//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kisah perumpamaan kecapi  (Read 15770 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Kisah perumpamaan kecapi
« on: 23 March 2009, 05:19:25 PM »
sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka?
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

_/\_

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #1 on: 23 March 2009, 05:25:08 PM »
nambah : kalau tidak salah ingat pengamen tersebut adalah perwujudan dewa.. (nah loh... ternyata dibantuin ma dewa)
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #2 on: 23 March 2009, 05:29:21 PM »
nambah : kalau tidak salah ingat pengamen tersebut adalah perwujudan dewa.. (nah loh... ternyata dibantuin ma dewa)

apakah dewa itu sudah tau mengenai ajaran Jalan Tengah, padalah bukankah Dhamma sudah terlupakan?

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #3 on: 23 March 2009, 05:32:22 PM »
jangan tanya i.. om  :hammer:

dulu juga i pernah menanyakan hal serupa... T_T

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=8271.msg136010#msg136010
« Last Edit: 23 March 2009, 05:34:26 PM by hatRed »
i'm just a mammal with troubled soul



Offline wen78

  • Sebelumnya: osin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.014
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #4 on: 23 March 2009, 06:04:54 PM »
sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka?
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

_/\_
1. I don't know ;D
sewaktu dulu msh dlm bimbingan guru, guru gua sangat menekankan hal ini. cuma anologinya adalah senar kecapi.
terlalu kencang akan putus. terlalu kendor, tidak berbunyi. harus "pas" agar menghasilkan suara yg merdu.

2. I don't know ;D
mengenai pengamen tersebut mengetahui ilmu Jalan tengah ato tidak, saya gak tau ;D
mengenai pengamen tersebut mengajari Sang Bodhisatta, saya juga gak tau ;D

IMO,
syair tsb, memberikan jawaban kepada Sang Bodhisatta, bahwa praktik pertapaan keras bukanlah jawabannya(kl gak salah tidak makan/harus puasa).

_/\_
segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.

Offline Shining Moon

  • Sebelumnya: Yuri-chan, Yuliani Kurniawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.148
  • Reputasi: 131
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #5 on: 23 March 2009, 06:06:13 PM »
Iya..yah..good question. Kira2 siape yang tau yah?
Life is beautiful, let's rock and roll..

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #6 on: 23 March 2009, 06:39:16 PM »
sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka?
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

_/\_
saudara indra yang bijak,
andai anda seorang pelajar,
ketika anda sedang belajar matematika terlalu giat sehingga duduk dimeja belajar tanpa makan minum selama 1 hari...
, ketika ibu anda melihat hal ini, kira-kira apa yang dikatakan ibu anda?

tentu " anak-ku belajar tidaklah perlu se-ekstrim itu"

jika saya balik bertanya, apakah ibu anda sangat pandai matematika?

jawabannya tentu anda tahu sendiri...^^

salam metta.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #7 on: 23 March 2009, 06:49:49 PM »
 [at]  atas

=))
=))

apa hubungannya suruh istirahat ma orang yg jago matematika =))
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Mr. Bagus

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 349
  • Reputasi: 12
  • Gender: Male
  • Sedang Apa
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #8 on: 23 March 2009, 07:20:17 PM »
Bisa jadi karena Metta sehingga makhluk yang melihat begitu kerasnya Bodhisatta berlatih menjadi iba. Dalam bahasa Mr. Bagus: "Bro, jangan terlalu keras nanti bisa-bisa mati, istirahatlah sejenak, pulihkan stamina." Kemudian ingat lagu yg lagi hits masa itu, hehehe
:x Persepsi yang saya dapat dari pengalaman saya sendiri sebagai orang buta tidak bisa dibandingkan dengan orang yang melihat dengan terang. >:)<

Offline Lily W

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.119
  • Reputasi: 241
  • Gender: Female
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #9 on: 23 March 2009, 07:52:58 PM »
sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka? ---> tunggu "tipitaka berjalan" yah...2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?---> kisah itu benar (tapi sy ga tau sumbernya dlm tipitaka)... sy rasa pengamen itu tidak mengetahui ilmu jalan tengah karena jalan tengah itu adalah hasil renungan Sang Bodhisatta ketika mendengar nyanyian itu.
_/\_

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #10 on: 23 March 2009, 10:00:56 PM »
awaiting for walking Tipitaka

Offline N1AR

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 930
  • Reputasi: 22
  • Yui
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #11 on: 23 March 2009, 10:06:21 PM »
bukankah cuma ilham dari pemain kecapi?

cunda

  • Guest
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #12 on: 23 March 2009, 11:08:49 PM »
sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka?
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

_/\_


namaste suvatthi hotu

aku belum pernah menemukan sutta yang menceritakan serombongan pengamen yang memberikan petunujuk pada bodhisatta berupa sanjak seperti di atas.

Namun aku telah menemukan sutta yang serupa yang diucapkan Buddha ketika memberi nasihat pada bhikkhu Sona.

Silahkan baca:

Aṅguttaranikāyo; Chakkanipātapāḷi; 2. Dutiyapaṇṇāsakaṃ; 6. Mahāvaggo; 1. Soṇasuttaṃ

Semoga bermanfaat

Thuti
« Last Edit: 23 March 2009, 11:22:39 PM by cunda »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #13 on: 23 March 2009, 11:17:39 PM »
betul, Rocun, itu adalah nasihat Sang Buddha kepada Sona Thera, jadi kisah pengamen ini cuma rekayasa?

Offline N1AR

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 930
  • Reputasi: 22
  • Yui
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #14 on: 23 March 2009, 11:22:45 PM »
oh... bergitu yah... jadi cuma rekayasa. biar tidak oot , siapa pengarang pertama kisah Buddha Gautama?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #15 on: 23 March 2009, 11:28:36 PM »
cuma rekayasa itu ada "?" jadi saya juga masih tunggu konfirmasi.

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #16 on: 23 March 2009, 11:35:45 PM »
betul, Rocun, itu adalah nasihat Sang Buddha kepada Sona Thera, jadi kisah pengamen ini cuma rekayasa?
cek angg, kisah pengamennya bukannya juga ada ketika Pertapa Gotama lagi laksanain praktek penyiksaan diri?

w mo nanya nih...
Para Sottapanna, Sakadagami dan Anagami, tinggal di alam brahma ya?

Klo ya, berarti Yang menyamar jadi tukang kecapi itu, salah seorang dewa yang sudah memasuki arus dari alam Brahma, yang akan dilahirkan tinggal beberapa kali saja.\ ;D /\ ;D /\ ;D /
Kalau dewa yang menyamar tersebut, merupakan seorang yang sudah memasuki arus, pastinya ia sudah tau mengenai jalan tengah tersebut\ ;D / _/\_


Metta Cittena,
Citta _/\_
« Last Edit: 23 March 2009, 11:38:32 PM by Citta Devi »
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #17 on: 23 March 2009, 11:45:15 PM »
cek angg, kisah pengamennya bukannya juga ada ketika Pertapa Gotama lagi laksanain praktek penyiksaan diri?

CD, ini yg perlu dikonfirmasi, apakah kisah ini betul?

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #18 on: 23 March 2009, 11:59:40 PM »
cek angg, kisah pengamennya bukannya juga ada ketika Pertapa Gotama lagi laksanain praktek penyiksaan diri?

CD, ini yg perlu dikonfirmasi, apakah kisah ini betul?

cek angg, mungkin saja betul...
yang menyamar sebagai tukang kecapi itu bisa saja seorang dewa dari alam Brahma.
Seperti Anagami misalnya, yang tidak akan dilahirkan lagi di dunia, dan akan mencapai Nibbana di alam Brahma...
Bukannya dewa tersebut sudah mencapai tingkat kesucian Anagami(<=misalnya), dan tentunya Orang yang sudah memasuki arus, tahu mengenai Jalan Tengah, Lalu memberikan petunjuk kepada Samana Gotama bahwa praktek Dukkhacariya itu tidaklah berfaedah...

Hanya menurutku saja... :P :P :P

Metta Cittena,
Citta _/\_
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #19 on: 24 March 2009, 12:05:48 AM »
cek angg, kisah pengamennya bukannya juga ada ketika Pertapa Gotama lagi laksanain praktek penyiksaan diri?

CD, ini yg perlu dikonfirmasi, apakah kisah ini betul?

cek angg, mungkin saja betul...
yang menyamar sebagai tukang kecapi itu bisa saja seorang dewa dari alam Brahma.
Seperti Anagami misalnya, yang tidak akan dilahirkan lagi di dunia, dan akan mencapai Nibbana di alam Brahma...
Bukannya dewa tersebut sudah mencapai tingkat kesucian Anagami(<=misalnya), dan tentunya Orang yang sudah memasuki arus, tahu mengenai Jalan Tengah, Lalu memberikan petunjuk kepada Samana Gotama bahwa praktek Dukkhacariya itu tidaklah berfaedah...

Hanya menurutku saja... :P :P :P

Metta Cittena,
Citta _/\_

Maaf CD, soalnya gue lagi gak tertarik sama yg MUNGKIN, makanya mau tau sumber yg valid

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #20 on: 24 March 2009, 12:13:47 AM »
cek angg, kisah pengamennya bukannya juga ada ketika Pertapa Gotama lagi laksanain praktek penyiksaan diri?

