//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Tentang 84.000 Ajaran  (Read 47385 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #45 on: 07 March 2013, 08:23:19 PM »
itu bukan jawaban yg saya inginkan, itu adalah pengamatan anda terhadap diskusi dalam forum ini, tapi bukan penelitian anda sendiri, yg saya inginkan adalah pengujian yg anda lakukan sendiri. Saya bahkan tidak meggolongkan para member di sini sebagai teoritis atau praktisi, siapa pun setara dalam forum ini. Jadi anda tidak bisa seenaknya memvonis bahwa si anu adalah teoritis dan si anu adalah praktisi. berdasarkan apa anad menilainya? dengan kesaktian anda lagi? contoh dari praktik yg tidak sesuai dengan teori misalnya, Sang Buddha mengajarkan bahwa Untuk mencapai Nibbana adalah melalui JMB8, ternyata pengalaman dan pengujian anda ternyata tidak demikian, karena anda telah membuktikan bahwa nibbana ternyata dicapai melalui kebohongan dan penipuan, ini hanya contoh kasus.

Pengamatan itu bukan penelitian saya sendiri? :) Baik, saya terima saja, sesuai janji saya mengikuti alur pemikiran dan pemahaman Anda.

Menilai teoritis dan praktisi tidak selalu harus lewat kesaktian, atau pengalaman lapangan. Dari konsistensi tulisan juga bisa dilihat, orang ini menerapkan apa yang dipelajarinya, atau tidak. Misalnya: Emosi saat berdiskusi, tidak jujur saat mengakui sebuah kekeliruan, serta kerap berucap/menulis kurang benar (padahal dalam ajaran teoritis ada sila tentang pikiran, perkataan, perbuatan benar). Itu saja sudah cukup untuk memberi penilaian di dunia maya. Masa seperti ini belum bisa jadi tolok ukur minimal? :)

Oke, ini pengalaman dan pengujian saya seperti permintaan Anda, semoga kali ini sesuai harapan.

Sesuai teori, berdasarkan yang saya baca dan pahami dari teks Buddhisme, khususnya yang diakui otentik dan paling asli, bukan hasil akulturasi (percampuran) ajaran dengan budaya setempat, dikatakan bahwa setelah meninggal suatu makhluk akan langsung bertumimbal lahir.

Secara spiritual, Anda bila tidak mampu boleh minta bantuan pada pihak yang mampu, seorang yang meninggal masih berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya atau tempat-tempat tertentu (misalnya lokasi dimana ia meninggal).

Itu satu contoh kecil, yang lebih besar saya khawatir dapat menimbulkan polemik jika dibahas di forum ini.

Demikian, tidak ada maksud saya mengganggu keimanan siapapun. Mohon dimaafkan jika tidak berkenan.

Salam.  _/\_

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #46 on: 07 March 2013, 08:25:53 PM »
Gak ada yang bisa memastikan 84.000 itu meliput apa saja. Bahkan jika anda sudah membaca seluruh Sutta Pitaka, anda mungkin akan bingung bagaimana pengelompokan ajaran itu dilakukan (misalnya Dhammapada terdiri dari 423 syair/ayat, itu dikelompokkan menjadi berapa kelompok? Siapa yang bisa memastikan pengelompokan ini?)

Btw, maksud anda, jalan Bodhisattva di luar 84.000 itu kah? ;D

Bukan 84.000 meliputi apa saja, tapi terminologi (istilah) 84.000, coba baca lebih teliti tulisan di atas.

Samma Sambuddha maksud saya.

 _/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #47 on: 07 March 2013, 08:32:31 PM »
Sesuai teori, berdasarkan yang saya baca dan pahami dari teks Buddhisme, khususnya yang diakui otentik dan paling asli, bukan hasil akulturasi (percampuran) ajaran dengan budaya setempat, dikatakan bahwa setelah meninggal suatu makhluk akan langsung bertumimbal lahir.

Secara spiritual, Anda bila tidak mampu boleh minta bantuan pada pihak yang mampu, seorang yang meninggal masih berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya atau tempat-tempat tertentu (misalnya lokasi dimana ia meninggal).


sesuai dugaan, pengujian anda yg ini tidak valid, mungkin anda harus memberikan pengujian lain lagi.
alasan:
1. Anda tidak akan menemukan dalam teks otentik Kanon Pali, bahwa setelah meninggal suatu makhluk akan langsung bertumimbal lahir.

