//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663589 times)

0 Members and 4 Guests are viewing this topic.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1515 on: 04 June 2009, 11:36:31 PM »
INDRA:

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

TAN:

Benar. Saya merasa seolah-olah begitu. Mohon maaf, kalau perasaan saya ini salah. Mengapa saya berperasaan demikian? Karena pada diskusi di milis ini (atau setidaknya pada thread ini) saya melihat rekan-rekan non Mahayana berupaya membuktikan bahwa Mahayana itu "salah" (umpamanya mereka menunjukkan "kejanggalan" tentang Sukhavati dan doktrin-doktrin Mahayana lainnya). Nah, kalau sudah mau membuktikan bahwa Mahayana itu "salah." Apa lagi kalau bukan upaya "pengalihan keyakinan" walau dengan cara halus?
Itu sama saja dengan agama lain yang berupaya "mengalihkan-keyakinan" orang Buddhis dengan membuktikan bahwa agama Buddha itu "salah" dan keyakinan mereka yang benar.
Bagi saya kalau ingin berdiskusi lintas sekte, cukup sebatas saling memahami. Bahwa Mahayana dan non Mahayana itu memang beda. Tidak perlu dicari mana yang lebih "benar" atau lebih "salah." Cukup mengerti saja: "O Mahayana ini begitu.. Non Mahayana ini begitu." Seperti yang ada di buku David. J. Kalupahana dan Hans Wolfgang Schumann. Semuanya dapat memberikan pandangan mengenai Mahayana dan non Mahayana dari sudut pandang yang netral.
Nah, semoga saja perasaan saya akan adanya usaha "pengalihan-keyakinan" itu salah.

Amiduofo,

Tan

Saya terpaksa menelusuri kembali thread ini dari page 1, dan saya tidak menemukan indikasi sehubungan tuduhan anda. anda bergabung dalam thread ini setelah diskusi berjalan hingga page 26, apakah ada member yg mempengaruhi/mengajak anda untuk masuk ke thread ini? kalau anda masuk secara sukarela, anda tentu mengerti bahwa itu bukanlah usah mengconvert anda.

Forum ini tidak mengijinkan adanya usaha2 pengkonversian keyakinan siapapun. beberapa usaha untuk melakukan hal ini oleh orang2 non-buddhist telah kami tindak tegas.

Meskipun anda sudah minta maaf, tapi kerusakan telah terjadi, jadi saya terpaksa memberikan peringatan (SP1) terhadap anda sehubungan dengan tuduhan tidak berdasar ini, agar di masa mendatang anda bisa lebih berhati2.

_/\_


Saya rasa Kaum Theravadin tidak berkepentingan untuk mengkonversi rekan-rekan Mahayanis di sini.

Yang menjadi dasar mengapa thread ini dibuat, karena thread ini bisa dijadikan sebagai ajang kritisasi studi banding Mahayana dan Theravada. Jika Bro Tan hanya ingin menjelaskan konsep, lalu mengharapkan Kaum Theravadin di sini mengucapkan "oh begitu, ya sudah", itu tidak lebih dari sebuah tanya-jawab formal. Kalau ingin berdiskusi dalam metode seperti itu, lebih baik adakan saja tanya-jawab di thread Tanya - Jawab untuk Pemula. Dan itu adalah hal yang sangat klise.

Komentar, pertanyaan maupun pernyataan dari Kaum Theravadin di sini sebaiknya jangan ditanggapi sebagai serangan fundamentalis pada doktrin-doktrin Mahayana. Anggap saja jika ini sebagai sesi pembuktian seberapa valid-kah konsep di Mahayana. Hal ini wajar saja, karena kami Umat Theravadin pun melakukan hal yang sama dalam mengktitisasi konsep di Theravada. Namun bedanya, kami mengkritisinya sendiri; sedangkan kritisasi terhadap Mahayana dilakukan dalam diskusi terbuka.

Namun satu hal yang saya harapkan, diskusi ini sebaiknya bukan berdasarkan atas pembenaran konsep. Seringkali saya lihat bahwa ada usaha untuk membenarkan suatu konsep ketika terpojok. Nah, hal seperti inilah yang seharusnya tidak dipegang dalam berdiskusi.

Diskusi ini kondusif, apabila semua pihak tidak bersikap deffensive.

Offline Nagaratana

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 40
  • Reputasi: 1
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1516 on: 05 June 2009, 12:02:56 AM »
Dalam Sutra YeBaoChaBieJing (Sutra tentang berbagai jenis karma) menyebutkan bahwa terdapat sepuluh manfaat dari melafal nama Buddha dengan suara lantang:
1. Mengatasi rasa kantuk
2. Membuat takut Mara.
3. Suara berdentang ke sepuluh penjuru
4. Penderitaan di 3 alam buruk menjadi jeda
5. Suara lain tidak dapat masuk (menjadi tidak terganggu)
6. Pikiran menjadi tidak berkeliaran
7. Semangat dan tekun
8. Para Buddha "bergembira"
9. Mencapai kedaan Samadhi
10. Terlahir di Tanah murni.


saya sekalian mau tanya yang nomor 8 itu..
apa benar? jadi buddha yang parinibbana masih memiliki indra pendengar?

-------------

kalau begitu minta om Tan saja...

Mendengar itu merupakan aktifitas. Mendengar itu adalah wujud dari maitri-karuna.
Jadi memang setelah Parinirvana, Para Buddha masih bisa mendengar.
Oleh karena itu Para Buddha bisa mendengarkan nianfo dari pengikut-Nya.
Oleh karena itu pula kebahagiaan Para Buddha di Nirvana akan semakin bertambah setelah mendengarkan nianfo (melafal Buddha) dari para pengikut-Nya.

Apakah Sdr. Marcedes setuju?!

Begitu bukan? Atau bukankah begitu?

