//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663266 times)

0 Members and 11 Guests are viewing this topic.

Offline Chandra Bodhi

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 7
  • Reputasi: 0
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1740 on: 21 August 2009, 06:50:46 AM »
Bro Dharma say,
Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda
bro.  


PASTI BEDA !
Bang Dharmamitra, karena Amitabha Buddha itu tidak ada dalam Tipitaka, jadi ada di alam mana ?, atau Buddha masa lampaukah ? tidak jelas !, Buddha Gotama hanya membedakan ada Manusia Buddha, Pacceka Buddha, Savaka Buddha (Arahat)

Merealisasi Nibbana ada

Bro Dharmamitra say,
Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.


Seorang Arahat belum tentu punya Jhana/Abhinna, Alasan ini bisa diterima.

Arahat tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan) karena tidak punya Abhinna !
Apakah Bang Dharmamitra yakin bahwa Bhikkhu Thailand & Myanmar dalam 500 tahun yang lalu dihitung dari sekarang, yang menjadi Arahat semuanya tidak punya Abhinna ? dan ternyata sampai sekarang para Bhikkhu Thai & Myanmar yang mencapai Arahat dengan mempunyai Abhinna, dan tidak ada satupun Beliau2 membabarkan Dhamma bahwa ternyata ada bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan).

Jadi pernyataan ini TIDAK BISA diterima jika ada Bumi Sukhavati diluar 31 alam kehidupan .

Bro Dharmamitra say,
Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.


Boleh tahu apa itu hasil Jalan Vajra ?
« Last Edit: 21 August 2009, 07:01:23 AM by Chandra Bodhi »

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1741 on: 21 August 2009, 09:18:03 AM »
Quote
cara aneh Bodhidharma? wah, tentunya tidak demikian. Chan tidak sesederhana penjelasan dalam post itu. Jhana2 dalam Chan juga sama seperti Jhana2 dalam Theravada. Chan yang saya ketahui tidak seperti itu. Ini hanyalah kekeliruan pemahaman saja. Master Huineng tentu saja 100% tercerahkan. Tapi bukan masalah juga bila bro tidak percaya. Toh, banyak manusia di Dunia ini tidak percaya Buddha Gotama sendiri.
begini bro,saya tidak tahu master Huineng itu tercerahkan atau tidak, tetapi.....
bisa di lihat dari METODE LATIHAN beliau...

kan tidak mungkin seseorang mau jagoan badminton malah latihan senam balet...

SangBuddha memberikan banyak metode latihan, tetapi semua itu tidak bertentangan dengan isi Tipitaka maupun Metode yang diajarkan seperti MahassiSayadaw...
lagian kebanyakan metode Vipassana merujuk pada isi MahaSatipattana-Sutta....tentang landasan perhatian.

Quote
Nana yang saya maksud bukan berubah-ubah demikian.. Nana adalah Nana. dhamma adalah dhamma (fenomena). Bukankah Buddha mengajarkan: Sabbe sangkhara anicca...
segala sesuatu itu selalu berubah.. maka tidak ada satu dhamma pun yang tetap. Pemahaman Nana pun selalu berubah mengikuti objeknya (dhamma). Inilah maksud saya. Sebagaimana Buddha mengajarkan Dhamma dengan cara dan bahasa yang beragam, sesuai dengan keadaan.
Intinya, Nana itu bukan sesuatu yang bersifat kaku, tp fleksibel dan menyesuaikan dengan fenomena.

Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda bro. Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.

Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.
waduh,
bagaimana bisa berubah bro...bisa dijelaskan pada saya yang awam ini.

jadi pencapaian Sammasambuddha itu bisa berubah jadi Perumahtangga?
kan sesuai slogan, tidak ada yang KEKAL dan semua bisa berubah..

begini saja, kalau Arahat kan sudah biasa dilihat Di Thailand, bahkan di Myanmar hal ini bisa dilihat dari Relik yang mengkristal mereka....
saya pun sudah pernah memegang relik-relik Arahat seperti Sariputta,dan lainnya...
yang unik relik Ananda yang selalu berbentuk hati...

kemudian uniknya pula relik ini memiliki pancaran energi, silahkan dicoba sendiri dan rasakan...kadang tangan seperti kesetrum listrik kecil....bahkan relik ini bergetar ditangan...

tetapi selama saya melihat relik-relik, tidak ada satupun relik Arahat[savaka buddha] yang menyamai relik [Sammasambuddha] berbeda...
ke-indah-an dan kejernian relik tersebut berbeda....dan ke-aneka-ragaman warna pun sangat berbeda...

disini kelihatan jelas...banyak murid Sammasambuddha mencapai tingkat Savaka-Buddha..
tetapi tidak ada yang menyamai SAMMASAMBUDDHA...
jadi jelas saja saya katakan "siapa yang merealisasikan Sammasambuddha?"


Quote
kisah 7 petapa yg mana bro? 7 Bhikkhu siswa Buddha Kassapa kah?

MEMBUKA PINTU HATI

Beberapa abad yang silam, tujuh org bhikkhu tinggal di sebuah gua di sebuah rimba di suatu tempat di Asia, melakukan meditasi cinta kasih tanpa syarat. Ada seorang bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya, dan sahabat karibnya. Yang keempat adalah musuh bhikkhu kepala; mereka tidak pernah akur. Bhikkhu kelima adalah seorang bhikkhu yang sangat tua, begitu rentanya sampai-sampai sewaktu-waktu bisa meninggal dunia. Yang keenam sakit berat—juga bisa meninggal kapan saja. Yang terakhir, ketujuh adalah bhikkhu yang tidak berguna. Dia mendengkur saat dia seharusnya bermeditasi, tidak bisa mengingat parrita, dan kalau pun kebetulan ingat, dia mengucapkannya dengan nada sumbang. Dia juga tidak bisa mengenakan jubahnya dengan pantas. Namun Bhikkhu yang lain membiarkannya saja dan berterima kasih kepadanya karena telah mengajarkannya mereka untuk bersabar.

Suatu hari, gerombolan bandit menemukan gua tersebut. Gua itu sangat terpencil, sangat tersembunyi, sehingga mereka ingin mengambil alih gua itu untuk dijadikan markas. Jadi mereka berniat untuk membunuh semua bhikkhu tersebut. Akan tetapi, untunglah. Bhikkhu kepala sangat lihai berbicara untuk membujuk orang. Dia berhasil—jangan tanya saya—membujuk gerombolan bandit itu untuk membiarkan bhikkhu-bhikkhu itu pergi, kecuali satu orang, yang akan dibunuh sebagai peringatan kepada bhikkhu-bhikkhu yang lain untuk tidak mengatakan lokasi gua itu kepada siapa pun. Hanya itulah yang terbaik yang bisa dilakukan sang bhikkhu kepala.

Bhikkhu kepala dibiarkan sendirian selama beberapa saat untuk membuat keputusan yang menyedihkan mengenai siapa yang akan dikorbankan, sehingga yang lainnya bisa pergi bebas.

Tatkala saya menceritakan kisah ini di depan publik, saya berenti sebentar untuk bertanya kepada hadirin, “Baiklah, menurut Anda, siapakah yang akan dipilih oleh bhikkhu kepala?” Pertanyaan ini biasanya bisa menyegarkan hadirin yang terkantuk-kantuk dalam ceramah saya dan membangunkan mereka yang sudah tertidur. Saya mengingatkan mereka bahwa ada bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya sahabatnya, musuhnya, bhikkhu tua dan bhikkhu yang sakit (dua-duanya sudah mau mati), serta bhikkhu yang tak berguna. Menurut Anda, siapa yang akan dipilihnya?

Sebagian menyarankan si musuh saja, “Bukan,” kata saya. “Saudaranya?” “Salah.”

Bhikkhu yang tidak berguna selalu saja disebutkan—tega nian kita! Setelah cukup menikmati jawaban-jawaban itu, saya beberkan jawabnya: bhikkhu kepala tidak mampu memilih.

