Login with username, password and session length
0 Members and 1 Guest are viewing this topic.
Jangan langsung dengan mayat yang hancur dulu, tetapi mulailah terlebih dahulu dengan mayat yang mati wajar/normal. Setelah tahan dengan gambaran mayat utuh baru tingkatkan lagi dengan mayat yang agak hancur.
Saya mau menanyakan bagaimana caranya menjadikan objek yang mengerikan seperti mayat sebagai objek meditasi???apalagi mayatnya adalah mayat tak wajar seperti objek pembunuhan, mutilasi, bunuh diri ataupun yang organnya mencuat keluar semua??Sebagai manusia pasti ada rasa takut, ngeri, jijik dan mungkin mual??? bagaimana cara menghadapinya???apakah kita harus jadikan rasa takut sebagai objek meditasi??? atau bagaimana caranya???Mohon JANGAN DISERTAKAN GAMBARNYA??? Soalnya saya gag sanggup lihatnya.... Ternyata semua yang indah akan hancur dan isinya sama saja dengan kotoran tubuh kiat seberapa sempurnanya tubuh kita....Tubuh yang indah adalah tidak kekal dan akan hancur dimakan cacing atau api....Mohon bimbingannya dari senior sekalian...
(6. Sembilan perenungan tanah pekuburan)7. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat yang dibuang di tanah pekuburan, satu, dua, atau tiga hari setelah meninggal dunia, membengkak, berubah warna, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: “Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu.”’‘Demikianlah ia berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani secara internal, secara eksternal, dan secara internal maupun eksternal. Dan ia berdiam tanpa bergantung, tidak melekat pada apa pun di dunia ini. Dan itu, para bhikkhu, adalah bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani.’8. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, dimakan oleh burung gagak, elang atau nasar, oleh anjing atau serigala, atau berbagai binatang lainnya, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: “Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu.”’9. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, kerangka tulang-belulang dengan daging dan darah, dirangkai oleh urat, … kerangka tulang-belulang tanpa daging berlumuran darah, dirangkai oleh urat, … kerangka tulang-belulang yang tanpa daging dan darah, dirangkai oleh urat, … tulang-belulang yang tersambung secara acak, berserakan di segala penjuru, tulang lengan di sini, tulang-kaki di sana, tulang-kering di sini, tulang-paha di sana, tulang-panggul di sini, tulang-punggung di sini, tulang-tengkorak di sana, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: “Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu.”’10. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, tulangnya memutih, terlihat seperti kulit-kerang …, tulang-belulangnya menumpuk, setelah setahun …, tulang-belulangnya hancur menjadi bubuk, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: “Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu.”’(PANDANGAN TERANG)‘Demikianlah ia berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani secara internal, merenungkan jasmani sebagai jasmani secara eksternal, berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani secara internal dan eksternal. Ia berdiam merenungkan munculnya fenomena dalam jasmani, merenungkan lenyapnya fenomena dalam jasmani, ia berdiam merenungkan muncul dan lenyapnya fenomena dalam jasmani. Atau, penuh perhatian bahwa “ada jasmani” muncul dalam dirinya hanya sejauh yang diperlukan bagi pengetahuan dan kesadaran. Dan ia berdiam tanpa bergantung, tidak melekat pada apa pun di dunia ini. Dan itu, para bhikkhu, adalah bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani.’Sumber:http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Digha%20Nikaya%20-%20Khotbah-Khotbah%20Panjang%20Sang%20Buddha.pdf
Denger2 meditasi asubha/merenungkan mayat tidak dianjurkan untuk umat awam pemula yg masih minim pengalaman meditasi.Biasanya meditasi ini diajarkan kepada bhikkhu/samanera oleh bhikkhu yg lebih senior. Tujuan meditasi ini untuk mengikis hawa nafsu, merenungkan ketidak kekalan. en katanya berguna bgt untuk yg hidup selibat, mungkin karena merenungi tubuh yg dasarnya menjijikan terdiri dari lapisan darah, daging, otot, dsb.Untuk umat awam, yg berlatih sendiri dan tidak dibimbing guru, jika berlatih sendiri meditasi ini, dikhawatirkan malah tidak efektif. Mungkin ada org akan ketakutan, berkhayal macam2, menakuti diri sendiri, dllJadi untuk umat awam, lebih disarankan berlatih meditasi samatha dan vipassana. Lebih membantu untuk kehidupan sehari-hari
yang jelas efek langsung meditasi asuba adalah hilangnya nasfu sexualitulah mengapa "dikatakan" tidak cocok untuk umat perumah tanga
loe pernah bro?share donk ceritanya...
Kebetulan pernah belajar dan yang foto2 yg saya lihat urutannya :- Mayat utuh (waktu melihatnya, pertama biasa aja sih rasanya)- Mayat dikuliti sehingga terlihat daging & otot (mulai sedikit geli, seperti melihat pasar daging)- Mayat yang isi perutnya terburai keluar (mulai mual . . . . . )- Mayat yang tinggal tulang belulang (udah netral kembali, nafsu birahi jadi hilang . . . )
oh bisa lewat poto toh?kirain harus mayat asli...
Bagusnya sih mayat asli, biar kerasa juga sensasi bau, tekstur dan dinginnya mayat itu, kalau gak ada, foto juga bisa2Cuman di Indonesia menganut sistem penguburan tertutup jadi sulit menjumpai mayat2 yang hancur semacam itu, lain halnya jika anda mempunyai kesempatan berkunjung ke India atau Tibet.
To all: oh begitu yah, kemarin saya sempat melihat foto mayat yang organnya hancur (otaknya ) terburai keluar di thread sebelah gambar yang dari jauh masih biasa aja namun ketika semakin dekat malah dalam 5 detik langsung saya tutup gag sanggup lihatnya Pertama2 saya merasakan takut, namun ketika saya memejamkan mata berusaha mereplay apa yang saya lihat, terbersit suatu pemikiran yang bersumber dari 2 perkataan Tathagata di buletin vihara yang saya terima baru2 ini menyambut waisak "Semua yang berkondisi akan hancur... Berusahalah dengan penuh kesadaran..."---> Seindah apapun tubuh yang dibalut dengan kulit yang indah akhirnya akan hancur dimakan ulat dan ngengat, yang tertinggal hanyalah tulang belulang yang akan hancur juga seiring waktu berjalan....Apa yang dipuja oleh manusia tidak lebih dari seonggok kotoran dan sampah yang menipu karena dibalut oleh kulit yang indah, jika semuanya yang indah berkondisi serupa mayat tsb apakah mereka masih memandangnya dengan senang, semuanya pasti akan jijik juga.......Sehingga semuanya yang berkondisi (berwujud) sama dengan tiada, seketika semua nafsu amarah yang saya rasakan hari itu hilang lenyap karena itupun tidak akan kekal dan semuanya juga akan berlalu.....dan yang tertinggal setelah kita meninggalkan "seonggok sampah" itu hanya kesadaran kita akan ketidaksempurnaan dan ketidakkekalan tubuh/kondisi....btw emg bener yah kalau ada hubungan antara meditasi objek mayat dengan kehilangan kemlekatan terhadap nafsu sex??? bisa jelaskan lebih mendetail hubungannya...Terima kasih sebelumnya atas semua masukannya..... Sabbe Sattha Bhavanttu Sukitata...