//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah  (Read 7795 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« on: 18 March 2012, 08:56:33 AM »
Dalam Dhammadayada Sutta (MN 3) dikatakan:

3. “Sekarang, para bhikkhu, misalkan aku telah makan, menolak makanan tambahan, sudah kenyang, selesai, sudah cukup, telah memakan apa yang Kubutuhkan, dan ada makanan tersisa dan akan dibuang. Kemudian dua orang bhikkhu tiba [13] lapar dan lemah, dan Aku berkata kepada mereka: ‘Para bhikkhu, aku telah makan … telah memakan apa yang Kubutuhkan, tetapi masih ada makanan tersisa dan akan dibuang. Makanlah jika kalian menginginkan; jika kalian tidak memakannya maka Aku akan membuangnya ke mana tidak ada tumbuh-tumbuhan atau membuangnya ke air di mana tidak ada kehidupan.’ Kemudian seorang bhikkhu berpikir: ‘Sang Bhagavā telah makan … telah memakan apa yang Beliau butuhkan, tetapi masih ada makanan Sang Bhagavā yang tersisa dan akan dibuang; jika kami tidak memakannya maka Sang Bhagavā akan membuangnya … Tetapi hal ini telah dikatakan oleh Sang Bhagavā: “Para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi.” Sekarang, makanan ini adalah salah satu benda materi. Bagaimana jika seandainya tanpa memakan makanan ini aku melewatkan malam dan hari ini dalam keadaan lapar dan lemah.’  Dan tanpa memakan makanan itu ia melewatkan malam dan hari itu dalam keadaan lapar dan lemah. Kemudian bhikkhu ke dua berpikir: ‘Sang Bhagavā telah makan … telah memakan apa yang Beliau butuhkan, tetapi masih ada makanan Sang Bhagavā yang tersisa dan akan dibuang … Bagaimana jika seandainya aku memakan makanan ini dan melewatkan malam dan hari ini tanpa merasa lapar dan lemah. Dan setelah memakan makanan itu ia melewatkan malam dan hari itu tanpa  merasa lapar dan lemah. Sekarang walaupun bhikkhu itu dengan memakan makanan itu melewatkan malam dan hari itu tanpa merasa lapar dan lemah, namun bhikkhu pertama lebih terhormat dan dipuji olehKu. Mengapakah? Karena hal itu dalam waktu lama akan berdampak pada keinginannya yang sedikit, kepuasan, pemurnian, kemudahan dalam disokong, dan membangkitkan kegigihannya.  Oleh karena itu, para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi. Demi belas kasihKu kepada kalian Aku berpikir: ‘Bagaimanakah agar para siswaKu dapat menjadi pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi?’”
[Sumber: http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17327.0]

Walaupun dikatakan bahwa ini dpt berdampak pada sedikit keinginan, kepuasan, pemurnian, kemudahan dalam disokong, dan membangkitkan kegigihannya, tetapi bukankah tindakan bhikkhu pertama yg tdk memakan makanan sisa dari Sang Buddha seakan2 penyiksaan diri? Dlm kotbah pertama Beliau, Dhammacakkappavattana Sutta, diajarkan ttg Jalan Tengah utk menghindari 2 ekstrem, yaitu pemuasan kesenangan indera yang rendah dan penyiksaan diri yang menyakitkan. Bukankah tindakan bhikkhu pertama ini merupakan penyiksaan diri yg termasuk salah satu ekstrem yg harus dihindari?

Ditambah lagi dlm Ovada Patimokkha (Dhammapada 185) dikatakan:

Tidak menghina, tidak menyakiti,
dapat mengendalikan diri sesuai dengan peraturan,
memiliki sikap madya dalam hal makan,
berdiam di tempat yang sunyi serta
giat mengembangkan batin nan luhur;
inilah ajaran para Buddha.