Cinta kasihnya kepada saudaranya persis sebesar, tidak lebih dan tidak kurang, cinta kasihnya kepada sahabatnya, dan juga persis dengan cinta kasihnya kepada musuhnya, kepada bhikkhu tua, bhikkhu yang sakit, bahkan kepada bhikkhu yang tidak berguna itu. Dia telah menyempurnakan arti kata-kata itu: pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan, siapa pun kamu.

Pintu hati bhikkhu kepala terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang bulu, cinta kasih yang mengalir bebas. Dan yang paling penting, cinta kasihnya kepada orang lain sama besarnya dengan cinta kasihnya kepada dirinya sendiri dan yang lain-lain.

Saya mengingatkan org Yahudi-Kristiani diantara hadirin saya bahwa kitab mereka mengajarkan untuk “cintai tetanggamu seperti dirimu sendiri”. Tidak lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun setara dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lain seperti halnya kita memperlakukan diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri seperti halnya kita memperlakukan orang lain.

Mengapa kebanyakan hadirin berpikir bahwa bhikkhu kepala akan mengorbankan dirinya untuk dibunuh? Mengapa, dalam budaya kita, kita selalu mengorbankan diri sendiri untuk orang lain dan menganggap hal ini sebagai kebaikan? Mengapa kita lebih menuntut, lebih kritis, dan menghukum diri sendiri lebih dari siapa pun? Alasannya cuma satu: kita belum belajar bagaimana mencintai diri sendiri. Jika Anda merasa sulit untuk berkata kepada orang lain: “pintu hatiku terbuka untukmu, apa pun yang kau lakukan,” akan jauh lebih sulit untuk mengatakannya kepada diri sendiri, “Aku. Orang yang begitu dekat, kalau nggak salah ingat. Diriku. Pintu hatiku juga akan selalu terbuka untuk diriku sendiri. Aku ini, tak peduli apa pun yang telah dilakukan. Ayo masuk.”

Itulah yang saya maksudkan dengan mencintai diri kita sendiri: ini dinamakan pemaafan. Melangkah keluar dari penjara rasa bersalah; berdamai dengan diri sendiri. Dan jika Anda punya nyali untuk mengatakan kata-kata itu kepada diri Anda sendiri, dengan sejujurnya, dari relung hati yang terdalam, maka Anda akan menyongsong ke depan, bukannya mundur, untuk menemukan cinta kasih yang luhur. Suatu hari, kita semua harus mengatakan kata-kata itu, atau yang semacamnya, kepada diri kita sendiri, dengan sejujurnya, bukan hanya main-main. Saat kita melakukannya, itu seakan-akan seperti memanggil pulang bagian dari diri kita yang telah lama diusir, hidup membeku di luar sana. Kita merasa tersatukan, utuh, dan lepas untuk berbahagia. Hanya ketika kita bisa mencintai diri sendiri dengan cara begitu, barulah kita benar-benar mengerti bagaimana mencintai orang lain, tidak lebih dan tidak kurang.

Dan harap diingat, Anda tidak perlu menjadi sempurna terlebih dahulu, tanpa kesalahan, untuk memberikan cinta Anda kepada diri sendiri. Jika Anda harus menunggu kesempurnaan, itu tidak akan tiba. Kita harus membuka pintu hati kita kepada diri kita sendiri, apa pun yang telah kita lakukan. Begitu kita berada di dalamnya, sempurnalah kita.

Orang sering bertanya kepada saya, apa yang terjadi dengan ketujuh bhikkhu tersebut sewaktu bhikkhu kepala mengatakan kepada para bandit bahwa dia tidak mampu memilih.

Kisah ini, seperti yang saya dengar beberapa tahun silam, tidak mengisahkan kelanjutannya: ceritanya berhenti sampai di situ. Namun, saya tahu apa yang terjadi kemudian; saya mereka-reka apa yang harusnya terjadi. Ketika bhikkhu kepala bhikkhu menjelaskan kepada para bandit, kenapa dia tidak mampu memilih antara dirinya sendiri dan yang lain, dan menjelaskan arti cinta kasih dan pemaafan seperti yang saya jelaskan kepada Anda tadi, maka semua bandit menjadi sangat terkesan dan terinspirasi sehingga tidak hanya mereka melepaskan semua bhikkhu itu, namun mereka juga bertobat dan menjadi bhikkhu!

Sumber: Ajahn Brahm, buku ”Membuka Pintu Hati” terjemahan dari buku “Opening the Door of Your Heart”


------------------
jadi masih beranggapan boleh membunuh dengan welas asih?...yang namanya Welas asih dan METTA itu seperti yang lakukan kepala Bikkhu ini, Welas asih nya sama rata walau keadaan terdesak pun, tidak memilih-milih TUMBAL...

semoga anda bisa tercerahkan membaca cerita unik ini.



Quote
lho, bukankah ada 12 nidana paticcasamudpada?
maaf bukan maksud menggurui anda, tetapi seperti nya anda salah paham mengenai hukum paticasamupadda ini..

hukum ini menjelaskan mengenai bahwa dari AVIJA[kebodohan/kegelapan batin] maka timbullah penderitaan [jati-marana/usia tua dan mati]
bukan penjelasan dari awal manusia terbentuk seperti cerita Adam dan Hawa di kitab agama tetangga.

nah ketika seseorang melakukan vipassana-bhavana dari semula misalnya seseorang beranggapan bahwa ROH itu ada, dari sini pengetahuan nya tentang melihat kesinambungan mental dan objek saling mengikat kemudian dengan pandangan mendalam
melihat tentang manusia tidak lebih dari unsur-unsur pembentuk karena adanya pengetahuan maka ketidaktahuan nya pun tentang hal ini lenyap...dari sinilah pemahaman tentang ROH itu ada tidaklah benar bagi pemeditasi buddhism... dan inilah disebut "nana"

nana dalam vipasana pun banyak..bukan cuma 1

jadi anggapan bahwa  "nana" bisa berubah seperti kata anda......saya bingung maksud nya itu apa..
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1742 on: 21 August 2009, 09:56:48 AM »
Saya hanya ingin menambahkan topik Ananda yang dibahas di: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9103.1635.html

Saddharmapuṇḍarīkasūtram
nidānaparivartaḥ

Sanskerta:
evaṁ mayā śrutam| ekasmin samaye bhagavān rājagṛhe viharati sma gṛdhrakūṭe parvate mahatā bhikṣusaṁghena sārdhaṁ dvādaśabhirbhikṣuśataiḥ sarvairarhadbhiḥ kṣīṇāsravairniḥkleśairvaśībhūtaiḥ suvimuktacittaiḥ suvimuktaprajñairājāneyairmahānāgaiḥ kṛtakṛtyaiḥ kṛtakaraṇīyairapahṛtabhārairanuprāptasvakārthaiḥ parikṣīṇabhavasaṁyojanaiḥ samyagājñāsuvimuktacittaiḥ sarvacetovaśitāparamapāramitāprāptairabhijñātābhijñātairmahāśrāvakaiḥ| tadyathā-

English:
Thus have I heard. Once upon a time the Lord was staying at Rājagṛha, on the Gridhrakuta mountain, with a numerous assemblage of monks, twelve hundred monks, all of them Arhats, stainless, free from depravity, self-controlled, thoroughly emancipated in thought and knowledge, of noble breed, (like unto) great elephants, having done their task, done their duty, acquitted their charge, reached the goal; in whom the ties which bound them to existence were wholly destroyed, whose minds were thoroughly emancipated by perfect knowledge, who had reached the utmost perfection in subduing all their thoughts; who were possessed of the transcendent faculties; eminent disciples, such as