Offline Nagaratana

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 40
  • Reputasi: 1
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1517 on: 05 June 2009, 12:05:12 AM »
INDRA:

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

TAN:

Benar. Saya merasa seolah-olah begitu. Mohon maaf, kalau perasaan saya ini salah. Mengapa saya berperasaan demikian? Karena pada diskusi di milis ini (atau setidaknya pada thread ini) saya melihat rekan-rekan non Mahayana berupaya membuktikan bahwa Mahayana itu "salah" (umpamanya mereka menunjukkan "kejanggalan" tentang Sukhavati dan doktrin-doktrin Mahayana lainnya). Nah, kalau sudah mau membuktikan bahwa Mahayana itu "salah." Apa lagi kalau bukan upaya "pengalihan keyakinan" walau dengan cara halus?
Itu sama saja dengan agama lain yang berupaya "mengalihkan-keyakinan" orang Buddhis dengan membuktikan bahwa agama Buddha itu "salah" dan keyakinan mereka yang benar.
Bagi saya kalau ingin berdiskusi lintas sekte, cukup sebatas saling memahami. Bahwa Mahayana dan non Mahayana itu memang beda. Tidak perlu dicari mana yang lebih "benar" atau lebih "salah." Cukup mengerti saja: "O Mahayana ini begitu.. Non Mahayana ini begitu." Seperti yang ada di buku David. J. Kalupahana dan Hans Wolfgang Schumann. Semuanya dapat memberikan pandangan mengenai Mahayana dan non Mahayana dari sudut pandang yang netral.
Nah, semoga saja perasaan saya akan adanya usaha "pengalihan-keyakinan" itu salah.

Amiduofo,

Tan

Saya terpaksa menelusuri kembali thread ini dari page 1, dan saya tidak menemukan indikasi sehubungan tuduhan anda. anda bergabung dalam thread ini setelah diskusi berjalan hingga page 26, apakah ada member yg mempengaruhi/mengajak anda untuk masuk ke thread ini? kalau anda masuk secara sukarela, anda tentu mengerti bahwa itu bukanlah usah mengconvert anda.

Forum ini tidak mengijinkan adanya usaha2 pengkonversian keyakinan siapapun. beberapa usaha untuk melakukan hal ini oleh orang2 non-buddhist telah kami tindak tegas.

Meskipun anda sudah minta maaf, tapi kerusakan telah terjadi, jadi saya terpaksa memberikan peringatan (SP1) terhadap anda sehubungan dengan tuduhan tidak berdasar ini, agar di masa mendatang anda bisa lebih berhati2.

_/\_


Saya rasa Kaum Theravadin tidak berkepentingan untuk mengkonversi rekan-rekan Mahayanis di sini.

Yang menjadi dasar mengapa thread ini dibuat, karena thread ini bisa dijadikan sebagai ajang kritisasi studi banding Mahayana dan Theravada. Jika Bro Tan hanya ingin menjelaskan konsep, lalu mengharapkan Kaum Theravadin di sini mengucapkan "oh begitu, ya sudah", itu tidak lebih dari sebuah tanya-jawab formal. Kalau ingin berdiskusi dalam metode seperti itu, lebih baik adakan saja tanya-jawab di thread Tanya - Jawab untuk Pemula. Dan itu adalah hal yang sangat klise.

Komentar, pertanyaan maupun pernyataan dari Kaum Theravadin di sini sebaiknya jangan ditanggapi sebagai serangan fundamentalis pada doktrin-doktrin Mahayana. Anggap saja jika ini sebagai sesi pembuktian seberapa valid-kah konsep di Mahayana. Hal ini wajar saja, karena kami Umat Theravadin pun melakukan hal yang sama dalam mengktitisasi konsep di Theravada. Namun bedanya, kami mengkritisinya sendiri; sedangkan kritisasi terhadap Mahayana dilakukan dalam diskusi terbuka.

Namun satu hal yang saya harapkan, diskusi ini sebaiknya bukan berdasarkan atas pembenaran konsep. Seringkali saya lihat bahwa ada usaha untuk membenarkan suatu konsep ketika terpojok. Nah, hal seperti inilah yang seharusnya tidak dipegang dalam berdiskusi.

Diskusi ini kondusif, apabila semua pihak tidak bersikap deffensive.

Saya secara PRIBADI menyatakan tidak ada keinginan untuk mengkonversi pandangan orang lain. Jangan sampai ada prasangka buruk, apalagi pada semua pihak non Mahayanis.

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1518 on: 05 June 2009, 01:16:13 AM »
 [at] bro Marcedes,
Tentang kisah devadatta di sutra teratai, kapan2 dilanjut deh...pdhal udah jelasin bla..bla..tau2 klik..eh ilang semua wkwkwkw

 

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1519 on: 05 June 2009, 01:21:22 AM »
udeh, yg basa basi diabaikan aja, diskusi yg elegan dan atas dasar berbagi wawasan aja.
awalnya memang males kalo diskusinya sperti putar2, tapi gw demen deh kalo pertanyaan yg objektif, tidak pake atribut emosi, sindiran, dll.,. yg kayak gitu bikin batin suka melenceng ke arah kusala citta. cape soalnya butuh usaha utk balik ke sikap netral lagi..hehe

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1520 on: 05 June 2009, 06:00:56 AM »
Quote
Jadi maksudnya ada revisi baru Buddhisme yang mewacanakan tahapan Pencerahan dari Para Lama?
Nampaknya semakin kontradiksi dengan versi Sang Buddha.

Begitu bukan? Atau bukankah begitu?

Belum apa2 sudah negative thinking dan salah tangkep.... Cape dee....

Justru seseorang menulis Lamrim dengan tujuan meneruskan ajaran Sang Buddha Sakyamuni dan semuanya didasarkan atas sabda-sabda Sang Buddha sendiri. Maka dari itu kita temui banyak kutipan sabda Sang Buddha Sakyamuni dalam teks-teks Lamrim.

Visuddhimagga pun adalah karya Buddhagosa dan bukan sabda langsung dari Sang Buddha. Apa anda berniat mengklaim kalau ada revisi baru Buddhisme dalam Visuddhimagga?

