//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663400 times)

0 Members and 5 Guests are viewing this topic.

Offline Shining Moon

  • Sebelumnya: Yuri-chan, Yuliani Kurniawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.148
  • Reputasi: 131
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1470 on: 03 June 2009, 07:48:51 PM »
Kabarnya,
ada petinggi suhu mahayana yang jago ilmu hongsui dan kabarnya lagi, suhu tersebut memasang tarif selangit...
Bolehkah sebenarnya hal ini dalam vinaya mahayana? Kalau ga boleh, kok nggak ada yang ingetin ya??
Thanks
Life is beautiful, let's rock and roll..

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1471 on: 03 June 2009, 07:57:23 PM »
Quote
Kabarnya,
ada petinggi suhu mahayana yang jago ilmu hongsui dan kabarnya lagi, suhu tersebut memasang tarif selangit...
Bolehkah sebenarnya hal ini dalam vinaya mahayana? Kalau ga boleh, kok nggak ada yang ingetin ya??
Thanks

Saya tahu siapa yang anda maksud... haha....

Sebenarnya tindakan Beliau bahkan melanggar Vinaya Bodhisattva:

Furthermore, he (a disciple of the Buddha) should not practice fortune-telling or divination (Brahmajala Sutra)

Mau gimana ngingetin, kalau suhunya didukung banyak pihak?

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline Shining Moon

  • Sebelumnya: Yuri-chan, Yuliani Kurniawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.148
  • Reputasi: 131
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1472 on: 03 June 2009, 09:37:22 PM »
Bro Gandalf aja yang ingetin...hehehe..dgr2 tarifnya muahaaal loh.
Btw kemaren melihat sekumpulan bhiksu/ni mahayana bertukar jubah di depan umum. Walaupun mereka pakai jubah daleman, tapi rasanya koq ga sreq ya liatnya. Ini ga diatur dalam vinaya kah bro?
Life is beautiful, let's rock and roll..

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1473 on: 03 June 2009, 09:42:53 PM »
Kabarnya,
ada petinggi suhu mahayana yang jago ilmu hongsui dan kabarnya lagi, suhu tersebut memasang tarif selangit...
Bolehkah sebenarnya hal ini dalam vinaya mahayana? Kalau ga boleh, kok nggak ada yang ingetin ya??
Thanks

oknum di mana-mana ada. Bhikkhu Theravada juga ada yang nyambi jadi dukun.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1474 on: 03 June 2009, 10:35:08 PM »
Pada saat itu Sang Buddha menyapa Para Bodhisattva, mahluk-mahluk Kasurgan dan Keempat Kelompok itu dengan bersabda:"Melalui banyak kalpa yang tak terhitung yang telah lewat, Aku telah mencari Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai itu dengan tiada henti-hentinya. Selama banyak kalpa lamanya, Aku menjadi Seorang Raja dan berPrasetya untuk mencari Penerangan Agung dengan hati yang tiada pernah ragu. Karena ingin untuk mewujudkan Keenam Paramita, maka sungguh-sungguh Aku berdana dengan setulus hati; Gajah-Gajah, Kuda, Istri-Istri, Anak-Anak, Budak Laki-Laki dan Perempuan, Pelayan-Pelayan dan Pengikut, Kepala, Mata, Sumsum, Otak, Daging Tubuh-Ku, Kaki dan Tangan serta seluruh Jiwa Raga Aku danakan. Pada waktu itu masa hidup manusia adalah tanpa batas. Demi untuk Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai ini, Aku tinggalkan Tahta Negeri-Ku dan Aku serahkan Pemerintahan-Ku kepada Pangeran Agung. Dengan tetabuhan genderang dan pemakluman yang menyeluruh, Aku mencari Kebenaran dimanapun jua dengan menjanjikan :"Siapakah gerangan yang dapat mengajarkan sebuah Kendaraan Agung Kepada-Ku, maka kepada-Nya Aku akan mempersembahkan seluruh Hidup-ku dan menjadi Pelayan-Nya." Ketika itu Seorang Pertapa datang Kepada-Ku, Sang Raja
dan berkata:"Hamba mempunyai Satu Kendaraan Agung yang disebut Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan. Jika Paduka mematuhi Hamba, maka Hamba akan mengajarkan-Nya kepada Paduka." Aku, Sang Raja, demi mendengar apa yang telah diucapkan oleh Sang Pertapa itu, menjadi berdebar karena Kegembiraan yang meluap-luap dan segera Aku mengikuti-Nya, melayani segala kebutuhan-Nya, mengumpulkan bebuahan, mengangsu air, mengumpulkan bahan bakar, mempersiapkan daharnya dan bahkan menjadikan Tubuh-Ku sebagai tempat duduk dan tempat tidur-Nya, tetapi meskipun demikian Jiwa dan Raga-Ku tidak pernah merasa letih. Pada saat Aku melayani demikian itu, seribu tahun telah berlalu dan karena demi Hukum itu, Aku melayani-Nya dengan bersemangat sehingga Ia tidak kekurangan apapun jua."


...........
kemudian


Sang Buddha bersabda kepada seluruh Bhiksu:"Raja dimasa dahulu itu adalah Aku Sendiri dan Orang Bijak pada masa itu adalah Sang Devadatta Sendiri. Melalui Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta, Aku dapat menjadi sempurna didalam Keenam Paramita, didalam hal Keluhuran, Welas asih, Kebahagiaan dan Pikiran Bebas, didalam hal Ke 32 Tanda, 80 jenis Keistimewaan, Kulit yang berlapis Emas, 10 macam Kekuatan, ke 4 macam Keberanian, ke 4 Angger-Angger Kemasyarakatan, ke 18 ciri-ciri yang khusus, Kekuatan-Kekuatan Ghaib di Jalanan Agung, Pencapaian Penerangan Agung, dan Penyelamatan umat yang menyeluruh, yang semuanya ini semata-mata berkat Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta.
Aku nyatakan kepada Kalian Keempat Kelompok: Sang Devadatta nanti, sesudah kemangkatan-Nya dan sesudah sekian kalpa yang tak terhitung berlalu, akan menjadi Seorang Buddha yang bergelar Devaraja, Yang Telah Datang, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Sempurna Pikiran dan Perbuatan, Yang Terbahagia, Maha Tahu Tentang Dunia, Sang Pemimpin Tiada Tandingan, Guru Dewa dan Manusia, Yang Telah Sadar, Yang Dihormati Dunia, dan yang Dunia-Nya akan disebut Devasopanna. Pada saat itu Sang Devaraja akan tinggal di dunia selama 20 kalpa sedang Beliau akan mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan secara luas kepada seluruh umat, dan para mahluk hidup yang banyaknya seperti pasir-pasir dari Sungai Gangga yang akan mencapai KeArhatan; Para Umat yang tanpa terhitung jumlah-Nya seperti pasir-pasir dari Sungai Gangga, mencurahkan Diri Pada Jalan Agung, akan mencapai Kepastian untuk tidak terlahir kembali dan Mereka akan mencapai Tingkatan yang tiada akan jatuh kembali pada kehidupan yang tidak kekal.

