//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Empat Kebenaran Ariya  (Read 31448 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #30 on: 15 November 2008, 08:39:29 PM »
Maaf berhubung itu disadur dr postingan org laen, jd ngga kepikiran utk diedit. Mengenai itu akan saya lakukan segera. thanx buat koreksinya.. :)

ehmm.. tampaknya ga bs diedit lg yah.. ada jangka waktu begitukah? :)

mettacitena
_/\_
« Last Edit: 15 November 2008, 08:42:09 PM by xuvie »
appamadena sampadetha

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #31 on: 15 November 2008, 10:22:03 PM »
Sharing perjalanan dalam mencoba memahami Dukha (dalam lingkup intelektual),

Tidak mudah bagi saya untuk menerima bahwa hidup ini adalah Dukha, karena bagaimanapun juga tetap ada kebahagiaan di dalamnya. Di banyak referensi kebahagiaan selalu dikatakan sebagai bagian dari dukha.

Sampai suatu ketika saya membaca kotbah dari Ajahn Chah yang memberikan ilustrasi sederhana yang menenangkan kebingungan saya. Dukha digambarkan beliau sebagai seekor ular, dimana kepala ular adalah penderitaan dan ekornya adalah kebahagiaan. Orang senang bermain-main dengan ekor ular karena terlihat menyenangkan dan tidak berbahaya sedangkan kepala ular tampak menakutkan dengan taring berbisanya. Memegangi ekor ular bisa memancing kepalanya untuk mendekat. Tidak peduli melekat pada ekor atau kepala, dua2nya adalah bagian dari satu kesatuan yaitu Dukha.

Di dalam perenungan lebih lanjut saya baru sadar bahwa masih ada terdapat badan dari ular, yaitu segala sesuatu yang berkondisi di dunia yang fana/tidak kekal yang tidak lain dan tidak bukan adalah juga merupakan bagian dari Dukha.
« Last Edit: 15 November 2008, 10:23:36 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

cunda

  • Guest
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #32 on: 16 November 2008, 12:47:49 PM »
Maaf berhubung itu disadur dr postingan org laen, jd ngga kepikiran utk diedit. Mengenai itu akan saya lakukan segera. thanx buat koreksinya.. :)

ehmm.. tampaknya ga bs diedit lg yah.. ada jangka waktu begitukah? :)

mettacitena
_/\_


sudah aku perbaiki, tolong di cek lagi

Semoga membantu

thuti

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #33 on: 16 November 2008, 01:38:31 PM »
Mengenai terjemahan arti kata Dukkha, para penerjemah di Tiongkok sejak dulu sudah menerjemahkannya sebagai 苦 (penderitaan). Penerjemah yang dianggap paling awal dan kebanyakan menerjemahkan Sutra dari tradisi Sarvastivada adalah AnShiGao. Jadi dapat dikatakan pada abad 2 masehi, mereka sudah menerjemahkannya demikian.   
Mungkin ini satu hal yang perlu dibahas, mengapa AnShiGao juga menerjemahkan demikian? Apakah cuma kebetulan di Indonesia kok bisa menerjemahkan sama dengan terjemahan AnShiGao?  Dan apakah anonim dari kata Dukkha? Apakah Sukkha? Kalo benar Sukkha (happines, 樂) , maka tentu Dukkha memang berarti penderitaan.   Mudah2an ini jadi masukan yg bermanfaat.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #34 on: 16 November 2008, 07:32:38 PM »
Mengenai terjemahan arti kata Dukkha, para penerjemah di Tiongkok sejak dulu sudah menerjemahkannya sebagai 苦 (penderitaan). Penerjemah yang dianggap paling awal dan kebanyakan menerjemahkan Sutra dari tradisi Sarvastivada adalah AnShiGao. Jadi dapat dikatakan pada abad 2 masehi, mereka sudah menerjemahkannya demikian.   
Mungkin ini satu hal yang perlu dibahas, mengapa AnShiGao juga menerjemahkan demikian? Apakah cuma kebetulan di Indonesia kok bisa menerjemahkan sama dengan terjemahan AnShiGao?  Dan apakah anonim dari kata Dukkha? Apakah Sukkha? Kalo benar Sukkha (happines, 樂) , maka tentu Dukkha memang berarti penderitaan.   Mudah2an ini jadi masukan yg bermanfaat.

