//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Secangkir Coklat Panas adalah Tontonan ATAU Tuntunan ???  (Read 2655 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Secangkir Coklat Panas adalah Tontonan ATAU Tuntunan ???
« on: 24 March 2010, 12:31:30 PM »
Jika kita TIDAK menyadari kesalahan yang dilakukan, dan melanjutkan bahkan mengulang kesalahan tersebut maka mungkin dua cerita dibawah ini cocok untuk perenungan. Yang artinya pembelajaran Dhamma HANYA digunakan untuk menunjukkan SUPERIOR secara intelektual dan spiritual ( merasa paling benar dan sombong ), dan Dhamma digunakan sebagai “alat” atau “memperalat” Dhamma sebagai dasar untuk menunjukkan “AKU”, maka mentalitas ini akan mengatakan Dhamma adalah TONTONAN. Artinya tidak ada MANFAAT DHAMMA yang dapat diperoleh dari mentalitas ini karena memper-TONTON-kan ke-AKU-an dibalik KEAGUNGAN BUDDHA DHAMMA yang dipelajari.

Dan sebenarnya hakikat pembelajaran Dhamma adalah melihat dan memahami Dhamma sebagai TUNTUNAN, memberi arahan ke arah yang baik. Jika prinsip ini diterapkan maka sikap dan perilaku kita tidak menodai Dhamma, bahkan otomatis mendapat PENILAIAN POSITIF dari lingkungan dan masyarakat. Inilah PENGHARGAAN MURNI dari contoh keteladanan yang diberikan berdasarkan sikap dan perilaku yang memahami Dhamma sebagai tuntunan bukan tontonan. Bahkan sesungguhnya penghargaan  hanya merupakan “label” yang kadang-kadang membuat kita lengah dan terjatuh  jika tidak waspada, karena menganggap telah  “mendapat dan memberi sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain”, sehingga kesombongan intelektual dan spiritual muncul.

Untuk menjawab pertanyaan  Secangkir Coklat Panas adalah Tontonan ATAU Tuntunan ???, maka  pertanyaan dimunculkan berdasarkan pemahaman terhadap 2 cerita yang dibaca dan dipahami.
 
Pertanyaan dari cerita yang pertama.

Puisi Bau Kentut

Seorang cendekiawan, Zhou Zi, yang telah mempelajari KONSEP Buddhisme dari gurunya, seorang Mahabhikshu Zen, pada suatu hari membuat suatu puisi yang menurutnya merupakan pencerminan keadaan batinnya yang tenang, tentram dan bahagia. Dalam puisinya tersebut, dilukiskan bagaimana dia telah mencapai keadaan batin yang damai, kokoh, tidak terpengaruh oleh bahkan delapan mata angin sekalipun.

Sungguh bangga sekali Zhou Zi akan puisi barunya tersebut, sehingga dia berniat untuk mengirimkan kepada gurunya yang tinggal di seberang sungai, dengan harapan akan memperoleh pujian. Zhou Zi segera mengirimkan kurir untuk menyampaikan puisinya tersebut, yang diberi judul ‘Hati yang Tiada Tergoyahkan’. Setelah gurunya menerima kiriman puisi tersebut dan membacanya, dimana oleh kurir cendekiawan dimintakan agar gurunya dapat menuliskan kesannya, maka beliau menuliskan sesuatu di balik kertas puisi tersebut dan diserahkannya kembali melalui kurir.

Zhou Zi menunggu kedatangan kurirnya untuk membaca pujian yang disampaikan oleh gurunya, dan segera dibuka sampul berisi kertas puisinya. Betapa marahnya Zhou Zi menemukan tulisan gurunya berupa tinta merah dengan tiga huruf besar, ‘PUISI BAU KENTUT’. Sungguh geram Zhou Zi, dia menilai gurunya benar-benar tidak mengerti ungkapan yang mendalam dari dia akan konsep Buddhisme tentang keseimbangan batinnya. Zhou Zi memutuskan untuk segera ke seberang sungai menemui gurunya.

