//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - chingik

Pages: 1 2 3 4 5 6 [7] 8 9 10 11 12 13 14 ... 61
91
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



Setuju dengan bro Kainyn. Dan kita hanya bisa mengetahui kebenaran apabila kita telah melihatnya langsung dari yang kasar sampai yang halus. Dan yang sering jadi masalah ketika masuk ke Dhamma yang halus yg belum pernah dilihat langsung, kita berpikir kita memiliki pengertian benar tanpa menyelidiki aspek2 yang terkandung dalam pengertian benar itu sendiri dan seringnya terjebak dalam pengertian benar dalam persepsi sendiri. Artinya saya setuju realita/fakta yang jadi barometernya. Bila tolak ukurnya dipaksakan dalam lintas keyakinan maka yang terjadi tidak ada habisnya seperti 2 orang buta membicarakan gajah.  _/\_

setuju banget. alangkah baiknya ini menjadi pesan penting agar orang dapat memahami arah sebenarnya dari sebuah diskusi. 

92
[at] kainyn, boleh tidak membandingkan dengan ajaran lain? jadi sudi banding nih ceritanya.

Kalau menurut saya, jika hanya sebagai contoh perbandingan, tidak apa. Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa.



gunanya perbandingan, orang menjadi tahu perbedaannya, setelah kita bantu supaya tahu perbedaannya (hanya mengungkapkan perbedaan),  mereka sendiri akan menentukan yang mana yang mengena di hati mereka.

akan baik sekali jika Dhammacitta mau memulai hal ini.
kalo gitu bro aja yg jadi ketuanya hehe, tapi ingat pesan bro kainyn "buat perbandingan ga papa, Tetapi kalau tolok ukur kebenaran dalam satu ajaran diterapkan ke ajaran lain, sama sekali tidak bisa"
 ;D

93
Quote
maksudnya? pertanyaannya sederhana mas, mungkinkah kesaktian Buddha hanya setingkat atau bahkan dibawah Arahat? 
tidak ada maksud bandingkan Buddha dan Arahat dalam hal tingkat kekuatan batin.
Yg saya maksudkan adalah Samyaksambuddha dalam Tantrais bisa berbeda2 krn jenis nirmanakayanya sehingga seperti keadaan seorang Arahat yg satu sama lain bisa berbeda2 juga dlm hal kekuatan batin. bukan berarti membandingkan Buddha dan Arahat. 

Quote
Itulah sebabnya kita berusaha mempelajari seperti apakah kesaktian seorang Buddha? Kalau tak ada batasan-batasan pengertian mengenai bagaimanakah Buddha itu, mas Chingik atau saya juga bisa mengaku-ngaku telah menjadi Buddha, ya kan?
batasan pengertian itu tentu ada sesuai dengan versi masing2, ya kan? Kalo mencampur adukkan ya wajarlah jadi kontradiktif pd sisi tertentu.
Dari 3 aliran yg berbeda masing2 punya batasan pengertiannya, tergantung kita refer ke mana. So, seorang Theravadin tdk perlu dan tdk dipaksa utk setuju pencapaian seorang Tantrais, begitu juga sebaliknya, tetapi semua tetap melihat dari perbuatannya. Seperti nasihat Buddha yg kira2 begini "seseorang tidak terlahir mulia karena dari keluarga brahmana, tapi dari perbuatannya". maksudnya pengakuan seseorang sbg apa bukanlah hal yg penting. Sehingga ketika orang heboh dgn berita di sana ada Arahat, di sini ada Buddha, ya kita tidak kemudian menjadi terpancing.   

Quote
Apakah bila seseorang yang cuma memiliki sedikit kesaktian, bahkan kesaktiannya jauh dibawah Arahat utama kemudian boleh disejajarkan dengan Buddha?
iya bro setuju, ga boleh. Tapi misalnya suatu ketika kita hidup di masa seorang Buddha yg sesungguhnya, apakah menurut anda Buddha tersebut akan setuju saat kita memaksa menunjukkan kesaktiannya hanya utk memenuhi rasa penasaran kita? saya rasa tidak akan berhasil karena Buddha tau apa isi pikiran kita, begitu juga bila kita bertemu dgn Buddha palsu, mereka tetap bisa berkelit. Kita hanya bisa gigit jari , hehe..

94
Bhikkhu Maha Moggallana dibunuh, dicincang dan bagian tubuhnya disebar-sebarkan, tetapi kemudian bagian-bagian tubuh yang sudah dicincang itu bersatu kembali dan beliau hidup kembali. Ada catatan show kesaktian beliau yang lebih daripada ini?

Sesama Arahat saja bisa berbeda-beda kekuatan batinnya. Jadi tidak bisa jadi patokan

menurut saya kalau Buddha kesaktiannya sama dengan Arahat maka ia disebut Arahat bukan Buddha, menurut mas chingik apa yang membedakan Buddha dengan Arahat?
Umumnya dikatakan bahwa kekuatan Batin semua Buddha adalah setara.  Tetapi tidak demikian pada para Arahat, yang mana kekuatan batin para Arahat berbeda-beda satu sama lain.
Tetapi berkenaan dengan topik yg dikemukakan utk membandingkan kesaktian para Buddha, perlu diketahui dulu bahwa dalam Tantra telah memberi penjelasan tambahan bahwa ada sisi yang berbeda dalam mengkategorikan jenis2 Samyaksambuddha sehubungan dengan adanya jenis2 nirmanakaya yg berbeda-beda juga. Karena telah dijelaskan bahwa ada perbedaan ini, maka berarti sudah tidak masuk ke ranah tentang "Kekuatan batin yg setara di antara semua Buddha".  Atas dasar ini, dikatakan bahwa seperti halnya Arahat -->kekuatan batin masing2 berbeda.

Saya sendiri belum memahami banyak ttg Tantra, tapi dengan adanya penjelasan ttg ada Samyaksambuddha yg berbeda2 karena jenis kelahiran Nirmanakayanya yg berbeda2 juga, maka saya dapat mengerti mengapa Tantra menyebutkan terdapat Samyaksambuddha lain dalam dunia ini setelah Buddha Gotam. Setidaknya telah dijelaskan bahwa Samyaksambuddhanya itu memiliki konteks yg berbeda seperti halnya Buddha Gotama. Karena berbeda maka menjadi absurd utk membandingkan kekuatan batinnya.
Dari segi ini, walaupun saya bukan seorang Tantrais, saya dapat memahami bahwa masih cukup proporsional teori mereka, karena telah memberi penjelasan tambahan itu. Sisanya ya kita ehipassiko saja melalui meditasi.

Tapi bgmapun juga, saya tetap lebih refer pd penjelasan saya sebleumnya bahwa kita memang perlu bersikap waspada dgn pengakuan pencapaian seseorang, singatnya , kita bersandar pada 4 nasihat Buddha.
 _/\_     

95
Lingkungan / Re: Ritual kematian utk hilangkan Stress
« on: 26 March 2010, 02:55:28 PM »
bentuk lain dari maranasati (perenungan akan kematian)

betul sekali.

96
Bhikkhu Maha Moggallana dibunuh, dicincang dan bagian tubuhnya disebar-sebarkan, tetapi kemudian bagian-bagian tubuh yang sudah dicincang itu bersatu kembali dan beliau hidup kembali. Ada catatan show kesaktian beliau yang lebih daripada ini?

Sesama Arahat saja bisa berbeda-beda kekuatan batinnya. Jadi tidak bisa jadi patokan

97
Quote
jaman sekarang banyak sekali manusia yang menganggap dirinya sudah menjadi "Buddha"
Iya ini termasuk hal yang memprihatinkan, yang mana dalam Shuranggama Sutra Buddha telah mengingatkan hal ini, bahwa di masa jaman kemerosotan ini memang banyak orang2 yang tidak mencapai kesucian tapi mengaku telah mencapai kesucian, mengaku telah menjadi Buddha, Arahat, Bodhisatva tingkat tinggi, dan seterusnya.
Dalam ajaran Mahayana juga ada himbauan ini, sehingga dalam MahaParinirvana Sutra , Buddha mengajarkan 4 hal yang patut kita sandarkan :
1. Bersandar pada Dharma, bukan bersandar pada individu
2. Bersandar pada Makna, bukan bersandar pada Kata-kata (harfiah)
3. Bersandar pada Kebijaksanaan, bukan bersandar pada kesadaran [indrawi]
4. Bersandar pada prinsip hakiki, bukan bersandar pada prinsip tidak hakiki 

Tentu ke 4 hal ini akan diperlukan penjabaran2  , tetapi intinya kita tetap diajak utk bersikap arif dalam proses pembelajaran, tidak melekat atau mengkultuskan individu tertentu, karena pada hakekatnya kita memang harus kembali utk menyelami ke dalam dasar batin kita sendiri. 

Quote
Ada ajaran yang mengatakan bahwa kita bisa menjadi seperti Buddha Gotama dalam kehidupan ini juga, mungkin dengan membandingkan kesaktian mereka kita bisa mendapat gambaran apakah benar mereka memang telah menjadi Buddha?
Dalam Tantrayana, memang menyebutkan demikian, tetapi tetap dibedakan dengan pencapaian seperti halnya Buddha Gotama. Mungkin sama seperti pencapaian Arahat, ada Arahat yg memiliki kekuatan batin, ada yang tidak bisa.  Jadi menurut saya membandingkan kesaktian seperti itu menjadi tidak relevan, karena sudah disebutkan bahwa itu berbeda, seperti sama-sama Arahat tetapi berkenaan dgn hal kekuatan batin bisa berbeda-beda juga. 

Mengenai tokoh2 yang disebutkan di atas, saya sendiri 'no comment', karena saya lebih refer dgn 4 sandaran yg diajarkan Buddha. :)

98
Diskusi Umum / Re: darimana asal nya nyawa2 baru di dunia kita ini?
« on: 25 March 2010, 05:26:27 PM »
::)

saya ada pertanyaan begini menurut buddhism makhluk yg belum sempurna (kita) ini kan akan terus tumimbal lahir sampai sempurna baru gak lahir di alam ini lagi tapi gw berpikir dulu indonesia 1945 cuman 50jt jiwa sekarang 250jt di dunia 1945 sekitar 2-3 milyar sekarang 6 milyar itu tambahan nyawanya dari mana karena manusia yg mati gak banding dengan yg lahir? ada yg bisa kasih analisa logis misal nyawa nya binatang kek impor dari dunia lain, dsb.

thank.
Menurut buddhism juga, ada 6 alam kehidupan: alam neraka, binatang, hantu, asura, manusia , dewa. Dari ke enam alam ini, para makhluk lahir dan mati saling berpindah sesuai dgn karma. Jadi jumlah penduduk bertambah , itu salah satu faktornya adalah disebabkan oleh  para makhluk dari salah satu alam itu terlahir di alam manusia.

99
Quote
Bro Chingkik,berdasarkan faktor keyakinan + faktor2 lain,boleh saja tahu faktor2 lainnya dikategorikan apa saja?seberapa banyak faktor lainnya dan seberapa besar pengaruhnya terhadap keberhasilannya?

sesuai dengan sutra ini :

Quote

    "Jika sepasang suami istri tidak rukun dan harmonis, keadaannya seperti air dan api, carikan bulu bagian belakang dari bebek mandarin, di depan rupang Bodhisattva Avalokitesvara yang Maha Pengasih, lafalkan Mantra Agung [Maha Karuna Dharani] sebanyak 1008 ditujukan kepada bulu-bulu tersebut dan berikan kepada kedua pasangan itu untuk dipakai, maka pasangan suami istri tersebut akan berbahagia dan saling menghormati dan mencintai satu dengan lainnya sampai akhir hayatnya." (Maha Karunacitta Dharani Sutra)


 [at] riky,
faktor lain bisa seperti didukung oleh kekuatan karma, ketulusan, semangat, konsentrasi. Ini sekedar penafsiran saya, karena  saya rasa memang ini sangat berkorelasi dengan aspek dharma tersebut.   Bentukan2 mental/batin itu sangat halus, kadang kita sendiri belum mampu mengukurnya atau membandingkan faktor2 mental kita dengan orang lain, sehingga hasilnya bisa berbeda-beda.
Tetapi dari keseluruhan isi Sutra ini, sebenarnya intinya terletak pada tujuan memperlihatkan kepada kita bahwa Avalokitesvara menggunakan berbagai cara2 utk meringankan beban psikologis para makhluk,  yg mana mereka belum mampu memasuki pemahaman yg lebih intensif ttg dharma yg lebih tinggi. Dengan kata lain, biasanya dalam mahayana menyebutkan bahwa ini adalah daya upaya bijak utk mengajar secara bertahap. Misalnya seseorang yg sedang kelaparan, kita sodorin makanan dulu, alih-alih langsung memberi ceramah dhamma, karena secara psikologis orang itu blm siap.
Oleh karena, dalam konteks mahayana, ada dharma yang tujuannya bersifat duniawi, ada yg bersifat di atas duniawi. Dan semua ini diajarkan secara bertahap, tergantung pada karakter individu.

Walaupun saya termasuk orang berkeyakinan pada Avalokitesvara, tetapi tidak jarang saya masih sering bertanya2 pada diri sendiri tentang sifat Avalokitesvara yang susah dianalisis secara rasional. Ini sama susahnya menganalisis dunia metafisik seperti eksistensi hantu, dewa, makhluk halus, kekuatan batin, dll.
Kadang dalam kondisi kesulitan saya sering melafal nama Avalokitesvara, dan sepertinya tidak terjadi apa-apa. Tetapi ada kalanya cukup mengejutkan , misalnya pernah saya mengalami sakit perut akut yang sangat menderita. Saat itu saya menginap di rumah orang, pada jam 1 malam. Saking sakitnya saya seperti mau pingsan, tetapi saya berusaha menahannya sekuat tenaga dan bersumpah dalam hati bahwa apapun yg terjadi saya tidak akan mau mengganggu istirahat orang, saya tidak akan membangunkan orang, karena saya merasa phaise bila merepotkan orang. Disela-sela hampir tak tertahankan itu, saya menyebut2 nama Avalokitesvara. Ini penyebutan nama Avalokitesvara yang paling mengesankan yg pernah saya alami seumur hidup, karena rasa sakit itu bisa plong menghilang seperti tdk terjadi apa2. Saya masih tdk mengerti fenomena ini, padahal pada ksempatan lain, misalnya saya sakit pinggang, saya menyebut2 Avalokitesvara juga tdk sembuh-sembuh jika tidak makan obat.
Dari pengalaman ini, saya tetap masih bisa bertanya2, mungkin keyakinan saya blm sempurna, tetapi saya tetap berusaha mempraktikkan keyakinan itu, karena keyakinan dikatakan sangat penting. Dan sampai sekarang pun saya masih sekali2 menyebut Avalokitesvara dgn sikap respek, semoga saya bisa mencapai sifat welas asih demikian juga.

Jadi, apakah  seseorang dapat mempercayai ini atau tidak, semua dikembalikan pada pilihan masing2.  _/\_




100
 [at] naviscope, hehe , ini namanya ngetik sambil kebelet mau pipis. Jadinya ngalir terus.. haaaaahaaaahaaaaa


101
saya pribadi blm memahami makna mantram. Tapi kalo gak salah mantram tdk bisa dijelaskan scr ilmiah, karena ada kaitan dgn sifat metafisika. Byk fenomena dunia yg blm bisa dijelaskan, so saya rasa diskusi ini tidak akan mencapai titik kesimpulan yg bisa diandalkan. Mahayana  saja blm memahami mantram sebaik Tantrayana. Itulah sebabnya Mahayana hanya menjalankan ritual praktik pembacaan mantra dgn tulus berdasarkan keyakinan bhw itu ajaran Buddha. Kalo Tantrayana jauh lebih memahaminya, dan karena saya tidak begitu mendalami Tantra, saya blm sanggup menjelaskan lebih jauh.  Tapi dari penjelasan bro bond misalnya, itu memberi sinyal bhw sebenarnya mantra itu harus dipraktikkan berdasarkan kekuatan keyakinan+faktor2 lain yg mendukungnya. Bila tidak maka percuma, akan sama seperti membaca artikel kata2 yg kosong tanpa efek.

102
[at]  All

Maaf,bentar ya...Mohon izin OOT,karena dari sini lah sumber konflik terjadi...

Setelah menerima banyak nasihat dari para senior[saya ucapkan banyak terima kasih kepada para senior yang telah bertindak lurus,baik,benar dan patut,dengan menegur saya dengan ciri khas yang elok,bukan melalui personal attack dan memaki dengan kata2 kasar..Semoga para senior,tidak bosan2 menegur saya bilamana dilain waktu saya "kelepasan" didalam berdiskusi,dan mengarah kepada hal2 yang dapat menimbulkan "pelecehan" terhadap Mahayana], akhirnya saya sadar. oleh karena itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan secara terbuka permintaan maaf kepada rekan2 mahayanist atas pernyataan2 saya yg terkesan kasar. semoga rekan2 dapat menerima maaf saya ini. terima kasih kepada para senior yg sudah mengingatkan saya.


Catatan : Terima kasih khususnya kepada Sdr. Chingik yg telah berusaha memberikan penjelasan kepada saya..Semoga bro Chingkik tetap setia dan berkenan berdiskusi dengan saya dengan cara2 yang lebih elegan dimasa yang mendatang.. ^:)^

permintaan : Semoga para senior masih dapat menerima saya didalam forum ini.. :)

Anumodana _/\_
  [at] bro Riky,
Terima kasih dan saya memberi apresiasi atas keterbukaan pikiran bro. Butuh satu keberanian besar untuk menyatakan permohonan maaf secara terbuka. Saya percaya bila ada seorang ariya yang melihat ini, akan mengucapkan "sadhu , sadhu, sadhu".
Berhubung bro sekarang telah bersedia mendengarkan, maka pada kesempatan ini, izinkan saya menyampaikan isi hati.  Saya belajar agama Buddha sejak bertahun-tahun. Di sini kita tentu setuju semua bahwa kita sama-sama mengagumi guru agung kita Sang Buddha.  Bahkan ketika ada yang saling berebutan ingin menyatakan diri mewakili pandangan paling benar dari ajaran Buddha, saya juga merasa tertantang dan ingin menonjolkan diri dengan meneriakkan "Sayalah murid kesayangan Buddha".  Saya sangat bersemangat. Saya senang dan luap dalam kegembiraan bila ada yang mengatakan saya adalah siswa Buddha yang baik, terpuji, dan lain-lain. Begitu mengagumi Buddha, saya membaca Sutta dengan perasaan haru, kagum, sampai bersujud sambil membayangi Sang Buddha berdiri diri depan saya. Begitu mengagumi Buddha, saya sejujurnya kehilangan akal sehat. Kehilangan akal sehat terhadap sikap kritiis seperti rekan2 kita yang lain. Mereka bisa memilah-milah dan membuat kesimpulan bahwa ini yg asli , ini yg palsu. ini yg otentik, ini yang cult. Baik, mereka mungkin telah mencapai satu keberhasilan setingkat di atas saya. Saya belum. Saya mungkin jauh di bawah, tapi terus terang karena itulah , mengapa saya katakan saya tidak menggunakan akal sehat, tidak kritis yang akhirnya membuat saya memutuskan utk tidak mau memilah-milah, tidak mau membuat kesimpulan. Memang banyak yg menganggap itu bodoh, mungkin. Okelah, lalu jangan melarang saya utk menundukkan kepala dan biarkan saya tetap bersujud di kaki Sang Buddha.  yaah, saya lebih bahagia dgn berpegang padnagnan bahwa Theravada benar, Mahayana benar, Tantrayana benar dan gunakan salah satu utk kecocokan di kemudiannya. Saya membaca tulisan Ajahn Chah, Ajahn Brahm, Ajahn Sumedho, Sri Dhammananda, Buddhadasa , Maha Sayadaw, dan seterusnya.   Saya senang sekali, saya anggap mereka guru2 besar, lebih besar dari tokoh dunia lainnya seperti  Einstein, Bertrand Russell, Newton, Da Vinci, Galileo ,dll.  Apalagi Sutta2 dalam Nikaya, saya menjadikannya sebagai koleksi pribadi, barang siapa yang menyentuhnya dgn tidak sopan, saya bisa jadi kesal, karena betapa besar rasa berharganya terhadap Sutta itu, betap besar rasa cinta saya pada Sang Buddha. Begitu besar cinta saya, sampai saya tidak menggunakan akal sehat, saya katakan tidak menggunakan akal sehat karena tidak lagi mau memilah-milah, tidak mau menyimpulkan seperti rekan2 lain yg bisa menyimpulkan yang asli yang palsu, yg otentik yg cult. Sehingga saya koleksi saja semua, dan hasilnya, saya pun tidak mau membuat penolakan secara sepihak , sy ingin berdamai dgn batin saya, saya mencintai Buddha dlm aliran manapun (yg tentu saja diakui secara luas 3 yg maintstream itu).     
Begitulah akhirnya apa pun sikap cinta saya, pada akhirnya saya sama seperti rekan2 lainnya, bahwa saya harus melepas semuanya. Saat semua itu dilepaskan dalam kesadaran meditasi, tidak lagi label2 asli palsu, otentik cult. Saya duduk lalu melepaskan semua ide-ide yg muncul di masa lalu, membiarkan ide2 masa depan lewat bak awan berlalu, saya hanya mengamati nafas, dan disitu tidak ada konsep2, tidak ada kesimpulan kesimpulan asli palsu, otentik cult, benar salah. Setelah kesadaran saya berjalan stabil, pancaindra saya menghilang, bahkan diri itu pun sirna, yang tertahan adalah kesadaran murni,yang sedang mengamati nimitta-nimitta. Tapi semua ini tidak ada kesimpulan2  ,tidak ada ide2. Semua hanya kesadaran tok.
Saya masih ingat ketika membaca senandung pencerahan dari master Shengyen, senandung itu mengatakan bhw seorang yang telah mencapai pencerahan tidak membuang khayalan juga tidak mengejar pencerahan. ahaa...tentu saja orang yg tercerahkan, batinnya yang sati terus menerus, kahyalan apalagi yg harus dibuang, karena sudah tdk ada kahyalan, pencerahan apalagi yg ingin dikejar, karena sudah berada di atas track pencerahannya. Sekejap itu juga saya menegasi semua diskriminasi terhadap bentuk2, dan senandung pencerahan ini mengingatkan saya, saat memasuki kesadaran murni ini, apa bedanya metode chan dgn anapanasati, toh sama2 mengarah ke sana yang tidak butuh konsep2 , seperti menapaki jalan yang beda tapi bertemu di persimpangan yg sama. Begitu juga ketika menjampar Budho, Budho, atau Amituofo2, semuanya diarahkan pada kesadaran yang sedikit demi sedikit menghilangkan ide2 yg muncul dr kepalsuan pancakhanda, hingg tidak lagi terkontaminasi gerak gerik pancakhanda.  Dari sini , saya berkata bahwa maaf teman2, mungkin inilah jalan terbodoh yang saya pilih, yak, memilih mencintai Buddha bukan dgn akal sehat.
Uneg2 ini saya sampaikan hanya utk bermohon setulus-tulusnya sperti orang rendahan ,orang sesat, orang yg dicurigai ingin mempropagandakan doktrin Mahayana,  kepada rekan2 bijak ,  bahwa jangan mencibir saya sebagai non-Theravada karena saya mencintai Sang Buddha bukan karena saya berdiri di pihak mana, saya ingin mencinta dgn segala irasional yg mungkin terdengar konyol,  sehingga saya bukan saja Mahayana, saya juga Theravada. Mungkin saya dihujat tidak ada pendirian , tapi pendirian juga bukan jalan satu2nya.  Saya adalah semuanya dan semuanya adalah bagian dari yg ingin saya peluk, karena nilai2 ajaran Buddha ada di dalamnya. Mungkin saya adlah cacing yg menyukai kotoran, tapi dewa di surga yang jijik sama kotoran blm tentu memahami kesamaan sifat antara kotoran dan istana surgawinya, sama-sama kosong dari inti.
Setelah keluar dari meditasi , semua memang terlihat berbeda, matahari masih bersinar terang, malam hari masih menunjukkan kegelapannya, masih ada diskriminasi dlm pikiran, tapi ah...itu kan kepalsuan pikiran yg digerakkan oleh pancakhanda, dan kesadaran murni itu bebas dari itu, tidak ada diskriminasi. Maka mari kita masuk ke dalam kesadaran murni, sirnalah diskriminasi, dan alangkah indahnya itu.
Terima kasih bro Riky, terima kasih bro Forte, terima kasih bro Bond, all...
I love u pull..... :))
 

 

103
Diskusi Umum / Re: membahas Dhamma diwaktu yang tepat
« on: 22 March 2010, 01:50:27 PM »
Membahas dhamma di waktu yg sesuai, dalam pengertian saya adalah saat kapan pun dengan indikasi kita memetik manfaatnya, maka disebut dhamma di waktu yg sesuai.  Ketika kita tdk merasakan manfaatnya, maka di mana pun pembahasannya menjadi dhamma di waktu yg tidak sesuai.




memetik manfaat atau tidak terjadi setelah pembahasan dilakukan? Jika waktu yg tidak sesuai bukankah sebaiknya kita tidak perlu melakukan pambahasan Dhamma? karena tidak bermanfaat. tapi kalau waktu yg tepat atau tidak baru diketahui setelah dilakukan pembahasan, bagaimana mengantisipasinya?

bisa benar juga. Jika kita melihat dari segi time limit nya, maka kita perlu menentukan waktu yg tepat. Tetapi secara lebih luas lagi, seseorang yg selalu berbicara sesuai dgn Dhamma,  maka ia tidak membatasi diri dalam melihat kapan waktu yg tepat. Dgn kata lain, ketika kita bicara segala sesuatu selalu mengacu pd hal-hal yg bersifat Dhamma, maka waktu pun tidak dibatasi, dan ketika seseorang yg mendengarkan kemudian mendapatkan manfaat dari apa yg kita bicarakan , maka hal2 tersebut menjadi tepat sesuai dgn kondisi yg waktu dari orang yg mendengarkan.

104
Diskusi Umum / Re: membahas Dhamma diwaktu yang tepat
« on: 22 March 2010, 12:20:58 PM »
Membahas dhamma di waktu yg sesuai, dalam pengertian saya adalah saat kapan pun dengan indikasi kita memetik manfaatnya, maka disebut dhamma di waktu yg sesuai.  Ketika kita tdk merasakan manfaatnya, maka di mana pun pembahasannya menjadi dhamma di waktu yg tidak sesuai.



105
 [at] bro Riky
Maaf jika anda berpikir saya menyerang, padhal tdk ada maksud itu sama sekali. Saya hanya menghimbau yang mana ditujukan pd kita semua. (anda bisa lihat sendiri saya menyatakannya "kendali kan diri masing2" yg berarti utk kita semua")

Maaf juga , sebelum memberi himbauan, saya memang menangkap bahwa anda memang bermaksud menghina komunitas tertentu, melalui pernyataan " bhiksu Mahayana itu KACAU" . Kemudian pernyataan anda ini ditekankan lagi dengan penafsiran sepihak anda melalui mimpi raja Pasenadi dan ramalan Buddha, yang secara tidak langsung "menunjuk" pd komunitas tertentu juga.
Jika anda merasa telah menyatakan apa adanya dgn alasan bukan menghina, seharusnya anda menyadari juga bahwa yang namanya bhiksu kacau itu bukan hanya pada komunitas Mahayana. Tidak ada komunitas manapun di dunia ini  yang sikap/perilaku individunya secara keseluruhan bersih. Jadi jelas2 anda telah mengeneralisasi.

Kemudian mengenai pernyataan anda tentang Sakyamuni berkonotasi Rendah, saya rasa anda telah berlebihan. Silakan baca Ratana Sutta, di situ juga menggunakan kata Sakyamuni yang dianggap sebagai julukan yang disanjung oleh para siswa Buddha, bukan seperti perkiraan anda bahwa itu julukan yg berasal dari kaum brahmana.   

 _/\_
 

Pages: 1 2 3 4 5 6 [7] 8 9 10 11 12 13 14 ... 61
anything