Ini sungguh konyol.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1521 on: 05 June 2009, 06:15:48 AM »
Quote
Yang menjadi dasar mengapa thread ini dibuat, karena thread ini bisa dijadikan sebagai ajang kritisasi studi banding Mahayana dan Theravada. Jika Bro Tan hanya ingin menjelaskan konsep, lalu mengharapkan Kaum Theravadin di sini mengucapkan "oh begitu, ya sudah", itu tidak lebih dari sebuah tanya-jawab formal. Kalau ingin berdiskusi dalam metode seperti itu, lebih baik adakan saja tanya-jawab di thread Tanya - Jawab untuk Pemula. Dan itu adalah hal yang sangat klise.

Komentar, pertanyaan maupun pernyataan dari Kaum Theravadin di sini sebaiknya jangan ditanggapi sebagai serangan fundamentalis pada doktrin-doktrin Mahayana. Anggap saja jika ini sebagai sesi pembuktian seberapa valid-kah konsep di Mahayana. Hal ini wajar saja, karena kami Umat Theravadin pun melakukan hal yang sama dalam mengktitisasi konsep di Theravada. Namun bedanya, kami mengkritisinya sendiri; sedangkan kritisasi terhadap Mahayana dilakukan dalam diskusi terbuka.

Namun satu hal yang saya harapkan, diskusi ini sebaiknya bukan berdasarkan atas pembenaran konsep. Seringkali saya lihat bahwa ada usaha untuk membenarkan suatu konsep ketika terpojok. Nah, hal seperti inilah yang seharusnya tidak dipegang dalam berdiskusi.

Bro upasaka,

Bila memang terwujud seperti yang anda ucapkan, maka tentu hal itu adalah sangat baik.

Namun bila anda melihat postingan di sini, justru ada beberapa pertanyaan yang diulang2 terus padahal dulu sudah dijawab [dan nggak ada respon dari si pihak Theravadin!). Belakangan malah topik yang sama diungkit2 lagi. Cape dee... udah susah2 dijelasin malah dilupakan!

Kalau memang ada niat belajar / membandingkan Dharma dengan benar, tentu tidak dengan segitu mudahnya dilupakan.

Pun juga ada berbagai postingan sindiran yang tidak pantas.

Walaupun mungkin bro Tan melakukan kekeliruan, maka itupun juga wajar karena kalau anda melihat beberapa pihak Theravadin (tidak semua lo!) yang ikut berdebat pun sering mengeluarkan kata2 yang provokatif, sindiran2.

Dan saya lihat tidak semua rekan2 Theravada di sini dapat berdiskusi dengan baik dan objektif. Kritikan dari seseorang yang benar2 mengkritisi dan dari orang yang menyindir Mahayana akan sangat jelas terlihat bedanya.

Pembenaran suatu konsep pun juga ada di kalangan Theravadin yang berdebat di sini. Jadi tidak semua kekeliruan ada pada pihak Mahayanis. Bahkan kalau boleh saya katakan, banyak juga yang sudah "terikat" dengan aliran tertentu, jadi dalam berdiskusi, sadar atau tidak sadar, membenarkan konsepnya.

Masalah konversi keyakinan saya kurang setuju terhadap bro. Tan. Saya rasa rekan2 di sini tidak sampe segitunya. Namun jujur saya merasakan adanya usaha untuk menyangkal ajaran Mahayana dan menentangnya sebagai ajaran asli Sang Buddha! Tapi ini cuma "roso" lo... haha.... Boleh anda terima boleh tidak.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1522 on: 05 June 2009, 06:48:54 AM »
 :-t :-t #:-S #:-S ~X( ~X( ~X( ~X( [-o< [-o< [-o< [-o<

ternyata ajaran Buddha itu begitu rumit melihat diskusi ini membuat aye pusing kakakakakak
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1523 on: 05 June 2009, 08:07:41 AM »
Dalam Sutra YeBaoChaBieJing (Sutra tentang berbagai jenis karma) menyebutkan bahwa terdapat sepuluh manfaat dari melafal nama Buddha dengan suara lantang:
1. Mengatasi rasa kantuk
2. Membuat takut Mara.
3. Suara berdentang ke sepuluh penjuru
4. Penderitaan di 3 alam buruk menjadi jeda
5. Suara lain tidak dapat masuk (menjadi tidak terganggu)
6. Pikiran menjadi tidak berkeliaran
7. Semangat dan tekun
8. Para Buddha "bergembira"
9. Mencapai kedaan Samadhi
10. Terlahir di Tanah murni.


saya sekalian mau tanya yang nomor 8 itu..
apa benar? jadi buddha yang parinibbana masih memiliki indra pendengar?

-------------

kalau begitu minta om Tan saja...

Mendengar itu merupakan aktifitas. Mendengar itu adalah wujud dari maitri-karuna.
Jadi memang setelah Parinirvana, Para Buddha masih bisa mendengar.
Oleh karena itu Para Buddha bisa mendengarkan nianfo dari pengikut-Nya.
Oleh karena itu pula kebahagiaan Para Buddha di Nirvana akan semakin bertambah setelah mendengarkan nianfo (melafal Buddha) dari para pengikut-Nya.

Apakah Sdr. Marcedes setuju?!

Begitu bukan? Atau bukankah begitu?
Saudara Tan yg bijak,
bilang kalau mendengar yang dimaksud adalah mendengar yang arti nya sudah diluar logika dan akal sehat dia dan saya....
jadi mau bahas apa?
paling ia-ia-ia saja dulu....

kalau tidak salah ada motto dari jepang sy lupa bahasa aslinya tetapi artinya "simpan saja dan tunggu"
kadang suatu masalah kita tidak menemukan jawabannya,dan tidak perlu melabeli benar atau salah, cukup di simpan,
akan tetapi dengan menunggu se-iring waktu bisa saja ada jawabannya.^^


Quote
Saya rasa Kaum Theravadin tidak berkepentingan untuk mengkonversi rekan-rekan Mahayanis di sini.

Yang menjadi dasar mengapa thread ini dibuat, karena thread ini bisa dijadikan sebagai ajang kritisasi studi banding Mahayana dan Theravada. Jika Bro Tan hanya ingin menjelaskan konsep, lalu mengharapkan Kaum Theravadin di sini mengucapkan "oh begitu, ya sudah", itu tidak lebih dari sebuah tanya-jawab formal. Kalau ingin berdiskusi dalam metode seperti itu, lebih baik adakan saja tanya-jawab di thread Tanya - Jawab untuk Pemula. Dan itu adalah hal yang sangat klise.

