//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)  (Read 14714 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« on: 20 September 2011, 12:46:20 PM »
Dua Makalah Perihal Meditasi
Yang Disajikan Pada World Buddhist Summit
Di Yangon, Myanmar
9 - 11 Desember 2004

Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan
(Samatha Bhāvanā)


oleh:
Pa Auk Tawya Sayadaw
dan
Dr. Mehn Tin Mon



Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhasa


"Ringkasan"

Tujuan dari Latihan Sāmadhi (Sāmadhi-Sikkhā) adalah untuk memurnikan batin dari rintangan [batin] (nīvarana) dan kotoran [batin] (kilesā) lainnya sehingga  mencapai kemurnian batin (Cittavisuddhi), dan mendigdayakan batin agar dapat melaksanakan vipassanā secara efektif.

Menurut Āloka-Sutta[1] dan Pacalāyamāna-Sutta[2], bahkan kebijaksanaan [batin] yang bersekutu dengan konsentrasi persiapan (parikamma-samādhi) saja sudah mulai memancarkan cahaya. Kami menemukan bahwa cahaya tersebut menjadi semakin terang seiring dengan semakin meningkatnya tingkat konsentrasi. Pada tingkat menjelang konsentrasi (upacāra-samādhi), cahaya itu menjadi sangat terang dan mempunyai kekuatan menmbus hingga pada organ-oragan didalam tubuh dan kemudian hingga realitas terahikiki (paramattha). Tanpa konsentrasi yang benar (samasamādhi), realitas hakiki tidak dapat diamati hanya dengan pengetahuan langsung sehingga vipassanā tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Terutama rūpāvacara-jhāna yang ke-4 adalah senjata terampuh untuk melaksanakan vipassanā secara efektif.

Keempat puluh objek meditasi samatha yang telah dipaparkan oleh Buddha akan menghasilkan konsentrasi yang benar sebagaimana yang dijelaskan dalam naskah pali. Penyadaran (sati) atas keluar masuknya nafas (ānāpānssati)[3] ternyata cocok bagi banyak meditator untuk mengembagkan konsentrasi hingga tingkat jhāna ke-4. Tidak seperti objek meditasi yang lain, ānāpānssati menjadi semakin halus pada setiap tingkat yang lebih tinggi, sampai hampir tidak terasakan lagi. Karena itu, sati yang kuat dan kebijaksanaan yang tajam adalah sangat penting. Juga, keyakinan (saddhā) yang kuat, semangat (vīriya) yang kuat, kegigihan konsentrasi (samadhi) kuat, tuntunan yang benar dan pemahaman (Pañña) yang benar, semua itu diperlukan agar bisa berhasil mengembangkan ānāpānssati.

Penyimpangan apapun dari instruksi Sang Buddha akan menghambat kemajuan. Penafsiran yang benar atas tanda-tanda meditasi (nimitta), penyeimbangan kecakapan batin (indriya) dan faktor-faktor pencerahan (bojjhaṅga), serta pengembahgan kemampuan untuk menguasai setiap tingkatan jhāna, mutlak dibutuhkan.

Dengan didukungoleh rūpāvacara-jhāna ke-4 dari ānāpānssati seorang yogi dapat dengan cepat mengembangkan Empat Meditasi Perlindungan [4] sampai pada tingkat dimana semua manfaat yang bisa diberikan dapat dinikmati. Ia juga siap untuk segera mengembangkan sepulu kasina[5] agar mencapai empat rūpāvacara-jhāna lalu diteruskan untuk mencapai empat arūpāvacara-jhāna.

Meditasi pemilihan empat unsur (catudhātuvavatthāna)[6] merupakan cara yang paling efektif untuk mengembangkan upacāra-samādhi dengan cepat. Sang Yogi lantas dapat mengamati ke-32 bagian tubuh (kotthāsa) [7], baik secara internal maupun secara eksternal (baik dari tubuhhnya sendiri maupun dari tubuh pihak lain). Kemudian dengan merenungkan kejijikan rangka jasmani[8] baik secara internal maupun secara eksternal, ia dapat mengembangkan rūpāvacara-jhāna yang pertama. Kemudian dengan mengambil warna putih dari tengkorak seorang meditator yang duduk didepannya sebagai kasina putih[9], ia juga dapat mengembangkan rūpāvacara-jhāna yang keempat. Jhāna tersebut memancarkan cahaya yang lebih terang daripada jhāna keempat dari ānāpānssati. Jhāna ini merupakan senjata yang lebih ampuh dalam melaksanakan vipassanā.





1 - A.1, 456
2 - A.2, 463
3 - Vs.1, 263
4 - Vs.1, 94; D.Ti.2. 296 ff
5 - Abh. A. 2. 242-243; Vs.1. 115 ff
6 - M.1, 72-73
8 - M. 1 72-73
9 - Abh. A. 2. 242-243
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #1 on: 20 September 2011, 12:47:24 PM »
Makalah Utama


Pendahuluan

Dengan gembira kami ingin menyampaikan kabar baik bahwa banyak meditator, yang telah bermeditasi maupun yang sedang bermeditasi dibeberapa International Pa Auk Forest Buddha Sasana Meditation Cntre, dapat mengembangkan konsetrasi yang benar (samasamādhi) dengan berlatih penyadaran atas keluar masuknya nafas ( ānāpānasati) atau dengan berlatih pemilahan empat unsur (catudhātuvavatthāna). Mereka kemudian dapat berhasil melaksanakan lebih lanjut Emapt Meditasi Perlindungan dan sepuluh Meditasi Kasina.



Perlunya Pengembangan Konsentrasi Batin (samādhi)

Jalan Mulia Beruas Delapan terdiri dari latihan moralitas (Sīla-Sikkhā), latihan konsentrasi (Sāmadhi-Sikkhā) dan latihan kebijaksanaan (Pañña-Sikkhā).

Latihan moralitas memurnikan batin dari kotoran yang kasar dan menggelora (vītikama-kilesā). Latihan konsentrasi memurnikan batin dari kotoran yang timbul dan mengaduk aduk (pariyutthana-kilesā). Latihan kebijaksanaan memurnikan batin dari kotoran yang terpendam (anusaya-kilesā).

Jadi, setelah mengembangkan dan menjaga kemurnian moralitas, pariyuṭṭhāna-kilesā, termasuk rintangan batin (nīvarana), masih terus melanda dan mengaduk aduk batin, membuat batin gelisah dan terganggu.

Didalam Dhammapada, Sang Buddha menasehati para murid beliau agar melatih dan menjinakkan batin sehingga dapat menikmati kedamaian dan kebahagiaan.

"Gesit, sulit dipegang,
menghinggap kemana saja yang disukai;

sungguh baik menjinakkan batin,
batin yang terkendali membawa kebahagiaan.

Halus, sulit dicermati,
menghinggap kemana saja yang disukai;
sang bijak mengawasi batinnya,
batin yang terjaga membawa kebahagiaan. [10]

Dalam Samādhi-sutta[11], Sang Buddha manasihati para bhikkhu agar mengembangkan konsentrasi sehingga dapat melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.

"Samādhiṁ, bhikkhave, bhāvetha. Samāhito, bhikkhave, bhikkhu yathābhutaṁ pajānāti."

"Oh para bhikkhu, kembangkanlah samādhi (konsentrasi). Bhikkhu yang batinnya terpusat dapat melihat menembusi (segala sesuatu) sebagaimana adanya."

Menurut pengalaman kami, meskipun seorang meditator dapat memusatkan batinnya pada objek meditasi terus menerus selama satu jam atau lebih, ia tidak dapat memandang tembus kedalam tubuhnya untuk melihat organ dalam apalagi untuk melihat kenyataan terahakiki (paramattha); kecuali paling kurang ia telah mencapai tingkatan menjelang samādhi (upacāra samādhi).

Ketika seorang meditator betul-betul telah mencapai tingkatan menjelang samādhi atau konsentrasi yang lebih tinggi (Jhāna), ia dapat memandang tembus kedalam tubuhnya untuk melihat organ bagian dalam seperti daging, otot, tulang liver, jantung dan lain lain. Dan kemudian menembus lebih dalam lagi untuk melihat realitas terhakiki. Dengan demikian ia dapat melaksanakan mediatasi vipassanā sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu agar dapat meraih pencapaian dalam latihan konsentrasi, agar dapat melatih dan menjinakkan batin hingga mencapai konsetrasi yang benar, dan menapak lebih lanjut menuju meditasi vipassanā sebagaiman semestinya, kita perlu mengembangkan konsentrasi batin.