Jika demikian, sepertinya terlalu ekstrem Sang Buddha menyarankan para siswa-Nya menjadi pewaris-Nya dlm Dhamma dg tdk makan makanan sisa sekalipun utk mempertahankan kehidupan mereka. Ini sepertinya bukan sifat Sang Buddha yg mengajarkan Jalan Tengah....

Bagaimana pendapat teman2 se-Dhamma?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #1 on: 18 March 2012, 11:41:41 AM »
mungkin lebih mirip praktik dhutanga dibandingkan dengan penyiksaan diri...

memiliki sikap madya dalam hal makan, mungkin maksudnya "tidak berlebihan dalam hal makan, sederhana, tidak mencari makanan yang berlebih dan secukupnya"
dengan kata lain tidak mengejar2 makanan itu...
CMIIW
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #2 on: 18 March 2012, 11:54:22 AM »
mungkin lebih mirip praktik dhutanga dibandingkan dengan penyiksaan diri...

Mungkin saja demikian. Nunggu pendapat teman2 yg lain dulu... ;D

Quote
memiliki sikap madya dalam hal makan, mungkin maksudnya "tidak berlebihan dalam hal makan, sederhana, tidak mencari makanan yang berlebih dan secukupnya"
dengan kata lain tidak mengejar2 makanan itu...
CMIIW

Makanya, kalo tdk berlebihan dlm hal makan, bukan brarti ada makanan sisa dan sang bhikkhu kelaparan, makanan itu tdk dimakan dan melewatkan hari dg perut lapar.....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Janindra d' Sihamuni

  • Sebelumnya: phrajonathan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 567
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • Buddho,Dhammo,Sangho Pathithito Mayham
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #3 on: 18 March 2012, 05:12:08 PM »
Menghindari penyiksaan diri yg menyakitkan utk kebahagiaan

Dukkha jasmani tak akan muncul jika seseorang dpt menahan nafsu keinginan.
Sebaliknya Dukkha jasmani akan muncul jika mengikuti nafsu keinginan
bocah gitar!!! ;D ;D ;D 

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #4 on: 18 March 2012, 06:18:46 PM »
kebetulan ada kasus ke2 Bhikkhu dalan kejadian, sekalian Buddha membuat contoh tentang warisan materi dan pelatihan praktek menahan nafsu lapar.
Toh kedua Bhikkhu yang makan dan yang tidak makan tetap diakui sebagai murid, yang lebih terhormat dan tidak terhormat.
Dalam melatih diri, dan melatih nafsu keinginan tentunya lebih terhormat dan dipuji.
Dan Buddha juga pasti tahu hanya kelaparan 1 hari tidaklah membuat kematian bagi muridnya lapar itu, demikian opini saya  :)
« Last Edit: 18 March 2012, 06:20:33 PM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #5 on: 18 March 2012, 06:48:05 PM »
kalau cuma sehari ga makan, rasanya masih jalan tengah kok...kalo 6 tahun berpuasa dan mengurangi makan hingga hanya 1 butir nasi sehari..itu baru penyiksaan diri...

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #6 on: 18 March 2012, 09:42:05 PM »
Kisah di atas adalah contoh kasus yg sampaikan oleh Sang Buddha utk menyampaikan makna bahwa Beliau mewariskan Dhamma kepada para siswaNya, bukan mewariskan benda-benda materi (makanan). membaca sutta sebaiknya dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya satu kalimatnya saja. kita perlu mengetahui situasi, latar belakang, dan konteks ketika sutta itu dibabarkan.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #7 on: 18 March 2012, 09:45:03 PM »
Menghindari penyiksaan diri yg menyakitkan utk kebahagiaan

Dukkha jasmani tak akan muncul jika seseorang dpt menahan nafsu keinginan.
Sebaliknya Dukkha jasmani akan muncul jika mengikuti nafsu keinginan


Menurut saya, rasa lapar bkn nafsu keinginan, tetapi respon tubuh yg wajar ketika tubuh kehilangan pasokan energi.