Sanskerta:
āyuṣmatā ca ājñātakauṇḍinyena, āyuṣmatā ca aśvajitā, āyuṣmatā ca bāṣpeṇa, āyuṣmatā ca mahānāmnā, āyuṣmatā ca bhadrikeṇa, āyuṣmatā ca mahākāśyapena, āyuṣmatā ca urubilvakāśyapena, āyuṣmatā ca nadīkāśyapena, āyuṣmatā ca gayākāśyapena, āyuṣmatā ca śāriputreṇa, āyuṣmatā ca mahāmaudgalyāyanena, āyuṣmatā ca mahākātyāyanena, āyuṣmatā ca aniruddhena, āyuṣmatā ca revatena, āyuṣmatā ca kapphinena, āyuṣmatā ca gavāṁpatinā, āyuṣmatā ca pilindavatsena, āyuṣmatā ca bakkulena, āyuṣmatā ca mahākauṣṭhilena, āyuṣmatā ca bharadvājena, āyuṣmatā ca mahānandena, āyuṣmatā ca upanandena, āyuṣmatā ca sundaranandena, āyuṣmatā ca pūrṇamaitrāyaṇīputreṇa, āyuṣmatā ca subhūtinā āyuṣmatā ca rāhulena|

English:
the venerable Agñâta-Kaundinya, the venerable Asvagit, the venerable Vâshpa, the venerable Mahânâman, the venerable Bhadrikal, the venerable Mahâ-Kâsyapa, the venerable Kâsyapa of Uruvilvâ, the venerable Kâsyapa of Nadi, the venerable Kâsyapa of Gayâ, the venerable Sâriputra, the venerable Mahâ-Maudgalyâyana, the venerable Mahâ-Kâtyâyana, the venerable Aniruddha, the venerable Revata, the venerable Kapphina, the venerable Gavâmpati, the venerable Pilindavatsa, the venerable Vakula, the venerable Bhâradvâga, the venerable Mahâ-Kaushthila, the venerable Nanda (alias Mahânanda), the venerable Upananda, the venerable Sundara-Nanda, the venerable Pûrna Maitrâyanîputra, the venerable Subhûti, the venerable Râhula;

Sanskerta:
ebhiścānyaiśca mahāśrāvakaiḥ-āyuṣmatā ca ānandena śaikṣeṇa| anyābhyāṁ ca dvābhyāṁ bhikṣusahasrābhyāṁ śaikṣāśaikṣābhyām| mahāprajāpatīpramukhaiśca ṣaḍbhirbhikṣuṇīsahasraiḥ| yaśodharayā ca bhikṣuṇyā rāhulamātrā saparivārayā|…..

English:
with them yet other great disciples (maha sravaka), as the venerable Ananda, still under training (saiksena), and two thousand other monks, some of whom still under training, the others masters; with six thousand nuns having at their head Mahâprajâpatî, and the nun Yasodharâ, the mother of Râhula,…….

Kesimpulan:
Berdasarkan perbandingan dengan teks Sanskerta (perhatikan Teks yang di bold HITAM)
Ananda yang dimaksud adalah Ananda yang merupakan Sepupu dari Siddhārtha yang kemudian menjadi Pembantu tetap Sang Buddha dan masih berlatih, belum menjadi Arahat.

Terlepas dari topik Ananda ini, coba perhatikan kalimat yang di warna merah khususnya yang di Bold MERAH, merupakan ciri dan kondisi batin para arahat, : having done their task, done their duty, reached the goal; perfect knowledge.
Bukankah perlu dipertanyakan jika ada yang mengatakan bahwa para arahat adalah belum sempurna dan masih harus menyempurnakan lagi batin mereka?? Jika ya para arahat harus menyempurnakan diri lagi, maka gugur penjelasan dari Sutra ini. Dan perlu dipertanyakan pula definisi dari sempurna dalam pikiran yang bersangkutan. _/\_
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1743 on: 21 August 2009, 10:53:27 AM »

tulisan yg anda bold merah banyak terdapat dalam SUTTA....
arahat telah mencapai apa yg harusnya dicapai, dan tidak ada lagi yang lebih tinggi dari pada ini.
« Last Edit: 21 August 2009, 10:57:40 AM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1744 on: 21 August 2009, 03:27:38 PM »

tulisan yg anda bold merah banyak terdapat dalam SUTTA....
arahat telah mencapai apa yg harusnya dicapai, dan tidak ada lagi yang lebih tinggi dari pada ini.

Setuju bro Mercy !!!
 _/\_
« Last Edit: 21 August 2009, 03:32:34 PM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

dharmamitra

  • Guest
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1745 on: 21 August 2009, 09:04:09 PM »
Quote
cara aneh Bodhidharma? wah, tentunya tidak demikian. Chan tidak sesederhana penjelasan dalam post itu. Jhana2 dalam Chan juga sama seperti Jhana2 dalam Theravada. Chan yang saya ketahui tidak seperti itu. Ini hanyalah kekeliruan pemahaman saja. Master Huineng tentu saja 100% tercerahkan. Tapi bukan masalah juga bila bro tidak percaya. Toh, banyak manusia di Dunia ini tidak percaya Buddha Gotama sendiri.
begini bro,saya tidak tahu master Huineng itu tercerahkan atau tidak, tetapi.....
bisa di lihat dari METODE LATIHAN beliau...

kan tidak mungkin seseorang mau jagoan badminton malah latihan senam balet...

SangBuddha memberikan banyak metode latihan, tetapi semua itu tidak bertentangan dengan isi Tipitaka maupun Metode yang diajarkan seperti MahassiSayadaw...
lagian kebanyakan metode Vipassana merujuk pada isi MahaSatipattana-Sutta....tentang landasan perhatian.

Quote
Nana yang saya maksud bukan berubah-ubah demikian.. Nana adalah Nana. dhamma adalah dhamma (fenomena). Bukankah Buddha mengajarkan: Sabbe sangkhara anicca...
segala sesuatu itu selalu berubah.. maka tidak ada satu dhamma pun yang tetap. Pemahaman Nana pun selalu berubah mengikuti objeknya (dhamma). Inilah maksud saya. Sebagaimana Buddha mengajarkan Dhamma dengan cara dan bahasa yang beragam, sesuai dengan keadaan.
Intinya, Nana itu bukan sesuatu yang bersifat kaku, tp fleksibel dan menyesuaikan dengan fenomena.

Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda bro. Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.

Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.
waduh,
bagaimana bisa berubah bro...bisa dijelaskan pada saya yang awam ini.

jadi pencapaian Sammasambuddha itu bisa berubah jadi Perumahtangga?
kan sesuai slogan, tidak ada yang KEKAL dan semua bisa berubah..

begini saja, kalau Arahat kan sudah biasa dilihat Di Thailand, bahkan di Myanmar hal ini bisa dilihat dari Relik yang mengkristal mereka....
saya pun sudah pernah memegang relik-relik Arahat seperti Sariputta,dan lainnya...
yang unik relik Ananda yang selalu berbentuk hati...

kemudian uniknya pula relik ini memiliki pancaran energi, silahkan dicoba sendiri dan rasakan...kadang tangan seperti kesetrum listrik kecil....bahkan relik ini bergetar ditangan...

tetapi selama saya melihat relik-relik, tidak ada satupun relik Arahat[savaka buddha] yang menyamai relik [Sammasambuddha] berbeda...
ke-indah-an dan kejernian relik tersebut berbeda....dan ke-aneka-ragaman warna pun sangat berbeda...

disini kelihatan jelas...banyak murid Sammasambuddha mencapai tingkat Savaka-Buddha..
tetapi tidak ada yang menyamai SAMMASAMBUDDHA...
jadi jelas saja saya katakan "siapa yang merealisasikan Sammasambuddha?"


Quote
kisah 7 petapa yg mana bro? 7 Bhikkhu siswa Buddha Kassapa kah?

MEMBUKA PINTU HATI

Beberapa abad yang silam, tujuh org bhikkhu tinggal di sebuah gua di sebuah rimba di suatu tempat di Asia, melakukan meditasi cinta kasih tanpa syarat. Ada seorang bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya, dan sahabat karibnya. Yang keempat adalah musuh bhikkhu kepala; mereka tidak pernah akur. Bhikkhu kelima adalah seorang bhikkhu yang sangat tua, begitu rentanya sampai-sampai sewaktu-waktu bisa meninggal dunia. Yang keenam sakit berat—juga bisa meninggal kapan saja. Yang terakhir, ketujuh adalah bhikkhu yang tidak berguna. Dia mendengkur saat dia seharusnya bermeditasi, tidak bisa mengingat parrita, dan kalau pun kebetulan ingat, dia mengucapkannya dengan nada sumbang. Dia juga tidak bisa mengenakan jubahnya dengan pantas. Namun Bhikkhu yang lain membiarkannya saja dan berterima kasih kepadanya karena telah mengajarkannya mereka untuk bersabar.