Komentar, pertanyaan maupun pernyataan dari Kaum Theravadin di sini sebaiknya jangan ditanggapi sebagai serangan fundamentalis pada doktrin-doktrin Mahayana. Anggap saja jika ini sebagai sesi pembuktian seberapa valid-kah konsep di Mahayana. Hal ini wajar saja, karena kami Umat Theravadin pun melakukan hal yang sama dalam mengktitisasi konsep di Theravada. Namun bedanya, kami mengkritisinya sendiri; sedangkan kritisasi terhadap Mahayana dilakukan dalam diskusi terbuka.

Namun satu hal yang saya harapkan, diskusi ini sebaiknya bukan berdasarkan atas pembenaran konsep. Seringkali saya lihat bahwa ada usaha untuk membenarkan suatu konsep ketika terpojok. Nah, hal seperti inilah yang seharusnya tidak dipegang dalam berdiskusi.

Diskusi ini kondusif, apabila semua pihak tidak bersikap deffensive.
Quote
bro upasaka,

Bila memang terwujud seperti yang anda ucapkan, maka tentu hal itu adalah sangat baik.

Namun bila anda melihat postingan di sini, justru ada beberapa pertanyaan yang diulang2 terus padahal dulu sudah dijawab [dan nggak ada respon dari si pihak Theravadin!). Belakangan malah topik yang sama diungkit2 lagi. Cape dee... udah susah2 dijelasin malah dilupakan!

Kalau memang ada niat belajar / membandingkan Dharma dengan benar, tentu tidak dengan segitu mudahnya dilupakan.

Pun juga ada berbagai postingan sindiran yang tidak pantas.

Walaupun mungkin bro Tan melakukan kekeliruan, maka itupun juga wajar karena kalau anda melihat beberapa pihak Theravadin (tidak semua lo!) yang ikut berdebat pun sering mengeluarkan kata2 yang provokatif, sindiran2.

Dan saya lihat tidak semua rekan2 Theravada di sini dapat berdiskusi dengan baik dan objektif. Kritikan dari seseorang yang benar2 mengkritisi dan dari orang yang menyindir Mahayana akan sangat jelas terlihat bedanya.

Pembenaran suatu konsep pun juga ada di kalangan Theravadin yang berdebat di sini. Jadi tidak semua kekeliruan ada pada pihak Mahayanis. Bahkan kalau boleh saya katakan, banyak juga yang sudah "terikat" dengan aliran tertentu, jadi dalam berdiskusi, sadar atau tidak sadar, membenarkan konsepnya.

Masalah konversi keyakinan saya kurang setuju terhadap bro. Tan. Saya rasa rekan2 di sini tidak sampe segitunya. Namun jujur saya merasakan adanya usaha untuk menyangkal ajaran Mahayana dan menentangnya sebagai ajaran asli Sang Buddha! Tapi ini cuma "roso" lo... haha.... Boleh anda terima boleh tidak.

 Namaste
The Siddha Wanderer
Jempol deh...setuju-setuju
 _/\_


 [at] bro Marcedes,
Tentang kisah devadatta di sutra teratai, kapan2 dilanjut deh...pdhal udah jelasin bla..bla..tau2 klik..eh ilang semua wkwkwkw

sy tunggu saja...tq


metta for all of you
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1524 on: 05 June 2009, 08:18:52 AM »
:-t :-t #:-S #:-S ~X( ~X( ~X( ~X( [-o< [-o< [-o< [-o<
ternyata ajaran Buddha itu begitu rumit melihat diskusi ini membuat aye pusing kakakakakak
Quote
chingik :
udeh, yg basa basi diabaikan aja, diskusi yg elegan dan atas dasar berbagi wawasan aja.
awalnya memang males kalo diskusinya sperti putar2, tapi gw demen deh kalo pertanyaan yg objektif, tidak pake atribut emosi, sindiran, dll.,. yg kayak gitu bikin batin suka melenceng ke arah kusala citta. cape soalnya butuh usaha utk balik ke sikap netral lagi..hehe

Saya ingat sepupuh ke 3 HIU NENG itu BUTA HURUF...gak sekolah.. tapi bisa mencapai pencerahan...
sewaktu belajar sama HONG REN... dia malah disuruh tumbuk beras aja.. (bukan diajarin berdebat)...
Dia cukup mendengarkan sebait kalimat dari Diamond sutta, udah bisa tersadarkan...

Kenapa disini kita berdebat sampai begitu SENGIT.... panjang2
gw belum tercerahkan... mohon bimbingan dari petinggi Mahayana....
tentang cara Hui Neng mencapai pencerahan supaya bisa diterapkan pada saya...

terima kasih sebelumnya..


Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1525 on: 05 June 2009, 10:22:22 AM »
Maaf ini agak rancu, untuk mencapai jhana ini tidak bisa langsung lompat. Kelihatanya lompat karena kemahiranya padahal ia melewati pintu demi pintu dengan cepat. Jadi bila dikatakan langsung ini tidak sesuai dengan praktek/hal yg sebenarnya dan teori jhana. Perlu diingat kalau tidak salah Bodhidharma bertapa 13 tahun di goa menghadap dinding. Dan memiliki kesaktian (yg biasanya didasarkan jhana 4). Yg dimungkinkan bila ia melatih direct vipasana. Bukan jhana lompat.  _/\_

Munkin terdengar rancu buat yang menganut paham pencerahan secara bertingkat. Paham bahwa seseorang harus melalui dahulu jhana 1, 2, 3 dst hingga mencapai Nirvana memang tidak keliru. Demikian yang dtulis dalam Sammanaphala Sutta dan pola demikian terus diulang-ulang dalam sutta pali lainnya. Namun, urutan demikian dibabarkan semata-mata berdasarkan pengalaman pribadi Sang Buddha Gotama.  Buddha Gotama sendiri pernah bercerita tentang Buddha Vipassi yang tidak melalui urutan demikian dalam mencapai pencerahan sempurna (kalau nggak salah dalam Mahapadana Sutta). Lagipula kedua guru Bodhisatta Gotama, Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta yang mengajarkan Landasan Kekosongan dan Landasan tanpa-persepsi dan bukan tanpa-persepsi pada Beliau, tidak dikatakan melalui tahap-tahap secara urut seperti yang diajarkan Buddha Gotama. Bahkan Sang Bodhisatta Gotama mempelajari kedua landasan dari dua guru yang berbeda. Dengan demikian, anggapan harus melalui dahulu jhana 1, 2, 3 dst. sebenarnya hanyalah suatu prosedur alternatif, bukan keharusan.

