//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663700 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1605 on: 08 June 2009, 05:37:25 PM »
Sorry, kutipan kata-kata Ajahn Thate di atas ada yang masih tertinggal:

Only after you have inspired confidence in your heart as already mentioned should you go to the teacher experienced in that form of meditation. If he is experienced in repeating samma araham, he will teach you to repeat samma araham, samma araham, samma araham. Then he'll have you visualize a bright, clear jewel two inches above your navel, and tell you to focus your mind right there as you continue your repetition, without letting your mind slip away from the jewel. In other words, you take the jewel as the focal point of your mind.

Selain "Buddho" dan "na ma ba dha", masih ada lagi satu mantra, yaitu "samma araham" yang diulang-ulang sambil membayangkan berlian terang dua inci di atas pusar (Tan t'ein). Ternyata dalam Theravada juga ada metode visualisasi berlian :)

Untuk pastinya mengenai sumber yang kukutip silahkan baca langsung ke:
http://www.accesstoinsight.org/lib/thai/thate/buddho.html

Urun pendapat dikit, sejarah buddhism yg berakar ribuan tahun, dlm prakteknya pasti ada yang mencoba utk mengasimilasikan atau mengintegrasikan cara 'ini' dari T dgn cara 'itu' dr M, dsb. Entah itu dari Ajahn Thate, Ajahn ini, Ajahn itu, singkatnya, guru2 tertentu yg memiliki caranya sendiri. Tapi bukan mewakili keseluruhan aliran.

Dan pendapat saya, kata2 itu memang tidak masalah, jika dipraktekkan dg penuh keyakinan, tdk mustahil utk mencapai ketenangan meski yg dijapa bukan 'Buddho' melainkan 'a-b-c'.
appamadena sampadetha

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1606 on: 08 June 2009, 08:27:44 PM »
Sorry, kutipan kata-kata Ajahn Thate di atas ada yang masih tertinggal:

Only after you have inspired confidence in your heart as already mentioned should you go to the teacher experienced in that form of meditation. If he is experienced in repeating samma araham, he will teach you to repeat samma araham, samma araham, samma araham. Then he'll have you visualize a bright, clear jewel two inches above your navel, and tell you to focus your mind right there as you continue your repetition, without letting your mind slip away from the jewel. In other words, you take the jewel as the focal point of your mind.

Selain "Buddho" dan "na ma ba dha", masih ada lagi satu mantra, yaitu "samma araham" yang diulang-ulang sambil membayangkan berlian terang dua inci di atas pusar (Tan t'ein). Ternyata dalam Theravada juga ada metode visualisasi berlian :)

Untuk pastinya mengenai sumber yang kukutip silahkan baca langsung ke:
http://www.accesstoinsight.org/lib/thai/thate/buddho.html

Urun pendapat dikit, sejarah buddhism yg berakar ribuan tahun, dlm prakteknya pasti ada yang mencoba utk mengasimilasikan atau mengintegrasikan cara 'ini' dari T dgn cara 'itu' dr M, dsb. Entah itu dari Ajahn Thate, Ajahn ini, Ajahn itu, singkatnya, guru2 tertentu yg memiliki caranya sendiri. Tapi bukan mewakili keseluruhan aliran.

Dan pendapat saya, kata2 itu memang tidak masalah, jika dipraktekkan dg penuh keyakinan, tdk mustahil utk mencapai ketenangan meski yg dijapa bukan 'Buddho' melainkan 'a-b-c'.

saudara Xuvie,
IMO di pratekkan hanya modal keyakinan seperti-nya tidak cocok.^^ ...melainkan melatih mantra buddho ataupun mantra 1-1 2-2 dengan penuh kesadaran.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1607 on: 08 June 2009, 09:10:42 PM »
yup.. tapi hanya utk ketenangan aja sih kenapa tdk bs dng modal keyakinan aja?
kalau dng kesadaran sih dah pasti dpt ketenangan dan lebih dr sekadar itu.
Sebagaimana dlm Anguttara Nikaya dikatakan Sang Buddha:
"Monks, I know of no other single thing of such power to cause the arising of wholesome states; if not yet arisen, or to cause the waning of unwholesome states; if already arisen, as appamada."
appamadena sampadetha