Suatu hari, gerombolan bandit menemukan gua tersebut. Gua itu sangat terpencil, sangat tersembunyi, sehingga mereka ingin mengambil alih gua itu untuk dijadikan markas. Jadi mereka berniat untuk membunuh semua bhikkhu tersebut. Akan tetapi, untunglah. Bhikkhu kepala sangat lihai berbicara untuk membujuk orang. Dia berhasil—jangan tanya saya—membujuk gerombolan bandit itu untuk membiarkan bhikkhu-bhikkhu itu pergi, kecuali satu orang, yang akan dibunuh sebagai peringatan kepada bhikkhu-bhikkhu yang lain untuk tidak mengatakan lokasi gua itu kepada siapa pun. Hanya itulah yang terbaik yang bisa dilakukan sang bhikkhu kepala.

Bhikkhu kepala dibiarkan sendirian selama beberapa saat untuk membuat keputusan yang menyedihkan mengenai siapa yang akan dikorbankan, sehingga yang lainnya bisa pergi bebas.

Tatkala saya menceritakan kisah ini di depan publik, saya berenti sebentar untuk bertanya kepada hadirin, “Baiklah, menurut Anda, siapakah yang akan dipilih oleh bhikkhu kepala?” Pertanyaan ini biasanya bisa menyegarkan hadirin yang terkantuk-kantuk dalam ceramah saya dan membangunkan mereka yang sudah tertidur. Saya mengingatkan mereka bahwa ada bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya sahabatnya, musuhnya, bhikkhu tua dan bhikkhu yang sakit (dua-duanya sudah mau mati), serta bhikkhu yang tak berguna. Menurut Anda, siapa yang akan dipilihnya?

Sebagian menyarankan si musuh saja, “Bukan,” kata saya. “Saudaranya?” “Salah.”

Bhikkhu yang tidak berguna selalu saja disebutkan—tega nian kita! Setelah cukup menikmati jawaban-jawaban itu, saya beberkan jawabnya: bhikkhu kepala tidak mampu memilih.

Cinta kasihnya kepada saudaranya persis sebesar, tidak lebih dan tidak kurang, cinta kasihnya kepada sahabatnya, dan juga persis dengan cinta kasihnya kepada musuhnya, kepada bhikkhu tua, bhikkhu yang sakit, bahkan kepada bhikkhu yang tidak berguna itu. Dia telah menyempurnakan arti kata-kata itu: pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan, siapa pun kamu.

Pintu hati bhikkhu kepala terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang bulu, cinta kasih yang mengalir bebas. Dan yang paling penting, cinta kasihnya kepada orang lain sama besarnya dengan cinta kasihnya kepada dirinya sendiri dan yang lain-lain.

Saya mengingatkan org Yahudi-Kristiani diantara hadirin saya bahwa kitab mereka mengajarkan untuk “cintai tetanggamu seperti dirimu sendiri”. Tidak lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun setara dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lain seperti halnya kita memperlakukan diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri seperti halnya kita memperlakukan orang lain.

Mengapa kebanyakan hadirin berpikir bahwa bhikkhu kepala akan mengorbankan dirinya untuk dibunuh? Mengapa, dalam budaya kita, kita selalu mengorbankan diri sendiri untuk orang lain dan menganggap hal ini sebagai kebaikan? Mengapa kita lebih menuntut, lebih kritis, dan menghukum diri sendiri lebih dari siapa pun? Alasannya cuma satu: kita belum belajar bagaimana mencintai diri sendiri. Jika Anda merasa sulit untuk berkata kepada orang lain: “pintu hatiku terbuka untukmu, apa pun yang kau lakukan,” akan jauh lebih sulit untuk mengatakannya kepada diri sendiri, “Aku. Orang yang begitu dekat, kalau nggak salah ingat. Diriku. Pintu hatiku juga akan selalu terbuka untuk diriku sendiri. Aku ini, tak peduli apa pun yang telah dilakukan. Ayo masuk.”

Itulah yang saya maksudkan dengan mencintai diri kita sendiri: ini dinamakan pemaafan. Melangkah keluar dari penjara rasa bersalah; berdamai dengan diri sendiri. Dan jika Anda punya nyali untuk mengatakan kata-kata itu kepada diri Anda sendiri, dengan sejujurnya, dari relung hati yang terdalam, maka Anda akan menyongsong ke depan, bukannya mundur, untuk menemukan cinta kasih yang luhur. Suatu hari, kita semua harus mengatakan kata-kata itu, atau yang semacamnya, kepada diri kita sendiri, dengan sejujurnya, bukan hanya main-main. Saat kita melakukannya, itu seakan-akan seperti memanggil pulang bagian dari diri kita yang telah lama diusir, hidup membeku di luar sana. Kita merasa tersatukan, utuh, dan lepas untuk berbahagia. Hanya ketika kita bisa mencintai diri sendiri dengan cara begitu, barulah kita benar-benar mengerti bagaimana mencintai orang lain, tidak lebih dan tidak kurang.

Dan harap diingat, Anda tidak perlu menjadi sempurna terlebih dahulu, tanpa kesalahan, untuk memberikan cinta Anda kepada diri sendiri. Jika Anda harus menunggu kesempurnaan, itu tidak akan tiba. Kita harus membuka pintu hati kita kepada diri kita sendiri, apa pun yang telah kita lakukan. Begitu kita berada di dalamnya, sempurnalah kita.

Orang sering bertanya kepada saya, apa yang terjadi dengan ketujuh bhikkhu tersebut sewaktu bhikkhu kepala mengatakan kepada para bandit bahwa dia tidak mampu memilih.

Kisah ini, seperti yang saya dengar beberapa tahun silam, tidak mengisahkan kelanjutannya: ceritanya berhenti sampai di situ. Namun, saya tahu apa yang terjadi kemudian; saya mereka-reka apa yang harusnya terjadi. Ketika bhikkhu kepala bhikkhu menjelaskan kepada para bandit, kenapa dia tidak mampu memilih antara dirinya sendiri dan yang lain, dan menjelaskan arti cinta kasih dan pemaafan seperti yang saya jelaskan kepada Anda tadi, maka semua bandit menjadi sangat terkesan dan terinspirasi sehingga tidak hanya mereka melepaskan semua bhikkhu itu, namun mereka juga bertobat dan menjadi bhikkhu!

Sumber: Ajahn Brahm, buku ”Membuka Pintu Hati” terjemahan dari buku “Opening the Door of Your Heart”


------------------
jadi masih beranggapan boleh membunuh dengan welas asih?...yang namanya Welas asih dan METTA itu seperti yang lakukan kepala Bikkhu ini, Welas asih nya sama rata walau keadaan terdesak pun, tidak memilih-milih TUMBAL...

semoga anda bisa tercerahkan membaca cerita unik ini.



Quote
lho, bukankah ada 12 nidana paticcasamudpada?
maaf bukan maksud menggurui anda, tetapi seperti nya anda salah paham mengenai hukum paticasamupadda ini..

hukum ini menjelaskan mengenai bahwa dari AVIJA[kebodohan/kegelapan batin] maka timbullah penderitaan [jati-marana/usia tua dan mati]
bukan penjelasan dari awal manusia terbentuk seperti cerita Adam dan Hawa di kitab agama tetangga.

nah ketika seseorang melakukan vipassana-bhavana dari semula misalnya seseorang beranggapan bahwa ROH itu ada, dari sini pengetahuan nya tentang melihat kesinambungan mental dan objek saling mengikat kemudian dengan pandangan mendalam
melihat tentang manusia tidak lebih dari unsur-unsur pembentuk karena adanya pengetahuan maka ketidaktahuan nya pun tentang hal ini lenyap...dari sinilah pemahaman tentang ROH itu ada tidaklah benar bagi pemeditasi buddhism... dan inilah disebut "nana"

nana dalam vipasana pun banyak..bukan cuma 1

jadi anggapan bahwa  "nana" bisa berubah seperti kata anda......saya bingung maksud nya itu apa..

