//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - Peacemind

Pages: 1 [2]
16
Diskusi Umum / Kapal terbang pada jaman Buddha Kassapa?
« on: 07 May 2010, 10:06:17 PM »
Ada kisah yang saya ambil dari kitab komentar untuk Suttanipāta khususnya bagian Pārāyānavagga yang mengindikasikan adanya mesin yang mirip kapal terbang pada jaman Buddha Kassapa!

Pada jaman Buddha Kassapa, dikisahkan ada seorang tukang kayu yang tinggal di Bārānasi. Ia merupakan satu-satunya guru tukang kayu di negara tersebut. Ia memiliki enam belas murid yang masing-masing  memiliki seribu murid. Murid-murid dan guru yang semuanya berjumlah 16.017 menggantungkan hidup mereka di Bārānasi sebagai tukang kayu. Mereka tinggal di dekat gunung dan mengambil kayu dari sana. Mereka membawa kayu-kayu tersebut ke Bārānasi. Jika sang raja membutuhkan mereka untuk membuat istana, mereka akan menggunakan kayu-kayu tersebut. Jika tidak diperlukan, mereka akan menjual kayu-kayu tersebut ke orang lain. Demikianlah, mereka menghidupi anak-anak dan istri-istri mereka dengan cara demikian.

Suatu kali, guru tukang kayu berpikir, “Tidak selamanya kita bisa hidup dengan menggantungkan mata pencaharian ini. Jika sudah tua, pekerjaan sebagai tukang kayu menjadi sangat sulit”. Ia kemudian memanggil murid-muridnya, “Murid-muridku, bawalah kemari kayu-kayu seperti udumbara, dan lain-lain”. “Baiklah”, jawab mereka. Dengan kayu tersebut, ia kemudian membuat burung kayu (kaṭṭhasakuna), memberi ruangan di dalamnya dan melengkapinya dengan mesin. Burung kayu tersebut layaknya burung garuda, terbang ke angkasa,  mengelilingi hutan, dan turun di depan murid-muridnya. Guru tukang kayu tersebut berkata kepada murid-muridnya, “Murid-muridku, dengan burung kayu ini, kita bisa menguasai kerajaan di seluruh Jambudipa. Kalian juga buat burung kayu. Kita akan mengambil sebuah kerajaan dan hidup di sana. Hidup sebagai tukang kayu adalah penderitaan”.

Kemudian mereka membuat burung kayu seperti yang diperintahkan si guru. Si guru kemudian bertanya ke murid-muridnya, “Murid-muridku, kerajaan mana yang akan kita ambil?” “Kerajaan Bārānasi, guru” jawab murid-muridnya. “Cukup murid-muridku. Jangan berpikir demikian karena meskipun kita mengambil kerajaan Bārānasi orang-orang akan memanggil kita sebutan si tukang kayu. Kita tidak akan lepas dengan sebutan si tukang kayu. Jambudipa sangat luas. Kita bisa mengambil kerajaan lain”.

Selanjutnya, mereka membawa anak-anak dan istri-istri mereka dengan burung kayu tersebut. Setelah melengkapinya dengan senjata, mereka terbang ke angkasa dan menuju Himalaya. Setelah memasuki salah satu kerajaan di Himalaya, mereka menguasai kerajaan tersebut dan membuat guru mereka menjadi raja. Sejak itu ia dikenal sebagai raja Kaṭṭhavāhana (pengendara kayu). Kerajaan yang dikuasainya dikenal sebagai kerajaan Kaṭṭhavāhana (pengendara kayu). Raja Kaṭṭhavāhana memerintah kerajaannya dengan bijak. Ia menjadikan ke enam belas muridnya sebagai menteri-menterinya. Kerajaan menjadi makmur, kaya dan bebas dari bahaya. Oleh karena itu, rakyat bergembira dan sangat memuja sang raja dan para menterinya.

Sebagai tambahan di sini bahwa pada kehidupan Buddha Gotama, raja Kaṭṭhavāhana terlahir sebagai Bavari yang kemudian mencapai kesucian anāgami, dan ke enam belas muridnya beserta 16 ribu pengikitnya yang juga terlahir sebagai murid Bavari pada awalnya kemudian menjadi bhikkhu di bawah Buddha Gotama dan kesemuanya mencapai kesucian arahat. 16 khotbah dalam Pārāyānavagga diberikan kepada 16 murid Bavari ini.