2. bagaimana anda membuktikan "seorang yang meninggal masih berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya atau tempat-tempat tertentu (misalnya lokasi dimana ia meninggal)."? apakah dari "katanya"?

Dalam suatu perdebatan. selama tidak melontarkan kebohongan atau fitnah yg tidak benar, maka tidak ada pelanggaran apa pun di sini, mencela yg patut dicela adalah persis sesuai dengan ajaran Buddha. jika apa yg ditulis ternyata berbeda dengan apa yg anda pahami, maka anda seharusnya mengklarifikasi, mempertanyakan, sebelum menuduh berbohong.
« Last Edit: 07 March 2013, 08:34:13 PM by Indra »

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #48 on: 07 March 2013, 11:12:58 PM »
2. bagaimana anda membuktikan "seorang yang meninggal masih berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya atau tempat-tempat tertentu (misalnya lokasi dimana ia meninggal)."? apakah dari "katanya"?
pakai kesaktian.. :P
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #49 on: 08 March 2013, 05:12:53 AM »
[at] Sunya

Anda ke mana saja? Banyak yang sudah kangen tuh :))
Khan Benci Tapi Rindu  8)


tebakan saya, karena sudah bukan manusia biasa, tentu dengan 'kesaktian' bisa melalang buana ke segala alam :))

saya biasanya tidak pakai kesaktian, cukup butuh waktu 'malam hari sampai subuh' mengunjungi segala alam  (kadang2 saja)  :))
« Last Edit: 08 March 2013, 05:17:41 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #50 on: 08 March 2013, 05:19:24 AM »
pakai kesaktian.. :P

mimpi, khayalan, kesaktian, kadang2 susah dibedakan
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #51 on: 08 March 2013, 11:02:06 AM »
sesuai dugaan, pengujian anda yg ini tidak valid, mungkin anda harus memberikan pengujian lain lagi.
alasan:
1. Anda tidak akan menemukan dalam teks otentik Kanon Pali, bahwa setelah meninggal suatu makhluk akan langsung bertumimbal lahir.

2. bagaimana anda membuktikan "seorang yang meninggal masih berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya atau tempat-tempat tertentu (misalnya lokasi dimana ia meninggal)."? apakah dari "katanya"?

Dalam suatu perdebatan. selama tidak melontarkan kebohongan atau fitnah yg tidak benar, maka tidak ada pelanggaran apa pun di sini, mencela yg patut dicela adalah persis sesuai dengan ajaran Buddha. jika apa yg ditulis ternyata berbeda dengan apa yg anda pahami, maka anda seharusnya mengklarifikasi, mempertanyakan, sebelum menuduh berbohong.

Rekan Indra, dalam berdiskusi ada baiknya berpikiran terbuka, tidak berprasangka dan tidak terburu-buru menjatuhkan vonis tertentu.

Saya tanggapi poin yang Anda anggap tidak valid tersebut.

1. Suatu pengertian yang diterima oleh makhluk, dalam hal ini manusia, tidak mutlak harus bersumber dari teks langsung. Pengertian itu didapat dari mengakumulasikan pengetahuan yang diperoleh (dari teks otentik) hingga menghasilkan pemahaman.
Ini seperti berkata, bahwa tidak ada aturan untuk menghormat bendera di UUD 1945, tapi tetap dilakukan dan dipahami secara umum.
Perihal tumimbal lahir setelah meninggal, ini adalah wacana umum yang sudah dipahami Buddhis dari bhikkhu hingga umat biasa. Jika Anda bisa mementahkan pernyataan tersebut dengan, "Setelah meninggal suatu makhluk tidak akan langsung bertumimbal lahir", berdasarkan teks otentik yang Anda pegang juga, baru bisa dikatakan bahwa pernyataan saya di atas tidak valid.

Dalam diskusi Buddhis, tanya jawab di vihara maupun di forum dunia maya, sudah umum bahwa pengertian setelah meninggal langsung bertumimbal lahir dijadikan sebuah pengertian/pemahaman. Jika ini bukan bersumber dari ajaran Buddha, lalu dari mana?

