64. Kotbah tentang Utusan Surgawi<162>
Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
Dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.
Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.
[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.
Seperti halnya, ketika hujan turun deras dan gelembung-gelembung muncul dan lenyap pada permukaan air, kemudian jika seseorang dengan penglihatan yang baik berdiri di suatu tempat [yang dekat], ia [dapat] mengamati [gelembung-gelembung itu] ketika mereka muncul dan lenyap. Dengan cara yang sama, dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.
Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.
[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.
Seperti halnya, ketika hujan turun deras dan tetesan air hujan jatuh di [tempat] yang lebih tinggi atau di [tempat] yang lebih rendah, kemudian jika seseorang dengan penglihatan yang baik berdiri di suatu tempat [yang dekat], ia [dapat] mengamati mereka ketika mereka jatuh di [tempat] yang lebih tinggi atau di [tempat] yang lebih rendah. Dengan cara yang sama, dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.
Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.
[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.
Seperti halnya jika terdapat suatu permata beril, yang secara alamiah murni dan jernih, tanpa cacat atau ketidakmurnian apa pun, bersisi delapan, dipotong dengan baik, yang diuntai pada seutas benang yang bagus berwarna biru, kuning, merah, hitam, atau putih; jika seseorang dengan penglihatan yang baik berdiri di suatu tempat [yang dekat], ia [dapat] mengamati permata beril ini, yang secara alamiah murni dan jernih, tanpa cacat atau ketidakmurnian apa pun, bersisi delapan, dipotong dengan baik, yang diuntai pada seutas benang yang bagus berwarna biru, kuning, merah, hitam, atau putih. Dengan cara yang sama, dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.
Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.
[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.
Seperti halnya jika terdapat dua ruangan yang dihubungkan dengan sebuah pintu di mana banyak orang pergi masuk dan keluar; jika seseorang dengan penglihatan yang baik berdiri di suatu tempat [yang dekat], ia [dapat] mengamati mereka ketika mereka pergi masuk dan keluar. Dengan cara yang sama, dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.
Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.
[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.
Seperti halnya seseorang dengan penglihatan yang baik, berdiri di puncak sebuah bangunan yang tinggi, [dapat] mengamati orang-orang di bawah datang dan pergi, berkeliling di sekitar, duduk, berbaring, berjalan, atau [bahkan] melompat. Dengan cara yang sama, dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.
Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.
[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.
Jika suatu makluk, yang terlahir di alam manusia, tidak berbakti kepada orang tuanya, tidak menghormati para pertapa dan brahmana, tidak berperilaku jujur, tidak melakukan perbuatan berjasa, dan tidak takut terhadap akibat yang dihasilkan oleh perbuatan jahat pada kehidupan berikutnya, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam Raja Yama.
Para petugas Raja Yama membawa [pelaku itu] kepada Raja Yama, dengan berkata:
Yang Mulia, sebelumnya, ketika [terlahir sebagai] seorang manusia, makhluk ini tidak berbakti kepada orang tuanya, tidak menghormati para pertapa dan brahmana, tidak berperilaku jujur, tidak melakukan perbuatan berjasa, dan tidak takut terhadap akibat yang dihasilkan perbuatan jahat pada kehidupan berikutnya. Semoga yang mulia mengadili perbuatan-perbuatan jahatnya!
Kemudian Raja Yama menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi pertama untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya: “Apakah engkau pernah melihat kedatangan utusan surgawi pertama?”
Orang itu menjawab, “Tidak, yang mulia, aku tidak melihatnya.”
Raja Yama bertanya lagi:
Apakah engkau tidak pernah melihat, di suatu desa atau kota, seorang bayi kecil, laki-laki atau perempuan, dengan tubuh yang lemah, lembut, berbaring pada kotoran dan air seninya sendiri, tidak dapat berkata kepada orang tuanya: “Ayah, ibu, bawalah aku pergi dari tempat yang kotor ini! Mandikanlah tubuh ini dan buat ia bersih!”?
Orang itu menjawab, “Aku telah melihatnya, yang mulia.”
Raja Yama bertanya lagi:
Ketika mengingat hal ini kemudian, mengapa engkau tidak berpikir, “Aku sendiri [juga] tunduk pada hukum kelahiran, aku tidak bebas dari kelahiran, dan oleh sebab itu aku seharusnya melakukan perbuatan baik dengan jasmani, ucapan, dan pikiran”?
Orang itu berkata, “Yang mulia, aku benar-benar jahat. Apakah kemunduranku yang diperpanjang akan [menyebabkanku] menderita kerugian?”