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1608 on: 08 June 2009, 09:14:16 PM »
yup.. tapi hanya utk ketenangan aja sih kenapa tdk bs dng modal keyakinan aja?
kalau dng kesadaran sih dah pasti dpt ketenangan dan lebih dr sekadar itu.
Sebagaimana dlm Anguttara Nikaya dikatakan Sang Buddha:
"Monks, I know of no other single thing of such power to cause the arising of wholesome states; if not yet arisen, or to cause the waning of unwholesome states; if already arisen, as appamada."

yah, karena dari pratek kesadaran maka ada pengalaman/pengetahuan hingga menimbulkan keyakinan yang tak tergoyahkan.
kalau mau boleh di gabung jadi kesadaran dan keyakinan...hehehe

metta.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1609 on: 08 June 2009, 09:28:51 PM »
sepakat.. BTT! ;)
appamadena sampadetha

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1610 on: 09 June 2009, 10:24:08 AM »
OOT: Kemarin minggu g sempat ngobrol sama sama kawan kawan mahayanis. Kita perlu adanya penerjemah, penulis teori mahayana. Selama ini penulis mahayana di dunia maya tuh masih sedikit, ngak banyak yang menguasai teori mahayana masih dihitung sama jari. So jadi kemarin g sempat mengungkap ide dan kemungkinan akan berlanjut. Bagaimana perlunya penerjermah sutra mahayana, abidharma mahayana, Dharani dan tata cara sembayang aliran mahayana . Selama ini penulis  mahayana tuh single figter kali kita coba bareng bareng ngerjainnya. Semofa rapat kecil ini saya bisa menjadi besar lama kelamaan dengan simpatisan.

Bukan menyingung Teravada, pada dasarnya teori Teravada sudah banyak penulis. Sementara Mahayana masih tidak sebanyak Tera. karena itu perlu adanya konlidasinya. Semoga kedepannya itu berhasil. Mohon dukungan dari kawan kawan mahayana saling membantu. Projek  kita kecil. Kemarin masih rapat kecil saja

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1611 on: 09 June 2009, 12:22:28 PM »
Ternyata berguna juga ya adanya thread ini kemudian baru ada konsolidasi. Jadi dalam segala hal tidak melulu negatif tetapi hikmah yg diambil. Tergantung pikiran melihat dari sudut mana atau keseluruhan aspek. Smoga usaha mahayanis berhasil.  _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1612 on: 09 June 2009, 03:40:16 PM »
OOT: Kemarin minggu g sempat ngobrol sama sama kawan kawan mahayanis. Kita perlu adanya penerjemah, penulis teori mahayana. Selama ini penulis mahayana di dunia maya tuh masih sedikit, ngak banyak yang menguasai teori mahayana masih dihitung sama jari. So jadi kemarin g sempat mengungkap ide dan kemungkinan akan berlanjut. Bagaimana perlunya penerjermah sutra mahayana, abidharma mahayana, Dharani dan tata cara sembayang aliran mahayana . Selama ini penulis  mahayana tuh single figter kali kita coba bareng bareng ngerjainnya. Semofa rapat kecil ini saya bisa menjadi besar lama kelamaan dengan simpatisan.