kemudian,,,

Sang Buddha bersabda kepada Para Bhiksu: "Seandainya di dalam dunia yang mendatang terdapat Putera ataupun Puteri yang baik, yang mendengarkan Hikmah Sang Devadatta tentang Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan ini dengan Hati Yang Bersih dan Penghormatan karena Keyakinan serta tiada rasa bimbang sedikitpun, maka Orang seperti ini tidak akan terjatuh ke dalam neraka atau menjadi seorang yang berjiwa tanha maupun menjadi seekor hewan, tetapi Ia akan terlahir dihadapan Para Buddha dari alam semesta. Dimanapun juga Ia terlahir, Ia akan selalu mendengar Sutta ini. Dan jika Ia terlahir diantara Para Dewa dan Manusia, maka Ia akan menikmati Kebahagiaan yang tiada taranya. Bagi Sang Buddha yang menyaksikan Kelahiran-Nya haruslah melalui permunculan dari sebuah Bunga Teratai."




saya sungguh tidak mengerti...
sang pertapa(devadatta) mendengarkan sutra ini dari buddha yang lampau, lalu kemudian melafalkan-nya...terus knp devadatta bisa masuk neraka avici?
Orang seperti ini tidak akan terjatuh ke dalam neraka atau menjadi seorang yang berjiwa tanha maupun menjadi seekor hewan, tetapi Ia akan terlahir dihadapan Para Buddha dari alam semesta.

terus..

apabila pertapa(devadatta) mengajarkan hukum ini pada raja(gotama), mengapa sekarang pertapa-nya jadi merosot batin-nya?..
dan jika kita lihat dari kejadian.

dikatakan jauh sebelum kelahiran Gotama,beliau telah mencapai pencerahan sempurna....
tetapi pada waktu menjadi seorang Raja(disini berarti belum sempurna) kok masih butuh pengajaran dari Devadatta, disini berarti Devadatta lebih dulu mempelajari sutra ini jauh sebelum Gotama.

apa mau di jawab upayaklausa lagi?

dari Buddha berpura-pura bertapa menjadi kurus kering selama 6 tahun(hampir mati pula), butuh bimbingan dari guru-guru meditasi....
bahkan dengan nafsu nya memperebutkan gadis pada waktu pernikahan dengan mempertunjukkan kemampuan memanah...
apa ini ciri-ciri dari seorang tercerahkan?
dan aneh-nya mengapa setelah berakting mencapai pencerahan...buddha sangat tidak setuju dengan perbuatan (maaf hubungan intim)
lalu mengapa di satu sisi melakukan hubungan intim?

upaya lagi jawabnya?
saya rasa ini jadi mirip dengan agama tetangga, yang katanya menikah demi melindungi wanita dari perbudakan tau-tau malah melakukan hubungan intim dengan semua istri nya dalam 1 malam. !!!
bahkan dengan gadis dibawah umur....

dan setahu saya devadatta hanya akan menjadi seorang Paccekabuddha...bukan Sammasambuddha..

Sang Devadatta nanti, sesudah kemangkatan-Nya dan sesudah sekian kalpa yang tak terhitung berlalu, akan menjadi Seorang Buddha yang bergelar Devaraja, Yang Telah Datang, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Sempurna Pikiran dan Perbuatan, Yang Terbahagia, Maha Tahu Tentang Dunia, Sang Pemimpin Tiada Tandingan, Guru Dewa dan Manusia, Yang Telah Sadar, Yang Dihormati Dunia, dan yang Dunia-Nya akan disebut Devasopanna.
bukankah kata-kata ini setahu saya selalu di tujukan pada seorang Sammsambuddha.


mohon info,
salam metta.
« Last Edit: 03 June 2009, 10:46:58 PM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Nagaratana

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 40
  • Reputasi: 1
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1475 on: 04 June 2009, 12:19:06 AM »
Bro. truth lover,

Tidak usah menyindir dengan bahasa yang "sopan". Apabila anda posting dengan niat seperti ini terus, maka terpaksa akan saya karantina postingan anda baik yang di topik ini atau topik lainnya.

Apa anda pikir Mahayana tidak menghormati Sakyamuni sebagai Guru Utama? Lalu "Namo Penshi Shijia Moni Fo" itu apa?

Amitabha Buddha dalam paham Mahayana adalah Sambhogakaya dari Buddha ke-4 di masa Bhadrakalpa ini yaitu Sakyamuni Buddha. Lima Panca Dhyani Buddha bermanasi menjadi Lima Samyasakmbuddha pada masa Bhadrakalpa ini.

Jadi Amitabha = ya Shakyamuni Buddha.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Sdr. Gandalf yang sopan,

Coba baca artikel berikut :

----------------------------

Amitabha (Amitofo) merupakan kata yang sudah tidak asing kita dengar. Sebenarnya, apakah teman-teman tau makna daripada kata itu? Kita mungkin sering menyebutkan kata tersebut ketika bertemu dengan teman sedharma atau ketika kita melakukan puja. Kata Amitabha atau Amitayus, disampaikan oleh Buddha Gautama dalam Sutra Amitabha. Berikut ini adalah kutipan dari Sutra Amitabha yang menjelaskan tentang makna dari nama Amitayus:

“Dari panjangnya usia Hyang Bhagava Amitabha, Hyang Tathagata. Oh Ananda, tidaklah terukur, sehingga sulit untuk diketahui lainnya, agar dapat dikatakan (bahwa itu meliputi) begitu banyak ratusan kalpa, begitu banyak ribuan kalpa, begitu banyak ratusan ribu kalpa, begitu banyak berkoti-koti kalpa, begitu banyak ratusan koti kalpa, begitu banyak ribuan koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu niyuta koti kalpa. Karenanya, Hyang Tathagata itu disebut Amitayus.”