"Where there was neither sameness nor difference, suddenly difference appears. What differs from that difference, becomes sameness. Once sameness and difference mutually arise, and due to them, what is neither the same nor different is created. This turmoil eventually brings about weariness. Prolonged weariness produces defilement. The combination of these in a murky turbidity creates afflictions with respect to wearisome defilements. The world comes about through this arising; the lack of any arising becomes emptiness. Emptiness is sameness; the world, difference. Those that have neither difference nor sameness become conditioned dharmas." ~ Shurangama Sutra ~

"Suatu ketika, tiada kesamaan pun tiada perbedaan, lalu tiba-tiba perbedaan muncul. Apa yang berbeda dari 'perbedaan' menjadi 'kesamaan'. Begitu kesamaan dan perbedaan muncul saling berkaitan, berdasarkan keduanya, apa yang bukan kesamaan maupun perbedaan tercipta. Keadaan kacau ini menimbulkan keresahan. Keresahan yang berkepanjangan menghasilkan kekotoran. Percampuran kesemuanya ini dalam satu adukan keruh melahirkan derita batin oleh kekotoran batin (berupa) keresahan. Dunia ini terbentuk dari kemunculan ini; yang bukan kemunculan menjadi kekosongan. Kekosongan adalah kesamaan; dunia adalah perbedaan. Apa yang bukan kesamaan maupun perbedaan menjadi dharma-dharma yang berkondisi (sankhara-dharma)." ~ Shurangama Sutra..
Paragraf di atas lalu diikuti dengan penjelasan mengenai bagaimana empat elemen: angin, api, air dan tanah (Rupa-skandha) terbentuk sebagai efek samping dari munculnya kekotoran batin (Avidya). Avidya lalu bercampur aduk dengan empat elemen secara kacau balau sehingga muncul 'mahkluk hidup'(panca-skandha dengan enam-indria) dan alam semesta. Lalu diteruskan dengan kekotoran batin (kilesa) yang berinteraksi dan melahirkan kekotoran batin lainnya sehingga rantai hukum karma memunculkan berbagai kondisi akibat karma-karma para mahkluk.
Dalam sastranya, di paragraf ini dijelaskan dengan lebih mendetail tentang proses munculnya keyakinan/pandangan salah tentang adanya suatu diri (michaditti) dari Avidya yang paling dasar tadi, sampai bagaimana michaditti ini berkembang menjadi semakin kompleks dan akhirnya melahirkan karma. Seterusnya secara garis besar sama dengan 12 nidana dari paticcasamudpada.
Buddha menjelaskan hal ini sebagai jawaban dari pertanyaan Arya Purna. Pertanyaan Arya Purna itu secara singkat adalah demikian: "Bila segala sesuatu adalah Tathagata-garbha, kenapa Samsara bisa muncul?"
Bila ada yang bertanya kepada Buddha, "Bagaimanakah asal usul alam semesta?" tentu Buddha tidak menjawabnya, karena pertanyaan ini tidak bermanfaat untuk menuju Nirvana. Namun, berbeda ketika Arya Purna bertanya untuk lebih memahami Dharma yang bermanfaat bagi pemahaman Dharma dan memudahkan pengajaran. Dengan mengetahui bagaimana detail Avidya berkembang, maka akan membantu untuk memahami berbagai jenis sifat dan cara kerja pikiran sehingga akhirnya memudahkan dalam membimbing para siswa; kurang lebih sama bergunanya seperti Abhidharma .Dalam hal ini, sutra ini dibabarkan dengan sistematis dan mendalam.

Chan=Latihan senam balet? apa maksudnya bro? bisa dijabarkan lebih jelas lagi? kalau bisa dengan contoh kasus yang bro pahami/pengalaman bro.. jadi ada argumen yang mendukung pernyataan bro..

Jangan kan para Chan master, para upasaka pun di China dan Taiwan juga cukup banyak yang punya relik. Ini juga membuktikan bahwa metode Chan dan Sukhavati itu membawa pada pencerahan.

Iya, saya juga suka cerita ini. Karya Ajahn Brahm memang bermutu tinggi..

Bukan begitu, maksud saya... secara teori, Nana memang punya pakem-pakem baku dan sistematis. Namun pada prakteknya bervariasi pada tiap individu. Manifestasi prosesnya berbeda tapi pemahamannya sama. Contoh nyatanya adalah saat bermeditasi. Dalam perkembangannya tentu tidak sama persis dengan sutta, karena variasi individu. Namun bagaimanapun juga, sutta tetaplah sebuah penuntun. Sutta itu merupakan petunjuk, tapi kitalah yang menjalani. Sutta itu kata-kata yang merupakan benda mati, tapi kita mahkluk hidup. Jadi kita perlu menghidupkan sutta itu dalam praktek kita.

Sabbe sangkhara anicca artinya segala yang berkondisi selalu berubah/tidak kekal.
Kebuddhaan itu apa termasuk Sangkhara? tidak toh..
Lagi pula ada 4 sifat Nirvana: Kekal Abadi, Kebahagiaan Sejati, Murni, Sunyata
apakah pencapaian Buddha bisa berubah menjadi upasaka? hehehe... kira-kira apa jawaban Buddha...
 


dharmamitra

  • Guest
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1746 on: 21 August 2009, 09:17:24 PM »
Bro Dharma say,
Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda
bro.  


PASTI BEDA !
Bang Dharmamitra, karena Amitabha Buddha itu tidak ada dalam Tipitaka, jadi ada di alam mana ?, atau Buddha masa lampaukah ? tidak jelas !, Buddha Gotama hanya membedakan ada Manusia Buddha, Pacceka Buddha, Savaka Buddha (Arahat)

Merealisasi Nibbana ada

Bro Dharmamitra say,
Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.


Seorang Arahat belum tentu punya Jhana/Abhinna, Alasan ini bisa diterima.

Arahat tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan) karena tidak punya Abhinna !
Apakah Bang Dharmamitra yakin bahwa Bhikkhu Thailand & Myanmar dalam 500 tahun yang lalu dihitung dari sekarang, yang menjadi Arahat semuanya tidak punya Abhinna ? dan ternyata sampai sekarang para Bhikkhu Thai & Myanmar yang mencapai Arahat dengan mempunyai Abhinna, dan tidak ada satupun Beliau2 membabarkan Dhamma bahwa ternyata ada bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan).

Jadi pernyataan ini TIDAK BISA diterima jika ada Bumi Sukhavati diluar 31 alam kehidupan .

Bro Dharmamitra say,
Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.


Boleh tahu apa itu hasil Jalan Vajra ?


Amitabha Buddha mencapai Kebuddhaan di sistem dunia(tata surya) Sukhavati 10 mahakalpa yang lampau. Dalam Tipitaka Pali memang tidak ada, tapi ada dalam Tripitaka Mahayana.

Sukhavati itu berjarak sangat jauh dari bumi ini. Dalam sutra dikatakan bahwa jaraknya adalah miliran tanah Buddha (planet bumi). Jadi, jangan dulu bicarakan melihat Sukhavati bila Bumi (planet yang ada manusia) terdekat saja belum terlihat.
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.

Tentu saja realisasi  berbagai tingkat Bodhisattva Bhumi - sampai akhirnya Kebuddhaan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1747 on: 21 August 2009, 09:26:17 PM »
Amitabha Buddha mencapai Kebuddhaan di sistem dunia(tata surya) Sukhavati 10 mahakalpa yang lampau. Dalam Tipitaka Pali memang tidak ada, tapi ada dalam Tripitaka Mahayana.

Sukhavati itu berjarak sangat jauh dari bumi ini. Dalam sutra dikatakan bahwa jaraknya adalah miliran tanah Buddha (planet bumi). Jadi, jangan dulu bicarakan melihat Sukhavati bila Bumi (planet yang ada manusia) terdekat saja belum terlihat.
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.