Sesampainya di tempat gurunya, Zhou Zi menanyakan dengan emosi yang ditahan, “Kenapa suhu mencela puisi saya, apakah suhu tidak bisa menangkap arti kiasan yang begitu mendalam dari puisi ini?” Mahabhikshu Zen tersebut tertawa dan berkata, “Ha…ha..ha…, lihatlah dirimu sendiri muridku, baru terkena satu angin kentut saja, Anda sudah lari terbirit-birit ke sini…., apalagi kalau diterpa delapan mata angin sekaligus!”
(satu angin yang dimaksud oleh Mahabhikshu Zen tersebut adalah keadaan batin yang dicela karena ke AKU an yang menonjol dari Zhou Zi). Karena Zhou Zi melihat Dhamma sebagai tontonan.

Artinya jika kita mendapat nilai negatif ( misalnya BRP ) yang beruntun seharusnya menjadi intropeksi diri dan pertimbangan positif untuk merubah diri sendiri , baik dari segi bertutur kata, etika, kesopanan, moralitas dll. Jika melalui cerita di atas, kemudian dibuat menjadi pertanyaan dalam pilihan berganda, maka pertanyaannya adalah :

1. Tujuan “AKU” belajar Buddha Dhamma, karena Dhamma adalah :

a. TONTONAN.
b. TUNTUNAN.

Silahkan kita memilih. Kita bebas menentukan PILIHAN. Apa yang menjadi PILIHANMU ?

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Secangkir Coklat Panas adalah Tontonan ATAU Tuntunan ???
« Reply #1 on: 24 March 2010, 12:34:48 PM »
Pertanyaan dari cerita yang kedua.

Hikmat Secangkir Coklat Panas

Sekolompok alumni sangat terpelajar, yang sudah mapan dalam karirnya, sedang berbincang-bincang pada saat reuni dan memutuskan untuk pergi mengunjungi profesor universitas mereka yang sekarang sudah pensiun. Pada waktu mereka berkunjung, pembicaraan mereka berubah menjadi keluhan mengenai kerumitan dan permasalahan pada kehidupan mereka.

Professor itu menyajikan coklat panas pada tamu-tamunya, ia pergi ke dapur dan kembali dengan coklat panas di teko yang besar dan beberapa macam cangkir - porselen, gelas, kristal, dan beberapa cangkir yang biasa-biasa saja, ada beberapa yang mahal, ada beberapa yang cantik - dan mengatakan kepada mereka untuk mengambil sendiri coklat panas tersebut.

Ketika mereka semua memegang secangkir coklat panas di tangan mereka, professor itu berkata:

 "Lihatlah semua cangkir yang bagus, mahal semuanya telah diambil, yang tertinggal hanyalah yang biasa dan yang murah."Adalah normal bagi kalian untuk menginginkan yang terbaik bagi kalian semua, itu adalah sumber dari keluhan dan masalah kehidupan kalian.” ( Kita semua memilih AJARAN dengan tradisi berbeda, dan menurut PENDAPAT kita adalah yang paling baik dan cocok serta sesuai kebutuhan, dan inilah yang akan menjadi permasalahan kita dalam memahami dan menjalani ajaran )

” Cangkir ( naskah naskah dhamma/dharma, objek adalah netral ) yang kalian pegang tidak menambahkan kualitas dari coklat panas ( manfaat dhamma bagi kehidupan ) tersebut.”

“Pada kebanyakan kasus cangkir ini hanya menambah mahal ( kesombongan  karena ke-AKU-an) dan bahkan menyembunyikan apa yang kita minum.”

“ Apa yang kalian inginkan sebenarnya adalah coklat panas ( manfaat Dhamma bagi kehidupan ), bukan sekedar cangkirnya ( naskah-naskah dhamma/dharma ); tetapi secara tidak sadar kalian menginginkan cangkir yang terbaik dan kemudian kalian mulai saling melihat dan membandingkan cangkir kalian masing-masing.” ( Keegoan/ke-AKU-an muncul dengan membanding-bandingkan dengan mencela dan menghina yang dianggap yang terburuk dan terbaik menurut sudut pandang yang mengeneralkan )

Kemudian dia berhenti dan berkata, "Sekarang pikirkan ini: Kehidupan adalah coklat panas ( memperoleh manfaat dhamma bagi kehidupan );  Cara dan metode kita memilih ajaran dalam menjalankan kehidupan untuk memperoleh “status” adalah cangkirnya ( naskah-naskah dhamma/dharma ). Cangkir itu hanyalah “ ALAT ” untuk memegang dan BUKAN untuk memuaskan keegoan kehidupan serta kesombongan intelektual . Cangkir yang kau miliki tidak akan menggambarkan, atau mengubah kualitas kehidupan yang kalian miliki.