Bukan menyingung Teravada, pada dasarnya teori Teravada sudah banyak penulis. Sementara Mahayana masih tidak sebanyak Tera. karena itu perlu adanya konlidasinya. Semoga kedepannya itu berhasil. Mohon dukungan dari kawan kawan mahayana saling membantu. Projek  kita kecil. Kemarin masih rapat kecil saja
Mulai dari yang ambil sutra asal2an di perbaiki, yang bajakan coba di berikan pengertian kepada umat ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline J.W

  • Sebelumnya: Jinaraga, JW. Jinaraga
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.864
  • Reputasi: 103
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1613 on: 09 June 2009, 04:25:27 PM »
^
^
oh gitu yach

aye ga tau tuch bro, aye kan monotheis freelance bro
thera oke, maha juga oke, tantra juga ayo...

emang iya, dulu sang buddha sudah mencapai pencerahan sempurna, baru tau aku,
bisa dikutip dikit dibab berapa, ayat berapa, junto berapa? ;D
trus dia capai pencerahan sempurna, untuk ke dua kali-nya, OD donk, alias Over Dosis....


saya gak ahlinya bro... musti tanya ahlinya...

Ayoo....bro chingik.. kamu bisaaaaaaaaaaaaaaaa......

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1614 on: 09 June 2009, 09:19:46 PM »
Ini lanjutan diskusi kita bro. bond, mohon maaf jika karena kesibukan saya tidak segera memberikan tanggapan.

"Segera" memasuki bukan berarti "zap" atau "ting" tiba2 di masuk ke jhana 7 tersebut. Kata "segera" artinya bukan langsung masih ada proses...cepat atau tidaknya tergantung parami dan kemahiran juga, makanya dikatakan "sehingga...orang bijak...." dalam kasus kecepatan masuk jhana Mogallana lah yg paling unggul. Tapi ini bukan bearti tidak ada proses dari jhana2 sebelumnya.

Saya kurang paham dengan yang anda maksud dengan “zap” atau “ting”. Persoalannya, adalah apakah memang Jhana 1-4 adalah satu-satunya jalan yang wajib dilalui atau tidak. 

Untuk contoh pintu demi pintu yg yg saling terhubung atau "connecting door" satu ruangan dengan yg lainnya perumpamaan masuk jhana demi jhana dan kecepatannya silakan baca di "supermindfulness" karangan Ajahn Brahm. Mungkin bisa jelas.
Saya sudah pernah membaca buku ini. Pada dasarnya, saya memandang apa yang ditawarkan oleh Ajahn Brahm adalah baik dan bermanfaat. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya “jalan lain” menuju nibbana.

Dan hal yg penting diperhatikan adalah bagaimana saat2 awal alara kalama dan ramaputta melatih jhana2, referensi itu tidak disebutkan. Yg dijelaskan hanya kondisi saat dia sudah mahir sehingga sesuai keinginannya ia dapat berada dalam jhana yg diinginkan tapi bukan berarti tidak melewati tiap "connecting door demi connecting door"

Itu kalau anda membacanya dengan menggunakan perspektif Ajahn Brahm. Yang jelas, dalam sutta tersebut sama sekali tidak dikatakan tentang Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta mencapai jhana atau tidak. Malahan kedua landasan tersebut (kekosongan dan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi) adalah Dhamma yang diajarkan oleh keduanya secara terpisah, bukan merupakan kelanjutan dalam satu rangkaian. Dalam hal ini, terkesan sebagai satu rangkaian karena Bodhisatta Gotama pertama-tama belajar dari Alara Kalama terlebih dahulu, baru kemudian Beliau belajar dengan Uddaka Ramaputta. Meski demikian, sebenarnya tidak ada jaminan bahwa kedua landasan tersebut adalah satu rangakaian pencapaian yang berkelanjutan.