Jadi dapat disimpulkan, Buddha Amitabha (Amitayus) adalah Buddha Cahaya Tanpa Batas yang usianya tidak terbatas oleh waktu. Negeri tempat beliau tinggal disebut Sukhavati yang konon dikatakan berada nun jauh di sebelah barat bumi kita. Amitabha Buddha memiliki empat puluh delapan ikrar, yang isinya terutama untuk mendirikaan tanah suci atau surga, yang penghuninya dapat menghayati kehidupan berkebahagiaan tingkat tertinggi. Makhluk hidup yang memanggil nama Beliau, untuk memohon pertolongan, akan Beliau bawa mengarungi samudera kehidupan, hingga tiba di Tanah Suci yang Beliau ciptakan itu. Di antara ke-48 Ikrar-Nya, ada tiga yang merupakan Ikrar yang paling utama, yaitu:

1. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mempercayai ajaran Buddha, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci ini. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.

2. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk yang telah berusaha dengan segenap kemampuan jiwanyauntuk mencapai tingkat Ke-Bodhi-an, dan yang telah melatih diri untuk memiliki, memelihara, dan meningkatkan jasa-jasa kebaikan dan kebajikannya, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci Saya itu. Pada saat-saat menjelang kematiaannya, maka makhluk tersebut akan dikelilingi oleh Para Penolong Gaib (yang akan mengantarkan orang-orang yang telah meninggal dunia itu, ke Tanah Suci atau Surga ciptaan Saya itu). Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.

3. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mendengar nama Saya, yang telah memikirkan mengenai Tanah Suci yang Saya ciptakan, dan telah merencanakan akan berbuat kebajikan-kebajikan, Saya usahakan agar mereka itu dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.

Sekarang , yang menjadi pertanyaan, bagaimana agar dapat terlahir di Tanah Suci ini?

“Karena tekad lampau (purva-pranidhana) Ku, maka makhluk-makhluk yang dengan cara apapun pernah mendengar nama-Ku, selamanya akan pergi ke negeri-Ku (tanah suci Sukhavati). Tekad-Ku, yang mulia ini telah tercapai dan setelah makhluk-makhluk dari berbagai alam datang kemari ke hadapan-Ku, mereka tak akan pernah berlalu dari sini, meskipun hanya untuk satu kelahiran.” (Mahasukhavativyuha Sutra 50:17)

Selain itu, di dalam Amitayurdhyana Sutra, dijelaskan beberapa hal yang dapat menyebabkan kita terlahir di Sukhavati.
“Jenis kelahiran mulia (dalam alam Sukhavati) tingkat tinggi dapat dicapai oleh mereka yang di dalam pencarian mereka untuk terlahir di sana, telah mengembangkan tiga macam pikiran. Engkau mungkin akan bertanya apakah ketiga macam pikiran itu:
1. Pikiran yang tulus,
2. Pikiran yang penuh keyakinan,
3. Pikiran yang terpusat pada tekad untuk terlahir di alam Sukhavati dengan mempersembahkan segenap kumpulan kebajikan yang mengakibatkan kelahiran kembali di sana.

Mereka yang telah menyempurnakan ketiga macam pikiran ini pasti akan terlahir di alam Sukhavati.


Source : http://kmbui.net/index.php?option=com_content&task=view&id=64&Itemid=33

----------------------------


Artikel di atas dengan jelas menyatakan kalau Buddha Amitabha tidak sama dengan Buddha Sakyamuni. Membaca postingan anda, rasanya sudah jelas bahwa penjelmaan di konsep Mahayana memang betul penjelmaan / reinkarnasi.

<1> Sejak kapan Buddha Sakyamuni berikrar untuk membangun Tanah Suci?

<2> Artikel di atas menunjukkan iman bisa membawa kita ke Sukhavati.

<3> Artikel di atas menyatakan manusia memiliki jiwa (atman).

<4> Artikel di atas memperlihatkan adanya konsep Para Penolong / Juru Selamat di Mahayana.

<5> Jika poin nomor 3 benar, maka saya berbahagia bila Sukhavati ternyata adalah masa depan saya.

<6> Dan hal itu diperkuat dengan pernyataan berikut di paragraf selanjutnya.

<7> Enak sekali caranya menuju Sukhavati. Hanya dengan memikirkan sampai melekat pada Sukhavati, maka kita bisa pergi ke sana. Dan dapat jemputan VIP pula. Sungguh konsep yang sangat tidak masuk akal.
« Last Edit: 04 June 2009, 12:26:34 AM by Nagaratana »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1476 on: 04 June 2009, 12:50:26 AM »
fiuuhhh........... #:-S
....cape juga.... (:$
....cabut aaah (dari thread ini) ........
....selamat berdiskusi teman2.... :>-


Iya aye juga, bentar lagi cabut juga nih, pantesan supplemen laris   ;D

Cabut? Memang kapan pasangnya? ;D

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1477 on: 04 June 2009, 09:44:08 AM »
Diskusi ini ada lanjutan dari Topik "Ajaran Zen Bodhidharma":

No offense, menilik dari tulisan diatas, saya tidak tahu apakah itu salah penerjemahan jika memang benar penerjemahannya demikian saya sangat meragukan keaslian tulisan itu.

Mungkin saja terjemahannya salah. Tapi kalau seandainya memang demikian mengapa harus diragukan keasliannya?

