Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Theravada => Topic started by: ika_polim on 14 December 2008, 07:53:25 PM

Title: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 14 December 2008, 07:53:25 PM
Dearest Bros & Sis,

Case 1:

"Bagaimana Buddha menjaga kebugaran tubuh padahal Beliau terus-menerus membabarkan Abhidhamma di Surga Tavatimsa sepanjang masa vassa selama tiga bulan" ?

Jawabnya :

Semua Buddha telah mempertimbangkan masalah ini; Mereka biasanya mengikuti waktu alam manusia sewaktu membabarkan Abhidhamma. Saat tiba waktunya untuk mengumpulkan dana makanan, Beliau menciptakan sesosok Buddha tiruan yang sama persis dengannya dalam segala hal. Tiruan Buddha itu akan menggantikanNya membabarkan Abhidhamma kepada para hadirinNya.
Sementara Buddha asli "turun ke alam manusia" untuk melakukan kegiatan lazimNya spt, sikat gigi, mandi, dsb dan makan.
Buddha kembali ke Surga Tavatimsa setelah tengah hari untuk melanjutkan pembabaran Abhidhamma disana (!!!).


Case 2:

Sehubungan dengan Jhana, anjuran yang seringkali diberikan oleh Buddha kepada para muridNya adalah "untuk membiasakan diri "keluar-masuk" kondisi Jhana (mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi).

Buddha sendiripun sering dikisahkan melakukan yang sama dengan "berlama-lama berdiam di Jhana (tertinggi) menikmati kebahagiaan uniknya".



Pertanyaan:

Kata "keluar-masuk" mengindikasikan bahwa Jhana masih bersifat relatif.

Kata "kebahagiaan" pada kondisi Jhana mengindikasikan "rasa bahagia-relatif" yang timbul relatif saat/selama kondisi Jhana tercapai saja.

Tetapi pada case 1 terlihat bahwa tubuh fisik mempunyai "tata cara" sendiri yang juga harus dipenuhi, dalam hal ini adalah "rasa lapar fisikal".

Dari kenyataan dua case di atas, bukankah anjuran praktikum penembusan kondisi Jhana (jika tidak disiasati dgn bijak) malah akan "menghancurkan" kondisi/tingkat kebugaran tubuh yang pada gilirannya (jika tetap tidak disadari) akan mengulangi praktek "6 tahun penyiksaan diri"  pangeran sidharta pertama kali masuk hutan (???).



ika.






Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Indra on 14 December 2008, 07:57:54 PM
Pertanyaannya kok gak ada pertanyaan?
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 14 December 2008, 08:02:04 PM
Memang betul Oom Ika. Dari khotbah pertama Pemutaran Roda Dhamma, Sang Buddha sudah mengajarkan jalan tengah menghindari dua jalan ekstrim (hina), yaitu pemuasan nafsu dan penyiksaan diri.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: hendrako on 14 December 2008, 08:10:18 PM
Apabila tidak "bijak" keknya sulit untuk bisa menembus dan berdiam dalam Jhana, om.

Lagipula, praktek penyiksaan diri yang dilakukan oleh Buddha adalah karena kesadaran beliau bahwa, pencapaian Jhana2 "saja" tidak cukup, bukan tujuan akhir, sehingga beliau mencari "sesuatu" yang lain di luar Jhana yaitu dengan praktik penyiksaan diri. Jhana dan penyiksaan diri adalah hal yang berbeda.

BTW, saya belum pernah mendengar ada orang yang mati kelaparan gara2 masuk ke Jhana hingga lupa makan, mungkin ada info tentang hal ini? :-?
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 18 December 2008, 02:10:16 PM
Dearest Bros & Sis,

Untuk mempermudah nalar dari posting awal itu, saya berikan kata kunci yang mungkin sangat jarang diketahui oleh awam umumnya, yaitu : "rasa lapar" akan segera "hilang" selama / saat Jhana tercapai" (!!!).

ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: William_phang on 18 December 2008, 02:22:16 PM
Pak IP,

at the end ROSO lagi donk ya?
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: hatRed on 18 December 2008, 02:27:01 PM
keknya gak pake kloning kloningan deh.  :o

aye baru denger  :-?
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Lily W on 18 December 2008, 02:36:38 PM
Dearest Bros & Sis,

Untuk mempermudah nalar dari posting awal itu, saya berikan kata kunci yang mungkin sangat jarang diketahui oleh awam umumnya, yaitu : "rasa lapar" akan segera "hilang" selama / saat Jhana tercapai" (!!!).

ika.

wah...Bro Ika mau main teka teki yaah? ;D

_/\_ :lotus:
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: g.citra on 18 December 2008, 02:37:54 PM
Quote
"rasa lapar" akan segera "hilang" selama / saat Jhana tercapai" (!!!).

Bro Ika...

if so, "dari mana" datang nya lapar itu dan "kemana" hilangnya lapar itu (???)
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Andi Sangkala on 18 December 2008, 06:05:13 PM
Pertanyaannya kok gak ada pertanyaan?

rupanya bos baru kenal IP hehehehehe, dia lg siap melmpar tangan sembunyi batu
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ryu on 18 December 2008, 06:06:52 PM
Sepertinya IP sudah mempunyai reputasi yah :))
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Andi Sangkala on 18 December 2008, 06:07:08 PM
Dearest Bros & Sis,

Untuk mempermudah nalar dari posting awal itu, saya berikan kata kunci yang mungkin sangat jarang diketahui oleh awam umumnya, yaitu : "rasa lapar" akan segera "hilang" selama / saat Jhana tercapai" (!!!).

ika.

ternyata lg encer nih otak, emang udh pernah mencapai jhana? kog tahu seh rasa lapar hilang
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: hendrako on 18 December 2008, 07:52:59 PM
Dearest Bros & Sis,

Untuk mempermudah nalar dari posting awal itu, saya berikan kata kunci yang mungkin sangat jarang diketahui oleh awam umumnya, yaitu : "rasa lapar" akan segera "hilang" selama / saat Jhana tercapai" (!!!).

ika.

Kalo rasa lapar hilang,
berarti gak menyiksa diri doong.......

Kalo ada rasa lapar,
itu baru namanya menyiksa diri........

