Tentang Pandangan-Pandangan dan Pengetahuan Penetratif
Terjemahan Saṃyukta-āgama Kotbah 139 sampai 187 (Jilid 7)
Bhikkhu Anālayo
Abstaksi
Artikel ini menerjemahkan jilid keenam dari
Saṃyukta-āgama, yang mengandung kotbah 139 sampai 187.<1>
[Kotbah-Kotbah Berhubungan tentang Pandangan-Pandangan]
139. [Kotbah Pertama tentang Kekhawatiran, Dukacita, Kekesalan, dan Kesakitan]
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah,<2> dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang belum muncul menjadi muncul dan kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang telah muncul menjadi meningkat lebih jauh?”
Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma. Semoga beliau menjelaskan hal ini sepenuhnya. Setelah mendengarnya, para bhikkhu akan menjunjung tinggi dan menerimanya dengan hormat.”
Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan bentuk jasmani adalah sebabnya, dengan melekat pada bentuk jasmani, dengan dibelenggu dan terikat pada bentuk jasmani, dengan melihat bentuk jasmani sebagai diri, kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang belum muncul menjadi muncul dan kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang telah muncul menjadi meningkat lebih jauh. Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran
juga seperti ini.
“Para bhikkhu, apakah yang kalian pikirkan, apakah bentuk jasmani adalah kekal atau ia tidak kekal?”
Mereka menjawab: “Ia tidak kekal, Sang Bhagavā.”
[Sang Buddha] bertanya lagi: “Apa yang tidak kekal, apakah ia adalah
dukkha?”
Mereka menjawab: “Ia adalah
dukkha, Sang Bhagavā.”
[Sang Buddha berkata:] “Dengan cara ini, para bhikkhu, apa yang tidak kekal adalah
dukkha. Karena terdapat
dukkha, dengan munculnya hal ini, terdapat yang dibelenggu, yang terikat, dan pandangan diri. Ini menyebabkan kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang belum muncul menjadi muncul, dan ini menyebabkan kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang telah muncul menjadi meningkat lebih jauh. Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran
juga seperti ini.
“Oleh sebab itu, para bhikkhu, apa pun bentuk jasmani, apakah masa lampau, masa depan atau masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, [43a] indah atau menjijikkan, jauh atau dekat, ini semua adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya]. Ini disebut kebijaksanaan benar. Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran
juga seperti ini.
“Lagi, apa yang dilihat, didengar, dialami, diketahui, dibangkitkan, dicari, diingat, diikuti dengan awal pikiran (
vitakka), dan diikuti dengan kelangsungan pikiran (
vicāra), semua itu adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya]. Ini disebut kebijaksanaan benar.
“Jika terdapat pandangan bahwa suatu diri ada dan dunia ada, dan bahwa keberadaan dunia ini dan keberadaan dunia lain adalah kekal, abadi, dan tidak berubah – semua itu adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya]. Ini disebut kebijaksanaan benar.
“Jika terdapat lagi pandangan bahwa dunia ini dan diri tidak ada, bahwa tidak ada milik diri di dunia ini, bahwa diri itu tidak akan ada pada masa depan dan apa pun milik diri itu tidak akan ada pada masa depan – semua itu adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya]. Ini disebut kebijaksanaan benar.
“Seumpamanya seorang siswa mulia yang terpelajar memeriksa enam sudut pandang ini sebagai bukan diri dan bukan milik diri. Seseorang yang merenungkan dengan cara ini meninggalkan keragu-raguan sehubungan dengan Sang Buddha, meninggalkan keragu-raguan sehubungan dengan Dharma ... sehubungan dengan Komunitas (Sangha). Para bhikkhu, ini disebut seorang siswa mulia terpelajar yang tidak lagi melakukan suatu perbuatan jasmani, ucapan atau pikiran yang akan membawa pada tiga tujuan buruk. Bahkan jika ia lalai, siswa mulia itu pasti berlanjut menuju pencerahan, dalam tujuh kehidupan kepergian dan kedatangan di antara para
deva dan manusia ia akan mengakhiri
dukkha.”
Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.