Kalau membayangkan itu artinya memang terperangkap dalam delusi. Arahat dalam mencapai kerahatannya bukanlah dengan membayangkan tetapi dengan see insight/insight investigation-->melihat realita bahkan melihat delusi dan mencabut kilesa yg paling halus sekalipun. Arahat adalah juga Buddha yaitu Savaka-Buddha. mengenai kekosongan , jangan2 terperangkap di jhana 7 yg dianggap nirvana. Hati2 lho. Hal seperti ini adalah hal yg sangat halus dan harus dilihat langsung. Sepertinya Penulisan ini oleh penulis aslinya memiliki tendensi tertentu. Dan bukanlah Bodhidharma langsung yg mengatakannya. Jika ya dipastikan dia bukan Bodhisatva(versi mahayana). Jika tetap diartikan sebagai bodhisatva maka jelas bodhisatva disini masih ada kilesa.  Tapi saya tetap berpikir positif bahwa uraian diatas bukanlah Boddhidharma yg mengatakan. Jujur saja tulisan diatas bertentangan dengan kenyataan praktek ataupun secara sutta. _/\_

Kilesa yang mana? Dari mana melihat kilesanya?
Saya katakan masih ada kilesa jika dianggap bodhisatva dari sisi non mahayanis jika ada yg menganggap sebagai Bodhisatva. Karena setahu saya Bodhisatva menurut Mahayanis Bodhisatva tidak ada lagi kilesa CMIIW.Nyatanya dari pandangan diatas masih  terjebak pandangan yg keliru mengenai definisi pencapaian arahat. Mencapai arahat(sudah dijelaskan diatas-membayangkan....). Dengan belum melihat jelas keseluruhan tilakhana secara lengkap hingga padamnya LDM itu lah masih ada tersisa kilesa.Karena dalam latihan2 nyata untuk merealisasikan nibana tidak ada namanya membayangkan, membayangkan adalah delusi juga. Saya rasa anda tau Vipasanna(pandangan terang- yg melihat langsung dan membayangkan saja.
[/b]
Quote
Nirvana adalah pikiran yang kosong

hati2 juga ini bisa jadi perangkap jhana 7.

:| No comment
Bahkan dijhana 8 dikatakan persepsi dan non persepsi ini juga perangkap yg lebih halus seakan-akan beyond konsep total dan berpikir kilesa sudah hilang . Untuk benar-benar mengetahui harus ditembus melalui vipasanna. Makanya kata2 tersebut diatas harus dibandingkan dengan sutta yg bersifat praktikal yg langsung menuntun kita pada latihan merealisasikan nibbana. Coba Anda baca tentang Sunlun Sayadaw, Paauk Sayadaw dan Mahasi Sayadaw tentang latihannya apakah membayangkan atau tidak dan apa saja jebakan batmannya, perhatikan pula teknik latihannya dan bandingkan dengan sutta2 yg ada. Kalau ada contoh dari Zen ttg latihan vipasannanya atau prakteknya Boddhidharma serta referensi pendukungnya maka akan lebih bagus. Agar kita tidak berkutat pada teori saja yg mana kata2nya dapat dibolak balik sehingga jalannya diskusi benar2 untuk melihat fakta dan mendukung latihan kita dalam praktek Dhamma._/\_


Siapa yang mengetahui bahwa pikiran adalah palsu dan sama sekali tanpa sesuatu yang nyata mengetahui bahwa pikirannya sendiri bukan ada juga bukan tiada. Para fana terus menerus menciptakan pikiran, mengakuinya sebagai yang ada. Dan Para Arahat terus-menerus meniadakan pikiran, mengakunya sebagai sesuatu yang tiada. Namun Para Bodhisattva dan Buddha tidak menciptakan ataupun meniadakan pikiran. Inilah apa yang dimaksud dengan pikiran itu bukan ada juga bukan tiada. Pikiran yang bukan ada juga bukan tiada itu disebut sebagai Jalan Tengah.

Sutta mana yg mengatakan demikian khusus yg di bold, dan arahat mana yg mengatakan demikian? :)

Pertanyaanya apakah yg telah mempelajari zen dapat melihat langsung berakhirnya delusi atau adakah referensi  sutta yg dimilikinya dapat menjelaskan secara praktikal? jika ada bisa dishare disini...agar menambah wawasan kita bersama_/\_

Dalam pandangan Mahayana Para Arahat Sravaka masih terjebak dalam empat corak/ciri.
 Ini Arahat sravaka artinya dibawah arahat seperti sravaka Buddha dibawah Sammasambuddha? istilahnya ngak jelas  ;D Dan menurut mahayana emang ada berapa jenis arahat? Karena sepengetahuan saya cara mereka berlatih dan pandangan mereka ttg nibbana pun sejalan dengan Sang Buddha. Dan ini jelas dalam Tipitaka Pali bagaimana Sang Buddha menjelaskan ttg perealisasian nibbana oleh para arahat. Contoh Bahiya , Sariputta dll. Nah permasalahannya jika Mahayana mengakui Tipitaka Pali juga tetapi terjadi pendefinisian bahwa arahat masih ada kilesa maka kontradiktif bukan? Kembali pertanyaan saya yg awal juga "Pertanyaanya apakah yg telah mempelajari zen dapat melihat langsung berakhirnya delusi atau adakah referensi  sutta yg dimilikinya dapat menjelaskan secara praktek? jika ada bisa dishare disini...agar menambah wawasan kita bersama?" Kalau di satipathana sutta, bahiya sutta dan kitab komentar visuddhi magga sangat jelas rincian latihan/praktek untuk menghilangkan kilesa. Itu maksud pertanyaan saya agar lebih jelas lagi.


« Last Edit: 04 June 2009, 12:08:03 PM by gachapin »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1478 on: 04 June 2009, 12:01:42 PM »
aduh, mataku tersayang, Mr. Bond. akan lebih indah kalo gak pake koneng2

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1479 on: 04 June 2009, 12:13:20 PM »
Ini beberapa tanggapan saya dulu untuk Sdr. TL:

TAN:

Mari kita lihat salah satu kalimat pada posting Anda (TL) sebelumnya:

“Hayo yang suka merendah-rendahkan ALIRAN lain siapa?”

lalu pada posting berikutnya Anda (TL) mengatakan:

“Masih nggak ngerti ya? Saya TIDAK MEMPERMASALAHKAN ALIRAN, Pernyataan itu menghina mereka yang mengambil jalan Shravaka dan Pratyeka Buddha, mendiskreditkan jalan yang ditempuh oleh mereka.”

Di sini kita lihat bahwa pernyataan Anda bertolak belakang. Pada kesempatan sebelumnya Anda mempermasalahkan aliran, tetapi pada posting berikutnya Anda mempermasalahkan aliran. Ini menunjukkan ketidak-konsistenan posting Anda. Mungkin benar apa yang saya katakan bahwa ini adalah diskusi “tukang ojek.”

