//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663260 times)

0 Members and 7 Guests are viewing this topic.

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1395 on: 03 June 2009, 10:31:42 AM »
Quote
Ya saya memahami, tapi yang ingin saya tanyakan mahayana kenapa seperti "terlihat" membelokan tujuan Nibbana menjadi ke arah lain (contoh surga sukhavati)

saya mau kutip kata2 di sutta :
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."
haha..bro Ryu lupa lagi ya. Sigalovada sutta juga tidak bertujuan langsung ke nibbana. Berarti Buddha membelokkan tujuan juga ? Malahan Sigalovada sutta lebih berpotensi membuat orang terhempas dalam samsara, karena bila mempraktikkannya mungkin hanya terlahir di alam surga. Dan di alam surga banyak kenikmatan surgawi , apakah tidak takut orang terbuai hingga lupa akan dhamma? hehe...kesannya bisa menjadi begitu kan? Tapi saya tau tidak slalu demikian.
Beda dengan Sukhavati, mungkin tidak langsung mengajar orang langsung merealiasasi nibbana, tetapi ajaran langsung itu juga ada dalam sutra lain , bukan di sutra2 tentang Sukhavati. Cukup fair toh mau pilih yg mana. TApi sebenarnya ditelusuir lebih dalam lagi, Sukhavati bisa jg dikatakan mengajar ke arah nibbana, mengapa? karena setelah terlahir di sana, kita akan diarahkan lagi utk praktik dhamma, dan tujuan akhir di Sukhavati adalah merealisasi nibbana dan mencapai Kebuddhaan. Setidaknya tidak seresiko belajar Sigaloavada sutta lah..hehe.
Ada yg bilang, mengapa harus belajar dhamma di Sukhavati kalo di sini sudah ada. Ya, silakan kalo memang sanggup realiasasi langsung di sini. Mahayana juga menganjurkan. TEtapi tetap ada kebebasan utk menentukan sendiri. Tidak semua Mahayanis mempraktikkan Sukhavati lho. Lihat saja master Xuanzhuang, Xuyun, Taixu, Yinshun, mereka memilih surga Tusita utk belajar pd bodhistava Maitreya.
  
 Jadi jangan terpaku pada "kenapa seperti "terlihat"  .." , ya semua akan terlihat seperti begini2 dan begitu2..kalo tidak dipelajari secara seksama. Umat agama lain saat melihat agama buddha juga akan bilang kenapa seperti "terlihat" ....
 


Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1396 on: 03 June 2009, 10:36:29 AM »
Quote
Terima kasih bro chingik sudah hadir dan menjawab, apakah menurut bro sigalovada sutta merupakan pandangan salah?

saya melihat dalam penyembahan dewa dll (atau mengucapkan kata Buddha berulang2) bukankah dalam mahayana itu supaya terlahir kembali di (contoh) surga sukhavati dll?

dan sigalovada sutta khan itu merupakan aturan2 saja dan ketika di jalankan apakah ada iming2 ke surga sukhavati juga?

Sigalovada Sutta tentu bukan ajaran yg mengarah pada pandangan salah. Tetapi yang jelas Sigalavoda sutta tidak mengajarkan jalan menuju akhir usia tua secara langsung. Bila orang memberi interpretasi secara harfiah, maka Sutta ini hanya mengarahkan orang terlahir di alam dewa saja. Itulah mengapa bro Indra mengatakan bhw ini dikarenakan Buddha mengajarkan orang berdasarkan watak dan kecenderungannya. Dari segi ini semestinya perlu dipahami juga bahwa ritual persembahan pada dewa dalam lingkup mahayanis juga demikian, yakni disesuaikan
dengan watak dari orang mempraktikkannya.

