MENCARI SUMBER KEBAHAGIAAN *)
Di antara semua keinginan manusia di dunia ini, mungkin hanya
satu yang serupa, yaitu kebahagiaan. Permintaan (demand) akan
kebahagiaan tak akan pernah berkurang sepanjang sejarah
kemanusiaan. Apapun yang manusia lakukan pada prinsipnya adalah
untuk kebahagiaan, walaupun mungkin mereka mengatakannya demi
uang, demi kekuasaan dan sebagainya. Bahkan dalam kehidupan
religius, apapun yang dilakukan adalah demi kebahagiaan. Namun,
apakah mereka dapat mencapainya? Tidak, karena kebahagiaan yang
mereka peroleh sangat sementara sifatnya. Mengapa demikian?
Karena mereka umumnya mencari kebahagiaan pada tempat yang salah!
Orang-orang berpikir bahwa mereka dapat menemukan kebahagiaan di
dalam uang, sehingga mereka memburu sekuatnya agar kaya, namun
ketika mereka telah kaya, apakah mereka bahagia? Apabila kekayaan
merupakan sumber kebahagiaan, maka orang-orang kaya tentu akan
lebih bahagia daripada orang miskin, namun dapat kita jumpai pada
banyak kasus bahwa orang-orang awam yang tidak begitu kaya justru
lebih bahagia dibandingkan si kaya. Bahkan kita sering mendengar
bahwa seorang jutawan telah mencoba untuk bunuh diri. Mereka
tidak mungkin mencoba bunuh diri apabila kekayaan merupakan
sumber utama kebahagiaan. Selanjutnya, kekuasaan, nama baik atau
status bagi sementara orang mungkin merupakan sumber
kebahagiaan sejati, namun ketika orang-orang terancam kehilangan
nama baik, kemasyuran atau kekuasaannya, mereka berada dalam
keadaan gelisah dan khawatir. Ini menunjukkan bahwa nama baik,
kemasyuran dan kekuasaan bukanlah sumber utama kebahagiaan,
karena hal ini dapat juga menjadi sumber kegelisahan dan
merupakan subjek ketidakkekalan. Seseorang mungkin juga
berpendapat bahwa seorang partner merupakan sumber kebahagiaan
dan hal ini memang mungkin pada taraf tertentu, namun tidak
sebagai sumber utama kebahagiaan. Beberapa orang lainnya berpikir
bahwa anak-anak merupakan sumber kebahagiaan, namun mereka kelak
harus menghadapi apa yang disebut perpisahan, dan dengan segera
atau lambat laun mereka akan merasa tidak bahagia. Orang lainnya
lagi menganggap bahwa perlombaan (balap) kuda atau anjing atau
mobil merupakan sumber kebahagiaan, sehingga mereka bertaruh, dan
ketika mereka menang, timbul kebahagiaan yang bersifat sementara.
Banyak juga orang yang mencari kebahagiaan pada minuman keras,
namun kemudian mereka pasti "tidak bahagia" seperti sedia kala.
Sumber-sumber luar bukanlah sumber kebahagiaan sejati. Sumber
utama yang sesungguhnya adalah sikap batin. Batin yang terkendali
dan terpelihara itulah yang merupakan sumber kebahagiaan sejati.
Kebahagiaan sejati adalah satu faktor batin yang dapat dicapai
hanya melalui budidaya batin yang mengarah ke terkikisnya
keserakahan, kebencian dan kegelapan batin, dan oleh karenanya
berbeda dengan sumber luar seperti kekayaan, nama baik,
kemasyuran, posisi sosial dan popularitas yang merupakan sumber
kebahagiaan temporer semata.
