Nimbrung soal kelenteng.....
Soal kelenteng yah memang terjadi demikian karena pengaruh / ancaman politik di zaman Orba!! Makanya nggak jarang kelenteng2 Taois sekarang ditempeli Vihara Theravada / Buddhayana. Di Sby tidak ada, tapi saya lihat di daerah Jabotabek kok banyak sekali ya hehe.....
Ini tentu sangat aneh dan mengundang kebingungan. Tapi yah mau gimana lagi.... kalau nggak gitu nanti kelentengnya ditutup...
Tapi sayangnya sekarang banyak oknum2 yang memperebutkan kelenteng apakah Buddhis atau Khonghucu atau Taois. Ini kan sayang... Padahal sudah jelas batas2 kelenteng Tao, Buddha dengan Khonghucu. Ini bisa dilihat dari altar utamanya. Kalau altar utamanya itu para Bodhisattva Buddhis, sudah barang tentu itu kelenteng Buddhis. Kalau altar utamanya Taois, maka itu kelenteng Taois.
Yang masih Ok misalnya kelenteng Boen Tek Bio (Vihara Padumuttara). Altar utamanya Avalokitesvara Bodhisattva (Mahayana) sehingga kita bisa yakin bahwa kelenteng tersebut bercorak Buddhis. Nah di era modern kelenteng tersebut diurus oleh kalangan Theravada dan nggabung sama Vihara Padumuttara. Ini masih ok karena sama2 Buddhis. Kelenteng Buddhis diurus Buddhis, ya wajar ..... meskipun beda tradisi.
Nah kalau di Semarang ada kelenteng Buddhis Tay Kak Sie (altar utama Sakyamuni dan Avalokitesvara), setahu saya yang ngurus malah MATAKIN.... (Khonghucu). Nah lho....
Belum lagi Vihara Dharmakaya Angkasapura... itu kelenteng Taois (altar dewa Lu Ban - dewanya arsitektur dan pertukangan orang Tionghoa), tapi di depan altarnya malah ditaruh rupang Sakyamuni Buddha. Nah lo kelenteng Taois dikonvert jadi Buddhis ??
Vihara Buddha Prabha di Jogja tempatnya Bhante Uttamo saat masih jadi umat awam belajar Dharma, itu juga kelenteng Taois/Khonghucu benernya. Kondisinya udah rusak, untung diselametin oleh pihak Buddhayana. Tapi sayangnya usaha positif ini kurang begitu terlihat maksimal karena nama dewa2 Taoisnya dikasih nama Sansekerta semua.....
Kacau....kacau.....
The Siddha Wanderer