Raja Yama berkata:
Engkau benar-benar jahat, dan kemunduranmu yang diperpanjang [akan menyebabkanmu] menderita kerugian. Sekarang aku akan memeriksa dan menghukummu sebagai seorang yang lalai yang berbuat dengan kelalaian. Perbuatan jahatmu tidak dilakukan oleh orang tuamu, atau oleh para raja, para dewa, para pertapa, atau para brahmana. Engkau sendiri melakukan perbuatan jahat dan tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, engkau sekarang pasti akan mengalami akibat [atas perbuatan jahat itu].
Setelah menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi pertama untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya, Raja Yama juga menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi kedua untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya: “Apakah engkau pernah melihat kedatangan utusan surgawi kedua?”
Orang itu menjawab, “Tidak, yang mulia, aku tidak melihatnya.”
Kemudian Raja Yama bertanya lagi:
Apakah engkau tidak pernah melihat, di suatu desa atau kota, seorang laki-laki atau perempuan yang sangat tua, yang sangat renta, dalam kesakitan yang hebat dan mendekati kematian, dengan gigi yang ompong dan rambut yang memutih, dengan tubuh yang bungkuk, berjalan disokong dengan sebuah tongkat, dan dengan tubuh yang bergemetaran?
Orang itu menjawab, “Aku telah melihatnya, yang mulia.”
Raja Yama bertanya lagi:
Ketika mengingat hal ini kemudian, mengapa engkau tidak berpikir, “Aku sendiri [juga] tunduk pada usia tua, aku tidak bebas dari usia tua, dan oleh sebab itu aku seharusnya melakukan perbuatan baik dengan jasmani, ucapan, dan pikiran.”
Orang itu berkata, “Yang mulia, aku benar-benar jahat. Apakah kemunduranku yang diperpanjang akan [menyebabkanku] menderita kerugian?”
Raja Yama berkata:
Engkau benar-benar jahat, dan kemunduranmu yang diperpanjang [akan menyebabkanmu] menderita kerugian. Sekarang aku akan memeriksa dan menghukummu sebagai seorang yang lalai yang berbuat dengan kelalaian. Perbuatan jahatmu tidak dilakukan oleh orang tuamu, atau oleh para raja, para dewa, para pertapa, para brahmana. Engkau sendiri melakukan perbuatan jahat dan tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, engkau sekarang pasti akan mengalami akibat [atas perbuatan jahat itu].
Setelah menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi kedua untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya, Raja Yama menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi ketiga untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya: “Apakah engkau pernah melihat kedatangan utusan surgawi ketiga?”
Orang itu menjawab, “Tidak, yang mulia, aku tidak melihatnya.”
Raja Yama bertanya lagi:
Apakah engkau tidak pernah melihat, di suatu desa atau kota, seorang laki-laki atau perempuan yang sakit parah, duduk atau berbaring di sebuah tempat tidur atau dipan, atau di atas tanah, dengan rasa sakit yang hebat, rasa sakit parah yang muncul dalam tubuh, yang [sepenuhnya] tidak diinginkan dan [akhirnya] akan menyebabkan kematian?
Orang itu menjawab, “Aku telah melihatnya, yang mulia.”
Raja Yama bertanya lagi:
Ketika mengingat hal ini kemudian, mengapa engkau tidak berpikir, “Aku sendiri [juga] tunduk pada penyakit, aku tidak bebas dari penyakit, dan oleh sebab itu aku seharusnya melakukan perbuatan baik dengan jasmani, ucapan, dan pikiran”?
Orang itu berkata, “Yang mulia, aku benar-benar jahat. Apakah kemunduran[ku] yang diperpanjang akan [menyebabkanku] menderita kerugian?”
Raja Yama berkata:
Engkau benar-benar jahat, dan kemunduranmu yang diperpanjang [akan menyebabkanmu] menderita kerugian. Sekarang aku akan memeriksa dan menghukummu sebagai seorang yang lalai yang berbuat dengan kelalaian. Perbuatan jahatmu tidak dilakukan oleh orang tuamu, atau oleh para raja, para dewa, para pertapa, atau para brahmana. Engkau sendiri melakukan perbuatan jahat dan tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, engkau sekarang pasti akan mengalami akibat [atas perbuatan jahat itu].
Setelah menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi ketiga untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya, Raja Yama menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi keempat untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya: “Apakah engkau pernah melihat kedatangan utusan surgawi keempat?”
Orang itu menjawab, “Tidak, yang mulia, aku tidak melihatnya.”