Seperti yang disampaikan Sang  Buddha dalam Satipaṭṭhāna-Sutta[12], konsentrasi yang benar (samasamādhi) merupakan konsentrasi yang berhunungan dengan salah satu dari empat rūpāvacara-kusala-jhāna.

Sebagaimana yang dinyatakan dalam Visuddhimagga[13];
'Cittavisuddhi nāma sa-upacārā aṭṭha samāpattiyo.'

"Baik upacārā samādhi maupun konsentrasi yang berhubungan dengan pencapaina salah satu dari delapan pencapaian jhāna, dinamakan kemurnian batin."

Jadi, upacāra samādhi seharusnya termasuk dalam konsentrasi yang benar. Sang meditator menggunakan upacāra-samādhi atau konsentrasi jhāna sebagai landasan meditasi vipassanā kemudian mencermati sifat tidak kekal (anicca), tidak menyenangkan (dukkha), tanpa Aku (anatta) dari fenomena batin-materi (nāma-rūpa). Konsentrasi yang berpadu dengan pengetahuan pandangan terang (vipassanā) seperti inilah yang dinamakan 'Khanikasamādi.'

Sang Buddha memaparkan empat puluh objek meditasi untuk latihan samatha-bhāvanā. salah satu diantara keempat puluh objek ini dapat dipilih untuk mengembangkan konsentrasi benar jika petunjuk Sang Buddha dapat diikuti dengan benar dan dibawah pengawasan seorang guru meditasi yang kompeten.



10 - Dh. 35, 36
11 - S.2. 12; S.3. 363
12 - M. 1. 89
13 - Vs. 2. 222
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #2 on: 20 September 2011, 12:48:13 PM »
Melaksanakan Penyadaran atas Napas (Ānāpānssati)

Ānāpānasati atau penyadaran atas keluar masuknya napas adalah salah satu objek meditasi yang paling efektif untuk mengembangkan konsentrasi secara cepat. Ānāpānasati juga sangar dipuji oleh Sang Buddha [14][15] dan digunakan oleh banyak pusat meditasi sebagai objek meditasi yang khusus (pārihāriya-kammaṭṭhāna) untuk mengembangkan konsentrasi. Jika dilatih dengan benar sesuai dengan petunjuk Sang Buddha dapat mengembangkan batin samapai mencapai rūpāvacara-jhāna keempat (menurut sistem jhāna rangkap empat)

Menurut Ānāpānssati sutta, Ānāpānssati seyogianya dikembangkan dalam empat tahap, yaitu:
1. Menyadari napas panjang,
2. Menyadari napas pendek,
3. Menyadari seluruh napas, dan
4. Menenangkan napas

Didalam latihan, sebagaimana nasihat yang diberikan dalam kitab komentar, seorang meditatot mula-mula diajar untuk menyadari (menegakkan sati terhadap) napas masuk (assāsa) dan napas keluar (passāsa) dengan metode penghitungan [16] (gananānaya) untuk mengembangkan sati dengan cepat.

Sang meditator (yogi) seyogianya menyadari napas masuk dan napas keluar pada sentuhan lembut di ujung hidung atau di lubang hidung atau bibir atas, dimanapun tempatnya selama sentuhan itu dapat dirasakan pada saat duduk tegak, rileks dengan mata tertutup dan bernafas normal.

'Seseorang baru akan betul-betul berhasil dalam konsentrasi Ānāpānssati hanya jika ia berlatih Ānāpānssati dengan menegakkan sati terhadap napas  pada titik sentuhan dimana ia mengetahui dengan jelas napas masuk dan napas keluar.' [17]

Ia harus memusatkan batinnnya pada satu titik (titik sentuhan) dari napas untuk mengembangkan ekaggatā (batin terpusat pada satu titik), sebuah faktor batin yang mencermnkan pencapaian konsentrasi (samādhi). Ia seyogianya tidak membiarkan batinnya berkelana ke objek indra lainnya atau ke sensasi tubuh apapun yang bukan objek Ānāpānssati itu sendiri



Metode Penghitungan

Dalam metode penghitungan napas, saat menarik napas dan menghembuskan napas ia hitung satu; napas masuk dan napas keluar berikut, ia hitung dua, dan setrusnya sampai hitungan kedelapan untuk mengingat Jalan Ariya Beruas Delapan. Ketika batin sudah bisa terpusat dengan tenang pada napas selama kurang lebih satu jam untuk tiap kali duduk, ia boleh berhenti menghitung dan terus menyadari napas yang tenang tersebut. Ketika ia dapat terpusat pada napas selama satu jam atau lebih setiap kali duduk, ia sebaiknya meneruskan ke langkah selanjutnya.



Kesadaran pada Panjangnya Napas dan juga Keseluruhan Napas

Panjangnya napas semestinya ditentukan oleh durasi suatu napas. Apabila napas masuk atau keluar mengambil waktu yang lama, napas tersebut dikatan panjang. Apabila npas masuk atau keluar mngambil waktu yang singkat, napas tersebut dikatakan pendek.

Napas tersebut mungkin panjang atau pendek dalam beberapa waktu atau dalam keseluruahan waktu duduk. Apapun hasilnya, setelah seorang yogi menyadari: panjangnya napas tersebut; ia juga harus menyadari keseluruhan napas tersebut, dari awal hingga akhir, pada titik sentuhan napas pada ujung hidung atau dilubang hidung atau dibibir atas. Ia seyogianya tidak mengikuti napas, ke dalam atau ke luar. Ia sebaiknya bertindak sperti seorang penjaga gerbang.

Seorang penjaga gerbang kota tidak peduli pada orang yang sudah berada didalam atau yang sudah berada diluar kota, karena bukan urusannya. Tetapi ia mencermati setiap orang yang tiba digerbang. Demikian pula seorang meditator tidak memperhatikan napas yang sudah masuk atau sudah keluar dari hidung karena bukan urusannya lagi. Tetapi ia justru harus memperhatikan tiap kali napas masuk atu napas keluar yang tiba pada 'gerbang hidung.

Ia juga seharusnya berperan seperti seorang tukang gergaji kayu. Tukang tersebut memusatkan perhatiannya pada titik persinggungan gigi gergaji dengan kayu, bukan pada gigi gergaji yang mendekat atau menjauh walaupun ia bukannya tidak tahu perihal itu.

Dengan cara yang sama, seorang meditator mengembangkan sati terhadap napas pada titik sentuh dilubang hidung atau dibibr atas. Ia tidak memberi perhatian pada napas yang akan masuk dan napas yang sudah keluar walaupun ia bukan tidak tahu perihal itu.

Ketika ia bisa dengan tenang dan penuh sati memusatkan batinnya pada awal, pertengahan dan akhir dari napas masuk dan napas keluar selama satu jam atau lebih setiap kali duduk, ia sebaiknya melanjutkan ke langkah keempat.



Menenangkan Napas

Ketika untuk menyadari seluruh napas ia mengamati napas masuk dan napas keluar dengan penuh sati, napasnya akan menjadi semakin lembut dan halus. Sementara objek meditasi lain akan menjadi semakin jelas pada setiap tahap yang lebih lanjut, ānāpānasati justru tidak. Kenyataannya, semakin maju, napas akan semakin halus pada setiap tahap yang lebih lanjut, dan bahkan bisa samapai pada suatu titik dimana napas tidak lagi tampak atau kentara

Ketika napas sudah tidak terasa, sang meditator seyogianya tidak bangkit dari tempat duduknya lalu pergi. Ia seyogianya duduk terus sebagaimana sebelumnya dan untuk sementara waktu mengganti napas sesungguhnya dengan tempat persentuhan napas sebagai objek meditasi.

Apabila ia memberikan perhatian dengan cara seperti ini, sati-nya akan meningkat secara perlahan-lahan dan napas akan terasa kembali dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Kemudian ia seyogianya melanjutkan memusatkan perhatian pada napas masuk dan napas keluar, pada titik sentuhan untuk menyadari seluruh napas.




14 - Vs. 1 283; Vs.Ti. 1. 342
15 - S. 3. 279; Vbh. 1. 88
16 - Vs. 1. 271
17 - Vs 1. 278 ff
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #3 on: 20 September 2011, 12:48:55 PM »
Munculnya Tanda Konsentrasi

Saat menegakkan sati pada napas, ketiga jenis nimitta (tanda mediasi) dapat diperoleh. Ketiganya adalah nimitta awal (parikamma-nimitta), nimitta tergapai (uggaha-nimitta) dan nimita padanan (patibhāga-nimitta).