Dalam pemuasan kebutuhan manusia, kebahagiaan dapat dibedakan ke
dalam 4 tingkat, yaitu tingkat materi, tingkat emosi, tingkat
intelek dan tingkat spiritual. Agar lebih jelas, mari kita ambil
_______
*)Disampaikan oleh Sdr. Selamat R. pada kesempatan diskusi
tentang "mencari kebahagiaan" yang diselenggarakan oleh
Pemuda/i Padumuttara, Tangerang, Mei 1995.
contoh: makanan yang enak. Apabila saudara adalah seorang yang
bangga akan pencapaian fisik, saudara memiliki kebahagiaan dari
materi yang berasal dari makanan. Bila saudara telah lama tidak
memakan sesuatu yang pernah dimakan, saudara akan memperoleh
kebahagiaan secara emosi, dan akan mengatakan, "Saya menyukai
makanan ini karena sangat baik dan enak"; saudara akan menghargai
'dinner' atau makanan tersebut karena dirasakan sangat enak;
saudara tidak akan mau tahu apakah baik bagi kesehatan atau
kekuatan, tetapi hanya karena rasanya. Apabila saudara bersifat
intelektual, selalu memakai alasan dan logika, mungkin saudara
memandang kebahagiaan pada tingkat intelek. Saudara akan
mengatakan,"makanan ini baik dan mengandung kadar gizi tinggi
karenanya cocok bagi kesehatan saya", saudara akan mengambil
keputusan tentang makanan tersebut melalui segi intelektual. Lain
lagi dengan tingkat spiritual, dalam makan siang atau makan malam
saudara mungkin mengatakan,"makanan ini baik karena murni, baik
bagi prinsip-prinsip moral; baik karena efeknya sangat mendukung
bagi pengembangan batin saya, bagi konsentrasi saya". Dengan
demikian, kebahagiaan saudara dalam kasus-kasus ini berbeda,
keputusan saudarapun akan berbeda dari orang lainnya. Keputusan
tersebut diambil secara alamiah sesuai level pencarian
kebahagiaan yang saudara miliki.
Kebahagiaan yang tertinggi yang seseorang dapat capai apabila
faktor batin terpuasi oleh keempat tingkatan di atas, namun
umumnya tidaklah mudah memperoleh keempat tingkat itu sekaligus.
Apabila tak dapat diperoleh sekaligus, maka harmoni pada tingkat
yang lebih tinggi tentu akan memberikan nilai kebahagiaan yang
lebih baik.
Kita melakukan aksi atau reaksi terhadap rangsangan luar sesuai
sifat alamiah kita di atas. Apabila kita tidak berada pada
tingkat spiritual yang 'advance', kita belum dapat bersifat
objektif penuh terhadap semua rangsangan luar. Sekarang,
bagaimana kita mengenal pada tipe apakah kita, sangat ditentukan
oleh kejujuran pada diri sendiri dalam melakukan pengamatan
sendiri atas respon kita terhadap rangsangan luar.
Sekarang, misalnya pada level/tingkat fisik/materi. Seseorang
pada level ini bersifat materialistik, akan tertarik pada
pencapaian materi; maksud utama dan konsentrasinya selalu
ditujukan pada akuisisi materi, dan kenyamanan fisik/materi
sangat penting baginya. Orang materialis ini sangat praktis dan
menyukai segala sesuatu, bahkan filsafat dan agama asalkan dapat
mendatangkan keuntungan materi dan tidak lainnya. Segala sesuatu
yang membutuhkan pemikiran dan konsentrasi batin tidak akan
menarik baginya; mereka tak suka akan filsafat atau religius
semata. Oleh karena itu tidaklah mengherankan mengapa banyak
orang tidak tertarik akan agama, karena agama, seperti saudara
ketahui, tidak secara langsung memberikan materi dan kenyamanan
fisik. Berapa banyakkah manusia di dunia ini yang kehilangan
ketertarikannya akan agama? Bagi kebanyakan orang, perolehan
materi sangat utama dan penting. Ketika mereka berkata,"saya
sibuk", artinya "saya sibuk tentang perolehan, uang"; dan untuk
apa? Untuk kebahagiaan fisik, kenyamanan, pakaian, makanan, rumah
dan untuk kenyamanan fisik lainnya; dengan demikian dapat kita
sadari bahwa kebanyakan di antara kita agak materialis.
Berikutnya adalah tingkat/level emosional. Orang yang berada pada
level ini sangat sensitif, dan umumnya 'concerned' pada suka atau
tidak suka, perasaan senang atau tidak senang, sensasi. Mereka
memutuskan sesuatu tergantung emosinya, tak peduli apakah
keputusannya itu benar atau keliru. Orang emosional ini tertarik
pada kepercayaan religius yang cocok dengan emosinya, dan mencari
kepercayaan religius yang upacaranya banyak dan membuta.
Level ketiga, yaitu level intelektual. Mereka yang berada pada
level ini terutama 'concerned' terhadap 'reasoning', mempelajari
sesuatu secara intelek. Mereka mendapatkan kebahagiaan dari
literatur, ilmu pengetahuan dan sebagainya, dan memperoleh
kebahagian melalui tujuan intelektual, aktif secara mental dan
pasif secara fisik. Mereka banyak tahu melalui bacaan dan
pelajarannya, namun dalam praktek seringkali tidak aktif.
Level keempat, yaitu level spiritual. Mereka yang berada pada
level ini 'concerned' dengan pengertian, simpatik dan cenderung
melayani dan membantu; mereka menekankan pentingnya keadilan atau
sesuatu secara 'fair' dan selaras dengan prinsip moral; mereka
bersikap realistis dan lebih sabar menghadapi rangsangan indera.
Dengan demikian dapat dilihat, bahwa setiap orang berbuat dan
bereaksi terhadap sesuatu, mengkritik, merasakan dan memutuskan
dan melihat kehidupan sesuai sesuai levelnya. Mengetahui
bagaimana dan mengapa kita berbeda dalam berpikir, merasakan,
memutuskan dan memandang kehidupan ini, kita dapat memaklumi
orang yang beragam jenisnya yang berbuat sesuai sifat alamiahnya
itu, sehingga dapat menumbuhkan sikap toleransi, kesabaran
terhadap orang lainnya.
Kita dapat mengarahkan dan melatih diri kita untuk menapak ke
jenjang/level yang lebih tinggi dan hal ini tidaklah begitu sulit
bila dicoba. Memang banyak juga yang cukup bangga pada level yang
paling rendah (level materialis) dan hal ini akan menghambat
batin orang itu sehingga tingkat kebahagiaan yang diperolehnya
saat menerima rangsangan objek inderanya tentu akan lebih
terbatas; mereka menganggap bahwa belajar dan mengarahkan diri
secara benar merupakan pemborosan waktu. Secara ideal, dihimbau
agar kita bersama-sama berevolusi secara spiritual dari tingkat
yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi sehingga dapat
merealisasi kebahagiaan yang lebih tinggi dan diingatkan bahwa
tulisan ini bukan dimaksudkan bahwa kita tidak boleh menjadi
kaya, termasyur, berfisik baik dan sebagainya, tapi jika kita
mengalami hal tersebut, janganlah terpukau olehnya karena masih
banyak kebahagiaan yang jauh lebih tinggi nilainya.
---ooo---
Catatan tambahan pelengkap diskusi
Kebahagiaan umat awam:
1. Kebahagiaan memiliki materi yang diperoleh secara benar
2. Kebahagiaan menggunakan materi secara benar dan bijaksana
3. Kebahagiaan tidak memiliki utang
4. Kebahagiaan karena perbuatan benar yang terbebas dari
cela/cacat benar
Sungguh bahagia hidup tanpa membenci di antara orang yang saling
membenci. Sungguh bahagia hidup tanpa keserakahan di antara orang
yang serakah. Sungguh bahagia hidup tanpa penyakit di antara
orang yang berpenyakitan.
Sungguh bahagia dapat terlahir sebagai manusia. Sungguh bahagia
dapat mendengarkan dan mempelajari ajaran benar. Sungguh bahagia
persaudaraan suciwan. Sungguh bahagia terbebas dari keserakahan,
kebencian dan kebodohan batin.