Justru itu, kalau baca lagi Sutr Intan, Tidak ada yang namanya dhamma sempurna, tidak ada makhluk yang dibebaskan...
Justru karena bahkan untuk "keinginan mulia" (chanda) untuk mencapai annutara sammasambuddha, Petapa Sumedha harus menjalani 4 assankheya kappa + 100.000 kappa di dalam samsara (mengalami kelahiran dan kematian berulang2) lagi.
JADI TIDAK ADA YANG NAMA-nya ANNUTARA SAMYAKSAMBUDDHA (Baca Sutra Intan).
Anda paham makna hakiki (mutlak) dan makna konvensional (kondisional/situasional) tidak?
Anda tentu paham analogi berikut (di luar konteks, tapi serupa dengan penafsiran pragmatis Anda di atas):
1. Mobil itu ada, nyata dan bisa saya lihat dan sentuh.
2. Mobil itu tidak ada, terdiri dari mur, baut, besi, karet, busa, kaca, stiker, cat, lem, plastik, dsb.
Nah, perumpamaan di atas adalah analogi untuk anatta, tiada inti kekal. Tapi dalam keseharian kita, toh kita masih menggunakan terminologi mobil untuk mewakili suatu obyek yang kita tunjuk/maksudkan.
Jadi, tulisan Anda di atas, dipahami sebagai poin kedua dari analogi serupa yang saya berikan tidak?
Kalau Anda telan mentah, dan dicampur aduk, tentu saja Anda tidak akan pernah mencerna (
dharma) dengan baik.
Bicara sesuai konteks,
bertindak dan berperilaku sesuai kondisi dan aturan.
Belajar dharma sesuai koridor, kebenaran mutlak atau kebenaran konvensional (Paramattha Sacca atau Sammuti Sacca).
Begitu, semoga bisa dipahami.
Salam.