sesuai dugaan, pengujian anda yg ini tidak valid, mungkin anda harus memberikan pengujian lain lagi.
alasan:
1. Anda tidak akan menemukan dalam teks otentik Kanon Pali, bahwa setelah meninggal suatu makhluk akan langsung bertumimbal lahir.
2. bagaimana anda membuktikan "seorang yang meninggal masih berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya atau tempat-tempat tertentu (misalnya lokasi dimana ia meninggal)."? apakah dari "katanya"?
Dalam suatu perdebatan. selama tidak melontarkan kebohongan atau fitnah yg tidak benar, maka tidak ada pelanggaran apa pun di sini, mencela yg patut dicela adalah persis sesuai dengan ajaran Buddha. jika apa yg ditulis ternyata berbeda dengan apa yg anda pahami, maka anda seharusnya mengklarifikasi, mempertanyakan, sebelum menuduh berbohong.
Rekan Indra, dalam berdiskusi ada baiknya berpikiran terbuka, tidak berprasangka dan tidak terburu-buru menjatuhkan vonis tertentu.
Saya tanggapi poin yang Anda anggap tidak valid tersebut.
1. Suatu pengertian yang diterima oleh makhluk, dalam hal ini manusia, tidak mutlak harus bersumber dari teks langsung. Pengertian itu didapat dari mengakumulasikan pengetahuan yang diperoleh (dari teks otentik) hingga menghasilkan pemahaman.
Ini seperti berkata, bahwa tidak ada aturan untuk menghormat bendera di UUD 1945, tapi tetap dilakukan dan dipahami secara umum.
Perihal tumimbal lahir setelah meninggal, ini adalah wacana umum yang sudah dipahami Buddhis dari bhikkhu hingga umat biasa. Jika Anda bisa mementahkan pernyataan tersebut dengan, "Setelah meninggal suatu makhluk tidak akan langsung bertumimbal lahir", berdasarkan teks otentik yang Anda pegang juga, baru bisa dikatakan bahwa pernyataan saya di atas tidak valid.
Dalam diskusi Buddhis, tanya jawab di vihara maupun di forum dunia maya, sudah umum bahwa pengertian setelah meninggal langsung bertumimbal lahir dijadikan sebuah pengertian/pemahaman. Jika ini bukan bersumber dari ajaran Buddha, lalu dari mana?
2. Sudah saya tulis dengan jelas: Secara spiritual, Anda bila tidak mampu boleh minta bantuan pada pihak yang mampu, seorang yang meninggal masih berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya atau tempat-tempat tertentu (misalnya lokasi dimana ia meninggal).
"Katanya" siapa? Bukti saya terdekat adalah adik saya sendiri, melihat bibinya yang baru meninggal berkunjung ke rumahnya. Juga paman dan bibi saya yang melihat almarhum orang tua saya berkunjung dan bahkan sempat bersalaman. Kedua kasus tersebut terjadi di waktu dan tempat (kota) yang berbeda, dan saksi mata tidak mengetahui bahwa yang mengunjungi tersebut sudah meninggal, jadi dugaan halusinasi sangat kecil, apalagi pada kasus kedua dilihat oleh lebih dari satu orang dan ada interaksi fisik dengan almarhum.
Tulisan tentang etika debat, dapat dialamatkan pada Anda sendiri. Mengapa mengatakan sesuatu tidak valid sebelum mempertanyakan dan meminta klarifikasi?
Jika mau mendapat manfaat dari diskusi ini, kesampingkan sifat tendensius dan subyektif (emosional), maka kita bisa fokus pada topik (isu) yang sedang dibahas.
Oke, salam berbahagia untuk Anda.