Napas masuk dan napas keluar secara alami diambil sebagai nimitta awal. Gambar kabur keabu-abuan yang muncul pada suatu tingkatan konsentrasi tertentu juga dapat dianggap sebagai nimitta awal.

Wujud putih seperti kapas atau gumpalan sutra yang muncul pada tingkat konsentrasi yang lebih tinggi dinakan nimitta tergapai. Ini adalah penggambaran secara umum. Wujud berupa warna atau bentuk yang lain bisa juga muncul. Nimitta yang berbeda mungkin tampak oleh orang lain sesuai dengan persepsi masing-masing yang berbeda.

Ketika konsentrasi berkembang lebih jauh, nimitta bisa menjadi sangat jelas dan terang seperti bintang pada malam hari. Nimitta ini dinamai nimitta padanan. nimitta ini juga mungkin muncul dalam wujud yang lain dari bintang malam, misalnya sebagai batu delima yang bulat, mutiara, gumpalan sutra yang mungil, untaian pita, gumpalan asap, lingkaran bulan dan lain sebagainya.

Meskipun ānāpāna-kammaṭṭhāna adalah sebuah objek meditasi tunggal dan sebuah tipe meditasi tunggal, dapat memunculkan berbagai macam nimitta  tergantung pada persepsi yang berbeda dari masing-masing orang dan juga karena perubahan persepsi dari orang tersebut dari waktu ke waktu.

Secara umum, nimitta yang seputih sebuah gumpalan kapas murni disebut nimitta tergapai. Tidak sebening seperti gelas. Ketika nimitta ini berubah dari putih menjadi bening dan terang seperti bintang malam atau seperti sebuah potongan kaca yang bening dan terang, nimitta tersebut dinamakan nimitta padanan.

Bila nimitta tersebut muncul dalam wujud sebuah batu delima yang tidak bening, ini adalah nimitta tergapai. Dan bila tampak seperti sebuah batu delima yang terang adalah sebuah nimitta padanan. Para meditator seyogianya memahami nimitta dengan cara yang sama.

Nimitta bisa muncul pada tahap yang lebih awal atau muncul didepan muka. Meditataor seyogianya tidak memberi perhatian pada nimitta-nimitta seperti ini karena tidak stabil. Nimitta seyogianya muncul pada titik sentuhan antara napas dengan lubang hidung. Beberapa nimitta bisa memanjang kedalam atau keluar dari lubang hidung seperti sebuah tongkat. Dalam hal ini, sang meditator seyogianya tidak membiarkan batinnya mengikuti nimitta tersebut masuk atau keluar; ia seyogianya menjaga batinnya agar menyatu dengan nimitta yang berada paling dekat dengan lubang hidung.

Ketika batin yang bermeditasi tersebut terus terpatok dengan tenang pada nimitta selama satu jam, dua jam dan seterusnya pada setiap kali duduk, nimitta tersebut akan secara berangsur-angsur dan pelahan mejadi semakin bening dan terang. Ketika menjadi sangat bening dan terang, itu merupakan nimitta padanan.



Pengembangan Penyerapan (appanā)

Semenjak munculnya nimitta padanan, rintangan batin (nīvarana) pun tersingkir dari batin. Kotoran batin yang lain terbenam. Batin menajdi murni dan sati tetap berkutat ketat pada ānāpānapathibhāga-nimitta.

Ada sesuatu yang perlu diperhatikan disini. Pada saat nimitta tergapai maupun nimitta padanan menjadi stabil serta menyatu dengan napas masuk dan napas keluar, saat sang meditator sedang berusaha menegakkan sati dengan kukuh dan tenang pada nimitta, ia seyogianya tidak menatap pada nimitta  kemudian pada napas. Ia seyogianya sama sekali berhenti menatap pada napas seperti sebelumnya, sebaliknya sepenuhnya mematok batinnya pada ānāpāna-nimitta.

Bila nimitta hilang, ia sebaiknya mengamati napas masuk dan napas keluar sperti sebelumnya. Ketika nimitta muncul lagi dan menjadi stabil, ia sebaiknya kembali berusaha  menyadari hanya pada nimitta saja. Kalau ia berlatih dengan cara seperti ini, nimitta akan stabil dan konsentrasi akan berangsur-angsur meningkat sampai mencapai tingkatan menjelang sāmadhi.

Sebagaimana dalam kehidupan nyata, dimana seorang ratu berusaha menjaga jabang bayi-nya sebagai bakal kaisar dimasa mendatang, dan seperti petani yang dengan tekun menjaga tanaman padi dan gandum demi panen dimasa mendatang, demikian pula seorang meditataor seyogianya menjaga dengan hati-hati ānāpāna-patibhāga-nimitta-nya.

Ia seyogianya merenungkan nimitta padanan tersebut berkali-kali dan terus menerus. Dengan perenungan yang berulang-ulang seperti ini, ia seyogianya berusaha menjaga  upacāra-samādhi sehingga tidak buyar. Ia seyogianya menyeimbangkan kelima kecakapan batin (indriya) melalui sati, menyeimbangkan semangat (viriya) dan konsentrasi (samādhi), serta menyeimbangkan keyakinan (saddhā), dan kebijaksanaan (pañña).

Ia juga seyogianya menyeimbangkan ketujuh faktor pencerahan (bojjhaṅga). Ketika batin yang bermeditasi sedang kendur dari objek miditasi (nimitta padanan), dan semangatnya menurun, ia seyogianya mengembangkan tiga faktor pencerahan yang berhubungan dengan kebijaksanaan penyelidikan (dhammavicaya), semangat (viriya) dan kegiuran (pīti). Dengan cara demikian, ia akan menguatkan kembali batinnya dan mengangkat semangatnya yang mengendur.

Disisi lain, ketika batin yang bermeditasi berada dalam keadaan menggebu-gebu, gelisah dan berkelana karena energi yang berlebihan, ia seyogianya mengembangkan tiga faktor yang berhubungan dengan keheningan (passaddhi), konsentrasi (samādhi) dan keseimbangan batin (upekkhā). Dengan melakukan ini, sang meditator akan mengendalikan batinnya yang mengebu-gebu dan gelisah serta suka mengembara.

Sati mengendalikan dan menjaga objek meditasi agar tidak hilang. Juga mengendalikan dan menjaga batin sehingga senantiasa menyadari objek meditasi dan tidak melenceng dari meditasi. Oleh karena itu sangat diperlukan sepanjang waktu (sabbathīka)[18].

Ketika meditator sudah mampu mengembangkan konsentrasi sehingga ia dapat dengan tenang dan mantap mengawal batinyya pada objek nimitta padanan yang sangat jernih dan terang selama satu jam, dua jam dan seterusnya, maka nimitta tersebut akan menjadi amat sangat jernih dan terang pada tahap penyerapan penuh. Ketika keluar dari penyerapan penuh, ia seyogianya mengalihkan perhatiannya pada landasan hati (hadaya-vatthu) dijantung. Kalau ia berlatih berkali-kali, ia dapat mencermati dengan mudah melalui kebijaksanaannya pintu batin nan jernih (bhavaṅga citta), yang kemunculannya bergantung pada landasan hati. Ia juga dapat mencermati dengan mudah melalui kebijaksanaanya nimitta padanan yang muncul pada pintu batin.

Kemudian ia seyogianya berusaha mengembangkan konsentrasinya sehingga meningkat semakin tinggi serta mengamati pintu batin dan nimitta padanan pada saat yang bersamaan. Ia juga seyogianya merenungkan faktor-faktor jhāna yang mengambil nimitta padanan sebagai objek mereka. Secara perlahan-lahan, ia akan mampu mengamati semua itu melalui kebijaksanaannya tanpa banyak kesulitan



18 - Vs. 1. 125-126; Vs. Ti. 1. 150-4
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #4 on: 20 September 2011, 12:50:02 PM »
Lima Faktor Jhāna

1. Vitakka - pengerahan batin pada nimitta padanan
2. Vicāra - pemantauan objek terus menerus secara batiniah
3. Pīti - Kegiuran terhadap nimitta padanan
4. Sukha - perasaan bahagia dan nikmat terhadap nimitta padanan
5. Ekagatā - batin mantap manunggal dengan nimitta padanan

Ketika semua faktor jhāna telah dikembangkan secara penuh, maka dapat dianggap rupāvacara-kusala-jhāna yang pertama telah muncul pada meditator. Kemudian, ia seyogianya sering masuk kedalam jhāna tanpa terlalu banyak meninjaunya. Ia juga seyogianya berlatih untuk mengembangkan ketangkasan dalam lima cara sehubungan dengan jhāna pertama.