Sekedar pendapat pribadi,

Saya setuju dengan Chingik kalau Dukha berarti penderitaan, beberapa ada yang mengartikan sebagai ketidakpuasan dan stress dimana keduanya adalah merupakan bagian dari penderitaan.

Just my 2 cents......
yaa... gitu deh

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #35 on: 16 November 2008, 07:49:10 PM »
dukkha tidak terlepas dari anicca (ketidakkekalan), kondisi anicca ini bahwa segala sesuatu selalu berubah (termasuk penderitaan dan kebahagiaan) inilah yang menyebabkan dukka, oleh karena itu saya lebih menyukai definisi dukkha yang berarti kondisi yg tidak memuaskan, yang disebabkan karena perubahan yang terjadi terus-menerus.

makna penderitaan sangat relatif tergantung dari individunya, seseorang menganggap kehidupan berumah tangga adalah kebahagiaan sementara orang lain menganggapnya sebagai penderitaan. namun apakah itu penderitaan atau kebahagiaan, kehidupan berumah tangga itu tidaklah kekal dan oleh karena itu menimbulkan dukkha.

Just another 2 cents....

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #36 on: 16 November 2008, 09:34:59 PM »
I vote for ketidakpuasan.

Setelah melihat dalam berbagai dimensi, sudut, arah dan kondisi aye pilih itu.
There is no place like 127.0.0.1

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #37 on: 16 November 2008, 10:55:17 PM »
Hmmm.... kalo saya masih cenderung ke penderitaan nih......

Sebagai masukan, saya mencoba berbagi beberapa sudut pandang:
1. Senada dengan Chingik, bahwa kata Dukha yang dimaksud adalah secara harafiah lawan dari sukha. Agak sulit dijelaskan namun mari kita beranjak pada penelusuran berikutnya:

2. Terdapat beberapa kasus kata yang mirip, dimana didalam uraian pengertian suatu kata tersebut kata yang dijelaskan (yaitu kata itu sendiri) terdapat sebagai salah satu arti, contoh:
    a. Samadhi, yang berarti konsentrasi, terdiri dari:
        a.1. Samadhi (konsentrasi)
        a.2 Sati (perhatian penuh)
    b. Avijja, ketidaktahuan/kebodohan:
        Kalau tidak salah ada 5 bagian uraian dimana salah satunya adalah avijja itu sendiri.

3. Kata tidak memuaskan adalah bentuk negatif dengan penggunaan kata tidak. Jadi kesannya kurang pas dengan arti harafiah Dukha yang lawannya adalah sukha, seakan-akan semestinya adalah asukha yaitu tidak bahagia.

4. Kata tidak memuaskan di dalam bahasa Pali (menurut asumsi saya) bukan Dukha (kalo salah mohon dikoreksi karena saya tidak tahu persis kata tidak memuaskan di dalam bahasa Pali), namun jelas yang digunakan dalam 4 kebenaran Arya adalah Dukha.

5. Sedikit panjang, pertama-tama saya menghadirkan beberapa kalimat terlebih dahulu

   * Hidup adalah Dukha (penderitaan)
   * Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi

Hidup adalah bersifat Dukha (penderitaan), salah satu penyebabnya adalah di dalamnya terdapat dualitas, berkondisi,  apabila ada sukha harus ada dukha dan sebaliknya. Dan sebagaimana ilustrasi ular sebagai dukha (penderitaan), kepala (bahagia) dan ekor (penderitaan) merupakan satu kesatuan dari ular (penderitaan), hanya tampilannya saja yang berbeda. Jadi dikarenakan ke-dualitas-an antara sukha dan dukha, apabila asukha maka dukha, apabila adukha maka sukha, berkondisi. Selain itu kebahagiaan dan penderitaan sebenarnya timbul dari ketidaktahuan, ilusi. Bagi Arahat yang telah melihat segala sesuatu sebagaimana adanya (sejatinya, lawan dari ilusi) dualitas tersebut telah terlampaui.