Jhana dan menyiksa diri adalah hal yang berbeda
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Xzone on 19 December 2008, 03:21:03 AM
[at] IP

Kalo lapar makan aja.....pasti hilang laparnya......ngak perlu mencapai jhana he..he..he...
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Riky_dave on 19 December 2008, 08:26:05 PM
Dearest Bros & Sis,

Case 1:

"Bagaimana Buddha menjaga kebugaran tubuh padahal Beliau terus-menerus membabarkan Abhidhamma di Surga Tavatimsa sepanjang masa vassa selama tiga bulan" ?

Jawabnya :

Semua Buddha telah mempertimbangkan masalah ini; Mereka biasanya mengikuti waktu alam manusia sewaktu membabarkan Abhidhamma. Saat tiba waktunya untuk mengumpulkan dana makanan, Beliau menciptakan sesosok Buddha tiruan yang sama persis dengannya dalam segala hal. Tiruan Buddha itu akan menggantikanNya membabarkan Abhidhamma kepada para hadirinNya.
Sementara Buddha asli "turun ke alam manusia" untuk melakukan kegiatan lazimNya spt, sikat gigi, mandi, dsb dan makan.
Buddha kembali ke Surga Tavatimsa setelah tengah hari untuk melanjutkan pembabaran Abhidhamma disana (!!!).


Case 2:

Sehubungan dengan Jhana, anjuran yang seringkali diberikan oleh Buddha kepada para muridNya adalah "untuk membiasakan diri "keluar-masuk" kondisi Jhana (mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi).

Buddha sendiripun sering dikisahkan melakukan yang sama dengan "berlama-lama berdiam di Jhana (tertinggi) menikmati kebahagiaan uniknya".



Pertanyaan:

Kata "keluar-masuk" mengindikasikan bahwa Jhana masih bersifat relatif.

Kata "kebahagiaan" pada kondisi Jhana mengindikasikan "rasa bahagia-relatif" yang timbul relatif saat/selama kondisi Jhana tercapai saja.

Tetapi pada case 1 terlihat bahwa tubuh fisik mempunyai "tata cara" sendiri yang juga harus dipenuhi, dalam hal ini adalah "rasa lapar fisikal".

Dari kenyataan dua case di atas, bukankah anjuran praktikum penembusan kondisi Jhana (jika tidak disiasati dgn bijak) malah akan "menghancurkan" kondisi/tingkat kebugaran tubuh yang pada gilirannya (jika tetap tidak disadari) akan mengulangi praktek "6 tahun penyiksaan diri"  pangeran sidharta pertama kali masuk hutan (???).



ika.








Masuk akal..tapi apakah Jhana adalah keharusan? :)

Salam hangat,
Riky
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Reenzia on 19 December 2008, 08:31:17 PM
tidak harus, tapi dianjurkan agar proses meditasi vipassana lebih efektif
untuk case ke 2, jhana tanpa pemahaman adalah sia-sia
contohnya ya itu, 6 thn penyiksaan extreme

kita mengetahui vitamin memang diperlukan tubuh,
tapi bila tak mengetahui jumlah kebutuhan tubuh akan vitamin
dan mengkonsumsi vitamin secara berlebihan
malah menyebabkan avitaminosis

contohnya
kebanyakan vit A menyebabkan
gejala yang timbul kulit kering, hati bengkak, kulit menjadi kuning, dll.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Riky_dave on 19 December 2008, 08:33:43 PM
tidak harus, tapi dianjurkan agar proses meditasi vipassana lebih efektif
Benarkah?Apa kaitan Jhana dengan vipasana?

Quote
untuk case ke 2, jhana tanpa pemahaman adalah sia-sia
contohnya ya itu, 6 thn penyiksaan extreme
Entahlah..

Salam hangat,
Riky
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Reenzia on 19 December 2008, 08:35:18 PM
saya tambahkan diatas
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 19 December 2008, 08:36:11 PM
koreksi, kelebihan vitamin = hipervitaminosis
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Reenzia on 19 December 2008, 08:38:51 PM
:'( yaaah salah copas, avitaminosis kan kurang vitamin :hammer:
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 19 December 2008, 08:41:15 PM
:outoftopic:
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Riky_dave on 19 December 2008, 08:42:54 PM
tidak harus, tapi dianjurkan agar proses meditasi vipassana lebih efektif
untuk case ke 2, jhana tanpa pemahaman adalah sia-sia
contohnya ya itu, 6 thn penyiksaan extreme

kita mengetahui vitamin memang diperlukan tubuh,
tapi bila tak mengetahui jumlah kebutuhan tubuh akan vitamin
dan mengkonsumsi vitamin secara berlebihan
malah menyebabkan avitaminosis

contohnya
kebanyakan vit A menyebabkan
gejala yang timbul kulit kering, hati bengkak, kulit menjadi kuning, dll.


Hehe,entah darimana hubungan antara jhana dengan vitamin,saya tidak mengerti,mohon bimbingannya... :)

Salam hangat,
Riky
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Reenzia on 19 December 2008, 08:48:40 PM
wakakaka itu hanya perumpamaan =))

maksudnya kalo berlebihan tanpa keseimbangan itu ngga bagus
seperti org yg mempunyai kesaktian tapi kurang bijaksana, atau menjadi sombong, apa lagi hingga berpotensi merugikan diri sendiri dan orang lain
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Nevada on 19 December 2008, 08:53:30 PM
Apakah ada sesuatu yang berlebihan namun baik?  :)
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: 7 Tails on 19 December 2008, 08:56:38 PM
“Kalau kecapi dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus sehingga lagunya hilang. Kalau dipetik terlalu lemah, maka suaranya tidak akan harmonis. Orang yang dapat memainkan kecapi dengan baik adalah orang yang dapat memetik kecapi dengan tepat, sehingga lagunya harmonis.”

bergitu yah? :))
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Nevada on 19 December 2008, 08:59:21 PM
“Kalau kecapi dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus sehingga lagunya hilang. Kalau dipetik terlalu lemah, maka suaranya tidak akan harmonis. Orang yang dapat memainkan kecapi dengan baik adalah orang yang dapat memetik kecapi dengan tepat, sehingga lagunya harmonis.”

bergitu yah? :))

Nah, dari aspek musik saja tidak boleh berlebihan...  :D
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Reenzia on 19 December 2008, 09:02:45 PM
Apakah ada sesuatu yang berlebihan namun baik?  :)

baik atau tidak itu tergantung pemahaman dan kebijaksanaan

baik tak baik itu juga diliihat dengan dualisme, ada standar, persepsi dan patokan
tak ada yg 100% baik dan 100% tak baik


Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: pujianto on 19 December 2008, 09:05:34 PM
[at] IP