2. Sudah saya tulis dengan jelas: Secara spiritual, Anda bila tidak mampu boleh minta bantuan pada pihak yang mampu, seorang yang meninggal masih berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya atau tempat-tempat tertentu (misalnya lokasi dimana ia meninggal).
"Katanya" siapa? Bukti saya terdekat adalah adik saya sendiri, melihat bibinya yang baru meninggal berkunjung ke rumahnya. Juga paman dan bibi saya yang melihat almarhum orang tua saya berkunjung dan bahkan sempat bersalaman. Kedua kasus tersebut terjadi di waktu dan tempat (kota) yang berbeda, dan saksi mata tidak mengetahui bahwa yang mengunjungi tersebut sudah meninggal, jadi dugaan halusinasi sangat kecil, apalagi pada kasus kedua dilihat oleh lebih dari satu orang dan ada interaksi fisik dengan almarhum.

Tulisan tentang etika debat, dapat dialamatkan pada Anda sendiri. Mengapa mengatakan sesuatu tidak valid sebelum mempertanyakan dan meminta klarifikasi? :)

Jika mau mendapat manfaat dari diskusi ini, kesampingkan sifat tendensius dan subyektif (emosional), maka kita bisa fokus pada topik (isu) yang sedang dibahas.

Oke, salam berbahagia untuk Anda.  _/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #52 on: 08 March 2013, 11:41:46 AM »
Rekan Indra, dalam berdiskusi ada baiknya berpikiran terbuka, tidak berprasangka dan tidak terburu-buru menjatuhkan vonis tertentu.

Saya tanggapi poin yang Anda anggap tidak valid tersebut.

1. Suatu pengertian yang diterima oleh makhluk, dalam hal ini manusia, tidak mutlak harus bersumber dari teks langsung. Pengertian itu didapat dari mengakumulasikan pengetahuan yang diperoleh (dari teks otentik) hingga menghasilkan pemahaman.
Ini seperti berkata, bahwa tidak ada aturan untuk menghormat bendera di UUD 1945, tapi tetap dilakukan dan dipahami secara umum.

Perihal tumimbal lahir setelah meninggal, ini adalah wacana umum yang sudah dipahami Buddhis dari bhikkhu hingga umat biasa. Jika Anda bisa mementahkan pernyataan tersebut dengan, "Setelah meninggal suatu makhluk tidak akan langsung bertumimbal lahir", berdasarkan teks otentik yang Anda pegang juga, baru bisa dikatakan bahwa pernyataan saya di atas tidak valid.

Dalam diskusi Buddhis, tanya jawab di vihara maupun di forum dunia maya, sudah umum bahwa pengertian setelah meninggal langsung bertumimbal lahir dijadikan sebuah pengertian/pemahaman. Jika ini bukan bersumber dari ajaran Buddha, lalu dari mana?


dalam hal ini mari kita perhatikan kata2 anda sebelumnya "berdasarkan yang saya baca dan pahami dari teks Buddhisme, khususnya yang diakui otentik dan paling asli, bukan hasil akulturasi (percampuran) ajaran dengan budaya setempat"

Jadi saya pikir kita sedang membicarakan sumber rujukan yg sama, yaitu teks Buddhisme yg diakui paling asli, bukan hasil akulturasi (percampuran). kita tidak membicarakan sumber dari wacana atau obrolan warung kopi, bukan? untuk mempermudah, bisakah anda memberikan referensi mengenai bahan bacaan anda yg paling asli dan otentik itu? silakan ditampilkan di sini.

Quote
2. Sudah saya tulis dengan jelas: Secara spiritual, Anda bila tidak mampu boleh minta bantuan pada pihak yang mampu, seorang yang meninggal masih berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya atau tempat-tempat tertentu (misalnya lokasi dimana ia meninggal).
"Katanya" siapa? Bukti saya terdekat adalah adik saya sendiri, melihat bibinya yang baru meninggal berkunjung ke rumahnya. Juga paman dan bibi saya yang melihat almarhum orang tua saya berkunjung dan bahkan sempat bersalaman. Kedua kasus tersebut terjadi di waktu dan tempat (kota) yang berbeda, dan saksi mata tidak mengetahui bahwa yang mengunjungi tersebut sudah meninggal, jadi dugaan halusinasi sangat kecil, apalagi pada kasus kedua dilihat oleh lebih dari satu orang dan ada interaksi fisik dengan almarhum.


no pic/video=hoax

Quote
Tulisan tentang etika debat, dapat dialamatkan pada Anda sendiri. Mengapa mengatakan sesuatu tidak valid sebelum mempertanyakan dan meminta klarifikasi? :)

tuduhan anda sudah saya klarifikasi di atas.