Sebaliknya Nibbana dikatakan sebagai kebahagiaan tertinggi (adisukha?? mohon dikoreksi?!) bukan karena lawan dari dukha namun karena sudah di luar dualitas, melampauinya, yang sejati.


makna penderitaan sangat relatif tergantung dari individunya, seseorang menganggap kehidupan berumah tangga adalah kebahagiaan sementara orang lain menganggapnya sebagai penderitaan. namun apakah itu penderitaan atau kebahagiaan, kehidupan berumah tangga itu tidaklah kekal dan oleh karena itu menimbulkan dukkha.


Kalau saya mikirnya gini, kebahagiaan dalam berumah tangga tidak kekal (anicca) oleh karena itu tidak memuaskan, karena tidak memuaskan hal tersebut adalah sebuah penderitaan. Persis seperti perumpamaan dukha sebagai ular, dimana kebahagiaan hanyalah salah satu bagian dari ular tersebut yaitu ekor yang terlihat tidak berbahaya dan menyenangkan(??).

Demikian beberapa sudut pandang dari saya.
« Last Edit: 16 November 2008, 11:00:47 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #38 on: 16 November 2008, 11:15:08 PM »
Memang kata Dukkha itu agak sulit ditemukan padanan apple to applenya  ;D



Quote from: SN 56.11
"Birth is dukkha, aging is dukkha, death is dukkha; sorrow, lamentation, pain, grief, & despair are dukkha; association with the unbeloved is dukkha; separation from the loved is dukkha; not getting what is wanted is dukkha. In short, the five clinging-aggregates are dukkha."


Dukkha disini diterjemahkan jadi stress.
Quote from: MN 141
[Ven. Sariputta:] "Now what, friends, is the noble truth of stress? Birth is stressful, aging is stressful, death is stressful; sorrow, lamentation, pain, distress, & despair are stressful; association with the unbeloved is stressful; separation from the loved is stressful; not getting what is wanted is stressful. In short, the five clinging-aggregates are stressful.

"And what is birth? Whatever birth, taking birth, descent, coming-to-be, coming-forth, appearance of aggregates, & acquisition of [sense] spheres of the various beings in this or that group of beings, that is called birth.

"And what is aging? Whatever aging, decrepitude, brokenness, graying, wrinkling, decline of life-force, weakening of the faculties of the various beings in this or that group of beings, that is called aging.

"And what is death? Whatever deceasing, passing away, breaking up, disappearance, dying, death, completion of time, break up of the aggregates, casting off of the body, interruption in the life faculty of the various beings in this or that group of beings, that is called death.

"And what is sorrow? Whatever sorrow, sorrowing, sadness, inward sorrow, inward sadness of anyone suffering from misfortune, touched by a painful thing, that is called sorrow.

"And what is lamentation? Whatever crying, grieving, lamenting, weeping, wailing, lamentation of anyone suffering from misfortune, touched by a painful thing, that is called lamentation.

"And what is pain? Whatever is experienced as bodily pain, bodily discomfort, pain or discomfort born of bodily contact, that is called pain.

"And what is distress? Whatever is experienced as mental pain, mental discomfort, pain or discomfort born of mental contact, that is called distress.

"And what is despair? Whatever despair, despondency, desperation of anyone suffering from misfortune, touched by a painful thing, that is called despair.

"And what is the stress of association with the unbeloved? There is the case where undesirable, unpleasing, unattractive sights, sounds, aromas, flavors, or tactile sensations occur to one; or one has connection, contact, relationship, interaction with those who wish one ill, who wish for one's harm, who wish for one's discomfort, who wish one no security from the yoke. This is called the stress of association with the unbeloved.

"And what is the stress of separation from the loved? There is the case where desirable, pleasing, attractive sights, sounds, aromas, flavors, or tactile sensations do not occur to one; or one has no connection, no contact, no relationship, no interaction with those who wish one well, who wish for one's benefit, who wish for one's comfort, who wish one security from the yoke, nor with one's mother, father, brother, sister, friends, companions, or relatives. This is called the stress of separation from the loved.