Kalo lapar makan aja.....pasti hilang laparnya......ngak perlu mencapai jhana he..he..he...

emang orang yang kundalininya telah bangkit sudah gak merasa lapar ya
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: 7 Tails on 19 December 2008, 09:07:24 PM
kalau kundali termasuk ajaran s.gautama gak? katanya bagus yah :))
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: pujianto on 19 December 2008, 09:10:07 PM
kalau kundali termasuk ajaran s.gautama gak? katanya bagus yah :))

kata master kundalini di millis tetangga seh bgt, tapi kalo di sini seh bisa juga bukan, maklum biasa muter-muter
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ryu on 19 December 2008, 09:13:01 PM
hayo2 :backtotopic:
kasian dong. jangan ngomongin terus lah :))
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: 7 Tails on 19 December 2008, 09:24:44 PM
IP kan gak bakalan gubris kan katanya boss ;D ;D
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Hendra Susanto on 19 December 2008, 10:39:45 PM
klo gak ada kelanjutannya akan dilock
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Riky_dave on 20 December 2008, 11:13:53 AM
wakakaka itu hanya perumpamaan =))

maksudnya kalo berlebihan tanpa keseimbangan itu ngga bagus
seperti org yg mempunyai kesaktian tapi kurang bijaksana, atau menjadi sombong, apa lagi hingga berpotensi merugikan diri sendiri dan orang lain

Jadi apa relasi antara "kebijaksanaan" dan "kekuatan"?Apakah harus ada "kekuatan" baru bisa memperoleh "kebijaksanaan"? :)

Salam hangat,
Riky
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Johsun on 21 December 2008, 03:54:36 PM
Salam. . .

case 1, karena Beliau sudah menjadi Buddha.
Case 2, karena Beliau belum menjadi Buddha, dan masih ada "ketidakpuasan" dengan bahagia jhana 1 smpai 8, terus berputar2 dalam jhana 1 smpai 8, Dia belum menemukan apa yg dharapkan,
karena itu terus menyiksa diri karena berpandangan(extrim) kesempurnaan akan tercapai dngan mnyiksa diri exterm.
Theravada (Beliau mnyiksa diri karena ada kamma buruk pada seorang Buddha pd masa lampau.)
Mahayana (Beliau pura pura menyiksa diri karena ingn memperlhatkan scra tdak lngsung kpda petapa2 extrim yg lain bhwa menyiksa diri adalah jalan salah dan tidak dapat jd Buddha.
Corek me.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 12:41:53 PM
Dearest Bros & Sis,

Case 1:

"Bagaimana Buddha menjaga kebugaran tubuh padahal Beliau terus-menerus membabarkan Abhidhamma di Surga Tavatimsa sepanjang masa vassa selama tiga bulan" ?

Jawabnya :

Semua Buddha telah mempertimbangkan masalah ini; Mereka biasanya mengikuti waktu alam manusia sewaktu membabarkan Abhidhamma. Saat tiba waktunya untuk mengumpulkan dana makanan, Beliau menciptakan sesosok Buddha tiruan yang sama persis dengannya dalam segala hal. Tiruan Buddha itu akan menggantikanNya membabarkan Abhidhamma kepada para hadirinNya.
Sementara Buddha asli "turun ke alam manusia" untuk melakukan kegiatan lazimNya spt, sikat gigi, mandi, dsb dan makan.
Buddha kembali ke Surga Tavatimsa setelah tengah hari untuk melanjutkan pembabaran Abhidhamma disana (!!!).


Case 2:

Sehubungan dengan Jhana, anjuran yang seringkali diberikan oleh Buddha kepada para muridNya adalah "untuk membiasakan diri "keluar-masuk" kondisi Jhana (mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi).

Buddha sendiripun sering dikisahkan melakukan yang sama dengan "berlama-lama berdiam di Jhana (tertinggi) menikmati kebahagiaan uniknya".



Pertanyaan:

Kata "keluar-masuk" mengindikasikan bahwa Jhana masih bersifat relatif.

Kata "kebahagiaan" pada kondisi Jhana mengindikasikan "rasa bahagia-relatif" yang timbul relatif saat/selama kondisi Jhana tercapai saja.

Tetapi pada case 1 terlihat bahwa tubuh fisik mempunyai "tata cara" sendiri yang juga harus dipenuhi, dalam hal ini adalah "rasa lapar fisikal".

Dari kenyataan dua case di atas, bukankah anjuran praktikum penembusan kondisi Jhana (jika tidak disiasati dgn bijak) malah akan "menghancurkan" kondisi/tingkat kebugaran tubuh yang pada gilirannya (jika tetap tidak disadari) akan mengulangi praktek "6 tahun penyiksaan diri"  pangeran sidharta pertama kali masuk hutan (???).



ika.








Masuk akal..tapi apakah Jhana adalah keharusan? :)

Salam hangat,
Riky

jika anda bertanya ttg "keharusan" ...

saya bertanya , jika anda bertanya berdasarkan dan tidak keluar dari tipitaka , apakah anda belum mengetahuinya juga sampai saat ini ?

ika. 
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: hatRed on 07 January 2009, 12:42:47 PM
aneh, sungguh aneh
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 12:46:36 PM
wakakaka itu hanya perumpamaan =))

maksudnya kalo berlebihan tanpa keseimbangan itu ngga bagus
seperti org yg mempunyai kesaktian tapi kurang bijaksana, atau menjadi sombong, apa lagi hingga berpotensi merugikan diri sendiri dan orang lain

Jadi apa relasi antara "kebijaksanaan" dan "kekuatan"?Apakah harus ada "kekuatan" baru bisa memperoleh "kebijaksanaan"? :)

Salam hangat,
Riky

potensi dasar dari segala hal baik sdh tertanam pada batin dalm diri mansuia !, termasuk kebijaksanaan dan kekuatan !

yang diperlukan sekarang ini cuma dan hanya menyadari sepenuhnya hal itu, membangunkannya dan membuatnya nyata dipermukaan dan mempergunakannya, selesai!

jika anda tanyakan yang mana dulu, jwb nya adalah mulailah dari yang anda sendiri yakini paling "ampuh" !

banyak jalan menuju roma bukan ?

ika.

Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 12:49:38 PM
Dearest Bros & Sis,

Case 1:

"Bagaimana Buddha menjaga kebugaran tubuh padahal Beliau terus-menerus membabarkan Abhidhamma di Surga Tavatimsa sepanjang masa vassa selama tiga bulan" ?