Mettacittena.

17
Diskusi Umum / Apa yang dimaksud Avijjapaccaya sankhara?
« on: 25 April 2010, 08:27:01 AM »
Sesuai dengan topik di atas, ada beberapa pertanyaan yang bisa dibahas yakni:

1. Apa yang dimaksud avijjā?
2. Apa yang dimaksud saṅkharā?
3. Mengapa avijjā menjadi kondisi (paccayā) munculnya saṅkharā?

Pembahasan di atas penting karena sangat relevan dengan praktik Dhamma. Hayo kita bahas!

18
Diskusi Umum / Sudah siapkah anda menghadapi kematian?
« on: 17 April 2010, 12:37:10 PM »
       Kematian merupakan fenomena alam yang tidak bisa dielakkan. Cepat atau lambat kita semua akan mengalami kematian. Kita tidak tahu apa yang terjadi pada pengalaman kematian, apakah menyakitkan ataukah menyenangkan. Kita pun tidak tahu kemana kita akan pergi setelah kematian. Ke sorgakah atau ke nerakah? Yang kita tahu adalah kita pasti akan mengalami kematian. Kesadaran terhadap kenyataan kematian sangat dianjurkan oleh Sang BUddha. Kesadaran ini akan mendorong kita untuk terus berpraktik Dhamma demi tercapainya pembebasan dari penderitaan alam samsara. Hidup kita sangat singkat. Hidup kita terus bergulir. Kita terus bergerak menuju kematian. Namun meskipun kehidupan kita akan berakhir pada ketidakpastian apa yang akan terjadi setelah kematian, banyak di antara kita lupa akan kematian. Kita merasa tetap muda, tetap sehat, dan apa yang dilakukan hanya mengumpulkan saṇkhara. Pertanyaanya, sudahkah anda siap menghadapi kematian?

19
Diskusi Umum / Rasa Dhamma: Kebebasan!
« on: 14 April 2010, 12:23:29 PM »
"Seperti halnya lautan yang memiliki satu rasa yakni rasa asin, demikian pula Dhamma memiliki satu rasa yakni rasa kebebasan".

Kita mengetahui bahwa Dhamma meliputi berbagai macam aspek, namun seperti yang dinyatakan Sang Buddha di atas Dhamma memiliki satu rasa saja yakni rasa kebebasan. Bagaimana para member DC ini menanggapi pernyataan bahwa Dhamma memiliki rasa kebebasan, di pandang dari sudut teori dan juga pengalaman pribadi?

20
Diskusi Umum / Kebenaran adalah satu atau banyak!
« on: 13 April 2010, 02:48:47 PM »
         Suttanipaya syair 890 menyebutkan kebenaran adalah satu dan tidak ada yang kedua (ekañhi saccaṃ na dutīyamatthi). Namun demikian, Khotbah2 Sang Buddha menyatakan adanya empat kebenaran mulia (cattaro ariyasaccaṃ), sementara Abhidhamma mengatakan adanya empat kebenaran tertinggi lainnya  (catudhā paramattho) yakni citta, cetasika, rūpa dan Nibbāna. Pertanyaannya, bagaimana pernyataan2 di atas berbeda antara satu dengan lainnya. Padahal, yang menjadi unik dalam ajaran Buddha adalah bahwa keseluruhan ajaran beliau memiliki koneksi antara satu dengan lainnya.

       Bagaimana pendapat teman-teman di sini untuk menanggapi kasus di atas?

21
               Sering kita mendengar bahwa ketika bermeditasi kita dianjurkan untuk memfokuskan pikiran kita kepada obyek yang dipilih secara total tanpa memberikan peluang bagi pikiran untuk melakukan penyelidikan. Bahkan dalam vipassana pun, meskipun obyek yang diamati tidak difokuskan ke hanya satu obyek saja, kita sering dilarang untuk melakukan penyelidikan. Alasannya, ditakutkan pikiran akan mengembara dan konsentrasi pikiran tidak akan tercapai. Pertanyaannya, jika kita tidak diperbolehkan untuk melakukan penyelidikan, bagaimana kita menerapkan paññā / kebijaksanaan / pengetahuan Dhamma kita dalam bermeditasi? Apakah ketika pikiran kita sedang terobsesi oleh kekotoran batin tertentu (misalkan pada saat duduk bermeditasi), kita tidak boleh melakukan penyelidikan terhadap kekotoran batin tersebut sehingga mampu meredam kekotoran batin tersebut dan menenangkan pikiran? Seperti patungkah kita dalam bermeditasi?