Dlm Dhammapada Atthakatha pun dikisahkan Sang Buddha menyuruh seorg petani yg kelaparan (belum makan) utk makan lebih dulu sebelum mendengarkan Dhamma-Nya krn rasa lapar bisa menghalangi perhatian sang petani dlm mendengarkan kotbah Sang Buddha. Kenapa dlm sutta ini Sang Buddha menyarankan para siswa-Nya menahan lapar?

kebetulan ada kasus ke2 Bhikkhu dalan kejadian, sekalian Buddha membuat contoh tentang warisan materi dan pelatihan praktek menahan nafsu lapar.
Toh kedua Bhikkhu yang makan dan yang tidak makan tetap diakui sebagai murid, yang lebih terhormat dan tidak terhormat.
Dalam melatih diri, dan melatih nafsu keinginan tentunya lebih terhormat dan dipuji.
Dan Buddha juga pasti tahu hanya kelaparan 1 hari tidaklah membuat kematian bagi muridnya lapar itu, demikian opini saya  :)

kalau cuma sehari ga makan, rasanya masih jalan tengah kok...kalo 6 tahun berpuasa dan mengurangi makan hingga hanya 1 butir nasi sehari..itu baru penyiksaan diri...

Mungkin masuk akal juga, menahan lapar 1-2 hari gak masalah, tetapi kita tidak membicarakan/mempermasalahkan durasi terjadinya kelaparan tsb.... :)

Akan sangat menyedihkan jika seorg bhikkhu diminta utk menjadi pewaris dlm Dhamma, tetapi tidak boleh menjaga kondisi tubuhnya. Dg kondisi tubuh yg tidak fit (dlm hal ini kelaparan) gimana bisa mewarisi Dhamma?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #8 on: 18 March 2012, 09:47:59 PM »
Kisah di atas adalah contoh kasus yg sampaikan oleh Sang Buddha utk menyampaikan makna bahwa Beliau mewariskan Dhamma kepada para siswaNya, bukan mewariskan benda-benda materi (makanan). membaca sutta sebaiknya dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya satu kalimatnya saja. kita perlu mengetahui situasi, latar belakang, dan konteks ketika sutta itu dibabarkan.

Om Indra yg baik, saya sudah membaca keseluruhan sutta tsb dan bgn yg membingungkan adl bagian yg saya kutipkan di atas. Bagaimana menurut pemahaman anda sendiri? Mohon di-sharing juga di sini.... :)
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #9 on: 18 March 2012, 10:02:13 PM »
Dalam sutta itu Sang Buddha sedang menyampaikan khotbah tentang warisan yg mana Beliau mewariskan Dhamma bukan materi, dalam contoh kasus 2 bhikkhu itu  bhikkhu pertama tidak memakan makanan sisa Sang Buddha yg bermakna bahwa Bhikkhu itu mewarisi Dhamma Sang Buddha, sedangkan bhikkhu ke dua memakan makanan sisa Sang Buddha yg bermakna bahwa bhikkhu itu mewarisi materi. Dalam contoh kasus ini Sang Buddha memuji bhikkhu pertama yg mewarisi Dhamma dengan tidak memakan makanan sisa itu.

Saya pikir Sutta itu sudah cukup jelas menyampaikan makna ini tanpa perlu penafsiran macem2.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #10 on: 18 March 2012, 10:21:13 PM »
Dalam sutta itu Sang Buddha sedang menyampaikan khotbah tentang warisan yg mana Beliau mewariskan Dhamma bukan materi, dalam contoh kasus 2 bhikkhu itu  bhikkhu pertama tidak memakan makanan sisa Sang Buddha yg bermakna bahwa Bhikkhu itu mewarisi Dhamma Sang Buddha, sedangkan bhikkhu ke dua memakan makanan sisa Sang Buddha yg bermakna bahwa bhikkhu itu mewarisi materi. Dalam contoh kasus ini Sang Buddha memuji bhikkhu pertama yg mewarisi Dhamma dengan tidak memakan makanan sisa itu.