Quote
Jika mau mendapat manfaat dari diskusi ini, kesampingkan sifat tendensius dan subyektif (emosional), maka kita bisa fokus pada topik (isu) yang sedang dibahas.

Dan jika mau mendapat manfaat dari diskusi ini, kesampingkan juga sifat sudah mencapai kesucian atau pengalamann spiritual tinggi sehingga merasa diri layak untuk mengajari orang lain.



Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #53 on: 08 March 2013, 12:23:44 PM »
dalam hal ini mari kita perhatikan kata2 anda sebelumnya "berdasarkan yang saya baca dan pahami dari teks Buddhisme, khususnya yang diakui otentik dan paling asli, bukan hasil akulturasi (percampuran) ajaran dengan budaya setempat"

Jadi saya pikir kita sedang membicarakan sumber rujukan yg sama, yaitu teks Buddhisme yg diakui paling asli, bukan hasil akulturasi (percampuran). kita tidak membicarakan sumber dari wacana atau obrolan warung kopi, bukan? untuk mempermudah, bisakah anda memberikan referensi mengenai bahan bacaan anda yg paling asli dan otentik itu? silakan ditampilkan di sini.

no pic/video=hoax

tuduhan anda sudah saya klarifikasi di atas.

Dan jika mau mendapat manfaat dari diskusi ini, kesampingkan juga sifat sudah mencapai kesucian atau pengalamann spiritual tinggi sehingga merasa diri layak untuk mengajari orang lain.

Baik, jika Anda punya akses pada kitab yang Anda anggap otentik (mungkin kitab Kanon Pali?), silakan cari terminologi Punabbhava.

Guru Buddha menjelaskan dalam Satta Sutta; Radha Samyutta; Samyutta Nikaya 23.2 {S 3.189} bahwa makhluk hidup pada umumnya dan manusia pada khususnya merupakan perpaduan dari lima kelompok (Panca Khandha), yang kelimanya dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama yaitu jasmani atau fisik dan yang kedua adalah batin. Baik fisik maupun batin ini tidak terlepas dari hukum perubahan, suatu saat muncul dan saat kemudian mengalami pemadaman/mati. Batin sendiri terdiri dari perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran. Unsur-unsur batin ini disebut dalam bahasa Pali sebagai citta. Citta juga sering disebut dengan kesadaran. Citta/kesadaran ini mengalami kemunculan, pemisahan dan pemadaman/mati.

Pada saat seseorang mengalami kematian, jasmani tidak lagi bisa berfungsi untuk mendukung citta/kesadaran. Citta/kesadarannya pun akan mengalami pemadaman/kematian dan secara otomatis ia meneruskan kesan apapun yang tertanam padanya kepada Citta/kesadaran penerusnya yang tidak lain merupakan Citta/kesadaran pada kehidupan yang baru. Penerusan Kesadaran (Patisandhi Vinnana) ini terjadi dengan adanya peran dari Kamma yang pernah dilakukan.

Ketika jasmani mengalami kematian, dalam pikiran orang yang sekarat muncul kesadaran yang bernama Kesadaran Ajal (Cuti Citta). Ketika Kesadaran Ajal mengalami pemadaman juga, maka orang tersebut dikatakan sudah meninggal. Tetapi pada saat yang bersamaan pula (tanpa selang/jeda waktu) Citta/kesadaran kehidupan baru muncul. Dan saat itulah seseorang telah dilahirkan kembali, sudah berada dalam kandungan dengan jasmani yang baru berupa janin. Keseluruhan proses ini terjadi dalam waktu yang singkat.


Silakan Anda teliti dengan kitab berbahasa Pali, jujur saya bukan ahli kitab dan/atau bahasa Pali.

Jika dilihat dari logika Anda, no pic/video=hoax, berarti ajaran Buddha tipuan karena tidak ada foto dan video?  :-? Apa kata-kata keluarga Anda sendiri juga dianggap tipuan kalau tanpa gambar dan video? :)

Dimana saya menuduh, apa yang saya tuduhkan? Saya sedang bertanya mengapa mengatakan sesuatu tidak valid sebelum mempertanyakan dan meminta klarifikasi. Lalu setelah Anda mengatakan tidak valid, baru Anda meminta klarifikasi? Apa tidak terbalik? :) Saran saya, jangan tendensius.

Lho, perkara siapapun mencapai kesucian, memangnya bisa Anda ganggu-gugat dan buktikan salah? Tidak toh? Saya juga tidak keberatan jika Anda atau siapapun mau mengaku suci, sempurna atau apapun, selama dia masih bisa berkomunikasi tentang hal mendasar dengan baik.

