[at] samaneri, yang jadi masalah adalah di kutub siang bisa 4 sampai 6 bulan, dan malam bisa 4 sampai 6 bulan juga. Tentu saja tanda-tanda alam tidak bisa dipakai dalam kasus ini.
Apakah 4 standar besar (menggunakan jam) bisa dipakai dalam kasus ini?
http://www.dhammawiki.com/index.php?title=4_great_standards
Tentu saja 4 standar besar ini bukan dimaksudkan sebagai pasal karet.
Salam sejahtera selalu Bro Gachapin yg baik,
Saya sangat setuju dengan anda, memang kita harus dan wajib memperhatikan ketentuan vinaya,menurut info anda ini (from Vinaya, Mv.VI. 40), jangan sampai gara2 kita mencoba mendiskusikan sesuatu hal yang mana justru itu melanggar vinaya.
Jadi jelas tertuang dlm point 1, wlu Sang Buddha tidak menyebutkan hal tsb larangan, namun jika ini akan menyalahi sesuatu yang diperkenankan maka hal ini tidak diperkenankan untuk dilakukan. Dikaitkan dg kita mendiskusikan hal ini lalu sy menjawab tentu ada tanda2 dari alam, maka saya akan berhadapan dg ketentuan point 1. Jadi saya tidak meneruskan hal ini utk di diskusikan lagi karena jelas tidak diperkenankan sesuai vinaya (hayoo…jangan ada yg komentar “yah penonton kecewa” karena kami2 berhadapan dg vinaya, beda dg kalian, maaf ya…). kami tidak boleh membuat interpretasi sendiri sesuatu yang telah tertuang dlm vinaya.
Sedang untuk point 2, wlu Sang Buddha tidak mengatakan hal tsb larangan namun jika dilakukan tidak melanggar dari larangan maka diperkenankan, misalnya adalah bagi yang memiliki luka lambung, harus menjaga jangan sampai perutnya kosong (dikaitkan dengan kesehatan) untuk mencapai tujuan mulia menembus “pencerahan” dibutuhkan tubuh ini,maka harus dijaga, jadi kita bisa minum susu atau cereal antara 3-4 jam setelah makan siang, sehingga lambung aman dari luka lambung. Jika kita terlalu strict dg tdk mengisi apapun hingga keesokan hari, dijamin urusan panjang, ke dokter, biaya obat, ijin tdk masuk kerja, dll, tujuan mulia tdk tercapai bahkan duit keluar, rugi double.
Begitu pula point 3, walau Sang Buddha tidak mengatakan hal tsb “tidak diperkenankan” namun jika dilakukan akan melanggar “yang diperkenankan” maka hal tsb merupakan larangan. Jika kita menjalani atthasila lalu nyemil (mengasumsikan bukan makan nasi jadi tidak termasuk kategori makan), hal tsb tetap merupakan larangan walau Sang Buddha tidak mengatakan hal tsb tidak diperkenankan.
Untuk point 4, walau Sang Buddha tidak mengatakan “memperkenankan” tetapi hal tsb tdk melanggar maka diperkenankan. untuk hal ini lebih menjurus kepada kebiasaan daerah setempat, misal : ada negara tertentu yang memberlakukan mengkonsumsi permen coklat sebagai teman minum teh di sore hari, karena permen coklat bukan merupakan sesuatu yg padat (sangat mudah lumat setelah masuk mulut).
Ini ada sedikit tambahan info, karena sy blm menguasai semua isi tipitaka, lalu saya menanyakan hal ini kepada dosen saya, beliau bilang di Tipitaka pali kok Mahavagga VI, 40 tidak ada, lalu yg dipake oleh mediawiki apa ya? kita harus selalu ingat untuk acuan utama ajaran2 Sang Buddha hanya Tipitaka pali, sedang acuan tambahan bisa didpt dari atthakatha.
semoga ada manfaatnya info sy ini.
may all beings be happy
mettacittena,