Jawabnya :

Semua Buddha telah mempertimbangkan masalah ini; Mereka biasanya mengikuti waktu alam manusia sewaktu membabarkan Abhidhamma. Saat tiba waktunya untuk mengumpulkan dana makanan, Beliau menciptakan sesosok Buddha tiruan yang sama persis dengannya dalam segala hal. Tiruan Buddha itu akan menggantikanNya membabarkan Abhidhamma kepada para hadirinNya.
Sementara Buddha asli "turun ke alam manusia" untuk melakukan kegiatan lazimNya spt, sikat gigi, mandi, dsb dan makan.
Buddha kembali ke Surga Tavatimsa setelah tengah hari untuk melanjutkan pembabaran Abhidhamma disana (!!!).


Case 2:

Sehubungan dengan Jhana, anjuran yang seringkali diberikan oleh Buddha kepada para muridNya adalah "untuk membiasakan diri "keluar-masuk" kondisi Jhana (mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi).

Buddha sendiripun sering dikisahkan melakukan yang sama dengan "berlama-lama berdiam di Jhana (tertinggi) menikmati kebahagiaan uniknya".



Pertanyaan:

Kata "keluar-masuk" mengindikasikan bahwa Jhana masih bersifat relatif.

Kata "kebahagiaan" pada kondisi Jhana mengindikasikan "rasa bahagia-relatif" yang timbul relatif saat/selama kondisi Jhana tercapai saja.

Tetapi pada case 1 terlihat bahwa tubuh fisik mempunyai "tata cara" sendiri yang juga harus dipenuhi, dalam hal ini adalah "rasa lapar fisikal".

Dari kenyataan dua case di atas, bukankah anjuran praktikum penembusan kondisi Jhana (jika tidak disiasati dgn bijak) malah akan "menghancurkan" kondisi/tingkat kebugaran tubuh yang pada gilirannya (jika tetap tidak disadari) akan mengulangi praktek "6 tahun penyiksaan diri"  pangeran sidharta pertama kali masuk hutan (???).



ika.









bukankah dgn contoh berdasar ini, masyarakat buddhis pada umumnya tidak lagi bisa dikelirukan oleh anggapan bahwa "Kesaktian" pasti membawa "Kehancuran" !

sebagai bukti pada kisah diatas, malah sang buddha menggunakan hal itu utk kelancaran pembabaran dhammanya di surga !


ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Reenzia on 07 January 2009, 12:52:22 PM
 [at] bro riky

untuk tiap individu bisa berbeda

bisa bijaksana dlu baru sakti
ada juga
yg sakti dlu baru bijaksana

bijaksana tanpa kesaktian gpp kyknya
tp kalo kesaktian tanpa kebijaksanaan bisa membahayakan yey

kalo bisa sih seiring sakti juga bijaksana :)

 [at] bro ika

jangan mengeneralisir, mungkin yg anda maksud adalah suara mayoritas memang begitu
tapi itu juga muncul karena sikap seperti yg anda tunjukkan saat ini
yaitu berpikir bahwa semua kesaktian pasti membawa kehancuran
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Kelana on 07 January 2009, 12:56:10 PM
bukankah dgn contoh berdasar ini, masyarakat buddhis pada umumnya tidak lagi bisa dikelirukan oleh anggapan bahwa "Kesaktian" pasti membawa "Kehancuran" !
 
Penyataan yang tidak mendasar sama sekali.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Daniel on 07 January 2009, 01:01:10 PM

bukankah dgn contoh berdasar ini, masyarakat buddhis pada umumnya tidak lagi bisa dikelirukan oleh anggapan bahwa "Kesaktian" pasti membawa "Kehancuran" !

sebagai bukti pada kisah diatas, malah sang buddha menggunakan hal itu utk kelancaran pembabaran dhammanya di surga !


ika.

salam

Kesaktian di tangan Buddha sangat bermanfaat bagi umat manusia, tapi kesaktian di tangan Ika Polim akan membawa bencana bagi dunia ini.

salam

daniel
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 01:06:11 PM

bukankah dgn contoh berdasar ini, masyarakat buddhis pada umumnya tidak lagi bisa dikelirukan oleh anggapan bahwa "Kesaktian" pasti membawa "Kehancuran" !

sebagai bukti pada kisah diatas, malah sang buddha menggunakan hal itu utk kelancaran pembabaran dhammanya di surga !


ika.

salam

Kesaktian di tangan Buddha sangat bermanfaat bagi umat manusia, tapi kesaktian di tangan Ika Polim akan membawa bencana bagi dunia ini.

salam

daniel


tahu dan sadarkah anda ungkpan dari buddhis sendiri yang mengatakan bahwa "Kesaktian hadir/terhadirkan saat proses samadi benar tercapai sepenuhnya"

jika demikian, haruskah kesaktian dimiliki oleh seorg buddha hidup saja ?


ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Lily W on 07 January 2009, 01:06:54 PM
Jika anda bertanya ttg "keharusan" ...

saya bertanya , jika anda bertanya berdasarkan dan tidak keluar dari tipitaka , apakah anda belum mengetahuinya juga sampai saat ini ?

ika. 

Sama-sama bertanya... berarti bukan diskusi lagi.

Ayo teman-teman... mari kita saling bertanya? :))

_/\_ :lotus:
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Daniel on 07 January 2009, 01:10:45 PM

tahu dan sadarkah anda ungkpan dari buddhis sendiri yang mengatakan bahwa "Kesaktian hadir/terhadirkan saat proses samadi benar tercapai sepenuhnya"

jika demikian, haruskah kesaktian dimiliki oleh seorg buddha hidup saja ?


ika.

salam

Menurut Ika Polim cem mana?
jelaskan dulu dong

salam

Daniel
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Reenzia on 07 January 2009, 01:12:57 PM

bukankah dgn contoh berdasar ini, masyarakat buddhis pada umumnya tidak lagi bisa dikelirukan oleh anggapan bahwa "Kesaktian" pasti membawa "Kehancuran" !

sebagai bukti pada kisah diatas, malah sang buddha menggunakan hal itu utk kelancaran pembabaran dhammanya di surga !


ika.

salam

Kesaktian di tangan Buddha sangat bermanfaat bagi umat manusia, tapi kesaktian di tangan Ika Polim akan membawa bencana bagi dunia ini.