Pengalaman spiritual tinggi juga, memangnya ada hukum yang mengatur bahwa seseorang tidak boleh memiliki pengalaman spiritual?

Kalau merasa tinggi saya setuju, ini adalah etika dimana semua pengguna forum harus saling menghormati, bukan bersikap tinggi (merasa lebih pandai, dsb). Tapi jika ada pengalaman spiritual tertentu, masa tidak boleh diutarakan secara jujur? Saya pikir itu juga bagian dari pendekatan ehipassiko (pembuktian sendiri).

Demikian, saya kira kita bisa saling paham sejauh ini.

Salam bahagia dan sukses.  _/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #54 on: 08 March 2013, 01:07:18 PM »
Baik, jika Anda punya akses pada kitab yang Anda anggap otentik (mungkin kitab Kanon Pali?), silakan cari terminologi Punabbhava.

Guru Buddha menjelaskan dalam Satta Sutta; Radha Samyutta; Samyutta Nikaya 23.2 {S 3.189} bahwa makhluk hidup pada umumnya dan manusia pada khususnya merupakan perpaduan dari lima kelompok (Panca Khandha), yang kelimanya dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama yaitu jasmani atau fisik dan yang kedua adalah batin. Baik fisik maupun batin ini tidak terlepas dari hukum perubahan, suatu saat muncul dan saat kemudian mengalami pemadaman/mati. Batin sendiri terdiri dari perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran. Unsur-unsur batin ini disebut dalam bahasa Pali sebagai citta. Citta juga sering disebut dengan kesadaran. Citta/kesadaran ini mengalami kemunculan, pemisahan dan pemadaman/mati.

Pada saat seseorang mengalami kematian, jasmani tidak lagi bisa berfungsi untuk mendukung citta/kesadaran. Citta/kesadarannya pun akan mengalami pemadaman/kematian dan secara otomatis ia meneruskan kesan apapun yang tertanam padanya kepada Citta/kesadaran penerusnya yang tidak lain merupakan Citta/kesadaran pada kehidupan yang baru. Penerusan Kesadaran (Patisandhi Vinnana) ini terjadi dengan adanya peran dari Kamma yang pernah dilakukan.

Ketika jasmani mengalami kematian, dalam pikiran orang yang sekarat muncul kesadaran yang bernama Kesadaran Ajal (Cuti Citta). Ketika Kesadaran Ajal mengalami pemadaman juga, maka orang tersebut dikatakan sudah meninggal. Tetapi pada saat yang bersamaan pula (tanpa selang/jeda waktu) Citta/kesadaran kehidupan baru muncul. Dan saat itulah seseorang telah dilahirkan kembali, sudah berada dalam kandungan dengan jasmani yang baru berupa janin. Keseluruhan proses ini terjadi dalam waktu yang singkat.


Silakan Anda teliti dengan kitab berbahasa Pali, jujur saya bukan ahli kitab dan/atau bahasa Pali.


anda mengatakan tentang membaca "teks Buddhisme, khususnya yang diakui otentik dan paling asli", tapi anda membawakan komentar individu tertentu yg tidak otentik, haiya... bagaimana anda ini?

silakan baca sutta yg benarnya di sini http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn23/sn23.002.than.html

Quote
Jika dilihat dari logika Anda, no pic/video=hoax, berarti ajaran Buddha tipuan karena tidak ada foto dan video?  :-? Apa kata-kata keluarga Anda sendiri juga dianggap tipuan kalau tanpa gambar dan video? :)


mungkin saja kok ajaran Buddha itu tipuan, saya juga tidak menerima mentah2 ajaran Buddha itu tanpa menyelidikinya, hanya setelah menyelidikinya baru saya memutuskan untuk menerima atau menolak. itu untuk ajaran Buddha, apalagi yg hanya dongeng "katanya"

Quote
Dimana saya menuduh, apa yang saya tuduhkan? Saya sedang bertanya mengapa mengatakan sesuatu tidak valid sebelum mempertanyakan dan meminta klarifikasi. Lalu setelah Anda mengatakan tidak valid, baru Anda meminta klarifikasi? Apa tidak terbalik? :) Saran saya, jangan tendensius.

bertanya tapi dengan menyelipkan pernyataan tuduhan juga bisa dilakukan, dan ini sangat sering anda lakukan. saya kasih contoh, seseorang bertanya kepada orang lain yg tidak ia kenal dan baru pertama ketemu, "Mengapa anda mencuri uang saya?" ini adalah pertanyaan tapi menurut lawan bicara apakah itu bukan tuduhan? orang itu terlebih dulu harus membuktikan bahwa uangnya memang dicuri oleh orang lain itu baru boleh mempertanyakan alasannya, anda cukup paham bukan?