"And what is the stress of not getting what is wanted? In beings subject to birth, the wish arises, 'O, may we not be subject to birth, and may birth not come to us.' But this is not to be achieved by wanting. This is the stress of not getting what is wanted. In beings subject to aging... illness... death... sorrow, lamentation, pain, distress, & despair, the wish arises, 'O, may we not be subject to aging... illness... death... sorrow, lamentation, pain, distress, & despair, and may aging... illness... death... sorrow, lamentation, pain, distress, & despair not come to us.' But this is not to be achieved by wanting. This is the stress of not getting what is wanted.

There is no place like 127.0.0.1

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #39 on: 17 November 2008, 09:33:04 PM »

"Cattāri Ariyasaccāni" banyak diterjemahkan sebagai "Empat Kesunyataan Mulia", "Empat Kebenaran Mulia", hal ini kurang tepat, aku lebih suka menggunakan terjemahan "Empat Kebenaran Ariya", bagaimana anda?

Kata Ariyasacca adalah "gabungan kata kepemilikan" = artinya Kebenaran yang diketemukan oleh seorang Ariya (Buddha), jadi apabila peng-Indonesia-an kata Ariya = mulia sudah barang tentu kurang tepat, seharusnya "muliawan" (Orang Mulia), jadi lebih tepat sebagai "Empat Kebenaran Muliawan".

Sedikit urun saran,

"Cattāri Ariyasaccāni"

Menurut saya, terjemahan "Empat Kebenaran Mulia" sudah tepat.

Kata Ariyasacca kelihatannya memang merupakan "gabungan kata kepemilikan", namun dalam hal ini , kata Ariya bukan merupakan kata benda, melainkan kata sifat yaitu "Mulia", jadi artinya memang "kebenaran (yang mempunyai sifat) mulia" atau singkatnya "Kebenaran Mulia".

Kata Ariya sendiri (dari literatur saya yg terbatas) adalah kata sifat,

Dari Kamus Baru Buddha Dhamma :
Ariya = Suci, Mulia.
Ariya Puggala = Orang Suci
Puggala = individu, orang.

Dari Kompilasi Istilah Buddhis :
Ariya = Suci, Agung. Siswa yang telah mencapai kesucian disebut Yang Ariya.
Ariya Puggala = Mahluk suci, yang terdiri atas delapan pasang,
Puggala = 'Individu', 'orang', Juga sebagai persamaan dari kata satta (Mahluk). Di dalam Buddha Dhamma, kata mahluk semata-mata merujuk sebutan, ekspresi kesepakatan sosial (vohara desana). Secara hakekat sesungguhnya (paramatha), hanya berlangsung fenomena fisik dan batiniah yang berproses secara terus menerus.

Jadi apabila disebut sebagai "Muliawan" kurang tepat. Karena merujuk kepada "orang", sedangkan sebagaimana yang dijelaskan pada arti kata Puggala di dalam Kompilasi Istilah Buddhis. Kata 'orang' maupun 'mahluk' hanyalah konvensi dimana hakekatnya tidak ada (anatta).
Jadi seorang yang telah mencapai kesucian disebut Ariya, karena kemelekatan terhadap 'diri' sudah tidak ada lagi, oleh karena itu pantas di sebut 'Mulia', 'Ariya'.


Kata mulia pada "Empat Kebenaran Mulia" juga tidak tepat karena kebenaran pertama (dukkha) dan kedua (dukkhasamudaya) bersifat tidak mulia.


Kebenaran, karena 'benar' secara otomatis bersifat mulia, sejati. 'Kebenaran' yang tidak benar, bukan kebenaran dan tidak bersifat mulia. Jadi di dalam "Empat Kebenaran Mulia", seluruhnya adalah bersifat 'Mulia", karena "Kebenaran-nya".

Semoga bermanfaat.