Ketangkasan Dalam Lima Aspek

1. Avajjana vasī - mampu mencermati faktor-faktor jhāna dengan kebijaksanaan yang bersekutu dengan manodvārāvajjana-citta.
2. Samāpajjana vasī - mampu memasuki jhāna kapan saja sekehendak hati.
3. Adhiṭṭhāna vasī - mampu bertahan dalam penyerapan jhāna hingga waktu yang telah ditentukan.
4. Vuṭṭhāna vasī - mampu keluar dari jhāna pada akhir waktu yang telah ditentukan.
5. Paccavekkhana vasī - mampu untuk meninjau faktor-faktor jhāna dengan kebijaksanaan yang bersekutu dengan javana-citta.

Setelah seorang meditator memperoleh ketangkasan dalam lima cara sehubungan dengan jhāna pertama,
ia dapat mengembangkan jhāna kedua dengan menanggalkan vitakka dan vicāra. Kemudian setelah memperoleh ketangkasan dalam lima cara sehubungan dengan jhāna kedua,
ia dapat mengembangkan lebih lanjut jhāna ketiga dengan minggalkan pīti. Demikian pula setelah memperoleh ketangkasan dalam cara sehubungan dengan jhāna ketiga,
ia dapat mengembangkan lebih lanjut jhāna keempat dengan menanggalkan sukkha.
Ia juga dapat memastikan pencapaian jhāna keempat dengan mencermati faktor-faktor jhāna (upekkhā dan ekaggatā) dan karakteristik isitmewa lainnya dari jhāna keempat tersebut



Empat Meditasi Perlindungan (Caturārakha -Kammaṭṭhāna)[19]

Objeck empat meditasi perlindungan adalah:
1. Mettā-Bhāvanā - pengembangan cinta kasih
2. Buddhānussati - pengembangan terhadap kualitas Buddha
3. Asubha-bhāvana - perenungan asubha (hal-hal yang menjijikkan)
4. Maranānussati - perenungan tentang kematian

Keempat objek menditasi ini digunakan sebagai "sabbatthaka-kammaṭṭhāna", yaitu objek meditasi yang secar umum disukai untuk segala keperluan. Objek-objek tersebut dikembangkan untuk melindungi diri sendiri dari bahaya yang berasal dari dalam (kilesā) dan dari luar.



Pengembangan Cinta Kasih (Mettā-bhāvanā)[20]

Menjadikan diri sendiri sebagai contoh kemudian mengembangkan simpati dan rasa peduli terhadapa orang lain, seseorang seyogianya pertama tama merembesi dirinya sendiri dengan cinta kasih selama beberapa waktu sebagaimana berikut ini:
1. Aham avero homi (semoga saya bebas dari kebencian),
2. Avyāpajjo homi (semoga saya bebas dari penderitaan batin)
3. Anigo homi (semoga saya bebas dari penderitaan jasmani),
4. Sukhī attānam pariharāmi (semoga saya sehat dan bahagia).

Selanjutnya, meditator seyogianya mengembangkan cinta kasih kepada guru atau pembimbingnya atau seseorang yang dia hormati dan dihargai serta mempunyai jenis kelamin yang sama dengannya. Ia seyogianya mengingat kemurahan hati orang tersebut, kata-katanya yang penuh kasih sayang dan sebagainya untuk membangkitkan cinta kasih. Dan juga moralitas orang tersebut, pengetahuannya dan sebagainya untuk memunculkan rasa hormat. Kemudian, ia seyogianya mengembangkan cinta kasih kepada orang tersebut dengan cara berikut:

Ayam sappuriso
(1) Avero hotu / bebas dari kebencian,
(2) Avyāpajjo hotu / bebas dari penderitaan batin,
(3) Anīgho hotu / bebas dari penderitaan jasmani,
(4) Sukhī attānam pariharātu / sehat dan bahagia

Jika meditator telah mencapai jhāna keempat dengan latihan ānāpānssati, pertama-tama ia seyogianya mengembangkan kembali jhāna tersebut dengan merenungkan nimitta padanan ānāpānssati-nya. Ketika cahayanya menjadi sangat terang menakjubkan, ia keluar dari jhāna keempat dan memusatkan batinnya pada orang yang ia cintai dan hormati. Orang tersebut akan muncul sangat jelas dalam cahaya terang itu. Ia harus membayangkan orang itu berada enam kaki (kurang lebih 2 meter) didepannya. Kemudian sambil memusatkan perhatian pada orang tersebut, ia mengembangkan cinta kasih dengan empat cara yang telah disebutkan sebelumnya.

Pengembangan cinta kasih ini akan meningkat secara mulus dan cepat berkat landasan yang kuat dari jhāna keempat ānāpānssati. Setelah mengembangkan cinta kasih dengan empat cara, sang meditator memilih salah satu cara, misalnya, 'semoga orang baik ini bebas dari penderitaan batin'. Ia seyogianya membayangkan orang itu dalam wujud yang paling bahagia dan merenungkan berkali-kali: 'semoga orang baik ini bebas dari penderitaan batin'.

Kita pikirannya telah tenang, hening dan terkonsentrasi pada wujud orang yang dihormati tersebut selama satu jam atau lebih, ia seyogianya memeriksa faktor-faktor jhāna dalam pintu batinnya. Jika kelima faktor jhāna muncul jelas dalam mata kebijaksanaanya maka dapat disimpulkan bahwa jhāna pertama mettā-bhāvanā telah tercapai. Ia seyogianya berlatih untuk meraih ketangkasan dalam lima cara sehubungan dengan jhāna ini dan mengembangkan jhāna mettā yang kedua dan ketiga sperti yang dijelaskan pada ānāpānssati.

Menururt petunjuk yang diberikan dalam Visuddhi-Magga[21] dan Mahātika[22], cinta kasih seyogianya dikembangkan sampai jhāna ketiga pada masing masing orang. Karena ada empat cara untuk mengembangkan cinta kasih, jhāna ketiga seyogianya dicapai dengan mengunakan masing-masing cara itu.

Ketika meditator telah berhasil dengan cara yang diuraikan diatas, ia seyogianya mengembangkan cinta ksaih dengan cara yang sama kepada orang lain yang dihormati dan dicintai. Hendaknya ia mengembangkan cinta kasih ini dengan baik kepada sekurang-kurangnya sepuluh orang seperti itu.

Kemudian, ia seyogianya mengembangkan cinta kasih dengan cara yang sama kepada orang yang disayangi termasuk orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan, sanak famili dan kawan-kawan, satu persatu. Orang-orang ini hendaknya memiliki jenis kelamin yang sama dengan sang yogi, dan jhāna ketiga hendaknya dicapai melalui masing-masing dari keempat cara pengembangan cinta kasih.

Selanjutnya sang yogi seyogianya  mengembangkan cinta kasih dengan cara yang sama kepada, paling sedikit sepuluh orang netral dan kemudian kepada musuh-musuhnya, satu per satu. Sebelum seseorang mengembangkan mettā kepada seorang musuh, ia seyogianya mengembangkan kepada orang yang dihormati, kepada orang yang disayangi, kemudian kepada orang yang netral. Ketika batin telah lembut, lunak dan berkembang baik, cahaya meditasi akan menjadi sangat terang dan kuat, lantas ia membayangkan musuh berada dalam cahaya meditas tersebut dan mengembangkan cinta kasih kepadanya.

Jika kebencian terhadap musuh menyebabkan seseorang tidak dapat mencapai jhāna, kebencian tersebut seyogianya dihalau dengan sepuluh cara perenungan sebagaimana dijelaskan dalam Visuddhi-Magga[23]. seseorang hendaknya menumbuhkan mettā dengan cara ini kepada semua musuhnya, satu per satu.

Ketika seorang dapt mengembangkan mettā secara merata kepada keempat kategori orang ini:
1. Attā (diri sendiri)
2. Pīya (orang dekat, termasuk orang yang disayangi dan dihormati)
3. Majjhata (orang netral, yang tidak disayangi ataupun tidak dibenci)
4. Verī (musuh atau orang yang dibenci)
dan ketika seseorang dapat mengenyahakan garis pemisah yang membeda-bedakan mereka maka orang tersebut dikatakan telah dapat meruntuhkan batasan antar-orang atau mencapai 'sīmasambheda'.

Nimitta dan upacāra-samādhi diperoleh yogi ini bersamaan dengan runtuhnya batasan-batasan tersbut. Namun ketika batasan tersebut telah runtuh, sang yogi dapat mencapai jhāna dengan cara seperti yang telah dijalaskan sebelumnya tanpa masalah dengan menumbuh-kembangkan nimitta yang sama berulang kali.

