KELOMPOK PENJELASAN (VIBHANGAVAGGA)131 Bhaddekaratta Sutta - Satu Malam Keramat
3. “Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah dan yakinlah,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Saat ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam –
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam keramat. [188]
“mortalitas” kalo gak salah ingat dulu pernah di revisi.
11. “Demikianlah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari “Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.”’”
kenapa “akan” lagi?
Bukannya udah diajar?
132 Ānandabhaddekaratta Sutta - Ānanda dan Satu Malam Keramat
3-10. “Aku melakukannya sebagai berikut, Yang Mulia: [191]
‘Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
(Ulangi keseluruhan sutta sebelunya, §3-10 hingga: )
Yang telah melewati satu malam keramat.’
11. ……
‘Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
(Ulangi keseluruhan sutta sebelunya, §3-10 hingga: )
Yang telah melewati satu malam keramat.”
133 Mahākaccānabhaddekaratta Sutta - Mahā Kaccāna dan Satu Malam Keramat
5. “Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah dan yakinlah,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Saat ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
…..
12. …..
aku memahami maknanya secara terperinci sebagai berikut:
14…….
“Kesadarannya tidak menjadi terikat dengan keinginan dan nafsu di sana dengan berpikir, Telingaku adalah seperti demikian di masa lalu dan suara-suara adalah seperti demikian … Hidungku dan bau-bauan … Lidahku dan rasa kecapan … Badanku dan obyek-obyel sentuhan … Pikiranku adalah seperti demikian di masa lalu dan obyek-obyek pikiran adalah seperti demikian.’ Karena kesadarannya tidak terikat dengan keinginan dan nafsu, maka ia tidak bergembira di dalamnya. Ketika ia tidak bergembira di dalam itu, maka ia tidak menghidupkan kembali masa lalu.
19. “Teman-teman, ketika Sang Bhagavā bangkit dari duduknya dan memasuki kediamanNya setelah memberikan ringkasan singkat tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci, yaitu:
‘Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
Yang telah melewati satu malam keramat.”
aku memahami maknanya secara terperinci seperti demikian.
134 Lomasakangiyabhaddekaratta Sutta - Lomasakangiya dan Satu Malam Keramat
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Yang Mulia Lomasakangiya sedang menetap di negeri Sakya di Kapilavatthu di Taman Nigrodha.
3. “Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah dan yakinlah,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Saat ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
7-14. ‘Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
(Ulangi keseluruhan sutta sebelunya, §3-10 hingga: ) [202]
Yang telah melewati satu malam keramat.’
135 Cūḷakammavibhanga Sutta - Pembabaran Singkat tentang Perbuatan
15. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan keras kepala dan sombong; ia tidak memberi hormat kepada seorang yang selayaknya menerima penghormatan, tidak bangkit berdiri untuk seseorang yang karena kehadirannya seharusnya ia bangkit berdiri, tidak memberikan tempat duduk kepada ia yang layak menerima tempat duduk, tidak memberi jalan untuk seseorang yang seharusnya ia beri jalan, dan tidak memghormati, menghargai, memuja, dan memuliakan seseorang yang seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berkelahiran rendah. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kelahiran rendah, yaitu, sifat keras kepala dan sombong … dan tidak memghormati, menghargai, memuja, dan memuliakan seseorang yang seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan.
Di paragraf 16 juga.
19. “Demikianlah, murid, jalan yang mengarah pada umur yang pendek menyebabkan orang-orang menjadi berumur pendek, jalan yang mengarah pada umur yang panjang menyebabkan orang-orang menjadi berumur panjang; jalan yang mengarah pada penyakit menyebabkan orang-orang menjadi berpenyakit, jalan yang mengarah pada kesehatan menyebabkan orang-orang menjadi sehat; jalan yang mengarah pada rupa yang buruk menyebabkan orang-orang menjadi buruk rupa, jalan yang mengarah pada rupa yang cantik menyebabkan orang-orang menjadi cantik; jalan yang mengarah pada ketiadaan pengaruh menyebabkan orang-orang menjadi tidak berpengaruh, jalan yang mengarah pada kepemilikan pengaruh menyebabkan orang-orang menjadi berpengaruh; jalan yang mengarah pada kemiskinan menyebabkan orang-orang menjadi miskin, jalan yang mengarah pada kekayaan menyebabkan orang-orang menjadi menjadi kaya; jalan yang mengarah pada kelahiran rendah menyebabkan orang-orang menjadi berkelahiran rendah, jalan yang mengarah pada kelahiran tinggi menyebabkan orang-orang menjadi menjadi berkelahiran tinggi; jalan yang mengarah pada kebodohan menyebabkan orang-orang menjadi bodoh, jalan yang mengarah pada kebijaksanaan menyebabkan orang-orang menjadi menjadi bijaksana.
136 Mahākammavibhanga Sutta - Pembabaran Panjang tentang Perbuatan
8. …..