salam

daniel


tahu dan sadarkah anda ungkpan dari buddhis sendiri yang mengatakan bahwa "Kesaktian hadir/terhadirkan saat proses samadi benar tercapai sepenuhnya"

jika demikian, haruskah kesaktian dimiliki oleh seorg buddha hidup saja ?


ika.

ini saia kutip sendiri dari pernyataan anda:

meditasi budhistme bertujuan untuk mengembangkan kebijaksaan dan bukan untuk mengejar hal-hal keduniawian dan kesaktian. tapi, menurut saya, siapa yang ingin mencapai kesaktian melalui meditasi budhisme (samatha), maka dia dapat meraihnya. kesaktian itu banyak sekali manfaatnya bagi kehidupan. walaupun bukan kebutuhan yang utama, tapi kita membutuhkannya. apalagi untuk orang yang berada pada posisi masalah yang sulit dipecahkan oleh logika. tapi, kemudian muncul pandangan-pandangan yang menganggap pengembangan kesaktian dengan meditasi itu merupakan hal tercela. jadi, benarkah "mengembangkan kesaktian itu merupakan hal tercela?"

saya cukup paham dgn pemikiran anda!

saya juga pernah melontarkan ungkapan menukik sehubungan dgn hal ini sbb:

"jika saja semua hal penting buddhism dilakukan dgn benar, si praktisi akan menjadi "sakti mandraguna" tidak peduli hal itu diinginkan atau tidak oleh si praktisi itu sendiri !


ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Lily W on 07 January 2009, 01:13:16 PM
tahu dan sadarkah anda ungkpan dari buddhis sendiri yang mengatakan bahwa "Kesaktian hadir/terhadirkan saat proses samadi benar tercapai sepenuhnya"

jika demikian, haruskah kesaktian dimiliki oleh seorg buddha hidup saja ?

ika.

Coba tanya sama Buddha hidup itu? ;D

_/\_ :lotus:
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Reenzia on 07 January 2009, 01:16:52 PM
tahu dan sadarkah anda ungkpan dari buddhis sendiri yang mengatakan bahwa "Kesaktian hadir/terhadirkan saat proses samadi benar tercapai sepenuhnya"

jika demikian, haruskah kesaktian dimiliki oleh seorg buddha hidup saja ?

ika.

Coba tanya sama Buddha hidup itu? ;D

_/\_ :lotus:


dari pada bertanya yg blm tentu kebenaran jawabannya, mengapa tak anda praktekkan sendiri, bro?
lebih jelas toh? :))
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 03:11:58 PM
tahu dan sadarkah anda ungkpan dari buddhis sendiri yang mengatakan bahwa "Kesaktian hadir/terhadirkan saat proses samadi benar tercapai sepenuhnya"

jika demikian, haruskah kesaktian dimiliki oleh seorg buddha hidup saja ?

ika.

Coba tanya sama Buddha hidup itu? ;D

_/\_ :lotus:


dari pada bertanya yg blm tentu kebenaran jawabannya, mengapa tak anda praktekkan sendiri, bro?
lebih jelas toh? :))

apa yang telah anda perbuat selama ini ...?

bertanya atau praktek ?


ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: pujianto on 07 January 2009, 03:16:21 PM


apa yang telah anda perbuat selama ini ...?

bertanya atau praktek ?


ika.

wow keren, bos sendiri lebih banyak bertanya apa praktek?

Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: L.D.D on 07 January 2009, 03:28:42 PM
dari pada bertanya yg blm tentu kebenaran jawabannya, mengapa tak anda praktekkan sendiri, bro?
lebih jelas toh? :))
[/quote]

apa yang telah anda perbuat selama ini ...?

bertanya atau praktek ?


ika.
[/quote]

bro ika, bertanya kalo ga dipraktekkan sendiri, sama halnya dengan anda bertanya sambal itu pedas apa ga?
kalo anda ga mau mencobanya hanya mendengarkan jawaban dari orang lain, yah tidak akan merasakan bahwa sambal itu pedas. makanya colek sambal itu dan rasakan waduh emang pedas.
 _/\_
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Lily W on 07 January 2009, 04:14:16 PM
tahu dan sadarkah anda ungkpan dari buddhis sendiri yang mengatakan bahwa "Kesaktian hadir/terhadirkan saat proses samadi benar tercapai sepenuhnya"

jika demikian, haruskah kesaktian dimiliki oleh seorg buddha hidup saja ?

ika.

Coba tanya sama Buddha hidup itu? ;D

_/\_ :lotus:


dari pada bertanya yg blm tentu kebenaran jawabannya, mengapa tak anda praktekkan sendiri, bro?
lebih jelas toh? :))

apa yang telah anda perbuat selama ini ...?

bertanya atau praktek ?

ika.

Bro Ika ROSO cemana?

_/\_ :lotus:
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: bond on 07 January 2009, 05:17:03 PM
Itu lho mam, ROSO = Mbah roso yg ada di jawa tengah  bisa buat susuk :))

Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Daniel on 07 January 2009, 07:24:20 PM
salam


lock aja daripada makin parah

abakadabra simsalabim
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: Reenzia on 07 January 2009, 07:31:07 PM
tahu dan sadarkah anda ungkpan dari buddhis sendiri yang mengatakan bahwa "Kesaktian hadir/terhadirkan saat proses samadi benar tercapai sepenuhnya"

jika demikian, haruskah kesaktian dimiliki oleh seorg buddha hidup saja ?

ika.

Coba tanya sama Buddha hidup itu? ;D

_/\_ :lotus:


dari pada bertanya yg blm tentu kebenaran jawabannya, mengapa tak anda praktekkan sendiri, bro?
lebih jelas toh? :))

apa yang telah anda perbuat selama ini ...?

bertanya atau praktek ?


ika.

loh? yg bingung kan anda...kok malah balik bertanya...? gimana sih? ih cape dhe :hammer:
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: williamhalim on 07 January 2009, 08:35:11 PM

dari pada bertanya yg blm tentu kebenaran jawabannya, mengapa tak anda praktekkan sendiri, bro?
lebih jelas toh? :))

Sssttt... dia udah praktekkin loh, pertanyaan ini hanya untuk ngetest kita2 aja (yg masih culun ini).

Jawabannya sih udah pasti:

~ Sang Buddha waktu itu pasti "ber-kundalini ria" sehingga bisa membabarkan abhidhamma di alam deva sembari menggosok gigi di alam manusia...

Bukan kah begitu Bro Ika...