Tentu saja realisasi  berbagai tingkat Bodhisattva Bhumi - sampai akhirnya Kebuddhaan.

bisa minta referensi mengenai ini, bro? terutama mengenai bagian yg bold

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1748 on: 21 August 2009, 11:03:51 PM »
"Where there was neither sameness nor difference, suddenly difference appears. What differs from that difference, becomes sameness. Once sameness and difference mutually arise, and due to them, what is neither the same nor different is created. This turmoil eventually brings about weariness. Prolonged weariness produces defilement. The combination of these in a murky turbidity creates afflictions with respect to wearisome defilements. The world comes about through this arising; the lack of any arising becomes emptiness. Emptiness is sameness; the world, difference. Those that have neither difference nor sameness become conditioned dharmas." ~ Shurangama Sutra ~

"Suatu ketika, tiada kesamaan pun tiada perbedaan, lalu tiba-tiba perbedaan muncul. Apa yang berbeda dari 'perbedaan' menjadi 'kesamaan'. Begitu kesamaan dan perbedaan muncul saling berkaitan, berdasarkan keduanya, apa yang bukan kesamaan maupun perbedaan tercipta. Keadaan kacau ini menimbulkan keresahan. Keresahan yang berkepanjangan menghasilkan kekotoran. Percampuran kesemuanya ini dalam satu adukan keruh melahirkan derita batin oleh kekotoran batin (berupa) keresahan. Dunia ini terbentuk dari kemunculan ini; yang bukan kemunculan menjadi kekosongan. Kekosongan adalah kesamaan; dunia adalah perbedaan. Apa yang bukan kesamaan maupun perbedaan menjadi dharma-dharma yang berkondisi (sankhara-dharma)." ~ Shurangama Sutra..

Kenapa kalimat ”Where there …” diterjemahkan dengan “Suatu ketika,…”, Sdr. Dharmamitra???

Setahu saya “Where there” berarti “Dimana ada”

Saya ambil terjemahan Inggris lainnya bertuliskan: “In the midst of what is neither the same nor different, difference blazes forth.” http://cttbusa.org/shurangama/shurangama14.asp

Om Google menerjemahkan: “Dimana/di antara tidak ada kesamaan maupun perbedaan
 ….” Kalau saya menerjemahkannya;” Dimana/di antara kesamaan maupun perbedaan….”(cmiiw dalam terjemahan)
 
Jadi disini tidak disampaikan adanya momen ”suatu ketika” atau sebuah titik awal. Analoginya: ada X dan Y dan di antaranya muncul Z (dunia). Sampai disini kita tidak bisa mengatakan ini adalah awal pertama, karena tidak ada keterangan kapan X dan Y muncul, tidak dijelaskan bahwa ini adalah awal dari segala awal.

Selanjutnya sutra menjelaskan mengenai proses terjadinya dunia dan ‘kekacauan” batin. Ingat ini bukan berarti ini titik awal permulaan bagi dunia karena tidak ada penjelasan yang menjelaskan awal dari Penyebab munculnya dunia.

Itu saja yang bisa saya tangkap dari cuplikan Shurangama Sutra bab2
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1749 on: 21 August 2009, 11:07:16 PM »
 [at] kelana, clicked

Offline Chandra Bodhi

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 7
  • Reputasi: 0
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1750 on: 22 August 2009, 09:07:57 AM »
Kata NYA, didalam Mahayana ada mengenal konsep, Sebagai berikut,

Asal mula kita (manusia dan semua makhluk) pada dasarnya berasal dari Mahatman / Adhi Buddha / Nirvana. Jadi secara eksplisit, Aliran Mahayana menyatakan ada sebab utama yang menjadi detonator terbentuknya samsara ini. Oleh karena itu, banyak semboyan dari Aliran Mahayana seperti:
- semua makhluk adalah satu
- semoga samsara berubah menjadi Nirvana
- kita adalah Buddha (meskipun "kita" saat ini belumlah menjadi Sammasambuddha atau Savaka Buddha sekalipun)
- dsb.

Dharmamitra say
Sabbe sangkhara anicca artinya segala yang berkondisi selalu berubah/tidak kekal.
Kebuddhaan itu apa termasuk Sangkhara? tidak toh..
Lagi pula ada 4 sifat Nirvana: Kekal Abadi, Kebahagiaan Sejati, Murni, Sunyata
apakah pencapaian Buddha bisa berubah menjadi upasaka? hehehe... kira-kira apa jawaban Buddha...


Apakah konsep Mahayana berlawanan dengan yang kata yang di Bold, seperti ungkapan Bro Dharmamitra !!!
Karena saya liat penulisan Bro Dharmamitra banyak mengambil referensi Sutra mahayana, boleh dijelaskan mengapa berlawanan dengan pernyataan Bro Dharmamitra
karena sesudah dari Buddha kemudian menjadi manusia(upasaka),
kemudian yang pasti dari manusia ingin menjadi Buddha !

Dharmamitra say
Amitabha Buddha mencapai Kebuddhaan di sistem dunia(tata surya) Sukhavati 10 mahakalpa yang lampau. Dalam Tipitaka Pali memang tidak ada, tapi ada dalam Tripitaka Mahayana.

Sukhavati itu berjarak sangat jauh dari bumi ini. Dalam sutra dikatakan bahwa jaraknya adalah miliaran tanah Buddha (planet bumi). Jadi, jangan dulu bicarakan melihat Sukhavati bila Bumi (planet yang ada manusia) terdekat saja belum terlihat.


Kalau begitu cerita tentang adanya Alam Sukhavati itu buat apa  ya ? atau hanya menarik supaya ajaran ini lebih MENARIK, KEREN !

Dharmamitra say
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.


Dari pernyataan Bro Dharmamitra yang dibold diatas, berarti tidak ada lagi Arahat yang mempunyai kemampuan Abhinna seperti itu, sehingga tidak bisa menceritakan isi tentang 'ALAM SUKHAVATI'  !!! :)
Bro Dharmamitra hebat donk !, bisa tahu kemampuan sekian banyak Arahat selama 500 tahun dihitung mulai dari sekarang, sehingga para Arahat tidak bisa menceritakan konon adanya ‘Alam Sukhavati’ !

Dharmamitra say
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.
Tentu saja realisasi  berbagai tingkat Bodhisattva Bhumi - sampai akhirnya Kebuddhaan.


Boleh minta referensi Bro, kedua kalinya sesudah Bro Indra yang pertama
 _/\_
« Last Edit: 22 August 2009, 09:21:54 AM by Chandra Bodhi »

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1751 on: 22 August 2009, 09:39:03 AM »
Quote
Chan=Latihan senam balet? apa maksudnya bro? bisa dijabarkan lebih jelas lagi? kalau bisa dengan contoh kasus yang bro pahami/pengalaman bro.. jadi ada argumen yang mendukung pernyataan bro..
maksud saya, seseorang berhasil tidak nya mencapai pencerahan bisa diketahui dari metode latihan...
sama seperti ATLET BULU TANGKIS TERNAMA....kalau metode latihannya kita lihat seperti
-sprint , sit up, kemudian latihan smash latihan backhand....jogging atau apa...
tentu masuk akal kalau ATLET INI BISA JUARA..

tapi kalau mau JUARA BULUTANGKIS tapi metode latihannya main BALET bisa ga?

dalam Konsep Mahayana seseorang mengikuti latihan katanya bisa jadi bodhisatva, bisa juga lahir di Sukhavati ,kemudian bisa jadi Arahat [ yang notabane nya cuma bodhisatva tingkat 7 kalau tidak salah ] dengan kata lain belum sempurna..

bagaimana dengan visudhimagga ternyata karya besar Buddhagosa ini hanya tertulis jelas 1 tujuan dalam latihan sila samadhi dan panna...yakni NIBBANA.....

sudah beda bukan?