Bahkan dalam Theravada sendiri, ada Mahasi Sayadaw yang berpendapat bahwa Jhana tidak harus dicapai dahulu untuk mempraktikkan Vipassana. Namun ada sebagian guru dalam Theravada seperti Paauk Sayadaw dan Ajahn Brahm yang mengatakan bahwa Jhana adalah pintu masuk ke semua pencapaian (saya pribadi menyebut pandangan ini sebagai Pan-Jhanaisme).

Pengalaman Bodhidharma justru menggambarkan bagaimana Jhana 1-4 bisa dicapai dengan mudah melalui pintu masuk lain, yaitu langsung melihat ke Bodhicitta atau Pikiran Kebuddhaan. Kalau anda bertanya bagaimana metode pastinya. Saya akan menjawab bahwa pada dasarnya Zen adalah Metode tanpa-metode. Zen adalah metode yang tidak terikat pada suatu cara atau wujud tertentu. Bentuk praktiknya bisa seperti apapun, namun yang penting adalah praktisi Zen terus mengamati pikirannya (citta). Maka dalam Zen tidak peduli apakah yang seseorang praktikkan adalah meditasi samatha bhavana, metta bavana, vipassana bhavana, nienfo, kong-an, dll, jika ia tidak mengawasi pikirannya maka ia akan menyimpang. Dalam Zen, Jhana (sebagaimana yang dimaksud dalam Jhana 1, 2, 3 dan 4 ) hanyalah efek samping dari seseorang yang menjadi sadar akan Bodhicittanya.     

Bodhisatva menunda karena ingin menjadi SammasamBuddha bukan? Jika saat itu juga dia realisasikan tentu jadi arahat tapi karena tekad untuk menjadi Buddha maka tertunda, disini artinya masih ada Bhava tanha(keinginan utk menjadi) inilah yg disebut kilesa. Saya memahami masalah nirwana pelik, tetapi mengapa Sang Buddha mengatakan siswa2 arahat telah bersih dari kilesa/nibbana?

Bukan, Bodhisattva menunda penerangan sempurnanya demi makhluk lain yang masih tersesat.

Apa sih nirvana menurut mahayana? apa juga arti nirvana mikro dan absolut? Kalau bicara Arahat bukan hanya Pacekka Buddha. Savaka Buddha, pacceka Buddha dan Sammasambuddha adalah arahat.  Kalau Sravaka Arahat baru dengar juga sih  ;D. Kalo sravaka/savaka arahat masih ada kilesa masih bisa diterima.

Nirvana dalam Mahayana sebagaimana yang saya pahami: tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata dan logika, hanya yang telah merealisasinya yang dapat memahaminya secara sepenuhnya. Setiap usaha menjelaskannya dalam bahasa hanya menghasilkan kerancuan baru. Sedangkan nirvana mikro adalah sebutan untuk pencapaian Para Bodhisattva yang tetap mempertahankan "nirvana" dalam pikirannya namun tetap bertahan dalam samsara. Nirvana mikro atau Bodhicitta hanya dapat disadari ketika seorang Boddhisattva tidak terperangkap dalam "kekosongan" stagnan yang terpisah dari "keberadaan" yang sebagaimana dimiliki oleh awam. Nirvana mikro adalah suatu penembusan yang melampaui itu, sehingga memungkinkan seorang Bodhhisattva tetap dalam dunia yang penuh kilesa namun tetap mempertahankan pencapaiannya.

Makanya supaya tidak berbelit saya tanya prakteknya jika tidak lalu untuk apa kita berlatih ?. Misalnya penjelasannya prakteknya gini lho dan ini ada dalam sutra ini. Cirinya mencapai ini adalah itu. paling tidak yg dasar2.  Atau Ada penjelasan gamblang ini lho yg dilatih Bodhidharma. Artinya jangan sampai langsung tertulis dia mencapai pencerahan tapi apa landasan latihannya/prakteknya?. Misal telah ditulis meditasi ala mahayana ada a,b,c dan d. Hanya itu saja. Bagaimana dan gimana tidak jelas. Lalu bagaimana kita bisa maju. Karena kemajuan dalam Praktek harus tau cara mengolahnya.Jadi disini sebenarnya bukan untuk membenarkan metode tertentu. Smoga dipahami pointnya, dan saya tidak ada maksud berdebat tanpa dasar. Karena minimnya pengetahuan saya ttg mahayana khususnya maka saya banyak bertanya hal yg lebih konkrit.

Saya akan jelaskan hal ini dalam sisi Zen. Sekali lagi, zen adalah metode tanpa-metode. Artinya praktik zen tidak memiliki wujud pasti. Seseorang bisa terus mempraktikkan metode yang metode yang digunakannya. Inti dari zen, seperti kata Bodhidharma hanya mengamati/mengawasi pikiran. Dalam hal ini, sebenarnya posting yang kukirim tentang khotbah Bodhidharma sudah sangat jelas membabarkan hal ini. Memang masih ada sebagian kecil terjemahan yang belum selesai kuterjemahkan, jadi sabar dulu ya :) 

Saya menilai kebiasaan dengan jabaran rinci tahap-tahap pencapaian sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa guru sebenarnya bukanlah suatu keharusan. Dalam zen, guru yang menunjuk cara memasukinya namun praktisi yang belajar dari pengalamannya. Guru saya yang mengajari saya zen, pernah berkata bahwa pencapaian setiap orang dalam menjalani zen adalah unik dan berbeda-beda. Berusaha menyeragamkan praktik setiap orang dalam zen sama sekali sia-sia. Mungkin ada yang cocok dengan melalui Jhana 1, 2, 3 dan 4 terlebih dahulu, mungkin ada yang cocok melalui vipassana lebih dahulu baru mengalami jhana, mungkin ada yang lebih cocok dengan nienfo, dll. Jadi tidak ada tolak ukur pasti bagi setiap orang. 