::
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 09 January 2009, 12:54:27 PM

dari pada bertanya yg blm tentu kebenaran jawabannya, mengapa tak anda praktekkan sendiri, bro?
lebih jelas toh? :))

Sssttt... dia udah praktekkin loh, pertanyaan ini hanya untuk ngetest kita2 aja (yg masih culun ini).

Jawabannya sih udah pasti:

~ Sang Buddha waktu itu pasti "ber-kundalini ria" sehingga bisa membabarkan abhidhamma di alam deva sembari menggosok gigi di alam manusia...

Bukan kah begitu Bro Ika...

::


minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: sakura on 10 January 2009, 03:38:52 AM
Salut, u/ Bro ika_polim,
tapi kalau bisa materinya, jangan membingungkan dong
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: tesla on 10 January 2009, 03:47:00 AM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 12 January 2009, 02:17:10 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: dilbert on 12 January 2009, 04:17:18 PM
Dearest Bros & Sis,

Case 1:

"Bagaimana Buddha menjaga kebugaran tubuh padahal Beliau terus-menerus membabarkan Abhidhamma di Surga Tavatimsa sepanjang masa vassa selama tiga bulan" ?

Jawabnya :

Semua Buddha telah mempertimbangkan masalah ini; Mereka biasanya mengikuti waktu alam manusia sewaktu membabarkan Abhidhamma. Saat tiba waktunya untuk mengumpulkan dana makanan, Beliau menciptakan sesosok Buddha tiruan yang sama persis dengannya dalam segala hal. Tiruan Buddha itu akan menggantikanNya membabarkan Abhidhamma kepada para hadirinNya.
Sementara Buddha asli "turun ke alam manusia" untuk melakukan kegiatan lazimNya spt, sikat gigi, mandi, dsb dan makan.
Buddha kembali ke Surga Tavatimsa setelah tengah hari untuk melanjutkan pembabaran Abhidhamma disana (!!!).

Case 2:

Sehubungan dengan Jhana, anjuran yang seringkali diberikan oleh Buddha kepada para muridNya adalah "untuk membiasakan diri "keluar-masuk" kondisi Jhana (mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi).

Buddha sendiripun sering dikisahkan melakukan yang sama dengan "berlama-lama berdiam di Jhana (tertinggi) menikmati kebahagiaan uniknya".

Pertanyaan:

Kata "keluar-masuk" mengindikasikan bahwa Jhana masih bersifat relatif.

Kata "kebahagiaan" pada kondisi Jhana mengindikasikan "rasa bahagia-relatif" yang timbul relatif saat/selama kondisi Jhana tercapai saja.

Tetapi pada case 1 terlihat bahwa tubuh fisik mempunyai "tata cara" sendiri yang juga harus dipenuhi, dalam hal ini adalah "rasa lapar fisikal".

Dari kenyataan dua case di atas, bukankah anjuran praktikum penembusan kondisi Jhana (jika tidak disiasati dgn bijak) malah akan "menghancurkan" kondisi/tingkat kebugaran tubuh yang pada gilirannya (jika tetap tidak disadari) akan mengulangi praktek "6 tahun penyiksaan diri"  pangeran sidharta pertama kali masuk hutan (???).

ika.

Didalam 32 tanda besar yang ada pada seorang calon BUDDHA, pada tanda ke-21 dikatakan :
21. Tujuh ribu pembuluh darah yang ujungnya saling bersentuhan di tenggorokan dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga tubuhnya dapat merasakan makanan yang masuk meskipun sekecil biji wijen. Tujuh ribu pembuluh darah yang ujungnya bertemu dan membentuk satu kelompok di leher. Mereka di sana seolah-olah menunggu untuk mengirimkan rasa semua makanan yang ditelan ke seluruh tubuh. Ketika makanan bahkan yang sekecil biji wijen diletakkan di ujung lidah kemudian dimakan, rasanya segera menyebar ke seluruh tubuh. Oleh karena itu Bodhisatta mampu mempertahankan kondisi tubuhnya hanya dengan memakan nasi putih atau hanya dengan segenggam sup kacang, dan lain-lain selama enam tahun mempraktikkan penyiksaan diri (dukkaracariya).

Karena keistimewaan ini tidak terdapat pada orang-orang biasa, sehingga sari makanan yang mereka makan tidak dapat menyebar ke seluruh tubuh, oleh karena itulah mereka menjadi mudah terserang penyakit.

Note : Untuk itulah, mungkin seorang biasa tidak akan bisa mengikuti pola penyiksaan diri (dukkaracariya) seperti yang diceritakan pada kisah 6 tahun bertapa pangeran siddharta dimana pernah hanya memakain 1 biji beras/wijen saja setiap hari.

Mengenai pertanyaan sdr.Ika tentang berlama lama di dalam kebahagiaan jhana... Saya kira tentang berapa lama BERLAMA LAMA di dalam JHANA tidak dalam hitungan minggu, bulan ataupun tahun... Apakah ada referensi tentang BUDDHA maupun para ARAHAT itu berdiam LAMA sekali (dalam jangka waktu seminggu, sebulan ataupun setahun) ? Saya rasa tidak ada. Dan cerita cerita legenda tentang MAHAKASAPPA yang menunda parinibbana-nya di dalam meditasi yang mendalam di dalam gunung kaki ayam, saya rasa juga tidak dapat kita buktikan dengan mata kepala sendiri.

Jadi memang menurut saya, apa yang diperbuat oleh BUDDHA dengan tiap hari kembali ke bumi sewaktu pembabaran Abhidhamma di Surga Tavatimsa adalah memang benar bahwa tubuh fisik BUDDHA harus setiap hari bermetabolisme.

Hanya saja para praktisi meditasi yang mahir dalam keadaan meditatif yang dalam terbukti bisa menurunkan tingkat metabolisme tubuh, seperti proses hibernasi pada beruang kutub di musim dingin untuk menghemat energi dan pembuangan panas yang berlebih dimusim dingin.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: tesla on 12 January 2009, 04:26:27 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
singkat kata, dg "berpikir/merenung"?
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 04 February 2009, 01:01:43 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
singkat kata, dg "berpikir/merenung"?

mungkin jauh lbh tepatnya adalah "To Think Without Thinking" dan sebagai konsekuensinya adalah "To Meditate Without Meditating" !

ika.

Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: dilbert on 04 February 2009, 01:08:15 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
singkat kata, dg "berpikir/merenung"?
mungkin jauh lbh tepatnya adalah "To Think Without Thinking" dan sebagai konsekuensinya adalah "To Meditate Without Meditating" !
ika.