-------------------

Quote
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.
setahu saya Arahat yang merealisasikan 6 abhnna tertinggi tidak sedikit...
memang Monggalana dikatakan bisa 7 abhinna? ga kan?

jadi kenapa Monggalana dikatakan terunggul dibidang kesaktian?
jawaban yg diberikan saya oleh seorang bikkhu,
karena Monggalana mampu memiliki kemampuan memasuki jhana sangat cepat dan menganti objek sangat cepat....
ibarat memory RAM arahat lain cuma 512, Monggalana punya 5gb. ^^

kalau Sammasambuddha itu mah processor XXX ditambah memory XXX

------------------------------------------------------
kalau bahasa inggris saya kurang jelas...tapi penjelasan saudara Kelana cukup membuktikan...

Quote
Kenapa kalimat ”Where there …” diterjemahkan dengan “Suatu ketika,…”, Sdr. Dharmamitra???
Setahu saya “Where there” berarti “Dimana ada”

jadi bukan menuju pada awal tercipta nya samsara, melainkan awal bagaimana pandangan salah yang masuk bisa membuat terjerumus terus dalam samsara..
-------------------------------

Quote
Sabbe sangkhara anicca artinya segala yang berkondisi selalu berubah/tidak kekal.
Kebuddhaan itu apa termasuk Sangkhara? tidak toh..
Lagi pula ada 4 sifat Nirvana: Kekal Abadi, Kebahagiaan Sejati, Murni, Sunyata
apakah pencapaian Buddha bisa berubah menjadi upasaka? hehehe... kira-kira apa jawaban Buddha...
loh, dalam konsep Theravada memang nibbana itu tidak termasuk bentukan Sankhara...

sekarang yang kita bicarakan konsep mahayana...anda katakan nirvana itu kekal dan abadi?
lalu mengapa Gotama masih harus terlahir jadi pangeran, kemudian cari Istri, terus butuh guru Alara Kalama dan Ramaputta untuk menembus Arupa-jhana...dan lagi Dibantu para Dewa untuk mendengar alunan kecapi..??????

mengapa bro? bukankah Gotama telah tercerahkan sempurna jauh sebelum kehidupannya ini....seperti yang dikatakan dalam sutra...
berarti yang Membuat Sammasambuddha bisa berubah jadi Manusia biasa itu konsep mahayana sendiri...

sekali lagi saya ingatkan
mahayana dalam sutra nya mengatakan bahwa
"buddha gotama telah mencapai penerangan sempurna jauh sebelum kelahirannya yg sekarang"
dan inilah kejanggalan fatal yg saya lihat..

metta
« Last Edit: 22 August 2009, 09:45:05 AM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1752 on: 22 August 2009, 10:16:01 AM »
Quote
Subhuti bertanya, “Mengapa kamu keluar darinya setelah kamu memasukinya?”
Manjusri menjawab, “Yang Mulia, anda harus mengetahui bahwa ini adalah perwujudan dari kebijaksanaan dan kearifan seorang Bodhisattva. Ia sesungguhnya memasuki realisasi Kearahatan dan terbebas dari samsara; kemudian, sebagai cara untuk menyelamatkan makhluk-makhluk, ia keluar dari realisasi itu. Subhuti, misalkan seorang pemanah yang ahli merencanakan untuk melukai musuh bebuyutannya, tetapi, karena salah menyangka putra kesayangannya di dalam hutan sebagai musuh, ia menembakkan panah padanya. Putranya berkata, ‘Aku tidak melakukan kesalahan apa pun. Mengapa ayah ingin melukaiku?’ Seketika itu juga, sang pemanah, yang berlari dengan cepat, mendorong putranya dan menangkap panah itu sebelum ia melukai seseorang. Seorang Bodhisattva adalah seperti ini: untuk melatih dan membimbing para Sravaka dan para Pratyekabuddha, ia memasuki Nirvana; tetapi, ia keluar darinya dan tidak jatuh ke tingkat Sravaka dan Pratyekabuddha. Itulah mengapa tingkat Bodhisattva disebut tingkat Buddha.”

walah, sesungguh nya nirvana itu apa sih.....mau masuk dan kemudian keluar seperti rumah sendiri...

dan lagi apa yg mau dibimbing dari savaka dan paccekabuddha?bukankah
Arhats, stainless, free from depravity, self-controlled, thoroughly emancipated in thought and knowledge, of noble breed, (like unto) great elephants, having done their task, done their duty, acquitted their charge, reached the goal; in whom the ties which bound them to existence were wholly destroyed, whose minds were thoroughly emancipated by perfect knowledge, who had reached the utmost perfection in subduing all their thoughts; who were possessed of the transcendent faculties;


Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

dharmamitra

  • Guest
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1753 on: 23 August 2009, 12:09:12 AM »
Bro Dharma say,
Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda
bro. 


PASTI BEDA !
Dharmamitra never say: sesudah menjadi Buddha kemudian menjadi manusia.
Itukan pertanyaan dari bro marce..
Untuk apa Buddha cerita Sukhavati? Jawabannya ada di 48 ikrar Buddha Amitabha dalam Sukhavativyuha sutra.
Dalam kitab2 komentar Tipitaka Pali sendiri tertulis bahwa para Arahat memiliki level abhinna yang berbeda-beda. Contohnya, hanya ada 4 orang Arahat siswa Buddha Gotama yang mampu mengingat kehidupan lampau lebih jauh dari 1 Asankkheyya 100 ribu kappa. Begitu juga dengan abhinna mata dewa pun hanya sedikit yang kemampuannya sampai menjanggkau galaksi-galaksi yang amat jauh.
Buddha sendiri menyatakan bahwa ada manusia di galaksi lain. Kenapa tidak ada Arahat dalam 500 tahun terakhir yang mempertegas hal ini atau menjelaskan lebih jauh?
Maksud saya adalah tidak ada Arahat yang berkeliling memberi tahu bahwa beliau punya Abhinna yang sedemikian hebat. Bila ada seorang Arahat yang berpromosi tentang hal-hal yang terlihat dengan mata batinnya, ini sama saja dengan memamerkan Abhinna. Namun, berbeda ketika Sang Arahat mengajarkan secara pribadi kepada murid dekatnya; ini terhitung mewariskan Dharma. Apakah Anda berani jamin, seumur hidup para Arahat itu tidak pernah menyebutkan Sukhavati (sekalipun dengan sebutan lain)?
Oya, maaf bro sekalian. Saya lupa referensinya, karena sudah lama. Coba saja cari di sastra2 dari aliran Sukhavati.

Bang Dharmamitra, karena Amitabha Buddha itu tidak ada dalam Tipitaka, jadi ada di alam mana ?, atau Buddha masa lampaukah ? tidak jelas !, Buddha Gotama hanya membedakan ada Manusia Buddha, Pacceka Buddha, Savaka Buddha (Arahat)

Merealisasi Nibbana ada

Bro Dharmamitra say,
Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.


Seorang Arahat belum tentu punya Jhana/Abhinna, Alasan ini bisa diterima.

Arahat tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan) karena tidak punya Abhinna !
Apakah Bang Dharmamitra yakin bahwa Bhikkhu Thailand & Myanmar dalam 500 tahun yang lalu dihitung dari sekarang, yang menjadi Arahat semuanya tidak punya Abhinna ? dan ternyata sampai sekarang para Bhikkhu Thai & Myanmar yang mencapai Arahat dengan mempunyai Abhinna, dan tidak ada satupun Beliau2 membabarkan Dhamma bahwa ternyata ada bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan).

Jadi pernyataan ini TIDAK BISA diterima jika ada Bumi Sukhavati diluar 31 alam kehidupan .

Bro Dharmamitra say,
Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.


Boleh tahu apa itu hasil Jalan Vajra ?

Kata NYA, didalam Mahayana ada mengenal konsep, Sebagai berikut,

Asal mula kita (manusia dan semua makhluk) pada dasarnya berasal dari Mahatman / Adhi Buddha / Nirvana. Jadi secara eksplisit, Aliran Mahayana menyatakan ada sebab utama yang menjadi detonator terbentuknya samsara ini. Oleh karena itu, banyak semboyan dari Aliran Mahayana seperti:
- semua makhluk adalah satu
- semoga samsara berubah menjadi Nirvana
- kita adalah Buddha (meskipun "kita" saat ini belumlah menjadi Sammasambuddha atau Savaka Buddha sekalipun)
- dsb.