Menurut Visuddhi-Magga, keberhasilan pencapaian sīmasambheda hanya bisa diperoleh seseorang yang batinnya telah mencapai jhāna dalam pengembangan mettā terhadap keempat kategori orang. Sekali lagi pengembangan 528 ragam mettā dapat berhasil sepenuhnya hanya pada mereka yang telah mencapai jhāna dan telah mencapai sīmsambheda.
Sekarang sang yogi dapat mengembangkan 528 ragam mettā sebagaimana yang digambarkan dalam Patisambhidā-Magga[24] dan berdiam dalam keadaan nan luhur memancarkan mettā ke setiap penjuru.




21 - Vs. 1. 289
22 - Vs. Ti. 1. 364
23 - Vs. 1. 289 - 300
24 - Ps. 314
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #5 on: 20 September 2011, 12:50:33 PM »
Perenungan terhadap Buddha (Buddhānussati)[25]

Bagi meditator yang telah mencapai jhāna keempat melalui latihan ānāpānssati, ia seyogianya pertama-tama memasuki jhāna keempat ini yang disertai dengan cahaya yang sangat terang dan kuat menmbus. Dengan bantuan cahaya ini, ia mengingat atau membayangkan sebuah pratima Buddha yang ia sukai dan hormati. Ketika ia dapat melihat pratima tersebut dengan jelas didalam cahaya itu, hendaknya ia menghormat dan menanggap pratima itu seperti Buddha yang sesungguhnya.

Kemuidan ia seyogianya mengalihkan perhatiannya dari pratima Buddha ke sifat-sifat Buddha dan merenungkannya berkali-kali. Ia seyogianya merenungkan kesembilan sifat Buddha satu persatu. Kemudian memilih satu sifat yang paling disukai dan merenungkannya berkali-kali, misalnya, 'araham, araham'. Ketika konsentrasinya meningkat, pratima Buddha akan menghilang, sedangkan batinnya akan tetap terfokus pada sifat istimewa tersebut. Bila hal ini terjadi, ia seyogianya tidak berusaha mengingat atau mencari pratima Buddha tersebut; hendaknya ia hanya memusatkan batinnya pada sifat tersebut.

Dengan landasan yang kuat dari konstrasi jhāna keempat, ia akan segera mencapai upacāra-samādhi dalam buddhanussati. Ketika batinnya dapat tetap dengan tenang terpusat pada sifat Buddha selama satu jam atau lebih tanpa gangguan, ia seyogianya menilik fakotr-faktor jhāna. Ia akan menyadari bahwa ia sudah mencapai tingkatan menjelang jhāna karena ia dapat melihat faktor-faktor jhāna telah berkembang dengan tenang dan baik.

Seorang meditator yang telah mencapai tingkatan menjelang jhāna dalam Buddhānusati, memiliki keyakinan dan rasa hormat yang dalam kepada Buddha, kesadaran yang baik, kebijaksanaan, kegiuran dan kebahagiaan. Ia merasa seakan-akan hidup dalam kehadiran Buddha sehingga ia dapat menghindari perbuatan yang tidak bermoral. Tubuhnya diresapi dan diliputi sifat-sifat Buddha, menjadi tempat yang patut mendapat penghormatan seperti sebuah wadah relik. Oleh karena itu ia terlindung dari segala mara bahaya.



Perenungan Asubha (Asubha-Bhāvana)[26]

Perenungan terhadap hal-hal yang menjijikan (ashuba) juga merupakan sebuah objek meditasi yang sangat bermanfaat. Amat dipuji oleh Buddha sebagai objek meditasi yang paling efektif untuk mengatasi nafsu (rāga). Raksasa rāga benar-benar paling takut terhadap asubha karena menjadi takluk oleh persepsi terhadap hal-hal yang menjijikan (asubha-sañña).

Bagi meditator yang telah mencapai jhāna keempat melalui ānāpānssati, ia akan mampu dengan mudah dan cepat mencapai jhāna pertama dengan asubha-bhāvana. Pertama-tama, ia mengembangkan jhāna keempat yang pernah dicapai. Ketika kebijaksanaan meditasi muncul bersamaan dengan cahaya samadhi jhāna keempat yang sangat terang dan memancar kesegala penjuru menerangi lingkungan sekitar, sang meditator mengingat wujud mayat - yang berjenis kelamin sama dengan dirinya - yang paling menjijikan yang pernah ia lihat sebelumnya. Ia berusaha untuk mengamati mayat tersebut dibawah cahaya yang terang tadi.

Ketika dengan cahaya yang terang dan menembus ini, ia dapat melihat secara jelas mayat tersebut, dengan tenang ia memusatkan batinnya pada mayat tersebut dalam posisi tubuh paling menjijikkan, mencoba untuk mencermati tanda-tanda (nimitta) yang menjijikkan seperti yang ditunjukkan dalam Visuddhi-Magga[27].

Ia merenungkan nimitta tersebut berkali-kali: 'paṭikūla, paṭikūla' atau jijik, jijik'. Ketika batinnya dapat tetap fokus dengan tenang pada nimitta tersebut selama satu jam, dua jam dan seterusnya, nimitta dari mayat tersebut akan berubah dari nimitta tergapai (uggaha nimitta) menjadi nimitta padanan (patibhāga nimitta). Wujud mayat yang meditator lihat dengan jelas, yang seolah-olah dilihat dengan mata terbuka, adalah nimitta tergapai. Nimitta ini terlihat sebagai penampakan yang jelek, buruk rupa dan menakutkan.

Ketika nimitta padanan muncul, bhāvanā-manasikāra telah berkembang dengan baik dan bagus, nimitta mayat menjadi tenang dan satbil. Dengan demikian kemunculan nimitta padanan bagaikan seorang , dengan tukai yang gemuk, membaringkan diri seletelah menikmati makannnya[28].

Sambil mengamati nimitta padanan itu, sang yogi merenungkan berulang kali: 'paṭikūla, paṭikūla' atau 'jijik, jijik' sampai batinnya dapat tetap terjaga pada nimitta tersebut selama satu jam, dua jam atau lebih. Kemudian ia mencermati faktor-faktor jhāna sampai tampak jelas. Saat ini yogi dianggap telah mencapai jhāna pertama. Ia sebaiknya berlatih dengan baik lima ketangkasan sehubungan dengan jhāna ini.

Seorang meditator yang telah mencapai jhāna dengan salah satu diantara sepuluh macam mayat, telah memperoelh persepsi tentang sesutu yang menjijikan (asubha-sañña) dan dapat menekan keserakahan (lobha). Dengan demikian ia bebas dari nafsu, hasrat, serta tindakan yang sembrono dan berperilaku seperti seorang Arahat.



25 - Vs. 1. 191ff
26 - Vs. 1. 173 - 190
27 - Vs. 1. 178ff
28 - Vs. 183-184, Vs. Ti 1. 210
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #6 on: 20 September 2011, 12:53:02 PM »
Perenungan terhadap Kematian (Maranānusati)

Menurut petunjuk yang diberikan dalam Visuddhi-Magga[29] dan Mahāsatipaṭṭhana-Sutta[30], seorang meditator yang telah mencapai jhāna pertama melalui perenungan terhadap kejijikan sebuah mayat (asubha-bhāvanā) dapat dengan mudah mengganti objek meditasinya menjadi perenungan terhadap kematian.

Mula-mula sang meditator memunculkan kembali nimitta tergapai atau nimitta padanan dari sebuah mayat yang telah diperoleh sebelumnya. Ia kemudian merenungkan kejijikan tersebut untuk mencapai jhāna pertama dalam asubha-bhāvanā. Kemudian ia keluar dari jhāna ini dan merenungkan sifat alami dari kematian, "Tubuh saya ini secara alamiah akan hancur terurai; saya pasti akan mati; saya tidak dapat menghindari kematian."

Ia seyogianya secara terus menerus memusatkan perhatiannya pada sifat alami kematian dirinya, membangun kesadaran atas kematian dan mengembangkan rasa tergugah (samvega) dan pengetahuan tentang kematian secara bersamaan. Dalam waktu singkat, dengan mata batinnya, ia kan mengamati mayatnya sendiri yang menjijikan mengganti objek mayat yang tampak sebelumnya. Kemudian, dengan penuh kebijaksanaan, ia mencermati sifat alami dari terputusnya daya hidup (jivitindriya) pada mayatnya.

