BRAHMAJALA SUTTA
7 PANDANGAN ANNIHILASSI (UCCHEDAVADA –MUSNAH TOTAL SETELAH MATI)
5. “Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana, yang mengajarkan paham Annihilassi (ucchedavada –musnah total). Mereka menyatakan bahwa, setelah mati makhluk itu musnah dan lenyap, dalam tujuh pandangan. Apakah asal mula dan dasarnya maka mereka berpandangan demikian?”
Pandangan ke-51
6. “Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, karena jiwa memiliki bentuk (rupa-jasmani), yang terdiri dari empat zat (catummahabhutarupa), dan merupakan keturunan dari ayah dan ibu; bila meninggal dunia, tubuh menjadi hancur, musnah dan lenyap, dan tidak ada lagi kehidupan berikutnya. Dengan demikian jiwa itu lenyap.” Demikianlah pandangan yang menyatakan bahwa ketika makhluk meninggal, ia musnah dan lenyap.”
Pandangan ke-52
7. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, jiwa seperti yang anda katakan memang benar ada, saya tidak menyangkalnya. Tetapi, jiwa itu tidak musnah sekaligus, karena ada jiwa lain lagi yang lebih luhur, berbentuk, termasuk alat kesenangan indera (kamavacaro), hidup dengan makanan material (kavalinkaraharabhakkho). Jiwa seperti itu tidak anda ketahui, tetapi saya dapat melihatnya. Setelah jiwa itu tidak ada lagi, barulah jiwa musnah secara total.” Demikianlah, mereka berpandangan bahwa setelah meninggal, makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.”
Pandangan ke-53
8. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, jiwa seperti yang anda katakan memang benar ada, saya tidak menyangkalnya. Tetapi, jiwa itu tidak musnah sekaligus, karena ada jiwa lain lagi yang lebih luhur, berbentuk, dibentuk oleh pikiran (manomaya), semua bagiannya sempurna, inderanya pun lengkap. Jiwa seperti itu tidak anda ketahui, tetapi saya dapat melihatnya. Setelah jiwa itu tidak ada lagi, barulah jiwa musnah secara total.” Demikianlah, mereka berpandangan bahwa setelah meninggal, makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.”
Pandangan ke-54
9. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, jiwa seperti yang anda katakan memang benar ada, saya tidak menyangkalnya. Tetapi, jiwa itu tidak musnah sekaligus, karena ada jiwa lain lagi yang lebih luhur, yang melampaui pengertian adanya bentuk (rupasanna), yang telah melenyapkan rasa tidak senang (pathigasanna), tidak memperhatikan penyerapan-penyerapan lain (nanattasanna), menyadari ruang tanpa batas, mencapai dimensi ruang tanpa batas (akasanancayatana). Jiwa seperti itu tidak anda ketahui, tetapi saya dapat melihatnya. Setelah jiwa itu tidak ada lagi, barulah jiwa musnah secara total.” Demikianlah, mereka berpandangan bahwa setelah meninggal, makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.”
Pandangan ke-55
10. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, jiwa seperti yang anda katakan memang benar ada, saya tidak menyangkalnya. Tetapi, jiwa itu tidak musnah sekaligus, karena ada jiwa lain lagi yang lebih luhur, yang melampaui alam Akasanancayatana, menyadari kesadaran tanpa batas, mencapai dimensi kesadaran tanpa batas (vinnanancayatana). Jiwa seperti itu tidak anda ketahui, tetapi saya dapat melihatnya. Setelah jiwa itu tidak ada lagi, barulah jiwa musnah secara total.” Demikianlah, mereka berpandangan bahwa setelah meninggal, makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.”
Pandangan ke-56
11. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, jiwa seperti yang anda katakan memang benar ada, saya tidak menyangkalnya. Tetapi, jiwa itu tidak musnah sekaligus, karena ada jiwa lain lagi yang lebih luhur, yang melampaui alam Vinnanancayatana, menyadari kekosongan, mencapai dimensi kekosongan (akincannayatana). Jiwa seperti itu tidak anda ketahui, tetapi saya dapat melihatnya. Setelah jiwa itu tidak ada lagi, barulah jiwa musnah secara total.” Demikianlah, mereka berpandangan bahwa setelah meninggal, makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.”