CD, ini yg perlu dikonfirmasi, apakah kisah ini betul?

cek angg, mungkin saja betul...
yang menyamar sebagai tukang kecapi itu bisa saja seorang dewa dari alam Brahma.
Seperti Anagami misalnya, yang tidak akan dilahirkan lagi di dunia, dan akan mencapai Nibbana di alam Brahma...
Bukannya dewa tersebut sudah mencapai tingkat kesucian Anagami(<=misalnya), dan tentunya Orang yang sudah memasuki arus, tahu mengenai Jalan Tengah, Lalu memberikan petunjuk kepada Samana Gotama bahwa praktek Dukkhacariya itu tidaklah berfaedah...

Hanya menurutku saja... :P :P :P

Metta Cittena,
Citta _/\_

Maaf CD, soalnya gue lagi gak tertarik sama yg MUNGKIN, makanya mau tau sumber yg valid
Ntar deh w cari coba...\ ;D /
dah mo off nih... sambil tidur w cari coba cek angg\ ;D /
ntar klo dah ketemu, besok klo bisa w post...klo bisa(soalnya rabunya ujian kimia>.< sama ada tugasnya>.<)
wnya mengatakan mungkin, soalnya karena blum pasti lhe...^^"""
tidak mungkin wnya langsung mencap bahwa hal tersebut benar2 seperti demikian kejadiannya :)) :P
 
Metta Cittena,
Citta _/\_
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline Brado

  • Sebelumnya: Lokkhitacaro
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.645
  • Reputasi: 67
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #21 on: 24 March 2009, 08:03:29 AM »
Kalo nanya embah gugel, dapatnya di wiki juga ada, cuma sumber resminya kalo bedah2 tipitaka, saya pribadi belum berkompeten untuk itu

http://id.wikipedia.org/wiki/Siddhartha_Gautama#Masa_pengembaraan

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #22 on: 24 March 2009, 08:37:11 AM »
Ntar deh w cari coba...\ ;D /
dah mo off nih... sambil tidur w cari coba cek angg\ ;D /

punya abhinna apa ney anak, bisa nyari di Tipitaka sambil tidur... :-?
i'm just a mammal with troubled soul



Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #23 on: 24 March 2009, 09:42:06 AM »
sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka?
Saya sih tidak pernah liat dalam tipitaka. Mungkin dalam kitab komentar?
Yang ada memang pengajaran pada Sona Kolivisa yang berusaha terlalu keras dan bermeditasi jalan dengan intens sampai kakinya luka. Ia terus begitu sampai seluruh tempatnya tertutup darah dari kakinya. Karena sebelum menjadi bhikkhu, Sona adalah seorang pemain kecapi, maka Buddha memberikan perumpamaan ini.


Quote
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

_/\_
Pengamen tidak mengajari "jalan tengah". Semua pemain alat musik petik pasti tahu makin kencang senar, nada terlalu tinggi, makin kendur, nada terlalu rendah. Hanya saja, mendengar hal itu dan merefleksikan dengan pengalaman kenikmatan indriah dan penyiksaan diri, Bodhisatta jadi menangkap esensi dari jalan tengah.

Offline Mr. Bagus

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 349
  • Reputasi: 12
  • Gender: Male
  • Sedang Apa
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #24 on: 24 March 2009, 12:27:02 PM »
Apakah kisah pemain ronggeng (pengamen?) seperti ini ada juga pada jaman Buddha Buddha sebelumnya? ?
:x Persepsi yang saya dapat dari pengalaman saya sendiri sebagai orang buta tidak bisa dibandingkan dengan orang yang melihat dengan terang. >:)<

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #25 on: 24 March 2009, 11:04:36 PM »
Ntar deh w cari coba...\ ;D /
dah mo off nih... sambil tidur w cari coba cek angg\ ;D /

punya abhinna apa ney anak, bisa nyari di Tipitaka sambil tidur... :-?
hatRed :hammer:
maksud wnya nyari yang ada kaitannya sambil mo tidur, sambil baca gituu topp :)) :P

sewaktu Sang Bodhisatta sedang melakukan praktik pertapaan keras, datanglah serombongan pengamen yang menyanyikan kira2 spt berikut ini:

"Jika dawai terlalu kencang, maka akan putus dan tidak berbunyi.
Jika terlalu kendur juga tidak berbunyi.
dawai harus seimbang, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu kendur,
agar menghasilkan bunyi yg merdu"

1. adakah yang tahu darimana sumbernya dalam Tipitaka?
Saya sih tidak pernah liat dalam tipitaka. Mungkin dalam kitab komentar?
Yang ada memang pengajaran pada Sona Kolivisa yang berusaha terlalu keras dan bermeditasi jalan dengan intens sampai kakinya luka. Ia terus begitu sampai seluruh tempatnya tertutup darah dari kakinya. Karena sebelum menjadi bhikkhu, Sona adalah seorang pemain kecapi, maka Buddha memberikan perumpamaan ini.


Quote
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

_/\_
Pengamen tidak mengajari "jalan tengah". Semua pemain alat musik petik pasti tahu makin kencang senar, nada terlalu tinggi, makin kendur, nada terlalu rendah. Hanya saja, mendengar hal itu dan merefleksikan dengan pengalaman kenikmatan indriah dan penyiksaan diri, Bodhisatta jadi menangkap esensi dari jalan tengah.

Bro kuto,
Dalam riwayat Buddha Gotama, dikatakan kalau tidak salah(<=pake ini krn blum pasti, soalnya kronologi Hidup Buddhanya lagi sama temen, satu lagi ilang waktu olimpiade Buddhis :( ) konon katanya, pengamen tersebut adalah penyamaran dari dewa alam Brahma(atau lebih tepatnya Pacceka Buddha ya? :-? )\ ;D /

Dewa yang tinggal dari alam Brahma, salah satunya orang yang telah mencapai tingkat kesucian anagami, yang tidak akan dilahirkan lagi di dunia, dan akan mencapai Nibbana di alam Brahma.
Nah, Sekarang apakah Anagami itu dah termasuk Pacceka Buddha ya?


Seperti kutipan cerita Panc-Uposatha Jataka berikut,
     Beliau menjelaskan kepada mereka:

     
"Ada Pacceka Buddha yang datang
      dan tinggal sebentar di pondokku, serta menunjukkan
      kedatangan dan kepergianku, nama dan ketenaran, keluargaku, dan semua jalan masa depanku."

       "Karena diliputi oleh kebanggaan, aku tidak bersujud di kakinya, aku tidak menanyakan lagi.
        Karena itu kepada sumpah Sabbathlah aku meminta tolong kebanggaan ini semoga tidak akan mendekat kepadaku lagi, seperti pada kalian."

Dalam kisah tersebut dikatakan bahwa sang pertapa dikuasai oleh kebanggaannya akan kelahirannya yang agung, kemudian Pacceka Buddha melihatnya, dan membantu menyadarkan sang pertapa.

untuk kisah lebih lanjut silahkan klik ini=>>http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9742.msg162767#msg162767
Quote
2. dan kalau kisah ini benar, bagaimana mungkin pengamen itu telah mengetahui ilmu Jalan Tengah sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta?

Demikian juga halnya dengan Sang Bodhisatta yang sedang melaksanakan praktek pertapaan keras tersebut, Seorang Pacceka Buddha yang menyamar menjadi seorang pengamen.

Dan pastinya Pacceka Buddha sudah mengetahui kesunyataan mulia sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta...

Dan lagi Pacceka Buddha adalah orang yang mencapai pencerahan dengan usahanya sendiri, dan tidak menurunkan ajarannya ke dunia

Sehingga, kalau ada pertanyaan seperti ini: mengapa tidak Pacceka Buddha itu saja yang membabarkan Dhamma?
jawabnya seperti yang dikatakan di atas, seorang Pacceka Buddha tidaklah menyebarkan ajaran, hanya sammasambuddha dan savaka Buddha-lah yang menyebarkan ajaran....


Klo sumbernya sih di Riwayat Hidup Buddha Gotama :P :P :P ,
Di Buddhavamsa ada gak ya? :-?

mo nanya,
Apakah dalam setiap kehidupan masing2 Buddha ada melakukan praktik pertapaan kerasnya?
klo ada, bagaimana cara Buddha yang lain menyadari ketidakbermanfaatnya, praktik tersebut?
(waktu itu baca sekilas aja :P , klo gak salah ada ya.. :-? )
 
klo ada kata2 yang salah, mohon maafnya ^:)^ ^:)^ ^:)^

Metta Cittena,
Citta _/\_

                                 
« Last Edit: 24 March 2009, 11:07:31 PM by Citta Devi »
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #26 on: 25 March 2009, 09:32:54 AM »
Bro kuto,
Dalam riwayat Buddha Gotama, dikatakan kalau tidak salah(<=pake ini krn blum pasti, soalnya kronologi Hidup Buddhanya lagi sama temen, satu lagi ilang waktu olimpiade Buddhis :( ) konon katanya, pengamen tersebut adalah penyamaran dari dewa alam Brahma(atau lebih tepatnya Pacceka Buddha ya? :-? )\ ;D /
Entahlah. Banyak kisah-kisah "legenda" yang kadang bisa berbeda-beda. Misalnya campur tangan para deva yang memberikan sari makanan deva saat Bodhisatta melakukan pertapaan keras, deva menjadi pemusik yang "mengajarkan" jalan tengah, dan lain-lain. Saya tidak terlalu tahu dan juga merasa tidak bermanfaat. Bahkan kalau dikit2 deva, dikit2 Brahma, dikit2 naga, malah jadi seperti dongeng anak kecil, bisa2 mengurangi daya tarik orang pada dhamma itu sendiri.