Bahkan ketika merenungkan siapa orang yang pertama kali akan diajarkan Buddhadharma, Sang Buddha teringat pada Alara Kalama terlebih dahulu ketimbang Uddaka Ramaputta. Asumsinya, jika Alara Kalama yang diingat terlebih dahulu, seharusnya Landasan Kekosongan-nya Alara Kalama dianggap lebih mendekati Nirvana sempurna dibandingkan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi-nya Uddaka Ramaputta. Dengan demikian jika berusaha mengurutkan tingkat pencapaiannya (dengan asumsi konsep jhana 5-8 itu diterima), seharusnya yang disebut sebagai jhana 7 adalah Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi, sedangkan jhana 8 adalah Landasan kekosongan. Namun Sang Buddha dalam khotbah-Nya yang lain selalu menyebutkan Landasan kekosongan terlebih dahulu, baru menyebutkan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi. Hal ini menyebabkan saya menyimpulkan bahwa cara Sang Buddha mengurutan pencapaian-pencapaian sebagaimana dalam Sammana Phala Sutta (Jhana 1-4 kemudian 4 landasan) didasarkan semata-mata oleh perjalanan pengalaman pribadinya, bukan didasarkan pada suatu keharusan baku. Oleh karena itu, Landasan Kekosongan disebut lebih dahulu ketimbang Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi, dikarenakan Sang Buddha terlebih dahulu mencapai Landasan Kekosongan, bukan dikarenakan pencapaian dalam Landasan Kekosongan lebih rendah dibandingkan dengan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi. Maka menurut saya kurang tepat dikatakan Landasan Kekosongan adalah Jhana 7, sedangkan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi adalah Jhana 8. Masalahnya adalah apakah memang ada yang namanya jhana 5-8? Apakah urutan demikian memang sesuai dalam sutta dan sutra? Setahu saya dalam sutta yang pernah kubaca yang diurutkan dalam suatu tingkatan baku hanyalah jhana 1-4. Sedangkan Sang Buddha sendiri selalu menyebut Landasan Kekosongan dan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi sebagai empat landasan yang tidak diberi tingkatan pasti dengan label “jhana 5-8”. Kecuali, teman-teman di sini memiliki sumber sutta/sutra yang menyebutkan hal ini secara pasti dengan mengatakan keempat landasan adalah jhana 5-8, sehingga dengan demikian semua asumsi saya memang salah.

perhatikan yg dibold " bahwa dia telah masuk" artinya sebelumnya dimana, ?, dalam hal ini masuk jhana 7...jika Anda katakan bukan jhana lalu apa?(coba liat prosesnya makanya coba dipraktekan   ;D) Nah alara kalama berpikir bahwa jhana 7 ini adalah akhir dari segalanya/nibbana.

Keempat Landasan :)
Memang dalam sutta sempat disebutkan oleh Y.A. Sariputta (dalam Digha Nikaya Sangiti Sutta kalau nggak salah) bahwa keempat landasan adalah arupa jhana. Namun selama ini belum ada sumber sutta yang kubaca mengatakan bahwa keempat landasan ini adalah jhana 5-8. Bahkan Sang Buddha sendiri mengelompokkannya secara konsisten sebagai “empat landasan” daripada menyebutnya sebagai jhana 1-4 yang keduanya seringkali dikelompokkan secara terpisah, bukan sebagai satu kesatuan kelompok.

Mungkin anda sampai di sini berpikir, kalau gitu kata “arupa jhana” mengandung arti bahwa keempat landasan itu adalah jhana juga bukan? Seperti jhana 1-4?

Menurut saya, justru sebutan “arupa” (tanpa-wujud) justru meletakkan keempat landasan secara beroposisi/berhadapan dengan jhana 1-4 yang biasanya disebut sebagai “rupa”-jhana (berwujud), ketimbang menggambar urutan yang berkelanjutan. Kata “arupa” dan “rupa” jelas-jelas menggambarkan dua sifat yang bertentanga ketimbang berkelanjutan. Tanpa-rupa dan rupa adalah dua kondisi bertentangan, sebagaimana analogi dalam hubungan antara sifat gelap (tanpa-cahaya) dan terang (bercahaya). Kondisi arupa pada keempat landasan justru menggambarkan keadaan yang berada di luar rupa pada jhana1-4, sehingga menurut pendapat saya sulit menerima asumsi keempat landasan hanyalah sekadar landasan kelanjutan kumulatif dari jhana 1-4.