========================

TL:

Ngeyel ya? sudah dibilang ajaran non Mahayanis tak berspekulasi mengenai Parinirvana. Emangnya Para Buddha dan Arahat sudah Parinirvana waktu membabarkan Dharma? Saya tidak tahu dan tidak ingin menjadi sok tahu dengan berspekulasi mengenai Parinirvana. Ngeyel terus mau memaksakan pendapat ya?

TAN:

Pertama asumsikan dahulu bahwa saya dan Anda BELUM mencapai pencerahan. Kedua, kita berangkat dahulu dari pandangan yang netral; artinya anggap saja kita belum tahu mana yang benar, apakah itu Mahayana atau non Mahayana (kecuali kalau Anda sudah punya pandangan bahwa non Mahayana lebih benar dibandingkan Mahayana atau Mahayana adalah salah).
Untuk menjawab pertanyaan Anda, mari kita telaah dahulu kronologis peristiwa diskusi yang sudah berlangsung sangat panjang ini.

(1)Titik awal masalahnya adalahnya kritikan Anda terhadap Mahayana, bahwa seorang Buddha yang telah parinirvana tidak dapat lagi memancarkan maitri karuna.
(2)Anda menuduh bahwa Mahayana telah berspekulasi dengan menyatakan bahwa seorang Buddha setelah parinirvana dapat “begini” dan “begitu.”

Nah sekarang kita analisa. Jika pernyataan bahwa seorang Buddha setelah parinirvana dapat “begini” dan “begitu” adalah spekulasi. Maka pernyataan sebaliknya bahwa seorang Buddha setelah parinirvana “tidak dapat begini” dan “tidak dapat begitu” adalah juga spekulasi. Saya kira ini adalah suatu logika yang wajar. “bisa begini dan begitu” dan “tidak bisa begini dan tidak bisa begitu” adalah sama-sama suatu konsep. Saya akan beri suatu analogi yang mungkin saja menurut Anda tidak tepat. Paijo dan Paimin sama-sama belum mengenal orang yang bernama Pailul. Mereka hanya dengar-dengar saja dari orang lain. Paijo berkata, “Pailul itu katanya bisa membuat pesawat, lho!” Paimin menimpali, “Pailul itu katanya tidak bisa membuat pesawat, lho!” Nah, kedua-duanya adalah spekulatif karena belum mengetahui dengan sungguh-sungguh tentang Pailul dan hanya DENGAR dari kata orang saja.
Sampai di sini, menurut saya pandangan kita adalah sama-sama spekulatif karena kita belum merealisasi nirvana. Jadi tidak ada yang benar dan salah.
Nah, sekarang siapa yang suka memaksakan pendapat. Hayoo jawab! Siapa yang suka ngeyel. Hayo tunjuk jari!

========================================================

TL:

Awal dari pernyataan saya adalah karena mas Tan pernah menulis bahwa Buddha setelah Parinirvana terus memancarkan maitri karuna dsbnya? Lupa ya?

TAN:

Benar sekali. Nah dari sini Anda juga membalasnya dengan pandangan spekulatif pula. Kalau pandangan Mahayana ditudul spekulatif; maka pandangan non Mahayana adalah juga spekulatif. Adil bukan?

========================================================

TL:

Buddha dalam Saddharma Pundarika yang mengatakan hal ini, apakah OOT?   
Saya ulangi pertanyaannya: Apakah seorang Buddha mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?

TAN:

Di sini saja pandangan kita sudah berbeda. Bagi Mahayana itu bukan kebohongan, karena pada dasarnya Buddha toh “menunjukkan” sesuatu yang lebih baik akhirnya. Jadi bukan kebohongan. Ini beda dengan bila saya bilang, “Ini adalah berlian mutu nomor satu.” Tetapi nyatakanya cuma berlian mutu nomor dua atau tiga. Nah itu baru namanya “berbohong.” Selain itu, Anda bedakan pula pernyataan “benar” dan “betul.” Benar tidak harus betul dan betul tidak harus benar.
Nah, daripada berpanjang-panjang, saya ungkapkan lagi bahwa pernyaaan Buddha dalam Saddharmapundarika itu bukan “kebohongan,” sehingga tuduhan Anda tidak “valid.” Nah kalau memang Sdr. TL bukan orang yang “suka memaksakan kehendak” (cmiww :p) maka tentunya bisa menghormati prinsip ini dan tidak memaksakan terus pandangan-pandangannya sendiri. OK?

========================================================

TL:

Sebelum saya tanggapi, peraturan tantangannya harus dibuat jelas lebih dulu mas, jika saya bisa membuktikan mengenai Nirvana identik dengan Samsara, apakah mas Tan bersedia mengakui bahwa itu memang dijiplak dari Hindu?

TAN:

Di sini jelas sekali nampak bahwa Anda dalam berdiskusi menganut prinsip “menang-kalah,” tetapi tidak masalah. Itu terserah Anda. Saya akan jawab secara ilmiah. Adanya kemiripan tidak harus memperlihatkan bahwa keduanya saling menjiplak. Kedua A mirip B belum tentu A menjiplak B, bisa juga B menjiplak A. Saya kira Anda cukup cerdas memahami ini. Karena kita tidak tahu pasti apa yang terjadi di masa lampau (sejarah saja masih kerap bertentangan sehubungan dengan hal ini), maka meminta saya mengakui hal itu adalah sangat tidak bijaksana.

==========================================

TL:

Kapan saya pernah berbohong? Jangan menuduh sembarangan coba buktikan, AFAIK tidak pernah saya mengatakan dapat atau tidak dapat, karena merupakan spekulasi. Saya mempertanyakan konsep Buddha memancarkan maitri karuna (yang merupakan suatu kegiatan), atau melakukan kegiatan apapun setelah mencapai Parinirvana. Apakah setelah Parinirvana bisa menghitung duit atau kegiatan lainnya?

TAN:

Nah ini dia! Diskusinya muter-muter lagi khan? Coba kita analisa jawaban Anda di atas, akan nampak beberapa kejanggalan.

(1)Anda tidak mengatakan “dapat” atau “tidak dapat”
(2)Anda mempertanyakan konsep Buddha “dapat” memancarkan maitri karuna.