Tolak ukurnya cuma satu paket yang longgar: sila, samadhi dan prajna.
 
Contoh begini : Ada seorang bhikkhu melatih untuk menghilangkan kilesa.....lalu mencapai nibbana. Dan tiba2 ada orang lain bilang "membayangkan" padahal yg dilatih benar2 melihat langsung nah tentunya saya tanya koq bisa begitu? atau bisa juga si bhikhu itu bertanya koq kamu tau ?

Contoh lain : sharing saja ya. Misal Anda berlatih pada seorang guru contoh Paauk Sayadaw, lalu kita katakan sudah sampai sini ternyata belum. Lalu diberikan instruksinya yg benar dan dijelaskan mengapa demikian. Dan akhirnya mencapai tahap itu. Dan ini bisa dijelaskan. Nah makanya saya tanya...mungkin selain bro bisa juga praktisi mahayanis lainnya menjelaskan maksud Bodhidharma membayangkan dasarnya apa? Apa ada dalam sutra, apa alasannya ? dan bagaimana cara berlatih menurut sutra? dan apakah cara menurut sutra itu sesuai yg diajarkan Sang Buddha. Kalau Sutta kan jelas ada, jadi disini saya tidak memperbandingkan sutta dan sutra.

Saya rasa apa yang dilakukan Paauk Sayadaw, dalam hal ini penjabarannya berdasarkan tuntunan praktik dalam Visuddhimagga sangat bermanfaat kala seseorang membutuhkan petunjuk yang jelas dan terperinci. Master Ch'an seperti Hanshan dalam otobiografinya juga pernah menyinggung persoalan ini. Masalah dalam zen memang tiadanya tuntunan terperinci untuk mengklarifikasi pencapaian seseorang, sehigga banyak praktisi zen yang tersesat di tengah-tengah praktiknya. Bahkan banyak sekali guru zen di masanya yang akhirnya enggan mengajarkan siswa-siswanya mempraktikkan zen semata-mata khawatir jika beliau meninggal tidak ada orang yang menuntun muridnya guna mencapai pencerahan di kala-kala praktiknya sedang membutuhkan tuntunan. 

Namun, tuntunan yang demikian (sebagaimana dalam Visuddhimagga) bukannya tidak membuahkan masalah. Banyak praktisi yang jika terlalu berpegang pada tuntunan tertulis yang baku bisa jadi putus asa karena terlalu terikat dengan deskripsi yang digambarkan dalam tuntunan tersebut. Setiap kali ia memiliki pengalaman dalam meditasinya ia bertanya-tanya terus apakah ia telah mencapai sesuai yang dicantumkan dalam tuntunan atau tidak. Kondisi ini, hanya menimbulkan kegelisahan dan kecemasan baru sehingga mengganggu praktik seseorang. Belum lagi dalam diri praktisi muncul pertanyaan-pertanyaan seperti "kapan saya bisa mencapai tahap seperti yang tertulis dalam tuntunan?" atau "apa yang saya capai koq tidak ada dalam tuntunan ya?"  Dalam hal ini, peran seorang guru yang seperti Paauk Sayadaw, Ajahn Brahma, dll. yang terus menginngatkan siswa-siswanya tentang praktik sebagaimana mestinya sangat penting. Bukan tulisan atau teks yang bisa membantu, namun kehadiran guru itu sendiri dengan pengalaman dan pengetahuannya yang bisa membantu.

Selain itu perlu diingat, Visuddimagga yang diacu oleh Paauk Sayadaw dan Ajahn Brahm bukanlah satu-satunya tuntunan demikian. Saya pernah mendengar tentang Vimutthimagga (jalan Pembebasan) yang ditulis oleh Arahant Upatissa. Saya sendiri belum sempat membacanya. Nanti kalau sudah membacanya akan kita diskusikan di forum ini.

Di luar semua ini, Bodhidharma sendiri tidak mementingkan tuntunan semacam ini. Beliau justru menganjurkan seseorang untuk tidak menceritakan pencapaiannya pada orang lain. Dalam hal ini tuntunan rinci tidaklah diperlukan. Ajarannya sederhana, cukup mengamati/mengawasi pikiran.Transmisi dilakukan oleh guru ke murid dari pikiran ke pikiran. Bagi Bodhidharma, selagi seseorang masih terus waspada dan mengawasi pikirannya ia tidak mungkin tersesat. Mungkin anda tidak sepaham dengannya. Jika demikian, maka terus mengikuti tuntunan dalam Visuddhimagga juga tidak ada salahnya jika memang membuahkan hasil bagi anda. Dalam hal ini, setiap seseorang terus waspada akan pikirannya itulah zen. 

Apa arti jneyavarana menurut sutra Mahayana sendiri selain pandangan bro pribadi.?

Apakah Jneyavarana adalah juga kilesa?

4 corak itu adalah tentang micchaditthi yg telah tidak ada lagi pada diri arahat dan prakteknya juga demikian. Jangan2 yg dimaksud non mahayanis arahat sebenarnya bodhisatva di mahayanis lagi, karena masalah konsep, nah lho  ;D (spekulatif deh...)

Dalam Mahayana, Jneyavarana disebutkan terpisah dari Kleshavarana. Saya menyimpulkan tentang Jneyavarana ini berdasarkan Sutra Maha Kesadaran Sempurna. Jika teman-teman Mahayana lain punya pengertian lain mohon ditambahkan. Dalam Mahayana, pluralitas selalu dihargai :). Jika Theravada punya konsep sendiri ya tidak masalahkan..