Pandangan ke-57
12. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, jiwa seperti yang anda katakan memang benar ada, saya tidak menyangkalnya. Tetapi, jiwa itu tidak musnah sekaligus, karena ada jiwa lain lagi yang lebih luhur, yang melampaui alam Akincannayatana, mencapai dimensi bukan pencerapan dan bukan tanpa pencerapan (n’evasanna nasannayatana). Jiwa seperti itu tidak anda ketahui, tetapi saya dapat melihatnya. Setelah jiwa itu tidak ada lagi, barulah jiwa musnah secara total.” Demikianlah, mereka berpandangan bahwa setelah meninggal, makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.”
5 PANDANGAN MENGENAI NIBBANA
13. “Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana, yang menganut ajaran yang menyatakan bahwa “Kehidupan Nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang” (ditthadhammanibbanavada). Mereka menyatakan bahwa, kebahagiaan mutlak nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini. Ajaran tersebut diuraikan dalam lima pandangan. Apakah asal mula dan dasarnya maka mereka berpandangan demikian?”
Pandangan ke-58
14. “Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Tatkala jiwa diliputi oleh kenikmatan, kepuasan lima indera, maka jiwa telah mencapai nibbana dalam kehidupan sekarang ini.” Demikianlah, mereka menyatakan bahwa kebahagiaan mutlak nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini.”
Pandangan ke-59
15. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, jiwa seperti yang anda katakan memang benar ada, saya tidak menyangkalnya. Tetapi, bukan karena telah diliputi oleh kenikmatan dan kepuasan lima indera, maka jiwa telah mencapai nibbana. Mengapa begitu? Karena, kepuasan indera itu tidak kekal, masih diliputi penderitaan oleh sebab bersifat berubah-ubah. Karena ketidakkekalannya dan berubah-ubah, maka dukacita, sedih, kesakitan, derita dan kebosanan muncul. Tatkala jiwa bebas dari kesenangan indera dan hal-hal buruk (akusala dhamma), mencapai dan tetap berada dalam jhana pertama (keadaan tatkala pikiran terpusat dalam meditasi), keadaan menggiurkan, disertai perhatian dan penyelidikan (savittaka savicara), maka jiwa mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini.” Demikianlah, mereka menyatakan bahwa kebahagiaan mutlak nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini.”
Pandangan ke-60
16. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, jiwa seperti yang anda katakan memang benar ada, saya tidak menyangkalnya. Tetapi, bukan dengan keadaan tersebut berarti telah mencapai kebahagiaan mutlak nibbana. Mengapa begitu? Karena, selama kita masih diliputi oleh proses berpikir atau perhatian dan menyelidik, berarti itu masih kasar. Tatkala jiwa terbebas dari perhatian dan menyelidik, mencapai dan berada dalam jhana kedua, keadaan pikiran terpusat dan seimbang, penuh kegiuran dan kegembiraan (cetaso ekodi-bhava, vupasamo, piti, sukha), maka jiwa mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini.” Demikianlah, mereka menyatakan bahwa kebahagiaan mutlak nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini.”
Pandangan ke-61
17. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, jiwa seperti yang anda katakan memang benar ada, saya tidak menyangkalnya. Tetapi, bukan dengan keadaan tersebut berarti telah mencapai kebahagiaan mutlak nibbana. Mengapa begitu? Karena, selama kita masih diliputi oleh kegiuran dan kegembiraan, berarti itu masih kasar. Tatkala jiwa terbebas dari keinginan dan kegiuran; pikiran terpusat dan seimbang, penuh perhatian, berpengertian jelas (sato ca sampajano), dan tubuh mengalami kebahagiaan, yang dikatakan para bijaksana sebagai keseimbangan yang disertai perhatian dan pengertian jelas, mencapai dan berada dalam jhana ketiga, maka jiwa mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini.” Demikianlah, mereka menyatakan bahwa kebahagiaan mutlak nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini.”
Pandangan ke-62
18. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan, dengan menyatakan, “Saudara, jiwa seperti yang anda katakan memang benar ada, saya tidak menyangkalnya. Tetapi, bukan dengan keadaan begitu berarti telah mencapai kebahagiaan mutlak nibbana. Mengapa begitu? Karena, selama kita masih diliputi oleh rasa kebahagiaan, berarti itu masih kasar. Tatkala jiwa terbebas dari rasa bahagia dan derita (sukhassa ca pahana dukkhassa ca pahana), setelah melenyapkan kesenangan dan kesedihan (somanassa domanassa), mencapai dan berada dalam jhana keempat, disertai pikiran terpusat dan seimbang, tanpa adanya kebahagiaan dan penderitaan, maka jiwa mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini.” Demikianlah, mereka menyatakan bahwa kebahagiaan mutlak nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini.”