Raja Yama bertanya lagi:
Apakah engkau tidak pernah melihat, di suatu desa atau kota, seorang laki-laki atau perempuan, pada waktu kematian, atau telah meninggal satu hari, atau dua hari, atau sampai enam atau tujuh hari, dipatuki oleh burung gagak, dimakan oleh anjing hutan dan serigala, atau telah terbakar oleh api, dikubur di dalam tanah, atau membusuk dan hancur?
Orang itu menjawab, “Aku telah melihatnya, yang mulia.”
Raja Yama bertanya lagi:
Ketika mengingat hal ini kemudian, mengapa engkau tidak berpikir, “Aku sendiri [juga] tunduk pada kematian, aku tidak bebas dari kematian, dan oleh sebab itu aku seharusnya melakukan perbuatan baik dengan jasmani, ucapan, dan pikiran”?
Orang itu berkata, “Yang mulia, aku benar-benar jahat. Apakah kemunduranku yang diperpanjang akan [menyebabkanku] menderita kerugian?”
Raja Yama berkata:
Engkau benar-benar jahat, dan kemunduranmu yang diperpanjang [akan menyebabkanmu] menderita kerugian. Sekarang aku akan memeriksa dan menghukummu sebagai seorang yang lalai yang berbuat dengan kelalaian. Perbuatan jahatmu tidak dilakukan oleh orang tuamu, atau oleh para raja, para dewa, para pertapa, atau para brahmana. Engkau sendiri melakukan perbuatan jahat dan tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, engkau sekarang pasti akan mengalami akibat [atas perbuatan jahat itu].
Setelah menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi keempat untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya, Raja Yama menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi kelima untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya: “Apakah engkau pernah melihat kedatangan utusan surgawi kelima?”
Orang itu menjawab, “Tidak, yang mulia, aku tidak melihatnya.”
Raja Yama bertanya lagi:
Apakah engkau tidak pernah melihat bahwa para petugas raja menangkap para penjahat dan menghukum mereka dengan berbagai siksaan seperti memotong tangan mereka atau memotong kaki mereka, atau memotong tangan dan kaki mereka, atau memotong telinga mereka, atau memotong hidung mereka, atau memotong telinga dan hidung mereka, memotong-motong [mereka menjadi potongan], merobek janggut mereka, atau merobek rambut mereka, atau merobek janggut dan rambut mereka, menempatkan mereka di dalam kurungan dan membakar pakaian mereka, atau membungkus mereka dalam jerami dan membakarnya, menempatkan [mereka] dalam keledai besi, atau dalam mulut babi besi, atau dalam mulut macan besi yang kemudian [dipanaskan] dengan api, menempatkan mereka dalam ketel tembaga atau ketel besi dan merebus mereka, atau memotong mereka menjadi potongan, atau menusuk mereka dengan garpu tajam, atau menyangkutkan mereka dengan kaitan, atau membaringkan mereka di atas tempat tidur besi dan membakar mereka dengan minyak mendidih, atau mendudukkan mereka di dalam tumbukan besi dan menumbuk mereka dengan alu besi, atau [menyebabkan mereka digigit oleh] ular besar, ular, dan kadal, atau mencambuk mereka dengan cambuk, atau memukul mereka dengan tongkat, atau memukul mereka dengan pentungan, atau menusuk mereka hidup-hidup pada tonggak tinggi, atau memenggal kepala mereka?
Orang itu menjawab, “Aku telah melihatnya, yang mulia.”
Raja Yama bertanya lagi, “Ketika mengingat hal ini kemudian, mengapa engkau tidak berpikir, ‘Aku tunduk, di sini dan saat ini pada masa sekarang, pada [akibat dari] [perbuatan] jahat, tidak bermanfaat [masa lampau]’?”
Orang itu berkata, “Yang mulia, aku benar-benar jahat. Apakah kemunduranku yang diperpanjang akan [menyebabkanku] menderita kerugian?”
Raja Yama berkata:
Engkau benar-benar jahat, dan kemunduranmu yang diperpanjang [akan menyebabkanmu] menderita kerugian. Sekarang aku akan memeriksa dan menghukummu sebagai seorang yang lalai yang berbuat dengan kelalaian. Perbuatan jahatmu tidak dilakukan oleh orang tuamu, atau oleh para raja, para dewa, para pertapa, atau para brahmana. Engkau sendiri melakukan perbuatan jahat dan tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, engkau sekarang pasti akan mengalami akibat [atas perbuatan jahat itu].
Setelah menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi kelima untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya, Raja Yama menyerahkannya kepada para petugas neraka. Para petugas neraka memegangnya dan menempatkannya ke dalam neraka besar dengan empat pintu gerbang.