Ini ada persoalan lain yg perlu dijernihkan: Hanya memberi persembahan kepada dewa tidak membuat orang terlahir di Sukhavati. Sukhavati hanya dapat terealisasi bila memenuhi syarat keyakinan, tekad dan praktik.  Mengucapkan nama Buddha berulang2 juga tidak harus terlahir di Sukhavati ,  semua tergantung dari tekad praktisinya. Misalnya Praktisi Zen juga mempraktikkan nienfo, tetapi tidak semua praktisi Zen mau terlahir di Sukhavati. Yang terlahir di Sukhavati adalah orang yg memiliki tekad dan kemauan terlahir di Sukhavati. 
Jika bicara soal iming2, bila diselidiki secara mendalam, semuanya adalah iming2. Sigalovada sutta hanya mengajarkan tentang tata cara, tetapi tetap saja disebutkan bahwa bila mempraktikkannya kita akan memperoleh kehormatan. Bagi orang yg tertarik dgn kehormatan maka bisa saja kita mengatakan dia telah diming2i utk memproleh kehormatan demi praktik ini, tetapi sebenarnya tidak demikian kan?. Begitu jg ketika mahayana mengajarkan tentang Sukhavati, ya bila orang yg tertarik dgn kebahagiaan surga akan terkesan diiming2i, tetapi sebenarnya tidk demikian juga. Tentu semuanya perlu dipelajari secara seksama. 

 


demikian juga dengan agama lain, katanya dengan iman, tekad & praktek dia bisa ke surga lho, berarti tidak ada bedanya dong ajarang buddha dengan agama lain :)

ya, agama lain makan pake mulut, dengar pake kuping, memakai baju dan jubah,  berarti sama aja dong dng agama Buddha. Jangan liat kulitnya. tapi isinya.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1397 on: 03 June 2009, 10:41:30 AM »
Quote
Ya saya memahami, tapi yang ingin saya tanyakan mahayana kenapa seperti "terlihat" membelokan tujuan Nibbana menjadi ke arah lain (contoh surga sukhavati)

saya mau kutip kata2 di sutta :
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."
haha..bro Ryu lupa lagi ya. Sigalovada sutta juga tidak bertujuan langsung ke nibbana. Berarti Buddha membelokkan tujuan juga ? Malahan Sigalovada sutta lebih berpotensi membuat orang terhempas dalam samsara, karena bila mempraktikkannya mungkin hanya terlahir di alam surga. Dan di alam surga banyak kenikmatan surgawi , apakah tidak takut orang terbuai hingga lupa akan dhamma? hehe...kesannya bisa menjadi begitu kan? Tapi saya tau tidak slalu demikian.
Beda dengan Sukhavati, mungkin tidak langsung mengajar orang langsung merealiasasi nibbana, tetapi ajaran langsung itu juga ada dalam sutra lain , bukan di sutra2 tentang Sukhavati. Cukup fair toh mau pilih yg mana. TApi sebenarnya ditelusuir lebih dalam lagi, Sukhavati bisa jg dikatakan mengajar ke arah nibbana, mengapa? karena setelah terlahir di sana, kita akan diarahkan lagi utk praktik dhamma, dan tujuan akhir di Sukhavati adalah merealisasi nibbana dan mencapai Kebuddhaan. Setidaknya tidak seresiko belajar Sigaloavada sutta lah..hehe.
Ada yg bilang, mengapa harus belajar dhamma di Sukhavati kalo di sini sudah ada. Ya, silakan kalo memang sanggup realiasasi langsung di sini. Mahayana juga menganjurkan. TEtapi tetap ada kebebasan utk menentukan sendiri. Tidak semua Mahayanis mempraktikkan Sukhavati lho. Lihat saja master Xuanzhuang, Xuyun, Taixu, Yinshun, mereka memilih surga Tusita utk belajar pd bodhistava Maitreya.
  
 Jadi jangan terpaku pada "kenapa seperti "terlihat"  .." , ya semua akan terlihat seperti begini2 dan begitu2..kalo tidak dipelajari secara seksama. Umat agama lain saat melihat agama buddha juga akan bilang kenapa seperti "terlihat" ....
 


Begini, Ko Tan selalu membandingkan dengan ajaran non Mahayana dan juga agama lain, mari kita lihat ajaran lain.....
Bagi ajaran lain ada yang di sebut pandangan salah contohnya adalah menyembah Patung atau Ilah lain, nah apakah pemuka agama, yang mengajar, dan doktrin2 nya melakukan hal itu dan memperbolehkan umatnya atau menghindarinya?