Quote
Lho, perkara siapapun mencapai kesucian, memangnya bisa Anda ganggu-gugat dan buktikan salah? Tidak toh? Saya juga tidak keberatan jika Anda atau siapapun mau mengaku suci, sempurna atau apapun, selama dia masih bisa berkomunikasi tentang hal mendasar dengan baik.

Pengalaman spiritual tinggi juga, memangnya ada hukum yang mengatur bahwa seseorang tidak boleh memiliki pengalaman spiritual?

Adalah penting bagi kami untuk tahu apakah lawan bicara kami adalah orang suci atau bukan, jadi silakan anda mengaku dengan jujur, "apakah anda orang suci?"

Quote
Kalau merasa tinggi saya setuju, ini adalah etika dimana semua pengguna forum harus saling menghormati, bukan bersikap tinggi (merasa lebih pandai, dsb). Tapi jika ada pengalaman spiritual tertentu, masa tidak boleh diutarakan secara jujur? Saya pikir itu juga bagian dari pendekatan ehipassiko (pembuktian sendiri).


Sang Buddha mengajarkan bahwa kita seharusnya mencela orang yg patut dicela dan memuji yg patut dipuji, ini berlaku juga untuk menghormat pada yg patut dihormati. sebaliknya mencela orang yg patut dipuji dan memuji orang yg patut dicela, adalah kesalahan. ajaran Buddha ini cukup masuk akal bagi saya, tapi ajaran sebaliknya tidak.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #55 on: 08 March 2013, 01:42:23 PM »
anda mengatakan tentang membaca "teks Buddhisme, khususnya yang diakui otentik dan paling asli", tapi anda membawakan komentar individu tertentu yg tidak otentik, haiya... bagaimana anda ini?

silakan baca sutta yg benarnya di sini http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn23/sn23.002.than.html

mungkin saja kok ajaran Buddha itu tipuan, saya juga tidak menerima mentah2 ajaran Buddha itu tanpa menyelidikinya, hanya setelah menyelidikinya baru saya memutuskan untuk menerima atau menolak. itu untuk ajaran Buddha, apalagi yg hanya dongeng "katanya"

bertanya tapi dengan menyelipkan pernyataan tuduhan juga bisa dilakukan, dan ini sangat sering anda lakukan. saya kasih contoh, seseorang bertanya kepada orang lain yg tidak ia kenal dan baru pertama ketemu, "Mengapa anda mencuri uang saya?" ini adalah pertanyaan tapi menurut lawan bicara apakah itu bukan tuduhan? orang itu terlebih dulu harus membuktikan bahwa uangnya memang dicuri oleh orang lain itu baru boleh mempertanyakan alasannya, anda cukup paham bukan?

Adalah penting bagi kami untuk tahu apakah lawan bicara kami adalah orang suci atau bukan, jadi silakan anda mengaku dengan jujur, "apakah anda orang suci?"

Sang Buddha mengajarkan bahwa kita seharusnya mencela orang yg patut dicela dan memuji yg patut dipuji, ini berlaku juga untuk menghormat pada yg patut dihormati. sebaliknya mencela orang yg patut dipuji dan memuji orang yg patut dicela, adalah kesalahan. ajaran Buddha ini cukup masuk akal bagi saya, tapi ajaran sebaliknya tidak.

Teks Buddhisme tidak merujuk hanya pada kitab bahasa Pali yang Anda yakini 'kan? Kalau saya baca terjemahan walau itu dianggap komentar individu, tapi bersumber valid dan bisa diverifikasi keasliannya, bukan terjemahan salah (keliru), tetap bisa dianggap otentik 'kan? Otentik artinya: Sah, tulen, dapat dipercaya, asli. Kalau masih mau diperdebatkan persoalan otentik ini, saya kira tidak lebih penting dari substansi, yaitu tentang tumimbal lahir setelah meninggal.

Baik, dugaan Anda bahwa ajaran Buddha mengandung tipuan berdasarkan analisa seperti apa? Setahu saya dari postingan Anda tidak ada yang kesannya mengatakan ajaran Buddha itu tipuan. Jika memang ada, seperti apa dan mungkin menarik jika diangkat jadi pembahasan.

Kata orang tua Anda tipuan tidak, karena tidak menyertakan gambar dan video? Apa Anda selalu meminta gambar dan video kepada semua penyampai informasi kepada Anda? Jika tidak, lalu darimana Anda menyimpulkan sesuatu itu benar atau tidak benar?

Saya pribadi, walau tidak 100% percaya, namun perkataan orang yang tidak ada motif untuk menipu (misalnya orang tua atau teman), saya tidak punya kecurigaan sebesar Anda berprasangka tertentu.

Saya dalam posisi bertanya dan mempertanyakan tuduhan tidak valid Anda, sekarang Anda menuduh saya yang menuduh. :)

Kami? Anda mengatasnamakan siapa?

Saya kira diskusi tidak membahas personal. Persoalan seorang suci atau tidak, itu adalah masalah ia pribadi.

Maaf, saya tidak meyakini doktrin tentang mencela yang patut dicela. Bagi saya semua orang layak dihormati, walau itu seorang pencuri atau koruptor. Bila Anda anggap masuk akal (mencela yang patut dicela), silakan ikuti, tapi jangan memaksa orang untuk ikut standar Anda.

Salam.  _/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #56 on: 08 March 2013, 02:00:26 PM »
Teks Buddhisme tidak merujuk hanya pada kitab bahasa Pali yang Anda yakini 'kan? Kalau saya baca terjemahan walau itu dianggap komentar individu, tapi bersumber valid dan bisa diverifikasi keasliannya, bukan terjemahan salah (keliru), tetap bisa dianggap otentik 'kan? Otentik artinya: Sah, tulen, dapat dipercaya, asli. Kalau masih mau diperdebatkan persoalan otentik ini, saya kira tidak lebih penting dari substansi, yaitu tentang tumimbal lahir setelah meninggal.


faktanya adalah sutta itu sama sekali tidak membicarakan tentang tumimbal lahir, jika anda ingin cross cek ke palinya, silakan buka http://tipitaka.org, jika anda paham, kamus Pali-English banyak tersedia di internet. Dan kita sedang membicarakan tentang teks buddhisme yg otentik, selain Pali, yg diterima sebagai otentik adalah Sanskrit, silakan anda tampilkan dari kedua sumber itu.

Quote
Baik, dugaan Anda bahwa ajaran Buddha mengandung tipuan berdasarkan analisa seperti apa? Setahu saya dari postingan Anda tidak ada yang kesannya mengatakan ajaran Buddha itu tipuan. Jika memang ada, seperti apa dan mungkin menarik jika diangkat jadi pembahasan.

saya tidak mengatakan bahwa ajaran Buddha mengandung tipuan, apakah anda sedang berusaha menggiring opini publik? jadi saya tidak akan menanggapi hal ini lagi.

Quote
Kata orang tua Anda tipuan tidak, karena tidak menyertakan gambar dan video? Apa Anda selalu meminta gambar dan video kepada semua penyampai informasi kepada Anda? Jika tidak, lalu darimana Anda menyimpulkan sesuatu itu benar atau tidak benar?

beberapa hal terbukti tipuan dan beberapa lainnya tidak, maka saya harus melakukan pembuktian atas kebenarannya. beberapa dibuktikan melalui gambar dan video, beberapa lainnya melalui cara pembuktian lain.

Quote
Saya pribadi, walau tidak 100% percaya, namun perkataan orang yang tidak ada motif untuk menipu (misalnya orang tua atau teman), saya tidak punya kecurigaan sebesar Anda berprasangka tertentu.
tapi di sini saya tidak bisa mengetahui motif orang lain, saya tidak kenal anda, mungkin orang itu tidak ada motif untuk menipu, melainkan anda yg punya motif menipu, who knows?

Quote
Saya dalam posisi bertanya dan mempertanyakan tuduhan tidak valid Anda, sekarang Anda menuduh saya yang menuduh. :)

sudah dijelaskan bahwa dalam pertanyaan juga bisa diselipkan tuduhan. tuduhan itu bisa dilakukan dalam berbagai cara, bahkan dalam bentuk nasihat bijak. misalnya ketemu orang yg tidak kita kenal dan kita menasihatinya, "hey, saya kasih nasihat ya, jangan mencuri uang saya", bagaimana menurut anda?

Quote
Kami? Anda mengatasnamakan siapa?
dalam hal ini saya mewakili beberapa member yg sependapat dengan saya, yg dapat anda lihat sama2 mempertanyakan tentang kesucian anda?

Quote
Saya kira diskusi tidak membahas personal. Persoalan seorang suci atau tidak, itu adalah masalah ia pribadi.

benar, tapi jika anda memang orang suci, maka demi belas kasihan seharusnya anda memberitahu, agar kami (saya dan beberapa member) terhindar dari perbuatan buruk terhadap orang suci.

Quote
Maaf, saya tidak meyakini doktrin tentang mencela yang patut dicela. Bagi saya semua orang layak dihormati, walau itu seorang pencuri atau koruptor. Bila Anda anggap masuk akal (mencela yang patut dicela), silakan ikuti, tapi jangan memaksa orang untuk ikut standar Anda.

saya harap hal yg sama (bagian "jangan memaksa") juga berlaku untuk anda.
Quote
Salam.  _/\_

better
« Last Edit: 08 March 2013, 02:02:00 PM by Indra »

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #57 on: 08 March 2013, 06:53:29 PM »
Bukan 84.000 meliputi apa saja, tapi terminologi (istilah) 84.000, coba baca lebih teliti tulisan di atas.

Menurut anda, terminologi 84.000 ajaran itu bermakna apa? Coba jelaskan dulu....

Quote
Samma Sambuddha maksud saya.

 _/\_

Jadi, menurut anda, 84.000 ajaran tsb tidak bisa membawa menuju Kebuddhaan?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #58 on: 09 March 2013, 08:53:50 PM »
Menurut anda, terminologi 84.000 ajaran itu bermakna apa? Coba jelaskan dulu....

Jadi, menurut anda, 84.000 ajaran tsb tidak bisa membawa menuju Kebuddhaan?

Rekan Ariya, untuk jelasnya saya salin kembali tulisan saya.

Menurut saya, sekali pun tidak berhubungan dengan ajaran, istilah 84.000 itu patut dikumpulkan sebagai sampel studi, agar mendapatkan makna yang komprehensif (rinci dan tepat) tentang arti/makna 84.000 tersebut.

Satu jalan menuju Kearahatan, saya setuju. Jika di luar itu, saya kurang sependapat.

Salam.  _/\_

Saya sama sekali tidak menyebut 84.000 ajaran, tapi 84.000.

Maksud saya, istilah 84.000 itu juga ditemukan dalam kata (misalnya): 84.000 tahun (usia manusia kelak, mengacu para ramalan Buddha), serta 84.000 yojana (satuan ukuran). Jika ditilik dari banyaknya istilah 84.000, bukankah ada indikasi bahwa angka ini sering digunakan untuk sesuatu yang belum terjangkau oleh pikiran, entah itu usia yang sangat panjang, atau juga ukuran yang luar biasa besar. Terkait pembahasan kita tentang makna harfiah dan kiasan, maka maksud saya dengan memperluas sampel pengamatan akan didapatkan makna yang lebih menyeluruh tentang arti kata/istilah 84.000 tersebut.

Semoga kali ini jelas.

Untuk pertanyaan Anda tentang apakah 84.000 ajaran bisa membawa pada Kebuddhaan, tergantung. Jika yang dimaksud adalah makna kiasan, jawaban saya: Tentu bisa. Namun jika yang dimaksud makna harfiah (berarti 84.000 yang diajarkan Buddha di planet ini pada kehidupan-Nya sebagai Siddharta Gautama) maka jawaban saya tidak.

Yang diajarkan Beliau pada pemutaran roda dharma pertama lebih pada Kearahatan, daripada Samma Sambuddha. Sedangkan pada pemutaran roda kedua (Mahayana) baru fokus Beliau pada Kebuddhaan Sempurna (Samma Sambuddha).

Polemik tentang perbedaan pandangan mungkin bisa dilanjutkan di thread lain, agar topik ini tidak melebar dan keluar dari jalur (OOT).

Oke, selamat berakhir pekan dan semoga berbahagia.  _/\_

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #59 on: 09 March 2013, 09:05:46 PM »
 [at] Sunya: Waduh, ternyata anda melenceng dari topik. Yang dibahas kan 84.000 ajaran, bukan yang lain, sesuai pembahasan pada awal topik ini....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

 

anything