Asumsi kelanjutan kumulatif, mungkin benar jika diterapkan pada pencapaian jhana 1-4. Namun pada arupa jhana atau empat landasan, menurut saya tidak ada kesan pencapaian yang sifatnya kumulatif. Dalam hal ini kata “arupa” sendiri menggambarkan kondisi yang berada di luar wujud apapun, sehingga sulit memberikan suatu asumsi kumulatif dalam tingkatan-tingkatan yang tidak lagi mengenal wujud.

Lagi pula, setiap menyebutkan tingkatan pencapaian-pencapaian, Sang Buddha selalu menggunakan rumusan seperti “masuk ke A, dia keluar dari pencapaian A lantas masuk ke pencapaian B, keluar dari pencapaian B, masuk ke pencapaian C, dst.” Jadi dalam pencapaian apapun, Beliau selalu menekankan tentang “keluar dan masuk” yang dalam hal ini setiap pencapaian bukanlah tempat berdiam. Intinya adalah bahwa seseorang tidak boleh melekat pada pencapaian apapun, karena bagaimanapun ia  harus melepaskannya untuk mengalami pencapaian yang lain dan kemudian melepaskannya. Inti dari dari nibbana/nirvana adalah ketika seseorang bebas sepenuhnya dari semua tingkat pencapaian dan bebas masuk dan keluar kapanpun ia mau (terbebaskan dari dua arah) serta tidak melekat pada hasil dari pencapaian manapun (tentang Terbebaskan dari daua-arah baca Mahanidana Sutta, yang terakhir ini adalah tambahan kesimpulanku).

Meski demikian, sekali lagi ini semuanya cuma asumsi loh :) Tentu saja pendapat saya pribadi ini yang masih awam tidaklah sebanding dengan para guru-guru yang tercerahkan. Dalam konteks ini, saya hanya membuka kemungkinan penafsiran lain, bukan membantah pandangan yang sudah ada.


Tahukah Anda bagaimana melihat paticasamupadda?

Banyak yg hal kontroversi mengatakan tidak perlu jhana dsb untuk melihat ini, hanya dengan perenungan biasa. Mari kita kaji lebih lanjut

Paticasamupada terdiri dari 12 nidana disana dijelaskan rangkaian avijja(sebagai kilesa) sebagai sebab tumimbal lahir dan tumimbal lahir ini menyangkut nama dan rupa. Dan kilesa itu "ada" pada batin, dan tubuh adalah salah satu wujud efeknya dikatakan sebagai manusia dia terlahir. Nah apakah melihat rangkaian dalam jasmani khususnya organ dalam bisa dengan mata kasar? kecuali di operasi lalu dipelajari ^-^
Kedua melihat kilesa yg laten tadi yg bernama avija tadi yg "berada" pada batin bisa dicabut dengan perenungan biasa? tentu tidak sobat karena untuk mendapatkan pengetahuan menghancurkan kilesa ini seseorang harus bisa melihat proses daripada Nama tadi artinya anda harus bisa melihat mana citta, cetasika,vedana, sanna dan sankhara dsb..Ini juga ada kaitannya juga dengan proses tummbal lahir yg akan memunculkan nyana2 sehingga muncul pengertian dan kejenuhan terhadap kehidupan.dst

Bagaimana dengan direct vipasanna. Seperti yg pernah dikatakan Mahasi Sayadaw dalam point tertentu konsentrasi khanika samadhi bisa setara dengan kekuatan jhana hanya dipergunakan pada objek yg berbeda. Dan patut diingat dalam jhana orang tidak bisa bervipasana.

Kenapa dikatakan jhana 7 dan 8 kilesanya dikit, sebenarnya tidak demikian adanya. Tetapi lebih karena kekuatan konsentrasi yg dipakai nantinya untuk vipasana. Sehingga kalau jhana 4 memakai kaca pembesar, maka jhana 7 dan 8 memakai teleskop.

