Buddhist Feminist Leadership Training
Bodhisatwa terkasih
Selamat pagi
Salah seorang sahabat dharma saya memberitahukan link ini ke saya. Setelah saya buka, lihat, dan baca sekilas (tidak mungkin saya baca semua hingga 44 halaman), saya jadi tertarik untuk ikut memberikan pendapat
Seperti yang terjadi di forum diskusi yang lain ketika para anggota membahas tentang aturan para biksu/biksuni (ingat, rohaniawan Buddhis bukan hanya biksu, tapi juga biksuni), perbedaan pendapat yang mengarah ke perseteruan pribadi tidak terhindarkan. Hal ini disebabkan karena kekayaan agama Buddha yang penuh dengan perbedaan
Jika kita ingat kembali, di Mahaparinibbana Sutta Biksu Ananda alpa bertanya kepada Buddha aturan-aturan kecil mana yang boleh dihapus. Hal tersebut juga memicu perdebatan di Sidang Sanggha pertama. Hal ini berlanjut hingga hari ini.
Kutipan winaya yang diambil teman-teman, persis sama sesuai dengan konteks agama Buddha di jaman Buddha. Kehidupan di jaman Buddha dan di jaman sekarang tentu saja sudah jauh berbeda, sehingga kita harus bisa melihat konteks winaya dalam jaman ini. Saya sependapat bahwa musik bisa membuat orang terlena, terhanyut perasaan dan itu bisa membuat latihan spiritual seseorang menjadi terganggu. Tetapi dalam konteks penyebaran dan pengembangan Buddha dharma, musik bisa menjadi semua metoda yang baik. Berkaca kepada para sahabat di agama Kxxxxx yang bisa menggunakan musik dan lagu serta seni sebagai media untuk menyampaikan firman-firman Tuhan, agama Buddha seharusnya bisa belajar banyak dari mereka.
Ketika seorang bikus/biksuni menggunakan alat musik, saya mengajak teman-teman untuk melihat konteksnya. Apakah yang ia sedang lakukan, apakah untuk mencari popularitas, PDKT dengan mahasiswi muda, atau sekedar sebagai sebuah upayakausalya untuk membantu orang untuk lebih mengenal dharma.
Jika teman-teman masih ingat lagu Buddhis anak-anak yang dulu pernah hits, kita pasti tidak akan pernah melupakan jasa Biksu Saddhanyano sebagai pencipta lagunya. Apakah teman-teman juga menganggap karya biksu Saddhayano sebagai sebuah pelanggaran.
Biksu Pannavaro juga pernah membuat sendra tari Alm. Biksu Girirakhito juga menulis lagu..
Coba kita lihat segala sesuatu secara kontekstual dengan melihat keadaan jaman sekarang.
Sebagai tambahan, sekilas saya baca tentang biksu merokok. Saya pernah melihatnya, tetapi tidak terkejut karena saya mengerti itulah yang terjadi ketika Winaya dilihat secara tekstual, tidak kontekstual.
Alasan yang menarik.
Bro limhendra, saya punya satu pertanyaan sederhana saja.
Seandainya ada seseorang yang belum beragama namun menjalankan hidup spiritual; Ia tidak terlena dalam kenikmatan duniawi, meninggalkan nafsu indriah, dan mengembangkan meditasi sampai jhana. Ia hidup sederhana, waspada dan bijaksana. Satu kali ia mendengar tentang adanya Ajaran Buddha dan ingin mengunjungi komunitas Buddhis.
Menurut anda pribadi, apakah orang itu akan tertarik dengan ajaran dari orang yang hidup sederhana, meninggalkan nafsu indriah, ataukah lebih tertarik dengan yang anda sebut sebagai Upaya Kausalya tersebut?