Nah menimbang poin (2) di atas, kalau Anda tidak berasumsi bahwa Buddha “tidak dapat” melakukan sesuatu setelah parinirvana, tentunya Anda tidak akan mempertanyakannya bukan? Oleh karena itu, poin (1) di atas menjadi tidak valid. Dengan demikian, terbukti poin (1) dan (2) adalah kontradiksi.

=========================================================

TL:

Dimanakah TL? di perasaankah? di jasmani kah? di bentuk-bentuk pikirankah? coba tolong jelaskan dimanakah TL? 

TAN:

Jawaban yang unik dan menarik. Oke kalau begitu “dimanakah” Tl? Apakah TL itu ada atau ga? Coba jawab yang jelas dan tidak berputar-putar?
Kalau TL itu “tidak ada” maka postingan-postingannya itu sama dengan jawaban otomatis pada “answering machine” hahahahaha...lucu!
Pertanyaannya:
Siapakah yang:

(1)tidak mau dituduh berbohong dengan menyatakan: “Kapan saya pernah berbohong? Jangan menuduh sembarangan coba buktikan...”
(2)menantang untuk menerima bahwa ajaran Mahayana mencontek Hindu

Hanya sekedar mesinkah? Huehuehue...

==========================================================

TL:

Siapa yang membenarkan ya? tauk aahhh gelappp 

TAN:

Berarti Anda tidak membenarkan yakkha Vajirapani membawa gada peremuk kepala itu bukan? Hayo jawab yang tegas. Jangan muter-muter doank!
Kemudian, apakah yakkha Vajirapani berbuat karma buruk dengan meremukkan kepala orang yang tidak menjawab pertanyaan seorang Sammasambuddha hingga kali ketiga?
Apakah tindakan penghancuran kepala itu bertentangan dengan maitri karuna atau tidak? Mohon pencerahannya.

Segitu dulu.

Amiduofo,


Tan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1480 on: 04 June 2009, 12:15:22 PM »
RYU:

Apakah sutra bakti sesuai dengan Empat Kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Mulia?

TAN:

Begini. Anda silakan tunjukkan bagian mana yang tidak sesuai dengan 4 KM dan JMB8? Nanti coba kita kupas sama2.

Amiduofo,

Tan

Ketika itu, setelah mendengar penjelasan Buddha tentang kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis dan merasakan kepedihan dalam hatinya. Mereka merenungkannya dan segera merasa malu dan berkata kepada Sang Bhagava, "Oh, Sang Bhagava, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tua kami?" Hyang Buddha menjawab, "Wahai siswa siswaku, jika kalian ingin membalas jasa kebajikan budi baik dari kedua orang tua..."

"Demi mereka tulis dan perbanyaklah Sutra ini, sebarluaskan demi kebajikan semua mahluk serta kumandangkanlah Sutra ini. Segeralah bertobat atas pelanggaran-pelanggaran dan kesalahan-kesalahan. Atas nama orang tua kalian, berikanlah persembahan kepada Buddha, Dharma, Sangha." Demi orang tua, patuhlah kepada perintah dan hanya memakan makanan suci dan bersih. Tumbuh kembangkan kebajikan dari praktek berdana. Inilah kekuatan yang diperoleh, semua Buddha akan selalu melindungi orang yang demikian itu dan dapat dengan segera menyebabkan orang-orang tua mereka lahir kembali di surga, untuk menikmati segala kebahagiaan dan meninggalkan penderitaan-penderitaan neraka.





Selain ini mau tanya juga, berarti berbohong demi kebenaran boleh ya? membuat sutra palsu dan di sebarkan sehingga mungkin saja orang yang membacanya malah semakin tersesat dan jauh dari Dhamma Buddha yang sebenarnya :(
Takut terlewatkan nih pertanyaan aye ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1481 on: 04 June 2009, 12:23:28 PM »
Saya katakan masih ada kilesa jika dianggap bodhisatva dari sisi non mahayanis jika ada yg menganggap sebagai Bodhisatva. Karena setahu saya Bodhisatva menurut Mahayanis Bodhisatva tidak ada lagi kilesa CMIIW.Nyatanya dari pandangan diatas masih  terjebak pandangan yg keliru mengenai definisi pencapaian arahat. Mencapai arahat(sudah dijelaskan diatas-membayangkan....). Dengan belum melihat jelas keseluruhan tilakhana secara lengkap hingga padamnya LDM itu lah masih ada tersisa kilesa.Karena dalam latihan2 nyata untuk merealisasikan nibana tidak ada namanya membayangkan, membayangkan adalah delusi juga. Saya rasa anda tau Vipasanna(pandangan terang- yg melihat langsung dan membayangkan saja

Okey, soal ini saya menolak untuk menilai apakah memang Bodhidharma masih memiliki kilesa atau tidak. Sama halnya seperti saya tidak akan menilai apakah Paauk Sayadaw, Mahasi Sayadaw, Ajahn Chah, dll. masih memiliki kilesa atau tidak. Saya tidak berniat berspekulasi soal ini :) maklum pencapaian saya belum cukup untuk menilai pencapaian para guru-guru di atas.

Bahkan dijhana 8 dikatakan persepsi dan non persepsi ini juga perangkap yg lebih halus seakan-akan beyond konsep total dan berpikir kilesa sudah hilang . Untuk benar-benar mengetahui harus ditembus melalui vipasanna. Makanya kata2 tersebut diatas harus dibandingkan dengan sutta yg bersifat praktikal yg langsung menuntun kita pada latihan merealisasikan nibbana. Coba Anda baca tentang Sunlun Sayadaw, Paauk Sayadaw dan Mahasi Sayadaw tentang latihannya apakah membayangkan atau tidak dan apa saja jebakan batmannya, perhatikan pula teknik latihannya dan bandingkan dengan sutta2 yg ada. Kalau ada contoh dari Zen ttg latihan vipasannanya atau prakteknya Boddhidharma serta referensi pendukungnya maka akan lebih bagus. Agar kita tidak berkutat pada teori saja yg mana kata2nya dapat dibolak balik sehingga jalannya diskusi benar2 untuk melihat fakta dan mendukung latihan kita dalam praktek Dhamma._/\_

Landasan kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi termasuk dalam arupadhatu, meskipun demikian, perlu diingat bahwa Sang Buddha pun masih mengajarkan pada siswa-siswa-Nya untuk menembus kedua pencapaian ini. Bahkan pada waktu Buddha merenungkan siapa yang layak menerima Buddhadharma sesaat Beliau mencapai penerangan sempurna, maka perhatiannya tertuju pada Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta yang menurut pengetahuan-Nya kilesanya paling minim. Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta adalah Guru yang mengajarkan pada Sang Buddha tentang Landasan Kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi.  Dengan demikian, Landasan Kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi adalah kondisi yang paling mendekati penerangan sempurna yang dicapai oleh Buddha Gotama.