Dengan memusatkan batinnya pada objek terputusnya daya hidup atau dengan kata lain berhentinya kesadaran bhavanga yang bersekutu dengan daya hidup (jivita), ia terus menerus merenungkan salah satu cara dibawah ini yang dianggap paling disukai:
1. Maranam me dhuvam, jivitam me adhuvam
(Kematianku adalah suatu kpasitan, 'kehidupan'-ku adalah suatu ketidak-pastian.

2. Maranam me bhavissati
(kematianku pasti akan terjadi)

3. Maranapariyosānam me jivitam
(hidup saya akan berakhir dengan kematian)

4. Maranam maranam
(kematian, kematian)

Seyogianya dengan tekun berusaha memusatkan batinnya pada objek terputusnya daya hidup pada mayatnya selama satu jam, dua jam atau lebih. Kalau berhasil ia akan menemukan bahwa faktor-faktor jhāna menjadi tampak jelas. Karena objek mediatasi ini adalah sifat kematian dan menakutkan membangkitkan rasa tergugah, maka hanyatingkatan menjelang jhāna (upacāra- jhāna) yang dapat dicapai.

Keuntungan dari latihan maranānusati ini, para yogi akan memiliki persepsi muak dan kecewa terhadap segala bentuk dumadi (eksistensi); memutuskan kemelekatan terhadap kehidupan dan harta benda; menghindari perbuatan buruk dan pemupukan kekayaan yang berlebihan; memperoleh perspsi penderitaan (dukkha-sañña), sebagai akhibat dari itu persepsi penderitaan (dukkha-sañña) dan perspsi ketiadaan inti (anatta-sañña). Akhirnya, tumbuhlah rasa tergugah (samvega) untuk secepatnya berlatih meditasi.




Pengembangan Konsentrasi melalui Kasina

Seorang meditator yang telah mencapai sammāsamādhi melalu ānāpānssati dapat dengan mudah dan cepat berlatih meditasi kasina untuk mencapai keempat rūpāvacara-jhāna dengan mengikuti petunjuk yang diuraikan dalam visuddhi-magga[31]. Ia tidak perlu mempersiapkan alat bantu khusus untuk sepuluh kasina ini. Ia cukup memperhatikan objek-objek yang telah tersedia untuk mengembangkan sepuluh kasina.

Untuk mengembangkan kasina tanah (pathavī), ia menggambar sebuah lingkaran berdiameter 30-60cm dengan sebuah tangkai diatas sebidang tanah yang bersih. Ia berdiri dengan jarak yang sesuai dari lingkaran tersebut sehingga ia dapat melihat seluruh lingkaran tersebut dengan mata yang terbuka secar normal. Ia mengembangkan konsentrasi (rupavacara-jhāna keempat) yang telah diperoleh dengan cara merenungkan nimitta padanan anapanasatti sampai terpancar cahaya sangat terang. Ia keluar dari jhāna tersebut dan memusatkan perhatiannya pada tanah didalam lingkaran sambil merenungkan berkali-kali: 'pathavī, pathavī' atau 'tanah, tanah'.

Sang yogi dengan bantuan rupavacara-jhāna keempat mempunyai ingatan yang bagus. Ia akan mendapatkan nimitta tergapai dari kasina tanah dalam sepuluh menit. Ia kemudian dapat pergi keruang meditasi dan merenungkan nimitta tergapai tersebut sebagai 'pathavī, pathavī' atau 'tanah, tanah' sampai muncul sebuh nimitta padanan yang jernih, halus dan terang muncul. ketika nimitta padanan menjadi stabil, ia mengembangkan atau memperbesar secara perlahan-lahan melalui kekuatan tekadnya dengan cara demikian: "Semoga nimitta padana tersebut membesar satu jari, dua jari, … dan seterusnya" sampai mengembang tidak berhingga pada semua arah. Ia sekarang memusatkan batinnya pada nimitta padanan yang telah diperbesar dan merenungkan 'pathavī, pathavī' atau 'tanah, tanah' sampai munculnya jhāna. Ia berlatih untuk meraih ketangkasan dalam lima cara sehubungan dengan rūpāvacara-jhāna yang pertama ini. Ia kemudian dapat mengembangkan lebih lanjut empat macam rūpāvacara-jhāna dengan cara yang sama sebagaimana dijelaskan dalam ānāpānssati.

Prosedur yang sama dapt digunakan untuk mengembangkan sembilan kasina lainnya. Setelah mengembangkan empat macam rūpāvacara-jhāna pada seluruh kasina, sang yogi dapat mengembangkan lebih lanjut empat arūpāvacara-jhāna pada sembilan kasina dengan pengecualian akasa kasina seperti yang dijelaskan dalam Visuddhi-magga[33]

Ia juga dapat berlatih empat belas cara khusus untuk mengembangkan kesaktian duniawi (lokiya-abhinna)[34].




29 - Vs. 1. 222- 223
30 - M. 1. 73
31 - Vs. 1. 115ff
32 - Vs. 2. 222
33 - Vs. 1. 320-334
34 - Vs. 2. 2-4
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #7 on: 20 September 2011, 12:54:47 PM »
Kesimpulan

Adalah sangat mungkin untuk mengembangkan objek meditasi sebagaimana yang dirumuskan Sang Buddha untuk meditasi ketenangan (Samatha-Bhāvanā) sehingga mendapatkan hasil maksimal seperti yang dijelaskan dalam kitab Buddhis, dengan mengikuti petunjuk yang disampaikan Sang Buddha secara cermat dan seksama.

Ānāpānssati merupakan objek meditasi yang baik untuk mengembangkan konsentrasi secara efektif sampai pada tataran rūpāvacara-jhāna keempat dalam waktu relatif singkat. Setelah mencapai konsentrasi yang benar melalui objek meditasi, seseorang dapat dengan mudah meneruskan mengembangkan objek meditasi yang lain dengan syarat ia tidak menyimpang dari instruksi Sang Buddha.

Kami juga menemukan bahwa catudhāhatu-vavatthāna merupakan objek meditasi yang paling efektif untuk mencapai tingkatan menjelang konsentrasi (upacāra-samādhi) dalam waktu singkat. Ketika seseorang benar-benar mencapai upacāra-samādhi, tercapailah kemurnian batin (cittavisuddhi). Menurut Āloka-Sutta dan Pacalāyamāna-Sutta, batin yang berada dalam kondisi upacāra-samādhi memancarkan cahaya yang sangat terang dan menembus. Dengan bantuan cahaya inilah, seseorang dapat mengamati tigapuluh dua bagian tubuh (koṭṭhāsa) dalam diri sendiri dan juga dalam diri orang lain. Oleh karena itu seseorang dapat dengan mudah menggunakan kāyagatāsati untuk mengembangkan rūpāvacara-jhāna pertama. Kemudian dengan memusatkan batin pada warna putih dari tengkorak seorang meditator yang duduk didepan, ia dapat melakukan meditasi kasina putih (odāta) untuk mengembangkan empat rūpāvacara-jhāna.

Jhāna keempat dari kasina putih ternyata menghasilkan cahaya meditasi yang lebih terang daripada yang didapatkan melalui jhāna keempat ānāpānssati. Oleh karena itu dapat dipakai sebagai landasan yang unik untuk melakukan meditasi pandangan terang (vipassanā)







semua referensi merujuk pada Konsili Buddhist keenam, Edisi Myanmar.
A      - Aṅguttara-Nikāya
Abh. A.    - Ulasan Abhidhamma
D.      - Digha-Nikāya
D. Ti.      - Sub Ulasan Digha-Nikāya
Dh.      - Dhammapada
M.      - Majjhima-Nikāya
S.      - Samyutta-Nikāya
Ps.      - Patisambhidā-Magga
Vbh.      - Vibhaṅga
Vs.      - Visuddhi-Magga
Vs. Ti.   - Sub-Ulasan Visuddhi-Magga
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline DragonHung

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 963
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #8 on: 20 September 2011, 03:28:55 PM »
Akhirnya bisa tahu juga metode dan cara2 yg digunakan Pa Auk Tawya Sayadaw, sudah lama saya penasaran dengan urutan teknik yang diajarkan oleh beliau.