 _/\_
yaa... gitu deh

cunda

  • Guest
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #40 on: 17 November 2008, 10:59:35 PM »

"Cattāri Ariyasaccāni" banyak diterjemahkan sebagai "Empat Kesunyataan Mulia", "Empat Kebenaran Mulia", hal ini kurang tepat, aku lebih suka menggunakan terjemahan "Empat Kebenaran Ariya", bagaimana anda?

Kata Ariyasacca adalah "gabungan kata kepemilikan" = artinya Kebenaran yang diketemukan oleh seorang Ariya (Buddha), jadi apabila peng-Indonesia-an kata Ariya = mulia sudah barang tentu kurang tepat, seharusnya "muliawan" (Orang Mulia), jadi lebih tepat sebagai "Empat Kebenaran Muliawan".

Sedikit urun saran,

"Cattāri Ariyasaccāni"

Menurut saya, terjemahan "Empat Kebenaran Mulia" sudah tepat.

Kata Ariyasacca kelihatannya memang merupakan "gabungan kata kepemilikan", namun dalam hal ini , kata Ariya bukan merupakan kata benda, melainkan kata sifat yaitu "Mulia", jadi artinya memang "kebenaran (yang mempunyai sifat) mulia" atau singkatnya "Kebenaran Mulia".

Kata Ariya sendiri (dari literatur saya yg terbatas) adalah kata sifat,

Dari Kamus Baru Buddha Dhamma :
Ariya = Suci, Mulia.
Ariya Puggala = Orang Suci
Puggala = individu, orang.

Dari Kompilasi Istilah Buddhis :
Ariya = Suci, Agung. Siswa yang telah mencapai kesucian disebut Yang Ariya.
Ariya Puggala = Mahluk suci, yang terdiri atas delapan pasang,
Puggala = 'Individu', 'orang', Juga sebagai persamaan dari kata satta (Mahluk). Di dalam Buddha Dhamma, kata mahluk semata-mata merujuk sebutan, ekspresi kesepakatan sosial (vohara desana). Secara hakekat sesungguhnya (paramatha), hanya berlangsung fenomena fisik dan batiniah yang berproses secara terus menerus.

Jadi apabila disebut sebagai "Muliawan" kurang tepat. Karena merujuk kepada "orang", sedangkan sebagaimana yang dijelaskan pada arti kata Puggala di dalam Kompilasi Istilah Buddhis. Kata 'orang' maupun 'mahluk' hanyalah konvensi dimana hakekatnya tidak ada (anatta).
Jadi seorang yang telah mencapai kesucian disebut Ariya, karena kemelekatan terhadap 'diri' sudah tidak ada lagi, oleh karena itu pantas di sebut 'Mulia', 'Ariya'.


Kata mulia pada "Empat Kebenaran Mulia" juga tidak tepat karena kebenaran pertama (dukkha) dan kedua (dukkhasamudaya) bersifat tidak mulia.


Kebenaran, karena 'benar' secara otomatis bersifat mulia, sejati. 'Kebenaran' yang tidak benar, bukan kebenaran dan tidak bersifat mulia. Jadi di dalam "Empat Kebenaran Mulia", seluruhnya adalah bersifat 'Mulia", karena "Kebenaran-nya".

Semoga bermanfaat.

 _/\_



namaste suvatthi hotu

Idañca pathamasaccam kucchitam aneka-upaddavadhitthanato, tuccham balajanaparikappita-dhuva-subha-sukh'attabhava-virahitato

Di sini kebenaran pertama disebut buruk karena merupakan tempat banyak bahaya, dan disebut kosong karena ketiadaan yang dikonsep oleh orang dungu sebagai keabadian, keindahan, kesenangan dan keakuan

Thuti

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #41 on: 17 November 2008, 11:22:27 PM »
Konteksnya beda, Romo.

Walaupun isinya "buruk" bukan berarti "kebenaran" itu tidak "Mulia", sebuah "kebenaran" walaupun isinya adalah sesuatu yang buruk tetaplah sebuah "Kebenaran", oleh karena itu bersifat "Mulia", oleh karena Ke-benar-an-nya.