Mari kita lihat Buddhis, mereka melakukan pembenaran2 bahwa toleransi lah, tidak masalah lah dll hal2 pandangan salah yang apa Buddha katakan, bisa lihat bedanya?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1398 on: 03 June 2009, 10:56:15 AM »
Quote
Begini, Ko Tan selalu membandingkan dengan ajaran non Mahayana dan juga agama lain, mari kita lihat ajaran lain.....
Bagi ajaran lain ada yang di sebut pandangan salah contohnya adalah menyembah Patung atau Ilah lain, nah apakah pemuka agama, yang mengajar, dan doktrin2 nya melakukan hal itu dan memperbolehkan umatnya atau menghindarinya?

Mari kita lihat Buddhis, mereka melakukan pembenaran2 bahwa toleransi lah, tidak masalah lah dll hal2 pandangan salah yang apa Buddha katakan, bisa lihat bedanya?
pembenaran seprti dalam hal apa ? contoh konkrit nya apa ya, tolong lebih jelas dulu ..:)

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1399 on: 03 June 2009, 11:02:58 AM »
Quote
Begini, Ko Tan selalu membandingkan dengan ajaran non Mahayana dan juga agama lain, mari kita lihat ajaran lain.....
Bagi ajaran lain ada yang di sebut pandangan salah contohnya adalah menyembah Patung atau Ilah lain, nah apakah pemuka agama, yang mengajar, dan doktrin2 nya melakukan hal itu dan memperbolehkan umatnya atau menghindarinya?

Mari kita lihat Buddhis, mereka melakukan pembenaran2 bahwa toleransi lah, tidak masalah lah dll hal2 pandangan salah yang apa Buddha katakan, bisa lihat bedanya?
pembenaran seprti dalam hal apa ? contoh konkrit nya apa ya, tolong lebih jelas dulu ..:)

bisa dilihat dari upacara2 yang sering di adakan dalam "mahayana mungkin ya" seperti pemujaan dewa? ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1400 on: 03 June 2009, 11:24:25 AM »
Quote
Ya saya memahami, tapi yang ingin saya tanyakan mahayana kenapa seperti "terlihat" membelokan tujuan Nibbana menjadi ke arah lain (contoh surga sukhavati)

saya mau kutip kata2 di sutta :
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."
haha..bro Ryu lupa lagi ya. Sigalovada sutta juga tidak bertujuan langsung ke nibbana. Berarti Buddha membelokkan tujuan juga ? Malahan Sigalovada sutta lebih berpotensi membuat orang terhempas dalam samsara, karena bila mempraktikkannya mungkin hanya terlahir di alam surga. Dan di alam surga banyak kenikmatan surgawi , apakah tidak takut orang terbuai hingga lupa akan dhamma? hehe...kesannya bisa menjadi begitu kan? Tapi saya tau tidak slalu demikian.
Beda dengan Sukhavati, mungkin tidak langsung mengajar orang langsung merealiasasi nibbana, tetapi ajaran langsung itu juga ada dalam sutra lain , bukan di sutra2 tentang Sukhavati. Cukup fair toh mau pilih yg mana. TApi sebenarnya ditelusuir lebih dalam lagi, Sukhavati bisa jg dikatakan mengajar ke arah nibbana, mengapa? karena setelah terlahir di sana, kita akan diarahkan lagi utk praktik dhamma, dan tujuan akhir di Sukhavati adalah merealisasi nibbana dan mencapai Kebuddhaan. Setidaknya tidak seresiko belajar Sigaloavada sutta lah..hehe.
Ada yg bilang, mengapa harus belajar dhamma di Sukhavati kalo di sini sudah ada. Ya, silakan kalo memang sanggup realiasasi langsung di sini. Mahayana juga menganjurkan. TEtapi tetap ada kebebasan utk menentukan sendiri. Tidak semua Mahayanis mempraktikkan Sukhavati lho. Lihat saja master Xuanzhuang, Xuyun, Taixu, Yinshun, mereka memilih surga Tusita utk belajar pd bodhistava Maitreya.
 
 Jadi jangan terpaku pada "kenapa seperti "terlihat"  .." , ya semua akan terlihat seperti begini2 dan begitu2..kalo tidak dipelajari secara seksama. Umat agama lain saat melihat agama buddha juga akan bilang kenapa seperti "terlihat" ....
 

bro chingik... manusia dan para dewa itu dapat digolongkan atas
1. Dvihetuka puggala.
2. Trihetuka puggala.

Dvihetuka puggala adalah para manusia dan dewa yang hanya memiliki 2 akar (dvihetuka) sehingga pada kehidupannya sebagai dewa dan manusia tidak akan bisa mencapai jhana dan lokkutara (nibbana), tetapi akibat dari praktek meditasi dan kusala citta di masa terlahir sebagai dvihetuka puggala, maka mereka bisa terlahir kembali menjadi trihetuka puggala pada masa kehidupan yang akan datang.

Sedangkan Trihetuka puggala adalah para manusia dan dewa yang memiliki 3 akar (trihetuka) dan dapat mencapai jhana dan lokkutara jika dikembangkan dengan baik.

Jadi para dewa (sebagai trihetuka puggala) juga bisa mencapai jhana dan lokkutara.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1401 on: 03 June 2009, 11:28:07 AM »
RYU:

demikian juga dengan agama lain, katanya dengan iman, tekad & praktek dia bisa ke surga lho, berarti tidak ada bedanya dong ajarang buddha dengan agama lain

TAN:

Baik, kita batasi topiknya pada "persamaan dan perbedaan dengan agama lain" agar tidak melebar ke "lima benua" dan "tujuh samudera."
Semua agama di dunia ini masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaannya sendiri-sendiri. Begitu juga dengan agama Buddha. Tentu saja ada persamaan dan perbedaannya dengan agama lain.
Agama Buddha mengajarkan bahwa dengan perbuatan (melaksanakan Pancasila Buddhis) dia bisa terlahir di alam surga. Ini juga ada di agama lain. Ajaran Sukhavati mengajarkan seseorang dapat dilahirkan di surga Sukhavati melalui praktik nianfo dan perenungan pada Buddha Amitabha (baca Sutra Amitayur Dhyana). Apakah ini sama dengan agama lain? Ya. mungkin ada persamaannya. Tetapi tidak sepenuhnya sama. Setidaknya, nama tokohnya saja sudah berlainan. Setahu saya tidak ada agama lain, yang juga mengajarkan tentang Amitabha; kecuali Anda dapat membuktikan yang sebaliknya. Kedua, metoda konsentrasi dan pelafalan sebagaimana yang ada di Sukhavati Vyuha dan Amitayur Dhyana, apakah juga ada diajarkan di agama lain?
Anda menyebutkan iman di sini. Apakah yang disebut "iman" pada masing-masing agama itu sama? Selanjutnya, Buddha Amitabha itu transendens dan juga imanen. Apakah agama lain juga mengajarkan hal yang sama, terutama sehubungan dengan mahadewa-nya? Setahu saya, mahadewa itu transendens dan bukan imanen. Kecuali Anda bisa membuktikan yang sebaliknya.
Nah, segala sesuatu mungkin ada persamaan dan perbedaannya; tetapi memukul rata bahwa semua adalah SEPENUHNYA SAMA dengan menilik hanya dari segelintir persamaan adalah tindakan yang tidak bijaksana. Saya akan berikan sedikit ilustrasi.

Monyet mempunyai mata dua. Manusia memiliki mata dua
Monyet mempunyai dua telinga. Manusia memliki dua telinga
Monyet mempunyai satu hidung. Manusia mempunyai satu hidung
Monyet mempunyai satu mulut. Manusia mempunyai satu mulut
Monyet butuh makan supaya tidak mati. Manusia butuh makan supaya tidak mati.
Monyet butuh minum supaya tidak mati. Manusia butuh minum supaya tidak mati.
dan seterusnya.

Apakah manusia lalu SAMA dengan monyet?

Demikianlah, selanjutnya agar supaya berhati-hati dalam menyimpulkan persamaan dan perbedaan.

Amiduofo,


Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1402 on: 03 June 2009, 11:41:03 AM »
RYU:

Ajaran Buddha menerangkan ini adalah pandangan benar, ini adalah pandangan salah, apabila ada pandangan salah berarti diperbolehkan dalam ajaran Buddha? apakah cukup di jawab ahhhh inikan karma kamu sehingga punya pandangan salah titik gitu ?

TAN:

Jangan ngomong "boleh" dan "tidak boleh." Karena "boleh" dan "tidak boleh" adalah suatu "larangan." Sekali lagi saya tidak setuju dengan kata "larangan." Yang lebih tepat bagi saya adalah "anjuran." Ini beda dengan "larangan." Larangan berlaku bila pihak yang memberlakukan larangan, yang menjatuhkan sanksi atau hukuman. Dalam agama Buddha, bila seseorang melakukan kejahatan (akusala karma), maka Buddha tidak pernah menjatuhkan hukuman. Karena itu, sekali lagi saya lebih suka menggunakan kata "anjuran." Jadi istilah "boleh" dan "tidak boleh" adalah tidak valid. Kalau "larangan" sifatnya memaksa dan "anjuran" sifatnya tidak memaksa.
Kembali ke topik. Kita perlu jelaskan dahulu berbagai peristilahan.
"Pandangan salah" yang kita bicarakan di sini, tentunya adalah "pandangan salah menurut agama Buddha" dan bukan agama lainnya. Bagaimana sikap umat Buddha yang baik terhadap pandangan salah? Umat Buddha tentunya dianjurkan untuk tidak menganut "pandangan salah menurut agama Buddha." Logikanya kalau dia masih "menganut pandangan salah menurut agama Buddha" tentunya sebaiknya dia tidak menjadi penganut agama Buddha. Lebih baik dia mendirikan keyakinan sendiri yang didasari oleh "pandangan salah menurut agama Buddha"-nya itu. Nah, barulah dengan demikian "pandangan salah menurut agama Buddha"-nya itu akan menjadi "pandangan benar menurut agama yang didirikannya." Atau dia mencari agama lain yang menganggap "pandangan salah menurut agama Buddha" itu sebagai "pandangan benar menurut agama lain tersebut." Nah, kasus ini akan terselesaikan dengan mudah.
Kita boleh saja memberikan anjuran pada sesama umat Buddha mengenai pandangan salah dan benar itu. Tetapi sifatnya tidak memaksa. Buddha sendiri tidak pernah memaksa. Ingat Upali Sutta, yang mengajarkan toleransi.

Demikian, semoga bermanfaat.

Amiduofo,

Tan

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1403 on: 03 June 2009, 11:45:34 AM »
dutiyampi saya mencoba meluruskan, bahwa ADA LARANGAN dalam Buddhism dan ada sanksi jika larangan itu dilakukan, baca Vinaya Pitaka

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1404 on: 03 June 2009, 11:47:49 AM »
RYU:

bisa dilihat dari upacara2 yang sering di adakan dalam "mahayana mungkin ya" seperti pemujaan dewa?

TAN:

Perlu Sdr. Ryu cari tahu, apakah benar "upacara pemujaan dewa2" dalam Mahayana itu sama dengan "pemujaan dewa2 dari agama lain." Soalnya selama saya ikut Mahayana kok ga ada ya upacara seperti itu. Lagipula selama ini saya ikut Mahayana ga pernah ikut acara "puja dewa2." Saya juga ga gitu suka upacara2 ritual. Apakah kalo gitu saya bukan Mahayana ya? But btw saya menghormati dewa2 dan orang yang melakukan ritual semacam itu; asalkan dia mengetahui makna apa yang dilakukannya dan bukan cuma ikut2an.
Btw. Anda pernah baca literatur Mahayana seperti Cheng Wei Shi Lun atau Mo He Chi Kuan (Jepang: Mahashikan). Ada ga di situ tentang puja dewa2? Kalau ada saya dikasih tahu ya. Nanti saya juga adain puja dewa gede2an. Ma kasih.

Amiduofo,

Tan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1405 on: 03 June 2009, 11:47:59 AM »
RYU:

demikian juga dengan agama lain, katanya dengan iman, tekad & praktek dia bisa ke surga lho, berarti tidak ada bedanya dong ajarang buddha dengan agama lain

TAN:

Baik, kita batasi topiknya pada "persamaan dan perbedaan dengan agama lain" agar tidak melebar ke "lima benua" dan "tujuh samudera."
Semua agama di dunia ini masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaannya sendiri-sendiri. Begitu juga dengan agama Buddha. Tentu saja ada persamaan dan perbedaannya dengan agama lain.
Agama Buddha mengajarkan bahwa dengan perbuatan (melaksanakan Pancasila Buddhis) dia bisa terlahir di alam surga. Ini juga ada di agama lain. Ajaran Sukhavati mengajarkan seseorang dapat dilahirkan di surga Sukhavati melalui praktik nianfo dan perenungan pada Buddha Amitabha (baca Sutra Amitayur Dhyana). Apakah ini sama dengan agama lain? Ya. mungkin ada persamaannya. Tetapi tidak sepenuhnya sama. Setidaknya, nama tokohnya saja sudah berlainan. Setahu saya tidak ada agama lain, yang juga mengajarkan tentang Amitabha; kecuali Anda dapat membuktikan yang sebaliknya. Kedua, metoda konsentrasi dan pelafalan sebagaimana yang ada di Sukhavati Vyuha dan Amitayur Dhyana, apakah juga ada diajarkan di agama lain?
Anda menyebutkan iman di sini. Apakah yang disebut "iman" pada masing-masing agama itu sama? Selanjutnya, Buddha Amitabha itu transendens dan juga imanen. Apakah agama lain juga mengajarkan hal yang sama, terutama sehubungan dengan mahadewa-nya? Setahu saya, mahadewa itu transendens dan bukan imanen. Kecuali Anda bisa membuktikan yang sebaliknya.
Nah, segala sesuatu mungkin ada persamaan dan perbedaannya; tetapi memukul rata bahwa semua adalah SEPENUHNYA SAMA dengan menilik hanya dari segelintir persamaan adalah tindakan yang tidak bijaksana. Saya akan berikan sedikit ilustrasi.

Monyet mempunyai mata dua. Manusia memiliki mata dua
Monyet mempunyai dua telinga. Manusia memliki dua telinga
Monyet mempunyai satu hidung. Manusia mempunyai satu hidung
Monyet mempunyai satu mulut. Manusia mempunyai satu mulut
Monyet butuh makan supaya tidak mati. Manusia butuh makan supaya tidak mati.
Monyet butuh minum supaya tidak mati. Manusia butuh minum supaya tidak mati.
dan seterusnya.

Apakah manusia lalu SAMA dengan monyet?

Demikianlah, selanjutnya agar supaya berhati-hati dalam menyimpulkan persamaan dan perbedaan.

Amiduofo,


Tan

sdr.TAN,

yang sdr.TAN analogikan dengan persamaan antara monyet dan manusia itu masih belum seberapa banyak... menurut para ahli genetika, persamaan DNA manusia dan monyet mencapai 98%, hanya 2% yang berbeda itu yang membuat appearance (penampilan dan kualitas) manusia itu berbeda dengan monyet...

sdr.TAN berusaha menganalogikan sesuatu yang berbeda. Tentunya dalam hal ini, sdr.RYU secara implisit menyatakan memang ada perbedaan antar ajaran (baik dalam satu lingkup ajaran yang akarnya sama maupun ajaran yang akarnya berbeda). Kalau semua (100% match) tentunya tidak akan berbeda. Antara satu manusia dengan manusia lain saja Genetika-nya bisa berbeda. Kalau sama, maka itu identik namanya. seperti halnya kloning makhluk hidup.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1406 on: 03 June 2009, 11:53:46 AM »
dutiyampi saya mencoba meluruskan, bahwa ADA LARANGAN dalam Buddhism dan ada sanksi jika larangan itu dilakukan, baca Vinaya Pitaka

pada dasarnya LARANGAN (seperti halnya di dalam vinaya pitaka) itu di buat untuk aturan main kelembagaan (sangha)... Pada jaman BUDDHA masih hidup, BUDDHA dianggap sebagai HAKIM yang bisa memutuskan apakah benar terjadi pelanggaran, karena itulah justifikasi yang paling mutlak pada masa itu. Namanya juga pengikut BUDDHA, kalau tidak bisa diputuskan oleh BUDDHa, tentunya bukan pengikut BUDDHA lagi donk...

Masalahnya kan setelah BUDDHA sudah parinibbana, siapa lagi yang bisa menjadi HAKIM/JURI untuk memutuskan suatu pelanggaran ? Paling dekat mungkin hanya VINAYA PITAKA ?? VINAYA hanya bisa menghakimi perbuatan yang nampak/jelas jelas terlihat, terhadap pelanggaran yang tidak diketahui, VINAYA tidak berjalan, kecuali hanya citta dan cetasika masing-masing individu yang bisa merekam semua perbuatan dan hal ini berkaitan dengan konsekuensi karma yang diterima masing-masing nantinya.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1407 on: 03 June 2009, 11:56:09 AM »
RYU:

demikian juga dengan agama lain, katanya dengan iman, tekad & praktek dia bisa ke surga lho, berarti tidak ada bedanya dong ajarang buddha dengan agama lain

TAN:

Baik, kita batasi topiknya pada "persamaan dan perbedaan dengan agama lain" agar tidak melebar ke "lima benua" dan "tujuh samudera."
Semua agama di dunia ini masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaannya sendiri-sendiri. Begitu juga dengan agama Buddha. Tentu saja ada persamaan dan perbedaannya dengan agama lain.
Agama Buddha mengajarkan bahwa dengan perbuatan (melaksanakan Pancasila Buddhis) dia bisa terlahir di alam surga. Ini juga ada di agama lain. Ajaran Sukhavati mengajarkan seseorang dapat dilahirkan di surga Sukhavati melalui praktik nianfo dan perenungan pada Buddha Amitabha (baca Sutra Amitayur Dhyana). Apakah ini sama dengan agama lain? Ya. mungkin ada persamaannya. Tetapi tidak sepenuhnya sama. Setidaknya, nama tokohnya saja sudah berlainan. Setahu saya tidak ada agama lain, yang juga mengajarkan tentang Amitabha; kecuali Anda dapat membuktikan yang sebaliknya. Kedua, metoda konsentrasi dan pelafalan sebagaimana yang ada di Sukhavati Vyuha dan Amitayur Dhyana, apakah juga ada diajarkan di agama lain?
Anda menyebutkan iman di sini. Apakah yang disebut "iman" pada masing-masing agama itu sama? Selanjutnya, Buddha Amitabha itu transendens dan juga imanen. Apakah agama lain juga mengajarkan hal yang sama, terutama sehubungan dengan mahadewa-nya? Setahu saya, mahadewa itu transendens dan bukan imanen. Kecuali Anda bisa membuktikan yang sebaliknya.
Nah, segala sesuatu mungkin ada persamaan dan perbedaannya; tetapi memukul rata bahwa semua adalah SEPENUHNYA SAMA dengan menilik hanya dari segelintir persamaan adalah tindakan yang tidak bijaksana. Saya akan berikan sedikit ilustrasi.

Monyet mempunyai mata dua. Manusia memiliki mata dua
Monyet mempunyai dua telinga. Manusia memliki dua telinga
Monyet mempunyai satu hidung. Manusia mempunyai satu hidung
Monyet mempunyai satu mulut. Manusia mempunyai satu mulut
Monyet butuh makan supaya tidak mati. Manusia butuh makan supaya tidak mati.
Monyet butuh minum supaya tidak mati. Manusia butuh minum supaya tidak mati.
dan seterusnya.

Apakah manusia lalu SAMA dengan monyet?

Demikianlah, selanjutnya agar supaya berhati-hati dalam menyimpulkan persamaan dan perbedaan.

Amiduofo,


Tan
Ok, back to pertanyaan untuk Mahayana, jangan ke ajaran lain, Ajaran Buddha paling Utama apa? untuk lepas dari Dukkha? Untuk terlahir kembali di surga...?

RYU:

Ajaran Buddha menerangkan ini adalah pandangan benar, ini adalah pandangan salah, apabila ada pandangan salah berarti diperbolehkan dalam ajaran Buddha? apakah cukup di jawab ahhhh inikan karma kamu sehingga punya pandangan salah titik gitu ?

TAN:

Jangan ngomong "boleh" dan "tidak boleh." Karena "boleh" dan "tidak boleh" adalah suatu "larangan." Sekali lagi saya tidak setuju dengan kata "larangan." Yang lebih tepat bagi saya adalah "anjuran." Ini beda dengan "larangan." Larangan berlaku bila pihak yang memberlakukan larangan, yang menjatuhkan sanksi atau hukuman. Dalam agama Buddha, bila seseorang melakukan kejahatan (akusala karma), maka Buddha tidak pernah menjatuhkan hukuman. Karena itu, sekali lagi saya lebih suka menggunakan kata "anjuran." Jadi istilah "boleh" dan "tidak boleh" adalah tidak valid. Kalau "larangan" sifatnya memaksa dan "anjuran" sifatnya tidak memaksa.
Kembali ke topik. Kita perlu jelaskan dahulu berbagai peristilahan.
"Pandangan salah" yang kita bicarakan di sini, tentunya adalah "pandangan salah menurut agama Buddha" dan bukan agama lainnya. Bagaimana sikap umat Buddha yang baik terhadap pandangan salah? Umat Buddha tentunya dianjurkan untuk tidak menganut "pandangan salah menurut agama Buddha." Logikanya kalau dia masih "menganut pandangan salah menurut agama Buddha" tentunya sebaiknya dia tidak menjadi penganut agama Buddha. Lebih baik dia mendirikan keyakinan sendiri yang didasari oleh "pandangan salah menurut agama Buddha"-nya itu. Nah, barulah dengan demikian "pandangan salah menurut agama Buddha"-nya itu akan menjadi "pandangan benar menurut agama yang didirikannya." Atau dia mencari agama lain yang menganggap "pandangan salah menurut agama Buddha" itu sebagai "pandangan benar menurut agama lain tersebut." Nah, kasus ini akan terselesaikan dengan mudah.
Kita boleh saja memberikan anjuran pada sesama umat Buddha mengenai pandangan salah dan benar itu. Tetapi sifatnya tidak memaksa. Buddha sendiri tidak pernah memaksa. Ingat Upali Sutta, yang mengajarkan toleransi.

Demikian, semoga bermanfaat.

Amiduofo,

Tan
Ok Ko :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1408 on: 03 June 2009, 11:56:27 AM »
INDRA:

dutiyampi saya mencoba meluruskan, bahwa ADA LARANGAN dalam Buddhism dan ada sanksi jika larangan itu dilakukan, baca Vinaya Pitaka

TAN:

Anda sudah ngomong itu berulang kali. Saya tentu tahu, karena sebagai informasi saya yang menerjemahkan buku Vinaya Mukha jilid 1 (bahasa Indonesianya dibagi jadi 1A dan 1B). Jilid 2-nya baru jadi separuh. Masih belum ada waktu nerusin. Vinaya itu berlaku bagi Sangha. Ingat Sangha di sini sebagai suatu organisasi. Ini kasusnya beda. Kita ngomong agama Buddha secara global dan bukan sebagai kasus khusus (organisatoris). Tentu saja sebagai suatu organisasi, Sangha punya serangkaian aturannya sendiri (baca: Vinaya).
Semoga ini dapat dibedakan.
Kedua, kalau umat awam (baca: Upasaka/ Upasika) berbuat "salah" misalnya membunuh nyamuk. Bagi seorang bhikkhu itu merupakan pelanggaran dukkhata. Nah apakah umat awam juga dianggap melakukan pelanggaran dukkhata? Bhikkhu tidak boleh punya rambut panjang (melebihi kalau tidak salah 2 jari). Nah apakah umat awam juga berlaku hal yang sama?
Kalau umat Buddha membunuh, apakah sanggha yang menjatuhkan "hukuman." Jawabnya TIDAK. Pemerintah yang menjatuhkan hukuman.
Jadi jelas sekali kasusnya beda. Apa yang beda jangan disama2kan, dan apa yang sama jangan dibeda2kan.
Umat Buddha hanya "dianjurkan" untuk tidak membunuh. Kalau dia bandel dan tetap membunuh risikonya ditanggung penumpang. Kalau dia sudah keluar dari penjara dan selanjutnya tetap mengikuti peribadatan Buddha, siapakah yang melarang?
Semoga penjelasan saya ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1409 on: 03 June 2009, 11:58:00 AM »
Bro Dilbert, saya mencoba meluruskan anggapan bahwa dikatakan tidak ada larangan dalam agama buddha, walaupun larangan itu khusus untuk Sangha, jadi Sangha beragama buddha atau tidak?

 

anything