Smoga bermanfaat penejelasan ini _/\_


Terimakasih penjelasannya. Memang yang demikian ini yang saya dengar dari Pa Aauk Sayadaw langsung maupun saya baca dari bukunya Ajahn Brahm.Pendapat ini juga sejalan dengan Visuddhimagga yang kukagumi kecanggihannya dan membawa manfaat tak terkira bagi yang ingin mempelajari Buddhadharma. Seperti yang saya katakan, saya sangat menghargai pendapat demikian, sebagaimana saya sangat menghormati beliau-beliau ini. Meskipun demikian, saya selalu bersikap terbuka pada kemungkinan adanya jalan lain, di mana jhana 1-4 bukanlah keharusan tujuan langsung namun akan dicapai secara otomatis jika seseorang mengalihkan tujuannya pada arah lain. Sekali lagi, saya tidak bermaksud membantah pandangan beliau-beliau ini ataupun berniat menjatuhkan pandangan mereka yang didapatkan pengalaman meditasinya jauh-jauh-jauh-jauh-jauh..... nun di atas saya. Lagipula apalah artinya pandangan dari seorang awam seperti saya :)


Saya ingin bertanya ketika seseorang mengatakan lobha adalah bukan kilesa tetapi faktanya itu adalah kilesa. Sama halnya jika mengatakan bahwa si A memukul orang itu kenyataanya orang itu tidak memukul tetapi berjabat tangan apakah hal itu dapat dibedakan pengertiannya?

Saya tidak melihat bahwa kilesa dapat dilihat dari penampilan perilaku luar. Dalam Mahayana, beda antara yang tercerahkan dan tidak tercerahkan bukan dilihat dari sisi penampilan luarnya, namun hanya apakah mereka melekat atau tidak pada perilaku tertentu. Hal ini hanya bisa diketahui oleh mereka yang sama-sama tercerahkan.

Dalam ilmu psikologi yang kupelajari, isi batin manusia bisa terlihat langsung dari perilaku tampaknya. Namun hal ini konsisten hanya jika seseorang masing terikat secara ego pada perilakunya, sehingga perilakunya langsung secara sadar ataupun tak-sadar menggambar siapa dirinya. Namun saya tidak bisa menerima bahwa cara analisa demikian berlaku untuk mereka yang telah tercerahkan, karena mereka tidak lagi melekat pada tindakannya.

Lagipula apa jaminannya, dari perilaku tampak, kilesa seseorang bisa langsung terlihat? Apakah dengan demikian orang yang anda amati dalam jangka waktu tertentu dan di tempat tertentu ketika belum ada sifat kilesa yang tampak anda bisa menyimpulkan orang tersebut bebas dari kilesa? Apa jaminannya ia hanya pandai berakting di depan umum hingga tidak terlihat adanya kilesa sesuai dengan kriteria perilaku yang ada? Mungkin hanya pengamatan 24 jam dalam 7 hari tanpa henti sepanjang masa hidup orang tersebut yang akhirnya bisa membuat orang yakin bahwa seseorang tidak lagi memiliki kilesa :)) Dan itupun tidak menunjukkan apa-apa, karena perilaku tampak bukanlah jaminan bahwa seseorang memang bebas dari kilesa.

Bahkan dalam kasus Bahiya (dalam Bahiya Sutta Udana) yang dikatakan memiliki parami yang bagus, ternyata bisa salah menilai bahwa dirinya sendiri telah bebas dari kilesa. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang paraminya baik dalam menilai kilesanya saja masih bisa salah paham, bagaimana dengan orang yang menilai kilesa orang lain (siapapun orang itu) hanya berdasarkan penampakan luar?

Dalam kasus Bodhidharma, saya samasekali tidak melihat adanya kilesa dalam khotbahnya. Apalagi kata-kaa yang Anda maksud sebagai cerminan kilesa sama sekali tidak bertentangan dengan sutra-sutra Mahayana.