Thanks atas sharingnya mas Tidar.
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #9 on: 20 September 2011, 05:24:42 PM »
Sama2 om DH semoga bermanfaat untuk semua


yang diajarkan oleh sayadaw dilakukan secara sistematis dan berjenjang (tahap demi tahap), sperti yang di gambarkan NPNG ditopik sebelah
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=15509.msg372022#msg372022

Spoiler: ShowHide
« Last Edit: 20 September 2011, 05:40:02 PM by Mas Tidar »
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #10 on: 01 October 2011, 01:51:28 PM »
Melaksanakan Penyadaran atas Napas (Ānāpānssati)

Ānāpānasati atau penyadaran atas keluar masuknya napas adalah salah satu objek meditasi yang paling efektif untuk mengembangkan konsentrasi secara cepat. Ānāpānasati juga sangar dipuji oleh Sang Buddha [14][15] dan digunakan oleh banyak pusat meditasi sebagai objek meditasi yang khusus (pārihāriya-kammaṭṭhāna) untuk mengembangkan konsentrasi. Jika dilatih dengan benar sesuai dengan petunjuk Sang Buddha dapat mengembangkan batin samapai mencapai rūpāvacara-jhāna keempat (menurut sistem jhāna rangkap empat)

Menurut Ānāpānssati sutta, Ānāpānssati seyogianya dikembangkan dalam empat tahap, yaitu:
1. Menyadari napas panjang,
2. Menyadari napas pendek,
3. Menyadari seluruh napas, dan
4. Menenangkan napas

di dalam anapanasati sutta dikatakan bahwa :

Quote
(KEWASPADAAN AKAN NAFAS)

15. "Para bhikkhu, bila kewaspadaan akan nafas dikembangkan dan diolah, hal itu akan memberikan buah yang besar dan manfaat yang besar.

Bila kewaspadaan akan nafas dikembangkan dan diolah, hal itu menggenapi empat landasan kewaspadaan.

Bila empat landasan kewaspadaan dikembangkan dan diolah, hal-hal itu menggenapi tujuh faktor pencerahan.

Jika tujuh faktor pencerahan dikembangkan dan diolah, hal-hal itu menggenapi pengetahuan sejati dan pembebasan.

dan bukan hanya ada 4 langkah tapi ada 16 langkah

Quote
16. "Dan bagaimana, para bhikkhu, kewaspadaan akan nafas dikembangkan dan diolah, agar memberikan buah yang besar serta manfaat yang besar?

17. "Di sini, seorang bhikkhu -yang pergi ke hutan atau ke akar pohon atau ke gubug kosong- duduk;

setelah melipat kakinya bersila, menegakkan tubuhnya, dan memantapkan kewaspadaan di hadapannya, dengan selalu waspada dia menarik nafas masuk, dengan waspada dia menghembuskan nafas keluar.

18. "Ketika menarik nafas panjang, dia memahami:

'Aku menarik nafas panjang';

atau menghembuskan nafas panjang, dia memahami:

'Aku menghembuskan nafas panjang.'

Ketika menarik nafas pendek, dia memahami:

'Aku menarik nafas pendek;

atau menghembuskan nafas pendek, dia memahami:

'Aku menghembuskan nafas pendek.'

Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengalami seluruh tubuh [nafas]';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil mengalami seluruh tubuh [nafas].

'Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil menenangkan bentukan-bentukan tubuh';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil menenangkan bentukan-bentukan tubuh.'

19. “Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengalami kegiuran';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil mengalami kegiuran."

Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengalami kesenangan';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil mengalami kesenangan.'

Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengalami bentukan mental;

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil mengalami bentukan mental.'

"Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil menenangkan bentukan mental';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil menenangkan bentukan mental."

20. "Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengalami pikiran';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil mengalami pikiran.'

Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarilk nafas sambil menggembirakan pikiran';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil menggembirakan pikiran.'

Dia berlatih demilkian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengkonsentrasikan pikiran';

Dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil mengkonsentrasilkan pikiran.'

Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil membebaskan pikiran';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil membebaskan pikiran.

21. "Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil merenungkan ketidak-kekalan';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil merenungkan ketidak-kekalan.'

Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarilk nafas sambil merenungkan pemudaran';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil merenungkan pemudaran.'

Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil merenungkan penghentian';

dia berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil merenungkan penghentian.'

Dia berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil merenungkan pelepasan';

dia berlatilh demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil merenungkan pelepasan.

22. "Para bhikkhu, demikianlah caranya kewaspadaan akan nafas dikembangkan dan diolah, sehingga hal itu memberikan buah yang besar serta manfaat yang besar."

lanjutannya

Spoiler: ShowHide
(PENGGENAPAN EMPAT LANDASAN KEWASPADAAN)

23. "Dan bagaimana, para bhikkhu, kewaspadaan akan nafas, yang dikembangkan dan diolah, menggenapi empat landasan kewaspadaan?

24. "Para bhikkhu, kapan pun seorang bhikkhu, ketika menarik nafas panjang, memahami:

'Aku menarik nafas panjang';

atau ketika menghembuskan nafas panjang, memahami:

'Aku menghembuskan nafas panjang';

ketika menarik nafas pendek, memahami:

'Aku menarik nafas pendek';

atau ketika menghembuskan nafas pendek, memahami:

'Aku menghembuskan nafas pendek';

berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengalami seluruh tubuh [nafas]';

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil mengalami seluruh tubuh [nafas]';

berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil menenangkan bentukan-bentukan tubuh';

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil menenangkan bentukan-bentukan tubuh.'

maka pada saat itu, seorang bhikkhu berdiam sambil merenungkan tubuh sebagai tubuh, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.

Kukatakan bahwa hal ini merupakan suatu tubuh tertentu di antara tubuh-tubuh, yaitu, nafas-masuk dan nafas-keluar.

Itulah sebabnya pada saat itu, seorang bhikkhu berdiam sambil merenungkan tubuh sebagai tubuh, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.

25. "Para bhikkhu, kapan pun seorang bhikkhu berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengalami kegiuran';

berlatih demikian :

‘Aku akan menghembuskan nafas sambil mengalami kegiuran’;

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil mengalami kesenangan';

berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengalami bentukan mental';

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil mengalami bentukan mental';

berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil menenangkan bentukan mental';

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil menenangkan bentukan mental.'-

maka pada saat itu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.

Kukatakan bahwa hal ini merupakan suatu perasaan tertentu di antara perasaan-perasaan, yaitu, memperhatikan secara cermat nafas - masuk dan nafas - keluar.

Itulah sebabnya pada saat itu, seorang bhikkhu berdiam sambil merenungkan perasaan sebagai perasaan dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.

26. "Para bhikkhu, kapan pun seorang bhikkhu berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengalami pikiran;

berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil mengkonsentrasikan pikiran';

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil mengkonsentrasikan pikiran';

berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil membebaskan pikiran';

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil membebaskan pikiran'-

maka pada saat itu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.

Aku tidak mengatakan bahwa ada pengembangan kewaspadaan akan nafas bagi orang yang pelupa, yang tidak sepenuhnya sadar.

Itulah sebabnya pada saat itu, seorang bhikkhu berdiam sambil merenungkan pikiran sebagai pikiran, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.

27. "Para bhikkhu, kapan pun seorang bhikkhu berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil merenungkan ketidak-kekalan';

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil merenungkan ketidak-kekalan';

berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil merenungkan pemudaran';

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas merenungkan sambil pemudaran';

berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil merenungkan penghentian';

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil merenungkan penghentian';

berlatih demikian:

'Aku akan menarik nafas sambil merenungkan pelepasan';

berlatih demikian:

'Aku akan menghembuskan nafas sambil merenungkan pelepasan'-

maka pada saat itu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan objek-pikiran sebagai objek-pikiran, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.

Setelah dengan kebijaksanaan melihat ditinggalkannya ketamakan dan kesedihan itu, dia pun mengamati secara cermat dengan ketenang- seimbangan.

Itulah sebabnya pada saat itu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan objek-pikiran sebagai objek-pikiran, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.

28. "Para bhikkhu, demikianlah caranya kewaspadaan akan nafas, yang dikembangkan dan diolah, menggenapi empat landasan kewaspadaan.

(PENGGENAPAN TUJUH FAKTOR PENCERAHAN)

29. "Dan bagaimana, para bhikkhu, empat landasan kewaspadaan, yang dikembangkan dan diolah, menggenapi tujuh faktor pencerahan?

30. "Para bhikkhu, kapan pun seorang bhikkhu berdiam merenungkan tubuh sebagai tubuh, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia, maka pada saat itu, kewaspadaan yang tak-terputus pun terbentuk padanya.

Kapan pun kewaspadaan yang tak-terputus terbentuk pada seorang bhikkhu – pada saat itu faktor pencerahan kewaspadaan terbangkitnya padanya, dan dia mengembangkannya, dan dengan mengembangkannya, faktor itu mencapai penggenapan di dalam dirinya.