Apa yang diajarkan oleh Bodhidharma adalah pencerahan seketika yang tidak mengikuti penembusan melalui Jhana 1, 2, 3 dan seterusnya, namun langsung menembus Landasan kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi guna mendekati kondisi yang paling dekat dengan Nirvana.

Mungkin demikian, jika penjelasan saya sesuaikan dengan pemahaman tingkat-tingkat pencapaian dalam Sutta Pitaka Pali. Meskipun perlu dipertimbangkan bahwa apa yang dimaksud oleh Bodhidharma sebagai nirvana dalam ceramahnya bukanlah Nirvana sempurna seperti yang ditembus oleh Anuttara Samyak Sambodhi. Namun dalam Mahayana dikenal "nirvana mikro"  yang umumnya disebut sebagai Bodhicitta (Pikiran Kebuddhaan).  Bodhicitta direalisasi oleh Bodhisattva yang mempraktikkan enam paramita. Sedangkan Nirvana Sempurna hanya direalisasi oleh Anuttara Samyak Sambodhi.

Masalahnya adalah ada perbedaan konsep pencapaian nirvana antara Theravada dan Mahayana yang memang menyebabkan perdebatan dalam topik ini. Terutama pandangan Mahayana bahwa Bodhisattva mampu menunda realisasi Nirvana Absolut dan tetap mempertahankan kondisi "nirvana mikro" (Bodhicitta) dalam setiap tindakannya. Sedangkan bagi Theravada, tidak ada bedanya antara Nirvana yang direalisasi oleh Sang Buddha dengan yang dicapai oleh siswa-siswanya. Perbedaan ini, tampaknya berkaitan dengan persoalan yang pelik dan sulit dibuktikan oleh kedua belah pihak, karena menyangkut tentang Nirvana yang hanya memang bisa dipahami oleh yang menembusnya.

Dalam hal ini, Mahayana menganggap bahwa terjadinya kesalahpahaman para Sravaka bahwa "nirvana mikro" adalah Nirvana Mutlak.Dalam hal ini, Bodhidharma sebagai Mahayanis, dan sesuai dengan pencapaiannya, membenarkan bahwa Para Sravaka belum mencapai "pantai seberang." Sedangkan Para Arahat (Pacceka Buddha) mencapai "pantai seberang,"  namun Para Bodhisattva melampaui "pantai ini" ataupun "pantai seberang." Tentu saja ini hanyalah gambaran kasar, bukan mencerminkan pencapaian sesungguhnya ataupun identitas seperti apapun yang diberikan padanya. Seorang Guru yang dinamai sebagai "Arahat" jika ia memiliki kualitas seperti halnya seorang Bodhisattva maka ia adalah "yang melampaui pantai ini ataupun pantai seberang". Seorang Guru yang meski dijuluki siswa Mahayana sebagai "Bodhisattva" namun jika kualitasnya adalah Sravaka, ia tetap adalah "yang belum mencapai pantai seberang." Dalam hal ini, mohon kita tidak terlalu terikat dengan label-label seperti "Sravaka", "Arahat", "Bodhisattva," dsb-nya. Bukankah bagi Bodhidharma kata-kata dan wujud justru adalah cerminan dari delusi?

Oleh karena itu, saya sepakat dengan anda bahwa dalam membahas hal seperti ini diskusi yang berbelit-belit hanya akan memperumit keadaan, karena selama ini saya selalu menolak membahas hal ini. Sebaliknya saya kurang setuju dengan pandangan bahwa cukup dengan penjabaran teknik-teknik meditasi dan dukungan referensi sutta ataupun sutra dapat menjernihkan persoalan ini. Sekali lagi, cara penjabaran demikian dengan menyusun deskripsi pencapaiannya secara detil tahap demi tahap yang kemudian dikait-kaitan dengan referensi sutta tidak membuktikan suatu pendekatan lebih baik daripada lainnya, sebab bagaimanapun yang tejadi hanyalah usaha memberikan pembenaran terhadap suatu metode tertentu.

Buat apa kita menggambarkan naga, jika kita sama sekali tidak pernah melihat naga. Gambaran demikian hanya membuat kita terus bertanya-tanya tentang wujud naga sepanjang pencarian kita. Jika ternyata naga tesebut sebenarnya bertentangan dengan imajinasi kita, maka walaupun ia ada di depan kita tidak mengenalinya.

Cukup berpegang teguh pada Sila, Samadhi dan Prajna. Maka dengan berjalannya waktu kita akan mengenal dengan sendirinya.

Ini Arahat sravaka artinya dibawah arahat seperti sravaka Buddha dibawah Sammasambuddha? istilahnya ngak jelas  ;D Dan menurut mahayana emang ada berapa jenis arahat? Karena sepengetahuan saya cara mereka berlatih dan pandangan mereka ttg nibbana pun sejalan dengan Sang Buddha. Dan ini jelas dalam Tipitaka Pali bagaimana Sang Buddha menjelaskan ttg perealisasian nibbana oleh para arahat. Contoh Bahiya , Sariputta dll. Nah permasalahannya jika Mahayana mengakui Tipitaka Pali juga tetapi terjadi pendefinisian bahwa arahat masih ada kilesa maka kontradiktif bukan? Kembali pertanyaan saya yg awal juga "Pertanyaanya apakah yg telah mempelajari zen dapat melihat langsung berakhirnya delusi atau adakah referensi  sutta yg dimilikinya dapat menjelaskan secara praktek? jika ada bisa dishare disini...agar menambah wawasan kita bersama?" Kalau di satipathana sutta, bahiya sutta dan kitab komentar visuddhi magga sangat jelas rincian latihan/praktek untuk menghilangkan kilesa. Itu maksud pertanyaan saya agar lebih jelas lagi.

Dikatakan dalam Mahayana, Arahat terlepas dari Kilesavarana (Rintangan Kekotoran Batin), namun Bodhisattva terlepas dari Kilesavarana (Rintangan kekotoran batin) dan Jneyavarana (Rintangan Paham). Maka dalam Mahayanapun diakui bahwa Arahat lepas dari kekotorna batin. Meskipun demikian untuk mencapai Anuttara Samyak Sambodhi, ia harus bebas dari Jneyavarana.  Menurut saya pribadi, Jneyavara berkaitan dengan keempat corak yang disebut dalam  Sutra Maha Kesadaran Yang Sempurna, yang terdiri dari ‘corak aku’, ‘corak manusia’, ‘corak makhluk’ dan ‘corak kehidupan’.

‘Corak aku’ muncul ketika seseorang berusaha membuktikan dirinya merealisasi nirvana yang tenang dan suci. Ia meyakini bahwa nirvana dalah kondisi batin. Keyakinan ini membuktikan bahwa dirinya masih diliputi oleh sebuah kesadaran subjektif yang mencerminkan keakuan. Pandangan ini muncul karena adanya keyakinan dari semula bahwa hanya “aku” yang bisa mencapai nirvana, sehingga ia memisahkan antara “pengalaman internal” dengan “pengalaman eksternal”. Jika seseorang merasa mencapai Nirvana dengan pemikiran demikian maka ia sebenarnya ia belum merealisasi Nirvana yang sebenarnya.

‘Corak manusia’ adalah kecenderungan di mana ketika seseorang merasa dirinya telah merealisasi nirvana dan ia kemudian menganggap bahwa ia mencapai nirvana, maka ia terjebak pada anggapan yang sebenarnya masih mencerminkan bahwa ia masih memiliki kedirian.

‘Corak makhluk’  adalah rintangan yang muncul ketika ia berhasil menyadari bahwa ‘corak aku’ dan ‘corak manusia’ pada dasarnya adalah kosong tanpa inti, namun ia kemudian menganggap dirinya telah lepas dari corak aku dan corak manusia, sehingga ia merasa menjadi suci. Karena ia masih belum terlepas dari kesan ‘menganggap dirinya’, maka pikiran tersebut adalah ‘Corak makhluk’.

Singkatnya: membuktikan dirinya telah mencapai pencerahan adalah Corak Aku, menganggap dirinya telah sadar adalah Corak Manusia, pemahaman bahwa ia tidak memiliki corak apapun adan Corak Makhluk.

Selanjutnya, karena memiliki ‘daya paham’ akan corak-corak tersebut maka ia dikatakan memiliki Corak kehidupan. Karena bagaimanapun ‘daya paham’ mencerminkan adanya ‘pemahaman’ itu sendiri, yang berarti seseorang masih berjebak dalam diri. Bahkan kesadaran dan daya pengertian yang akan ketiga corak itu sendiri pun pada dasarnya adalah debu, oleh karena itu ‘daya pemahaman’ dan ‘daya sadar’ demikian juga dilepas.

Dalam hal ini, ke-Bodhisattva-an sebenarnya adalah kondisi yang bebas dari keempat corak sehingga dengan demikian meskipun ia tetap tinggal dalam samsara, namun ia tidak pernah melekat padanya. Sedangkan Arahat dan Sravaka diyakini masih memiliki keempat Corak ini.

Demikianlah yang kuketahui. Mohon maaf jika ada kesalahan ucap yang menyebabkan ketidaksenangan.
« Last Edit: 04 June 2009, 12:25:09 PM by sobat-dharma »
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1482 on: 04 June 2009, 12:26:00 PM »

2.Sikap membuang2 waktu, karena walau bagaimanapun saya tidak akan beralih keyakinan pada Non-Mahayana. Semakin saya tanggapi semoga mereka akan semakin sadar bahwa percuma berusaha mengubah keyakinan saya dari Mahayana ke non Mahayana.

ini agak menggelikan, statement serupa ini sudah sering kali dilontarkan oleh Sdr. Tan, saya sih menilai bahwa member yg berdiskusi di sini hanya ingin berdiskusi dengan anda, walaupun dengan gaya yg agak sedikit frontal, tapi kenapa anda beranggapan bahwa para member di sini sedang berusaha untuk mengalihkan keyakinan anda? silahkan baca pengantar thread ini oleh TS.

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

_/\_

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1483 on: 04 June 2009, 12:48:58 PM »
INDRA:

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

TAN:

Benar. Saya merasa seolah-olah begitu. Mohon maaf, kalau perasaan saya ini salah. Mengapa saya berperasaan demikian? Karena pada diskusi di milis ini (atau setidaknya pada thread ini) saya melihat rekan-rekan non Mahayana berupaya membuktikan bahwa Mahayana itu "salah" (umpamanya mereka menunjukkan "kejanggalan" tentang Sukhavati dan doktrin-doktrin Mahayana lainnya). Nah, kalau sudah mau membuktikan bahwa Mahayana itu "salah." Apa lagi kalau bukan upaya "pengalihan keyakinan" walau dengan cara halus?
Itu sama saja dengan agama lain yang berupaya "mengalihkan-keyakinan" orang Buddhis dengan membuktikan bahwa agama Buddha itu "salah" dan keyakinan mereka yang benar.
Bagi saya kalau ingin berdiskusi lintas sekte, cukup sebatas saling memahami. Bahwa Mahayana dan non Mahayana itu memang beda. Tidak perlu dicari mana yang lebih "benar" atau lebih "salah." Cukup mengerti saja: "O Mahayana ini begitu.. Non Mahayana ini begitu." Seperti yang ada di buku David. J. Kalupahana dan Hans Wolfgang Schumann. Semuanya dapat memberikan pandangan mengenai Mahayana dan non Mahayana dari sudut pandang yang netral.
Nah, semoga saja perasaan saya akan adanya usaha "pengalihan-keyakinan" itu salah.

Amiduofo,

Tan

Offline arya_bodhi

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 36
  • Reputasi: 0
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1484 on: 04 June 2009, 12:53:57 PM »
xixiiiixiix... bearti om Tan ke GR-an nichhh...  ^-^ ^-^

 

anything