Dharmamitra say
Sabbe sangkhara anicca artinya segala yang berkondisi selalu berubah/tidak kekal.
Kebuddhaan itu apa termasuk Sangkhara? tidak toh..
Lagi pula ada 4 sifat Nirvana: Kekal Abadi, Kebahagiaan Sejati, Murni, Sunyata
apakah pencapaian Buddha bisa berubah menjadi upasaka? hehehe... kira-kira apa jawaban Buddha...


Apakah konsep Mahayana berlawanan dengan yang kata yang di Bold, seperti ungkapan Bro Dharmamitra !!!
Karena saya liat penulisan Bro Dharmamitra banyak mengambil referensi Sutra mahayana, boleh dijelaskan mengapa berlawanan dengan pernyataan Bro Dharmamitra
karena sesudah dari Buddha kemudian menjadi manusia(upasaka),
kemudian yang pasti dari manusia ingin menjadi Buddha !

Dharmamitra say
Amitabha Buddha mencapai Kebuddhaan di sistem dunia(tata surya) Sukhavati 10 mahakalpa yang lampau. Dalam Tipitaka Pali memang tidak ada, tapi ada dalam Tripitaka Mahayana.

Sukhavati itu berjarak sangat jauh dari bumi ini. Dalam sutra dikatakan bahwa jaraknya adalah miliaran tanah Buddha (planet bumi). Jadi, jangan dulu bicarakan melihat Sukhavati bila Bumi (planet yang ada manusia) terdekat saja belum terlihat.


Kalau begitu cerita tentang adanya Alam Sukhavati itu buat apa  ya ? atau hanya menarik supaya ajaran ini lebih MENARIK, KEREN !

Dharmamitra say
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.


Dari pernyataan Bro Dharmamitra yang dibold diatas, berarti tidak ada lagi Arahat yang mempunyai kemampuan Abhinna seperti itu, sehingga tidak bisa menceritakan isi tentang 'ALAM SUKHAVATI'  !!! :)
Bro Dharmamitra hebat donk !, bisa tahu kemampuan sekian banyak Arahat selama 500 tahun dihitung mulai dari sekarang, sehingga para Arahat tidak bisa menceritakan konon adanya ‘Alam Sukhavati’ !

Dharmamitra say
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.
Tentu saja realisasi  berbagai tingkat Bodhisattva Bhumi - sampai akhirnya Kebuddhaan.


Boleh minta referensi Bro, kedua kalinya sesudah Bro Indra yang pertama
 _/\_

Dharmamitra never say: sesudah menjadi Buddha kemudian menjadi manusia.
Itukan pertanyaan dari bro marce..
Untuk apa Buddha cerita Sukhavati? Jawabannya ada di 48 ikrar Buddha Amitabha dalam Sukhavativyuha sutra.
Dalam kitab2 komentar Tipitaka Pali sendiri tertulis bahwa para Arahat memiliki level abhinna yang berbeda-beda. Contohnya, hanya ada 4 orang Arahat siswa Buddha Gotama yang mampu mengingat kehidupan lampau lebih jauh dari 1 Asankkheyya 100 ribu kappa. Begitu juga dengan abhinna mata dewa pun hanya sedikit yang kemampuannya sampai menjanggkau galaksi-galaksi yang amat jauh.
Buddha sendiri menyatakan bahwa ada manusia di galaksi lain. Kenapa tidak ada Arahat dalam 500 tahun terakhir yang mempertegas hal ini atau menjelaskan lebih jauh?
Maksud saya adalah tidak ada Arahat yang berkeliling memberi tahu bahwa beliau punya Abhinna yang sedemikian hebat. Bila ada seorang Arahat yang berpromosi tentang hal-hal yang terlihat dengan mata batinnya, ini sama saja dengan memamerkan Abhinna. Namun, berbeda ketika Sang Arahat mengajarkan secara pribadi kepada murid dekatnya; ini terhitung mewariskan Dharma. Apakah Anda berani jamin, seumur hidup para Arahat itu tidak pernah menyebutkan Sukhavati (sekalipun dengan sebutan lain)?

 [at]  bro Chandra and bro Indra,
Oya, maaf bro sekalian. Saya lupa referensinya, karena sudah lama. Coba saja cari di sastra2 dari aliran Sukhavati.

dharmamitra

  • Guest
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1754 on: 23 August 2009, 12:10:45 AM »
 [at]  bro Kelana

Ya, “Di antara kesamaan .....” bisa dipakai dan sangat cocok (great idea...!), tapi “Di mana kesamaan...” tidak sesuai dengan prinsip yang dijelaskan. Suatu bahasa yang menjelaskan suatu prinsip, tidak bisa begitu saja diterjemahkan mentah-mentah secara literal. Kata ‘where there was’ di sini tidak menunjukkan suatu ‘tempat’ atau ‘ di mana ada’. Kata ini lebih cocok dengan ‘di antara’ karena  ‘di antara’ juga berfungsi menjelaskan ‘suatu keadaan’.  Saya memilih ‘suatu ketika...’ karena keadaan yang dijelaskan di sini adalah keadaan di mana ruang dan waktu belum muncul. Suatu ketika ini sekaligus bermakna ‘where’ dan ‘when’.  Karena hal ini juga saya menyertakan bahasa Inggrisnya. Memang saya bertujuan mengajak bro sekalian menganalisa kenapa saya memakai ‘suatu ketika’ untuk frasa ‘where there was’. 
Bila saya memakai ‘di mana’, tentu ini menunjukkan tempat. Lalu di manakah tempat tanpa kesamaan maupun perbedaan? Di mana tiada kesamaan maupun perbedaan, tidak ada ruang ataupun waktu yang dapat ditunjukkan. Karena alasan itu saya memakai ‘suatu ketika’ untuk menyangkal ‘where’ sebagai tempat.
Benar sekali, tidak ada penjelasan tentang ‘awal dari penyebab munculnya dunia’ (avidya) yang dalam cuplikan ini dijelaskan sebagai ‘tiba-tiba perbedaan muncul’. Namun proses munculnya Dunia dari ‘tiada dunia’ masih bisa dijelaskan. Yang dimaksud Buddha dengan ‘tiada awal yang dapat diketahui’ itu saya mengerti sebagai berikut: sebelum dunia muncul, tiada suatu apapun yang disebutkan sebagai ‘tiada kesamaan maupun perbedaan’. Nah, bila diusut lebih jauh lagi, ‘tiada kesamaan maupun perbedaan’ ini  tidak dapat diketahui awal mulanya.
Bila dunia(alam semesta beserta para mahkluk hidup) tidak dapat diketahui asal muasalnya, maka Paticcasamudpada itu bohong besar. Tentu saja Paticcasamudpada menjelaskan akan asal muasal Jaramarana. Karena jelas sekali disebutkan bahwa penyebabnya adalah Avidya. Tanpa memulai dari Awal, kita tidak bisa mencapai Akhir. Tanpa Sebab tiada Akibat. Ada sebab maka ada akibat.
 Ingatlah bahwa Semua yang memiliki Akhir memiliki Awal. Buddha sendiri menyatakan bahwa ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, ada dengan sendirinya, yang mutlak. Bila tiada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, ada dengan sendirinya, yang mutlak ini; maka tidak mungkin ada pembebasan.
Bila, dunia ini tidak memiliki asal muasal, berarti ia kekal dan kita tidak akan pernah bisa terbebas darinya. Namun karena ia memiliki asal muasal, kita dapat terbebas darinya. Sebagaimana Bhikkhu Arya Asajji  menyatakan: “Segala sesuatu memiliki SEBAB, dan di dalam SEBAB itu dapat kita temukan PENYEBAB untuk mengakhirinya. Demikianlah Tathagata telah mengajarkan.”
Bukankah Buddha menyatakan: “Tathagata hanya mengajarkan Dukkha, sebab dari Dukkha, akhir dari Dukkha dan cara untuk mengakhirinya” juga “Tathagata hanya mengajarkan Dunia, awal dari Dunia, akhir dari Dunia, dan sebab menuju akhir dari Dunia.”