Berarti ini karena diyakini? bukan fakta lapangan dong  ;D

:)) Selama saya masih belum mencapai yang disebutkan, semuanya hanya keyakinan belaka. Bahkan umat Buddha yang belum merealisasi nirvana, nirvana hanyalah keyakinan belaka bukan fakta. Bahkan banyak hal dalam Buddhisme seperti tumimbal lahir, karma, pratitya samutpada, anatta dll semuanya hanya berdasarkan keyakinan belaka jika seseorang belum berhasil menembus pencapaian seperti yang diajarkan :)) Bahkan saya meragukan, jika pencerahan telah dicapai "fakta" sebagaimana yang kita pahami saat ini masih sama :) -kala subjek dan objek tidak lagi eksis berdiri sendiri-sendiri apakah fakta masih relevan...







[/quote]
« Last Edit: 05 June 2009, 10:26:36 AM by sobat-dharma »
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1526 on: 05 June 2009, 12:21:38 PM »
Quote
Lagipula kedua guru Bodhisatta Gotama,Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta yang mengajarkan
saudara Sobat-dharma,
dikatakan bahwa jauh kalpa tak terhitung Gotama telah mencapai pencerahan sempurna,
lalu sekarang masih butuh guru? apa orang yang mencapai pencerahan sempurna juga butuh guru?

salam metta.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1527 on: 05 June 2009, 01:01:16 PM »
:-t :-t #:-S #:-S ~X( ~X( ~X( ~X( [-o< [-o< [-o< [-o<
ternyata ajaran Buddha itu begitu rumit melihat diskusi ini membuat aye pusing kakakakakak
Quote
chingik :
udeh, yg basa basi diabaikan aja, diskusi yg elegan dan atas dasar berbagi wawasan aja.
awalnya memang males kalo diskusinya sperti putar2, tapi gw demen deh kalo pertanyaan yg objektif, tidak pake atribut emosi, sindiran, dll.,. yg kayak gitu bikin batin suka melenceng ke arah kusala citta. cape soalnya butuh usaha utk balik ke sikap netral lagi..hehe

Saya ingat sepupuh ke 3 HIU NENG itu BUTA HURUF...gak sekolah.. tapi bisa mencapai pencerahan...
sewaktu belajar sama HONG REN... dia malah disuruh tumbuk beras aja.. (bukan diajarin berdebat)...
Dia cukup mendengarkan sebait kalimat dari Diamond sutta, udah bisa tersadarkan...

Kenapa disini kita berdebat sampai begitu SENGIT.... panjang2
gw belum tercerahkan... mohon bimbingan dari petinggi Mahayana....
tentang cara Hui Neng mencapai pencerahan supaya bisa diterapkan pada saya...

terima kasih sebelumnya..


DAri Platform Sutra (Sutra Dasar) karya dari murid-murid Hui Neng, dikatakan bahwa :
1. Hui Neng membangkitkan keingin-tahuan (mungkin bisa disebut dengan bodhicitta) ketika mendengar lantunan sutra intan (diamond sutra) di desa kelahirannya.
2. Hui Neng membalas tulisan Gatha Pencerahan dari murid kepala Hong Ren (Shen Xiu). Dalam tahapan ini, apakah Hui Neng mencapai pencerahan (pencerahan kecil) atau tidak belum dipastikan.
3. Hui Neng mendapat kepastian pencerahan sepenuhnya dari Master Hong Ren, ketika pada tengah malam mendapat ulasan dan penjelasan Sutra Intan (Diamond Sutra) selengkapnya.

Kecepatan pencerahan (nibbana) dari Hui Neng, sebenarnya masih kalah dari Arahat Bahiya, yang mencapai kesucian Arahat, ketika BUDDHA selesai memberikan khotbah kepada BAHIYA sebagaimana yang disebutkan di dalam BAHIYA SUTTA. Sehingga BUDDHA memberikan gelar ETTAGATTA sebagai YANG TERBAIK (ETTAGATTA) di DALAM KECEPATAN PENCAPAIAN KESUCIAN ARAHAT.

Dalam kitab komentar, dijelaskan bahwa BAHIYA telah memiliki benih-benih yang sangat mendukung untuk cepat mencapai tingkat kesucian ARAHAT, karena sejak Buddha Kassapa sampai Buddha Sakyamuni, BAHIYA terus menerus menyempurnakan parami-nya dan terus menerus terlahir dan menjadi bhikkhu/petapa.

Di dalam Abhidhamma, Puthujana dapat dibagi atas :
1. Dugati ahetuka puggala
    dugati ahetuka puggala merefer pada makhluk yang terlahir di empat alam menyedihkan.
2. Sugati ahetuka puggala.
    Sugati ahetuka puggala merefer pada makhluk yang terlahir dalam kondisi cacat mental, buta atau tuli baik terlahir sebagai manusia maupun dewa alam rendah.
3. Dvihetuka puggala
    Dvihetuka puggala merefer pada manusia atau dewa yang terlahir dengan nana-vipayuttam maha vipaka citta yang kurang kebijaksanaannya, sehingga makhluk dvihetuka puggala ini tidak akan bisa mencapai jhana dan magga di dalam kehidupan sekarang ini bagaimanapun kerasnya mereka berusaha. Tetapi Dvihetuka puggala bisa terlahir kembali menjadi Ti-hetuka puggala pada kehidupan mendatang sebagai hasil dari meditasi dan usahanya.
4. Tihetuka puggala.
    Tihetuka puggala merefer pada manusia dan dewa yang terlahir dengan nana sampayutam maha vipaka citta yang berasosiasi dengan kebijaksanaan. Tihetuka puggala ini dapat mencapai jhana dan magga jika melaksanakan samatha bhavana atau vipasanna bhavana.



VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1528 on: 05 June 2009, 01:25:05 PM »
saudara Sobat-dharma,
dikatakan bahwa jauh kalpa tak terhitung Gotama telah mencapai pencerahan sempurna,
lalu sekarang masih butuh guru? apa orang yang mencapai pencerahan sempurna juga butuh guru?

salam metta.

