wuih udah setahun nih topik...bagaimana kawan sudah ada yang mencapai jhana

?
sekedar share aja nih :
beberapa tahun yang lalu saya sempet bergabung dengan suatu grup meditasi independent, yang sudah mempraktekan
meditasi dari tahun 80an, jadi grup ini sudah berlatih meditasi sekitar 20-30 tahunan, yang dibimbing oleh seorang (alm) guru
perumah tangga yang belum mengenal tentang Buddhis, beliau mengajarkan kepada para muridnya untuk mencapai ( ning neng )
itu istilah beliau untuk napas dalam kandungan ( dalam hal ini merujuk kepada jhana ), yang menurut beliau ciri - cirinya
ketika kita bermeditasi sampai hening, kita akan bahagia, tapi itu belum seberapa,
nanti kita akan mengalami napas dalam kandungan dimana kita seperti tidak napas,
tapi sesungguhnya kita masih bernapas, jangan takut pada tahap ini, pasrahkan saja.
teruskan hening itu nanti kita akan melihat cahaya batin yang sunguh terang sekali,
bahkan lebih terang dari bohlam lampu seribu watt, itu pun belum seberapa,
setelah itu berlalu barulah kita akan mengalami NING NENG ( hening heneng )
dimana kedamaian dan kebahagian ning neng ini sangat dahsyat, bahkan akan membuat
kita ingin terus bermeditasi, bermeditasi, dan bermeditasi.
yang dimana cara nya menurut beliau :
jangan pernah sibuk dengan hidup ini,
sebelum bermeditasi, tinggalkan semua urusan dirumah tetap dirumah
jaga perkataan, jaga pikiran, jaga tingkah laku dalam perilaku setiap hari
jangan pernah merepotkan orang lain untuk kepentingan kita pribadi,
dan bagi muridnya yang masih bujangan, beliau menganjurkan untuk mencapai
NING NENG terlebih dahulu sebelum menikah, karena ning neng akan sangat sulit
dicapai jika kita sudah menikah.
setelah itu barulah kita bisa bermeditasi dengan mudah,
( hal ini berarti merujuk kepada SILA yang murni mutlak sebagai satu syarat untuk bermeditasi agar semua berjalan dengan mudah )
hampir semua murid pertama beliau dapat mencapai NING NENG ini
beliau adalah perumah tangga, yang sejak tahun 70an sudah pisah ranjang dengan istrinya ( bukan bercerai atau bertengkar )
tetapi beliau memutuskan tidak lagi berubungan badan dengan istrinya,
beliau seorang pekerja disebuah perusahaan,
sederhana dalam hidupnya,
punya baju hanya dua, meskipun anak2 nya memiliki ekonomi yang cukup mapan,
tidur hanya diatas ranjang papan, dan satu yang sangat hebat ( menurut saya ) dimana pun
dalam kondisi apa pun jika ada pengamis yang datang atau menghampiri beliau,
beliau akan memberikan pengemis itu berapa pun yang ada didalam kantongnya,
bahkan menurut cerita muridnya, bahwa ada seorang pengemis yang sampai berkata kepada beliau
" cukup kamu sudah cukup memberi kepada saya "
pada 2 tahun terakhir dalam hidupnya beliau berpesan kepada murid - murid nya bahwa beliau akan meninggal tidak lama lagi, paru - paru beliau mengecil, tetapi beliau tetap bisa berbicara selama berjam2 dengan muridnya tanpa bantuan oksigen,
beliau bekata " ini hanya badan yang sakit, jangan sampai pikiran juga ikut sakit, harus bisa berdiri diatas rasa "
bagaimana menurut kawan2 di dhammacitta ? semoga sepengal cerita ini dapat bermanfaat pada kita semua.