Dalam Tradisi Theravada, ada 3 jenis Arahat:
1. Samma Sambuddha, yaitu yang mencapai kesucian dengan usaha sendiri dan dapat mengajarkan ke orang lain.
2. Pacceka Buddha, yaitu yang mencapai kesucian dengan usaha sendiri, tetapi tidak dapat mengajarkannya.
3. Savaka Buddha, yaitu yang mencapai kesucian dengan bantuan dari seorang Samma Sambuddha.

Menurut dhamma, Pacceka Buddha tidak akan muncul pada masa seorang Samma Sambuddha ada. Menurut (lagi-lagi) legenda, Pacceka Buddha terakhir, Matanga, parinibbana sesaat setelah kelahiran Bodhisatta Gotama.


Quote
Dewa yang tinggal dari alam Brahma, salah satunya orang yang telah mencapai tingkat kesucian anagami, yang tidak akan dilahirkan lagi di dunia, dan akan mencapai Nibbana di alam Brahma.
Nah, Sekarang apakah Anagami itu dah termasuk Pacceka Buddha ya?

Seorang mencapai tingkat kesucian anagami, berarti telah mengambil jalur Savaka Buddha. Jadi melalui tahap-tahap: Sotapanna, Sakadagami, Anagami, Arahat Savaka Buddha. Jadi di sini jelas anagami tidaklah mungkin seorang pacceka Buddha, dan juga sebaliknya.

Alam Brahma itu ada 20. Bagi yang telah mencapai kesucian anagami, maka akan terlahir di salah satu dari 5 alam kediaman murni (Suddhavasa), dari situ mereka akan mencapai kesucian Arahat. Untuk lebih lengkap, mungkin bisa ditanya ke boardnya Bro Upasaka.


Quote
Seperti kutipan cerita Panc-Uposatha Jataka berikut,
     Beliau menjelaskan kepada mereka:

     
"Ada Pacceka Buddha yang datang
      dan tinggal sebentar di pondokku, serta menunjukkan
      kedatangan dan kepergianku, nama dan ketenaran, keluargaku, dan semua jalan masa depanku."

       "Karena diliputi oleh kebanggaan, aku tidak bersujud di kakinya, aku tidak menanyakan lagi.
        Karena itu kepada sumpah Sabbathlah aku meminta tolong kebanggaan ini semoga tidak akan mendekat kepadaku lagi, seperti pada kalian."

Dalam kisah tersebut dikatakan bahwa sang pertapa dikuasai oleh kebanggaannya akan kelahirannya yang agung, kemudian Pacceka Buddha melihatnya, dan membantu menyadarkan sang pertapa.                     

Terima kasih atas postingan kisahnya.
Sekali lagi Pacceka Buddha tidak berada pada masa yang sama dengan seorang Samma Sambuddha.



Quote
Demikian juga halnya dengan Sang Bodhisatta yang sedang melaksanakan praktek pertapaan keras tersebut, Seorang Pacceka Buddha yang menyamar menjadi seorang pengamen.

Dan pastinya Pacceka Buddha sudah mengetahui kesunyataan mulia sehingga bisa mengajari Sang Bodhisatta...

Dan lagi Pacceka Buddha adalah orang yang mencapai pencerahan dengan usahanya sendiri, dan tidak menurunkan ajarannya ke dunia

Sehingga, kalau ada pertanyaan seperti ini: mengapa tidak Pacceka Buddha itu saja yang membabarkan Dhamma?
jawabnya seperti yang dikatakan di atas, seorang Pacceka Buddha tidaklah menyebarkan ajaran, hanya sammasambuddha dan savaka Buddha-lah yang menyebarkan ajaran....

Pacceka Buddha memang menyadari kesunyataan mulia, namun tidak merumuskan dan tidak mengetahui kecenderungan bathin orang lain secara pasti, sehingga tidak bisa mengajarkan jalan tersebut. Namun jangan disalah-pahami bahwa Pacceka Buddha itu hanya orang "bodoh" yang tidak bisa mengajar apa-apa. Dalam hal kebijaksanaan, dikatakan seribu orang seperti Sariputta atau Maha-Moggallana saja, tidak bisa dibandingkan dengan seorang Pacceka Buddha.
Pernah baca kisah Cula-Panthaka? Gampangnya, seorang Pacceka Buddha tidak akan tahu cara "mengajar" Cula-Panthaka adalah dengan kain.


Quote
Klo sumbernya sih di Riwayat Hidup Buddha Gotama :P :P :P ,
Di Buddhavamsa ada gak ya? :-?
Yang tentang kecapi itu, saya tidak temukan di Buddhavamsa.


Quote
mo nanya,
Apakah dalam setiap kehidupan masing2 Buddha ada melakukan praktik pertapaan kerasnya?
klo ada, bagaimana cara Buddha yang lain menyadari ketidakbermanfaatnya, praktik tersebut?
(waktu itu baca sekilas aja :P , klo gak salah ada ya.. :-? )
 
klo ada kata2 yang salah, mohon maafnya ^:)^ ^:)^ ^:)^

Metta Cittena,
Citta _/\_

Semua Bodhisatta menjalani hidup duniawi yang penuh kenikmatan indriah dan juga melakukan praktik pertapaan keras, yaitu kedua ekstrem. Tetapi cara dan waktu mereka menyadari kebijaksanaan adalah berbeda. Dari 7 Buddha terakhir sebelum Buddha Gotama, rata-rata adalah 8 bulan dan 6 bulan. Buddha Kassapa hanya 7 hari. Bodhisatta Gotama harus menjalaninya selama 6 tahun karena akibat dari kamma buruk masa lampau, yaitu menghina ajaran Buddha Kassapa.


Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #27 on: 25 March 2009, 09:46:36 AM »
Entahlah. Banyak kisah-kisah "legenda" yang kadang bisa berbeda-beda. Misalnya campur tangan para deva yang memberikan sari makanan deva saat Bodhisatta melakukan pertapaan keras, deva menjadi pemusik yang "mengajarkan" jalan tengah, dan lain-lain. Saya tidak terlalu tahu dan juga merasa tidak bermanfaat. Bahkan kalau dikit2 deva, dikit2 Brahma, dikit2 naga, malah jadi seperti dongeng anak kecil, bisa2 mengurangi daya tarik orang pada dhamma itu sendiri.

Kai emang MANTABS!!!! emg bnyk yg lebih suka hal2 diluar diri, yg aneh2 padahal yg mencapai kesucian adalah diri sendiri

GRP sent +1... TOBS.....


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #28 on: 25 March 2009, 10:02:24 AM »
Entahlah. Banyak kisah-kisah "legenda" yang kadang bisa berbeda-beda. Misalnya campur tangan para deva yang memberikan sari makanan deva saat Bodhisatta melakukan pertapaan keras, deva menjadi pemusik yang "mengajarkan" jalan tengah, dan lain-lain. Saya tidak terlalu tahu dan juga merasa tidak bermanfaat. Bahkan kalau dikit2 deva, dikit2 Brahma, dikit2 naga, malah jadi seperti dongeng anak kecil, bisa2 mengurangi daya tarik orang pada dhamma itu sendiri.

Kai emang MANTABS!!!! emg bnyk yg lebih suka hal2 diluar diri, yg aneh2 padahal yg mencapai kesucian adalah diri sendiri

GRP sent +1... TOBS.....


haha
Thanx, Bro Markos. :)



Offline Brado

  • Sebelumnya: Lokkhitacaro
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.645
  • Reputasi: 67
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #29 on: 25 March 2009, 12:52:34 PM »
Menurut dhamma, Pacceka Buddha tidak akan muncul pada masa seorang Samma Sambuddha ada.

Kenapa demikian ?
Juga pada masa Buddha, begitu banyak arahat bermunculan
Bahkan sekali mendengar sabda Buddha, mereka langsung mencapai tingkat pemenang arus (sotapati), sakadagami, anagami dst
Apakah seorang Samma Sambuddha dapat mengupgrade pencerahan ke makhluk lain ?
Karena saya masih belum mengerti
Mohon bimbingannya

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #30 on: 25 March 2009, 01:27:32 PM »
Menurut dhamma, Pacceka Buddha tidak akan muncul pada masa seorang Samma Sambuddha ada.

Kenapa demikian ?

Mengapa demikian, saya tidak tahu.


Quote
Juga pada masa Buddha, begitu banyak arahat bermunculan
Bahkan sekali mendengar sabda Buddha, mereka langsung mencapai tingkat pemenang arus (sotapati), sakadagami, anagami dst
Apakah seorang Samma Sambuddha dapat mengupgrade pencerahan ke makhluk lain ?
Karena saya masih belum mengerti
Mohon bimbingannya
Bukan semacam upgrade gitu, tetapi seorang Samma Sambuddha mengetahui bagaimana kecenderungan seseorang dalam memahami dhamma. Satu lagi contohnya, suatu kali Sariputta memberikan objek Asubha kepada seorang bhikkhu, dan setelah 4 bulan berlatih intens, tidak dapat manfaat apa pun. Ketika dibawa ke Buddha, maka Buddha mengetahui bahwa dalam banyak sekali kelahiran sebelumnya, ia selalu terlahir sebagai pandai emas yang selalu melihat keindahan dan kemurnian emas, sehingga meditasi Asubha tidaklah cocok untuknya. Ia diberikan objek lain, dan akhirnya mencapai Arahatta.