Saya pikir Sutta itu sudah cukup jelas menyampaikan makna ini tanpa perlu penafsiran macem2.

Apakah contoh tsb tidak terlalu ekstrem? Kenapa Sang Buddha pakai contoh yg spt ini, seakan2 mengingkari Jalan Tengah yg Beliau ajarkan sendiri?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #11 on: 18 March 2012, 10:25:33 PM »
Apakah contoh tsb tidak terlalu ekstrem? Kenapa Sang Buddha pakai contoh yg spt ini, seakan2 mengingkari Jalan Tengah yg Beliau ajarkan sendiri?

bahkan pada masa sekarang ketika latihan menjadi lebih longgar, ketika mendampingi bhikkhu, saya tahu bahwa ada bhikkhu2 yg melewatkan makan siang, dengan alasan sudah lewat waktunya, atau alasan lain. jadi tidak makan sehari, walaupun lapar namun bukanlah suatu praktik ekstrim.

Dan lagi, dalam sutta ini Sang Buddha sedang menyampaikan nasehat tentang warisan Dhamma, dalam setiap nasehatnya adalah wajar menggunakan contoh2 ekstrim utk memudahkan dalam menyampaikan maknanya.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #12 on: 19 March 2012, 06:35:34 AM »
Apakah contoh tsb tidak terlalu ekstrem? Kenapa Sang Buddha pakai contoh yg spt ini, seakan2 mengingkari Jalan Tengah yg Beliau ajarkan sendiri?

karena Beliau sudah pernah praktek yang ekstrem.
tentunya Buddha tahu mana yang ekstrem dan yang tidak ekstrem agar para siswa2i untuk tetap 'waspada' dalam praktek.
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #13 on: 19 March 2012, 05:33:08 PM »
Jawabannya sudah ada dalam kutipan tersebut.

Dalam Dhammadayada Sutta (MN 3) dikatakan:

3. “Sekarang, para bhikkhu, misalkan aku telah makan, menolak makanan tambahan, sudah kenyang, selesai, sudah cukup, telah memakan apa yang Kubutuhkan, dan ada makanan tersisa dan akan dibuang. Kemudian dua orang bhikkhu tiba [13] lapar dan lemah, dan Aku berkata kepada mereka: ‘Para bhikkhu, aku telah makan … telah memakan apa yang Kubutuhkan, tetapi masih ada makanan tersisa dan akan dibuang. Makanlah jika kalian menginginkan; jika kalian tidak memakannya maka Aku akan membuangnya ke mana tidak ada tumbuh-tumbuhan atau membuangnya ke air di mana tidak ada kehidupan.’ Kemudian seorang bhikkhu berpikir: ‘Sang Bhagavā telah makan … telah memakan apa yang Beliau butuhkan, tetapi masih ada makanan Sang Bhagavā yang tersisa dan akan dibuang; jika kami tidak memakannya maka Sang Bhagavā akan membuangnya … Tetapi hal ini telah dikatakan oleh Sang Bhagavā: “Para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi.” Sekarang, makanan ini adalah salah satu benda materi. Bagaimana jika seandainya tanpa memakan makanan ini aku melewatkan malam dan hari ini dalam keadaan lapar dan lemah.’  Dan tanpa memakan makanan itu ia melewatkan malam dan hari itu dalam keadaan lapar dan lemah. Kemudian bhikkhu ke dua berpikir: ‘Sang Bhagavā telah makan … telah memakan apa yang Beliau butuhkan, tetapi masih ada makanan Sang Bhagavā yang tersisa dan akan dibuang … Bagaimana jika seandainya aku memakan makanan ini dan melewatkan malam dan hari ini tanpa merasa lapar dan lemah. Dan setelah memakan makanan itu ia melewatkan malam dan hari itu tanpa  merasa lapar dan lemah. Sekarang walaupun bhikkhu itu dengan memakan makanan itu melewatkan malam dan hari itu tanpa merasa lapar dan lemah, namun bhikkhu pertama lebih terhormat dan dipuji olehKu. Mengapakah? Karena hal itu dalam waktu lama akan berdampak pada keinginannya yang sedikit, kepuasan, pemurnian, kemudahan dalam disokong, dan membangkitkan kegigihannya.  Oleh karena itu, para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi. Demi belas kasihKu kepada kalian Aku berpikir: ‘Bagaimanakah agar para siswaKu dapat menjadi pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi?’”
[Sumber: http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17327.0]