Think without effort...
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: N1AR on 04 February 2009, 01:30:02 PM
tidak ada kah penilaian sesuatu yg mungkin berharga ketika mulai berpikir?
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 19 March 2009, 12:43:27 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
singkat kata, dg "berpikir/merenung"?
mungkin jauh lbh tepatnya adalah "To Think Without Thinking" dan sebagai konsekuensinya adalah "To Meditate Without Meditating" !
ika.

Think without effort...


hal berikutnya setelah ini adalah "apakah 'hal itu' pernah teralami, misalnya dlm pelaksanaan meditasi" ??? sehingga pemahaman yang semuala cuma berdasarkan pengetahuan, pikiran dan masih meraba-raba akan menjadi terang, utuh,lengkap,total!

ika. 
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: dilbert on 19 March 2009, 01:58:17 PM
hal berikutnya setelah ini adalah "apakah 'hal itu' pernah teralami, misalnya dlm pelaksanaan meditasi" ??? sehingga pemahaman yang semuala cuma berdasarkan pengetahuan, pikiran dan masih meraba-raba akan menjadi terang, utuh,lengkap,total!
ika. 

Nah, kan banyak cerita tentang begitu pencerahan, semua hal menjadi jelas dan terang... hanya saja apakah kita percaya atau tidak  sebelum kita mengalaminya sendiri.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 21 April 2009, 04:12:41 PM
hal berikutnya setelah ini adalah "apakah 'hal itu' pernah teralami, misalnya dlm pelaksanaan meditasi" ??? sehingga pemahaman yang semuala cuma berdasarkan pengetahuan, pikiran dan masih meraba-raba akan menjadi terang, utuh,lengkap,total!
ika. 

Nah, kan banyak cerita tentang begitu pencerahan, semua hal menjadi jelas dan terang... hanya saja apakah kita percaya atau tidak  sebelum kita mengalaminya sendiri.

ssaya pikir ttg hal "percaya" sebelum mengalaminya sendiri hanya bermanfaat pada level "memicu semangat utk terus tanpa henti melatih diri!
diluar itu kata "percaya" akan sgt menjadi "racun" saja!

ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: dilbert on 21 April 2009, 05:50:04 PM
hal berikutnya setelah ini adalah "apakah 'hal itu' pernah teralami, misalnya dlm pelaksanaan meditasi" ??? sehingga pemahaman yang semuala cuma berdasarkan pengetahuan, pikiran dan masih meraba-raba akan menjadi terang, utuh,lengkap,total!
ika. 

Nah, kan banyak cerita tentang begitu pencerahan, semua hal menjadi jelas dan terang... hanya saja apakah kita percaya atau tidak  sebelum kita mengalaminya sendiri.

ssaya pikir ttg hal "percaya" sebelum mengalaminya sendiri hanya bermanfaat pada level "memicu semangat utk terus tanpa henti melatih diri!
diluar itu kata "percaya" akan sgt menjadi "racun" saja!

ika.

just curious saja dulu, baru step by step ehi phassiko...
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 22 April 2009, 09:42:13 AM
hal berikutnya setelah ini adalah "apakah 'hal itu' pernah teralami, misalnya dlm pelaksanaan meditasi" ??? sehingga pemahaman yang semuala cuma berdasarkan pengetahuan, pikiran dan masih meraba-raba akan menjadi terang, utuh,lengkap,total!
ika. 

Nah, kan banyak cerita tentang begitu pencerahan, semua hal menjadi jelas dan terang... hanya saja apakah kita percaya atau tidak  sebelum kita mengalaminya sendiri.

ssaya pikir ttg hal "percaya" sebelum mengalaminya sendiri hanya bermanfaat pada level "memicu semangat utk terus tanpa henti melatih diri!
diluar itu kata "percaya" akan sgt menjadi "racun" saja!

ika.

just curious saja dulu, baru step by step ehi phassiko...

walaupun terlihat santai kata2 anda itu, namun secara psikologi itu baik adanya!, teruskan lah!

ika. 
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: dilbert on 22 April 2009, 11:41:14 AM
hal berikutnya setelah ini adalah "apakah 'hal itu' pernah teralami, misalnya dlm pelaksanaan meditasi" ??? sehingga pemahaman yang semuala cuma berdasarkan pengetahuan, pikiran dan masih meraba-raba akan menjadi terang, utuh,lengkap,total!
ika. 

Nah, kan banyak cerita tentang begitu pencerahan, semua hal menjadi jelas dan terang... hanya saja apakah kita percaya atau tidak  sebelum kita mengalaminya sendiri.

ssaya pikir ttg hal "percaya" sebelum mengalaminya sendiri hanya bermanfaat pada level "memicu semangat utk terus tanpa henti melatih diri!
diluar itu kata "percaya" akan sgt menjadi "racun" saja!

ika.

just curious saja dulu, baru step by step ehi phassiko...

walaupun terlihat santai kata2 anda itu, namun secara psikologi itu baik adanya!, teruskan lah!

ika. 

LANJUTKAN... (mirip slogan kampanye) :)
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: truth lover on 22 April 2009, 08:54:19 PM
Apakah ada sesuatu yang berlebihan namun baik?  :)

Ada mas Upasaka, berlebihan rejeki   :))

Metta,
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: truth lover on 22 April 2009, 09:04:11 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
singkat kata, dg "berpikir/merenung"?

mungkin jauh lbh tepatnya adalah "To Think Without Thinking" dan sebagai konsekuensinya adalah "To Meditate Without Meditating" !

ika.



Menurut pendapat saya "seeing without thinking" mas Ika. Bukan "think without thinking"

Metta,
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 27 April 2009, 02:51:42 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
singkat kata, dg "berpikir/merenung"?

mungkin jauh lbh tepatnya adalah "To Think Without Thinking" dan sebagai konsekuensinya adalah "To Meditate Without Meditating" !

ika.



Menurut pendapat saya "seeing without thinking" mas Ika. Bukan "think without thinking"

Metta,


anyhow, saya paham esensi dr ungkapan anda itu! terima kasih. what is an expression anyway?


ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: truth lover on 27 April 2009, 04:54:40 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
singkat kata, dg "berpikir/merenung"?

mungkin jauh lbh tepatnya adalah "To Think Without Thinking" dan sebagai konsekuensinya adalah "To Meditate Without Meditating" !

ika.