Embel2 mulia dibalik kebenaran, menurut asumsi saya adalah untuk menunjukkan ke-sejati-annya yaitu untuk membedakannya dengan kebenaran relatif.


« Last Edit: 17 November 2008, 11:25:17 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #42 on: 18 November 2008, 01:32:50 PM »
Konteksnya beda, Romo.

Walaupun isinya "buruk" bukan berarti "kebenaran" itu tidak "Mulia", sebuah "kebenaran" walaupun isinya adalah sesuatu yang buruk tetaplah sebuah "Kebenaran", oleh karena itu bersifat "Mulia", oleh karena Ke-benar-an-nya.

Embel2 mulia dibalik kebenaran, menurut asumsi saya adalah untuk menunjukkan ke-sejati-annya yaitu untuk membedakannya dengan kebenaran relatif.

Ya, saya setuju dengan bro Hendrako. Di sini saya tambahkan sedikit , kalo ada salah mohon koreksi. :)
Pada hakekatnya, kehidupan itu menderita. Mengapa menggunakan kata menderita?   Menderita di sini bukan kasus per kasus, bukan 'menderita' karena rasa bahagia secara emosional menghilang. Menderita ini adalah cakupan dari titik kulminasi pergolakan emosi makhluk hidup. Jadi menderita di sini dilihat dari seluruh rangkaian kehidupan makhluk itu, bukan sekedar menderita karena kehilangan rasa bahagia yang timbul lenyap.
Jika 'menderita' diartikan hanya karena kehilangan rasa bahagia, maka para bangsawan yang hidupnya serba berkecukupan merasa tidak perlu belajar dhamma, karena mereka tidak merasa menderita2 banget. Lalu mereka akan menganggap  'dukkha' itu bukan kebenaran mulia.

Tetapi bila kata 'dukkha' itu dipahami sebagai penderitaan dari rangkaian kehidupan makhluk karena terombang-ambing dalam siklus samsara yg tidak berkesudahan, maka orang akan merasa bahwa kata 'dukkha' memang adalah sebuah kebenaran yang sebelumnya tidak disadari oleh orang2, maka dianggap sebagai sebuah kebenaran mulia. Mulia karena belum diketahui sebelumnya, Mulia karena itu adalah realitas yang sesungguhnya. 
 

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #43 on: 23 November 2008, 12:59:44 PM »
um...daripada sibuk tentang penerjemahan "kata" bagaimana kita lebih rajin "praktek" untuk menembus Cattari Ariya Saccani?
Oh ya om Cunda,saya setuju dengan anda soal penggunaan kata,tapi dalam konteks "pengertian" saja... :)

Salam hangat,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Empat Kebenaran Ariya
« Reply #44 on: 25 November 2008, 07:53:24 AM »
jika instruksi Guru tidak dipahami dengan baik, bagaimana seorang murid mempraktekkannya dengan baik?  ???
ibarat petunjuk dokter utk minum obat tidak dipahami dengan jelas, apakah minum obatnya 3 kali sehari ato 3 hari sekali, bagaimana pasien bisa minum sesuai dosis utk penyakitnya, dan apakah si pasien bisa sembuh?

IMO, dalam 4 Kebenaran Ariya, 2 Kebenaran pertama perlu direnungkan secara mendalam, dan 2 Kebenaran terakhir yang harus kita praktekkan dalam hidup sehari-hari. butuh penjelasan lebih mendetil mengenai praktek ini, dan saya blm kompatible utk menjelaskannya. :P setahu saya sih, kalo prakteknya bener & kontiniu, bisa menjadi arya sangha..  :)

secara umum, yang dikatakan bro riky ada benarnya.. penting bagi kita untuk mengkombinasikan pengertian dan praktek dharma secara berkesinambungan.. agar dapat berdiskusi dari kedua sisi, teori dan pengalaman langsung, sehingga kita dapat menggunakan kapasitas kelahiran kita sebagai manusia yang berharga ini untuk mencapai tujuan tertinggi, yaitu pembebasan demi kebaikan semua makhluk.
 _/\_


By : Zen
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

 

anything