31. "Dengan berdiam waspada demikian, dia menyelidiki dan memeriksa keadaan itu dengan kebijaksanaan dan memulai suatu penyelidikan penuh ke dalamnya.

Kapan pun, dengan berdiam secara waspada, seorang bhikkhu menyelidiki dan memeriksa keadaan itu dengan kebijaksanaan dan memulai penyelidikan penuh ke dalamnya – maka pada saat itu, faktor pencerahan penyelidikan-keadaan terbangkitkan padanya, dan dia mengembangkannya, dan dengan mengembangkannya, faktor itu mencapai penggenapan di dalam dirinya.

32. "Pada orang yang menyelidiki dan memeriksa keadaan itu dengan kebijaksanaan dan memulai penyelidikan penuh ke dalamnya, maka energi yang tak-kenal-lelah terbangkitkan.

Pada saat energi yang tak-kenal-lelah itu terbangkitkan pada seorang bhikkhu yang menyelidiki dan memeriksa keadaan itu dengan kebijaksanaan dan memulai penyelidikan penuh ke dalamnya – maka pada saat itu, faktor pencerahan energi pun terbangkitkan padanya, dan dia mengembangkannya, dan dengan mengembangkannya, faktor itu mencapai penggenapan di dalam dirinya.

33. "Pada orang yang telah membangkitkan energi, kegiuran di-atas-duniawi bangkit.

Pada saat kegiuran di-atas-duniawi terbangkitkan pada seorang bhikkhu yang telah membangkitkan energi – maka pada saat itu, faktor pencerahan kegiuran pun terbangkitkan padanya, dan dia mengembangkannya, dan dengan mengembangkannya, faktor itu mencapai penggenapan di dalam dirinya.

34. "Pada orang yang tergiur, tubuh dan pikiran pun menjadi tenang.

Pada saat tubuh dan pikiran menjadi tenang pada seorang bhikkkhu yang tergiur – maka pada saat itu faktor pencerahan ketenangan pun terbangkitkan padanya, dan dia mengembangkannya, dan dengan mengembangkannya, faktor itu mencapai penggenapan di dalam dirinya.

35. "Pada orang yang tubuhnya tenang dan yang merasakan kesenangan, pikiran pun menjadi terkonsentrasi.

Pada saat pikiran menjadi terkonsentrasi pada seorang bhikkhu yang tubuhnya tenang dan yang merasakan kesenangan – maka pada saat itu, faktor pencerahan konsentrasi pun terbangkitkan padanya, dan dia mengembangkannya, dan dengan mengembangkannya, faktor itu mencapai penggenapan di dalam dirinya.

36. "Dia secara cermat mengamati -dengan ketenang-seimbangan- pikiran yang terkonsentrasi demikian.

Kapan pun seorang bhikkhu secara cermat mengamati -dengan ketenang-seimbangan-pikiran yang terkonsentrasi demikian – maka pada saat itu, faktor pencerahan ketenang-seimbangan pun terbangkitkan padanya, dan dia mengembangkannya, dan dengan mengembangkannya, faktor itu mencapai penggenapan di dalam dirinya.

37. "Para bhikkhu, kapan pun seorang bhikkhu berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia ... (mengulang seperti di paragraf 30-36) ... faktor pencerahan ketenang-seimbangan pun terbangkitkan padanya, dan dia mengembangkannya, dan dengan mengembangkannya, faktor itu mencapai penggenapan di dalam dirinya.

38. "Para bhikkhu, kapan pun seorang bhikkhu berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia ... (mengulang seperti di paragraf 30-36) ... faktor pencerahan ketenang-seimbangan pun terbangkitkan padanya, dan dia mengembang kannya, dan dengan mengembangkannya, faktor itu mencapai penggenapan di dalam dirinya.

39. "Para bhikkhu, kapan pun seorang bhikkhu berdiam merenungkan objek pikiran sebagai objek-pikiran, dengan gigih, sepenuhnya sadar, dan waspada, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia ... (mengulang seperti di paragraf 30-36) ... faktor pencerahan ketenang-seimbangan pun terbangkitkan padanya, dan dia mengembangkannya, dan dengan mengembangkannya, faktor itu mencapai penggenapan di dalam dirinya.

40. "Para bhikkhu, demikianlah caranya empat landasan kewaspadaan, yang dikembangkan dan diolah, menggenapi tujuh faktor pencerahan.

(PENGGENAPAN PENGETAHUAN SEJATI DAN PEMBEBASAN)

41. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, tujuh factor pencerahan, yang dikembangkan dan diolah, menggenapi pengetahuan sejati dan pembebasan?

42. “Disini, para bhikkhu, seorang bhikkhu mengembangkan faktor pencerahan kewaspadaan, yang ditopang oleh kesendirian, tanpa-nafsu, dan penghentian, dan masak di dalam pelepasan.

Dia mengembangkan faktor pencerahan penyelidikan-keadaan ...
faktor pencerahan energi ...
faktor pencerahan kegiuran ...
faktor pencerahan ketenangan ...
faktor pencerahan konsentrasi ...
faktor pencerahan ketenang-seimbangan, yang ditopang oleh kesendirian, tanpa-nafsu, dan penghentian, dan masak di dalam pelepasan.

43. "Para bhikkhu, demikianlah caranya tujuh faktor pencerahan, yang dikembangkan dan diolah, menggenapi pengetahuan sejati dan pembebasan.”

Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi.

Para bhikkhu merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Offline DragonHung

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 963
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #11 on: 01 October 2011, 02:15:12 PM »
seperti yang dituliskan diatas, sepertinya yg 4 cara pertama untuk mencapai rupa jhana, sedangkan sisanya yang ke-5 sampai 12 lebih condong kepada vipasanna.
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #12 on: 01 October 2011, 07:53:57 PM »
iya, saya cuma berharap bagi yang membaca thread ini dan belum membaca anapanasati sutta, tidak beranggapan anapanasati hanya sebagai cara untuk mengembangkan konsentrasi saja tapi bisa dikembangkan juga untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar lagi ;D.

Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #13 on: 08 October 2011, 09:02:36 AM »
ijin sedot bro.

 ^:)^

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #14 on: 08 October 2011, 10:52:07 AM »
Anapanasati bisa dipakai untuk samatha dan vipasanna.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Mokau Kaucu

  • Sebelumnya: dtgvajra
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.293
  • Reputasi: 81
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #15 on: 08 October 2011, 08:59:34 PM »
Anapanasati bisa dipakai untuk samatha dan vipasanna.

Bisa.
~Life is suffering, why should we make it more?~

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Terobosan Dalam Meditasi Ketenangan (Samatha Bhavana)
« Reply #16 on: 17 March 2012, 06:54:28 PM »
Anapanasati bisa dipakai untuk samatha dan vipasanna.



menguatkan statement diatas:

Konsentrasi akses adalah termpat peristirahatan untuk para meditator bare-insight yang sebelumnya tidak memiliki jhāna di Samatha, sebagai awal latihan langsung ke meditasi empat elemen. Jika kelelahan terjadi selama Vipassanā, mereka dapat beristirahat dalam konsentrasi akses ini, seperti halnya meditator Samatha beristirahat didalam jhāna. Selanjutnya mereka bergegas dan segar kembali untuk Vipassanā.

Penggunaan jhāna sebagai tempat peristirahatan dijelaskan oleh sebuah komentar dari Dvedhāvitakka Sutta dari Majjhima Nikāya. Sering kali selama pertempuran, para prajurit mungkin akan merasa lelah. Juga, kemungkinan musuh terlalu kuat. Pada saat yang sama pada bisa saja banyak panah beterbangan. Prajurit, merasakan kelelahan, akan mundur ke benteng mereka. Dibalik dinding benteng mereka aman dari panah musuh. Mereka dapat beristirahat dan kelelahan mereka secara perlahan lahan akan hilang. Kemudian, merasa kuat dan bertenaga lagi, mereka dapat meninggalkan benteng dan kemudian kembali ke medan pertempuran. Serupa, jhāna adalah seperti benteng, sebuah tempat untuk meditasi Vipassanā.
Ada banyak hal yang diamati dalam meditasi Vipassanā; jadi meditator memiliki banyak keuntungan dari sebuah tempat peristirahatan.

ref: Mindfulness of breathing & 4 elemens meditation, by: Pa Auk Tawya Sayadaw




sekalian tanya, kira2 "bare-Insight" kalau diterjemahkan kedalam bahasa indonesia apa?  TIA
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha