Menafsirkan adalah mengartikan, menangkap maksud atas sebuah kata (kalimat , dsb) tidak menurut apa adanya, melainkan diterangkan juga apa yang tersirat (dengan mengutarakan pendapat sendiri). - KBBI
Ketika seseorang membaca teks ia tidak langsung menafsirkan teks itu, tetapi ia memahami teks tersebut berdasarkan makna kata sesuai dengan kesepakatan umum sesuai dengan kaidah bahasa. Ketika dalam memahami makna kata sesuai dengan kesepakatan umum ini terjadi kontradiksi, ketidakjelasan, maka muncullah penafsiran.
Memang dalam Bahasa Indonesia, kata "tafsir" bisa sangat sewenang-wenang. Namun, sebenarnya seringkali kita menggunakan secara tersirat untuk menggantikan kata "interpretation" atau "interpretasi" yang pengertiannya bukan semata-mata pemaknaan yang tersirat dengan melibatkan unsur pribadi. Jika berbicara tentang "tafsir teks" sebenarnya interpretasi yang saya maksudkan, bukan sekadar pengertian kata "tafsir" sebagaimana dalam versi KBBI. Interpretasi dalam hal ini adalah suatu tindakan merubah sesuatu tanda menjadi bermakna sehingga dipahami.
Interpretasi sendiri sifatnya berlapis-lapis . Dalam ilmu bahasa, percakapan antara dua belah pihak dengan menggunakan suatu simbol dalam penyampaian makna juga dikatakan menggunakan "interpretasi." Semua hal yang bersifat simbolik dan melibatkan tanda-tanda yang mewakili sesuatu yang hendak disampaikannya selalu membutuhkan proses interpretasi dalam membongkar makna yang terkandung di dalam pesan. Sebuah teks misalnya, tidak lain hanya kumpulan simbol-simbol (tulisan) yang diuntai dalam sebuah rangkaian tertentu oleh pembuat pesan sehingga ditafsirkan oleh penerima pesan sebagai suatu makna tertentu. Dalam hal ini, sebenarnya tidak ada jaminan bahwa si penerima pesan selalu berhasil menangkap maskud pembuat pesan sebagaimana seharusnya, karena dalam proses komunikasi selalu terdapat yang namanya "noise" (gangguan). Noise bisa berasal dari pengirim pesan, dari penerima pesan maupun pihak di luar keduanya.
Dalam kasus pemahaman sebuah teks, misalnya, bisa jadi noise datang dari penulis teks yang menggunakan kata-kata yang ambigu dalam menyampaikan pesan sehingga akhirnya kata-kata tersebut menjadi bersayap dan multitafsir. Sedangkan noise yang datang dari penerima pesan, bisa terjadi antara lain jika si penerima pesan ternyata mempunyai keyakinan atau harapan tertentu terhadap pesan yang disampaikan sehingga ia memaksakan suatu makna tertentu (dalam hal ini, apa yang dikatakan melibatkan faktor pribadi dalam penafsiran). Namun, selain itu noise bisa juga karena faktor budaya atau masa yang berbeda sehinga menyebabkan si penerima pesan bisa dalam memahami makna yang disampaikan oleh si pengirim pesan. Di luar itu masih banyak lagi hal-hal yang bisa membelokkan suatu pesan yang hendak disampaikan dari makna "sebenarnya" yang hendak disampaikan oleh pembawa pesan. Contohnya, apabila pesan disampaikan secara berantai atau mengalami proses penerjemahan ke bahasa lain, maka tingkat kesalahan selama masa transmisi pesan semakin besar kemungkinan. Atau adanya faktor di tengah-tengah yang merusak suatu pesan sehingga sulit dibaca lagi, misalnya teks kuno yang sobek atau hilang sebagian.
Dalam hal ini, interpretasi sendiri bukanlah masalah, namun yang jadi masalah adalah noise yang terjadi. Kita hanya bisa meminimalkan noise untuk mengurangi kesalahan dalam interpretasi guna mendapatkan pengertian yang sebenarnya dari si pembuat pesan. Namun sungguh mustahil jika kita berpikir bisa menerima pesan apa adanya dari si pembuat pesan tanpa harus melalui rangkaian penyampaian pesan yang saya sebutkan di atas, terutama untuk pemahaman terhadap teks. Penerimaan makna tanpa rangkaian penyampaian pesan hanya mungkin dilakukan oleh dua orang yang mempunyai kekuatan khusus, telepati misalnya
, atau transmisi dalam tradisi zen "dari pikiran ke pikiran", yang keduanya pasti tidak menggunakan teks tertulis. Dalam memahami teks tertulis, sungguh sulit dilalui tanpa ada interpretasi sama sekali.
Di luar pengertian interpretasi yang telah saya terangkan di atas, dikenal interpretasi lain yang lebih kompleks, misalnya interpretasi dengan menggunakan alat statistik. Data-data diolah dengan suatu cara tertentu sehingga menghasilkan pemaparan sistematis yang kemudian harus diinterpretasikan maknanya sehingga bisa dipahami. Selain itu interpretasi dalam ilmu psikologi juga termasuk yang kompleks. Dari berbagai data tentang seorang individu yang sifatnya terbatas, psikolog kemudian berusaha menerangkan tentang karakter kepribadiannya dll. Dalam kasus seperti ini, persoalannya seringkali hanya masalah kredibilitas dalam interpretasi yang dilakukan karena tingkat kemungkinan kesalahannya menjadi lebih besar daripada yang pertama saya sebutkan.
Singkatnya, dari uraian saya yang panjang lebar ini, saya hanya hendak mengatakan bahwa interpretasi adalah proses yang alami dan wajar, bukan sesuatu yang harus dibuang atau dihindari, apalagi dianggap sebagai sumber masalah.