[at] bro gandalf, yang baik, yang dibahas oleh theard u apa dulu, Begini kita bahas dari 2 sisi empiris saja, Pertama bahas dari sisi empiris akademis, Yaitu membahas dari Struktur sejarah arsitektur klenteng itu , artifak atau benda- benda bersejarah klenteng tersebut, dan si tuan rumah dari klenteng tersebut. Sisi empiris kedua Kepercayaan. Klenteng itu kalau bahas secara struktural adalah Kepercayaan Rakyat yang dijalani dari Fungsi klenteng.
Jujur saja saya sendiri Berpandangan sama dengan kawan kawan peneliti, fungsi klenteng itu berubah dari waktu kewaktu.
selain ibadah kepercayaan, jg bisa jadi pariwisata, bahkan tempat menginap,
Contoh kasus bro Gandalf Klenteng Toa se bio dan Klenteng Butong, itu kalo u berpandangan pasti pertama jawabnya Klenteng, nah Toa se bio sendiri sudah berubah fungsi, bukan saja klenteng tapi Juga menjadi Wihara Teravada dan berjalan dengan kegiatan klenteng yang berbau kepercayaan masyarakat. (karena Pengurus dan pemberi dana adalah Budhis yang berasal dari Kalangan Teravada)
Contoh lain : Klenteng Butong kalo dilihat sekilas agama TAO, masih menjalan pratek Tatung, masih banyak klenik klenik berbau tao, tapi ada cetiya teravada ada bhantenya dan masih ada kegiatan wiharanya, bingung kan kalo anda lihat.
Jadi usahakan bicaranya Tidak secara struktural anda jadi bingung, maka saya bicara satu klenteng saja.
Bro gandalf maka saya tanya didepak itu seperti apa?. Kalau ada pendekatan empiris akademis, seperti bangunan sejarah, benda benda sejarah budhis di depak, baru bisa usut hukum sebagai pengrusakan barang - barang bersejarah.
Kalau empiris kepercayaan yah monggo saya jg bisa membahasnya, itu tergantung si pengurus klenteng
Oohh tapi beliau (Cheng Hoo) mengambil Trisarana Buddhis, => itu nama dan gelar beliau bro, Coba sekali -kali kalau di kota u ada perkumpulan Chinese Muslim Hunan, ajak diskusi sama mereka soal sampokong, mereka jawab Laksamana cheng ho masih menjalankan sholat 5 waktu, masih menjalankan sila sila dari Islam dan naik haji ke mekkah, Laksamana Cheng ho itu ibarat Gus dur.
Quote
Setuju kalau dipandang pada era 1900, Karena Wihara Belom ada, semua belum ada, apalagi jaman Penjajahan, bagi g gak masalah kalau dilihat segi keadaan peristiwa pada saat itu.
Ok. Kalau sekarang menurut anda bagaimana? Apakah harus berafiliasi thd satu agama apa tetap boleh meyakini San Jiao?
==>
Tidak masalah bro, kepercayaan orang tidak boleh diganggu gugat dengan alasan apapun. Perlu U ketahui San Jiao itu Punya jasa besar terhadap Agama Buddha di Indonesia.
Tanpa Jasa San jiao agama Buddha sekarang ini tidak mungkin ada.
Seperti banyak dari Kawan - kawan Budhis banyak berpikiran negatif tetang orang San jiao. Padahal Mereka (orang san Jiao) Justru orang yang pertama yang membiayai para bikhu Teravada, dan Mahayana datang ke Indonesia, itu semua jasa orang -orang kepercayaan San Jiao, Semua Bhiksu aliran mana pun bisa hadir di Indonesia dan bisa memiliki wihara seperti sekarang , awalnya mereka yang keluar kocek duitnya untuk pelestarian Buddha dharma di Indonesia.
Jadi toleran lah yang berbeda dari Kita