Bagaimana pendapat teman-teman mengenai ini?

22
Saya baru membaca pernyataan yang tertulis dalam Atthasalini, Kitab Komentar untuk Dhammasaṅgini, buku pertama dari Abhidhammapiṭaka, yang berbunyi demikian:

"Ābhidhammikabhikkhūyeva kira dhammakathikā nāma, avasesā dhammakathaṃ kathentāpi na dhammakathikā. Kasmā? Te hi dhammakathaṃ kathentā kammantaraṃ vipākantaraṃ rūpārūpaparicchedaṃ dhammantaraṃ āloḷetvā kathenti. Ābhidhammikā pana dhammantaraṃ na āloḷenti. Tasmā ābhidhammiko bhikkhu dhammaṃ kathetu vā mā vā, pucchitakāle pana pañhaṃ kathessatīti Ayameva ekantadhammakathiko nāma hoti".

Yang bisa diterjemahkan demikian:

"Hanya para bhikkhu yang ahli Abhidhamma (Ahidhammika) sesungguhnya merupakan para Pembabar Dhamma (dhammakathika), sedangkan yang lain bukan para Pembabar Dhamma meskipun mereka membicarakan Dhamma. Mengapa demikian? Meskipun membicarakan Dhamma, mereka (yang lain) mencampuradukkan jenis perbuatan yang berbeda-beda, akibat yang berbeda-beda, pembagian antara materi dan non-materi, dan jenis dhamma yang berbeda-beda. Para ahli Abhidhamma tidak mencampuradukkan jenis dhamma yang berbeda-beda. Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan. Secara mutlak, inilah yang disebut sebagai dhammakathika (Pembabar Dhamma)."

Adakah pendapat dari teman-teman mengenai pernyataan di atas? Setujukah anda atau tidak setujuhkan anda? Apapun jawaban anda, lebih baik diberikan alasannya!

23
Meditasi / Pengalaman lucu, aneh, mengesalkan dalam meditasi!
« on: 16 November 2009, 09:38:38 AM »
       Dalam praktik meditasi, tidak selamanya pengalaman2 yang kita alami selalu mulus menyenangkan. Acapkali kita mengalami hal2 yang lucu, aneh, mengesalkan,tidak menyenangkan atau pengalaman2 semacamnya. Saya ingin mengajak saudara2 untuk menceritakan pengalaman2 demikian dan kita bisa mendiskusikan solusi yang bisa kita tempuh untuk mengatasinya.

        Untuk mengawali, saya ingin menceritakan pengalaman lucu salah satu teman saya dari Swedia yang ia alami ketika ikut retret meditasi ala S. N Goenka di Dhammagiri, Igatpuri, India. Dalam satu retret meditasi 10 hari yang ia ikuti, dikatakan ada ratusan peserta di mana sekitar 10 orang berasal dari negara2 Barat.  Sudah menjadi kebiasaan beberapa orang India bahwa dalam meditasi retret pun mereka bebas membunyikan kentut kapanpun mereka ingin kentut. Bagi orang2 Barat termasuk dia, hal tersebut merupakan tindakan yang aneh dan tidak wajar sehingga meskipun mereka telah berusaha diam, ketika bunyi kentut  bergema sering kali beberapa di antara mereka ketawa cekikikan. Nah pada suatu kesempatan, ada seorang nun (pelatih 8 sila) dari India yang meluncurkan kentut dengan bunyi yang aneh dan panjangggggg....pret...pret..pret...pret....prettttttttttttttt....pret! Mendengar bunyi kentut yang abnormal itu, pada awalnya hanya ada satu peserta dari orang2 Barat tersebut tertawa cekikikan. Setelah beberapa saat, satu persatu dari mereka juga mulai ketawa  dan akhirnya mereka semua tertawa sambil meninggalkan ruang meditasi. Di luar, mereka ketawa sekeras-kerasnya..  :))