Terkadang, dengan HANYA memusatkan perhatian kita hanya pada cangkirnya ( naskah-naskah dhamma/dharma ), KITA GAGAL untuk menikmati coklat panas ( manfaat Dhamma bagi kehidupan ) yang telah disediakan bagi kita.

Buddha memberi keteladanan melalui coklat panasnya ( manfaat Dhamma bagi kehidupan ), tetapi manusia hanya memilih fisik cangkirnya ( naskah-naskah dhamma/dharma ) sebagai ………………….( diisi oleh pembaca ). Orang-orang yang paling bahagia tidak memiliki semua yang terbaik. Mereka hanya berbuat yang terbaik dari apa yang telah mereka miliki.

Hiduplah dengan sederhana. Mengasihilah dengan tulus. Kembangkan metta dan karuna dan memperhatikanlah sesama dengan sungguh-sungguh. Berbicaralah dengan ramah dan sopan.

“Inilah yang patut dikerjakan oleh
ia yang tangkas dalam hal yang berguna
yang mengantar ke jalan kedamaian:
sebagai orang yang cakap, jujur, tulus,
mudah dinasehati, lemah lembut, tidak sombong

Tak sepatutnya yang satu menipu yang lainnya,
Tidak menghina siapapun di mana juga,
Dan, tak selayaknya karena marah dan benci
Mengharap yang lain celaka.”
                                    Kutipan Karaniyametta Sutta.


"DAN NIKMATILAH COKLAT PANAS KALIAN !" kata professor.

Pertanyaan berdasarkan cerita diatas, pembelajaran Dhamma/Dharma diibaratkan minum secangkir coklat panas, maka
 
2. Tujuan “AKU” belajar Buddha Dhamma karena Dhamma adalah :

a.   CANGKIR yang bagus, sebagai tontonan, pajangan dan pegangan untuk dipamerkan.
b.   COKLAT PANAS yang nikmat, sebagai tuntunan memperbaiki kualitas kesehatan bathin. 

Silahkan kita memilih. Kita bebas menentukan PILIHAN. Apa yang menjadi PILIHANMU ?
« Last Edit: 24 March 2010, 12:40:02 PM by CHANGE »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Secangkir Coklat Panas adalah Tontonan ATAU Tuntunan ???
« Reply #2 on: 24 March 2010, 12:55:48 PM »
Mahabhikshu Zen tersebut tertawa dan berkata, “Ha…ha..ha…, lihatlah dirimu sendiri muridku, baru terkena satu angin kentut saja, Anda sudah lari terbirit-birit ke sini…., apalagi kalau diterpa delapan mata angin sekaligus!”

Cerita tentang Puisi Bau Kentut mungkin ada banyak versi tapi dengan inti yang sama. Saya hanya mau melengkapi aja, begini bunyi puisinya:

Aku menundukkan kepala kepada surga di dalam surga
Seberkas cahaya menerangi alam raya
Delapan angin tidak dapat menggerakkanku
Masih tetap duduk di atas lotus nila emas


Delapan angin adalah: untung-rugi, tenar-tidak tenar, dipuji-dicela, senang-susah.

Saat Zhou Zi menyeberangi sungai untuk protes pada gurunya yang menuliskan kata kentut di puisinya, dia menemukan secarik kertas di depan pintu gurunya dan tertulis:

Delapan angin tidak dapat menggerakkanku
Satu kentutan meniupku sampai ke seberang sungai
« Last Edit: 24 March 2010, 12:57:37 PM by Mayvise »

 

anything