Bisa Anda tunjukan tulisan saya bahwa bodhidharma ada kilesa?, saya hanya membuat perumpamaan bahkan ada kata "jika itu benar bodhdharma tanpa kilesa (versi mahayana)....."(lalu siapa yg menanggap benar? ^-^) oleh karena itu  saya ragu itu adalah khotbah bodhidharma artinya masih 50-50 . Tetapi dari tulisan itu jelas cerminan yg masih ada kilesa tetapi Anda sendiri yg menanggap itu khotbah Boddhidarma dikatakan bodhidharma Sehingga Anda berpikir saya mengatakan dia pasti ada kilesa yg tercermin dalam khotbahnya, padahal itu pikiran Anda yg bergerak toh... Saya telah jelaskan sebelumnya saya menghormati Boddhidharma. Anda tahu mengkritisi pandangan? karena saya ragu maka saya tidak tau benar pandangan siapa entah bodhidharma atau orang lainnya. Jadi ini adalah asumsi Anda sendiri bukan? :) Coba baca lagi tulisan saya dari awal, terus terang saya malas copas ulang tulisan saya.

Syukur kalau anda tidak menilai demikian :) Sampai saat ini saya pribadi belum melihat adanya alasan untuk meragukan bahwa khotbah tersebut bukan berasal dari Bodhidharma, jika hanya dari asumsi anda bahwa salinan khotbah tersebut mengandung kilesa. Justru itu saya tidak setuju bahwa dari segi isi kata-kata di dalamnya mengandung kilesa, sehingga tidak ada bagi saya untuk meragukan tulisan tersebut adalah khotbah Bodhidharma.

Sebaliknya, saya menilai apa yang anda sebut sebagai kilesa atau tidak, sangat bias dengan pendekatan Theravadin. Keraguan anda bahwa kata-kata dalam tulisan tersebut semata-mata adanya keyakinan bahwa dalam diri anda bahwa “Theravada dan guru saya tidak berpandangan demikian.” Kemudian mungkin anda merasa tidak suka dengan sebagian kata-kata yang bertentangan dengan keyakinan tersebut dan kemudian memutuskan untuk menilainya sebagai kata-kata yang masih mengandung kilesa. Nah, dalam hal ini sebenarnya siapa yang dipenuhi oleh kilesa  ^-^ 

Nah Luangta Mahaboowa ada penjelasannya kan kenapa dan mengapa, Anda sendiri telah menunjukannya.. apakah tulisan mengenai khotbah Bodhidharma ada penjelasan mengenai arahat membayangkan?, paling tidak praktisinya langsung toh... ;D

Kasus Ajahn Mahaboowa justru menunjukkan bahwa jangan menunjuk seseorang masih memiliki kilesa atau tidak hanya berdasarkan kata-kata atau perbuatan tampak belaka :) Perbuatan bisa sama, tapi kondisi batinnya bisa berbeda. Yang tercerahkan tidak melekat, yang awam masih melekat. Itulah inti perbedaannya, bukan penampilan luar belaka.

Telah saya jelaskan berulang2 perbandingannya dan pertimbangannya beserta contohnya. Kalau belum mengerti smoga suatu saat Anda mengerti, mungkin karena keterbatasan saya dalam menjelaskan ke Anda. Mungkin teman2 yg mengerti maksud saya dan mahir dalam menjelaskan dapat membantu menjelaskan maksud saya tadi. cluenya pernyataan dan fakta beda...itu saja.

Salam metta _/\_


Terimakasih atas perhatian yang baik dan bersahabat. Semoga anda terhindar dari marabahaya, terhindar dari penderitaan batin, terhindar dari penderitaan fisik, serta bahagia dan sejahtera selalu. Salam Metta.

salam persaudaraan Mahayana dan Theravada Smiley
Salam persaudaraan :)
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1615 on: 09 June 2009, 09:27:38 PM »

Jadi "Buddho" juga adalah metode untuk memasuki keheningna, dari keheningan seseorang akan memasuki Jhana.