Menurut pendapat saya "seeing without thinking" mas Ika. Bukan "think without thinking"

Metta,


anyhow, saya paham esensi dr ungkapan anda itu! terima kasih. what is an expression anyway?


ika.

Expression can make people understand or make people confuse

metta,
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 29 April 2009, 02:10:54 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
singkat kata, dg "berpikir/merenung"?

mungkin jauh lbh tepatnya adalah "To Think Without Thinking" dan sebagai konsekuensinya adalah "To Meditate Without Meditating" !

ika.



Menurut pendapat saya "seeing without thinking" mas Ika. Bukan "think without thinking"

Metta,


anyhow, saya paham esensi dr ungkapan anda itu! terima kasih. what is an expression anyway?


ika.

Expression can make people understand or make people confuse

metta,


biar bagiamanapun Ekspresi adalah suatu "alat bantu khusus" yang paling efektif, singkat sekaligus padat utk menyampaikan "sesuatu"!

bahkan Ekspresi dlm mazhab buddhism tertentu sering disebut "melampaui kata2"!

ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: truth lover on 29 April 2009, 10:41:08 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
singkat kata, dg "berpikir/merenung"?

mungkin jauh lbh tepatnya adalah "To Think Without Thinking" dan sebagai konsekuensinya adalah "To Meditate Without Meditating" !

ika.



Menurut pendapat saya "seeing without thinking" mas Ika. Bukan "think without thinking"

Metta,


anyhow, saya paham esensi dr ungkapan anda itu! terima kasih. what is an expression anyway?


ika.

Expression can make people understand or make people confuse

metta,


biar bagiamanapun Ekspresi adalah suatu "alat bantu khusus" yang paling efektif, singkat sekaligus padat utk menyampaikan "sesuatu"!

bahkan Ekspresi dlm mazhab buddhism tertentu sering disebut "melampaui kata2"!

ika.

Alat bantu khusus yang paling efektif, singkat sekaligus padat, untuk membuat orang bingung atau membuat orang mengerti.

metta,
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: johan3000 on 29 April 2009, 10:56:00 PM
di kepalanya ada banyak solar cell
yg dpt merubah cahaya mata hari menjadi makanan...
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 30 April 2009, 04:20:02 PM
minimal kisah tsb mengindikasikan bahwa "apapun itu" sepanjang "si orgnya" mampu membawanya dgn baik dan benar, malah akan memberikan manfaat bagi "semua mahkluk" bukan ?

krn pada dasarnya "apapun itu" adalah "netral-netral saja" !

ika.

"apapun itu", bagaimana bisa dibawa dg baik & benar?

dgn sering2 "membedah otak nalar logis" diri sendiri!

ika.
singkat kata, dg "berpikir/merenung"?

mungkin jauh lbh tepatnya adalah "To Think Without Thinking" dan sebagai konsekuensinya adalah "To Meditate Without Meditating" !

ika.



Menurut pendapat saya "seeing without thinking" mas Ika. Bukan "think without thinking"

Metta,


anyhow, saya paham esensi dr ungkapan anda itu! terima kasih. what is an expression anyway?


ika.

Expression can make people understand or make people confuse

metta,


biar bagiamanapun Ekspresi adalah suatu "alat bantu khusus" yang paling efektif, singkat sekaligus padat utk menyampaikan "sesuatu"!

bahkan Ekspresi dlm mazhab buddhism tertentu sering disebut "melampaui kata2"!

ika.

Alat bantu khusus yang paling efektif, singkat sekaligus padat, untuk membuat orang bingung atau membuat orang mengerti.

metta,


justru itulah bukti dari Kesempurnaan PencerahanNya sang Buddha, yaitu mampu dgn sgt2 tepat menentukan kesesuaian dr ajaran yang kan disampaikan dgn jenis "org/mahkluk" yg akan menjadi calon pendengarnya!

pertanyaan: kenapa pada kenyataannya cuma cara pandang Tipitaka saja yg diberlakukan sama rata utk semua jenis org ?


ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: dilbert on 02 May 2009, 12:25:30 PM

justru itulah bukti dari Kesempurnaan PencerahanNya sang Buddha, yaitu mampu dgn sgt2 tepat menentukan kesesuaian dr ajaran yang kan disampaikan dgn jenis "org/mahkluk" yg akan menjadi calon pendengarnya!

pertanyaan: kenapa pada kenyataannya cuma cara pandang Tipitaka saja yg diberlakukan sama rata utk semua jenis org ?


Apakah ada kemungkinan Tipitaka-lah yang lebih asli dibanding yang lain ?
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: ika_polim on 04 May 2009, 04:15:51 PM

justru itulah bukti dari Kesempurnaan PencerahanNya sang Buddha, yaitu mampu dgn sgt2 tepat menentukan kesesuaian dr ajaran yang kan disampaikan dgn jenis "org/mahkluk" yg akan menjadi calon pendengarnya!

pertanyaan: kenapa pada kenyataannya cuma cara pandang Tipitaka saja yg diberlakukan sama rata utk semua jenis org ?


Apakah ada kemungkinan Tipitaka-lah yang lebih asli dibanding yang lain ?

apakah ada kisah di tipitaka yg menggambarkan persetujuan dr sang Buddha utk suatu peneerbitan suatu buku ttg ajaranNyadi kemudian hari?

ika.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: hatRed on 04 May 2009, 06:30:09 PM

justru itulah bukti dari Kesempurnaan PencerahanNya sang Buddha, yaitu mampu dgn sgt2 tepat menentukan kesesuaian dr ajaran yang kan disampaikan dgn jenis "org/mahkluk" yg akan menjadi calon pendengarnya!

pertanyaan: kenapa pada kenyataannya cuma cara pandang Tipitaka saja yg diberlakukan sama rata utk semua jenis org ?


Apakah ada kemungkinan Tipitaka-lah yang lebih asli dibanding yang lain ?

apakah ada kisah di tipitaka yg menggambarkan persetujuan dr sang Buddha utk suatu peneerbitan suatu buku ttg ajaranNyadi kemudian hari?

ika.

apakah ada kisah di tipitaka yg menggambarkan  pertidaksetujuan dr sang Buddha utk suatu peneerbitan suatu buku ttg ajaranNyadi kemudian hari?

hatRed.
Title: Re: case 1 vs case 2
Post by: dilbert on 05 May 2009, 11:25:19 AM
hatred mode on **

Aneh... sungguh Aneh...

hatred mode off **