisme" di bumi ini ?
ika.
Ada pendapat yang mengatakan, bila seorang awam (non-bhikkhu) menjadi arahat, maka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Adakah rekan-rekan yang bisa memberikan referensinya? Terima kasih.
Salam,
hudoyo
dilihat dari kemampuan utk "memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, jelas Bhikku tidak selevel dgn Zen Master !
kemungkinan bhikku (dgn cara pandangnya sendiri), akan terkesan tidak menyayangi tubuh jasmaninya lagi dibanding dgn Zen Master !
ika.
lalu...?
dgn batin sekelas arahat yang "sdh menembus non dualitas" itu, masih mungkinkah "ia" akan "merasa nikmat" hidup dgn "segala sesuatu" yang "nota bene dualisme" di bumi ini ?
ika.
dgn demikian, mungkinkah "seorg yang parinibbana" akan "terlahir lagi" di "alam2 relatif" ?
ika.
Ya setuju ... bagi si arahat sih tidak ada bedanya.
Yang saya tanyakan, apakah betul pendapat yang mengatakan kalau arahat tidak jadi bhikkhu ia akan mati dalam waktu 7 hari ... Kalau ya, apa alasannya? ...
Salam,
hudoyo
Ada pendapat yang mengatakan, bila seorang awam (non-bhikkhu) menjadi arahat, maka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.
Adakah rekan-rekan yang bisa memberikan referensinya? Terima kasih.
Salam,
hudoyo
Jawaban dari pertanyaan tsb adalaah :
Karena Seorg Arahat adalah seorg yg sudah mencapai tingkat kesucian yg sangat tinggi... Semua rangkaian kesadaran yg timbul sudahlah sangat2 suci... Apabila tdk bisa menjadi Bhikkhu, Kita sebagai manusia biasa/awam/putthujana, mempunyai tingkat kehidupan yg sangat rendah. Tingkat kehidupan yg sangat rendah, dengan tingkat kehidupan yg sangat tinggi (Arahat/org suci) tdklah matching/cocok/sesuai... :no: :no: :no: Sehingga, seorg Arahat perumah tangga, mempunyai waktu bertahan selama 7 hari untuk mematchingkannya... dan memilih untuk menjadi Bhikkhu, atau tdk... Bila tdk menjadi Bhikkhu, maka ia akan Parinibbana stlh 7 hari kemudian... ;D ;D ;D
Begitulahh... \;D/\;D/\;D/
dilihat dari jawabannya sepertinya peristiwa tsb memang fenomena alam
Ada pendapat yang mengatakan, bila seorang awam (non-bhikkhu) menjadi arahat, maka dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu, kalau tidak ia akan meninggal.referensinya mengacu ayah Sang Buddha
Adakah rekan-rekan yang bisa memberikan referensinya? Terima kasih.
Salam,
hudoyo
referensinya mengacu ayah Sang Buddha
ada referensi lain yang menyatakan bahwa Raja Suddhodana parinibbana pada hari itu juga...
tetapi beliau sempat menyatakan kehidupan sebagai arahatta tidak dapat ditebus dengan
kehidupa berkeluarga, cuma ada 2 kemungkinan
jika umat awam merealisasika pecapaian arahat;
-yang pertama meningalka kehidupan perumah tangga
-yag kedua, dia langsung parinibbana di hari yang sama
raja Suddhodana melalui jalan kedua
saya pernah membahas ini dengan referesi lengkap dari kitap kometar
sayang saya tidak menyimpan atau membuat katalognya
Ada 2 pendapat...
1. Arahat awam itu akan parinibbana dalam 7hari, jika tidak memasuki persamuan sangha
Untuk kasus 7 hari, ada referensi yang menyatakan bahwa Raja Suddhodana sempat menikmati kebahagian duniawi sebagai Arahat yang hidup walaupun belum dalam status memasuki persamuan sangha (menjadi bhikkhu), dan ada juga referensi lain yang menyatakan bahwa Raja Suddhodana meninggal dunia (parinibbana) pada hari itu juga.
2. Arahat awam itu akan parinibbana pada hari itu juga, jika tidak memasuki persamuan sangha.
Contoh : Kebetulan Petapa Bahiya mencapai kesucian Arahat dan ketika akan mencari perlengkapan untuk penabhisan, di seruduk oleh kerbau sehingga meninggal dunia (parinibbana)
kalau cerita bahiya tidak bisa di kaitkan dengan topik ini
karena memang dia mau menjadi bhikkhu, tetapi kamma buruknya berbuah
dan memang tidak ada sutta yang eksplitis menyatakan bahwa seorang arahat awam harus berapa hari memasuki persamuan bhikkhu (sangha), kalau tidak akan parinibbana... Yang ada hanya di Milinda Panha (tetapi milinda panha) merupakan karya buddhis yang lebih baru.
setuju,
memang seharusnya kita harus setuju bahwa apa yang ada di-nyatakan di dalam referensi sebagai ada di nyatakan di dalam referensi.
Apa-apa yang tidak dinyatakan sebagai tidak di-nyatakan di dalam referensi.
Apa yang menjadi opini pribadi, nyatakanlah sebagai opini pribadi. Kalau opini pribadi kan tidak perlu Cross referensi
ada yang tetep keukeh minta referensi kok
walau dinyatakan opini pribadi, atau opini tradisi lain
:))