Cermati kalimat ini apakah ada peralihan subjek meditasi disana sebelum masuk jhana?

Mungkin aja. Tapi yang pasti kan Buddho ternyata bis amembawa seseorang pada keheningan. So, demikian juga nienfo.

Bisa dijelaskan bro sobat mengenai teknik diluar vipasanna klasik? setau saya dari penjelasan mereka sama saja.
Kata ini hanya kugunakan sekadar untuk mengatakan bahwa teknik "Buddho" bisa dipraktikkan secara tersendiri sebagai samatha atau mungkin juga vipassana, berbeda dengan yang ada di sutta. Apa yang saya sebut sebagai "klasik" adalah metode yang diajarkan sendiri oleh Sang Buddha. Jadi di luar "klasik" berarti ada modifikasi seperti dalam melafalkan Buddho ini.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1616 on: 09 June 2009, 09:31:18 PM »
Urun pendapat dikit, sejarah buddhism yg berakar ribuan tahun, dlm prakteknya pasti ada yang mencoba utk mengasimilasikan atau mengintegrasikan cara 'ini' dari T dgn cara 'itu' dr M, dsb. Entah itu dari Ajahn Thate, Ajahn ini, Ajahn itu, singkatnya, guru2 tertentu yg memiliki caranya sendiri. Tapi bukan mewakili keseluruhan aliran.

Lantas siapa yang berhak mewakili seluruh aliran atau tradisi? Soal yang demikian bisa jadi ribut deh :)

Dan pendapat saya, kata2 itu memang tidak masalah, jika dipraktekkan dg penuh keyakinan, tdk mustahil utk mencapai ketenangan meski yg dijapa bukan 'Buddho' melainkan 'a-b-c'.

Demikian juga jika yang dilafalkan adalah "namoamituofo" atau "na mo a mi ta bha". Yang ini termasuk nggak? ^-^
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1617 on: 09 June 2009, 09:32:17 PM »
OOT: Kemarin minggu g sempat ngobrol sama sama kawan kawan mahayanis. Kita perlu adanya penerjemah, penulis teori mahayana. Selama ini penulis mahayana di dunia maya tuh masih sedikit, ngak banyak yang menguasai teori mahayana masih dihitung sama jari. So jadi kemarin g sempat mengungkap ide dan kemungkinan akan berlanjut. Bagaimana perlunya penerjermah sutra mahayana, abidharma mahayana, Dharani dan tata cara sembayang aliran mahayana . Selama ini penulis  mahayana tuh single figter kali kita coba bareng bareng ngerjainnya. Semofa rapat kecil ini saya bisa menjadi besar lama kelamaan dengan simpatisan.

Bukan menyingung Teravada, pada dasarnya teori Teravada sudah banyak penulis. Sementara Mahayana masih tidak sebanyak Tera. karena itu perlu adanya konlidasinya. Semoga kedepannya itu berhasil. Mohon dukungan dari kawan kawan mahayana saling membantu. Projek  kita kecil. Kemarin masih rapat kecil saja

menyambut baik hal ini. siap dikontak jika memang dibutuhkan :))
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1618 on: 09 June 2009, 09:33:33 PM »
Mulai dari yang ambil sutra asal2an di perbaiki, yang bajakan coba di berikan pengertian kepada umat ;D

lebih masalah lagi kalau sutra diberi copyright bro. nanti dikira neolib loh :))
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1619 on: 09 June 2009, 10:39:23 PM »
Benter...
Metode Buddho = Vipasanna ?
Metode Buddho = Samatha ?

Saya kira metode buddho tidak ada hubungannya dengan vipasanna maupun samatha.

Namun, mungkin juga gw yg salah...
Berhubung gw udah terlalu lama absen dari meditasi,
Ada yg bisa bantu ingetin apa yang ada dalam pikiran ketika Vipasanna ?
dan apa yang ada dalam pikiran ketika Samatha ?

 

anything