[...]
Bhikkhu yang menerima makanan dari Buddha menerima warisan dalam bentuk materi, pada hari itu ia tidak akan diserang kelaparan, namun hanya sebatas itulah yang diterimanya.

Bhikkhu satunya lagi menerima warisan Dhamma (Ajaran) yaitu dengan menjalankan 'tidak makan setelah tengah hari'. Walaupun hari itu dia kelaparan, tetapi itu mengondisikannya pada pengendalian indriah, mudah dirawat, dsb, yang adalah kemajuan bagi latihannya.

Beda antara disiplin keras dengan penyiksaan diri ada pada pandangannya: jika seorang berpikir dengan satu praktek menyakitkan akan membawanya pada pencerahan, maka itu adalah penyiksaan diri. Jalan tengah yang diajarkan Buddha menyatakan nibbana bukan dicapai melalui kenikmatan indriah, juga bukan melalui penyiksaan diri, maka menghindari keduanya. Disiplin pertapaan keras yang disetujui Buddha adalah kewaspadaan terhadap keterlenaan kenikmatan indriah, bahkan dalam hal-hal terkecil. Seseorang yang telah terbiasa pada praktik dhutanga ini tidak lagi menikmati kenikmatan indriah, namun juga tidak merasa tersiksa dengan keadaan itu, berbeda dengan penyiksa diri yang senantiasa mencari dan mengejar perasaan indriah tidak menyenangkan demi mencapai pencerahan.


Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Dhammadayada Sutta vs Jalan Tengah
« Reply #14 on: 19 March 2012, 05:59:04 PM »
Jawabannya sudah ada dalam kutipan tersebut.
Bhikkhu yang menerima makanan dari Buddha menerima warisan dalam bentuk materi, pada hari itu ia tidak akan diserang kelaparan, namun hanya sebatas itulah yang diterimanya.

Bhikkhu satunya lagi menerima warisan Dhamma (Ajaran) yaitu dengan menjalankan 'tidak makan setelah tengah hari'. Walaupun hari itu dia kelaparan, tetapi itu mengondisikannya pada pengendalian indriah, mudah dirawat, dsb, yang adalah kemajuan bagi latihannya.

Beda antara disiplin keras dengan penyiksaan diri ada pada pandangannya: jika seorang berpikir dengan satu praktek menyakitkan akan membawanya pada pencerahan, maka itu adalah penyiksaan diri. Jalan tengah yang diajarkan Buddha menyatakan nibbana bukan dicapai melalui kenikmatan indriah, juga bukan melalui penyiksaan diri, maka menghindari keduanya. Disiplin pertapaan keras yang disetujui Buddha adalah kewaspadaan terhadap keterlenaan kenikmatan indriah, bahkan dalam hal-hal terkecil. Seseorang yang telah terbiasa pada praktik dhutanga ini tidak lagi menikmati kenikmatan indriah, namun juga tidak merasa tersiksa dengan keadaan itu, berbeda dengan penyiksa diri yang senantiasa mencari dan mengejar perasaan indriah tidak menyenangkan demi mencapai pencerahan.



Mantap, gan, penjelasannya.... :thump_up: :)
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

 

anything