“Di sini seseorang menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari perilaku salah dalam kenikmatan indria, menghindari mengucapkan kebohongan, menghindari mengucapkan kata-kata fitnah, [210] menghindari mengucapkan kata-kata kasar, menghindari gosip; ia tidak tamak, memiliki pikiran tanpa buruk, dan ia menganut pandangan benar. Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga.
“tanpa berniat buruk”
12. “Tetapi di sini, Ānanda, [212] melalui semangat … seorang petapa atau brahmana mencapai konsentrasi pikiran sedemikian sehingga, ketika pikirannya terkonsentrasi, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, ia melihat orang itu di sini yang menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup ... dan menganut pandangan benar, dan ia melihat bahwa ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita, di alam tujuan kelahiran yang tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan di neraka. Ia berkata sebagai berikut: ‘Sesungguhnya, tidak ada perbuatan-perbuatan baik, tidak ada akibat dari perilaku baik; karena aku melihat seseorang di sini yang menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup … dan menganut pandangan benar, dan aku melihat bahwa ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita … bahkan di neraka.’ Ia berkata sebagai berikut: ‘Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, semua orang yang menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup … dan menganut pandangan benar muncul kembali muncul kembali dalam kondisi menderita … bahkan di neraka. Mereka yang mengetahui demikian mengetahui yang benar; mereka yang berpikir sebaliknya adalah keliru.’ Demikianlah ia dengan keras kepala melekat pada apa yang telah ia ketahui, ia lihat, dan ia temukan, dengan memaksakan: ‘Hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah.’
137 Saḷāyatanavibhanga Sutta - Penjelasan tentang Enam Landasan
14. “Di sini, apakah enam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga? Ketika melihat suatu bentuk dengan mata, keseimbangan muncul pada seseorang biasa dungu yang tergila-gila, pada seorang biasa yang tidak terlatih yang belum menaklukkan keterbatasannya atau menaklukkan akibat [perbuatan] dan yang buta akan bahaya. Kesimbangan seperti ini tidak melampaui bentuk; itulah sebabnya mengapa disebut keseimbangan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga.
“Ketika mendengar suatu suara dengan telinga ... Ketika mencium suatu bau dengan hidung ... Ketika mengecap suatu rasa kecapan dengan lidah ... Ketika menyentuh suatu obyek-sentuhan dengan badan ... Ketika mengenali suatu obyek-pikiran dengan pikiran, keseimbangan muncul pada seseorang biasa dungu yang tergila-gila, pada seorang biasa yang tidak terlatih yang belum menaklukkan keterbatasannya atau menaklukkan akibat [perbuatan] dan yang buta akan bahaya. Kesimbangan seperti ini tidak melampaui obyek-pikiran; itulah sebabnya mengapa disebut keseimbangan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga. Ini adalah enam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga.
15. “Di sini, apakah enam jenis kesedihan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian? Ketika, dengan mengetahui ketidak-kekalan, perubahan, peluruhan, dan lenyapnya bentuk-bentuk, seseorang melihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar bahwa bentuk-bentuk baik yang sebelumnya maupun yang sekarang adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, keseimbangan muncul. Keseimbangan ini melampaui bentuk; itulah sebabnya mengapa disebut keseimbangan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian.
“keseimbangan”
26. ……
“Dengan memiliki bentuk materi, ia melihat bentuk-bentuk: ini adalah arah pertama. Tanpa melihat bentuk-bentuk secara internal, ia melihat bentuk-bentuk secara eksternal: ini adalah arah ke dua. Ia bertekad hanya pada yang indah: ini adalah arah ke tiga. Dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk, dengan lenyapnya persepsi kontak indria, dengan tanpa-perhatian pada persepsi keberagaman, manyadari bahwa ‘ruang adalah tanpa batas,’
138 Uddesavibhanga Sutta - Penjelasan suatu Ringkasan
13. “Kemudian, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikrian dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi.
21. “Dan bagaimanakah, Teman-teman, terjadinya ketanpa-gangguan karena ketidak-melekatan? Di sini seorang siswa mulia yang terlatih, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Bentuk materinya itu berubah dan menjadi sebaliknya. Dengan perubahan bentuk materi dan bentuk materi yang menjadi sebaliknya itu, kesadarannya tidak terlena dengan dengan perubahan bentuk materi itu. Kondisi-kondisi pikiran yang terganggu yang muncul dari keterlenaan dengan perubahan bentuk materi tidak muncul bersama-sama dan tidak menetap di sana menguasai pikirannya. Karena pikirannya tidak dikuasai, ia tidak menjadi gelisah, sedih, dan cemas, dan karena ketidak-melekatan ia menjadi tidak terganggu.
“Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … Ia tidak menganggap persepsi sebagai diri … Ia tidak menganggap bentukan-bentukan sebagai diri … Ia tidak menganggap kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Kesadaranya itu berubah dan menjadi sebaliknya. Dengan perubahan kesadaran dan kesadaran yang menjadi sebaliknya itu, kesadarannya tidak terlena dengan dengan perubahan kesadaran itu. Kondisi-kondisi pikiran yang terganggu yang muncul dari keterlenaan dengan perubahan kesadaran tidak muncul bersama-sama dan menetap di sana menguasai pikirannya. Karena pikirannya tidak dikuasai, ia tidak menjadi gelisah, sedih, dan cemas, dan karena ketidak-melekatan ia menjadi tidak terganggu. Itu adalah bagaimana terjadinya ketanpa-gangguan karena ketidak-melekatan.
140 Dhātuvibhanga Sutta - Penjelasan tentang Unsur-Unsur
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengembara di negeri Magadha dan akhirnya sampai di Rājagaha. Di sana Beliau mendatangi pengrajin tembikar Bhaggava dan berkata kepadanya:
6. Kemudian Sang Bhagavā berpikir: “Orang ini telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah di bawahKu. Bagaimana jika aku mengajarkan Dhamma kepadanya.” Maka Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Pukkusāti sebagai berikut: “Bhkkhu, Aku akan mengajarkan Dhamma kepadamu. Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakana.” – “Baik, Sahabat,” Yang Mulia Pukkusāti menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
19. “Maka di sana hanya tersisa kesadaran, yang murni dan cerah. Apakah yang dikenali seseorang pada kesadaran itu? ia mengenali: ‘[Ini adalah] menyenangkan’; ia mengenali: ‘[Ini adalah] menyakitkan’; ia mengenali: ‘[Ini] adalah bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan.’ Dengan bergantung pada suatu kontak yang dirasakan sebagai menyenangkan maka muncul perasaan menyenangkan. Ketika seseorang merasakan suatu perasaan menyenangkan, ia memahami: ‘Aku merasakan perasaan menyenangkan.’ Ia memahami: ‘Dengan lenyapnya kontak yang sama ini yang dirasakan sebagai menyenangkan, maka perasaan yang bersesuaian itu – perasaan menyenangkan yang muncul dengan bergantung pada kontak yang dirasakan sebagai menyenangkan – juga lenyap dan sirna.’ Dengan bergantung pada suatu kontak yang dirasakan sebagai menyakitkan maka muncul perasaan menyakitkan. Ketika seseorang merasakan suatu perasaan menyakitkan, ia memahami: ‘Aku merasakan perasaan menyenangkan.’ Ia memahami: ‘Dengan lenyapnya kontak yang sama ini yang dirasakan sebagai menyakitkan, maka perasaan yang bersesuaian itu – perasaan menyakitkan yang muncul dengan bergantung pada kontak yang dirasakan sebagai menyakitkan – juga lenyap dan sirna.’ Dengan bergantung pada suatu kontak yang dirasakan sebagai bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan maka muncul perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan. Ketika seseorang merasakan suatu perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan, ia memahami: ‘Aku merasakan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan.’ Ia memahami: ‘Dengan lenyapnya kontak yang sama ini yang dirasakan sebagai bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan, maka perasaan yang bersesuaian itu – perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan yang muncul dengan bergantung pada kontak yang dirasakan sebagai bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan – juga lenyap dan sirna.’ Bhikkhu, seperti halnya dari kontak dan gesekan kedua batang kayu-api maka panas dan api dihasilkan, dan dengan terpisahnya dan terlepasnya kedua kayu-api ini maka panas yang dihasilkan itu juga lenyap dan sirna; demikian pula, [243] dengan bergantung pada kontak yang dirasakan sebagai menyenangkan … yang dirasakan sebagai menyakitkan … yang dirasakan sebagai bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan maka muncul perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan … Ia memahami: ‘Dengan lenyapnya kontak yang sama ini yang dirasakan sebagai bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan, maka perasaan yang bersesuaian itu … juga lenyap dan sirna.’
“menyakitkan”
“bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyakitkan” itu maksudnya bagaimana om?
141 Saccavibhanga Sutta - Penjelasan tentang Kebenaran-Kebenaran
3. ”Mengumumkan … dan memperlihatkan kebenaran mulia penderitaan ... kebenaran mulia asal-mula penderitaan … kebenaran mulia lenyapnya penderitaan … kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan.
Paragraf “9”
142 Dakkhiṇāvibhanga Sutta - Penjelasan tentang Persembahan
2. Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī membawa sepasang jubah baru dan mendatangi Sang Bhagavā,. Setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, sepasang jubah baru ini telah dipintal oleh saya, ditenun oleh saya, khusus untuk Sang Bhaagvā. Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā menerima ini demi belas kasihan.”
4. “Demikianlah, Ānanda, demikianlah! Ketika seseorang, berkat orang lain, berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Sangha, Aku katakan adalah tidak mudah bagi orang pertama itu membalas orang ke dua dengan cara memberikan penghormatan, bangkit untuknya, memberikan salam penghormatan dan pelayanan sopan., dan dengan memberikan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan.
6. ……
“Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah memasuki-arus, …..