Kita lihat di sini bahwa sebetulnya bhikkhu itu punya potensi, tetapi Sariputta, seorang Agga Savaka (dan juga para Pacceka Buddha) tidak dapat melihat secara detail potensi dan kecenderungan yang membangkitkan potensinya tersebut, sehingga tidak dapat membimbing orang lain mencapai pencerahan. Sebetulnya yang membawa orang pada pencerahan adalah dirinya sendiri. Orang lain (walaupun seorang Samma Sambuddha) TIDAK BISA membuat orang lain suci begitu saja.



Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #31 on: 25 March 2009, 01:30:38 PM »
om kainyn,

jadi itulah sebabnya seorang Samma Sambuddha disebut Guru para dewa dan manusia yg tiada taranya... gitu kan  ;)
i'm just a mammal with troubled soul



Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #32 on: 25 March 2009, 01:34:40 PM »
om kainyn,

jadi itulah sebabnya seorang Samma Sambuddha disebut Guru para dewa dan manusia yg tiada taranya... gitu kan  ;)

Iya, kira-kira begitu.

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #33 on: 25 March 2009, 06:09:40 PM »
ada yang punya dhammacakkappavattana atthakatha? barangkali ada.
bahasa inggrisnya apa om indra?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #34 on: 25 March 2009, 06:50:12 PM »
Menurut dhamma, Pacceka Buddha tidak akan muncul pada masa seorang Samma Sambuddha ada.

Kenapa demikian ?
Juga pada masa Buddha, begitu banyak arahat bermunculan
Bahkan sekali mendengar sabda Buddha, mereka langsung mencapai tingkat pemenang arus (sotapati), sakadagami, anagami dst
Apakah seorang Samma Sambuddha dapat mengupgrade pencerahan ke makhluk lain ?
Karena saya masih belum mengerti
Mohon bimbingannya


para individu yang mendengar beberapa bait khotbah dari BUDDHA langsung mencapai tingkat ARAHAT, dikarenakan telah memenuhi parami-nya sehingga dalam kehidupan terakhir-nya sewaktu bertemu dengan BUDDHA ada langsung dapat mencapai tingkat ARAHAT. contoh petapa BAHIYA yang mencapai ARAHAT hanya mendengar 1 bait khotbah BUDDHA sebagaimana diterangkan di dalam BAHIYA SUTTA.

bhikkhu culapanthaka yang diberikan tugas hanya untuk mencuci kain kotor, berhasil mencapai tingkat kesucian arahat.

Dan memang seorang sammasambuddha memiliki kemahatahuan sehingga bisa mengetahui kondisi bathin dan tingkat spiritual dari pendengar dhamma dan bisa memberikan wejangan yang paling tepat untuk menuntun pada pencapaian tingkat spiritual yang lebih baik. Ibarat dokter yang sangat ahli, BUDDHA dengan tepat memberikan "OBAT" yang tepat untuk "PENYAKIT" para pendengarnya...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #35 on: 25 March 2009, 07:02:54 PM »
bhikkhu culapanthaka yang diberikan tugas hanya untuk mencuci kain kotor, berhasil mencapai tingkat kesucian arahat.

Ralat sedikit, justru Cula-Panthaka disuruh menyeka mukanya dengan kain bersih, yang lama kelamaan menjadi kotor untuk menangkap pengertian tentang ketidak-kekalan.

Mengapa kain kotor? Dikisahkan di masa lalu Cula Panthaka pernah menjadi raja dan pada waktu berjalan-jalan di kota, ia menyeka mukanya yang berkeringat dengan kain bajunya. Ia melihat pada saat itu bahwa bajunya yang bersih menjadi kotor dan saat itu ia menyadari ketidak-kekalan. Buddha Gotama mengetahui kecenderungan Cula Panthaka tersebut dan memberikan Cula Panthaka instruksi demikian untuk "mengulang" momen tersebut, di samping Buddha juga mengetahui parami yang mendukung pencapaian Arahatta dari Cula Panthaka tidak bisa dihalangi oleh kamma buruk yang menyebabkan dirinya terlahir sebagai orang bodoh.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #36 on: 25 March 2009, 09:37:54 PM »
bhikkhu culapanthaka yang diberikan tugas hanya untuk mencuci kain kotor, berhasil mencapai tingkat kesucian arahat.

Ralat sedikit, justru Cula-Panthaka disuruh menyeka mukanya dengan kain bersih, yang lama kelamaan menjadi kotor untuk menangkap pengertian tentang ketidak-kekalan.

Mengapa kain kotor? Dikisahkan di masa lalu Cula Panthaka pernah menjadi raja dan pada waktu berjalan-jalan di kota, ia menyeka mukanya yang berkeringat dengan kain bajunya. Ia melihat pada saat itu bahwa bajunya yang bersih menjadi kotor dan saat itu ia menyadari ketidak-kekalan. Buddha Gotama mengetahui kecenderungan Cula Panthaka tersebut dan memberikan Cula Panthaka instruksi demikian untuk "mengulang" momen tersebut, di samping Buddha juga mengetahui parami yang mendukung pencapaian Arahatta dari Cula Panthaka tidak bisa dihalangi oleh kamma buruk yang menyebabkan dirinya terlahir sebagai orang bodoh.


anumodana atas koreksi-nya...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

cunda

  • Guest
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #37 on: 28 March 2009, 03:55:05 PM »
bhikkhu culapanthaka yang diberikan tugas hanya untuk mencuci kain kotor, berhasil mencapai tingkat kesucian arahat.

Ralat sedikit, justru Cula-Panthaka disuruh menyeka mukanya dengan kain bersih, yang lama kelamaan menjadi kotor untuk menangkap pengertian tentang ketidak-kekalan.

Mengapa kain kotor? Dikisahkan di masa lalu Cula Panthaka pernah menjadi raja dan pada waktu berjalan-jalan di kota, ia menyeka mukanya yang berkeringat dengan kain bajunya. Ia melihat pada saat itu bahwa bajunya yang bersih menjadi kotor dan saat itu ia menyadari ketidak-kekalan. Buddha Gotama mengetahui kecenderungan Cula Panthaka tersebut dan memberikan Cula Panthaka instruksi demikian untuk "mengulang" momen tersebut, di samping Buddha juga mengetahui parami yang mendukung pencapaian Arahatta dari Cula Panthaka tidak bisa dihalangi oleh kamma buruk yang menyebabkan dirinya terlahir sebagai orang bodoh.


namaste suvatthi hotu

Bisa tolong kirimkan nama sutra yang menceritakan bahwa culapantahaka menyeka muka, karena dalam teks pali dikisahkan cuma menggosok-gosok kain bersih dan menerawangnya di bawah sinar matahari, sedangkan dalam naskah sanskerta culapanthaka membersihkan sandal para bhikkhu (sayang teks ini hilang)

thuti

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #38 on: 30 March 2009, 09:31:50 AM »
namaste suvatthi hotu

Bisa tolong kirimkan nama sutra yang menceritakan bahwa culapantahaka menyeka muka, karena dalam teks pali dikisahkan cuma menggosok-gosok kain bersih dan menerawangnya di bawah sinar matahari, sedangkan dalam naskah sanskerta culapanthaka membersihkan sandal para bhikkhu (sayang teks ini hilang)

thuti

Menyeka di sini maksudnya memang menggosokkan kain ke muka (bukan membasuh dengan air). Menghadap ke timur adalah supaya matahari terlihat. Kisah tentang ini ada di Dhammapada Atthakatha 25.
Sedangkan kisah kehidupan lampaunya di mana ia menjadi raja dan menyeka mukanya yang berkeringat di bawah matahari, itu sepertinya bukan dari teks Pali, tetapi dari tradisi oral turun-temurun.

cunda

  • Guest
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #39 on: 30 March 2009, 09:54:13 AM »

Menyeka di sini maksudnya memang menggosokkan kain ke muka (bukan membasuh dengan air). Menghadap ke timur adalah supaya matahari terlihat. Kisah tentang ini ada di Dhammapada Atthakatha 25.
Sedangkan kisah kehidupan lampaunya di mana ia menjadi raja dan menyeka mukanya yang berkeringat di bawah matahari, itu sepertinya bukan dari teks Pali, tetapi dari tradisi oral turun-temurun.



namaste suvatthi hotu

tradisi oral turun temurun yang tanpa didasari kutipan dari sumber yang dapat dipercaya akan menambah panjangnya "bias" pemahaman ajaran Buddha.

Semoga kita tidak menjadi salah satu mata rantai terjadinya "bias" ini

thuti

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #40 on: 30 March 2009, 10:06:58 AM »

Menyeka di sini maksudnya memang menggosokkan kain ke muka (bukan membasuh dengan air). Menghadap ke timur adalah supaya matahari terlihat. Kisah tentang ini ada di Dhammapada Atthakatha 25.
Sedangkan kisah kehidupan lampaunya di mana ia menjadi raja dan menyeka mukanya yang berkeringat di bawah matahari, itu sepertinya bukan dari teks Pali, tetapi dari tradisi oral turun-temurun.



namaste suvatthi hotu

tradisi oral turun temurun yang tanpa didasari kutipan dari sumber yang dapat dipercaya akan menambah panjangnya "bias" pemahaman ajaran Buddha.

Semoga kita tidak menjadi salah satu mata rantai terjadinya "bias" ini

thuti

Demikian juga tradisi oral turun temurun yang akhirnya dibentuk menjadi Tipitaka beserta komentarnya memang bias.
Juga tradisi oral seperti perumpamaan kecapi ini yang sering terdapat dalam naskah dhamma yang tak jelas sumbernya adalah bias.
Bahkan sama-sama dalam teks terpercaya seperti Tipitaka pun bisa bias antara satu dengan lainnya. Misalnya kisah Kisa Gotami dan Patacara yang terbalik-balik dan tidak konsisten antar kitab satu dengan lainnya.

Bukankah umat Buddha diharapkan untuk mengerti yang mana bermanfaat dan mana yang tidak ketimbang yang mana yang "sah" dan mana yang "tidak sah"?

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #41 on: 03 May 2009, 08:17:32 AM »
MAHASACCAKA SUTTA

(Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Hanuman Sakti, Jakarta, 1997)

1. Demikianlah yang saya dengar.
      Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Kutagarasala, Mahavana, Vesali.

2. Ketika hari masih pagi, Sang Bhagava telah selesai berpakaian dan mengambil patta serta jubah luar (civara). Beliau akan pergi ke Vesali untuk pindapata.

3. Pada saat itu Saccaka Niganthaputta sedang cankamana (berjalan mondar-mandir melakukan latihan) ia pergi ke Kutagarasala, Mahavana. Bhikkhu Ananda melihat dia datang dari jauh. Ketika beliau melihatnya, beliau berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, Saccaka Niganthaputta sedang ke sini, ia adalah seorang pendebat, seorang pembicara yang pandai dan dianggap oleh banyak orang sebagai orang suci. Ia ingin mencela Sang Buddha, Dhamma dan Sangha. Lebih baik apabila Sang Bhagava mau duduk sebentar demi kasih sayang." Sang Bhagava duduk di tempat duduk yang ada. Kemudian Saccaka Niganthaputta pergi menemui beliau, saling memberikan salam, setelah kata-kata pembuka yang penuh hormat serta lemah lembut itu dilakukan, ia duduk di tempat duduk yang tersedia. Setelah duduk ia berkata Sang Bhagava:

4. "Guru Gotama, ada beberapa petapa dan brahmana yang melibatkan diri untuk mengejar praktik pengembangan jasmani tanpa mengembangkan pikiran. Mereka itu tersentuh oleh perasaan sakit jasmani menjadi lumpuh di paha atau jantung meledak atau darah panas menyembur keluar dari mulutnya atau ia menjadi gila, hilang kesadarannya. Begitulah karma pikiran tunduk pada jasmaninya dan membiarkan jasmani menguasainya.

      Mengapa? Sebab pikiran tidak dikembangkan. Tetapi ada pula beberapa petapa dan brahmana yang terlibat dalam mengejar mengembangkan pikiran tanpa mengembangkan jasmani. Mereka itu tersentuh oleh perasaan sakit dari mentalnya, juga menjadi lumpuh pada pahanya atau jantungnya meledak, darah segar menyembur keluar dari mulutnya atau ia menjadi gila, hilang kesadarannya. Begitulah karma jasmani tunduk pada pikiran, membiarkan pikiran menguasainya. Mengapa? Sebab jasmani itu tidak dikembangkan. Guru Gotama, saya berpendapat bahwa sudah pasti siswa-siswa Guru Gotama adalah mengutamakan mengembangkan pikiran tanpa mengembangkan jasmani?"

5. "Aggivessana, tetapi bagaimana cara mengembangkan jasmani kamu pelajari?"

      "Ada contohnya, yaitu: Nanda Vaccha, Kisa Sankicca, Makkhali Gosala. Mereka itu berjalan dengan telanjang, mereka menolak kaidah-kaidah/peraturan, menjilati tangan-tangan mereka, tidak mau memenuhi undangan, tidak berhenti apabila diminta, mereka tidak menerima apapun yang dibawa (kepadanya), atau sesuatu yang khusus dibuat (untuk dirinya), atau suatu undangan: mereka tidak akan menerima segala sesuatu yang dikeluarkan dari panci, dari mangkok, melewati daun pintu, melewati tongkat, melewati alu (alat penumbuk), dari dua orang makan bersama, dari seorang wanita dengan anak, dari wanita menyusui, dari (dimana) seorang wanita sedang merebahkan diri dengan seorang laki-laki, dari makanan yang telah diumumkan untuk dibagi-bagikan, dari tempat dimana seekor anjing sedang menunggu, darimana lalat-lalat sedang beterbangan: mereka tidak menerima ikan atau daging, mereka tidak minum anggur, arak atau minuman yang diragikan. Mereka menerima makanan hanya dari satu rumah untuk sesuap nasi: mereka menerima makanan hanya dari dua rumah untuk dua suap nasi .... tujuh rumah untuk tujuh suap nasi. Mereka hidup hanya dengan sepiring, dengan dua piring ... tujuh piring sehari. Mereka hanya makan satu kali sehari, satu kali dalam dua hari .... satu kali dalam tujuh hari; dan sedemikian selanjutnya hingga satu kali dalam empat betas hari, mereka berkelana mengabdikan diri kepada praktik semacam itu tentang mengambil makanan pada waktu-waktu yang telah dikemukakan itu."
   
6. "Aggivessana, tetapi apakah mereka itu selalu hidup atas dasar hal itu?" "Tidak, Guru Gotama, kadang-kadang mereka mengunyah makanan keras yang baik, makanan-makanan baik yang lembut, mencicipi cemilan-cemilan enak, minum-minuman enak. Dengan itu mereka mendapat kekuatan, pertumbuhan dan lemak."

      "Aggivessana, apa yang dahulu mereka tinggalkan, mereka kemudian mengumpulkannya kembali. Itulah mengapa terdapat pengumpulan dan pembuangan dari badan ini. Sekarang bagaimana pengembangan pikiran yang telah kamu pelajari?" Ketika Saccaka Niganthaputta ditanya oleh Sang Bhagava tentang pengembangan pikiran, ia tidak dapat menjawabnya.
   
7. Kemudian Sang Bhagava berkata kepadanya: "Aggivessana, apa yang baru saja kamu bicarakan sebagai pengembangan jasmani, adalah bukan pengembangan jasmani sesuai dengan Dhamma dan Vinaya Ariya. Sedangkan pengembangan jasmani kamu tidak tahu, apalagi tentang pengembangan pikiran itu! Namun demikian, dengarkan bagaimana seseorang tidak mengembangkan jasmani dan tidak mengembangkan pikiran, juga bagaimana ia mengembangkan jasmani dan pikiran, perhatikan baik-baik apa yang akan saya katakan."

      "Baiklah. Bhante," jawab Saccaka Niganthaputta. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:
   
8. "Bagaimana seseorang tidak mengembangkan jasmani serta tidak mengembangkan pikiran? Aggivessana, dalam hal ini perasaan menyenangkan timbul dalam di dalam diri seorang awam yang tidak diajar sebagaimana orang-orang biasa pada umumnya. Disentuh oleh perasaan menyenangkan itu, ia bernafsu terhadap perasaan menyenangkan tersebut, ia tetap saja bernafsu terhadap perasaan menyenangkan itu. Perasaan menyenangkan itu berhenti, dengan berhentinya perasaan menyenangkan itu maka timbullah perasaan menyakitkan (di kemudian hari).

      Disentuh oleh perasaan menyakitkan itu maka ia berduka, sedih, meratapi, memukul-mukul dadanya, ia menangis dan menjadi putus asa. Ketika perasaan menyenangkan itu timbul padanya, perasaan itu masuk dalam pikiran dan tinggal disana karena badan jasmaninya tidak dikembangkan. Dalam hal ini, setiap yang dalam cara atau gaya ganda ini, perasaan menyenangkan timbul dan masuk dalam pikiran serta tinggal di sana karena badan jasmani itu tidak dikembangkan; perasaan menyakitkan timbul dan masuk dalam pikiran serta tinggal di sana sebab pikiran itu tidak dikembangkan. Beginilah jasmani yang tidak dikembangkan dan pikiran yang tidak dikembangkan.
   
9. Bagaimana seseorang mengembangkan jasmani dan pikiran? Aggivessana, dalam hal ini perasaan menyenangkan timbul pada ariya savaka yang terpelajar dengan baiknya. Disentuh oleh perasaan menyenangkan itu, ia tidak bernafsu terhadap perasaan menyenangkan itu, ia tidak tetap mempertahankan nafsunya terhadap perasaan menyenangkan itu. Perasaan menyenangkan itu berhenti. Karena perasaan menyenangkan berhenti, maka timbullah perasaan menyakitkan, ia tidak berduka, tidak bersedih atau meratapinya, ia tidak memukuli dirinya, tidak menangis dan tidak putus asa. Ketika perasaan menyenangkan itu timbul padanya, perasaan menyenangkan itu tidak masuk dalam pikiran dan tidak tetap tinggal di sana sebab badan jasmaninya telah dikembangkan. Ketika perasaan menyakitkan itu timbul padanya, perasaan menyakitkan tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana sebab pikiran telah dikembangkan. Dalam hal ini, setiap orang dengan cara atau gaya ganda ini, perasaan menyenangkan timbul tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana sebab badan jasmani telah dikembangkan, dan perasaan menyakitkan timbul dan tidak masuk dalam pikiran Saya serta tinggal di sana."

10. "Saya mempunyai kepercayaan kepada Guru Gotama demikian: Beliau telah mengembangkan jasmani dan pikiran."

      "Aggivessana, sudah tentu kata-kata yang telah kamu ucapkan itu adalah pernyataan pribadi. Namun begitu Saya akan menjawabmu. Sejak aku mencukur rambut dan jenggot, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa, maka tidak mungkin perasaan menyenangkan muncul dan masuk dalam pikiran yang telah dikembangkan."

11. "Apakah barangkali tidak pernah timbul di dalam diri Guru Gotama suatu perasaan begitu menyenangkan yang dapat masuk dalam pikiran serta tetap tinggal di sana? Apakah tidak pernah timbul di dalam diri Guru Gotama suatu perasaan yang begitu menyakitkan sehingga masuk dalam pikiran dan tetap tinggal di sana?"

12. "Aggivessana, mengapa tidak? Sekarang, sebelum aku mencapai Penerangan Sempurna, ketika aku masih sebagai Bodhisatva yang belum mencapai penerangan sempurna itu, saya berpikir: Hidup berumah tangga itu adalah tidak leluasa dan merupakan tempat yang kotor; hidup itu berjalan terus menerus tak henti. Adalah tidak mungkin sementara masih hidup berumah tangga dan menjalani hidup suci yang sempurna dan murni seperti kerang yang digosok. Seandai aku mencukur rambut dan jenggotku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa?

13. - 16. Selanjutnya, ketika masih muda, sebagai seorang anak laki-laki dengan rambut hitam kelam, yang diliputi keremajaan, pada phase pertama dari kehidupan ... walaupun ayah dan ibu ... (dan seterusnya seperti di dalam M.26 para. 14-17 hingga) ... di sana terdapat sebidang tanah yang cocok, ada taman yang menyenangkan, ada sungai jernih yang mengalir dengan tepinya yang bagus dan di dekatnya ada dusun sebagai tempat pindapata. Semua ini menyediakan sarana usaha bagi orang yang mau berusaha. Saya duduk di sana dan berpikir: "Ini akan menjadi sarana untuk usaha."

17. Sekarang, tiga perumpamaan muncul padaku secara spontan, yang belum pernah terdengar sebelumnya. Misalnya, ada sepotong kayu basah, lapuk terletak di dalam air, dan seseorang datang dengan membawa kayu-api, sambil berpikir: "Aku akan menyalakan api, aku akan menghasilkan panas." Bagaimana pendapatmu Aggivessana, apakah orang itu akan (dapat) menyalakan api dan menghasilkan panas dengan membenamkan kayu-api yang ia bawa itu dan digosok-gosokan pada kayu lapuk basah tersebut, yakni kayu yang terletak di dalam air itu?"

      "Tidak, Guru Gotama." "Mengapa? Sebab kayu itu basah, lapuk dan di samping itu pula, terletak di dalam air. Oleh karena itu orang tersebut akan memetik hasil kelelahan serta kekecewaan."

      "Demikianlah. Aggivessana, sementara seorang petapa dan brahmana yang hidup dengan jasmani dan mental mereka belum menghindar dari keinginan indera, juga sementara nafsu-nafsunya, cinta kasih, kasih sayang, haus dan demam terhadap kesenangan indera belum ditinggalkannya dengan tuntas, maka jikalau petapa maupun brahmana merasakan sakit. Tersiksa, perasaan yang menusuk, ia tidak mampu mendapat pengetahuan (nana), pandangan (dassana) dan penerangan sempurna itu. Sama pula jikalau seorang petapa maupun brahmana yang baik merasakan rasa sakit, tersiksa maupun rasa sakit hingga menusuk yang disebabkan oleh usahanya, ia tidak mampu mendapatkan pengetahuan dan penglihatan dan penerangan sempurna. Ini adalah persamaan pertama yang terjadi padaku, belum pernah mendengar sebelumnya.
 
18. Begitu pula, umpamanya ada sepotong kayu yang basah dan lapuk tergeletak di atas tanah kering jauh dari air dan seseorang datang dengan membawa tongkat kayu-api, dan berpikir: "Aku akan menyalakan api, aku akan menghasilkan panas." Aggivessana, bagaimana pendapatmu, apakah orang itu akan dapat menyalakan api dan menghasilkan panas dengan menggosok-gosokkan kayu-api itu pada sebatang kayu yang basah serta lapuk itu. Walaupun kayu terletak di tanah kering jauh dari air?" "Tidak Guru Gotama. Mengapa? Sebab kayu itu basah, lapuk, walaupun terletak di tanah kering yang jauh dari air. Oleh karena itu orang tersebut akan memetik hasil yang melelahkan dan mengecewakan."

      "Aggivessana, demikianlah sementara seorang petapa dan brahmana masih saja hidup hanya meninggalkan pemuasan nafsu indera jasmaniah; sedangkan nafsu-nafsunya, cinta kasih, nafsu kerasnya, haus dan demam untuk keinginan-keinginan indera tidak sepenuhnya ditinggalkan serta ditenangkan di dalam dirinya, sekalipun jikalau seorang petapa dan brahmana merasakan sakit, tersiksa dan tertusuk oleh perasaan-perasaan yang disebabkan oleh usaha kerasnya itu, ia tidak akan mampu mendapat pengetahuan, pandangan dan penerangan sempurna.

      Demikian pula jikalau petapa maupun brahmana yang baik tidak merasakan sakit, tersiksa, perasaan-perasaan yang menusuk yang disebabkan karena keinginan atau usaha kerasnya itu, ia tidak akan mampu mendapat pengetahuan, pandangan dan penerangan sempurna. Ini adalah perumpamaan kedua yang muncul pada-Ku secara spontan, yang belum pernah terdengar sebelumnya.
 
19. Sekali lagi, umpamanya ada sepotong kayu yang tidak bergetah atau yang kering terletak di atas tanah yang kering jauh dari air, lalu ada orang datang dengan sepotong kayu-api, sambil berpikir: "Aku akan menyalakan api, aku akan membuat panas".

      Aggivessana, bagaimana pendapatmu: Apakah orang itu akan bisa menyalakan api itu pada sebatang kayu kering, tanpa getah yang terletak di atas tanah kering jauh dari air."

      "Ya, Guru Gotama. Mengapa? Sebab kayu itu adalah kering, tanpa getah disamping itu, kayu itu tergeletak di atas tanah kering jauh dari air!"

      "Aggivessana, demikianlah sementara seorang petapa dan brahmana yang baik dengan jasmani serta mentalnya meninggalkan keinginan-keinginannya, kasih sayangnya, nafsunya, haus dan demam untuk keinginan-keinginan indera telah sama sekali ditinggalkan dan ditenangkan dalam dirinya, kemudian, sekalipun jika kalau seorang petapa maupun brahmana merasakan rasa sakit, rasa menyiksa, rasa menusuk disebabkan karena keinginan atau usaha-usahanya itu, ia mampu mendapat pengetahuan, pandangan dan penerangan sempurna agung. Sekalipun apabila seorang pendeta baik atau orang suci tidak merasakan rasa menyakitkan, rasa menyiksa, rasa yang menusuk-nusuk disebabkan karena usahanya itu, ia mampu mendapat pengetahuan, pandangan dan penerangan sempurna. Inilah tiga perumpamaan yang terjadi padaku secara spontan, yang belum pernah terdengar sebelumnya.
 
20. Aku berpikir: "Seandainya dengan gigi-gigiku tertutup rapat dan lidahku ditekan kuat-kuat pada langit-langit mulut, aku mengalahkan, memaksa dan menghancurkan pikiran dengan pikiran?" Oleh karena itu, dengan gigi tertutup rapat dan lidah tertekan pada langit-langit mulut, aku mengalahkan, memaksa dan menghancurkan pikiran dengan pikiran. Sementara aku berbuat demikian, keringat mengalir dari ketiakku. Sama seperti halnya seorang kuat akan menangkap orang yang lebih lemah pada kepalanya atau pada pundaknya dan mengalahkannya, memaksa serta menghancurkannya; demikian juga, sementara gigi-gigiku tertutup rapat dan lidahku tertekan pada langit-langit mulut, aku mengalahkan, memaksa dan menghancurkan, pikiran dengan pikiran, keringat mengalir dari ketiakku. Tetapi walaupun semangat yang tiada habis-habisnya itu telah timbul dalam diriku dan kesadaran yang tidak dapat dibatalkan kembali telah dibentuk, namun tubuhku telah dipaksakan dan tidak tenang, saya kelelahan disebabkan oleh usaha yang menyakitkan itu. Tetapi perasaan menyakitkan yang terjadi pada diriku seperti itu, tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana.

  21. Aku berpikir: "Seandainya aku melatih meditasi tanpa bernafas?" Maka saya menghentikan nafas masuk dan nafas keluar dari mulut dan hidungku. Sementara aku berbuat demikian, terjadilah suara yang amat keras oleh angin yang datang dari lubang-lubang telingaku. Sama seperti adanya suara keras dari teriakan seseorang, demikian juga halnya, ketika aku menghentikan nafas masuk dan nafas keluar dari mulut dan dari hidungku, terjadilah suara keras dari angin yang datang dari lubang telingaku. Tetapi walaupun semangat yang tiada habis-habisnya telah timbul di dalam diriku .... perasaan menyakitkan .... tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana.

22. Aku berpikir: "Seandainya aku mempraktikkan lebih lanjut meditasi tanpa bernafas?" Oleh karena itu aku menghentikan nafas masuk dan nafas keluar dari mulut dan dari hidungku serta telingaku. Sementara aku berbuat demikian, angin mengganggu kepalaku. Sama seperti halnya ada orang kuat sedang membelah kepalaku pecah dengan pedang tajam, demikian juga, ketika aku menghentikan nafas masuk dan nafas keluar di dalam mulutku, hidung dan telinga, angin dahsyat mengganggu kepalaku.
      Tetapi walaupun semangat yang tanpa habis-habisnya telah timbul di dalam diriku .... perasaan menyakitkan .... tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana.

23. Aku berpikir: "Seandainya lebih lanjut saya mempraktikkan meditasi tanpa bernafas?" Oleh sebab itu aku menghentikan nafas masuk dan nafas keluar di dalam mulutku, hidung dan telinga. Sementara aku berbuat demikian, terjadilah rasa sakit nan dahsyat di dalam kepalaku. Sama seperti halnya seseorang yang kuat sedang mengikat erat-erat ikat pinggang kulit di kepalaku, demikian juga ketika aku menghentikan nafas masuk dan nafas keluar di dalam mulutku, hidung dan telinga, terjadi rasa sakit yang luar biasa dalam kepalaku itu. Tetapi walaupun semangat yang tanpa habis-habisnya telah timbul di dalam diriku .... perasaan menyakitkan .... tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana.

24. Aku berpikir: "Seandainya aku melatih meditasi lebih lanjut tanpa bernafas?" Oleh karena itu aku berhenti menarik dan mengeluarkan nafas di dalam mulutku, hidung dan telinga. Sementara saya berbuat demikian, angin dahsyat mengukir-ukir di dalam perutku. Tepat seperti seorang penjagal pandai atau anak buahnya menggores-gores isi perut lembu dengan pisau tajam, demikian juga, ketika aku berhenti menarik dan mengeluarkan nafas di dalam mulut, hidung dan telinga, angin dahsyat menyayat-nyayat perutku. Tetapi walaupun energi yang tiada habis-habisnya itu di bangkitkan di dalam diriku .... perasaan menyakitkan .... tidak menjajah pikiranku dan tinggal di sana.

bersambung ..............
« Last Edit: 03 May 2009, 08:30:02 AM by ryu »
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #42 on: 03 May 2009, 08:17:52 AM »
25. Ketika para dewa melihat diriku, mereka berkata: "Samara Gotama telah mati". Dewa-dewa lain berkata: "Samara Gotama tidak mati, ia hampir mati". Para dewa yang lain berkata: "Samara Gotama itu tidak mati dan bukan dalam keadaan mau mati; ia seorang Arahat. Inilah cara para Arahat."

26. Aku berpikir: "Seandainya aku sama sekali tidak makan?" Kemudian datanglah para dewa kepadaku dan berkata: "Saudara yang baik, janganlah tidak makan sama sekali.

      Apabila kamu berbuat demikian, kita akan memasukkan makanan surgawi melalui pori-porimu dan kamu akan hidup atas makanan surgawi itu". Aku berpikir: "Jika aku memaksa untuk berpuasa total dan para dewa ini memasukkan makanan surgawi melalui pori-poriku dan saya hidup atas dasar itu, maka aku akan berbohong". Maka saya menolak para dewa itu: "Tidak perlu"

27. Aku berpikir: "Seandainya aku hanya makan sedikit saja, katakanlah, setiap kali satu kepal, apakah makan itu adalah sop kacang atau sop miju-miju atau sop kacang-kacangan dan lain-lain. Ketika aku berbuat demikian, badanku menjadi kurus kering luar biasa. Disebabkan karena makan begitu sedikitnya tulang-tulangku menjadi semacam sambungan dari batang tumbuh-tumbuhan atau seperti sambungan bambu-bambu. Disebabkan karena makan begitu sedikit punggungku menjadi melengkung bagaikan pungguk onta. Disebabkan karena makan begitu sedikit sehingga penampilan dari tulang-tulang belakangku mirip dengan manik-manik yang diikat dengan tali. Disebabkan makan begitu sedikit tulang-tulang igaku menonjol keluar bagaikan kayu kaso dari sebuah gudang yang tidak mempunyai atap. Disebabkan karena makan begitu sedikit cahaya dari sinar mataku tenggelam jauh ke bawah masuk ke dalam kelopaknya seperti pancaran air yang tenggelam jauh ke dalam sumur yang amat dalam. Disebabkan karena makan begitu sedikit kulit kepalaku mengkerut dan layu bagaikan buah labu hijau yang mengkerut dan layu terkena angin dan matahari. Disebabkan makan begitu sedikitnya, apabila aku menyentuh kulit perutku, aku dapat menyentuh tulang belakangku aku juga menyentuh kulit perutku. Disebabkan makan begitu sedikitnya, apabila aku membuang air kecil atau air besar, aku jatuh terjungkal di atas mukaku di sana. Disebabkan makan begitu sedikitnya, apabila aku mencoba untuk mengusap tubuhku tercabut sampai keakar-akarnya, berjatuhan dari tubuhku ketika saya mengusap.

28. Pada waktu itu apabila orang-orang melihat diriku seperti itu, mereka berkata: "Samana Gotama adalah seorang hitam" Orang -orang lain berkata: "Samana Gotama adalah bukan orang hitam, ia adalah orang coklat." Orang lain pula berkata: "Samana Gotama adalah bukan orang hitam maupun pula bukan orang coklat, tetapi ia adalah orang kulit cerah." Begitu banyaknya warna kulitku yang biasanya terang, cerah menjadi rusak tidak karuan karena makan begitu sedikitnya.

29. Aku berpikir: "Apabila seorang petapa atau brahmana merasakan rasa sakit, bergetar, menusuk dikarenakan keinginan kerasnya, rasa itu dapat menyamai keadaanku ini tetapi tidak dapat melampauinya. Kapanpun seorang petapa atau brahmana pada waktu yang akan datang akan merasakan sakit, bergetar dan perasaan menusuk yang amat tajam disebabkan keinginan-keinginan kerasnya. Keadaan itu dapat menyamai perasaanku itu tapi bukan melebihinya. Kapanpun seorang petapa atau brahmana pada waktu sekarang merasakan sakit, bergetar atau perasaan yang menusuk disebabkan karena keinginan kerasnya, keadaan sakit itu bisa menyamai perasaanku itu namun tidak melebihinya. Tetapi dengan melaksanakan hal yang amat menyakitkan ini saya mencapai tingkat yang tidak beda dengan keadaan manusia biasa yang belum mencapai pengetahuan dan pandangan ariya. Apakah masih ada jalan lain untuk pencapaian penerangan sempurna?

30. Aku berpikir: "Ketika ayahku Sakya sedang sibuk, ketika aku sedang duduk di bawah rindangnya pohon apel-jingga (jambuddhaya), jauh dari pemuasan nafsu indera, jauh dari akusala dhamma, saya memiliki pengetahuan mencapai dan berada dalam Jhana I dengan memiliki vitakka, vicara, piti yang dihasilkan oleh ketenangan. Apakah jalan ini mencapai penerangan sempurna?" Kemudian, ingatan berikut muncul dan mengenal: "Inilah jalan pencapaian Penerangan Sempurna"

31. Aku berpikir: "Mengapa aku takut pada kesenangan? Itu adalah kesenangan yang tidak ada hubungannya dengan keinginan-keinginan indera-indera dan akusala dhamma." Aku berpikir: "Saya tidak takut terhadap kesenangan-kesenangan itu, karena kesenangan-kesenangan itu tidak ada hubungannya dengan keinginan-keinginan indera dan akusala dhamma."

32. Aku berpikir: "Adalah tidak mungkin mencapai kesenangan semacam itu dengan badan yang sangat kurus. Seandainya aku makan sedikit makanan padat - sedikit nasi dan roti? Saya makan sedikit makanan padat - sedikit nasi dan roti, tetapi pada waktu itu ada lima bhikkhu yang sedang menemani saya, sambil berpikir: "Apabila Samana Gotama mencapai suatu kemajuan ia akan memberitahukan kepada kita" Segera setelah aku makan nasi dan roti, kelima bhikkhu menjadi muak dan meninggalkan aku (sambil berpikir): "Samana Gotama telah berbalik menjadi memuaskan diri sendiri, ia telah meninggalkan usaha dan hidup mewah"

33. Ketika saya telah makan makanan padat dan menemukan kembali kekuatanku, karena jauh dari pemuasan nafsu indera dan akusala dhamma saya mencapai dan berada dalam Jhana I yang disertai oleh vitakka, vicara dan piti yang muncul karena ketenangan. Tetapi perasaan menyenangkan yang muncul adalah tidak masuk ke dalam pikiranku dan tinggal di sana.

34. Dengan vitakka dan vicara lenyap, saya mencapai dan berada dalam Jhana II ....

35. Dengan piti lenyap ... Jhana III .... Tetapi perasaan menyenangkan yang muncul itu tidak masuk ke dalam pikiranku dan tidak tinggal di sana.

36. Dengan melenyapkan kebahagiaan (sukha) dan ketidak senangan (dhukkha), saya mencapai dan berada dalam Jhana IV. Tetapi perasaan menyenangkan yang muncul itu tidak masuk ke dalam pikiranku dan tidak tinggal di sana.

37. Ketika pikiranku yang terkonsentrasi menjadi murni, jernih, tanpa cacat, ketidaksempurnaan lenyap, menjadi tak tertundukkan, kuat, mantap, mencapai keadaan yang tidak dapat diganggu, saya mengarahkan pikiranku kepada pengetahuan mengingat kehidupan pada masa yang lampau (pubbenivasanussatinana) .... (seperti dalam M.4.27) .... jadi dengan rinci dan khusus saya mengingat banyaknya kehidupanku pada masa yang lampau itu.

38. Ini adalah pengetahuan benar pertama bagiku yang saya capai pada masa pertama di malam hari. Kebodohan telah dimusnahkan dan pengetahuan sejati timbul; kegelapan telah dilenyapkan dan cahaya terang timbul; seperti (yang terjadi) pada orang yang menyenangkan yang muncul itu tidak masuk dalam pikiranku dan tidak tinggal di sana.

39. Ketika pikiranku yang terkonsentrasi menjadi mumi, jernih ... saya mengarahkan pikiranku kepada meninggal dan terlahir kembali makhluk-makhluk .... (seperti di dalam M.4.29) .... jadi dengan mata dewa (dibba cakkhu), yang telah dimurnikan dan melampaui kemampuan mata manusia biasa. Saya melihat .... bagaimana makhluk-makhluk itu mati sesuai dengan kamma-kamma mereka.

40. Ini adalah pengetahuan benar kedua yang telah saya capai pada masa kedua di malam hari. Kebodohan telah dilenyapkan dan timbullah pengetahuan sejati; kegelapan telah dilenyapkan dan terang telah timbul; seperti yang terjadi pada diri orang yang rajin, tekun dan menguasai diri sendiri. Tetapi perasaan menyenangkan yang muncul itu tidak masuk dalam pikiranku dan tidak tinggal di sana.

41. - 42. Ketika pikiranku yang terkonsentrasi menjadi murni, jernih ...... saya mengarahkan pikiranku kepada pengetahuan pemusnahan kekotoran batin noda-noda (asavakkayanana). Saya mempunyai abhinna (pengetahuan batin) 'apa adanya' tentang: "Inilah dukkha seperti dalam M.4.31-32 Tidak ada lagi kehidupan berikut yang akan muncul"

43. Ini adalah pengetahuan benar ketiga yang telah saya capai pada masa ketiga di malam hari. Kebodohan telah dilenyapkan dan kebenaran sejati timbul; kegelapan telah dilenyapkan cahaya terang timbul; seperti terjadi pada diri orang yang rajin, tekun dan menguasai diri sendiri. Tetapi perasaan menyenangkan yang muncul itu tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana.

44. Saya mempunyai pengetahuan langsung untuk mengajarkan Dhamma kepada sekumpulan orang yang terdiri dari beberapa ratus orang. Barangkali seseorang atau orang lain telah membayangkan: "Samana Gotama sedang mengajarkan Dhamma kepadaku" Tetapi hal itu harap jangan menganggap bahwa Tathagata mengajarkan Dhamma kepada orang-orang hanya untuk memberikan pengetahuan kepada mereka. Ketika pembicaraan telah selesai, maka selanjutnya saya memusatkan pikiranku ke dalam diriku sendiri, menenangkannya, memusatkannya pada obyek yang sama seperti pada pemusatan pikiran yang lalu, yang selalu saya hayati. Itu dapat dipercaya (sebagai suatu pernyataan) dari Samana Gotama karena ia adalah Arahat Samma Sambuddha. Tetapi barangkali Samana Gotama mempunyai abhinna tentang tidur di siang hari?

45. Aggivessana, di akhir bulan pada musim panas setelah kembali dari pindapata dan setelah makan, saya mempunyai pengetahuan melipat jubah (sanghati) saya empat kali, membaringkan tubuh pada sisi kanan, tertidur dengan penuh perhatian dan sadar"

      "Beberapa petapa dan brahmana menamakan itu sebagai cara orang bodoh, Guru Gotama"
46. "Itu adalah bukan bagaimana seseorang bodoh atau tidak bodoh, ditipu. Dengarkan dengan penuh perhatian apa yang akan saya katakan tentang bagaimana seseorang itu bodoh atau tidak bodoh." "Baiklah" jawab Saccaka Niganthaputta. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:

47. "Ia saya sebut bodoh karena dirinya dikotori noda-noda batin, menghasilkan kelahiran baru, menyebabkan kesusahan, matang dalam penderitaan, mengarah pada kelahiran di waktu yang akan datang, menjadi tua dan kematian adalah tidak dapat dihindari; dikarenakan tidak adanya penghindaran dari noda-noda, itulah yang dinamakan orang bodoh. Ia saya namakan tidak bodoh, karena dirinya tidak dikotori oleh noda-noda batin yang menyebabkan kelahiran baru, menyebabkan kesusahan, matang dalam penderitaan, mengarah pada kelahiran di waktu yang akan datang, menjadi tua dan mati, telah ditinggalkan; dikarenakan dengan meninggalkan noda-noda batin, maka seseorang itu adalah tidak bodoh. Dalam diri Tathagata, noda-noda semacam itu yang menyebabkan kelahiran baru, seperti memberikan kesusahan, seperti menjadi matang di dalam penderitaan, mengarah pada kelahiran kembali di waktu yang akan datang, menjadi tua dan kematian, telah ditinggalkan, dipotong pada akarnya, dibuat seperti batang pohon palem, dibuat sedemikian rupa sehingga naluri untuk tumbuh kembali di waktu yang akan datang sudah tidak ada lagi. Sama seperti pohon palem yang ujungnya dipotong sehingga tidak bisa lagi tumbuh: demikian juga dalam diri Tathagata noda-noda yang mengotori. Yang menyebabkan kelahiran baru, memberikan kesusahan, matang dalam penderitaan dan mengarah pada kelahiran yang akan datang, menjadi tua dan kematian, telah ditinggalkan, dipotong hingga akarnya, dibuat seperti batang pohon palem, dibuat sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk tumbuh lagi adalah suatu tidak mungkin"

48. Ketika hal ini telah dikatakan, Saccaka Nigantaputta berkata:
      "Mengagumkan, Guru Gotama, bagus sekali, bagaimana, ketika Guru Gotama memiliki kata-kata pribadi yang ditujukan berkali-kali kepada dirinya sendiri, warna kulitnya menjadi cemerlang, dan warna kulit muka menjadi jelas, seperti (yang diharapkan) di dalam diri seorang Arahat Samma Sambuddha. Aku telah memiliki pengalaman berdebat dengan Purana Kassapa, ia memutarbalikkan pembicaraan, membiarkan pembicaraan menyimpang, menunjukkan amarah, benci dan kebengisan. Namun ketika Guru Gotama menyatakan kata-kata yang bersifat pribadi yang ditujukan berkali-kali kepada dirinya sendiri, warna kulit beliau menjadi cerah dan warna muka-Nya menjadi terang, seperti (yang diharapkan) di dalam diri seorang Arahat dan mencapai Penerangan Sempurna. Aku mempunyai pengalaman berdebat dengan Makkhali Gossala .... Ajita Kesakambali Kakuddha Kaccayana .... Sanjaya Belatthiputta .... Nigantha Nataputta, ia memutarbalikkan pembicaraan, membiarkan pembicaraan beralih, dan menunjukkan amarah, kebencian dan kebengisan. Tetapi ketika Guru Gotama menyatakan kata-kata pribadi yang ditujukan berkali-kali ditujukan kepada diri-Nya sendiri, warna kulit beliau menjadi cerah dan warna kulit muka menjadi terang, seperti (yang diharapkan) di dalam diri seorang Arahat dan mencapai Penerangan Sempurna. Guru Gotama, sekarang kita berpisah; kami sangat sibuk dan banyak pekerjaan."

      "Sekarang adalah waktunya untuk kamu melakukan pekerjaan yang cocok bagimu, Aggivessana"

      Saccaka Niganthaputta menjadi puas, dan sangat senang atas kata-kata Sang Bhagava, ia bangkit dari duduknya dan pergi.




Di sutta ini, tidak ada pemain kecapi ;D
« Last Edit: 03 May 2009, 08:27:59 AM by ryu »
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline HITAM-PUTIH

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 39
  • Reputasi: 2
Re: Kisah perumpamaan kecapi
« Reply #43 on: 03 May 2009, 01:30:09 PM »
lam kenal ya. . . .
menurut saya, beliau memang mendengar bunyi kecapi itu. tapi, sapa yang memainkan sehingga melagukan kesadaran?
menurut saya lagu kesadaran muncul dari pencerahan yang didapatkan beliau. di
setiap kelakuan lingkungan ada Buddha.
bagi yang telah mencapai pencerahanlah yang dapat selalu merasakannya.
:D
bagi yang belum sempurna , lingkungan akan berwujud guru yg mengajarkannya.

:D

 [at] N1AR
itu fotomu? cantik ya :D