Hal ini tercantum di dalam sutta pitaka majjhima nikaya. Jika anda meminta pastinya di mana, nanti saya kutipkan setelah saya menemukannya. Saya perlu cari ke rak buku saya dulu, saat ini saya nggak ada di rumah :)
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1529 on: 05 June 2009, 01:39:23 PM »
Maaf ini agak rancu, untuk mencapai jhana ini tidak bisa langsung lompat. Kelihatanya lompat karena kemahiranya padahal ia melewati pintu demi pintu dengan cepat. Jadi bila dikatakan langsung ini tidak sesuai dengan praktek/hal yg sebenarnya dan teori jhana. Perlu diingat kalau tidak salah Bodhidharma bertapa 13 tahun di goa menghadap dinding. Dan memiliki kesaktian (yg biasanya didasarkan jhana 4). Yg dimungkinkan bila ia melatih direct vipasana. Bukan jhana lompat.  _/\_

Munkin terdengar rancu buat yang menganut paham pencerahan secara bertingkat. Paham bahwa seseorang harus melalui dahulu jhana 1, 2, 3 dst hingga mencapai Nirvana memang tidak keliru. Demikian yang dtulis dalam Sammanaphala Sutta dan pola demikian terus diulang-ulang dalam sutta pali lainnya. Namun, urutan demikian dibabarkan semata-mata berdasarkan pengalaman pribadi Sang Buddha Gotama.  Buddha Gotama sendiri pernah bercerita tentang Buddha Vipassi yang tidak melalui urutan demikian dalam mencapai pencerahan sempurna (kalau nggak salah dalam Mahapadana Sutta). Lagipula kedua guru Bodhisatta Gotama, Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta yang mengajarkan Landasan Kekosongan dan Landasan tanpa-persepsi dan bukan tanpa-persepsi pada Beliau, tidak dikatakan melalui tahap-tahap secara urut seperti yang diajarkan Buddha Gotama. Bahkan Sang Bodhisatta Gotama mempelajari kedua landasan dari dua guru yang berbeda. Dengan demikian, anggapan harus melalui dahulu jhana 1, 2, 3 dst. sebenarnya hanyalah suatu prosedur alternatif, bukan keharusan.

Bahkan dalam Theravada sendiri, ada Mahasi Sayadaw yang berpendapat bahwa Jhana tidak harus dicapai dahulu untuk mempraktikkan Vipassana. Namun ada sebagian guru dalam Theravada seperti Paauk Sayadaw dan Ajahn Brahm yang mengatakan bahwa Jhana adalah pintu masuk ke semua pencapaian (saya pribadi menyebut pandangan ini sebagai Pan-Jhanaisme).

Pengalaman Bodhidharma justru menggambarkan bagaimana Jhana 1-4 bisa dicapai dengan mudah melalui pintu masuk lain, yaitu langsung melihat ke Bodhicitta atau Pikiran Kebuddhaan. Kalau anda bertanya bagaimana metode pastinya. Saya akan menjawab bahwa pada dasarnya Zen adalah Metode tanpa-metode. Zen adalah metode yang tidak terikat pada suatu cara atau wujud tertentu. Bentuk praktiknya bisa seperti apapun, namun yang penting adalah praktisi Zen terus mengamati pikirannya (citta). Maka dalam Zen tidak peduli apakah yang seseorang praktikkan adalah meditasi samatha bhavana, metta bavana, vipassana bhavana, nienfo, kong-an, dll, jika ia tidak mengawasi pikirannya maka ia akan menyimpang. Dalam Zen, Jhana (sebagaimana yang dimaksud dalam Jhana 1, 2, 3 dan 4 ) hanyalah efek samping dari seseorang yang menjadi sadar akan Bodhicittanya.      


Menurut Abhidhamma (Buku "Buddha Abhidhamma" oleh Dr.Mehm Tin Mohn) dikatakan, Lokkutara citta (kesadaran lokkutara) hanya bisa dicapai dengan meditasi vipasana (pandangan terang). Ada dua cara untuk mencapai jalan kesadaran (magga nana), yaitu :
1. Vipasana Yanika - Mengambil meditasi pandangan terang sebagai kendaraan.
2. Samatha Yanika - Mengambil meditasi ketenanga (samatha) sebagai kendaraan.

Seseorang harus mencapai konsentrasi mendekati(neighbourhood concentration/upacara samadhi) dengan samatha bhavana dan kemudian melanjutkan ke meditasi pandangan terang (vipasana). Pada jalan ini, seseorang menggunakan upacara samadhi sebagai dasar untuk mata kebijaksanannya melihat timbul dan tenggelamnya nama dan rupa dalam karakteristik annicca, dukkha dan an-atta. Jika individu ini berhasil, maka akan mendapatkan magga (jalan) dan phala (hasil) sekaligus. Dan hanya ada 4 lokkutara kusala citta (Sotapana magga citta, Sakadagami magga citta, Anagami magga citta, arahatta magga citta) serta 4 lokkutara vipaka citta (sotapanna phala citta, sakagadami phala citta, anagami phala citta, arahatta phala citta) dimana ketika terealisasi, magga dan phala terealisasi sekaligus.

Pada jalan kedua (samatha yanika), seseorang itu mengembangkan konsentrasi jhana (jhana samadhi... Dalam hal ini upacara samadhi walaupun dikatakan sebagai pintu gerbang Jhana, tetapi masih dibedakan dengan Jhana) dengan samatha bhavana dan menggunakan konsentrasi jhana ini sebagai dasar untuk vipasana. Jika dia menggunakan konsentrasi jhana 1 sebagai dasar, magga nana-nya diikuti dengan konsentrasi jhana, sehingga dikenal citta-nya sebagai first jhana sotapatti citta.

Demikian juga selanjutnya untuk jhana 2 s/d jhana 5, Setiap level jhana memiliki 5 citta, jadi untuk 4 tingkat kesucian total ada 20 jhana magga citta. Demikian juga untuk phala citta, ada 20 jhana phala citta. Total ada 40 lokkutara jhana citta.

----------------------

Jadi jelas di sini, bahwa menurut abhidhamma, untuk mencapai tingkat kesucian melalui meditasi bisa tanpa menggunakan jhana sebagai dasar (vipasana yanika) dan ada juga jalan menggunakan jhana sebagai dasar (samatha yanika). Jadi untuk kedua pandangan (apakah jhana perlu atau tidak perlu untuk pencerahan (vipasana)) adalah sama sama valid dan bisa untuk mencapai Magga dan Phala....



VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan