waktu mencari contoh tadi saya udah mengantisipasi pendapat seperti di atas, hanya saja saya gak ketemu contoh yg lebih baik
dalam contoh anda, memang benar, semuanya subjektif dan tergantung selera masing2.
Sebetulnya waktu saya lagi pikir2 tentang 'fanatik', cari contoh, makin lama makin berkembang sampai saya juga bingung sendiri sehingga berkesimpulan memang susah cari definisi pastinya, dan jadinya subjektif.
namun yang saya maksudkan di sini, apabila ada titik referensi (pihak ketiga) yang dapat melihat kedua sudut pandang secara netral, maka objektifitas terhadap titik referensi itu bisa ditentukan (relatif kepada titik itu). misalnya dalam menilai agama2, maka sains ataupun atheisme bisa menjadi titik referensi untuk menilai agama2 yang ada. dalam hal ini agama A mengaku dirinya paling mutakhir dan agama B mengaku dirinya paling masuk akal. dengan memakai referensi sains, maka bisa ditentukan kedua klaim itu tidak benar dan kedua2nya sama2 kepercayaan belaka yang tidak terbukti alias dua2nya sama2 fanatik...
OK, ini untuk 'fanatik' yang internal, tampaknya memang harus ada semacam 'kontrol' yang netral (sains), untuk bisa mengukur (secara terbatas) benar atau salahnya satu kepercayaan. Jika sesuatu tidak bisa dibuktikan, atau bahkan dibuktikan sebagai salah, namun tetap dianggap kebenaran mutlak, rasanya kita bisa setuju orang ini fanatik. Kalau 'preference' itu belum bisa dibilang fanatik sebab tidak ada tolok ukur benar/salah secara objektif. Tapi kalau ada suatu tolok ukur objektif, atau sudah bisa dibuktikan benar/salah, jika tetap memegang satu kepercayaan (yang sudah terbukti salah) sebagai benar, secara membuta, mungkin kita bisa sepakat ini adalah fanatik.
Tapi fanatik internal itu belum tentu tampak dari luar, jadi bisa saja orang menganggap bumi berbentuk trapesium dan fanatik pada kepercayaan itu. Namun di kelas sains, mengikuti aturan main, tetap jawab bulat. Juga kalau ngobrol tidak bawa2 kepercayaannya, maka orang tersebut secara eksternal tidak bisa dibilang 'fanatik'. Sebaliknya biarpun seorang ilmuwan tahu persis bumi itu bulat, kalau dia memaksakan pengetahuannya itu ke orang lain (misalnya si fanatik 'bumi = trapesium' itu), maka ia bisa disebut fanatik oleh orang lain.
penentuan titik referensi ini juga berbeda2 dan sering menjadi perdebatan.
ahli kitab A menaruh titik referensi pada isi kitab A (yg jelas subjektif bagi orang lain).
ahli kitab B menaruh titik referensi pada isi kitab B (yg jelas subjektif bagi orang lain).
filsuf menaruh titik referensi pada argumen2nya.
meditator menaruh titik referensi pada pengalaman meditasi dan isi batinnya.
saintis menaruh titik referensi pada dalil2 sains saat ini.
walaupun tidak sempurna, saya merasa titik referensi yang terakhir itu paling netral dan objektif...
setuju, tapi saya menggolongkan kedua2nya sebagai fanatisme.
Iya, saya juga katakan patokan sains yang paling utama bisa dipegang, walaupun yang lainnya juga bisa, tergantung kondisi.
ini yg di awal2 saya bilang fanatisme ke dalam akan merugikan diri sendiri sedangkan fanatisme ke luar akan merugikan orang lain.
fanatisme ke dalam, walaupun tidak mengganggu orang lain, si penganut mengalami kerugian karena kehilangan kesempatan untuk menukar pandangan dan pengertiannya kepada pengertian yang lebih tinggi.
fanatisme ke luar, jelas merugikan dan meresahkan masyarakat lingkungannya seperti yang anda tulis di atas.
kurang lebih senada dengan quote kedua di post ini. kalo gak salah anda pake contoh kepercayaan batman.
Kepercayaan Batman yang beda versi yah? Merk sama2 Batman, tapi di mata Schumacher, Burton, dan Nolan, bisa jadi persona sangat berbeda.