Menurut saya,gak masalah jika meyakini penerangan sempurna Sang Buddha tanpa ber-ehipassiko dulu. Ibaratnya kt mencari jalan ke suatu tmpt,kt dpt bertanya kpd org yg sudah pernah mengunjungi tmpt tsb. Maka kt hrs meyakini petunjuk org tsb bs diandalkan. Apalagi bg mrk yg br mau memulai perjalanan.
Mgkn timbul keragu2an saat mengikuti petunjuk tsb: jgn2 petunjukny salah,jgn2 org ini blm pernah sampai d tmpt tujuan,dst. Hal ini sering terjadi & menjd ujian bg keyakinan kt tsb. D sinilah ehipassiko diterapkan. Bagaikan seorg siswa yg sedang mengerjakan ujian matematika,ia selesai mengerjakan 1 soal dg rumus2 yg tlah ia pelajari & ia yakin rumus tsb adl kunci memecahkan persoalan tsb. Tetapi tiba2 ia ragu: jgn2 rumusnya salah,jgn2 perhitunganny tdk tepat,dst. Maka ia mencoba menerapkan rumus2 lain yg ia ketahui,metode perhitungan lain,dst. Ternyata stlh penyelidikan & analisis yg seksama,ia menjd yakin bhw jawaban dg rumus2 td ternyata benar....