        Pengalaman lain juga ia alami berhubungan dengan salah satu peserta asal negara Barat juga. Pada saat diadakan retret meditasi tersebut di atas, dekat tempat di mana peserta meditasi bermeditasi, ada pembangunan Pagoda yang masih berjalan, sehingga banyak suara2 muncul. Salah satu suara yang menggangu satu peserta tersebut adalah ketika beberapa pekerja wanita menurunkan batu-batu kecil dari keranjang yang dipanggul di atas kepala mereka. Bunyinya adalah ..srekkkkkkkkk......srekkkkkkk....srekkkkkkkk.....  :)) Peserta meditasi tersebut begitu terganggu dan sering marah, namun ia pendam kemarahan tersebut. Suatu saat, ketika ada wawancara dengan pembimbing meditasi, ia komplain dan marah2 dengan pembimbing tersebut, bahkan sebelum ia diwawancari dan masih menunggu yang lain untuk diwawancari terlebih dulu, ia pun sudah tampak gelisah, mengepalkan tangannya dengan wajah yang merah. Setelah selesai marah2, pembimbing meditasi tersebut menasehati bahwa "Dalam Vipassana, apapun fenomena yang muncul adalah obyek meditasi. Suara bukan fenomena yang menganggu. Suara juga obyek yang harus diamati. Ketika mendengar, itu hanya sekedar mendengar".

        Nah, jika saudara2 punya pengalaman2 lucu, menarik, menjengkelkan, silahkan untuk berbagi dengan kita dan kita bisa membahas solusi apa yang bisa diterapkan untuk mengatasinya.

                                                           May all be happy

24
        Sudah lama saya membaca Jātakanidana yang menceritakan kisah kehidupan Bodhisatta Gotama di kehidupan-kehidupan 23 Buddha yang mendahului beliau. Kisahnya sangat menarik, namun ada satu yang ganjil karena kitab ini juga menyebutkan ukuran tinggi badan Buddha-buddha tersebut yang kalau dipikirkan saat ini, sangat tidak masuk akal. Sebagai contoh, dikatakan bahwa Buddha Kondaññā memiliki  tinggi badan 88 hattha dan berumur 100.000 tahun (aṭṭhāsītihatthubbedhaṃ   sarīraṃ, vassasatasahassaṃ  āyuppamāṇaṃ). Di sini, istilah 'hattha' dipergunakan untuk mengukur dari siku hingga ke ujung jari kelingking. Jika seumpamanya satu hattha kurang lebih sama dengan 35 cm, oleh karena itu,  tinggi Buddha Kondañña kurang lebih berkisar 30 meter. Oh.. my ghost!

         Percayakah anda dengan cerita ini? Jika tidak, apa alasannya? Dan jika percaya juga apa alasannya? Adakah teori yang bisa membuktikkan bahwa manusia bisa setinggi itu?

May you all be happy....

25
Diskusi Umum / Tertarikkah anda untuk mencapai nibb?na?
« on: 06 November 2009, 12:44:11 PM »
     Sekitar tiga tahun yang lalu, saya bertemu dengan salah seorang teman saya. Kami berdiskusi kesana kemari hingga pada suatu kesempatan, saya bertanya, "Apa sih yang menjadi tujuan akhir umat Buddha?" Ia pun dengan cepat menjawab, "Tentu nibbāna". Kemudian saya melanjutkan pertanyaan, "Setelah mengetahui nibbāna sebagai tujuan akhir, apakah anda benar-benar tertarik dengan pencapaian tersebut?" Ia berdiam sejenak dan akhirnya menjawab, "Tidak".
     Sekitar tiga hari yang lalu saya dan seorang teman saya mengunjungi seorang guru meditasi di hutan. Pada kesempatan itu, guru meditasi tersebut mengatakan bahwa saat ini meskipun banyak orang yang mempelajari Dhamma, namun sedikit dari mereka yang benar-benar tertarik untuk mencapai nibbāna. Karena inilah, saya ingin teman-teman di DC ini untuk berbagi pengalaman  mengenai hal ini. Ada dua pertanyaan yang ingin saya tanyakan, dan saya berharap anda menjawab dengan sejujurnya:

1. Apakah anda benar-benar tertarik untuk mencapai nibbāna?
2. Jika tertarik, apa yang menjadi penyebabnya?

     Pertanyaan di atas terdengar simple, namun akan sangat berarti khususnya untuk membangunkan kesadaran kita terhadap tujuan terakhir kita sebagai penganut ajaran Buddha.

                                                 May you all be happy

Pages: 1 [2]
anything