Terus ada temen lagi yg bilang klo hidup ini penderitaan.
Jadi waktu itu pernah merenung dan mikir2, klo hidup ini penderitaan, buat apa berkeluarga? Toh happynya cuma sebentar aj (palingan 60 tahun) abis itu kita sedih ninggalin keluarga ato mungkin malah kita di tinggalin duluan. Apakah pikiran seperti ini benar atau salah?
ha3..bagus nih kalimatnya, saya suka.
itu tidak salah tapi realistis namanya, memang kenyataannya gitu kan? Buddha juga mengajarkan bagaimana memiliki perkawinan dan keluarga bahagia, tetapi tetap saja tidak langgeng.
Bahagia menjadi bhikkhu, kebahagiaannya juga paling 60 tahunan, kalau badan sudah sakit dan tua, apanya yang bahagia? Kecuali menjadi bhikkhu yang sudah menembus tingkat kesucian tertentu, atau arhat malah, kalau ini bahagia terus memang, tapi brapa banyak jaman sekarang yang bisa?
tetapi yang jelas berumah tangga yang baik atau jadi petapa yang baik meskipun tidak merah kesucian apapun di kehidupan ini, kemampuan hasil latihan dan buah karma baik bisa dinikmati di kehidupan mendatang.
kalau ada temen yang bilang hidup ini menderita, itu sih bener cuman kurang lengkap karena mati juga menderita
kawin menderita, melajang juga menderita, jadi bhikkhu juga ada penderitaannya,
kita ini hanya tukar menukar bentuk dukkha (arti dukkha yang sejati lebih dalam drpd penderitaan)
contoh: dulu punya rumah kecil punya dukkhanya rumah kecil, (sempit, panas)
dulu punya rumah besar punya dukkhanya rumah besar (listrik lebih mahal, susah dibersihin, pajak mahal,dsb)
punya istri, punya dukkha juga (isteri kadang cerewet, nda sabar, suka marah,dll)
tidak punya istri, ada juga dukkhanya (sepi, sendiri, tidak ada yg masaki, anak tidak ada dll)
cuma tukeran aja, jadi bhikkhu tidak langsung semua penderitaan lenyap.ha3
menerima segala sesuatu dengan kepuasan, itu namanya bahagia, jadi suami ya puas jadi suami (tidak punya pikiran aneh mau berubah jadi istri)
o ya petapa Sumedha sebelum jadi Buddha kan mengalami rebirth banyak sekali, tapi Beliau hanya 9 kali jadi bhikkhu.
bahkan pangeran Siddhartha, kan juga pernah nikah to?
ttg untuk mencapai pencerahan harus melepas kemelekatan, itu bener,
karena apapun yang dilekati pastilah hal yang akan membuat kecewa karena itu jangan menggantungkan kebahagiaan pada kesehatan, kekayaan, istri, anak, kesakitan, kemiskinan (kaya aja dukkha apalagi miskin), teman, musuh, pendidikan, kebodohan. dll
kata ajahn Chah, Joy at last to know, there is no happiness in this world